Anda di halaman 1dari 5

TUGAS IV

PENGELOLAAN LINGKUNGAN TAMBANG


ECO-INDUSTRIAL PARK

Oleh:
Abdul Luthfi (03021181621006)
Aprlia Ayu Wahyuningsih (03021181621020)
Doni Ardiansyah Siregar (03021281621034)
Fheny Fitria (03021281621042)
Gesang Bagus Marando (03021181621018)

Jurusan Teknik Pertambangan


Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya
2018
ECO-INDUSTRIAL PARK
Eco-industrial park merupakan suatu bentuk kerja sama diantara industri-industri
yang berbeda. Bentuk kerja sama ini dapat meningkatkan keuntungan masing-masing
industry dan pada akhirnya berdampak pisitif pada lingkungan. Dalam proses simbiosis ini
limbah suatu industry diolah menjadi bahan baku industry lain atau juga dimanfaatkan dala
bentuk lain. Proses simbiosis ini sangat efektif jika komponen-komponen industry tertata
dalam suatu kawasan industry terpadu.
Dalam hal ini kita akan membahas mengenai eco-industrial park pada industry
pertambangan. Industri pertambangan merupakan salah satu sector industry yang punya
sumbangsih besar untuk industry lainnya. Industry pertambangan menjadi pasokan bahan
dasar penting baik itu untuk energy ataupun untuk kegunaan lainny, tidak hanya bahan
galiannya saja beberapa limbah dari industry pertambangan juga dapat dimanfaatkan untuk
industry lainnya. Salah satu contoh yang dipaparkan kali ini adalah eco-industrial pada
pertambangan uranium yang memiliki sifat radioaktif dan jiga penghasil energy nuklir.
Eco-Industrial Park Tambang Uranium
Uranium merupakan salah satu logam berat yang dapat digunakan sebagai sumber
energy nuklir. Energi Nuklir merupakan energi yang digali dari pemanfaatan reaksi nuklir
yang berlangsung secara pembelahan inti atom (fisi) ataupun penggambungan inti atom
(fusi). Energi nuklir saat ini dihasilkan dari teknologi reaksi fisi yang terkendali. Data
terakhir menunjukkan bahwa kontribusi energi nuklir dunia sekitar 13,5 % dari total energi
listrik dunia.
Dalam operasinya PLTN tipe LWR mengkonsumsi bahan bakar uraniun dengan
sedikit pengkayaan atau berkisar 3 % sampai 4 %, artinya bahwa komposisi isotop
uraniumnya mengandung isotop dengan berat atom 235 (U-235) sebesar sekitrar 3 - 4 %.
Peningkatan kandungan isotop U-235 dari komposisi alamiah sekitar 0,7 % menjadi 4 %
disebut suatu proses pengkayaan (enrichment). Bentuk uranium yang menjadi bahan bakar
dalam PLTN adalah berupa pelet-pelet keramik UO2 yang disusun menjadi suatu batang dan
total konsumsi UO2 ini sebanyak sekitar 24 ton per tahunnya atau persatuan periode operasi
yang saat ini telah mencapai 1,5 sampai 2 tahun.
Sebagai gambaran kegiatan pengelolaan uranium sebagai bahan bakar PLTN mulai
penambangan sampai menjadi bahan bakar nuklir pada PLTN jenis PWR dan selanjutnya
sampai menjadi limbah radioaktif yang lestari (permanen), serta berbagai pemanfaatannya ke
berbagai bidang industrinya dapat digambarkan pada ilustrasi Eco-industrial park berikut :
Gambar. Skema Eco-industril park tambang uranium
Di bidang penelitian dan pengembangan nuklir, fasilitas daur bahan bakar (fabrikasi
bahan bakar dan olah ulang) dan PLTN juga menimbulkan sejumlah limbah. Sebagian dari
limbah ini adalah limbah terkontaminasi dengan sejumlah zat radioaktif pada kadar atau
tingkat radiasi yang melampaui batas keselamatan seperti misalnya pakaian kerja bekas,
limbah kertas, potongan kain, bahan bekas, perkakas, cairan dan sebagainya. Sehingga
limbah radioaktif dapat didefinisikan sebagai bahan bekas serta peralatan yang telah terkena
zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena operasi nuklir dan tidak dapat dipergunakan lagi.
Disisi lain, pemakaian zat radioaktif untuk kegiatan kedokteran (diagnosis dan terapi) di
rumah sakit dan klinik, serta pembuat obat-obatan radioaktif (radiofarmasi) menghasilkan
limbah radioaktif. Pengelompokan limbah radioaktif bergantung pada kandungan bahan
radioaktif yang terkandung dalam limbah radioaktif.
Bahan radioaktif yang terkandung dalam limbah radioaktif mempunyai waktu paro
tertentu dan akan memancarkan radiasi secara terus menerus. Untuk itu informasi tentang
waktu paro menjadi suatu pertimbangan pada pengukuran radioaktivitasnya. Penyimpanan
limbah radioaktif bertujuan untuk mengisolasi tingkat radioaktivitas dari lingkungan sekitar
kita pada jangka waktu tertentu. Jumlah limbah radioaktif yang dihasilkan lebih sedikit
dibandingkan dengan limbah rumah tangga dan limbah industri, sehingga metode
penyimpanan yang dipilih disesuaikan dengan jenis limbah radioaktif yang akan diolah
Limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian reaktor dapat berbentuk padat,
cair dan gas. Limbah padat dikelompokkan menjadi limbah yang dapat terbakar dan tidak
terbakar, limbah cair dikelompokkan menjadi limbah organik dan non-organik. Berdasarkan
tingkat radioaktivitasnya, limbah dapat dikelompokkan menjadi tingkat rendah, sedang, dan
tinggi. Limbah radioaktif (LRA) yang dihasilkan dari penggunaan tenaga nuklir, berdasarkan
konsentrasi dan asalnya dikelompokkan menjadi HLW (High Level Waste) dan LLW (Low
Level Waste).
 HLW (High Level Waste)
HLW dihasilkan dari pemisahan uranium dan plutonium dari bahan bakar bekas pada
fasilitas olah ulang. Sebagian besar radionuklida HLW berasal dari unsur hasil belahan yang
diperoleh dari proses ekstraksi uranium dan plutonium hasil penguraian bahan bakar bekas.
Limbah ini disebut limbah radioaktif cair tingkat tinggi yang akan distabilkan dengan cara
vitrifikasi (blok gelas) sebagai LRA tingkat tinggi (HLW). Pilihan "one through" pada proses
olah ulang tidak dilakukan pada bahan bakar bekas.
 LLW (Low Level Waste)

1. Limbah PLTN
Limbah PLTN adalah limbah yang dihasilkan dari proses dismantling dan
pengoperasian PLTN, terutama nuklidayang memancarkan beta dan gamma dengan waktu
paro pendek. Limbah jenis ini akan disimpan pada fasiltas penyimpanan tanah dangkal
seperti yang ada di Rokkashomura-Jepang. Pada limbah hasil dismantling terdapat rentang
tingkat radioaktivitas yang lebar, dan dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu tinggi (pemancar
beta-gamma), sedang, dan rendah. Tabel 3 menunjukkan pemisahan kelompok berdasarkan
tingkat radioaktivitas limbah hasil dismantling. Pada pengoperasian fasilitas olah ulang selain
HLW juga dihasilkan LRA aktivitas rendah.
2. Limbah uranium
Limbah uranium dihasilkan dari proses konversi dan fabrikasi bahan bakar serta dari
mesin sentrifugal pada saat proses pengayaan. Jenis limbah ini mempunyai waktu paro yang
sangat panjang walaupun aktivitas radiasinya rendah dan tidak dapat disimpan pada fasilitas
penyimpanan tanah dangkal.
3. Limbah yang berasal dari fasilitas radioisotop dan laboratorium
Aplikasi radioisotop mencakup bidang yang sangat luas, misalnya dalam bidang
kedokteran (diagnostik dan terapi), farmasi (sebagai perunut), serta industri. Dari kegiatan
tersebut dihasilkan limbah radioaktif. Sedangkan limbah yang berasal dari laboratorium
(pusat riset, universitas, swasta) yang berhubungan dengan penelitian seperti penggunaan
sumber radiasi, bahan bakar reaktor, fasilitas pengolahan bahan bakar, disebut sebagai limbah
laboratorium. Limbah tersebut akan disimpan dalam sistem penyimpanan sederhana pada
fasilitas tanah dangkal.
Seluruh Siklus bahan bakar nuklir ini sering disebut sebagai rantai bahan bakar
nuklir, yakni serangkaian proses pengolahan bahan bakar nuklir yang melalui serangkaian
tahap-tahap berbeda. Dalam terminologi nuklir, siklus ini dikategorikan sebagai tahapan
"hulu" (front end), dimana uranium disiapkan sebagai bahan bakar reaktor, dan tahapan
"hilir" (back end), dimana proses pengaturan, pengelolaan, atau pengolahan kembali bahan
bakar bekas dilakukan.
Apa yang harus disadari dalam pengembangan energi nuklir ini adalah bagaimana kita
dapat memahami seluruh proses ini , terutama yang manjadi isu lingkungan adalah pada
tahap hilir yang berada pada proses penyimpanan lembah lestari atau dengan bahasa
hariannya adalah tempat pembuangan akhir (TPA).

Anda mungkin juga menyukai