Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL JANTUNG CONGESTIF ATAU CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI


RUANG KUMALA RSUD ANSARI SALEH BANJARMASIN

OLEH:
I NYOMAN ADI PRAMANA, S.Kep

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
I. KONSEP TEORI
A Anatomi dan Fisiologis
1. Anatomi

Sumber : wikipedia
2. Fisiologi Jantung
Sistem sirkulasi memiliki 3 komponen:
a Jantung yang berfungsi sebagai pompa yang melakukan tekanan
terhadap darah agar timbul gradien dan darah dapat mengalir ke
seluruh tubuh.
b Pembuluh darah yang berfungsi sebagai saluran untuk
mendistribusikan darah dari jantung ke semua bagian tubuh dan
mengembalikannya kembali ke jantung.
c Darah yang berfungsi sebagai medium transportasi dimana darah
akan membawa oksigen dan nutrisi.
Darah berjalan melalui sistim sirkulasi ke dan dari jantung
melalui 2 lengkung vaskuler (pembuluh darah) yang terpisah. Sirkulasi
paru terdiri atas lengkung tertutup pembuluh darah yang mengangkut
darah antara jantung dan paru. Sirkulasi sistemik terdiri atas pembuluh
darah yang mengangkut darah antara jantung dan sistim organ.
Secara anatomis jantung adalah satu organ, sisi kanan dan kiri
jantung berfungsi sebagai dua pompa yang terpisah. Jantung terbagi atas
separuh kanan dan kiri serta memiliki empat ruang, bilik bagian atas dan
bawah di kedua belahannya. Bilik bagian atas disebut dengan atrium
yang menerima darah yang kembali ke jantung dan memindahkannya ke
bilik bawah, yaitu ventrikel yang berfungsi memompa darah dari
jantung.
Pembuluh yang mengembalikan darah dari jaringan ke atrium
disebut dengan vena, dan pembuluh yang mengangkut darah menjauhi
ventrikel dan menuju ke jaringan disebut dengan arteri. Kedua belahan
jantung dipisahkan oleh septum atau sekat, yaitu suatu partisi otot
kontinu yang mencegah percampuran darah dari kedua sisi jantung.
Pemisahan ini sangat penting karena separuh jantung janan menerima
dan memompa darah beroksigen rendah sedangkan sisi jantung sebelah
kiri memompa darah beroksigen tinggi.
Jantung berfungsi sebagai pompa ganda. Darah yang kembali
dari sirkulasi sistemik (dari seluruh tubuh) masuk ke atrium kanan
melalui vena besar yang dikenal sebagai vena kava. Darah yang masuk
ke atrium kanan berasal dari jaringan tubuh, telah diambil O2-nya dan
ditambahi dengan CO2. Darah yang miskin akan oksigen tersebut
mengalir dari atrium kanan melalui katup ke ventrikel kanan, yang
memompanya keluar melalui arteri pulmonalis ke paru. Dengan
demikian, sisi kanan jantung memompa darah yang miskin oksigen ke
sirkulasi paru. Di dalam paru, darah akan kehilangan CO2-nya dan
menyerap O2 segar sebelum dikembalikan ke atrium kiri melalui vena
pulmonalis.
Darah kaya oksigen yang kembali ke atrium kiri ini kemudian
mengalir ke dalam ventrikel kiri, bilik pompa yang memompa atau
mendorong darah ke semus sistim tubuh kecuali paru. Jadi, sisi kiri
jantung memompa darah yang kaya akan O2 ke dalam sirkulasi
sistemik. Arteri besar yang membawa darah menjauhi ventrikel kiri
adalah aorta. Aorta bercabang menjadi arteri besar dan mendarahi
berbagai jaringan tubuh.
Sirkulasi sistemik memompa darah ke berbagai organ, yaitu
ginjal, otot, otak, dan semuanya. Jadi darah yang keluar dari ventrikel
kiri tersebar sehingga masing-masing bagian tubuh menerima darah
segar. Darah arteri yang sama tidak mengalir dari jaringan ke jaringan.
Jaringan akan mengambil O2 dari darah dan menggunakannya untuk
menghasilkan energi. Dalam prosesnya, sel-sel jaringan akan
membentuk CO2 sebagai produk buangan atau produk sisa yang
ditambahkan ke dalam darah. Darah yang sekarang kekurangan O2 dan
mengandung CO2 berlebih akan kembali ke sisi kanan jantung.
Selesailah satu siklus dan terus menerus berulang siklus yang sama
setiap saat.
Kedua sisi jantung akan memompa darah dalam jumlah yang
sama. Volume darah yang beroksigen rendah yang dipompa ke paru oleh
sisi jantung kanan memiliki volume yang sama dengan darah beroksigen
tinggi yang dipompa ke jaringan oleh sisi kiri jantung.
Sirkulasi paru adalah sistim yang memiliki tekanan dan
resistensi rendah, sedangkan sirkulasi sistemik adalah sistim yang
memiliki tekanan dan resistensi yang tinggi. Oleh karena itu, walaupun
sisi kiri dan kanan jantung memompa darah dalam jumlah yang sama,
sisi kiri melakukan kerja yang lebih besar karena ia memompa volume
darah yang sama ke dalam sistim dengan resistensi tinggi. Dengan
demikian otot jantung di sisi kiri jauh lebih tebal daripada otot di sisi
kanan sehingga sisi kiri adalah pompa yang lebih kuat.
Darah mengalir melalui jantung dalam satu arah tetap yaitu dari
vena ke atrium ke ventrikel ke arteri. Adanya empat katup jantung satu
arah memastikan darah mengalir satu arah. Katup jantung terletak
sedemikian rupa sehingga mereke membuka dan menutup secara pasif
karena perbedaan gradien tekanan. Gradien tekanan ke arah depan
mendorong katup terbuka sedangkan gradien tekanan ke arah belakang
mendorong katup menutup.
Dua katup jantung yaitu katup atrioventrikel (AV) terletak di
antara atrim dan ventrikel kanan dan kiri. Katup AV kanan disebut
dengan katup trikuspid karena memiliki tiga daun katup sedangkan
katup AV kiri sering disebut dengan katup bikuspid atau katup mitral
karena terdiri atas dua daun katup. Katup-katup ini mengijinkan darah
mengalir dari atrium ke ventrikel selama pengisian ventrikel (ketika
tekanan atrium lebih rendah dari tekanan ventrikel), namun secara alami
mencegah aliran darah kembali dari ventrikel ke atrium ketika
pengosongan ventrikel atau ventrikel sedang memompa.
Dua katup jantung lainnya yaitu katup aorta dan katup
pulmonalis terletak pada sambungan dimana tempat arteri besar keluar
dari ventrikel. Keduanya disebut dengan katup semilunaris karena
terdiri dari tiga daun katup yang masing-masing mirip dengan kantung
mirip bulan-separuh. Katup ini akan terbuka setiap kali tekanan di
ventrikel kanan dan kiri melebihi tekanan di aorta dan arteri pulmonalis
selama ventrikel berkontraksi dan mengosongkan isinya. Katup ini akan
tertutup apabila ventrikel melemas dan tekanan ventrikel turun di bawah
tekanan aorta dan arteri pulmonalis. Katup yang tertutup mencegah
aliran balik dari arteri ke ventrikel.
Walaupun tidak terdapat katup antara atrium dan vena namun hal
ini tidak menjadi masalah. Hal ini disebabkan oleh dua hal, yaitu karena
tekanan atrium biasanya tidak jauh lebih besar dari tekanan vena serta
tempat vena kava memasuki atrium biasanya tertekan selama atrium
berkontraksi.
Jantung secara berselang-seling berkontraksi untuk
mengosongkan isi jantung dan berelaksasi untuk mengisi darah. Siklus
jantung terdiri atas periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan
diastol (relaksasi dan pengisian jantung). Atrium dan ventrikel
mengalami siklus sistol dan diastol terpisah. Kontraksi terjadi akibat
penyebaran eksitasi (mekanisme listrik jantung) ke seluruh jantung.
Sedangkan relaksasi timbul setelah repolarisasi atau tahapan relaksasi
otot jantung.
Kontraksi sel otot jantung untuk memompa darah dicetuskan
oleh potensial aksi yang menyebar melalui membran-membran sel otot.
Jantung berkontraksi atau berdenyut secara berirama akibat potensial
aksi yang ditimbulkannya sendiri. Hal ini disebabkan karena jantung
memiliki mekanisme aliran listrik yang dicetuskannya sendiri guna
berkontraksi atau memompa dan berelaksasi.
Potensial aksi ini dicetuskan oleh nodus-nodus pacemaker yang
terdapat di jantung dan dipengaruhi oleh beberapa jenis elektrolit seperti
K+, Na+, dan Ca++. Gangguan terhadap kadar elektrolit tersebut di
dalam tubuh dapat mengganggu mekanisme aliran listrik jantung.
Arus listrik yang dihasilkan oleh otot jantung menyebar ke
jaringan di sekitar jantung dan dihantarkan melalui cairan-cairan tubuh.
Sebagian kecil aktivitas listrik ini mencapai permukaan tubuh dan dapat
dideteksi menggunakan alat khusus. Rekaman aliran listrik jantung
disebut dengan elektrokardiogram atau EKG. EKG adalah rekaman
mengenai aktivitas listrik di cairan tubuh yang dirangsang oleh aliran
listrik jantung yang mencapai permukaan tubuh. Jadi EKG bukanlah
rekaman langsung aktivitas listrik jantung yang sebenarnya.
Berbagai komponen pada rekaman EKG dapat dikorelasikan
dengan berbagai proses spesifik di jantung. EKG dapat digunakan untuk
mendiagnosis kecepatan denyut jantung yang abnormal, gangguan
irama jantung, serta kerusakan otot jantung. Hal ini disebabkan karena
aktivitas listrik akan memicu aktivitas mekanis sehingga kelainan pola
listrik biasanya akan disertai dengan kelainan mekanis atau otot jantung
sendiri.

B Definisi
Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai abnormalitas dari fungsi
struktural jantung atau sebagai kegagalan jantung dalam mendistribusikan
oksigen sesuai dengan yang dibutuhkan pada metabolisme jaringan, meskipun
tekanan pengisian normal atau adanya peningkatan tekanan pengisian (Mc
Murray et al., 2012).
Gagal Jantung Congestif atau congestive heart failure (CHF) kondisi
dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk mengantarkan darah yang kaya
oksigen ke tubuh tidak bisa memenuhi kebutuhan tubuh. (Saferi, 2013)
Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis progresif yang
disebabkan oleh ketidakmampuan jantung dalam memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Dipiro et al., 2015).

C Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif
(CHF)dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan
anemia kronis/ berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung
a Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria
Septum Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark
miokard.
d Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut

D Tanda dan Gejala


1. Peningkatan volume intravaskular.
2. Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat
turunnya curah jantung.
3. Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang
menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli;
dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
4. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan
tekanan vena sistemik.
5. Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung
terhadap latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat
perfusi darah dari jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
6. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume
intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan
renin ginjal). Sumber: Niken Jayanthi (2010)

E Epidemiologi
Angka kejadian gagal jantung di Amerika Serikat mempunyai insidensi yang
besar tetapi tetap stabil selama beberapa dekade terakhir yaitu >650.000 pada
kasus baru setiap tahunnya. Meskipun angka bertahan hidup telah mengalami
peningkatan, sekitar 50% pasien gagal jantung dalam waktu 5 tahun memiliki
angka kematian yang mutlak (Yancy et al., 2013).
F Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih
rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana
curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart
Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah
jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung
untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal
untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup
jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi, yang tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim
dengan Hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah
yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan
oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2) Kontraktilitas (mengacu pada
perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan
dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload
(mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan
arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang
terjadi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua
ventrikel berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat
meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang
jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut
miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi
singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi
ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik
tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan
dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya
tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan
timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan
tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa
sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan
memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan
meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload.
Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output,
adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan
peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada
pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan
peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi
perifer. Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ
vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke
ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah
penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang
akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-
aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler
perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi
sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin
vasopresin dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat
ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial
akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi
resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
G Diagnosa Medik
1. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau polisitemia
vera
2. Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
3. Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam
basa baik metabolik maupun respiratorik.
4. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang
merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan
5. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit
adrenal
6. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
7. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap
fungsi hepar atau ginjal
8. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
9. Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang
jantung, hipertropi ventrikel
10. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang
penurunan kemampuan kontraksi.
11. Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
12. Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
13. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia
Sumber: Wajan Juni Udjianti (2010)

H. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah:
1. Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi
oksigen dengan pembatasan aktivitas.
2. Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
3. Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan
vasodilator.
a Medis
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan
menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan
aktifitas
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
3. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis,
miksedema, dan aritmia.
4. Digitalisasi
a) Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6
dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4
hari.
b) Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
c) Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
5. Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari.
untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan. Dosis
penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
6. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal
akut yang berat:
a) Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
b) Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan
( Mansjoer dan Triyanti, 2007)

b Non Medis
1. Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara
lain: lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi
miokardium diinduksi alkohol, pirau intrakrdial, dan keadaan output
tinggi.
2. Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
3. Posisi setengah duduk.
4. Oksigenasi (2-3 liter/menit).
5. Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan
untuk mencegah, mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada
hipertensi dan gagal jantung. Rendah garam 2 gr disarankan pada
gagal jantung ringan dan 1 gr pada gagal jantung berat. Jumlah
cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal
jantung ringan.
6. Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan
aktivitas, tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas
secara teratur. Latihan jasmani dapat berupa jalan kaki 3-5
kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu
selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal
pada gagal jantung ringan atau sedang.
7. Hentikan rokok dan alkohol
8. Revaskularisasi koroner
9. Transplantasi jantung
10. Kardoimioplasti

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Primer
Airways
a Sumbatan atau penumpukan sekret
b Wheezing atau krekles
2. Breathing
a Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c Ronchi, krekles
d Ekspansi dada tidak penuh
e Penggunaan otot bantu nafas
3. Circulation
a Nadi lemah , tidak teratur
b Takikardi
c TD meningkat / menurun
d Edema
e Gelisah
f Akral dingin
g Kulit pucat, sianosis
h Output urine menurun
4. Pengkajian Sekunder
· Riwayat Keperawatan
5. Keluhan
a Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
b Palpitasi atau berdebar-debar.
c Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas saat
beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari dua buah.
d Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
e Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
f Insomnia
g Kaki bengkak dan berat badan bertambah
h Jumlah urine menurun
i Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
6. Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes
melitus, bedah jantung, dan disritmia.
7. Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
8. Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung, steroid,
jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
9. Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
10. Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
11. Postur, kegelisahan, kecemasan
12. Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang merupakan
faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat perkembangan
CHF.

· Pemeriksaan Fisik
1. Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan, toleransi
aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean
arterial presure, bunyi jantung, denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s,
murmur.
2. Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales, wheezing)
3. Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks
4. Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/ takut yang
kronis
5. Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
6. Konjungtiva pucat, sklera ikterik
7. Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis, warna kulit
pucat, dan pitting edema.
Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan
frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup
2. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan volume paru
3. Perfusi jaringan tidak efektif b/d menurunnya curah jantung, hipoksemia
jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli
4. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan
perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.
5. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan
natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal
6. Cemas b/d penyakit kritis, takut kematian atau kecacatan, perubahan peran
dalam lingkungan social atau ketidakmampuan yang permanen.
7. Kurang pengetahuan b/d keterbatasan pengetahuan penyakitnya, tindakan yang
dilakukan, obat obatan yang diberikan, komplikasi yang mungkin muncul dan
perubahan gaya hidup

Rencana Asuhan Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
(NANDA)
1. Penurunan curah jantung NOC : NIC :
b/d respon fisiologis otot 1. Cardiac Pump effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri
jantung, peningkatan 2. Circulation Status dada
frekuensi, dilatasi, 3. Vital Sign Status 2. Catat adanya disritmia
hipertrofi atau Kriteria Hasil : jantung
peningkatan isi sekuncup 1. Tanda Vital dalam rentang normal 3. Catat adanya tanda dan
(Tekanan darah, Nadi, respirasi) gejala penurunan cardiac
2. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada putput
kelelahan 4. Monitor status
3. Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak kardiovaskuler
ada asites 5. Monitor status pernafasan
4. Tidak ada penurunan kesadaran yang menandakan gagal
jantung
6. Monitor abdomen sebagai
indicator penurunan
perfusi
7. Monitor balance cairan
8. Monitor adanya perubahan
tekanan darah
9. Monitor respon pasien
terhadap efek pengobatan
antiaritmia
10. Atur periode latihan dan
istirahat untuk
menghindari kelelahan
11. Monitor toleransi aktivitas
pasien
12. Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan
ortopneu
13. Anjurkan untuk
menurunkan stres
14. Vital Sign Monitoring
15. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
16. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
17. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
18. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
19. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
20. Monitor kualitas dari nadi
21. Monitor adanya pulsus
paradoksus dan pulsus
alterans
22. Monitor jumlah dan irama
jantung dan monitor bunyi
jantung
23. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
24. Monitor suara paru, pola
pernapasan abnormal
25. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
26. Monitor sianosis perifer
27. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
28. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

2. Pola nafas tidak efektif NOC : NIC :


b/d penurunan volume 1. Respiratory status : Ventilation 1. Posisikan pasien untuk
paru 2. Respiratory status : Airway patency memaksimalkan ventilasi
3. Vital sign Status 2. Pasang mayo bila perlu
Kriteria Hasil : 3. Lakukan fisioterapi dada
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan jika perlu
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis 4. Keluarkan sekret dengan
dan dyspneu (mampu mengeluarkan batuk atau suction
sputum, mampu bernafas dengan mudah, 5. Auskultasi suara nafas,
tidak ada pursed lips) catat adanya suara
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tambahan
tidak merasa tercekik, irama nafas, 6. Berikan bronkodilator
frekuensi pernafasan dalam rentang 7. Berikan pelembab udara
normal, tidak ada suara nafas abnormal) Kassa basah NaCl Lembab
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi, pernafasan)
8. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
9. Monitor respirasi dan
status O2
10. Bersihkan mulut, hidung
dan secret trakea
11. Pertahankan jalan nafas
yang paten
12. Observasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
13. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenas
14. Monitor vital sign
15. Informasikan pada pasien
dan keluarga tentang
teknik relaksasi untuk
memperbaiki pola nafas
16. Ajarkan bagaimana batuk
secara efektif
17. Monitor pola nafas

3. Perfusi jaringan tidak NOC : NIC :


efektif b/d menurunnya 1. Circulation status 1. Peripheral Sensation
curah jantung, 2. Tissue Prefusion : cerebral Management (Manajemen
hipoksemia jaringan, Kriteria Hasil : sensasi perifer)
asidosis dan 1. Mendemonstrasikan status sirkulasi 2. Monitor adanya daerah
kemungkinan thrombus 2. Tekanan systole dandiastole dalam rentang tertentu yang hanya peka
atau emboli yang diharapkan terhadap
3. Tidak ada ortostatikhipertensi panas/dingin/tajam/tumpul
4. Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan 3. Monitor adanya paretese
intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg) 4. Instruksikan keluarga
5. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif untuk mengobservasi kulit
yang ditandai dengan: jika ada lsi atau laserasi
6. Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai 5. Gunakan sarun tangan
dengan kemampuan untuk proteksi
7. Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan 6. Batasi gerakan pada
orientasi, memproses informasi, membuat kepala, leher dan
keputusan dengan benar punggung
8. Menunjukkan fungsi sensori motori cranial 7. Monitor kemampuan BAB
yang utuh : tingkat kesadaran mambaik, 8. Kolaborasi pemberian
tidak ada gerakan gerakan involunter analgetik
9. Monitor adanya
tromboplebitis
10. Diskusikan menganai
penyebab perubahan
sensasi

4. Gangguan pertukaran gas NOC : NIC :


b/d kongesti paru, 1. Respiratory Status : Gas exchange Airway Management
hipertensi pulmonal, 2. Respiratory Status : ventilation 1. Buka jalan nafas,
penurunan perifer yang 3. Vital Sign Status guanakan teknik chin lift
mengakibatkan asidosis Kriteria Hasil : atau jaw thrust bila perlu
laktat dan penurunan 1. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi 2. Posisikan pasien untuk
curah jantung dan oksigenasi yang adekuat memaksimalkan ventilasi
2. Memelihara kebersihan paru paru dan 3. Identifikasi pasien
bebas dari tanda tanda distress pernafasan perlunya pemasangan alat
3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan jalan nafas buatan
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis 4. Pasang mayo bila perlu
dan dyspneu (mampu mengeluarkan 5. Lakukan fisioterapi dada
sputum, mampu bernafas dengan mudah, jika perlu
tidak ada pursed lips) 6. Keluarkan sekret dengan
4. Tanda tanda vital dalam rentang normal batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
8. Lakukan suction pada
mayo
9. Berikan bronkodilator bial
perlu
10. Barikan pelembab udara
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan
status O2
Respiratory Monitoring
1. Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan
usaha respirasi
2. Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
3. Monitor suara nafas,
seperti dengkur
4. Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot
diagfragma ( gerakan
paradoksis )
7. Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
napas utama
9. Aukultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
AcidBase Managemen
1. Monitro IV line
2. Pertahankanjalan nafas
paten
3. Monitor AGD, tingkat
elektrolit
4. Monitor status
hemodinamik(CVP,
MAP, PAP)
5. Monitor adanya tanda
tanda gagal nafas
6. Monitor pola respirasi
7. Lakukan terapi oksigen
8. Monitor status neurologi
9. Tingkatkan oral hygiene

5. Kelebihan volume cairan NOC : NIC :


b/d berkurangnya curah 1. Electrolit and acid base balance Fluid management
jantung, retensi cairan 2. Fluid balance 1. Pertahankan catatan intake
dan natrium oleh ginjal, Kriteria Hasil : dan output yang akurat
hipoperfusi ke jaringan 1. Terbebas dari edema, efusi, anaskara 2. Pasang urin kateter jika
perifer dan hipertensi 2. Bunyi nafas bersih, tidak ada diperlukan
pulmonal dyspneu/ortopneu 3. Monitor hasil lAb yang
3. Terbebas dari distensi vena jugularis, sesuai dengan retensi
reflek hepatojugular (+) cairan (BUN, Hmt ,
4. Memelihara tekanan vena sentral, tekanan osmolalitas urin )
kapiler paru, output jantung dan vital sign 4. Monitor status
dalam batas normal hemodinamik termasuk
5. Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau CVP, MAP, PAP, dan
kebingungan PCWP
6. Menjelaskanindikator kelebihan cairan 5. Monitor vital sign
6. Monitor indikasi retensi /
kelebihan cairan (cracles,
CVP, edema, distensi vena
leher, asites)
7. Kaji lokasi dan luas edema
8. Monitor masukan makanan
/ cairan dan hitung intake
kalori harian
9. Monitor status nutrisi
10. Berikan diuretik sesuai
interuksi
11. Batasi masukan cairan
pada keadaan
hiponatrermi dilusi
dengan serum Na < 130
mEq/l
12. Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul memburuk
Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat jumlah
dan tipe intake cairan dan
eliminaSi
2. Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari ketidak
seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal,
gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
3. Monitor serum dan
elektrolit urine
4. Monitor serum dan
osmilalitas urine
5. Monitor BP, HR, dan RR
6. Monitor tekanan darah
orthostatik dan perubahan
irama jantung
7. Monitor parameter
hemodinamik infasif
8. Monitor adanya distensi
leher, rinchi, eodem perifer
dan penambahan BB
9. Monitor tanda dan gejala
dari odema
6. Cemas b/d penyakit kritis, NOC : NIC :
takut kematian atau 1. Anxiety control 1. Anxiety Reduction
kecacatan, perubahan 2. Coping (penurunan kecemasan)
peran dalam lingkungan 3. Impulse control 2. Gunakan pendekatan yang
social atau Kriteria Hasil : menenangkan
ketidakmampuan yang 1. Klien mampu mengidentifikasi dan 3. Nyatakan dengan jelas
permanen mengungkapkan gejala cemas harapan terhadap pelaku
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan pasien
menunjukkan tehnik untuk mengontol 4. Jelaskan semua prosedur
cemas dan apa yang dirasakan
3. Vital sign dalam batas normal selama prosedur
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa 5. Pahami prespektif pasien
tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan terhdap situasi stres
berkurangnya kecemasan 6. Temani pasien untuk
memberikan keamanan
dan mengurangi takut
7. Berikan informasi faktual
mengenai diagnosis,
tindakan prognosis
8. Dorong keluarga untuk
menemani anak
9. Lakukan back / neck rub
10. Dengarkan dengan penuh
perhatian
11. Identifikasi tingkat
kecemasan
12. Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
13. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
14. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
15. Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan

7. Kurang pengetahuan b/d NOC : NIC :


keterbatasan pengetahuan 1. Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
penyakitnya, tindakan 2. Kowledge : health Behavior
yang dilakukan, obat Kriteria Hasil : 1. Berikan penilaian tentang
obatan yang diberikan, 1. Pasien dan keluarga menyatakan tingkat pengetahuan pasien
komplikasi yang mungkin pemahaman tentang penyakit, kondisi, tentang proses penyakit
muncul dan perubahan prognosis dan program pengobatan yang spesifik
gaya hidup 2. Pasien dan keluarga mampu 2. Jelaskan patofisiologi dari
melaksanakan prosedur yang dijelaskan penyakit dan bagaimana
secara benar hal ini berhubungan
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan dengan anatomi dan
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim fisiologi, dengan cara yang
kesehatan lainnya. tepat.
3. Gambarkan tanda dan
gejala yang biasa muncul
pada penyakit, dengan cara
yang tepat
4. Gambarkan proses
penyakit, dengan cara yang
tepat
5. Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengna cara
yang tepat
6. Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
7. Hindari harapan yang
kosong
8. Sediakan bagi keluarga
atau SO informasi tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan
gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk
mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan
penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup
atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang
tepat
14. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut dengan
Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006. Semarang: UNDIP
Jayanti, N. 2010. Gagal Jantung Kongestif. Dimuat
dalam http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-jantung-
kongestif/ (diakses pada 6 Februari 2012)
Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., Iet all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika P

Anda mungkin juga menyukai