Anda di halaman 1dari 18

Hak asasi manusia

Hak asasi manusia (HAM) adalah hak yang dianggap melekat pada diri semua manusia tanpa
memandang latar belakang suku, agama, bahasa, etnis, atau status lainnya. Hak asasi manusia
dilindungi sebagai hak ikhtiyari dalam hukum nasional maupun internasional. HAM pada prinsipnya
tidak dapat dicabut. Hak asasi manusia berlaku kapanpun, di manapun, dan kepada siapapun,
sehingga sifatnya universal. HAM juga bersifat egaliter dalam artian hak-hak yang dimiliki semua
orang itu sama. Hak asasi manusia tidak boleh dilanggar, kecuali jika hal tersebut diputuskan secara
adil melalui proses hukum, tetapi ada pula sejumlah hak yang dianggap mutlak dalam artian tidak
dapat dilanggar dalam keadaan apapun, misalnya hak untuk tidak disiksa.
Doktrin hak asasi manusia sangat berpengaruh di berbagai belahan dunia. Namun, klaim-klaim
mengenai hak asasi manusia juga memicu keraguan dan perdebatan tentang isi, hakikat, dan
pembenaran hak asasi manusia sampai saat ini. Walaupun terdapat konsensus bahwa hak asasi
manusia meliputi berbagai macam hak, seperti hak hidup, hak untuk mendapatkan proses hukum
yang adil, perlindungan dari perbudakan, kebebasan berbicara, atau hak atas pendidikan, terdapat
perdebatan mengenai hak mana yang perlu dimasukkan ke dalam kerangka umum hak asasi
manusia.
Masyarakat kuno tidak memiliki gagasan mengenai hak asasi manusia universal seperti halnya
masyarakat modern. Pelopor sebenarnya dari wacana hak asasi manusia adalah konsep hak alami
yang muncul pada Abad Pencerahan, yang kemudian memengaruhi wacana politik selama Revolusi
Amerika dan Revolusi Perancis. Konsep hak asasi manusia modern muncul pada paruh kedua abad
kedua puluh, terutama setelah dirumuskannya Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi
Manusia (UDHR) di Paris pada tahun 1948.
Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari
semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di dunia...

— Kalimat 1 dari Pembukaan Pernyataan Umum tentang Hak-hak Asasi Manusia


Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.

— Pasal 1 dari Pernyataan Umum tentang Hak-hak Asasi Manusia PBB[1]

 Sejarah

Piagam Magna Carta yang sering dianggap sebagai piagam hak pertama, walaupun piagam ini sangat
berbeda dengan piagam HAM modern karena hanya menjamin hak-hak para bangsawan Inggris.[2]

Upaya untuk menelusuri sejarah hak asasi manusia terganjal oleh perdebatan mengenai titik
awalnya.[3][4] Secara umum dan abstrak, nilai-nilai yang mendasari hak asasi manusia
(seperti keadilan, kesetaraan, dan harga diri) dapat ditemukan dalam berbagai masyarakat dalam
sejarah.[5] Konsep-konsep yang terkait dengan hak asasi manusia sudah dapat ditelusuri paling tidak
semenjak dikeluarkannya Undang-Undang Hammurabi di Babilonia pada abad ke-18 SM, dan juga
dengan munculnya kitab-kitab agama.[3] Jika yang ingin ditilik adalah sejarah gagasan bahwa semua
manusia memiliki hak alami, maka konsep ini sudah ada setidaknya dari zaman Yunani
Kuno dengan munculnya pemikiran filsuf-filsuf Stoikisme.[3] Pada zaman Romawi, terdapat pula
konsep yang serupa dengan ius humanum, walaupun hak ini bukanlah hak yang dianggap alamiah
dan berlaku untuk semua manusia, tetapi merupakan hak yang diciptakan oleh manusia.[4] Akan
tetapi, apabila sejarah HAM yang dimaksud adalah sejarah HAM modern yang ditegakkan secara
hukum di tingkatan nasional dan internasional saat ini, maka dapat dikatakan bahwa sejarahnya
bermula dari piagam-piagam yang mencantumkan kebebasan-kebebasan yang melindungi pemilik
hak dari penyalahgunaan kekuasaan oleh pemimpin, dan biasanya dokumen yang dianggap
sebagai titik awalnya adalah Magna Carta di Kerajaan Inggris dari tahun 1215.[3][5] Namun, Magna
Carta pun masih dianggap bermasalah, karena dokumen ini hanya melindungi para bangsawan
yang kuat dari kekuasaan Raja Inggris.[2] Maka dari itu, masa yang umumnya dianggap sangat
berpengaruh terhadap konsep HAM modern yang mencakup semua umat manusia adalah Abad
Pencerahan pada abad ke-18 dengan munculnya tulisan-tulisan karya John Locke yang terkait
dengan hukum kodrat.[5] Pakar hak asasi manusia Eva Brems bahkan membuat pernyataan yang
lebih keras dengan menyatakan bahwa "Sumber rumusan hak asasi manusia di tingkatan
internasional saat ini sulit untuk ditilik kembali ke masa sebelum Abad Pencerahan, atau di tempat di
luar Eropa dan Amerika. Gagasan bahwa UDHR berakar dari segala kebudayaan tidaklah lebih dari
sekadar mitos."[6]
Menjadi hukum positif

Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara yang disahkan oleh Majelis Nasional Prancis pada tahun
1789.

Gagasan Locke mengenai hak alami untuk pertama kalinya dijawantahkan secara hukum di Amerika
Serikat. Deklarasi Hak-Hak Virginia yang dikeluarkan pada tanggal 12 Juni 1776 dianggap sebagai
piagam hak pertama yang sejalan dengan konsep modern; dokumen tersebut tidak hanya mengakui
bahwa semua manusia itu setara, bebas, dan memiliki hak-hak yang melekat pada dirinya, tetapi
juga mencantumkan daftar hak-hak yang dilindungi, seperti hak untuk memperoleh proses hukum
yang semestinya dan kebebasan berekspresi.[9] Setelah itu, Deklarasi Kemerdekaan Amerika
Serikat yang dikumandangkan pada tanggal 4 Juli 1776 berisi preambul yang sangat tersohor:

“ ”
Kami menganggap kebenaran-kebenaran ini terbukti sendiri, bahwa semua manusia
diciptakan sama, bahwa mereka dianugerahi oleh Pencipta mereka hak-hak tertentu yang
tidak bisa dipungkiri, diantaranya hidup, kebebasan, dan mengejar kebahagiaan. Bahwa
untuk mengamankan hak-hak ini, Pemerintahan dilembagakan di antara manusia, kekuasaan
mereka diperoleh dari persetujuan mereka yang diperintah; bahwa kapan saja setiap bentuk
pemerintahan menghambat tujuan ini, maka hak rakyat untuk mengubah atau
membubarkannya (...).[10]

Pada tahun yang sama, di tengah bergeloranya Revolusi Prancis, Deklarasi Hak Asasi Manusia dan
Warga Negaradimaklumkan oleh Majelis Nasional Prancis pada tanggal 26 Agustus
1789.[11] Deklarasi ini turut menegaskan bahwa manusia memiliki hak yang alamiah dan tidak dapat
dicabut.[12] Setelah itu, di negara yang sama, muncul juga Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga
Negara 1793 dan Deklarasi Hak-Hak dan Kewajiban-Kewajiban Manusia dan Warga Negara 1795.
Di Amerika Serikat, hak asasi juga diakui di tingkatan negara bagian, seperti di New York pada
tahun 1777 dan Massachusettspada tahun 1780, serta di tingkatan federal dalam bentuk Deklarasi
Hak-Hak tahun 1791 yang merupakan sepuluh amandemen pertama terhadap Konstitusi Amerika
Serikat.[5]
Deklarasi-deklarasi ini pada praktiknya tidak memiliki cakupan yang universal. Pada Abad
Pencerahan, "manusia" dianggap sebagai laki-laki yang dapat melindungi dirinya sendiri, sehingga
budak kulit hitam, perempuan, anak-anak, dan bahkan hamba tidak termasuk ke dalam cakupan.
Banyak dari antara para perumus Deklarasi Hak-Hak di Amerika Serikat yang menerima
institusi perbudakan dan menganggap wanita tidak layak untuk terlibat dalam urusan politik.[13] Di
Prancis, walaupun para perumus Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara tahun 1789 tidak
membatasi cakupannya kepada orang Prancis saja, usulan "Deklarasi Hak Asasi Wanita dan Warga
Negara Perempuan" yang dicetuskan oleh Olympe de Gouges pada tahun 1791 tidak
digubris.[13] Pada zaman tersebut, wanita juga dianggap memiliki kodrat irasional,
sehingga Konvensi Nasional Prancis menyatakan pada tahun 1793 bahwa anak-anak, wanita, orang
gila, dan tahanan tidak dianggap sebagai warga negara (untuk tahanan, sampai ia
direhabilitasi).[14] Walaupun begitu, dokumen-dokumen ini tetap berhasil mengubah gagasan Locke
dan filsuf-filsuf pencerahan lainnya menjadi hukum positif. Selain itu, deklarasi-deklarasi ini juga
menjadi terobosan karena mampu membatasi kekuasaan negara dengan berbagai cara, termasuk
dengan melindungi hak-hak individu. Tatanan konstitusi semacam ini kemudian menyebar ke
negara-negara lain, seperti Belanda pada tahun 1798, Spanyol pada tahun 1812, Belgia pada tahun
1831, Liberia pada tahun 1847, Sardinia pada tahun 1848, dan Prusia pada tahun 1850.[15]
Abad ke-19 dan permulaan abad ke-20[sunting | sunting sumber]

Jeremy Bentham, filsuf utilitarianisme asal Inggris yang menentang gagasan hak alami.
Walaupun gagasan mengenai hak-hak dasar telah menyebar ke berbagai negara, konsep "hak
asasi manusia" yang berlaku untuk semua manusia tanpa terkecuali masih jarang ditemui di hukum
nasional maupun internasional pada abad ke-19 dan permulaan abad ke-20. Selain itu, gagasan hak
alami sendiri juga tidak banyak menyita perhatian para pemikir pada abad tersebut; pemikir-pemikir
politik seperti Alexis de Tocqueville, Karl Marx, dan Max Weber hanya menyebut hak asasi manusia
secara sepintas dan mereka malah memandangnya dengan kritis.[16] Salah satu pemikir pada masa
tersebut yang mengemukakan kritik yang keras terhadap pendekatan hak alami adalah filsuf
Inggris Jeremy Bentham. Ia menganggap konsep hukum alami sebagai suatu "omong kosong", dan
ia menyatakan bahwa "hak yang sesungguhnya" berasal dari "hukum yang sesungguhnya",
sedangkan hak yang berasal dari "hukum imajiner" merupakan hak yang juga bersifat "imajiner".[17]
Abad ke-19 juga dikenal dengan munculnya dorongan untuk menghapuskan perbudakan, dan
gerakan abolisionisme sendiri sudah diprakarsai di Inggris pada tahun 1787 dengan
didirikannya Society for the Abolition of Slave Trade oleh kaum Quaker. Pada tahun 1833, Imperium
Britania membebaskan semua budaknya, dan Prancis juga mengambil langkah yang sama pada
tahun 1848. Amerika Serikat sendiri baru berhasil menghapuskan perbudakan pada tahun 1865
seusai perang saudara melawan konfederasi negara-negara bagian selatan yang mendukung
perbudakan, sementara Rusia menghapuskan sistem perhambaan tani pada tahun 1861.[16] Namun,
muncul keraguan bahwa abolisionisme benar-benar dilancarkan atas dasar moral, apalagi "hak
asasi manusia". Diduga Inggris mengambil tindakan tersebut demi kepentingan ekonomi, karena
kelanjutan perdagangan budakdianggap akan menguntungkan jajahan negara-negara saingan
Inggris.[12] Selain itu, Inggris juga dinilai ingin menjalankan "misi pemberadaban" yang akan
membuatnya seolah memiliki moral yang lebih baik daripada negara-negara Eropa lainnya. Setelah
itu, pada zaman Imperialisme Baru, penolakan terhadap perbudakan sering dijadikan dalih oleh
negara-negara Eropa untuk melakukan "campur tangan kemanusiaan".[18]
Konstitusi-konstitusi negara-negara Eropa pada abad ke-19 juga menghindari penyebutan konsep
"hak asasi manusia" maupun "hak alami". Hak asasi manusia sudah tidak lagi disebutkan di dalam
Konstitusi Prancis setelah tahun 1799 dan baru muncul lagi pada tahun 1946.[18] Di tengah
bergeloranya Revolusi 1848, rancangan Konstitusi Frankfurt mengandung daftar "hak-hak dasar"
(Grundrechte). Namun, seperti konstitusi-konstitusi lainnya pada zaman itu, hak-hak tersebut hanya
dapat dinikmati oleh warga negara, seperti yang dapat dilihat dari namanya, Grundrechte des
deutschen Volkes, sehingga hak-hak tersebut bukanlah hak yang berlaku secara universal seperti
halnya hak asasi pada zaman modern. Setelah kegagalan revolusi ini, positivisme hukum berhasil
menyingkirkan doktrin hukum alami sebagai yustifikasi untuk menganugerahkan hak. Hak asasi
manusia sendiri tidak disebutkan di dalam Konstitusi Kekaisaran Jerman tahun 1871, dan daftar
hak-hak dan kewajiban-kewajiban baru muncul lagi di dalam Konstitusi Republik Weimar tahun
1919.[19] Di tingkatan internasional sendiri, gagasan "hak alami" hanya dijadikan sebagai dalih untuk
melancarkan misi pemberadaban.[20] Sebagai contoh, Prancis memiliki konsep mission
civilisatrice sebagai pembenaran untuk "membebaskan" orang-orang Afrika dari kekuasaan
pemimpin penduduk asli yang "terbelakang".[18] Pada masa itu, bangsa Eropa memang masih
membedakan antara negara-negara yang "beradab" dengan masyarakat "tidak beradab" di luar
Eropa dan Amerika. Hanya negara yang dianggap "beradab" yang memiliki hak, sementara wilayah
masyarakat yang "tidak beradab" dapat sewaktu-waktu dicaplok oleh negara Eropa karena dianggap
sebagai terra nullius.[21]
Pasca Perang Dunia II[sunting | sunting sumber]
Eleanor Roosevelt sedang memegang teks Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusiadalam bahasa
Spanyol pada tahun 1949. Ia dikenal dengan pernyataannya di hadapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-
Bangsa bahwa suatu saat dokumen ini "dapat menjadi Magna Carta seluruh umat manusia".[22]

Di tengah berkecamuknya Perang Dunia II, pada Januari 1941, Presiden Amerika Serikat Franklin
Delano Roosevelt mencetuskan Empat Kebebasan yang menurutnya perlu dijamin oleh semua
negara, yaitu "kebebasan mengeluarkan pendapat", "kebebasan beribadah kepada Tuhan dengan
cara masing-masing", "hak untuk bebas dari kekurangan dan kemiskinan", serta "kebebasan dari
ketakutan". Pada tanggal 14 Agustus 1941, Roosevelt dan Perdana Menteri Britania Raya Winston
Churchill mengeluarkan Deklarasi Atlantik yang mengungkapkan harapan agar "manusia di semua
negeri dapat menjalani hidup mereka bebas dari rasa takut atau kekurangan."[23] Kemudian, pada
awal tahun 1942, Deklarasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dikumandangkan. Deklarasi yang
menjadi cikal bakal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ini ditandatangani oleh 47 negara yang
menyatakan kesediaannya untuk mengikuti asas yang menyatakan bahwa "kemenangan mutlak
atas musuh diperlukan untuk mempertahankan hidup, kebebasan, kemerdekaan, dan kebebasaan
beragama, dan untuk memelihara hak asasi manusia dan keadilan di negeri mereka sendiri dan juga
di negeri lain."[23] Maka dari itu, hak asasi manusia pun menjadi salah satu aspirasi yang ingin
diwujudkan oleh negara-negara Sekutu setelah mengalahkan Blok Poros.[23]
Seusai perang, aspirasi ini untuk pertama kalinya dijawantahkan dalam instrumen-instrumen hukum
internasional. Mukadimah Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ditetapkan pada tahun 1945
mengumandangkan tekad masyarakat PBB untuk:


... menyelamatkan generasi penerus dari bencana perang, yang dua kali dalam hidup kita
telah membawa kesedihan yang tak terhitung kepada umat manusia, dan menegaskan
kembali keyakinan akan hak asasi manusia, atas martabat dan nilai pribadi manusia, dalam
persamaan hak laki-laki dan perempuan dan bangsa-bangsa besar dan kecil, (...)[24] ”
Dengan ini, hak asasi manusia akhirnya menjadi perhatian masyarakat internasional, walaupun hal
ini dirasa masih belum cukup, karena enam acuan terhadap istilah "hak asasi manusia" dalam
pasal-pasal Piagam PBB tidak membebankan kewajiban yang besar kepada negara-negara
anggota.[25] Mereka hanya diharuskan untuk mempromosikan "penghormatan hak asasi manusia
seantero jagad demikian pula pengejawantahannya serta kebebasan-kebebasan dasar bagi semua,
tanpa pembedaan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama."[24] Sebelumnya, terdapat usulan untuk
mengambil langkah lebih lanjut. Chile dan Kuba bersedia menerima pasal-pasal yang menjamin
hak-hak spesifik, sementara Panama pernah mengusulkan agar piagam tersebut mencantumkan
daftar hak-hak asasi. Namun, usulan-usulan ini ditolak akibat kekhawatiran bahwa hal tersebut akan
berdampak buruk terhadap kedaulatan masing-masing negara.[25]
Pada tahun 1946, Komisi Hak Asasi Manusia PBB dibentuk dengan tugas untuk merumuskan
Piagam Hak-Hak Internasional yang berlaku di seluruh dunia tanpa mengecualikan siapapun.
Komisi ini kemudian memutuskan agar piagam semacam ini terdiri dari tiga bagian, yaitu sebuah
deklarasi, sebuah konvensi yang berisi kewajiban-kewajiban hukum, serta bagian yang berisi
tentang sistem pengawasan dan pengendalian. Tugas untuk merumuskan piagam ini diberikan
kepada sebuah komite yang terdiri dari delapan anggota asal Australia,
Chile, Tiongkok, Prancis, Lebanon, Britania, Amerika Serikat, dan Uni Soviet, dan komite ini
dikepalai oleh Eleanor Roosevelt. Maka dirumuskanlah Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi
Manusia (UDHR) yang dibuat berdasarkan rancangan dari ahli hukum KanadaJohn Peters
Humphrey serta berdasarkan sebuah rancangan dari Britania Raya. Pada tanggal 10 Desember
1948, UDHR diproklamasikan oleh 48 negara anggota PBB di Majelis Umum.[22]
UDHR diterima di Majelis Umum PBB tanpa ada negara yang menentang, walaupun enam negara
komunis (Republik Sosialis Soviet Byelorusia, Cekoslowakia, Polandia, Republik Sosialis Soviet
Ukraina, Uni Soviet, dan Yugoslavia), Arab Saudi, dan Afrika Selatan menyatakan
abstain.[22] Namun, deklarasi ini bukanlah sebuah perjanjian internasional dan tidak memiliki
kekuatan hukum. Bahkan terdapat kemungkinan bahwa ketiadaan kekuatan hukum adalah hal yang
mendorong 48 negara anggota PBB pada masa itu untuk menerima deklarasi ini.[26] Walaupun
begitu, seperti yang diamati oleh ahli hukum internasional asal Jerman, Christian Tomuschat, "Untuk
pertama kalinya dalam sejarah umat manusia, telah lahir sebuah dokumen yang menetapkan hak
asasi setiap manusia, terlepas dari ras, warna kulit, seks, bahasa, atau kondisi lainnya. Bab baru
dalam sejarah manusia telah dimulai pada hari itu."[27] Tahun 1948-9 juga merupakan momen yang
penting bagi upaya untuk memajukan hak asasi manusia karena Konvensi tentang Pencegahan dan
Penghukuman Kejahatan Genosida sudah boleh ditandatangani oleh negara-negara dunia pada
tanggal 11 Desember 1948, dan begitu pula dengan Konvensi-Konvensi Jenewa yang berkaitan
dengan hukum perang pada tahun berikutnya.[22]
Terkait dengan piagam hak asasi manusia yang memiliki kekuatan hukum, Komisi HAM PBB baru
selesai merumuskan isi dari dokumen-dokumen yang kelak akan dikenal dengan nama Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Kovenan Internasional tentang Hak-
Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya(ICESCR) pada tahun 1954. Namun, kedua perjanjian ini baru
dapat ditandatangani oleh negara-negara anggota pada tahun 1966, dan keduanya baru mulai
berlaku pada tahun 1976 setelah diratifikasi oleh 35 negara. Sejarah perumusan kedua perjanjian ini
menunjukkan banyaknya penyesuaian dan kompromi yang perlu dilakukan agar dapat diterima oleh
negara-negara anggota PBB.[26] Walaupun perkembangannya berlangsung lambat, kini kedua
perjanjian ini telah diratifikasi oleh hampir semua negara dan menjadi bagian dari hukum
internasional. Pandangan masyarakat internasional terhadap hak asasi juga telah mengalami
perubahan besar, dan saat ini rezim-rezim otoriter pun tidak akan menentang pernyataan bahwa
warga mereka memiliki hak-hak dasar.
DASAR NEGARA DAN KONSTITUSI
HUBUNGAN DASAR NEGARA DENGAN
KONSTITUSI
A. Dasar Negara dan Konstitusi
1. Dasar Negara
Suatu negara yang akan berdiri dan berdaulat harus memiliki salah satu
persyaratan yang sangat mendasar yaitu memiliki dasar negara dan
konstitusi yang dijadikan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara .
Dasar negara adalah merupakan filsafat negara ( political philosophy ) yang
berkedudukan sebagai

1. sumber dari segala sumber hukum atau sumber tata tertib dalam negara
2. ideologi negara
3. pandangan hidup bangsa
4. jiwa dan kepribadian bangsa
5. cita-cita moral dan cita-cita hukum
6. sikap hidup, dan sistem nilai yang tidak dapat dibuktikan kebenaran dan
kesalahannya.
Pengertian Dasar Negara
Dasar negara merupakan suatu norma dasar bagi suatu negara,juga menjadi
sumber bagi perundangan negara.

Sebagai norma dasar,dasar negara menjadi norma tertinggi dalam suatu


negara.
Dasar negara merupakan landasan penyelenggaraan pemerintahan negara
bagi setiap negara. Atau dengan kata lain Dasar negara juga berarti pedoman
dalam mengatur kehidupan penyelenggaraan ketatanegaraan negara yang
mencakup berbagai bidang kehidupan.
Setiap negara memiliki dasar negara yang berbeda. Dan perbedaan ini
dipengaruhi oleh :

1. nilai-nilai sosial budaya


2. patriotisme
3. nasionalisme yang telah terkristalisasi dalam perjuangan untuk mewujudkan
cita-cita dan tujuan negara
Pancasila sebagai dasar negara
Kata Pancasila terdiri dari dua kata dari bahasa Sansekerta ; panca berarti lima,
dan sila berarti prinsip atau asas. Bagi bangsa Indonesia Pancasila yang
tercantum dalam pembukaan UUDalenia ke IV telah ditetapkan sebagai dasar
Negara atau Ideologi Negara,yang berarti Pancasila dijadikan dasar
penyelenggaraan negara. Sebagai landasan bagi penyelenggaraan Negara ,
Pancasila diformulasikan dalam bentuk aturan sebagaimana tercermin dalam
pasal-pasal yang tercantum dalam UUD 1945. Pancasila sebagai dasar negara
berkedudukan sebagai norma objektif dan norma tertinggi dalam negara,serta
sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Meskipun secara tersurat Pembukaan UUD 1945 tidak pernah menyebut
Pancasila dan hanya menyebut sila-sila mulai sila pertama sampai kelima,Sila-
sila tersebut telah diakui sebagai dasar negara Indonesia.

Pancasila sebagai dasar negara mempunyai sifat memaksa,yaitu mengikat dan


memaksa semua warga negara untuk tunduk kepada Pancasila, dan siapa yang
melanggar harus ditindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku diIndonesia,
dan jika ada peraturan hukum yang bertentangan dengan Pancasila maka
peraturan tersebut harus dicabut.

2. Proses penyusunan dan penetapan dasar negara


a). Tahap pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI )
Pada tanggal 8 Desember 1941 Jepang menyerang pangkalan armada Amerika
Serikat Pearl Harbor dikepulauan Hawai , 19 kapal perang AS tenggelam, 177
pesawat terbang AS hancur, dan 3000 jiwa tewas, dan sejak saat itu pecahlah
Perang Pasifik ( Perang Asia Timur Raya ).

Jepang kemudian menyerang Filipina, dan negara-negara di Asia


Tenggara,termasuk Indonesia,yang pada saat itu di kuasai oleh Belanda

Karena Belanda tidak dapat menghadapi serangan armada Jepang,maka pada


tanggal 8 Maret 1942 Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang,dan sejak
saat itu mulailah masa pendudukan Jepang di Indonesia.
Meskipun dalam masa pendudukan Jepang ini bangsa Indonesia mengalami
siksaan dan penderitaan karena diperlakukan semena-mena, tidak manusiawi,
namun demikian juga membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia seperti :

1. diberikannya latihan kemiliteran kepada para pemuda


2. dibentuknya Peta ( tentara suka rela )
3. diperbolehkannya mengibarkan bendera merah putih
4. diperbolehkannya menyanyikan lagu Indonesia Raya
5. dibentuknya BPUPKI sebagai awal proses kemerdekaan Indonesia.
Masa pemerintahan jepang ini juga berpengaruh bagi kehidupan bangsa
Indonesia,karena mempercepat kemerdekaan Indonesia.

Pembentukan BPUPKI
Jepang dalam perang Asia Timur Raya mulai mengalami kekalahan dan
meminta bantuan kepada bangsa Indonesia dengan berjanji akan memberikan
kemerdekaan kepada bangsa Indonesia dikelak kemudian hari, janji ini
diberikan pada tanggal 7 September 1944.

Sementara itu Jepang semakin terdesak oleh sekutu. Dan pada tanggal 1 Maret
1945 Jepang memberikan janji kemerdekaannya yang kedua kepada bangsa
Indonesia.
Janji kedua itu adalah :
1. akan dibentuk suatu badan yang dinamakan badan untuk menyelidiki usaha
persiapan Kemerdekaan,disingkat Badan Penyelidik
2. akan didirikan suatu sekolah namanya kenkoku Gakuin, dimana akan diajarkan
pengetahuan politik,dan yang akan memberi pelajaran disekolah tersebut adalah
pemimpin kita seperti Bung Karno, Bung Hatta, dan Achmad Subardjo.
Untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari bangsa Indonesia maka sebagai
realisasi janji tersebut maka dibentuklah suatu badan yang bertugas untuk
menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yang disebut „
BPUPKI „ atau Dokuritzu Zyunbi Tioosakai
Badan ini beranggotakan 60 orang ditambah ketua dan 2 orang wakil ketua
yaitu :
Ketua Dr. Radjiman Wediodiningrat dan sebagai wakil ketua Indonesia R.P.
Soeroso dan Wakil ketua orang Jepang yaitu Iclubangse.

Pada tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang
BPUPKI dibentuk dan secara resmi dilantik padatanggal 28 Mei 1945
Dengan terbentuknya badan ini, bangsa Indonesia mendapat kesempatan secara
legal untuk membicarakan dan mempersiapkan keperluan kemerdekaan
Indonesia seperti antara lain :

 mempersiapkan UUD
 mempersiapkan Dasar Negara
 mempersiapkan Tujuan Negara
 Bentuk Negara
 Sistem pemerintahan
b). Penyusunan konsep rancangan dasar negara dan rancangan UUD
sebagai konstitusi negara Indonesia merdeka.
Dalam penyusunan rancangan dasar Negara dan rancangan UUD, BPUPKI
bersidang sebanyak dua kali yaitu :

1. Sidang yang pertama Pada tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945


Dalam sidang yang pertama ini ada tiga tokoh nasional yang berpidato tentang
rumusan dasar negara RI ,mereka adalah : Mr. Muhammad Yamin, Ir.
Soekarno, dan Mr. Soepomo
Mereka mengusulkan dalam pidatonya tentang rumusan-rumusan dasar
Negara,dan meskipun berbeda akan tetapi pada prinsipnya maksudnya sama.

(a). Mr. Muhammad Yamin ( 29 Mei 1945 )


dalam pidatonya secara lisan,dia mengemukakan rumusan dasar
Negara sebagai berikut :
 peri kebangsaan
 peri kemanusiaan
 peri ketuhanan
 peri kerakyatan
 kesejahtraan rakyat
Selesai berpidato, beliau mengajukan secara tertulis mengenai rancangan dasar
negara sebagai berikut:
 Ketuhanan Yang Maha Esa.
 Kebangsaan Persatuan Indonesia
 Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(b). Prof. Dr. Mr. R. Soepomo ( 31 Mei 1945 )
Menurut Mr.R. Soepomo konsep dasar Indonesia Merdeka adalah sebagai
berikut :

 Paham Negara Kesatuan. Yaitu Negara mengatasi segala paham golongan dan
perseorangan
 Hubungan negara dan agama.yaitu urusan agama terpisah dengan urusan
negara.artinya setiap orang merdeka memeluk agama yang disukainya.
 Sistem badan permusyawaratan.yaitu kedudukan kepala negara dalam negara
persatuan sangat penting,dan harus menjadi pemimpin negara yang
sejati,bersatu dengan rakyatnya.
 Sosialisme negara yaitu Negara bersifat kekeluargaan dalam lapangan ekonomi.
 Hubungan antar bangsa yaitu negara Indonesia yang berdasarkan semangat
kebudayaan Indonesia yang asli dengan sendirinya merupakan negara Asia
timur raya.
(c). Ir. Soekarno ( 1 Juni 1945 )
Menurut Ir Soekarno rumusan dasar negara merdeka adalah sebagai berikut :

 Kebangsaan Indonesia atau nasionalisme


 Internasionalisme atau peri kemanusiaan
 Mufakat atau demokrasi
 Kesejahtraan sosial
 Ketuhanan yang berkebudayaan
Pada tanggal 1 Juni 1945 didepan sidang BPUPKI Ir. Soekarno mengusulkan
nama rumusan dasar negara Indonesia merdeka yaitu dengan
nama Pancasila,sesuai dengan petunjuk temannya yang ahli bahasa.Beliau juga
mengusulkan bahwa Pancasila adalah sebagai dasar negara dan pandangan
hidup bangsa Indonesia.
Dalam sidang BPUPKI yang pertama ini, belum ada kata sepakat tentang
rumusan dasar negara

Indonesia merdeka.Oleh karena itu BPUPKI membentuk panitia kecil


berjumlah sembilan orang Karena jumlah mereka ada sembilan orang,mereka
disebut juga panitia sembilan atau tim perumus. Panitia kecil ini pada
tanggal 22 Juni 1945 berhasil merumuskan rancangan dasar negara Indonesia
merdeka yang dikenal sebagai „ Piagam Charter „ atau Piagam Jakarta.
Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa

indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

Dalam pelaksanaannya wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai ke

bhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.

Adapun aspek-aspek yang mempengaruhi wawasan nusantara adalah sebagai berikut:

a) Aspek kewilayahan nusantara

Pengaruh geografi merupakan suatu fenomena yang perlu diperhitungkan karena indonesia ka
ya akan aneka sumber daya alam (SDA) dan suku bangsa.

b) Aspek sosial budaya

Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa yang masing-

masing memiliki adat istiadat,bahasa,agama dan kepercayaan yang berbeda-

beda, sehingga tata kehidupan nasional yang berhubungan dengan interaksi antar golongan meng

andung potensi konflik yang besar mengenai berbagai macam ragam budaya.

c) Aspek sejarah

Indonesia diwarnai oleh pengalaman sejarah yang tidak menghendaki terulangnya perpecahan

dalam lingkungan bangsa dan negara indonesia. Hal ini dikarenakan kemerdekaan yang telah dir

aih oleh bangsa indonesia merupakan hasil dari semangat persatuan dan kesatuan yang sangat

tinggi bangsa indonesia sendiri.

Wawasan nusantara memiliki fungsi sebagai berikut:

1) Wawasan nusantara sebagai konsepsi ketahanan nasional yaitu wawasan nusantara dijadikan k

onsep dalam pembangunan nasional, pertahanan, keamanan dan kewilayahan.

2) Wawasan nusantara sebagai wawasan pembangunan mempunyai cakupan kesatuan


politik, kesatuan ekonomi, kesatuan sosial dan kesatuan pertahanan dan keamanan.
3) Sebagai pertahanan dan keamanan negara merupakan pandangan geopolitik indonesia dalam li

ngkup tanah air indonesia sebagai satu kesatuan yang meliputi seluruh wilayah dan segenap keku

atan negara.

4) Sebagai wawasan kewilayahan sehingga berfungsi dalam pembatasan negara agar tidak terjadi

sengketa dengan negara tetangga.

TujuanTujuan wawasan nusantara:


1) Tujuan nasional, dapat dilihat dalam pembukaan UUD

1945 dijelaskan bahwa tujuan kemerdekaan indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa i

ndonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, men

cerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerde

kaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

2) Tujuan kedalam, mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan baik alamiah maupun sosial

, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bangsa indonesia adalah menjunjung tinggi kepentingan

nasional, serta kepentingan kawasan untuk menyelenggarakan dan membina kesejahteraan, keda

maian dan budi luhur serta martabat manusia diseluruh dunia.

TRIGATRA
Trigatra adalah aspek-

aspek suatu negara yang sudah melekat pada negara itu dan tidak pernah sama spesifikasinya unt

uk setiap negara.

Aspek-aspek trigatra meliputi:


 Geografi
 Kekayaan alam
 Kependudukan
PANCAGATRA
Pancagatra adalah aspek-

aspek kehidupan nasional yang menyangkut kehidupan dan pergaulan hidup manusia dalam ber

masyarakat dan bernegara dengan ikatan-ikatan, aturan-aturan dan norma-norma tertentu.

Aspek-aspek yang meliputi pancagatra adalah sebagai berikut:


 Ideologi
 Politik
 Ekonomi
 Sosial budaya
 Pertahanan dan keamanan
UUD NRI 1945 aturan dasar mengenai hal tersebut diatur tersendiri dibawah judul
Hak Asasi Manusia (HAM). Di samping mengatur perihal hakasasi manusia, diatur
juga ihwal kewajiban asasi manusia.E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi
Harmoni Kewajiban dan Hak Negara danWarga NegaraUUD NRI Tahun 1945 tidak
hanya memuat aturan dasar ihwal kewajiban danhak negara melainkan juga
kewajiban dan hak warga negara. Dengan demikianterdapat harmoni kewajiban dan
hak negara di satu pihak dengan kewajiban danhak warga negara di pihak lain. Apa
esensi dan urgensi adanya harmonikewajiban dan hak negara dan warganegara
tersebut? Untuk memahamipersoalan tersebut, mari kita pergunakan pendekatan
kebutuhan warga negarayang meliputi kebutuhan akan agama, pendidikan dan
kebudayaan,perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat, serta pertahanan
dankeamanan.1. AgamaBangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang
religius.Kepercayaan bangsa kita kepada Tuhan Yang Maha Esa telah adasemenjak
zaman prasejarah, sebelum datangnya pengaruh agama-agamabesar ke tanah air
kita. Karena itu dalam perkembangannya, bangsa kitamudah
menerima penyebaran agama-agama besar itu. Rakyat bangsa kitamenganut
berbagai agama berdasarkan kitab suci yang diyakininya.Undang-Undang
Dasar merupakan dokumen hukum yang mewujudkan cita-cita bersama setiap
rakyat Indonesia. Dalam hal ini cita-cita bersama untukmewujudkan kehidupan
beragama juga merupakan bagian yang diaturdalam UUD. Ketentuan mengenai
agama diatur dalam UUD NRI 1945 Pasal29. Bacalah pasal tersebut.Susunan dasar
negara kita yaitu Pancasila bersifat hierarkispiramidal. Artinya, urut-urutan lima sila
Pancasila menunjukkan suaturangkaian tingkat dalam luasnya dan isi dalam sifatnya
yang merupakanpengkhususan dari sila-sila di mukanya. Jadi, di antara lima sila
Pancasila

ada hubungan yang mengikat satu dengan yang lainnya, sehinggaPancasila


merupakan suatu keseluruhan yang bulat. Kesatuan sila-silaPancasila yang memiliki
susunan hierarkis piramidal itu harus dimaknaibahwa sila Ketuhanan Yang Maha
Esa menjadi dasar dari:a. sila kemanusiaan yang adil dan
beradab,b. persatuan Indonesia,c. kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksana
an dalampermusyawaratan/perwakilan, dand. keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.Dari uraian tersebut tampak bahwa sila Ketuhanan Yang Maha
Esamerupakan basis dari sila-sila Pancasila lainnya. Jadi, paham KetuhananYang
Maha Esa menjadi pandangan dasar dan bersifat primer yang secarasubstansial
menjiwai keseluruhan wawasan kenegaraan bangsa Indonesia.Itulah sebabnya
Pasal 29 Ayat (1) UUD NRI 1945 menegaskan bahwanegara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa. Maknanya adalah bahwaKetuhanan Yang Maha Esa
(jiwa keberagamaan) harus diwujudkan dalamkerangka kehidupan bernegara yang
tersusun dalam UUD NRI 1945.2. Pendidikan dan KebudayaanPendidikan dan
kebudayaan merupakan dua istilah yang satu samalain saling berkorelasi sangat
erat. Pendidikan adalah salah satu bentukupaya pembudayaan. Melalui proses,
pendidikan kebudayaan bukan sajaditransformasikan dari generasi tua ke generasi
muda, melainkandikembangkan sehingga mencapai derajat tertinggi berupa
peradaban.Dari rumusan Pasal 31 Ayat (3) UUD NRI 1945 juga terdapat
konsepfungsi negara, dalam hal ini pemerintah, yakni mengusahakan dansekaligus
menyelenggarakan sistem pendidikan nasional. Jika kitamenengok fungsi-fungsi
negara (function of the state) dalam lingkuppembangunan negara (state-building)
cakupannya meliputi hal-hal berikutini.

Fungsi minimal: melengkapi sarana dan prasarana umum yangmemadai,


seperti pertahanan dan keamanan, hukum, kesehatan,dan keadilan.

Fungsi madya: menangani masalah-masalah eksternalitas,seperti pendidikan,


lingkungan, dan monopoli.

Fungsi aktivis: menetapkan kebijakan industrial


dan redistribusikekayaan.3. Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan RakyatPene
rapan asas kekeluargaan dalam perekonomian nasional adalahdalam sistem
ekonomi kerakyatan. Apa makna sistem ekonomi kerakyatanitu? Sistem ekonomi
kerakyatan adalah sistem ekonomi nasional yangberasas kekeluargaan,
berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, danmenunjukkan pemihakan sungguh-
sungguh pada ekonomi rakyat. Sistemekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi
yang bertumpu pada kekuatanmayoritas rakyat. Dengan demikian sistem ini tidak
dapat dipisahkan dari
pengertian “sektor ekonomi rakyat”, yakni sektor ekonomi baik sektor
produksi, distribusi, maupun konsumsi yang melibatkan rakyat banyak,memberikan
manfaat bagi rakyat banyak, pemilikan dan penilikannya olehrakyat
banyak.4. Pertahanan dan Keamanan Adanya pengaturan tentang tugas pokok
dan fungsi TNI dan Polri,baik dalam UUD NRI 1945 maupun dalam undang-
undang terkait,diharapkan akan mampu meningkatkan profesionalisme kedua
lembagayang bergerak dalam bidang pertahanan dan keamanan negara.
Mengenaiadanya ketentuan dalam Pasal 30 Ayat (5) UUD NRI 1945 yang
menyatakanbahwa kedudukan dan susunan TNI dan Polri lebih
lanjut diatur denganundang-undang, merupakan dasar hukum bagi DPR dan
presiden untukmembentuk undang-undang. Pengaturan dengan undang-undang
mengenaipertahanan dan keamanan negara merupakan konsekuensi logis dari
prinsipyang menempatkan urusan pertahanan dan keamanan sebagaikepentingan
rakyat.

BAGAIMANA HARMONI KEWAJIBAN DAN HAK NEGARA DAN WARGANEGARA DALAM


DEMOKRASI YANG BERSUMBU PADA KEDAULATANRAKYAT DAN MUSYAWARAH
UNTUK MUFAKAT?
Sebagai warga negara, bentuk keterikatan kita terhadap negara adalahadanya hak dan kewajiban
secara timbal balik (resiprokalitas). Warga negaramemiliki hak dan kewajiban terhadap negara,
sebaliknya pula negara memiliki hakdan kewajiban terhadap warga negara. Hak dan kewajiban
warga negaramerupakan isi konstitusi negara perihal hubungan antara warga negara dengannegara.
Di Indonesia, pengaturan hak dan kewajiban warga negara diatur dalamUUD NKRI
1945. A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Harmoni Kewajiban dan Hak Negara danWarg
a NegaraDalam tradisi budaya Indonesia semenjak dahulu, tatkala wilayah Nusantaraini diperintah
raja-raja, kita lebih mengenal konsep kewajiban dibandingkankonsep hak. Konsep kewajiban selalu
menjadi landasan aksiologis dalamhubungan rakyat dan penguasa. Rakyat wajib patuh kepada titah
raja tanpareserve sebagai bentuk penghambaan total. Keadaan yang sama berlangsungtatkala
masa penjajahan di Nusantara, baik pada masa penjajahan Belandayang demikian lama maupun
masa pendudukan Jepang yang relatif singkat.Horizon kehidupan politik daerah jajahan mendorong
aspek kewajiban sebagaipostulat ide dalam praksis kehidupan politik, ekonomi, dan sosial
budaya.Lambat laun terbentuklah mekanisme mengalahkan diri dalam tradisi budayanusantara.
Bahkan dalam tradisi Jawa, alasan kewajiban mengalahkan hak telahterpatri sedemikian kuat.
Mereka masih asing terhadap diskursus hak. Istilahkewajiban jauh lebih akrab dalam dinamika
kebudayaan mereka.Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang
semestinyaditerima atau dilakukan oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga
yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Wajibadalah beban untuk memberikan
sesuatu yang semestinya dibiarkan ataudiberikan oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain mana
pun yang pada

prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Kewajibandengan demikian
merupakan sesuatu yang harus dilakukan (Notonagoro, 1975).Hak dan kewajiban merupakan
sesuatu yang tidak dapat dipisahkan.
Menurut “teori korelasi” yang dianut oleh pengikut utilitarianisme, ada hubungan
timbal balik antara hak dan kewajiban. Menurut mereka, setiap kewajibanseseorang berkaitan
dengan hak orang lain, dan begitu pula sebaliknya. Merekaberpendapat bahwa kita baru dapat
berbicara tentang hak dalam artisesungguhnya, jika ada korelasi itu, hak yang tidak ada kewajiban
yang sesuaidengannya tidak pantas disebut hak.Sebagai contoh hak dan kewajiban warga negara
yang bersifat timbal balikatau resiprokalitas adalah hak warga negara mendapat pekerjaan
danpenghidupan yang layak (Pasal 27 Ayat 2, UUD 1945). Atas dasar hak ini,negara berkewajiban
memberi pekerjaan dan penghidupan bagi warga negara.Untuk merealisasikan pemenuhan hak
warga negara tersebut, pemerintah tiaptahun membuka lowongan pekerjaan di berbagai bidang dan
memberi subsidikepada rakyat.Guna merealisasikan kewajiban warga negara, negara
mengeluarkanberbagai kebijakan dan peraturan yang mengikat warga negara dan menjadikewajiban
warga negara untuk memenuhinya. Salah satu contoh kewajibanwarga negara terpenting saat ini
adalah kewajiban membayar pajak (Pasal 23A,UUD 1945). Hal ini dikarenakan saat ini pajak
merupakan sumber penerimaannegara terbesar dalam membiayai pengeluaran negara dan
pembangunan.Tanpa adanya sumber pendapatan pajak yang besar maka pembiayaanpengeluaran
negara akan terhambat. Pajak menyumbang sekitar 74,63 %pendapatan negara. Jadi membayar
pajak adalah contoh kewajiban warganegara yang nyata di era pembangunan seperti sekarang ini.
Dengan masuknyapendapatan pajak dari warga negara maka pemerintah negara juga akan
mampumemenuhi hak warga negara yakni hak mendapatkan penghidupan yang layak.

B. Menanya Alasan Mengapa Diperlukan Harmoni Kewajiban dan Hak Negara danWarga Negara
IndonesiaSekalipun aspek kewajiban asasi manusia jumlahnya lebih sedikit jikadibandingkan dengan
aspek hak asasi manusia sebagaimana tertuang
dalamUUD NRI 1945, namun secara filosofis tetap mengindikasikan adanyapandangan bangsa
Indonesia bahwa hak asasi tidak dapat berjalan tanpadibarengi kewajiban asasi. Dalam konteks ini
Indonesia menganut pahamharmoni antara kewajiban dan hak ataupun sebaliknya harmoni antara
hak dankewajiban.C. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik tentang Harmoni
Kewajibandan Hak Negara dan Warga Negara Indonesia1. Sumber HistorisSecara historis
perjuangan menegakkan hak asasi manusia terjadi didunia Barat (Eropa). Adalah John Locke,
seorang filsuf Inggris pada abadke-17, yang pertama kali merumuskan adanya hak alamiah (natural
rights)yang melekat pada setiap diri manusia, yaitu hak atas hidup, hakkebebasan, dan hak milik.
Coba Anda pelajari lebih jauh ihwal kontribusiJohn Locke terhadap perkembangan demokrasi dan
hak asasi manusia.Perkembangan selanjutnya ditandai adanya tiga peristiwa penting didunia Barat,
yaitu Magna Charta,

Revolusi Amerika, dan Revolusi Perancis. Anda tentu saja telah mengenal ketiga peristiwa
besar tersebut.a. Magna Charta (1215)Piagam perjanjian antara Raja John dari Inggris dengan
parabangsawan. sinya adalah pemberian jaminan beberapa hak oleh rajakepada para bangsawan
beserta keturunannya, seperti hak untuk tidakdipenjarakan tanpa adanya pemeriksaan pengadilan.
Jaminan itudiberikan sebagai balasan atas bantuan biaya pemerintahan yang telahdiberikan oleh
para bangsawan. Sejak saat itu, jaminan hak tersebutberkembang dan menjadi bagian dari sistem
konstitusional Inggris.

Anda mungkin juga menyukai