Anda di halaman 1dari 160

TESIS

OLEH

M. ZUNUZA
06701105 / MKn

K O L A
E
H
S
PA

A
N

C
A S A R JA
S

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan


Dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara

OLEH

M. ZUNUZA
06701105 / MKn

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM


PEMBUATAN BERITA ACARA RAPAT UMUM
PEMEGANG SAHAM PERSEROAN TERBATAS

Nama Mahasiswa : M. ZUNUZA

Nomor Pokok : 06701105

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H.


Ketua

Chairani Bustami, S.H., Sp.N., M.Kn. Syahril Sofyan, S.H., M.Kn.


Anggota Anggota

Mengetahui:

Ketua Program Direktris Sekolah Pascasarjana


Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc.

Tanggal Lulus: 12 Pebruari 2008

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Telah Diuji Pada

Tanggal: 12 Pebruari 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H.


Anggota : 1. Chairani Bustami, S.H., Sp.N., M.Kn.
2. Syahril Sofyan, S.H., M.Kn
3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N
4. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
SEMINAR HASIL PENELITIAN
(TESIS)

PEMRASARAN : M. ZUNUZA

NIM : 06701105

PROGRAM STUDI : KENOTARIATAN

JUDUL TESIS : TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM


PEMBUATAN BERITA ACARA RAPAT
UMUM PEMEGANG SAHAM PERSEROAN
TERBATAS

PEMBIMBING : 1. Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H.


2. Chairani Bustami, S.H., Sp.N., M.Kn.
3. Syahril Sofyan, S.H., M.Kn.

HARI / TANGGAL :

PUKUL :

TEMPAT : Ruang Seminar Sekolah Pascasarjana USU

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN
BERITA ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG
SAHAM PERSEROAN TERBATAS

M. Zunuza 1)
Bismar Nasution 2)
Chairani Bustami 2)
Syahril Sofyan 2)

INTISARI

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang diselenggarakan oleh suatu


perseroan merupakan organ yang sangat penting dalam mengambil berbagai
kebijakan yang berkaitan dengan perseroan, sehingga sesuai dengan Pasal 77 ayat (4)
UUPT No. 40 Tahun 2007 setiap penyelenggaraan RUPS harus dibuatkan risalah
rapat (berita acara rapat) yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS,
yang dalam prakteknya RUPS dituangkan dalam suatu akta otentik yang dibuat
dihadapan notaris. Dalam hal pembuatan akta berita acara rapat, bahwa notaris hanya
menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang
dilihat atau disaksikannya di dalam menjalankan jabatannya Sehingga perlu dikaji
mengenai potensi konflik yang timbul dalam pembuatan berita acara rapat perseroan
terbatas, upaya untuk mengatasi konflik yang terjadi dalam pembuatan berita acara
rapat, serta tanggung jawab Notaris dalam pembuatan berita acara rapat tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan
socio-legal research, dengan pembahasan tidak hanya terbatas pada peraturan
perundang-undangan saja, tetapi juga melihat pada aspek bekerjanya hukum dalam
kaitan dengan pembuatan akta berita acara perseroan terbatas.
Dari hasil penelitian ditunjukkan bahwa: dalam suatu RUPS perseroan dapat
terjadi konflik, karena tidak ada kata sepakat, penerima kuasa dalam notulen rapat
tidak sesuai dengan anggaran dasar, keabsahan notulen rapat dibawah tangan sering
direkayasa, serta daftar hadir yang tidak sesuai dengan anggaran dasar (dilarang
sebagai penerima kuasa), sehingga dalam pengambilan keputusan tidak mendapat
suara yang sama, oleh karenanya notaris harus mengatasi hal ini dengan memberikan
solusi yang dapat diterima oleh semua pihak, pertimbangan-pertimbangan hukum,
jalan keluar yang dapat ditempuh, musyawarah kembali. Jika segala usaha ini
ternyata gagal, notaris tidak wajib melanjutkan rapat tersebut, dan pimpinan rapat
(Dirut) harus menutup rapat karena konflik tidak dapat dihentikan. Notaris tetap
membuat berita acara rapat yang isinya adalah sama dengan apa yang dihadapinya
saat itu yaitu kegagalan rapat mengambil keputusan sesuai acara rapat perseroan
terbatas tersebut. Notaris dalam terjadinya konflik saat rapat diadakan, memberikan

1)
Mahasiswa Strata-2 Program Magister Kenotariatan (M.Kn), Sekolah Pascasarjana USU, Medan.
2)
Dosen Program Magister Kenotariatan (M.Kn), Sekolah Pascasarjana USU, Medan.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
solusi yang mudah dapat ditempuh, dengan melakukan penundaan rapat umum
pemegang saham tersebut untuk 14 belas hari (2 minggu) ke depan, mencari sumber
konflik agar dapat menyelesaikan perdamaian, atau jika sangat perlu menghadirkan
orang-orang yang disegani atau oleh pihak atau badan arbitrase pengacara dan
sebagainya. Namun notaris bukanlah pelaku rapat hanya pembuat akta dari apa yang
dibicarakan dalam rapat itu. Tanggung Jawab Notaris dalam pembuatan Akta Berita
Acara RUPS dalam ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun
2004, adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini, yang
mempunyai tanggung jawab atas kebenaran isi berita acara rapat yang dibuat dan
menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum bagi para pemegang
saham sendiri ataupun kepada pihak ketiga demi kelanjutan perseroan terbatas
tersebut tanpa berpihak kepada siapapun.
Disarankan untuk Notaris agar dapat bersifat bijaksana, arif, seimbang dan
tidak memperburuk suasana konflik, dengan berusaha mendinginkan dan
mendamaikan konflik yang sedang terjadi pada rapat umum pemegang saham
perseroan terbatas, jika tidak tercapai kata sepakat mungkin dapat dilimpahkan ke
Pengadilan Negeri.

Kata kunci: - Tanggung Jawab Notaris


- Berita Acara Rapat
- Perseroan Terbatas.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
RESPONSIBILITY NOTARY IN MAKING MINUTES OF MEETING OF
DECISION PUBLIC MEETING SHAREHOLDER OF
LIMITED LIABILITY COMPANY

M. Zunuza 1)
Bismar Nasution 2)
Chairani Bustami 2)
Syahril Sofyan 2)

ABSTRACT

Shareholder Meeting (rapat umum pemegang saham/RUPS) carried out by a


limited liability company is representing a very important organ in taking various
policy related to the corporation, so that as according to Section 77 sentence (4) Law
No. 40 Year 2007 about Limited Liability Company, every management of RUPS
have to be made by minutes of meeting (berita acara rapat) agreed and signed by all
participant of RUPS, what in practice of RUPS poured in deed which made by notary.
In the case of making minutes of meeting, that notary only elaborating deed
something conducted action or seen situation or witnessing of in running its position.
So that require to study to arising out conflict potency in making minutes of meeting
limited liability company, strive Notary overcome conflict that happened in making
minutes of meeting, and also Notary responsibility in making minutes of meeting
limited liability company,
This research use research method qualitative, with approach of research
socio-legal, with solution do not only limited to just law and regulation, but also see
at aspect concrete of the law and regulation punish in relation to making minutes of
meeting limited liability company.
for no agreement word
From result of research indicate that: in a shareholder meeting of corporation
earn happened conflict, because do not have agreement, receiver have the power in
minutes of meeting disagree with statutes (prohibited as receiver have the power),
authenticity of minutes of meeting underhand is often engineered, and also enlist to
attend inappropriate, so that in decision making do not get same voice, for the reason
Notary have to overcome this matter by giving solution able to be accepted by all
party, considerations of law, way out able to be gone through, deliberation return. If
all this effort in the reality fail, notary do not obliged to continue the meeting, and
meeting head (managing director) have to call a meeting to order because conflict
cannot be discontinued. Notary remain to make the minutes of meeting which is its
contents is equal to what facing of that moment that is failure of meeting take
decision according to limited liability agenda of meeting. Effort Notary in the

1)
Student of Magistrate of Notary, Postgraduate Study, Sumatera Utara University, Medan.
2)
Lecturer of Magistrate of Notary, Postgraduate Study, Sumatera Utara University, Medan.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
happening of meeting moment conflict performed: giving easy solution can be gone
through, by conducting postponement of the shareholder meeting for 14 days
compassion (two weeks) forwards, searching the source of conflict so that can finish
peace, or if very require to attend people who respected or by party or body of
arbitrate lawyer etcetera. In this case, notary is not perpetrator of meeting, but only
maker of act from what discussed in that meeting. Responsibility Notary in making
Minutes of RUPS in occupation Notary Law Number 30 Year 2004, is common
functionary in charge to make minutes and other authority as referred to in this law,
which take charge of to the truth of minutes of meeting and guarantee rule of law,
orderliness and protection of law to all shareholder and or to third party for the shake
of the limited liability company continuation without standing up for whoever.
Its suggested for Notary so that have the character of wisdom, wise, well-
balanced and do not make worse conflict condition, by trying to pacify conflict which
is happened at public meeting shareholder of limited liability company, if agreement
cannot be taken, hence can be brought to the General Court.

Keywords: - Responsibility of Notary


- Minutes of Meeting
- Limited Liability Company

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan anugrah-

Nya, dapat diselesaikan tesis yang berjudul “Tanggung Jawab Notaris Dalam

Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas”, di

mana ini semua bukan karena kepintaran ataupun kemampuan tetapi dengan segala

keterbatasan yang dimiliki, karena limpahan karunia-Nya sehingga menambah

keyakinan dan kekuatan dalam penyelesaian studi ini.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk

memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan,

dorongan moril, masukan dan saran, sehingga dapat diselesaikan tepat pada

waktunya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada yang

terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H.,

Ibu Chairani Bustami, S.H., Sp.N., M.Kn., dan Bapak Syahril Sofyan, S.H., M.Kn.,

atas kesediaannya memberikan bimbingan, petunjuk serta arahan demi kesempurnaan

penulisan ini.

Kemudian juga, penulis tujukan kepada para dosen penguji di luar komisi

pembimbing, yaitu yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad

Yamin, S.H., M.S., C.N., dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum.,

yang telah berkenan memberi masukan, petunjuk dan arahan yang konstruktif

terhadap penyempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna

dan terarah.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Chairudin P. Lubis, DTM&H., Sp.A (K), selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., selaku Direktris Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara, dan para Asisten Direktris serta seluruh Staf atas

bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan, sehingga dapat menyelesaikan

studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., selaku Ketua Program

Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

beserta seluruh Staf atas bantuan dalam memberikan kesempatan dan fasilitas

sehingga dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.)

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.)

Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu dengan

sepenuh hati dan memberi senyuman yang terbaik kepada penulis, terutama saran

guna memperlancar manajemen administrasi yang dibutuhkan.

5. Notaris Maulidin Shati, S.H., Notaris Marwansyah Nasution, S.H., M.Kn.,

Notaris Teti Adriani, S.H., dan Notaris/PPAT Syafnil Gani, S.H., M.Hum., yang

telah banyak memberikan bantuan informasi dan data yang diperlukan demi

kelancaran penulisan tesis ini.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
6. Kepada teman-teman terutama Trisna Yunarsih, S.H., M.Kn., yang sangat

membantu dalam pelaksanaan kolokium dan seminar hasil, juga teman-teman

angkatan pertama kelas khusus, Rustam Aji, S.H., M.Kn., Tawil, S.H., M.Kn.,

Saut Hendrik Martua, S.H., M.Kn., yang bersedia membantu menjadi

pembanding dalam pengujian penelitian ini.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang

tercinta Bapak H. Zulkarnain, ZA., S.H., MM., MBA., dan Ibu Hj. Mardiana, yang

telah memberikan dorongan moril maupun materil terutama dukungan doa kepada

saya, tak lupa juga adik-adik dan kakak yang tersayang Rahmawati, S.E., M. Habibil

Abi, S.E., Khairul Ambia, S.E.

Tidak lupa juga saya ucapakan kepada yang tersayang Chitra Ariani, S.H.,

yang selalu memberikan dorongan kepada saya serta doanya sehingga penulisan tesis

ini selesai tepat pada waktunya.

Akhir kata diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak

membantu dalam penulisan tesis ini. Semoga tesis dapat bermanfaat bagi kita semua.

Amin.

Medan, Pebruari 2008


Penulis,

M. Zunuza

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ........................................................................................ i


LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
LEMBAR PENGUJI .................................................................................... iii
INTISARI ..................................................................................................... iv
ABSTRACT.................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................... 1

B. Permasalahan ....................................................................... 11

C. Tujuan Penelitian ................................................................. 11

D. Manfaat Penelitian ............................................................... 11

E. Keaslian Penelitian ............................................................... 12

F. Kerangka Teori dan Konsepsi .............................................. 13

a. Kerangka teori ................................................................ 13

b. Konsepsi ......................................................................... 19

G. Metode Penelitian ................................................................ 30

BAB II POTENSI KONFLIK YANG TIMBUL DALAM PEMBUATAN


BERITA ACARA RUPS PERSEROAN TERBATAS ............. 37

A. Benturan Kepentingan Organ Perseroan Terbatas ............... 37

B. Pemegang Saham Minoritas Tidak Dapat Mempergunakan


Mekanisme RUPS dalam Mempertahankan Hak-Haknya ... 47

C. Potensi Konflik Yang Timbul Dalam Pembuatan Berita Acara


RUPS Perseroan Terbatas .................................................... 62

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
BAB III UPAYA NOTARIS MENGATASI KONFLIK DALAM
PEMBUATAN BERITA ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG
SAHAM ..................................................................................... 68

A. Profesi Hukum ..................................................................... 68

1. Nilai moral Profesi Hukum ............................................. 68

2. Etika Profesi Hukum ...................................................... 74

B. Kode Etik Profesi Notaris .................................................... 75

C. Upaya Notaris Mengatasi Konflik Dalam Pembuatan Berita


Acara RUPS .......................................................................... 88

BAB IV TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN


BERITA ACARA RUPS PERSEROAN TERBATAS .................. 101

A. Perseroan Terbatas ............................................................... 101

B. Rapat Umum Tahunan Pemegang Saham (RUPS) ............... 120

C. Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara


RUPS Perseroan Terbatas .................................................... 130

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 140

A. Kesimpulan .......................................................................... 140

B. Saran .................................................................................... 141

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 142

BAB I

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu materi hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan

ekonomi nasional Indonesia adalah ketentuan-ketentuan di bidang Perseroan

Terbatas, yang dalam tatanan hukum Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Pengesahan

Undang-Undang nomor 1 tahun 1995 merupakan suatu tindakan pertama keluar dari

lingkungan salah satu kodifikasi, yaitu: Wetboek van Koophandel yang lazim dikenal

dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Ketentuan tentang

Perseroan Terbatas yang diatur dalam KUHD sudah tidak lagi dapat mengikuti dan

memenuhi kebutuhan perkembangan perekonomian dan dunia usaha yang sangat

pesat. Bahkan dalam perkembangannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995

tentang Perseroan Terbatas yang telah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 yang telah disahkan pada tanggal 20 Juli 2007 oleh DPR RI dan telah

diundangkan pada tanggal 16 Agustus 2007. Selanjutnya dalam tulisan ini disingkat

menjadi UUPT No. 1 Tahun 1995 atau UUPT No. 40 Tahun 2007.

Pasal 1 butir 1 UUPT No. 40 Tahun 2007 yang menyatakan Perseroan

Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan

persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha

dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan

yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Perseroan terbatas adalah persekutuan yang berbentuk badan hukum, dimana
badan hukum ini disebut dengan “perseroan”. Istilah perseroan pada perseroan
terbatas menunjuk pada cara penentuan modal pada badan hukum itu yang terdiri
dari sero-sero atau saham-saham dan istilah terbatas menunjuk pada batas
tanggungjawab para persero atau pemegang saham, yaitu hanya terbatas pada
jumlah nilai nominal dari semua saham-saham yang dimiliki. 1

Sebagai badan hukum, perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan

perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi

dalam saham mempunyai konsekuensi, yaitu merupakan lembaga yang mandiri

pendukung hak dan kewajiban yang dapat melakukan perbuatan hukum baik di dalam

maupun di luar pengadilan serta mempunyai harta yang terpisah dari pengurusnya

maupun para pendirinya. Para pendiri yang juga pemegang saham tidak dapat

dibebani tanggung jawab yang melebihi nilai nominal saham yang dimilikinya. Di

samping itu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri perseroan sebelum

perseroan didirikan yaitu pada saat pendiri melakukan persiapan untuk mendirikan

suatu perseroan dan perbuatan hukum pendiri yang mengatasnamakan perseroan

setelah perseroan berdiri terbentuk dengan akta pendirian yang dibuat oleh notaris,

kesemuanya akan beralih menjadi tanggung jawab perseroan manakala perseroan

disahkan sebagaimana badan hukum. Dengan demikian, hak dan kewajiban yang

timbul akibat perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri beralih menjadi hak dan

kewajiban dari perseroan. Pendiri sudah terlepas dari hak dan kewajibannya yang

timbul akibat perbuatan hukum yang dilakukannya terhadap pihak ketiga. Inilah

kelebihan perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas yang tidak dimiliki oleh

1
Kansil, Pokok-Pokok Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996),
hal. 31

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
badan usaha dalam bentuk lainnya, 2 seperti persekutuan perdata (maatschap), CV

dan Firma.

Berbeda dengan orang perseorangan (manusia), perseroan terbatas walaupun

merupakan subyek hukum mandiri, adalah suatu artificial person, yang tidak dapat

melakukan tugasnya sendiri. Oleh karena itu perseroan memerlukan organ-organnya

untuk menjalankan usahanya, mengurus kekayaannya dan mewakili perseroan di

depan pengadilan maupun diluar pengadilan. Organ perseroan tersebut sebagaimana

dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) UUPT No. 40 Tahun 2007, bahwa Organ

Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris.

Organ-organ tersebut mempunyai fungsi dan tugas masing-masing sesuai

dengan ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas maupun anggaran dasar

perseroan. Antara organ-organ perseroan tersebut satu sama lain mempunyai

hubungan organis maupun fungsional. Hubungan organis adalah hubungan yang

berkaitan dengan keberadaan organ-organ tersebut, sedangkan hubungan fungsional

adalah hubungan yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi masing-masing organ

sebagai penetap kebijakan, pelaksana kebijakan, pengawas atas pelaksanaan

kebijakan dan lain-lain.maka Perseroan mutlak memerlukan direksi, komisaris dan

menyelenggarakan rapat umum pemegang saham (RUPS).

Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS adalah organ perseroan yang

memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang

yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Komisaris. RUPS mempunyai segala

wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang

2
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas),
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal. 16.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
ditentukan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan atau Anggaran Dasar. RUPS

berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan

dari direksi dan komisaris. RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya yang

sewaktu-waktu diperlukan yang disebut Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham

(RULBPS). RUPS tahunan, diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan

setelah tahun buku, dan atau dapat diadakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan.

RUPS merupakan organ perseroan yang kedudukannya adalah sebagai organ

yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan sebagaimana ditentukan dalam

Pasal 1 butir 4 UUPT No. 40 Tahun 2007 yang menyatakan Rapat umum pemegang

saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang memegang

kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak

diserahkan kepada direksi atau komisaris.

Akan tetapi, jika melihat pada bunyi kalimat memegang segala wewenang

yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris, maka apa dimaksud di dalam

Pasal 1 butir 4 UUPT No. 40 Tahun 2007 tersebut di atas sebenarnya kekuasaan

RUPS adalah tidak mutlak. Artinya, kekuasaan tertinggi yang diberikan oleh undang-

undang kepada RUPS tidak berarti bahwa RUPS dapat melakukan lingkup tugas dan

wewenang yang telah diberikan undang-undang dan anggaran dasar kepada direksi

dan komisaris. Kekuasaan yang tertinggi yang dimiliki oleh RUPS hanya mengenai

wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris. Dengan demikian

dapat dipahami pula bahwa direksi atau komisaris mempunyai wewenang yang tidak

dapat dipengaruhi oleh RUPS. Tugas, kewajiban, wewenang dari setiap organ

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
termasuk RUPS sudah diatur secara mandiri (otonom) di dalam undang-undang

perseroan terbatas. Setiap organ diberi kebebasan bergerak asal semuanya dilakukan

demi tujuan dan kepentingan perseroan. Instruksi dari organ lain, misalnya RUPS,

dapat saja tidak dipenuhi oleh direksi meskipun direksi diangkat oleh RUPS sebab

pengangkatan direksi oleh RUPS tidak berarti bahwa wewenang yang dimiliki direksi

merupakan pemberian kuasa atau bersumber dari pemberian kuasa dari RUPS kepada

direksi melainkan wewenang yang ada pada direksi adalah bersumber dari undang-

undang dan anggaran dasar. Oleh karena itu, RUPS tidak dapat mencapuri tindakan

pengurusan perseroan sehari-hari yang dilakukan direksi sebab tindakan direksi

semata-mata adalah untuk kepentingan perseroan, bukan untuk RUPS. Paham klasik

yang berpendapat bahwa lembaga RUPS merupakan kekuasaan tertinggi perseroan

terbatas, dalam arti segala kekuasaan yang ada dalam suatu perseroan terbatas tidak

lain bersumber dari RUPS, kiranya sudah ditinggalkan oleh UUPT No. 1 Tahun 1995

sebagaimana telah direvisi dengan UUPT No. 40 Tahun 2007 tersebut.

Berdasarkan paham tersebut, komisaris dan direksi mempunyai kekuasaan

berdasarkan mandat atau kuasa dari RUPS sehingga apabila RUPS menghendakinya

sewaktu-waktu dapat mencabutnya kembali. Melihat dari pengaturan tentang tugas,

kewajiban dan wewenang dari organ perseroan yang oleh UUPT telah diatur secara

mandiri (otonom) bagi tiap-tiap organ tersebut, menurut Emmy Panggaribuan, 3

sudah menggambarkan adanya paham baru yang dikenal sebagai paham

3
Emmy Pangaribuan, Interaksi Fungsi Organ Perseroan Terbatas dan Perlindungannya
Kepada Pemegang Saham dan Kreditur Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Makalah
Seminar Nasional, (Yogyakarta: UGM, 1995), hal. 32.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
institusional. 4 Paham ini menurut Rudhi Prasetya, 5 berpandangan bahwa ketiga organ

perseroan terbatas masing-masing mempunyai kedudukan yang otonom dengan

kewenangannya sendiri-sendiri sebagaimana yang diberikan dan menurut undang-

undang dan anggaran dasar tanpa wewenang organ yang satu boleh dikerjakan oleh

organ yang lain. Dengan undang-undang dan anggaran dasar, maka pengurus tersebut

berhak untuk tidak mematuhi perintah-perintah atau instruksi-instruksi dari organ

lainnya, baik dari komisaris maupun RUPS. Dengan perkataan lain, menurut paham

tersebut wewenang yang ada pada organ-organ dimaksud bukan bersumber dari

limpahan atau kuasa dari RUPS melainkan bersumber dari ketentuan undang-undang

dan anggaran dasar.

Selanjutnya tata cara penyelenggaraan RUPS sebagaimana telah dinyatakan di

atas, sesuai dengan Pasal 65 UUPT No. 1 Tahun 1995 sebagaimana telah direvisi

menjadi Pasal 78 UUPT No. 40 Tahun 2007, bahwa RUPS dapat diselenggarakan

dengan dua macam, yaitu RUPS tahunan yang diselenggarakan dalam waktu paling

lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku, serta RUPS lainnya yang dapat

diselenggarakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan.

4
Mengenai faham institusional ini juga pernah dikemukakan oleh Munir Fuady, dalam
http://www.Hukumonline.com, yang menyatakan Kalau saya bilang, KUHD untuk masalah pemegang
saham ini lebih bagus, KUHD bilang bahwa memang waktu didirikan itu harus dua orang. Tetapi
ketika telah menjadi badan hukum, satu orang nggak ada masalah. Nggak ada larangan. Tapi dalam
UUPT No.1 Tahun 1995, satu orang dikasih waktu enam bulan. Dia harus carai orang lainkan. Di
mana-mana, teori perjanjian sudah mulai ditinggalkan. Yang banyak sekarang ini adalah teori yang
namanya teori institusionalitas. PT itukan bukan perjanjian, PT itu institusi. Berapapun orang di
dalamnya, ya terserah dialah. Bukan perjanjiannya yang dilihat, tetapi institusinya. Jadi sebagai PT, dia
punya kekayaan sendiri, dia punya pengurus.
5
Rudhi Prasetyo, Kedudukan, Peran dan Pertanggungjawaban Pengurus Perseroan
Terbatas. Makalah Seminar Hukum Dagang (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen
Kehakiman, 1987), hal. 11.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Penyelenggaraan RUPS secara tahunan dan secara sewaktu-waktu pada

prinsipnya yang berwenang menyelenggarakan adalah direksi, kecuali direksi

berhalangan atau ada pertentangan kepentingan antara direksi dan perseroan, maka

pemanggilan dilakukan oleh komisaris. Penyelenggaraan RUPS tersebut menurut

Pasal 79 ayat (2) UUPT No. 40 Tahun 2007 dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu)

orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu

persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran

dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil, atau Dewan Komisaris. Jadi

prakarsa menyelenggarakan RUPS di sini datang dari pemegang saham. Bahkan

menurut Pasal 80 ayat (2) UUPT No. 40 Tahun 2007 bahwa dalam hal Direksi atau

Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu yang

ditentukan maka pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat

mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya

meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada

pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.

Ketentuan ini merupakan kontrol dari pemegang saham yang diberikan oleh

undang-undang atas pengurusan dan pengawasan yang dilakukan oleh direksi dan

komisaris melalui ketua pengadilan negeri yang berwenang memberi izin. Ketua

pengadilan negeri dapat memerintahkan direksi dan atau komisaris untuk hadir dalam

RUPS tersebut bahkan dapat juga menentukan bentuk, isi, dan jangka waktu

pemanggilan RUPS serta menunjuk ketua rapat tanpa terikat pada ketentuan undang-

undang perseroan terbatas dan anggaran dasar. 6

6
Agus Budiarto, op. cit., hal. 59.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Selanjutnya dengan mengacu pada Pasal 82 UUPT No. 40 Tahun 2007 bahwa

pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling 14 (empat belas) hari

sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal

pemanggilan dan tanggal RUPS. Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat

Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar. Dalam pemanggilan RUPS

dicantumkan tanggal, waktu, tempat dan mata acara rapat disertai pemberitahuan

bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor perseroan sejak

tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan.

Perseroan wajib memberikan salinan bahan (materi) kepada pemegang saham secara

cuma-cuma jika diminta. Dalam hal pemanggilan dan panggilan tidak sesuai dengan

ketentuan dimaksud, keputusan RUPS tetapi sah jika semua pemegang saham dengan

hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan

suara bulat.

RUPS yang diselenggarakan oleh suatu perseroan merupakan organ yang

sangat penting dalam mengambil berbagai kebijakan yang berkaitan dengan

perseroan, sehingga sesuai dengan Pasal 77 ayat (4) UUPT No. 40 Tahun 2007 setiap

penyelenggaraan RUPS harus dibuatkan risalah rapat (pernyataan keputusan rapat)

yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS. Dalam prakteknya

RUPS dituangkan dalam suatu akta otentik yang dibuat dihadapan notaris.

Notaris adalah pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat

akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diperintahkan

oleh peraturan umum atau diminta oleh para pihak yang membuat akta. 7

7
Sudikno Mertokusumo, Arti Penemuan Hukum Bagi Notaris, Renvoi, (Nomor 12, tanggal 3
Mei 2004), hal. 49.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Lebih lanjut dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dinyatakan Notaris adalah pejabat

umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan

akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya.

Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan

perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan

Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan

untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian,

ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang menyelenggarakan

RUPS untuk kepentingan perseroan sekaligus bagi masyarakat secara

keseluruhan.

Pada dasarnya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak

terkandung maksud tertentu yaitu mengharapkan terjadinya suatu akibat hukum yang

dikehendaki. Dahulu orang dalam melakukan perbuatan hukum cukup dengan adanya

kata sepakat dari kedua belah pihak secara lisan, dengan dilandasi atas saling percaya

mempercayai berbeda halnya dengan zaman sekarang, di mana orang (pihak-pihak)

biasanya lebih cenderung melakukan perbuatan hukum tersebut dengan

merealisasikannya dalam bentuk perjanjian secara tertulis atau lebih dikenal dengan

sebutan akta otentik. 8

8
Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, (Yogyakarta:
Penerbit Liberty, 1984), hal. 42.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan

penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai

hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-

lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat

sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai

hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global.

Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin

kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa.

Walaupun sengketa tersebut tidak dapat dihindari, namun dalam proses penyelesaian

sengketa tersebut, akta otentik yang merupakan alat bukti tertulis terkuat dan

terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara.

Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa

yang diberitahukan pada pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai

kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-

sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara

membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses

terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang

terkait bagi para pihak penandatangan akta. Dengan demikian, para pihak dapat

menentukan dengan bebas untuk menyetujui, atau tidak menyetujui isi Akta Otentik

yang akan ditandatanganinya. 9

Dari uraian-uraian latar belakang di atas, dilakukan pengakajian tentang

tanggung jawab Notaris dalam pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang

9
Lihat penjelasan umum UUJN.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Saham perseroan terbatas. Karena dalam hal pembuatan berita acara rapat umum

pemegang saham yang dibuat oleh Notaris, bahwa notaris hanya menguraikan secara

otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau

disaksikannya di dalam menjalankan jabatannya sebagai notaris. Walaupun dalam

setiap penyelenggaraan RUPS wajib dibuat berita acara rapat dan dibubuhi tanda

tangan ketua rapat dan paling sedikit satu orang pemegang saham yang ditunjuk dari

dan oleh peserta RUPS yang maksudnya untuk menjamin kepastian dan kebenaran isi

keputusan rapat tersebut, namun apabila RUPS tersebut dibuat oleh notaris, maka

kewajiban menandatangani tersebut tidak diperlukan. 10 Kemudian juga sering terjadi

dalam pembuatan berita acara rapat para pihak yang hadir telah meninggalkan rapat

sebelum akta itu ditandatangani, sehingga notaris harus menerangkan di dalam akta,

bahwa para pihak yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum menandatangani

akta itu.

B. Permasalahan

1. Bagaimanakah potensi konflik yang timbul dalam pembuatan berita acara RUPS

perseroan terbatas?

2. Bagaimana upaya Notaris mengatasi konflik yang terjadi dalam pembuatan berita

acara RUPS perseroan terbatas?

3. Bagaimanakah tanggung jawab Notaris dalam pembuatan berita acara RUPS

perseroan terbatas?

C. Tujuan Penelitian

10
Lihat, I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Khusus Pemahaman
Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, edisi revisi, (Jakarta: Kesain Blanc, 2006), hal. 62-63

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
1. Untuk mengetahui potensi konflik yang timbul dalam pembuatan berita acara

RUPS perseroan terbatas.

2. Untuk mengetahui upaya Notaris mengatasi konflik yang terjadi dalam

pembuatan berita acara RUPS perseroan terbatas.

3. Untuk mengetahui tanggung jawab Notaris dalam pembuatan berita acara RUPS

perseroan terbatas.

D. Manfaat Penelitian

1. Kegunaan teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berharga


bagi pengembangan ilmu hukum perusahaan khususnya yang berkaitan
dengan bidang kenotariatan.
2. Kegunaan praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban atas permasalahan

yang diteliti dan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak terkait dan

pembentuk undang-undang untuk dapat memberikan kepastian hukum bagi

masyarakat luas pengguna jasa notaris, pelaku dunia usaha serta khususnya

bagi seorang notaris dalam pelaksanaan jabatannya selaku pejabat umum.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi

dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara penelitian

dengan judul “Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat

Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas” belum pernah dilakukan dalam

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
topik dan permasalahan yang sama oleh peneliti lainnya. Namun demikian ada

penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Laura Ginting, mahasiswa Program Magister

Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul

“Analisis Hukum Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perseroan

Terbatas Dilihat Dari Anggaran Dasar”

2. Penelitian yang dilakukan oleh Meggie Francissia, mahasiswa Program Magister

Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul

“Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta Kontrak Bisnis (Suatu Penelitian di

Kota Medan)”.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Pengertian mengenai hukum banyak dikemukakan oleh para ahli hukum. Satu

sama lain memiliki perbedaan dan sampai sekarang tidak ada satu pengertian hukum

yang disepakati oleh semua pihak, karena masing-masing mempunyai perspektif yang

berbeda. Secara garis besar pengertian hukum dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga)

yaitu:

a. Hukum dilihat sebagai perwujudan nilai-nilai tertentu, maka metode yang


dipergunakan bersifat idealis, metode ini selalu berusaha menguji hukum yang
harus mewujudkan nilai-nilai tertentu.
b. Hukum dilihat sebagai suatu sistem peraturan-peraturan yang abstrak, maka
perhatian akan terpusat pada hukum sebagai suatu lembaga yang benar-benar
otonom yang bisa dibicarakan sebagai subyek tersendiri terlepas dari

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
kaitannya dengan hal-hal di luar peraturan tersebut. Cara pandang ini akan
menggunakan metode normatif analitis.
c. Hukum dipahami sebagai alat untuk mengatur masyarakat, maka metode yang
digunakan adalah sosiologis. Metode ini akan mengkaitkan hukum kepada
usaha-usaha untuk mencapai tujuan dan dalam memenuhi kebutuhan-
kebutuhan kongkrit masyarakat. Pusat perhatiannya tertuju pada efektifitas
dari hukum. 11

Jadi, dari uraian tersebut nampak bahwa cara pandang mengenai hukum

berimplikasi pada metode yang akan dipergunakan dalam melakukan penelitian

hukum. Untuk memperoleh pemahaman yang lengkap mengenai hukum, maka

hukum harus dilihat dari dua sisi yaitu secara normatif (law in books) dan sosiologis

(law in actions).

Hukum merupakan seperangkat norma-norma yang menunjukkan apa yang harus

dilakukan atau harus terjadi. Hukum bukan sesuatu yang sekedar untuk menjadi

bahan pengkajian secara logis-rasional melainkan hukum dibuat untuk dijalankan.

Perwujudan tujuan, nilai-nilai ataupun ide-ide yang terkandung di dalam

peraturan hukum merupakan suatu kegiatan yang tidak berdiri sendiri, melainkan

mempunyai hubungan timbal balik dengan masyarakat. Oleh karena itulah, dalam

membicarakan masalah tersebut kita tidak dapat mengabaikan struktur

masyarakat. Setiap struktur masyarakat memiliki ciri-ciri yang dapat memberikan

hambatan-hambatan sehingga hukum sulit untuk dijalankan, dan di sisi lain

memberikan dukungan berupa penyediaan sarana-sarana bagi kehidupan

hukumnya. Hukum juga memberikan kesempatan kepada manusia untuk

menentukan pola perilakunya sendiri di dalam batas-batas hukum yang telah ada.

11
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 6.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Antonie A.G. Peters, berpendapat bahwa terdapat 3 (tiga) perspektif dari

fungsi hukum di dalam masyarakat, yaitu yang pertama adalah perspektif kontrol

sosial daripada hukum. Tinjauan yang demikian dapat disebut sebagai tinjauan dari

sudut pandangan seorang polisi terhadap hukum (the policemen view of the law).

Perspektif kedua dari fungsi hukum di dalam masyarakat adalah perspektif social

engineering tinjauan yang digunakan oleh para pejabat (the official’s perspective of

the law) dan oleh karena pusat perhatiannya adalah apa yang dibuat oleh

pejabat/penguasa dengan hukum, maka tinjauan ini kerap kali disebut juga (the

technocrat’s view of the law). Yang dipelajari adalah sumber-sumber kekuasaan apa

yang dapat dimobilisasikan dengan menggunakan hukum sebagai mekanisme.

Perspektif yang ketiga adalah perspektif emansipasi masyarakat daripada hukum.

Perspektif ini merupakan tinjauan dari bawah terhadap hukum (the bottom’s up view

of the law) dan dapat pula disebut sebagai perspektif konsumen (the consumer’s

perspective of the law). Dengan perspektif ini ditinjau kemungkinan-kemungkinan

dan kemampuan hukum sebagai sarana untuk menampung aspirasi masyarakat. 12

Berkaitan dengan pemecahan masalah penelitian ini diperlukan bantuan suatu

paradigma sosial. George Ritzer 13 merumuskan pengertian paradigma, yaitu suatu

12
Antonie A.G. Peters, Koesrini Siswosoebroto, Hukum dan Perkembangan Sosial, Buku III
Teks Sosiologi Hukum, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990), hal. 18-19.
13
Goerge Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (terjemahan)
Alimandan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1992), hal. 100. Lihat juga Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa
Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Mandar Maju, 2003), hal. 103. Istilah atau kata
“paradigma” itu sendiri diintrodusir oleh Thomas S.Kuhn dalam bukunya “The Structure of Scientific
Revolutions”. Makna dari kata itu adalah pola, berasal dari paradeigma (bahasa Latin). Mengenai
istilah “paradigma” ini selanjutnya Lili Rasjidi menulis sebagai berikut, oleh Kuhn istilah ini
dipergunakan untuk menunjuk dua pengertian utama, pertama, sebagai totalitas konstelasi pemikiran,

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
pandangan fundamental tentang pokok persoalan dalam suatu cabang ilmu

pengetahuan (dicipline). Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus

dipelajari, persoalan-persoalan apa yang harus dijawab, dari aturan-aturan apa yang

harus diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh.

Paradigma adalah kesatuan konsensus yang terluas dalam suatu cabang ilmu

pengetahuan dan yang membantu membedakan antara satu komunitas ilmuwan (atau

sub komunitas) dari komunitas ilmuwan lainnya. Paradigma menggolong-golongkan,

mendefinisikan dan menghubungkan antara eksemplar, teroi-teori, metode serta

peralatan yang terkandung di dalamnya.

Adapun paradigma yang dipergunakan di sini adalah paradigma definisi

sosial, yang memandang sebagai manusia yang aktif menciptakan kehidupan

sosialnya sendiri, tidak memandang manusia sebagai individu yang statis dan yang

terpaksa dalam bertindak. Fokus perhatian paradigma ini terletak pada bagaimana

caranya manusia mengartikan kehidupan sosialnya atau bagaimana mereka

membentuk kehidupan sosial yang nyata. 14

Sedangkan teori yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu teori interaksi

simbolik yang mempunyai pandangan bahwa manusia merupakan aktor yang kreatif

dari realitas sosialnya. Tokoh teori interaksi simbolik ini adalah Herbert Blumer.

Subtansi teori interaksionisme simbolik ini adalah bahwa kehidupan

bermasyarakat terbentuk melalui proses interaksi dan komunikasi antar individual

dan antar kelompok dengan menggunakan simbol-simbol yang dipahami maknanya

keyakinan, nilai, persepsi, dan teknik yang dianut oleh akademisi maupun praktisi disiplin ilmu
tertentu yang mempengaruhi cara pandang realitas mereka. Kedua, sebagai upaya manusia untuk
memecahkan rahasia ilmu pengetahuan yang mampu menjungkirbalikkan semua asumsi maupun
aturan yang ada.
14
Goerge Ritzer op. cit., hal. 105.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
melalui proses belajar. Tindakan seseorang dalam proses interaksi tersebut bukan

semata-mata merupakan suatu tanggapan yang bersifat langsung terhadap stimulus

yang datang dari lingkungannya atau dari luar dirinya. Tindakan tersebut merupakan

hasil dari proses interpretasi terhadap stimulus. Jadi merupakan hasil proses belajar,

dalam arti memahami simbol-simbol. Meskipun norma-norma, nilai-nilai sosial dan

makna simbol-simbol tersebut memberikan pembatasan terhadap tiindakannya.

Namun dengan kemampuan berpikir yang dimiliki, manusia mempunyai kebebasan

untuk menentukan tindakan-tindakan dan tujuan-tujuan yang hendak dicapai. 15

Perkembangan suatu masyarakat yang susunannya menjadi kompleks serta

pembidangan kehidupan yang semakin maju dan berkembang, menghendaki

pengaturan hukum juga harus mengikuti perkembangan yang demikian itu. Hampir

setiap bidang kehidupan sekarang ini kita jumpai dalam peraturan hukum. Melalui

penormaan terhadap tingkah laku manusia, hukum menelusuri hampir semua bidang

kehidupan manusia. Hukum semakin memegang peranan sebagai kerangka

kehidupan sosial masyarakat modern.

Salah satu peranan hukum adalah untuk menyeimbangkan kepentingan-

kepentingan yang ada di dalam hidup bermasyarakat. Roscoe Pound membedakan

antara kepentingan pribadi yaitu kepentingan yang berkaitan dengan masalah-

masalah kehidupan pribadi, kepentingan publik, yaitu tuntutan-tuntutan yang

berkaitan dengan kehidupan bernegara, dan kepentingan sosial yaitu tuntutan-

tuntutan yang berkaitan dengan kehidupan sosial. 16 Melalui undang-undang

15
Ibid, hal. 69.
16
Satjipto Rahardjo, Op. cit, hal. 26.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
perseroan terbatas, para pelaku ekonomi diharapkan dapat mampu berpartisipasi lebih

luas dalam pembangunan ekonomi nasional ditengah-tengah derasnya arus globalisasi

dan persaingan bebas dalam perekonomian internasional. Dilihat dari ilmu hukum,

undang-undang perseroan terbatas ini dapat berfungsi sebagai sarana dalam

menseimbangkan kepentingan-kepentingan dalam hidup bermasyarakat sebagaimana

dikemukakan oleh Roscoe Pond.

Selaku Badan Hukum perseroan terbatas adalah merupakan subjek hukum

yang mandiri sebagaimana halnya manusia dewasa yang cakap melakukan perbuatan

hukum. Perseroan Terbatas dikatakan sebagai subjek hukum yang mandiri karena

tidak terkait dengan urusan pemegang saham dan pengurus. Pemegang saham

diperkenankan untuk berganti, akan tetapi badan hukum tetap berdiri. Perseroan

Terbatas berwenang untuk memiliki kekayaan sendiri sehingga apabila timbul

kerugian atau perseroan harus membayar kewajiban yang dilakukannya, perseroan

akan menggunakan kekayaan sendiri tanpa perlu menggunakan kekayaan pemegang

saham dan pengurusnya.

Perseroan memerlukan organ-organnya untuk menjalankan usahanya,

mengurus kekayaannya dan mewakili perseroan di depan pengadilan maupun diluar

pengadilan. UUPT No.40 Tahun 2007 menentukan bahwa organ perseroan terdiri dari

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Komisaris (Pasal 1 angka 2).

Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS adalah organ perseroan yang memegang

kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak

diserahkan kepada Direksi dan Komisaris. RUPS mempunyai segala wewenang yang

tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan UU No. 1

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Tahun 1995 dan atau Anggaran Dasar. RUPS berhak memperoleh segala keterangan

yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan komisaris. Eksistensi

RUPS sangat signifikan dalam penyelenggaraan perseroan terbatas, mengingat

keputusan-keputusan yang penting dalam suatu perseroan terbatas akan diambil

melalui mekanisme RUPS. Oleh karena itu pelaksanaan RUPS harus memenuhi

segala sesuatu ketentuan yang termaktub dalam anggaran dasar perseroan dan

peraturan-perundangan yang berlaku, khususnya UUPT No. 1 Tahun 1995

sebagaimana telah direvisi dengan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas.

Dibuatnya hasil RUPS dalam suatu akta otentik yang dibuat dihadapan notaris

lebih dimaksudkan untuk menjadikannya sebagai alat bukti yang sempurna

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1870 KUH Perdata, yang memberikan diantara

para pihak termasuk para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari para

pihak itu suatu bukti yang sempurna tentang apa yang diperbuat/dinyatakan dalam

akta ini. Ini berarti mempunyai kekuatan bukti sedemikian rupa karena dianggap

melekatnya pada akta itu sendiri sehingga tidak perlu dibuktikan lagi dan bagi

Hakim itu merupakan “Bukti Wajib/Keharusan” (Verplicht Bewijs)

2. Konsepsi

a. Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,

didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. 17

Undang-undang mengatakan bahwa perseroan terbatas didirikan paling sedikit

oleh 2 (dua) orang dan selamanya paling sedikit harus memiliki 2 (dua) pemegang

saham, karena perseroan didirikan berdasarkan perjanjian. Maksud dan tujuan dari

badan hukum perseroan terbatas tidak bersifat sosial, karena badan usaha perseroan

terbatas benar-benar ingin menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi yang

menghasilkan keuntungan. Badan hukum perseroan terbatas merupakan asosiasi

modal sehingga dalam hal ini modal memegang peranan yang penting. Modal badan

hukum perseroan terbatas yang disebut sebagai modal dasar seluruhnya terdiri atas

saham-saham.

Yang dimaksud dengan persekutuan modal adalah bahwa modal dasar

perseroan terbagi dalam sejumlah saham yang pada dasarnya dapat

dipindahtangankan (transferable shares). Sehubungan dengan ini perlu ditegaskan

bahwa sekalipun semua saham dimiliki oleh satu orang, konsep persekutuan modal

tetap valid karena perseroan tidak menjadi bubar melainkan tetap berlangsung

sebagai subjek hukum. Kebenaran ini dipertegas oleh ketentuan Pasal 7 ayat (7) yang

mengatur bahwa 100% saham persero (BUMN berbentuk perseroan terbatas) dapat

dimiliki oleh negara dan perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan

penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian.18

17
Lihat, Pasal 1 angka 1 UUPT No.40 Tahun 2007.
18
Fred B.G. Tumbuan, “Tugas dan Wewenang Organ Perseroan Terbatas Menurut Undang-
Undang Tentang Perseroan Terbatas”, Disampaikan pada Acara “Sosialisasi Undang-Undang tentang
Perseroan Terbatas” yang diselenggarakan oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI) pada tanggal 22

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
b. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Selanjutnya, organ perseroan adalah RUPS, Direksi dan Komisaris. Rapat

Umum Pemegang Saham atau RUPS adalah organ perseroan yang memegang

kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak

diserahkan kepada Direksi dan Komisaris.

1. Hak dan Wewenang

a. Rapat Umum Pemegang Saham mempunyai segala wewenang yang tidak

diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan UU No.

1/1995 dan atau Anggaran Dasar.

b. Rapat Umum Pemegang Saham berhak memperoleh segala keterangan yang

berkaitan dengan kepentingan perseroan dari Direksi dan Komisaris.

2. Tempat Kedudukan dan Tempat RUPS Diadakan

a. Tempat kedudukan perseroan adalah tempat dimana kantor pusatnya berada

atau tempat perseroan melakukan kegiatan usahanya.

b. RUPS diadakan di tempat kedudukan perseroan. Dalam Anggaran Dasar

dapat ditetapkan bahwa RUPS dapat dilakukan di luar tempat kedudukan

perseroan atau kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar tetapi harus

terletak di wilayah negara Republik Indonesia.

3. Macam-macam RUPS

a. RUPS terdiri atas RUPS tahunan danRUPS lainnya;

Agustus 2007 di Jakarta. Lihat juga Pasal 1 angka 1 jo Pasal 7 ayat (4), ayat (5) dan ayat (6), Pasal 57
UUPT No.40 Tahun 2007.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
b. RUPS tahunan, diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah

tahun buku, dan dalam RUPS tahunan tersebut harus diajukan semua dokumen

perseroan;

c. RUPS lainnya dapat diadakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan.

4. Penyelenggaraan RUPS

Penyelenggaraan RUPS adalah Direksi. Direksi menyelenggarakan RUPS

tahunan dan untuk kepentingan perseroan, ia berwenang menyelenggarakan RUPS

lainnya, atau dapat juga dilakukan atas permintaan satu pemegang saham atau lebih

yang bersama-sama mewakili 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak

suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam

anggaran dasar perseroan yang bersangkutan. Permintaan tersebut diajukan kepada

Direksi atau Komisaris dengan surat tercatat disertai alasannya. RUPS seperti itu

hanya dapat membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan yang diajukan

tersebut.

c. Pengertian Notaris

Lembaga notariat mempunyai peranan yang penting karena menyangkut akan

kebutuhan dalam pergaulan antara manusia yang menghendaki adanya alat bukti

tertulis dalam bidang hukum Perdata, sehingga mempunyai kekuatan otentik.

Mengingat pentingnya lembaga ini, maka mengacu pada peraturan perundang-

undangan di bidang notariat, yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 (UUJN). 19

19
Kita telah mempunyai perundang-undangan di bidang notariat, yakni “Peraturan Jabatan
Notaris” (Notaris Reglement – Stbl.1860-3), yang sekarang ini telah berumur kurang lebih 120 tahun,
sebagai pengganti dari “Instructie voor notarissen in Indonesia” (Stbl.1822-11) dan bahkan jauh

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris termasuk

dalam lingkup undang-undang dan peraturan-peraturan organik, karena mengatur

Jabatan Notaris. Materi yang diatur dalamnya termasuk dalam hukum publik,

sehingga ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalamnya adalah peraturan-peraturan

yang bersifat memaksa (dwingend recht).

Seorang notaris yang berwenang untuk membuat akta-akta otentlik dan

merupakan satu-satunya pejabat umum yang diangkat serta diperintahkan oleh suatu

peraturan yang umum atau yang dikehendaki oleh orang-orang yang berkepentingan

G.H.S. Lumban Tobing memberikan pengertian notaris sebagai berikut: 20

Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat


Akte otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang
diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan
dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu Akte otentik, menjamin kepastian
tanggalnya, menyimpan aktenya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya,
semuanya sepanjang pembuatan akte itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat atau orang lain.. 21

Lembaga notariat di kenal mulai pada abad ke-11 atau ke-12 dengan nama

Latijnse Notariaat yang berasal dari Italia Utara. Perkembangan notariat di negara

ini meluas ke negara Perancis, notariat ini di kenal sebagai suatu pengabdian

kepada masyarakat umum, yang kebutuhan dan kegunaannya senantiasa

mendapatkan pengakuan. Pada permulaan abad ke-19 lembaga notariat telah di

kenal dan meluas ke negara-negara lain.

sebelumnya, yakni dalam tahun 1620 telah diangkat notaris pertama di Indonesia. Tobing, G.H.S.
Lumban. Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1999), hal. 1
20
Ibid., hal. 31.
21
Engelbrecht De Wetboeken wetten en Veroordeningen, Benevens de Grondwet van de
Republiek Indonesie, (Jakarta: Ichtiar Baru-Van Voeve, 1998), hal. 882.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Di dalam perkembangannya, nama-nama lain selain notariat antara lain digunakan

sebagai :

1. Notarius, yang artinya untuk menandakan suatu golongan orang-orang yang

melakukan suatu bentuk pekerjaan tulis menulis tertentu. 22

2. Notarii, yang artinya orang-orang yang mencatat atau menuliskan pidato yang

diucapkan dahulu oleh cato dalam senat Romawi dengan mempergunakan tanda-

tanda kependekan. 23

3. Tabelliones, yang artinya orang-orang yang ditugaskan bagi kepentingan

masyarakat untuk membuat akta-akta dan lain-lain surat walaupun jabatan atau

kedudukan mereka itu tidak mempunyai sifat kepegawaian dan juga tidak

ditunjuk atau diangkat oleh kekuasaan umum untuk melaksanakan sesuatu

formalitas yang ditentukan oleh undang-undang. 24

4. Tabularii, yang artinya pegawai negeri yang mempunyai tugas mengadakan dan

memelihara pembukuan keuangan kota-kota dan juga ditugaskan untuk

melakukan pengawasan atas arsip dari magistrat kota-kota, di bawah resort mana

mereka berada. 25

d. Akta Notaris sebagai Suatu Akta Otentik

Otensitas dari akta notaris bersumber dari Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang

Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004, yaitu notaris dijadikan sebagai pejabat umum,

sehingga akta yang dibuat oleh notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh

22
G. H.S. Lumban Tobing, op. cit, hal. 5.
23
Ibid., hal. 6.
24
Ibid., hal. 7.
25
Ibid., hal. 8.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
sifat akta otentik. Akta yang dibuat oleh notaris mempunyai sifat otentik, bukan oleh

karena undang-undang menerapkan demikian, tetapi karena akta itu dibuat oleh atau

dihadapan pejabat umum. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1868

KUHPerdata yang menyatakan: “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam

bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-

pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya”.

Akta yang dibuat oleh notaris dapat merupakan satu akta yang memuat
“relaas” atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau
suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pembuat akta itu, yakni notaris
sendiri, di dalam menjalankan jabatannya sebagai notaris. Akta yang dibuat
sedemikian dan memuat uraian dari apa yang dilihat dan disaksikan dan yang
dialaminya itu dinamakan akta yang dibuat “oleh” (door) notaris (sebagai pejabat
umum). Akan tetapi akta notaris dapat juga berisikan suatu “cerita” dari apa yang
terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain di hadapan notaris,
artinya yang diterangkan atau diceritakan oleh pihak lain kepada notaris dalam
menjalankannya jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain itu sengaja
datang di hadapan notaris dan memberikan keterangan itu atau melakukan
perbuatan itu di hadapan notaris, agar keterangan atau perbuatan itu dikonstatir
oleh notaris di dalam suatu akta otentik. Akta sedemikian dinamakan akta yang
dibuat “dihadapan” (ten overstaan) notaris. 26

Dari uraian di atas dapat diketahui, bahwa ada 2 golongan akta notaris, yakni: 27

1. akta yang dibuat “oleh” (door) notaris atau yang dinamakan “akta relaas” atau

“akta pejabat” (ambtelijke akten);

Contoh: antara lain: pernyataan keputusan rapat pemegang saham dalam

perseroan terbatas, akta pencatatan budel.

2. akta yang dibuat “di hadapan” (ten overstan) notaris atau yang dinamakan “akta

partij (partij-akten).

26
Ibid., hal. 51.
27
Ibid., hal. 51,52.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Contoh, akta yang memuat perjanjian hibah, jual beli (tidak termasuk penjualan di

muka umum atau lelang), wasiat, kuasa.

Perbedaan di antara kedua golongan akta itu, dapat di lihat dari bentuk akta-akta

itu. Dalam akta partij, dengan diancam akan kehilangan otensitasnya atau

dikenakan denda, harus ditandatangani oleh para pihak atau para pihak yang

bersangkutan, misalnya para pihak atau salah satu pihak buta huruf atau

tangannya lumpuh dan lain sebagainya, keterangan tersebut harus dicantumkan

oleh notaris dalam akta itu dan keterangan itu dalam hal ini berlaku sebagai

pengganti tanda tangan (surrogaat tanda tangan). 28

Pada umumnya akta itu adalah suatu surat yang ditandatangani, memuat

keterangan tentang kejadian-kejadian atau hal-hal yang merupakan dasar dari suatu

perjanjian, dapat dikatakan bahwa akta itu adalah suatu tulisan dengan mana

dinyatakan sesuatu perbuatan hukum. Pasal 1867 KUHPerdata menyatakan: 29

Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan

tulisan-tulisan di bawah tangan.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka terdapat dua macam akta yaitu

akta yang sifalnya otentik dan ada yang sifatnya di bawah tangan. Dalam Pasal 1868

KUHPerdata yang dimaksud dengan akta otentik adalah: 30 Suatu akta otentik ialah

suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh

atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana

akta dibuatnya.

28
Ibid., hal. 53.
29
R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan XXIV, (Jakarta: PT. Intermasa, 1986),
hal. 475.
30
Ibid. 475.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Pegawai umum yang dimaksud di sini ialah pegawai-pegawai yang

dinyatakan dengan undang-Undang mempunyai wewenang untuk membuat akta

otentik, misalnya notaris, panitera juru sita, pegawai pencatat sipil, Hakim dan

sebagainya.

Akta yang dibuat dengan tidak memenuhi Pasal 1868 KUHPerdata bukanlah

akta otentik atau disebut juga akta di bawah tangan. Perbedaan terbesar antara akta

otentik dan akta yang dibuat di bawah tangan ialah:

a. Akta otentik

Merupakan alat bukti yang sempurna, sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 1870 KUH Perdata. Ia memberikan diantara para pihak termasuk para

ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari para pihak itu suatu bukti

yang sempurna tentang apa yang diperbuat /dinyatakan dalam akta ini. Ini

berarti mempunyai kekuatan bukti sedemikian rupa karena dianggap

melekatnya pada akta itu sendiri sehingga tidak perlu dibuktikan lagi dan

bagi Hakim itu merupakan “Bukti Wajib/Keharusan” (Verplicht Bewijs).

Dengan demikian barang siapa yang menyatakan bahwa Akta otentik itu palsu,

maka ia harus membuktikan tentang kepalsuan akta itu. Oleh karena itulah

maka akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian, baik lahiriah, formil

maupun materil (Uitwendige, formiele, en materiele bewijskrach). 31

b. Akta di bawah tangan

31
N.G Yudara, Pokok-pokok Pemikiran Diseputar Kedudukan dan Fungsi Notaris serta Akta
Notaris Menurut Sistim Hukum Indonesia“, (Renvoi, Nomor 10.34.III, tanggal 3 Maret 2006), hal 74.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Akta di bawah tangan bagi Hakim merupakan “Bukti Bebas” (VRIJ

Bewijs) karena akta di bawah tangan ini baru mempunyai kekuatan bukti

materil setelah dibuktikan kekuatan formilnya. Sedang kekuatan pembuktian

formilnya baru terjadi, bila pihak-pihak yang bersangkutan mengakui akan

kebenaran isi dan cara pembuatan akta itu. Dengan demikian akta di bawah

tangan berlainan dengan akta otentik, sebab bilamana satu akta di bawah

tangan dinyatakan palsu, maka yang menggunakan akta di bawah tangan itu

sebagai bukti haruslah membuktikan bahwa akta itu tidak palsu.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka akta yang dibuat secara

otentik dengan akta yang dibuat secara di bawah tangan, mempunyai nilai

pembuktian suatu akta meliputi: 32

a. Kekuatan pembuktian lahir (pihak ketiga)

Kekuatan pembuktian lahiriah artinya akta itu sendiri mempunyai kemampuan

untuk membuktikan dirinya sendiri sebagai akta otentik; Mengingat sejak awal yaitu

sejak adanya niat dari pihak (pihak-pihak) yang berkepentingan untuk membuat atau

melahirkan alat bukti, maka sejak saat mempersiapkan kehadirannya itu telah

melalui proses sesuai dan memenuhi ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata jo

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 (atau dahulu Stbl 1860 Nomor 3 Reglement

of Notaris Ambt in Indonesia). Kemampuan atau kekuatan pembuktian lahiriah ini

tidak ada pada akta/surat di bawah tangan (Vide Pasal 1875 KUHPerdata).

b. Kekuatan pembuktian formil

32
Ibid, hal 74.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Kekuatan pembuktian formil artinya dari akta otentik itu Dibuktikan bahwa

apa dinyatakan dan dicantumkan dalam akta itu adalah benar merupakan uraian

kehendak pihak-pihak; itulah kehendak pihak-pihak yang dinyatakan dalam akta itu

oleh atau dihadapan Pejabat yang berwenang dalam menjalankan jabatannya. Dalam

arti formil akta otentik menjamin kebenaran :

1) tanggal ;

2) tanda tangan ;

3) komparan, dan ;

4) tempat akta dibuat.

Dalam arti formil pula akta Notaris membuktikan kebenaran dari apa yang

disaksikan yaitu yang dilihat, didengar dan dialami sendiri oleh Notaris

sebagai Pejabat umum dalam menjalankan jabatannya. Akta di bawah tangan

tidak mempunyai kekuatan formil, terkecuali bila si penandatangan dari

surat/akta itu mengakui kebenaran tanda tangannya.

c. Kekuatan pembuktian material

Kekuatan pembuktian materil artinya bahwa secara hukum (yuridis) isi dari

akta itu telah membuktikan keberadaannya sebagai yang benar terhadap setiap orang,

yang membuat atau menyuruh membuat akta itu sebagai tanda bukti terhadap

dirinya (termasuk ahli warisnya atau orang lain yang mendapat hak darinya); inilah

yang dinamakan sebagai “Preuve Preconstituee“ artinya akta itu benar mempunyai

kekuatan pembuktian materiil. Kekuatan pembuktian inilah yang dimaksud dalam

Pasal 1870, 1871 dan 1875 KUHPerdata. Oleh karena itulah, maka akta otentik itu

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
berlaku sebagai alat bukti sempurna dan mengikat pihak (pihak-pihak) yang

membuat akta itu. 33 Dengan demikian siapapun yang membantah kebenaran akta

otentik sebagai alat bukti, maka ia harus membuktikan kebalikannya.

d. Tanggung jawab kepada kode etik jabatan

Selama tidak diatur dalam undang-undang, maka dalam menjalankan

tugasnya seorang notaris harus berpegang teguh kepada kode etik jabatan notaris.

Dalam kode etik Notaris Indonesia telah ditetapkan beberapa kaidah yang harus

dipegang oleh notaris (selain memegang teguh kepada peraturan jabatan notaris), di

antaranya adalah: 34

a. Kepribadian notaris, hal ini dijabarkan kepada:


1. Dalam melaksanakan tugasnya dijiwai Pancasila, sadar dan taat kepada
hukum peraturan jabatan notaris, sumpah jabatan, kode etik notaris dan
berbahasa Indonesia yang baik.
2. Memiliki perilaku profesional dan ikut serta dalam pembangunan
nasional, terutama sekali dalam bidang hukum.
3. Berkepribadian dan baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan
notaris, baik di dalam maupun di luar tugas jabatannya.
b. Dalam menjalankan tugas, notaris harus:
1. menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur tidak berpihak dan
dengan penuh rasa tanggung jawab;
2. menggunakan satu kantor sesuai dengan yang ditetapkan oleh undang-
undang, dan tidak membuka kantor cabang dan perwakilan dan tidak
menggunakan peratara;
3. tidak menggunakan media massa yang bersifat promosi
c. Hubungan notaris dengan klien harus berlandaskan:
1. notaris memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan
jasanya dengan sebaik-baiknya;
2. notaris memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran hukum
yang tinggi, agar anggota masyarakat menyadari hak dan kewajibannya;
3. notaris harus memberikan pelayanan kepada anggota masyarakat yanag
kurang mampu;

33
G.H. S Lumban Tobing, op. cit., hal. 59.
34
Supriadi, op. cit., hal. 51-52.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
d. Notaris dengan sesama rekan notaris haruslah:
1. hormat-menghormati dalam suasana kekeluargaan;
2. tidak melakukan perbuatan ataupun persaingan yang merugikan sesama;
3. saling menjaga dan membela kehormatan dan korps notaris atau dasar
solidaritas dan sifat tolong-menolong secara konstruktif.

G. Metode Penelitian

Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu

masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas

terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia, maka metode

penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk

memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian. 35

Menurut Sutrisno Hadi, penelitian adalah usaha untuk menemukan,

mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan

dengan menggunakan metode-metode ilmiah. 36

Dengan demikian penelitian yang dilaksanakan tidak lain untuk memperoleh

data yang telah teruji kebenaran ilmiahnya. Namun untuk mencapai kebenaran ilmiah

tersebut ada dua pola pikir menurut sejarahnya, yaitu berfikir secara rasional dan

berfikir secara empiris. Oleh karena itu untuk menemukan metode ilmiah maka

digabungkanlan metode pendekatan rasional dan metode pendekatan empiris, di sini

rasionalisme memberikan kerangka pemikiran yang logis sedangkan empirisme

merupakan karangka pembuktian atau pengujian untuk memastikan suatu

kebenaran. 37

35
Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 6.
36
Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid I, (Yogyakarta: ANDI, 2000), hal. 4.
37
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1990), hal. 36.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
1. Sifat Penelitian

Dalam rangka penulisan sebuah tesis, Menurut Sunaryati Hartono, metode

socio-legal research memberikan bobot lebih pada sebuah penelitian karena

pembahasan tidak terbatas pada peraturan perundang-undangan saja, namun lebih

melihat pada aspek bekerjanya hukum dalam kehidupan bermasyarakat. 38

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan

socio-legal research. Hukum di samping merupakan kumpulan peraturan-peraturan

yang sifatnya normatif, juga dilihat sebagai suatu gejala sosial yang bersentuhan

langsung dengan variabel lain dalam bermasyarakat. Hukum didekati dari dua sudut

pandang, yaitu hukum dipelajari dan diteliti secara normative (law in books) dan

secara empiris (law in actions). Studi ini ingin melihat pelaksanaan hukum mengenai

tanggung jawab Notaris dalam pembuatan berita acara rapat umum pemegang

saham perseroan terbatas yang berpotensi Konflik, bagaimana hukum itu

dikonseptualisasikan dan dilaksanakan serta bagaimana hukum itu berinteraksi

dengan aspek-aspek di luar hukum, seperti ekonomi, sosial, dan budaya. Strategi

penelitian yang dilakukan adalah kualitatif-induktif-eksplanatoris.

Peneliti juga mengumpulkan data berdasarkan observasi situasi yang wajar,

sebagaimana adanya, tanpa dipengaruhi dengan sengaja. Peneliti memasuki lapangan

berhubungan langsung dengan situasi dan orang yang diselidikinya (natural setting).

Penelitian kualitatif mengutamakan perspektif emic, artinya mementingkan

38
C.F.G. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20,
(Bandung: Alumni, 1994), hal. 142.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
pandangan responden, yakni bagaimana ia memandang dan manafsirkan dunia dari

segi pendiriannya, jadi peneliti tidak memaksakan pandangannya sendiri. 39

2. Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel Penelitian

a. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan terhadap perseroan terbatas dan notaris yang

berkedudukan di Kota Medan.

b. Populasi Penelitian

Populasi adalah seluruh objek atau seluruh gejala atau seluruh unit yang akan

diteliti. Oleh karena populasi biasanya sangat besar dan luas, maka kerapkali tidak

mungkin untuk meneliti seluruh populasi itu tetapi cukup diambil sebagian saja untuk

diteliti sebagai sampel yang memberikan gambaran tentang objek penelitian secara

tepat dan benar. 40

Adapun mengenai jumlah sampel yang akan diambil pada prinsipnya tidak

ada peraturan yang tetap secara mutlak menentukan berapa persen untuk diambil dari

populasi. 41

Populasi dalam penelitian ini adalah notaris di Kota Medan dan perseroan

terbatas yang berkedudukan di Kota Medan. Mengingat banyaknya jumlah populasi

39
Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 1988), hal. 10.
40
Ronny Hanitijo Soemitro, Op. cit, hal. 44.
41
Lihat, Klaus Krippendorff, Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodologi, (Jakarta: PT.Raja
Granfindo Persada, 1993), hal. 96. yang menyatakan, tidak ada jawaban yang pasti untuk menjawab persoalan
berapa jumlah sampel yang dapat mewakili populasi. Demikian pula Ibnu Hadjar, Dasar-Dasar Metodologi
Penelitian Kuantitatif Dalam Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Granfindo Persada, 1996), hal. 147, mengatakan
tidak ada aturan yang pasti berapa banyak agar sampel dapat mewakili populasi.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
dalam penelitian ini maka tidak semua populasi akan diteliti secara keseluruhan.

Untuk itu akan diambil sampel dari populasi secara purposive sampling.

c. Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling. Dengan

metode ini pengambilan sampel ditentukan berdasarkan tujuan tertentu dengan

melihat pada persyaratan-persyaratan antara lain : didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat

atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri utama dari obyek yang diteliti dan

penentuan karakteristik populasi yang dilakukan dengan teliti melalui studi

pendahuluan. 42 Berdasarkan dari data survei penelitian awal jumlah Notaris di Kota

Medan sebanyak 237 orang Notaris, diambil atau yang akan dijadikan sampel

sebanyak 5 orang Notaris, 43) dengan dasar pertimbangan menurut Undang-Undang

Jabatan Notaris bahwa setiap Notaris adalah pejabat pembuat akta otentik.

3. Alat Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dipertanggung jawabkan

kebenarannya secara ilmiah, maka dalam penelitian ini diperoleh melalui :

a. Terhadap Data Primer, pengumpulan data dilakukan dengan

melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang ada kaitannya

42
Ibid, hal. 196.
43
Lihat, Klaus Krippendorff, Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodologi, (Jakarta: PT.Raja
Granfindo Persada, 1993), hal. 96, menyatakan tidak ada jawaban yang pasti untuk menjawab
persoalan berapa jumlah sampel yang dapat mewakili populasi. Lihat juga Ibnu Hadjar, Dasar-Dasar
Metodologi Penelitian Kuantitatif Dalam Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Granfindo Persada, 1996),
hal. 147, yang menyatakan tidak ada aturan yang pasti berapa banyak agar sampel dapat mewakili
populasi.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
terhadap permasalahan yang diteliti, dengan menggunakan pedoman

wawancara sebagai alat pengumpulan data. 44

b. Terhadap Data Sekunder, pengumpulan data dilakukan dengan cara

studi dokumen, yaitu dengan menghimpun data yang berasal dari

kepustakaan yang berupa peraturan perundang-undangan, buku-

buku/literatur, karya ilmiah seperti makalah, jurnal, artikel-artikel

yang terdapat dalam majalah-majalah maupun koran, dan segala tulisan

yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang diteliti.

4. Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua

antara lain :

a. Data primer, berupa data yang langsung didapatkan dalam penelitian di lapangan.

Data yang diperoleh dari wawancara secara mendalam (deft interview) terhadap 5

(lima) orang Notaris yang wilayah hukumnya di Kota Medan.

b. Data sekunder, data yang diperlukan untuk melengkapi data primer. Adapun data

sekunder tersebut antara lain :

1) Bahan hukum primer, yang merupakan bahan-bahan hukum yang mempunyai

kekuatan mengikat, yaitu peraturan perundangan-undangan yang terkait

dengan kenotarisan dan perseroan terbatas, antara lain:

a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

44
Di dalam penelitian dikenal ada tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau
bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara. Lihat, Soerjono Soekanto, Pengantar
Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal.66

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
b) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan

bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa bahan hukum primer

yaitu :

a) Buku-buku ilmiah

b) Makalah-makalah

c) Hasil-hasil penelitian dan wawancara

5. Analisis Data

Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah metode

analisis kualitatif. Maka dari data yang telah dikumpulkan secara lengkap dan telah di

cek keabsahannya dan dinyatakan valid, lalu diproses melalui langkah-langkah yang

bersifat umum, yakni: 45

a. Reduksi data adalah data yang diperoleh di lapangan ditulis/diketik dalam bentuk

uraian atau laporan yang terinci. Laporan tersebut direduksi, dirangkum, dipilih

hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan

polanya.

b. Mengambil kesimpulan dan verifikasi, yaitu data yang telah terkumpul telah

direduksi, lalu berusaha untuk mencari maknanya, kemudian mencari pola,

hubungan, persamaan, hal-hal yang sering timbul dan kemudian disimpulkan.

45
Nasution, op. cit., hal 52.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
BAB II

POTENSI KONFLIK YANG TIMBUL DALAM PEMBUATAN


BERITA ACARA RUPS PERSEROAN TERBATAS

A. Benturan Kepentingan Organ Perseroan Terbatas

Benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis

perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi Direktur, Komisaris, atau

pemegang saham utama perusahaan. Untuk itu perlu suatu pedoman yang dijadikan

acuan dalam hal benturan kepentingan. Hal ini dapat terwujud dalam suatu Code of

Conduct, Code of Conduct adalah pedoman perilaku yang mengedepankan etika

profesi.

Dalam hal Direksi menjalankan perusahaan tidak terlepas dari Good

Corporate Governance. Pemahaman ini dapat diartikan sebagai suatu proses dan

struktur yang digunakan oleh organ perusahaan guna memberikan nilai tambah pada

perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham,

dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan

peraturan perundangan dan norma yang berlaku.

Jabatan Eksekutif yang diamanahkan kepada seorang Direksi adalah jabatan

yang memiliki wewenang untuk mengambil keputusan untuk kepentingan dan atas

beban perusahaan, yang mana Direktur adalah anggota Direksi yang tidak terafiliasi

dengan Komisaris, anggota dewan Komisaris lainnya dan pemegang saham

pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat

mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-

mata demi kepentingan perusahaan.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Pertimbangan independen adalah cara pandang atau penyelesaian masalah

dengan mengesampingkan kepentingan pribadi dan menghindari benturan

kepentingan. Sehingga terwujud dalam suatu keprofesionalisme. Hal ini terwujud

dalam penguasaan tugas atau pekerjaan yang didasarkan kepada keahlian dan

keterampilan yang teruji serta didukung oleh dedikasi dan etika profesi.

Direksi sebagai organ perseroan adalah mewakili kepentingan perseroan


selaku subjek hukum mandiri. Karena keberadaan perseroan adalah sebab
keberadaannya Direksi. Karena apabila tidak ada perseroan, Direksi juga tidak
akan pernah ada. Ini menjadi alasan bahwa Direksi harus selamanya mengabdi
kepada kepentingan perseroan. Dengan perkataan lain, Direksi wajib mengabdi
kepada kepentingan semua pemegang saham tetapi bukan mengabdi kepada
kepentingan satu atau beberapa pemegang saham saja untuk keuntungan
perusahaan. Artinya Direksi bukan wakil pemegang saham. Tetapi merupakan
wakil PT selaku Personal Standi In Judicio. 46

Pasal 79 ayat 1 UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatasa

sebagamana telah diubah dengan Pasal 92 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 UUPT

pengurusan perseroan dipercayakan kepada Direksi. Kemudian Pasal 93 UUPT

No.40 Tahun 2007 menetapkan bahwa peraturan tentang pembagian tugas dan

wewenang setiap anggota direksi serta besar dan jenis penghasilan direksi ditetapkan

oleh RUPS. Dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan bahwa kewenangan RUPS

dilakukan oleh komisaris atas nama RUPS. Lebih jelasnya dinyatakan, bahwa Direksi

bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan

perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Atas

pengurusan Direksi ini dapat memberi kesimpulan bahwa Direksi ditugaskan dan

46
Bismar Nasution, Good Corporate Governance, Perilndungan Lingkungan Hidup dan
Insider Trading, Diktat Hukum Pasar Modal, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2002), hal. 17..

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
berwenang untuk hal-hal sebagai berikut mengatur atau mengelola kegiatan-kegiatan

perseroan, mengurus kekayaan perseroan, serta mewakili perseroan di dalam dan di

luar Pengadilan.

Selanjutnya Pasal 97 UU No.40 Tahun 2007 secara jelas memberikan hak

derivatif (derivative right) kepada pemegang saham, yaitu undang-undang perseroan

terbatas memberikan hak kepada pemegang saham minoritas untuk mewakili

kepentingan perseroan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota

Direksi yang merugikan Perseroan dengan memenuhi persyaratan untuk itu.

Tugas Direksi dalam mengatur atau mengelola kegiatan-kegiatan usaha

perseroan, diatas tidak dapat dipisahkan karena pengurusan kekayaan perseroan harus

menunjang terlaksananya kegiatan usaha perseroan tersebut. Oleh karena itu direksi

mempunyai 2 (dua) tugas yaitu, pengelolaan dan perwakilan PT, Untuk pelaksanaan

kedua tugas Direksi itu perlu menjadi perhatian bahwa pengelolaan PT pada

hakekatnya adalah tugas dari semua anggota Direksi tanpa kecuali. Hal ini dapat

diartikan dari ketentuan hukum Perseroan. Tugas dan wewenang Direksi ini dapat

dilihat dari ketentuan pasal 85 UU No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah

dengan Pasal 97 UU No.40 Tahun 2007 tersebut.

Direksi dalam menjalankan tugasnya berada di luar batas-batas

kewenangannya (melanggar ketentuan Anggaran Dasar), maka semua anggota

Direksi bertanggung jawab secara pribadi. Dalam hal. ini PT tidak ikut bertanggung

jawab, oleh karena Direksi yang melanggar.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Dicantumkannya tujuan perseroan di dalam anggaran dasar terutama adalah

untuk melindungi investor atau para pemegang saham. Dalam hal Direksi bukan

pemegang saham, maka yang dilindungi adalah seluruh pemegang saham, tetapi bila

Direksi adalah juga pemegang saham mayoritas, yang dimaksudkan untuk dilindungi

adalah pemegang saham minoritas. Dengan demikian, seorang pemegang saham yang

menginvestasikan uangnya pada perseroan tersebut mengetahui untuk tujuan apa

uangnya digunakan. 47

Pada umumnya suatu perbuatan dikatakan ultra vires bila dilakukan tanpa
wewenang (authority) untuk melakukan perbuatan tersebut. Bagi perseroan
perbuatan tersebut adalah ultra vires bila dilakukan di luar/melampaui wewenang
Direksi atau perseroan sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar dan hukum
perusahaan. Suatu kontrak yang dibuat oleh perseroan dan melampaui batas
wewenangnya adalah tidak sah (unlawful). 48

Direksi secara juridis wajib mengikuti ketentuan yang diatur dalam anggaran

dasar perseroan. Bila ternyata Direksi mengesampingkan ketentuan bahwa suatu

perbuatan hukum harus memperoleh persetujuan Komisaris, perbuatan Direksi

tersebut adalah tidak sah dan tidak berkekuatan hukum serta tidak mengikat badan

hukum yang bersangkutan. Akibat hukumnya, Direksi tersebut harus bertanggung

jawab secara pribadi terhadap perbuatan hukum yang dilakukannya dan tidak dapat

dilimpahkan kepada badan hukum bersangkutan. Hal ini sesuai dengan ajaran ultra

vires yang menentukan bahwa Direksi dilarang bertindak melampaui batas

wewenangnya yang telah ditentukan dalam anggaran dasar perseroan. 49

47
Chatamarrasjid Ais, Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-soal Aktual Hukum
Perusahaan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hal. 40.
48
Ibid., hal. 40.
49
Ibid., hal. 41-42.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
UUPT secara detail juga mengatur Direksi dalam melaksanakan tugas dan

wewenang serta tanggung jawabnya. Pasal 66 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan,

bahwa Direksi menyampaikan laporan tahuna kepada RUPS setelah ditelaah oleh

Dewan Komisaris dalam jangka waktu lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku

Perseroan berakhir. Laporan tahunan harus memuat sekurang-kurangnya:

a. laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun


buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya,
laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan
laporan perubahan ekuitas, sreta catatan atas laporan keuangan tersebut;
b. laporan mengenai kegiatan Perseroan;
c. laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
d. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan
usaha Perseroan;
e. laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan
Komisaris selama tahun buku yang baru lampau;
f. nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
g. gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan
tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru
lampau.

Laporan keuangan sebagaimana dimaksud di atas, disusun berdasarkan standar

akuntansi keuangan. Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan

bagi Perseroan yang wajib diaudit, harus disampaikan kepada Menteri sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 66 ayat (3) dan ayat (4) UU No.40

Tahun 2007).

Selanjutnya dalam Pasal 67 UU No.40 Tahun 2007 dinyatakan:

(1) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1)


ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan semua anggota Dewan
Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan dan disediakan
di kantor Perseroan sejak tanggal panggilan RUPS untuk dapat diperiksa oleh
pemegang saham.
(2) Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak
menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
bersangkutan harus menyebutkan alasannya secara tertulis, atau alasan
tersebut dinyatakan oleh Direksi dalam surat tersendiri yang dilekatkan dalam
laporan tahunan.
(3) Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak
menandatangani laporan tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak
memberi alasan secara tertulis, yang bersangkutan dianggap telah menyetujui
isi laporan tahunan.

Pasal 68 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan:

(1) Direksi wajib menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan


publik untuk diaudit apabila:
a. Kegiatan usaha Perseroan adalah menghimpun dan/atau mengelola dana
masyarakat;
b. Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat;
c. Perseroan merupakan Perseroan Terbuka;
d. Perseroan merupakan persero;
e. Perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan
jumlah nilai paling sedikit Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah); atau
f. Diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi,
laporan keuangan tidak disahkan oleh RUPS.
(3) Laporan atas hasil audit akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan secara tertulis kepada RUPS melalui Direksi.
(4) Neraca dan laporan laba rugi dari laporan keuangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c setelah mendapat pengesahan
RUPs diumumkan dalam 1 (satu) Surat Kabar.
(5) Pengumuman neraca dan laporan laba rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah mendapat pengesahan RUPS.
(6) Pengurangan besarnya jumlah nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 69 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan:

(1) Persetujuan laporan tahunan termasuk pengesaan laporan keuangan serta


laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS.
(2) Keputusan atas pengesahan laporan keuangan dan persetujuan laporan
tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan
ketentuan dalam Undang-undang ini dan/atau anggaran dasar
(3) Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau
menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung
renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
(4) Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dibebaskan dari tanggung
jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila terbukti bahwa keadaan
tersebut bukan karena kesalahannya.

Pasal 92 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan:

(1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan


sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang
ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar;
(3) Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih.
(4) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau
mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan
utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling
sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi.
(5) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian
tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan
berdasarkan keputusan RUPS.
(6) Dalam hal RUPS sebagaimana pada ayat (5) tidak menetapkan, pembagian
tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan
Direksi.

Selanjutnya undang-undang perseroan terbatas menegaskan, Direksi mewakili

Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam hal anggota Direksi

terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap

anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar. Kewenangan Direksi

untuk mewakili Perseroan adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali

ditentukan lain dalam undang-undang, anggaran dasar, atau keputusan RUPS.

Keputusan RUPS tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang dan

atau anggaran dasar Perseroan (Pasal 98 UU No.40 Tahun 2007).

Pasal 99 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan:

(1) Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan apabila:


a. terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi
yang bersangkutan; atau

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan
dengan Perseroan.
(2) Dalam hal terdapat keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang
berhak mewakili Perseroan adalah:
a. anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan
dengan Perseroan;
b. Dewan Komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan
kepentingan dengan Perseroan; atau
c. Pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi
atau Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan
Perseroan.

Pasal 100 UU No.40 Tahun 2007 menyebutkan:

(1) Direksi Wajib:


a. membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan
risalah rapat Direksi;
b. membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan
dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang tentang Dokumen Perusahaan; dan
c. memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dan dokumen Perseroan
lainnya.
(2) Seluruh daftar, risalah dokumen keuangan Perseroan, dan dokumen Perseroan
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di tempat kedudukan
Perseroan.
(3) Atas permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin kepada
pemegang saham untuk memeriksa daftar pemegang saham, daftar khusus,
risalah RUPS sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dan laporan tahunan, serta
mendapatkan salinan risalah RUPS dan salinan laporan tahunan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menutup kemungkinan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal menentukan lain.

Pasal 101 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan, bahwa Anggota Direksi wajib

melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya

pada perseroan terebut dan perseroan lain.

UUPT juga mengatur tentang kewajiban Direksi dalam hubungannya dengan

peralihan dan penjamin kekayaan perseroan, sebagaimana diatur dalam Pasal 102 UU

No. 40 Tahun 2007, yaitu:

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
(1) Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk:
a. Mengalihkan kekayaan Perseroan, atau
b. Menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;
yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih
Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama
lain maupun tidak.
(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah transaksi
pengalihan kekayaan bersih Perseroan yang terjadi dalam jangka waktu 1
(satu) tahun buku atau jangka waktu yang lebih lama sebagaimana diatur
dalam anggaran dasar Perseroan.
(3) Ketetnuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku terhadap
tindakan pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang dilakukan
oleh Direksi sebagai pelaksanaan kegiatan usaha Perseroan sesuai dengan
anggaran dasarnya.
(4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa persetujuan
RUPS, tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan
hukum tersebut beritikad baik.
(5) Ketentuan kourum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan
keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 mutatis mutandis
berlaku bagi keputusan RUPS untuk menyetujui tindakan Direksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Direksi dapat memberikan kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan

perseroan atau lebih atau orang lain untuk dan atas nama porseroan melakukan

perbuatan hukum tertentu (Pasal 103). Sedangkan Pasal 104 mengatur tanggung

jawab Direksi sehubungan dengan kepailitan akibat kesalahan atau kelalaian Direksi,

sebagai berikut:

(1) Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan


sendiri kepada Pengadilan Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS,
dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-
undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
(2) Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena
kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar
seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi
secara tanggung jawab renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban
yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.
(3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi
anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit
diucapkan.
(4) Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan:
a. Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian dan penuh
tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud
dan tujuan Perseroan;
c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku
juga bagi Direksi dari Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan
pihak ketiga.

Merupakan ketentuan umum bahwa sepanjang beritikad baik anggota

Direksi (Direktur) dari suatu Perseroan yang mengalami kerugian pada dasarnya tidak

dapat dimintai pertanggungjawabannya secara finansial. Hal ini berkenaan dengan

asas bahwa suatu Perseroan debitor adalah suatu subjek hukum yang terpisah dari

pada pengurusnya. Semua utang-utang Perseroan dilunasi dari hasil penjualan harta

kekayaan Perseroan itu sendiri, bukan dari harta kekayaan pengurusnya.

Seperti halnya terhadap harta kekayaan pemegang saham, harta kekayaan

pengurus tidak dapat dijangkau secara hukum oleh para Kreditor untuk dijadikan

sumber pelunasan utang-utang Perseroan tersebut. Namun prinsip tersebut bukan

tanpa pengecualian. Dalam hal-hal tertentu anggota Direksi (Direktur) dan Komisaris

suatu Perseroan dapat harus bertanggung jawab secara pribadi apabila karena

kesalahannya Perseroan mengalami kerugian.

Dalam teori Perseroan terbatas yang mutakhir mengenai kewajiban Pengurus

Perseroan, dianut pendapat bahwa Pengurus Perseroan memiliki 2 (dua) macam

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
kewajiban, yaitu kewajiban yang secara tegas ditentukan oleh undang-undang

(statutory duties) dan fiduciary duties. Di samping memiliki fiduciary duties, dalam

comman law seorang Direktur juga “owes a duty of care to the company not to act

negligently in managing is affairs”. 50 Beberapa kewajiban yang harus diperhatikan

oleh Direksi adalah : 51

1. Kewajiban untuk secara optimal memupuk keuntungan bagi Perseroan dan


tidak mengambil keuntungan pribadi dari transaksi yang dibuat oleh
perusahaan dengan pihak lain. Direksi tidak boleh membuat apa yang
dimaksud secret profits and benefits from office. Dalam kaitan ini harus
dihindari terjadinya conflict of interest.
2. Direksi harus menggunakan kewenangannya untuk tujuan yang seharusnya
(proper purpose), yaitu for the benefit of the company and not to further thier
own interest.
3. Direksi suatu Perseroan dalam melaksanakan fungsi-fungsinya termasuk pula
memperhatikan kepentingan pegawainya.
4. Direksi suatu Perseroan dalam melaksanakan fungsi-fungsinya juga harus
memperhatikan kepentingan para pemegang saham.
5. Direksi suatu Perseroan harus memperhatikan kepentingan para kreditor.

B. Pemegang Saham Minoritas Tidak Dapat Mempergunakan Mekanisme


RUPS Dalam Mempertahankan Hak-Haknya

Secara teoretis seluruh kekuasaan dan wewenang suatu perseroan terbatas di

di tangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Direksi yang menerima

pendelegasian wewenang dari RUPS. Kedua organ perseroan ini mengambil

keputusan berdasarkan suara terbanyak atau dengan prinsip mayoritas. Prinsip

demokratis berdasarkan mayoritas ini adalah siapa yang menguasai atau

mengendalikan lebih dari ½ (satu perdua) suara pemegang saham dalam Rapat

50
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, (Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 2002),
hal. 425
51
Ibid, hal. 428

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
RUPS, dengan demikian juga menentukan direksi, memiliki suatu kekuasaan yang

nyata dalam mengendalikan perseroan. Mungkin juga jumlah saham yang dimiliki

tidak sampai 50% (lima puluh persen), tetapi dapat mengendalikan RUPS, maka

berarti ia menentukan keputusan-keputusan yang akan diambil oleh perseroan. Hal ini

akan menimbulkan persoalan bagi pemegang saham minoritas, seandainya pemegang

saham mayoritas melakukan penyalahgunaan kekuasaan yang dimilikinya karena

mampu mengendalikan RUPS.

UUPT No. 1 Tahun 1995 sebagaimana telah direvisi dengan UUPT No. 40

Tahun 2007 melakukan beberapa terobosan, yang sebenarnya telah dilakukan oleh

berbagai undang-undang perseroan di negara-negara maju. Di antara terobosan

tersebut adalah konsep piercing the corporate veil dan Perlindungan terhadap

Pemegang Saham Minoritas. 52

Membahas kelemahan pemegang saham minoritas untuk mempertahankan

hak-haknya melalui mekanisme RUPS tersebut, maka terlebih dahulu ditinjau

mengenai pasal-pasal dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas yang telah

memberikan hak-hak kepada pemegang saham sebagai berikut:

Pasal 61 ayat (1) UUPT No.40 Tahun 2007 menyatakan setiap pemegang

saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila

dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar

sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Komisaris. Kemudian Pasal 62

menyatakan setiap pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar

52
Chatamarrasjid Ais, op. cit., hal. 24.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak

menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan,

berupa perubahan anggaran dasar; pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan

yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan;

atau penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perseroan.

Pasal 97 ayat (6) menyatakan atas nama Perseroan, pemegang saham yang

mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham

dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap

anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian

pada Perseroan.

Pasal 114 ayat (6) menyatakan atas nama perseroan, pemegang saham yang

mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham

dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan

atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri..

Dari pasal-pasal di atas terlihat bahwa pemegang saham minoritas

memperoleh perlindungan, baik kepentingan pribadi pemegang saham maupun

kepentingan pemegang saham sebagai bagian dari perseroan, terhadap

perbuatan/tindakan yang dilakukan oleh organ perseroan. Perlindungan ini

berdasarkan hak perseorangan (personal rights), dan kepentingannya sebagai bagian

dari perseroan (hak derivatif). 53

53
Lihat, Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, (St. Paul Minn: West
Publishing Co., 1990), hal. 309 menyatakan: An action a derivative action when the action is based
upon a primary right of the corporation’s failure, deliberate or otherwise, to act upon the primary
right.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Walaupun undang-undang telah memberikan perlindungan kepada pemegang

saham berdasarkan hak perseorangan dan hak derivatif, tidaklah mudah di dalam

praktek untuk meminta pertanggungjawaban dari organ perseroan, baik langsung

pada diri organ tersebut maupun perseroan. Kesukaran ini terutama disebabkan

semua data perseroan berada di tangan organ perusahaan dan biasanya mereka

enggan mengungkapkannya, baik karena prinsip kerahasiaan untuk kepentingan

perseroan maupun pribadi organ tersebut, maupun karena prinsip fiduciary duty, di

mana mereka harus bertindak sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Adalah

suatu kenyataan bahwa pemegang saham minoritas yang hanya memiliki sedikit

saham itu tidak mengendalikan manajemen perseroan dan juga tidak menentukan

Direksi perseroan. 54

Pemegang saham minoritas pada umumnya tidak dapat mempergunakan

mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam mempertahankan hak-

haknya. Hal ini terutama disebabkan sering kali pemegang saham mayoritas identik

dengan Direksi, baik secara fisik maupun kepentingannya. Jadi, tidaklah mudah bagi

pemegang saham minoritas untuk memenangkan tuntutannya melalui mekanisme

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 55

1. Hak Perseorangan (Personal Right)

Dalam hal keputusan perseroan merugikan pemegang saham, ada

kemungkinan hal itu merugikan perseroan secara keseluruhan, tetapi juga mungkin

merugikan pribadi pemegang saham tertentu yang dapat pula menggugat perseroan

54
Chatamarrasjid Ais., op. cit., hal. 26.
55
Ibid., hal. 26.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
untuk kepentingan pribadinya. Jadi, seorang pemegang saham dapat menuntut atas

nama dirinya sendiri dan atau beserta pemegang saham lain, kecuali pemegang saham

yang dituntut atau digugat.

Hak perseorangan adalah hak yang dimiliki oleh pemegang saham (minoritas)
untuk menuntut perseroan apabila pemegang saham tersebut dirugikan akibat
tindakan/perbuatan perseroan. Dengan demikian, pemegang saham minoritas
dapat bertindak atas namanya sendiri untuk membela kepentingannya bila ada
tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham tersebut. 56

Menurut C. Asser’s, hak perorangan merupakan hak yang lahir dari perikatan

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 57

1. Hak atas suatu hubungan, jadi secara langsung ditujukan kepada suatu barang.
2. Terdapat suatu hubungan antara seorang dengan orang lain.
3. Selaku seorang yang berpiutang berhadapan dengan seorang si berutang
4. Suatu barang memegang peranan, meskipun demikian barang tersebut tidak
merupakan objek langsung dari hak melainkan merupakan penunaian prestasi
dari orang terhadap siapa hak itu ditujukan.
5. Memberikan kekuasaan atas seseorang
6. Dari segi pasif, pada hak perseorangan adalah orang yang dikuasai, dibebani
dan terikat.

Hak perseorangan merupakan hak yang lahir dari perikatan. Dalam hubungan

dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas, hak ini timbul dari ketentuan Pasal 1

butir 1 dan Pasal 7 ayat (1) UUPT No.40 Tahun 2007.

Pasal 1 butir 1 menyatakan Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut

Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan

berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang

seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

56
Ibid.,hal. 27.
57
Bismar Nasution, Hukum Perusahaan, Diktat, Program Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2003), hal.33.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Kemudian Pasal 7 ayat (1)

menyatakan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris

yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

Ketentuan di atas menegaskan bahwa Perseroan Terbatas sebagai suatu badan

hukum dibentuk berdasarkan perjanjian dan karena itu memiliki lebih dari 1 (satu)

orang pemegang saham. Perjanjian adalah sumber dari hak dan kewajiban. Dengan

demikian, hubungan antara pemegang saham dan perseroan lebih didasarkan pada

hubungan perikatan yang bersumber pada hak dan kewajiban yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan dan yang diperjanjikan sebagaimana tertuang dalam

Anggaran Dasar perseroan.

Hak yang dilahirkan dari perikatan ialah hak untuk memperoleh suatu

penunaian prestasi dari seseorang. Sebaliknya, hak kebendaan memberikan

kekuasaan langsung atas suatu barang yang ditujukan kepada suatu barang. Pada hak

perseorangan terdapat suatu hubungan antara seseorang dan orang lain, pada hak

kebendaan mewujudkan suatu hubungan antara seseorang dengan barang. Ada

kemungkinan pada suatu hak perseorangan suatu barang berperanan. Meskipun

demikian, barang tersebut bukan merupakan objek langsung dari hak; melainkan,

merupakan penunaian prestasi dari orang terhadap siapa hak itu ditujukan. Bahwa

pemegang saham memiliki pula hak kebendaan, jelas terlihat dari ketentuan dalam

Pasal 54 ayat (1) UUPT No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah direvisi dengan Pasal 60

ayat (1) UUPT No.40 Tahun 2007 yang menyatakan saham merupakan benda

bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya. 58

58
Chatamarrasjid Ais.,op. cit., hal. 28.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Dalam memori penjelasan pasal di atas dijelaskan bahwa soal kepemilikan

atas saham sebagai benda yang bergerak memberikan suatu hak kebendaan kepada

pemegangnya hak kebendaan berarti “zakelijk recht” berbeda dari suatu persoonlijik

recht. Hak kebendaan ini berlaku terhadap semua orang, dan semua orang harus

menghormati adanya hak kepemilikan atau kebendaan atas saham ini. 59

Selanjutnya Pasal 92 ayat (1) dan Pasal 97 ayat (1) menyatakan Direksi

bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan

sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa

Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk

kepentingan dan usaha perseroan (fiduciary duty). Akan tetapi, dalam praktek

mungkin saja seorang anggota Direksi melakukan perbuatan/tindakan yang

merugikan perseroan dan atau pemegang saham. Bila yang dirugikan adalah

kelompok pemegang saham mayoritas, kelompok ini dengan mudah dapat meminta

pertanggungjawaban Direksi atau memberhentikannya melalui mekanisme RUPS

(bila pemegang saham mayoritas dapat memenuhi kuorum Rapat Umum Pemegang

Saham (RUPS)). Sebaliknya, tanpa dukungan pemegang saham mayoritas, maka

pemegang saham minoritas tidak dapat meminta pertanggungjawaban Direksi melalui

mekanisme RUPS tersebut.

Di antara tindakan Direksi yang dapat merugikan pemegang saham minoritas

adalah transaksi self dealing dan ajaran corporate opportunity. Transaksi self dealing

59
Sudargo Gautama, Komentar Atas Undang-Undang Perseroan Terbatas Dalam Hukum
Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 75.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
mengandung unsur conflict of interest, yaitu antara kepentingan pribadi Direksi dan

kepentingan perseroan. Transaksi antara pribadi Direksi dan perseroan, membuka

kemungkinan (bila tidak fair), akan merugikan perseroan, dan dengan sendirinya

merugikan pemegang saham. Ajaran corporate opportunity menyatakan bahwa

Direksi atau organ perusahaan lainnya, tidak diperbolehkan mengambil kesempatan

untuk memperoleh keuntungan untuk dirinya sendiri, jika kesempatan tersebut

sebenarnya dapat diberikan kepada perseroan. 60

Dalam hubungan antara induk perusahaan dan anak perusahaan ataupun

sesama anak perusahaan, pemegang saham minoritas perlu dilindungi dari tindakan-

tindakan pemegang saham mayoritas yang merugikan mereka, antara lain melalui

transfer keuntungan yang diperoleh oleh 1 (satu) anak perusahaan ke anak perusahaan

lainnya, umpamanya melalui: 61

1. Transaksi pembelian yang mahal atau penjualan yang murah antaranak


perusahaan.
2. Kegiatan yang menguntungkan pada 1 (satu) anak perusahaan dialihkan
kepada anak perusahaan yang lain.
3. Dana dari suatu anak perusahaan digunakan untuk mengatasi krisis keuangan
anak perusahaan yang lain yang mengalami kerugian karena kegiatan yang
secara ekonomis tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Dewan Komisaris atau Komisaris juga dapat melakukan tindakan yang

merugikan perseroan atau pemegang saham, yaitu bila dalam melakukan pengawasan

atas kepengurusan Direksi, walau mengetahui bahwa perbuatan Direksi akan

merugikan perseroan, tetap memberikan persetujuannya atau membiarkan perbuatan

itu tetap berlangsung. 62

60
Chatamarrasjid Ais., op. cit., hal. 29.
61
Ibid., hal. 29-30.
62
Lihat Pasal 98 UUPT No.1 Tahun 1995.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
2. Hak Derivatif (Derivative Right)

Dari pengertian pemegang saham minoritas menurut Black’s Law Dictionary

yang telah dikutip di atas, dapat disimpulkan bahwa pemegang saham minoritas tidak

dapat mengontrol perseroan dan tidak dapat memilih Direksi. Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS) dalam mengendalikan perseroan bertolak dari prinsip

mayoritas, sedangkan Direksi yang berhak mewakili perseroan, baik di dalam

maupun di luar pengadilan dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),

yang dikuasai oleh pemegang saham mayoritas. Dengan demikian, pemegang saham

minoritas memperoleh kendala untuk mewakili kepentingan perseroan, pertama

prinsip mayoritas dan kedua oleh konsep locus standi atau hak untuk mewakili

perseroan di muka badan peradilan. 63 Hal ini terlihat jelas dari pasal-pasal Undang-

Undang Perseroan Terbatas di bawah ini.

Pasal 86 ayat (1) UUPT No. 40 Tahun 2007 menyatakan RUPS dapat

dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari ½ (satu perdua) bagian dari jumlah

seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-Undang dan

atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar. Kemudian Pasal

97 ayat (1) dan Pasal 98 ayat (1) menyatakan Direksi bertanggung jawab penuh atas

pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili

perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Untuk mengatasi kendala di atas, diciptakanlah apa yang disebut sebagai hak

derivatif, yaitu hak yang dibebankan atau dimiliki oleh pemegang saham minoritas

agar dapat melakukan tindakan tertentu dalam menjaga atau mewakili perseroan

63
Chatamarrasjid Ais. op. cit., hal. 30-31.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
terhadap tindakan organ lainnya dalam perseroan bila kepentingan perseroan

dirugikan. Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas hak ini diberikan kepada

pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari

jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah. 64

Hak derivatif ini dalam UUPT No.40 Tahun 2007 diwujudkan antara lain

dalam pasal-pasal berikut ini.

Pasal 79 ayat (2) huruf a: 65

(2) Penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat


dilakukan atas permintaan:
a. 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili
1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil;

Pasal 80:

(1) Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan
RUPS dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (5)
dan ayat (7), pemegang saham yang meminta penyelengaraan RUPS dapat
mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan
pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS
tersebut.
(2) Ketua pengadilan negeri setelah memanggil dan mendengar pemohon, Direksi
dan/atau Dewan Komisaris, menetapkan pemberian izin untuk
menyelenggarakan RUPS apabila pemohon secara sumir telah membuktikan
bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang
wajar untuk diselenggarakan RUPS.

64
Ibid., hal. 31.
65
Lihat juga, Pasal 79 ayat (1) Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) dan RUPS lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (4)
dengan didahului pemanggilan RUPS.
Pasal 78 ayat (2) RUPS tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan
setelah tahun buku berakhir.
Pasal 78 ayat (4) RUPS lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk
kepentingan Perseroan.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
(3) Penetapan ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memuat juga ketentuan mengenai:
a. bentuk RUPS, mata acara RUPS sesuai dengan permohonan pemegang
saham, jangka waktu pemanggilan RUPS, kuorum kehadiran, dan/atau
ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS, serta
penunjukan ketua rapat, sesuai dengan atau tanpa terikat pada ketentuan
Undang-Undang ini atau anggaran dasar; dan/atau
b. perintah yang mewajibkan Direksi dan/atau Dewan Komisaris untuk hadir
dalam RUPS.
(4) Ketua pengadilan negeri menolak permohonan dalam hal pemohon tidak
dapat membuktikan secara sumir bahwa persyaratan telah dipenuhi dan
pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk diselenggarakan RUPS.
(5) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh membicarakan mata
acara rapat sebagaimana ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.
(6) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai pemberian izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(7) Dalam hal penetapan ketua pengadilan negeri menolak permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), upaya hukum yang dapat diajukan
hanya kasasi.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi Perseroan
Terbuka dengan memperhatikan persyaratan pengumuman akan diadakannya
RUPS dan persyaratan lainnya untuk penyelenggaraan RUPS sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Ketentuan di dalam ayat (2) dan ayat (3) di atas dimaksudkan agar

pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak tertunda. Dari pasal-pasal

ini terlihat bahwa Ketua Pengadilan Negeri diberi kewenangan untuk menetapkan

bentuk, mata acara, jangka waktu pemanggilan, kuorum kehadiran, persyaratan

pengambilan keputusan RUPS, penunjukan ketua rapat serta perintah yang

mewajibkan Direksi dan/atau Dewan Komisaris untuk hadir dalam RUPS tersebut.

Penetapan ketua pengadilan negeri pemberian izin tersebut bersifat final dan

mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pasal 97 ayat (6):

(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10
(satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat
mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi
yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada
Perseroan.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Berdasarkan Pasal 97 ayat (6) di atas, dalam hal Direksi melakukan tindakan

yang merugikan perseroan, maka pemegang saham yang memenuhi persyaratan

dalam ayat ini dapat mewakili perseroan untuk melakukan tuntutan atau gugatan

terhadap Direksi melalui pengadilan. Hal yang sama juga dapat dilakukan terhadap

komisaris, sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (6) bahwa atas nama Perseroan,

pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari

jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris

yang karena kesalahan atau atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan

ke pengadilan negeri.

Pasal-pasal tersebut di atas, secara jelas memperlihatkan adanya hak derivatif

pada pemegang saham minoritas untuk mewakili kepentingan perseroan dalam

mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Seperti diuraikan dalam bagian Hak

Perseorangan di atas, maka perbuatan seperti self dealing dan dalam kaitan dengan

ajaran corporate opportunity, yang keduanya mengandung conflict of interest, bukan

saja dapat merugikan pemegang saham secara pribadi, melainkan juga dapat

merugikan perseroan secara keseluruhan. Akan tetapi, bila merugikan pemegang

saham mayoritas, mereka dapat mempergunakan mekanisme Rapat Umum Pemegang

Saham (RUPS), yang tidak dapat dilakukan oleh pemegang saham minoritas, karena

itu pemegang saham minoritas dapat menggunakan hak derivatif. Perlu ditegaskan

bahwa apabila gugatan/tuntutan berdasarkan hak derivatif ini dimenangkan oleh

pemegang saham minoritas, ganti rugi yang diperoleh dari Direksi dan atau

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Komisaris secara pribadi, diberikan kepada perseroan dan bukan kepada pemegang

saham minoritas tersebut. 66

Selanjutnya pemegang saham minoritas dapat mempergunakan hak derivatif

yang dimilikinya, untuk memohon kepada Pengadilan Negeri agar dilakukan

pemeriksaan terhadap perseroan (Pasal 138). Juga, dapat mengajukan permohonan

kepada Pengadilan Negeri agar perseroan dibubarkan berdasarkan (Pasal 142). Hal

ini terutama bila perseroan tidak mencerminkan mekanisme sebagai badan hukum

atau perseroan tidak lagi sesuai dengan maksud dan tujuannya.

Pelaksanaan hak perseorangan dan hak derivatif ini tidaklah mudah karena

untuk mendapatkan jumlah minimum 1/10 (satu persepuluh) dari jumlah seluruh

saham sangat sulit. Pada umumnya Perseroan Terbatas Terbuka di Indonesia, hanya

menjual sahamnya untuk diperdagangkan sekitar 20% (dua puluh persen) saja. Jadi,

jumlah 10% (sepuluh persen) cukup sukar untuk dicapai. 67

Dari sisi lain, ketentuan memiliki minimum jumlah saham 1/10 (sepuluh

persen) ini dapat dipergunakan untuk menghambat jalannya perseroan. Atau lebih

ekstrem apakah hak perseorangan dan hak derivatif ini dapat menimbulkan tirani

minoritas. Kiranya dalam hal ini Pengadilan Negeri harus menetapkan apakah

pemegang saham minoritas dapat membuktikan bahwa tindakan Direksi dan atau

Komisaris sungguh-sungguh merugikan perseroan. 68

66
Chatamarrasjid Ais. op. cit., hal. 34.
67
Ibid., hal. 34
68
Ibid., hal. 35

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Pertanyaan lain yang menarik adalah mengapa pemegang saham mayoritas,

dalam mempergunakan hak suaranya, tidak memperhatikan kepentingan perseroan

secara keseluruhan. Hal ini mungkin disebabkan ada keterkaitan antara Direksi dan

atau Komisaris dengan pemegang saham mayoritas, di mana sering kali Direksi

sekaliagus juga adalah pemegang saham mayoritas. Hal yang sama juga terlihat

dalam hubungan antara induk perusahaan dan anak-anak perusahaan. Di mana

transaksi antara induk dan anak perusahaan atau antara anak perusahaan dan anak

perusahaan, mengabaikan kepentingan pemegang saham minoritas. 69

Proses beracara di pengadilan adalah tidak mudah, sering kali berlangsung

lama dan memerlukan biaya yang cukup banyak. Hal ini menimbulkan persoalan bila

pemegang saham minoritas tidak memiliki cukup dana untuk berperkara. Di sini

pengadilan perlu mempertimbangkan, seandainya gugatan tersebut bertolak dari

itikad baik dan cukup beralasan, agar seluruh biaya ditanggung oleh perseroan,

walaupun pemegang saham minoritas itu tidak berhasil dalam gugatannya. 70

Dengan demikian dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat diperoleh

pemahaman, baik undang-undang maupun yurisprudensi memberikan perlindungan

kepada pemegang saham minoritas, yang memungkinkan menuntut direksi atau

perseroan berdasarkan hak perseorangan dan atau hak derivatif. Namun demikian

secara teoretis seluruh kekuasaan dan wewenang suatu perseroan terbatas di tangan

69
Ibid., hal. 35
70
Ibid., hal. 35

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Direksi yang menerima pendelegasian

wewenang dari RUPS. Kedua organ perseroan ini mengambil keputusan berdasarkan

suara terbanyak atau dengan prinsip mayoritas. Prinsip mayoritas ini adalah pihak

yang menguasai atau mengendalikan lebih dari ½ (satu perdua) suara pemegang

saham dalam RUPS, demikian juga menentukan direksi, memiliki suatu kekuasaan

yang nyata dalam mengendalikan perseroan. Mungkin juga jumlah saham yang

dimiliki tidak sampai 50% (lima puluh persen), tetapi dapat mengendalikan RUPS,

maka berarti menentukan keputusan-keputusan yang akan diambil oleh perseroan.

Hal ini akan menimbulkan persoalan bagi pemegang saham minoritas, seandainya

pemegang saham mayoritas melakukan penyalahgunaan kekuasaan yang dimilikinya

karena mampu mengendalikan RUPS. Sehingga dalam pelaksanaan RUPS perseroan

terbatas telah menimbulkan pengambilan keputusan serta pengendalian perseroan

dilakukan menurut kehendak pemegang saham mayoritas. Pemegang saham

minoritas pada umumnya tidak dapat mempergunakan mekanisme Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS) dalam mempertahankan hak-haknya, terutama disebabkan

sering kali pemegang saham mayoritas identik dengan direksi, baik secara fisik

maupun kepentingannya. Jadi, tidaklah mudah bagi pemegang saham minoritas untuk

memenangkan tuntutannya melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS).

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
C. Potensi Konflik Yang Timbul Dalam Pembuatan Berita Acara RUPS
Perseroan Terbatas

Sebagaimana telah dijelaskan dalam Pasal 79 ayat 1 UU No.1 Tahun 1995

tentang Perseroan Terbatas sebagamana telah diubah dengan Pasal 92 ayat (1) UU

No.40 Tahun 2007 UUPT pengurusan perseroan dipercayakan kepada Direksi.

Kemudian Pasal 93 UUPT No.40 Tahun 2007 menetapkan bahwa peraturan tentang

pembagian tugas dan wewenang setiap anggota direksi serta besar dan jenis

penghasilan direksi ditetapkan oleh RUPS. Dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan

bahwa kewenangan RUPS dilakukan oleh komisaris atas nama RUPS.

Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS adalah organ perseroan yang

memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang

yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Komisaris. RUPS mempunyai segala

wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang

ditentukan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan atau Anggaran Dasar. RUPS

berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan

dari direksi dan komisaris. RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya yang

sewaktu-waktu diperlukan yang disebut Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham

(RULBPS). RUPS tahunan, diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam)

bulan setelah tahun buku, dan atau dapat diadakan sewaktu-waktu berdasarkan

kebutuhan.

RUPS merupakan organ perseroan yang kedudukannya adalah sebagai organ

yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan sebagaimana ditentukan dalam

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Pasal 1 butir 4 UUPT No. 40 Tahun 2007 yang menyatakan Rapat umum pemegang

saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang memegang

kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak

diserahkan kepada direksi atau komisaris. Dalam setiap penyelenggaraan RUPS harus

dibuatkan Berita Acara RUPS yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta

(Pasal 77 ayat (4)).

Kemudian dalam prakteknya Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham

dituangkan dalam suatu akta otentik yang dibuat di hadapan Notaris, mengingat

Notaris adalah pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat akta

otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diperintahkan oleh

peraturan umum atau diminta oleh para pihak yang membuat akta.

Namun, dalam pembuatan Berita Acara RUPS tidak jarang berita acara rapat

tersebut tidak segera dapat dilaksanakan, karena terjadi konflik kepentingan di antara

organ perseroan tersebut. Benturan kepentingan merupakan perbedaan antara

kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi organ

perseroan.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap lima orang responden,

bahwa dua responden menyatakan tidak pernah menemukan konflik dalam

pembuatan pernyataan keputusan rapat, sedangkan tiga responden menyatakan

menemukan konflik dalam pembuatan berita acara rapat itu. Adapun konflik yang

ditemui tersebut sebagaimana dijelaskan berikut ini.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Tidak dipenuhi kourum, sehingga setiap berita acara rapat umum pemegang

saham perseroan, maka terlebih dahulu diteliti anggaran dasar dan perubahan terakhir

anggaran dasar untuk mengetahui: orang-orang yang mempunyai wewenang untuk

menghadiri rapat umum pemegang saham sehingga memenuhi persyaratan korum,

melihat cacat/tidak berita acara rapat tersebut, sehingga jika terdapat kesalahan dalam

notulen rapat, maka dapat menolak untuk Berita Acara RUPS tersebut. 71

Anggaran dasar suatu perseroan merupakan hukum positif bagi perseroan, dan

apabila dilanggar akan mengakibatkan transaksi yang dibuat menjadi batal. Dalam

hal pengaturan mengenai perseroan terbatas dalam perundang-undangan masih belum

sempurna maka hal-hal lain yang belum cukup diatur dalam peraturan perundang-

undangan, dibenarkan kepada perseroan untuk mengatur sendiri anggaran dasarnya

hal-hal yang masih dianggap perlu, namun tidak hal-hal yang diatur tersebut tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain

bahwa hal-hal yang diatur dalam anggaran dasar perseroan terdapat suatu keleluasaan

bagi perseroan untuk menetapkan hal-hal yang dianggap perlu dan yang belum diatur

dalam peraturan yang ada. Oleh karena itu, dalam menyusun akta pendirian atau

anggaran dasar perseroan, harus benar-benar dipersiapkan dengan sebaik-baiknya

sehingga hal-hal yang dianggap mendasar dapat dituangkan secara jelas dan lengkap

dalam anggaran dasar perseroan.

71
Hasil wawancara dengan Bapak Maulidin Shati, S.H., selaku Notaris di kota Medan,
tanggal 4 Desember 2007.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Dalam prakteknya apabila hendak mendirikan sebuah perseroan para pendiri

cukup menguraikan keinginannya kepada notaris, dan selanjutnya notarislah yang

akan merumuskan atau memfokuskan semua keinginannya dan kemudian dituangkan

dalam akta. Sehubungan dengan hal ini, biasanya notaris telah menyiapkan suatu

konsep yang sebahagian sudah baku dan kemudian ditambah serta diubah sesuai

dengan kebutuhan yang dihadapi, baik mengenai hal-hal khusus yang merupakan

kehendak para pendiri yang juga ingin dimasukkan di dalam anggaran dasar

perseroan. Hal-hal yang dikehendaki oleh para pendiri yang masih dimungkinkan

atau sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku kemudian

dirumuskan oleh notaris suatu naskah yang secara hukum adalah benar dan salah.

Sehingga dalam setiap RUPS keberadaan anggaran dasar menjadi sangat penting.

Kemudian mengingat ketentuan Pasal 86 UUPT No.40 Tahun 2007 RUPS

dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari ½ (satu perdua) bagian dari jumlah

seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali undang-undang dan/atau

anggaran dasar menentukan jumlah kourum yang lebih besar. Dengan kata lain

penyimpangan atas ketentuan ini hanya dimungkinkan dalam hal yang ditentukan

undang-undang, maka anggaran dasar tidak boleh menentukan kuorum yang lebih

kecil daripada yang ditentukan oleh undang-undang.

Dalam hal kuorum RUPS pertama tidak tercapai, rapat harus tetapi dibuka dan

kemudian ditutup dengan membuat notulen rapat yang menerangkan bahwa RUPS

pertama tidak dapat dilanjutkan karena kuorum tidak tercapai dan selanjutnya dapat

diadakan pemanggilan RUPS yang kedua.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Selanjutnya konflik yang terjadi dalam pembuatan Berita Acara RUPS yang

dihadapkan kepada notaris yang keabsahan notulen rapat di bawah tangan yang

sering direkayasa, yang terlihat dari daftar hadir yang tidak sesuai. 72

Memang untuk Berita Acara Rapat tidak menjadi soal, apakah orang-orang

yang hadir itu menolak untuk menanda tangani akta itu. Apabila pada pembuatan akta

tersebut pada pemegang saham telah meningggalkan rapat sebelum akta itu ditanda

tangani, maka cukup Notaris menerangkan di dalam akta, bahwa para yang hadir

telah meninggalkan rapat sebelum menanda tangani akta itu dan dalam hal ini tetap

merupakan akta otentik.

Pembedaan yang dimaksud di atas penting, dalam kaitannya dengan

pemberian pembuktian sebaliknya terhadap isi akta itu. Terhadap kebenaran isi dari

akta berita acara rapat tidak dapat digugat, kecuali dengan menuduh bahwa akta itu

adalah palsu. Pada akta partij dapat digugat isinya, tanpa menuduh akan

kepalsuannya, dengan jalan menyatakan bahwa keterangan dari para pihak yang

bersangkutan ada diuraikan menurut sesungguhnya dalam akta itu, akan tetapi

keterangan itu adalah tidak benar. Artinya terhadap keterangan yang diberikan itu

diperkenankan pembuktian sebaliknya.

Hasil wawancara dengan responden dinyatakan bahwa yang wajib menghadap

dan menandatangani minuta akta Berita Acara Rapat di hadapan Notaris adalah

72
Hasil wawancara dengan Bapak Marwansyah Nasution, S.H., M.Kn., selaku Notaris di
Kota Medan, tanggal 26 Nopember 2007.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
penerima kuasa/yang ditunjuk secara tegas di dalam notulen rapat yang disampaikan

kepada Notaris untuk membuat akta Berita Acara Rapat. Jadi salah satu hasil

keputusan rapat yang tertuang dalam notulen rapat internal/di bawah tangan tersebut

adalah penunjukan/pemberian kuasa kepada salah seorang peserta rapat untuk

menghadap Notaris membuat akta berita acara rapat dan sekaligus memohon

pengesahan atau melaporkan hasil rapat kepada Departemen Hukum dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia sesuai Undang-Undang Perseroan Terbatas. 73

Dengan demikian, dalam suatu rapat umum pemegang saham perseroan dapat

terjadi konflik, sehingga Notaris yang diberi kewenangan dalam mengesahkan akta

Berita Acara Rapat tersebut mendapat kendala, dalam bentuk kourum yang tidak

memenuhi jumlah suara yang ditentukan, notulen rapat yang yang diperhadapkan

tidak sesuai dengan anggaran dasar, serta keabsahan notulen rapat di bawah tangan

yang sering direkayasa, daftar hadir yang tidak sesuai. Maka pembuatan akta Berita

Acara RUPS tidak langsung dapat disahkan oleh Notaris, sehingga harus menunda

selama 14 belas hari (2 minggu) ke depan. Walaupun tetap membuat berita acara

rapat yang isinya adalah sama dengan apa yang dihadapinya saat itu yaitu kegagalan

rapat mengambil keputusan sesuai acara rapat perseroan terbatas tersebut.

73
Hasil wawancara dengan Teti Adriani, S.H., selaku Notaris di Kota Medan, tanggal 2
Desember 2007.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
BAB III

UPAYA NOTARIS MENGATASI KONFLIK DALAM PEMBUATAN


BERITA ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

A. Profesi Hukum

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pengertian profesi adalah

bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan

sebagainya) tertentu. 74

Sejalan dengan pengertian profesi di atas, Habeyb menyatakan bahwa profesi

adalah pekerjaan dengan keahlian khusus sebagai mana pencarian. 75 Sementara itu

menurut Komaruddin, profesi ialah suatu jenis pekerjaan yang karena sifatnya

menuntut pengetahuan yang tinggi, khusus dan latihan yang istimewa. 76

Menurut Liliana Tedjosaputro, agar suatu lapangan kerja dapat dikategorikan

sebagai profesi, diperlukan: 77

1. pengetahuan;
2. penerapan keahlian (competence of application);
3. tanggung jawab sosial (social responsibility);
4. self control;
5. pengakuan oleh masyarakat (social sanction);

Selain pendapat Liliana Tedjosaputro di atas, menurut Brandels yang dikutip

oleh A. Pattern Jr., untuk dapat disebut sebagai profesi, pekerjaan itu sendiri harus

mencerminkan adanya dukungan yang berupa: 78

74
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1991), hal. 789.
75
Habeyb, Kamus Populer, dalam Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris dalam
Penegakan Hukum Pidana, (Yogyakarta: Bigraf Publishing, 1995), hal. 32.
76
Komarudin, Ensiklopedia Manajemen, dalam Liliana Tedjosaputro, Ibid.,hal. 32.
77
Ibid., hal. 32.
78
Brandels, dalam Liliana Tedjosaputro, Ibid., hal. 33.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
1. ciri-ciri pengetahuan (intellectual characters);
2. diabdikan untuk kepentingan orang lain;
3. keberhasilan tersebut bukan didasarkan pada keuntungan finansial;
4. keberhasilan tersebut antara lain menentukan berbagai ketentuan yang
merupakan kode etik, serta pula bertanggung jawab dalam memajukan dan
penyebaran profesi yang bersangkutan;
5. ditentukan adanya standar kualifikasi profesi.

Sejalan dengan pandangan Brandels di atas, Daryl Koehn 79 mengatakan

bahwa meskipun kriteria untuk menentukan siapa yang memenuhi syarat sebagai

profesional amat beragam, ada lima ciri yang kerap disebut kaun profesional sebagai

berikut:

1) mendapat izin dari negara untuk melakukan suatu tindakan tertentu;


2) menjadi anggota organisasi/pelaku-pelaku yang sama-sama, mempunyai hak
suara yang menyebarluaskan standar dan/atau cita-cita perilaku yang saling
mendisiplinkan karena melanggar standar itu;
3) memiliki pengetahuan atau kecakapan “esoterik” (yang hanya diketahui dan
dipahami oleh orang-orang tertentu saja) yang tidak dimiliki oleh anggota-
anggota masyarakat lain;
4) memiliki otonomi dalam melaksanakan pekerjaan mereka, dan pekerjaan itu
tidak amat dimengerti oleh masyarakat yang lebih luas;
5) secara publik di muka umum mengucapkan janji untuk memberi bantuan
kepada mereka yang membutuhkan dan akibatnya mempunyai tanggung
jawab dan tugas khusus; yang tidak mengucapkan janji ini tidak terikat pada
tanggung jawab dan tugas khusus tersebut.

Berkaitan dengan pendapat di atas, dalam Piagam Baturaden yang dihasilkan

oleh pertemuan para advokat tanggal 27 Juni 1971, telah dirumuskan tentang unsur-

unsur untuk dapat disebut profession, yaitu: 80

a. harus ada ilmu (hukum) yang diolah di dalamnya;


b. harus ada kebebasan, tidak boleh ada dicust verhouding (hubungan dinas)
hierarkis;

79
Daryl Koehn, The Ground of Professional Ethics, terjemahan oleh Agus M. Hardjana,
Landasan Etika Profesi, (Jakarta: Kanisius, cetakan ke-5, 2004), hal. 74-75.
80
Ibid., hal. 34.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
c. mengabdi kepada kepentingan umum, mencari nafkah tidak boleh menjadi
tujuan;
d. ada clienten-verhouding, yaitu hubungan kepercayaan di antara advokat dan
clien;
e. ada kewajiban merahasiakan informasi dari clien dan perlindungan dengan
hak merahasiakan itu oleh undang-undang;
f. ada immuniteit terhadap penuntutan tentang hak yang dilakukan di dalam
tugas pembelaan;
g. ada kode etik dan peradilan kode etik (tuchtechtspraak);
h. ada honorarium yang tidak perlu seimbang dengan hasil pekerjaan atau
banyaknya usaha atau pekerjaan yang dicurahkan (orang tidak mampu harus
ditolong tanpa biaya dan dengan usaha yang sama).

Di samping hasil pertemuan di Baturaden di atas, Peradin dalam seminar

Pembinaan Profesi Hukum Tahun 1977 memberikan batasan tentang istilah profesi,

yaitu: 81

1. dasar ilmiah berupa keterampilan untuk merumuskan sesuatu berdasarkan


teori akademi dan memerlukan sesuatu dasar pendidikan yang baik dan
diakhiri dengan suatu sistem ujian;
2. praktik sesuatu. Adanya suatu bentuk perusahaan, yang berdiri, sehingga
memungkinkan dipupuknya hubungan pribadi dalam memecahkan kebutuhan
para klien yang bersifat pribadi pula (person by person basis) diiringi dengan
sistem pembayaran honorarium;
3. fungsi penasihat. Fungsi sebagai penasihat sering-sering diiringi dengan
fungsi pelaksana dan penasihat yang telah diberikan;
4. jiwa mengabdi. Adanya pandangan hidup yang bersifat objektif dalam
menghadapi persoalan, tidak mementingkan diri sendiri tidak mengutamakan
motif-motif yang bersifat materiil;
5. adanya suatu kode yang mengendalikan sikap daripada anggota.

Selain simpulan kriteria profesi hukum di atas, Budi Susanto mengatakan

bahwa ciri-ciri profesi ada 10, yaitu: 82

a. suatu bidang yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus-menerus dan
berkembang dan diperluas;

81
Ibid., hal. 34-35.
82
Budi Susanto, dalam C.S.T. Kansil, dkk., Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, (Jakarta:
Pradnya Paramita, 1995), hal. 4.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
b. suatu teknis intelektual;
c. penerapan praktis dari teknis intelektual pada urusan praktis;
d. suatu periode jenjang untuk pelatihan dan sertifikasi;
e. beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan;
f. kemampuan memberi kepemimpinan pada profesi sendiri;
g. asosiasi dari anggota-anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang
akrab dengan kualitas komunikasi yang tinggi antara anggota;
h. pengakuan sebagai profesi;
i. perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari
pekerjaan profesi;
j. hubungan erat dengan profesi lain.

Sementara itu, Frans Magnis Suseno sebagaimana dikutip oleh Liliana

Tedjosaputro mengatakan bahwa profesi itu harus dibedakan dalam dua jenis yaitu

profesi pada umumnya dan profesi luhur. Dalam profesi pada umumnya, paling tidak

terdapat dua prinsip yang wajib ditegakkan, yaitu : 83 (1) prinsip agar menjalankan

profesinya secara bertanggung jawab, dan (2) hormat terhadap hak-hak orang lain.

Sementara itu, Magnis Suseno mengatakan bahwa dalam profesi yang luhur (officium

noble), motivasi utamanya bukan untuk memperoleh nafkah dari pekerjaan yang

dilakukannya, di samping itu juga terdapat dua prinsip yang penting, yaitu

(1) mendahulukan kepentingan orang yang dibantu, dan (2) mengabdi pada tuntutan

luhur profesi. Untuk melaksanakan profesi yang luhur secara baik, dituntut moralitas

yang tinggi dari pelakunya. Tiga ciri moralitas yang tinggi adalah (1) berani berbuat

dengan tekad untuk bertindak sesuai dengan tuntutan profesi; (2) sadar akan

kewajibannya; (3) memiliki idealisme yang tinggi. 84

Selanjutnya, profesi hukum merupakan salah satu dari sekian profesi lain,

misalnya profesi dokter, profesi akuntan, profesi teknik, dan lain-lain. Profesi hukum

83
Liliana Tedjosaputro, op. cit., hal. 35.
84
Ibid., hal. 36..

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
mempunyai ciri tersendiri, karena profesi ini sangat bersentuhan langsung dengan

kepentingan manusia/orang yang lazim disebut “klien”. Profesi hukum dewasa ini

memiliki daya tarik tersendiri, akibat terjadinya suatu paradigma baru dalam dunia

hukum, yang mengarah kepada peningkatan penegakan hukum. Apalagi dewasa ini

isu pelanggaran hak asasi manusia semakin marak diperbincangkan dan telah menjadi

wacana publik yang sangat menarik.

Profesi hukum mempunyai keterkaitan dengan bidang-bidang hukum yang

terapat dalam negara kesatuan Republik Indonesia, misalnya Kehakiman, Kejaksaan,

Kepolisian, Mahkamah Agung, serta Mahkamah Konstitusi. 85

1. Nilai Moral Profesi Hukum

Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai

moral dan pengembangannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang

mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Setiap profesional dituntut supaya

memiliki nilai moral yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria

nilai moral yang kuat mendasari kepribadian profesional hukum. Kelima kriteria

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 86

a) Kejujuran. Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional


hukum mengingkari misi profesinya, sehingga dia menjadi munafik, licik,
penuh tipu diri. Dua sikap yang terdapat dalam kejujuran, yaitu (1) sikap
terbuka. Ini berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan melayani secara
bayaran atau secara cuma-cuma; (2) sikap wajar. Ini berkenaan dengan
perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar,
tidak menindas, dan tidak memeras.

85
Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2006), hal. 19.
86
Ibid., hal. 20-21.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
b) Autentik. Autentik artinya menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan
keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Autentik pribadi profesional
hukum antara lain: (1) tidak menyalahkan wewenang; (2) tidak melakukan
perbuatan yang merendahkan martabat (perbuatan tercela); (3) mendahulukan
kepentingan klien; (4) berani berinisiatif dan berbuat sendiri dengan
bijaksana, tidak semata-mata menunggu perintah atasan; (5) tidak mengisolasi
diri dari pergaulan.
c) Bertanggung Jawab. Dalam menjalankan tugasnya, profesional hukum wajib
bertanggung jawab, artinya (1) kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin
tugas apa saja yang termasuk lingkup profesionya; (2) bertindak secara
proporsional tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma
(prodeo).
d) Kemandirian Moral. Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau
tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya melainkan
membentuk penilaian sendiri. Mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli
oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruh oleh pertimbangan untung rugi
(pamrih), menyesuaikan diri dengan nilai kesusilaan agama.
e) Keberanian Moral. Keberanian modal adalah kesetiaan terhadap suatu hati
nurani yang menyatakan kesediaan untuk menanggung risiko konflik.
Kesetiaan tersebut antara lain: (1) menolak segala bentuk korupsi, kolusi,
suap, pungli; (2) menolak tawaran damai di tempat atas tilang karena
pelanggaran lalu lintas jalan raya; (3) menolak segala bentuk cara
penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah.

Bertitik tolak dari pemikiran Magnis Suseno mengenai kriteria moral profesi

hukum di atas, terdapat suatu gambaran bahwa seorang yang ingin menekuni profesi

hukum secara baik, sangat perlu merenungkan kriteria di atas. Sebab suatu kenyataan

yang tidak dapat dibantah bahwa redupnya penegakan hukum di Indonesia

diakibatkan oleh adanya segelintir orang yang berprofesi hukum menyalahgunakan

tujuan profesi hukum yang sangat mulia itu. 87

87
Ibid., hal. 20.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
2. Etika Profesi Hukum

Kehidupan manusia dalam melakukan interaksi sosialnya selalu akan

berpatokan pada norma atau tatanan hukum yang berada dalam masyarakat tersebut.

Manakala manusia melakukan interaksinya, tidak berjalan dalam kerangka norma

atau tatanan yang ada, maka akan terjadi bias dalam proses interaksi itu. Sebab tidak

bisa dipungkiri bahwa manusia memiliki kecendrungan untuk menyimpang dari

norma atau tatanan yang ada, karena terpengaruh oleh adanya hawa nafsu yang tidak

terkendali. Hal yang sama juga akan berlaku bagi yang namanya profesi, khususnya

profesi hukum. Berjalan tidaknya penegakan hukum dalam suatu masyarakat

tergantung pada baik buruknya profesional hukum yang menjalani profesinya

tersebut.

Untuk menghindari jangan sampai terjadi penyimpangan terhadap

menjalankan profesi, khususnya profesi hukum, dibentuklah suatu norma yang wajib

dipatuhi oleh orang yang tergantung dalam sebuah profesi yang lazim disebut “Etika

Profesi”. Dengan harapan bahwa para profesional tersebut tunduk dan patuh terhadap

kode etik profesinya. Menurut Notohamidjojo, dalam melaksanakan kewajibannya,

profesional hukum perlu memiliki: 88

a) sikap manusiawi, artinya tidak menanggapi hukum secara formal belaka,


melakukan kebenaran yang sesuai dengan hati nurani;
b) sikap adil, artinya mencari kelayakan yang sesuai dengan perasaan mayarakat;
c) sikap patut, artinya mencari pertimbangan untuk menentukan keadilan dalam
suatu perkara konkret;
d) sikap jujur, artinya menyatakan sesuatu itu benar menurut apa adanya, dan
menjauhi yang tidak benar dan tidak patut.

88
Notohamidjojo, dalam Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, (BAndung: Citra
Aditya Bakti, 1991), hal. 66.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
B. Kode Etik Profesi Notaris

Menurut Abdul Kadir Muhammad, kode etik profesi merupakan produk etika

terapan karena dihasilkan berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesi.

Kode etik profesi dapat berubah dan diubah seiring dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi sehingga anggota kelompok profesi tidak akan

ketinggalan zaman. 89

Sejalan dengan pemikiran Abdul Kadir Muhammad di atas, Bartens

menyatakan bahwa etika profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh

kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya

bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamn mutu moral profesi itu di mata

masyarakat. Oleh karena itu, kelompok profesi harus menyelesaikan berdasarkan

kekuasaannya sendiri. 90

Kode etik profesi merupakan hasil pengaturan diri profesi yang bersangkutan,

dan ini perwujudan nilai moral yang hakiki, yang tidak dipaksakan dari luar. Kode

etik profesi hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang

hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri. Kode etik merupakan rumusan norma

moral manusia yang mengemban profesi itu. Kode etik profesi menjadi tolok ukur

perbuatan anggota kelompok profesi dan merupakan upaya pencegahan berbuat yang

etis bagi anggotanya. 91

89
Abdul Kadir Muhammad, op. cit., hal. 77.
90
Bartens, dalam Abdul Kadir Muhammad, Ibid., hal. 77.
91
Ibid., hal. 77.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Setiap kode etik profesi selalu dibuat tertulis yang tersusun secara teratur,

rapi, lengkap, tanpa cacat, dalam bahasa yang baik, sehingga menarik perhatian yang

dan menyenangkan pembacanya. Semua yang tergambar adalah perilaku yang baik-

baik. Akan tetapi, di balik semua itu terdapat kelemahan-kelemahan sebagai

berikut: 92

1. Idealisme yang terkandung dalam kode etik profesi tidak sejalan dengan fakta
yang terjadi di sekitar para profesional sehingga harapan sangat jauh dari
kenyataan. Hal ini cukup menggelitik para profesional untuk berpaling kepada
kenyataan dan menggambarkan idealisme kode etik profesi. Kode etik profesi
tidak lebih dari pajangan lukisan berbingkai.
2. Kode etik profesi merupakan himpunan norma moral yang tidak dilengkapi
dengan sanksi yang keras karena keberlakuannya semata-mata berdasarkan
kesadaran profesional. Rupanya kekurangan ini memberi peluang kepada
profesional yang lemah iman untuk berbuat menyimpang dari kode etik
profesinya.

Semua kode etik profesi dibuat dalam bentuk tertulis dengan maksud agar

dapat dipahami secara konkret oleh para anggota profesi tersebut. Dengan tertulisnya

setiap kode etik, tidak ada alasan bagi anggota profesi tersebut untuk tidak

membacanya dan sekaligus merupakan pegangan yang sangat berarti bagi dirinya.

Menurut Sumaryono, fungsi kode etik profesi memiliki tiga makna, yaitu: 93

(a) sebagai sarana kontrol sosial;

(b) sebagai pencegah campur tangan pihak lain;

(c) sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik.

Menurut Abdul Kadir Muhammad, bahwa:

Kode etik profesi merupakan kriteria prinsip-prinsip profesional yang telah


digariskan sehingga dapat diketahui dengan pasti kewajiban profesional anggota
lama, baru ataupun calon anggota kelompok profesi. Dengan demikian dapat

92
Ibid., hal. 78.
93
Ibid., hal. 78.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
dicegah kemungkinan terjadi konflik kepentingan antara sesama anggota
kelompok profesi, atau antara anggota kelompok profesi dan masyarakat.
Anggota kelompok profesi atau anggota masyarakat dapat melakukan kontrol
melalui rumusan kode etik profesi, apakah anggota kelompok profesi telah
memenuhi kewajiban profesionalnya sesuai dengan kode etik profesi. 94

Lebih jauh Abdul Kadir Muhammad mengatakan bahwa kode etik profesi

telah menentukan standarisasi kewajiban profesional anggota kelompok profesi.

Dengan demikian, pemerintah atau masyarakat tidak perlu lagi campur tangan untuk

menentukan bagaimana seharusnya anggota kelompok profesi melaksanakan

kewajiban profesionalnya. Kode etik profesi pada dasarnya adalah norma perilaku

yang sudah diangap benar atau yang sudah mapan dan tentunya akan lebih efektif lagi

apabila norma perilaku tersebut dirumuskan sedemikian baiknya, sehingga

memuaskan pihak-pihak yang berkepentingan. Kode etik profesi merupakan

kristalisasi perilaku yang dianggap benar menurut pendapat umum karena

berdasarkan pertimbangan kepentingan profesi yang bersangkutan. 95

Dengan demikian, kalau dikatakan bahwa etika profesi merupakan pegangan

bagi anggota yang tergabung dalam profesi tersebut, maka dapat pula dikatakan

bahwa terdapat hubungan yang sistematis antara etika dengan profesi hukum.

Menurut Liliana, 96 etika profesi adalah sebagai sikap hidup, yang mana berupa

kesediaan untuk memberikan pelayanan profesional di bidang hukum terhadap

masyarakat dengan keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka

melaksanakan tugas yang berupa kewajiban terhadap masyarakat yang membutuhkan

94
Ibid., hal. 79.
95
Ibid., hal. 79. lihat juga Supriadi, op. cit., hal. 24-25.
96
Liliana Tedjosaputra, op. cit., hal. 50.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
pelayanan hukum dengan disertai refleksi yang seksama, dan oleh karena itulah di

dalam melaksanakan profesi terapat kaidah-kaidah pokok berupa etika profesi yaitu

sebagai berikut: 97

Pertama, profesi harus dipandang (dan dihayati) sebagai suatu pelayanan


karena itu, maka sifat pamrih menjadi ciri khas dalam pengembangan profesi.
Yang dimaksud dengan “tanpa pamrih” di sini adalah bahwa pertimbangan yang
menentukan dalam pengambilan keputusan adalah kepentingan klien atau pasien
dan kepentingan umum, dan bukan kepentingan sendiri (pengembangan profesi).
Jika sifat tanpa pamrih itu diabaikan, maka pengembangan profesi akan mengarah
pada pemanfaatan (yang dapat menjurus kepada penyalahgunaan sesama manusia
yang sedang mengalami kesulitan atau kesusahan).
Kedua, pelayanan profesional dalam mendahulukan kepentingan klien atau
pasien mengacu kepada kepentingan atau nilai-nilai luhur sebagai norma kritik
yang memotivasi sikap dan tindak.
Ketiga, pengemban profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat sebagai
keseluruhan.
Keempat, agar persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat sehingga
dapat menjamin mutu dan peningkatan mutu pengemban profesi, maka
pengemban profesi harus bersemangat solidaritas antarrekan seprofesi.

Bertitik tolak dari pemikiran di atas, terdapat beberapa tujuan pokok dari

standar-standar etika, yaitu: 98

1. Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab kepala


klien, lembaga (institusi) dan masyarakat pada umumnya.
2. Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa
yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etika
dalam pekerjaan.
3. Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan
fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan yang jahat dan anggota
tertentu.
4. Standar-standar etika mencerminkan/membayangkan pengharapan moral dari
komunitas. Dengan demikian, standar-standar etika menjamin bahwa para
anggota profesi akan menaati kitab undang-undang etika profesi dalam
pelayanannya.
5. Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas
atau kejujuran dari tenaga ahli profesi.

97
Ibid., hal. 50.
98
Ibid., hal. 50.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Dengan berpatokan pada hubungan etika dan profesi di atas, maka organisasi

profesi memiliki tujuan agar menjalankan profesinya dengan cara profesional. Hal ini

sesuai pendapat yang dinyatakan Wawan Setiawan bahwa ciri-ciri profesional dapat

dijadikan kriteria umum untuk dapat digolongkan profesional dengan

mempertahankan hubungan antara etika, norma profesi dan kriteria umum sebagai

berikut: 99

1. Dasar/basis ilmu pengetahuan dan pengalaman serta keterampilan yang


memadai.
2. Ada lembaga/organisasi profesi yang bersangkutan dan di samping mutlak
sebagai anggota juga pendukung dengan kepedulian, dedikasi, serta
loyalitas yang tinggi.
3. Ada aturan dan persyaratan masuk dalam kelompok profesi.
4. Mempunyai kode etik
5. Mempunyai standar proforma.

Lebih jauh Wawan Setiawan mengatakan bahwa seorang profesional haruslah

memiliki kepribadian sosial, yaitu: 100

1. bertanggung jawab atas semua tindakannya;


2. berusaha selalu meningkatkan ilmu pengetahuannya;
3. menyumbangkan pikiran untuk memajukan keterampilan/kemahiran dan
keahlian serta pengetahuan profesi;
4. menjunjung tinggi kepercayaan orang lain terhadap dirinya;
5. menggunakan saluran yang baik dan benar serta legal dan halal untuk
menyatakan ketidakpuasannya;
6. kesediaan bekerja untuk kepentingan asosiasi/organisasinya dan senantiasa
memenuhi kewajiban-kewajiban organisasi profesinya;
7. mampu bekerja dengan baik dan benar tanpa pengawasan tetap atau terus-
menerus;
8. mampu bekerja tanpa pengarahan terinci;
9. tidak mengorbankan orang/pihak lain demi kemajuan/keuntungan diri
pribadinya semata-mata.
10. setia pada profesi dan rekan seprofesi;

99
Wawan Setiawan, dalam Liliana Tedjasaputra, Ibid., hal. 53.
100
Ibid., hal. 54.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
11. mampu menghindari desas-desus;
12. merasa bangga pada profesinya;
13. memiliki motivasi penuh untuk lebih mengutamakan kepentingan masyarakat
yang dilayainya;
14. jujur, tahu akan kewajiban dan menghormati hak pihak/orang lain;
15. segala pengalamannya senantiasa diniati dengan niat dan itikad yang baik,
tujuan yang dicapai hanya tujuan yang baik, demikian pula tata cara mencapai
tujuan itu juga dengan cara yang baik.

Selanjutnya pembahasan kode etik profesi hukum ini akan berkisar pada

profesi hukum Notaris di Indonesia.

Lembaga notaris di Indonesia berasal dari zaman Belanda, karena Peraturan

Jabatan Notaris Indonesia berasal dari Notaris Reglement (Stbl. 1660-3) bahkan jauh

sebelumnya yakni dalam tahun 1620. Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen

mengangkat notarium publicum. Notaris pertama di Hindia Belanda ialah Melchior

Kerchem dan tugasnya adalah melayani semua surat, surat wasiat di bawah tangan

(condicil), persiapan penerangan, akta kontrak perdagangan, perjanjian kawin, surat

wasiat (testament), dan akta-akta lainnya dan ketentuan-ketentuan yang perlu dari

kota praja dan sebagainya. Melchior Kerchem pada waktu menjabat sebagai

sekretaris college Van Schepenen di Jakarta sehingga beliau merangkap jabatan

sebagai secretaris van den gereclite dan notaris publiek. Baru lima tahun kemudian

jabatan-jabatan tersebut dipisahkan dan jumlah notaris pada waktu itu bertambah

terus. Pengangkatan-pengangkatan notaris tersebut diprioritaskan bagi kandidat-

kandidat yang telah pernah menjalani masa magang pada seorang notaris. 101

Perjalanan Notaris Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan

perkembangan negara dan bangsa Indonesia. Hal ini ditandai dengan berhasilnya

101
Liliana Tedjosaputra, Etika Profesi dan Profesi Hukum, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), hal. 86.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
pemerintah orde Reformasi mengundangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

tentang Jabatan Notaris, Peraturan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 ini

merupakan pengganti Peraturan Jabatan Notariat (Stb. 1660-3) dan Reglement op Het

Notaris Ambt in Indonesie (Stb. 1860: 3) yang merupakan peraturan Pemerintah

Kolonial Belanda.

Dalam diktum penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 (UUJN)

dinyatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menentukan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum.

Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian, ketentuan, dan perlindungan hukum

menuntut antara lain, bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat

memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban

seorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat.

Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan penuh mempunyai peranan penting

dalam setiap setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai

hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-

lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat

sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai

hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global.

Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin

kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa.

Walaupun sengketa tersebut dapat dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
tersebut, akan otentik yang merupakan alat bukti tertulis dan terpenuh memberi

sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat.

Berdasarkan uraian di atas, maka Notaris adalah pejabat umum yang

berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak

dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik tertentu tidak ada

yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan

kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh

atau di hadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk

memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan

perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat

secara keseluruhan.

Notaris merupakan suatu pekerjaan yang memiliki keahlian khusus yang

menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani

kepentingan umum dan inti tugas notaris adalah mengatur secara mufakat meminta

jasa notaris. Menurut Ismail Saleh, Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut

sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 102

2. mempunyai integritas moral yang mantap;

3. harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri (kejujuran intelektual);

4. sadar akan batas-batas kewenangannya;

5. tidak semata-mata berdasarkan uang.

102
Ismail Saleh, dalam Liliana Tedjasaputra, Op. Cit., hal. 86.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Lebih jauh Ismail Saleh mengatakan bahwa empat pokok yang harus

diperhatikan para notaris adalah sebagai berikut: 103

1. Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang notaris harus mempunyai


integritas moral yang mantap. Dalam hal ini, segala pertimbangan moral harus
melandasi pelaksanaan tugas profesionya. Walaupun akan memperoleh
imbalan jasa yang tinggi, namun sesuatu yang bertentangan dengan moral
yang baik harus dihindarkan.
2. Serorang notaris harus jujur tidak hanya pada kliennya, juga pada dirinya
sendiri. Ia harus mengetahui akan batas-batas kemampuannya, tidak memberi
janji-janji sekedar untuk menyenangkan kliennya, atau agar si klien tetap mau
memakai jasanya. Kesemuanya itu merupakan suatu ukuran tersendiri tentang
kadar kejujuran intelektual seorang notaris.
3. Seorang notaris harus menyadari akan batas-batas kewenangannya. Ia harus
menaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku tentang seberapa jauh ia
dapat bertindak dan apa yang boleh serta apa yang tidak boleh dilakukan.
Adalah bertentangan dengan perilaku profesional apabila seorang notaris
ternyata berdomisili dan bertempat tinggal tidak di tempat kedudukannya
sebagai notaris. Atau memasang papan dan mempunyai kantor di tempat
kedudukannya, tetapi tempat tinggalnya di lain tempat. Seorang notaris juga
dilarang untuk menjalankan jabatannya di luar daerah jabatannya. Apabila
ketentuan tersebut dilanggar, maka akta yang bersangkutan akan kehilangan
daya autentiknya.
4. Sekalipun keahlian seseorang dapat dimanfaatkan sebagai upaya yang lugas
untuk mendapatkan uang, namun dalam melaksanakan tugas profesinya ia
tidak semata-mata didorong oleh pertimbangan uang. Seorang notaris yang
Pancasilais harus tetap berpegang teguh kepada rasa keadilan yang hakiki,
tidak terpengaruh oleh jumlah uang, dan tidak semata-mata hanya
menciptakan alat bukti formal mengejar adanya kepastian hukum, tapi
mengabaikan rasa keadilan.

Sehingga, dalam menjalankan tugasnya seorang notaris harus berpegang

teguh kepada kode etik jabatan notaris. Dalam kode etik Notaris Indonesia telah

ditetapkan beberapa kaidah yang harus dipegang oleh notaris (selain memegang teguh

kepada peraturan jabatan notaris), di antaranya adalah: 104

103
Ibid., hal. 87.
104
Supriadi, op. cit., hal. 51-52.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
a. Kepribadian notaris, hal ini dijabarkan kepada:
4. Dalam melaksanakan tugasnya dijiwai Pancasila, sadar dan taat kepada
hukum peraturan jabatan notaris, sumpah jabatan, kode etik notaris dan
berbahasa Indonesia yang baik.
5. Memiliki perilaku profesional dan ikut serta dalam pembangunan
nasional, terutama sekali dalam bidang hukum.
6. Berkepribadian dan baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan
notaris, baik di dalam maupun di luar tugas jabatannya.
b. Dalam menjalankan tugas, notaris harus:
4. menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur tidak berpihak dan
dengan penuh rasa tanggung jawab;
5. menggunakan satu kantor sesuai dengan yang ditetapkan oleh undang-
undang, dan tidak membuka kantor cabang dan perwakilan dan tidak
menggunakan peratara;
6. tidak menggunakan media massa yang bersifat promosi
c. Hubungan notaris dengan klien harus berlandaskan:
4. notaris memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan
jasanya dengan sebaik-baiknya;
5. notaris memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran hukum
yang tinggi, agar anggota masyarakat menyadari hak dan kewajibannya;
6. notaris harus memberikan pelayanan kepada anggota masyarakat yanag
kurang mampu;
d. Notaris dengan sesama rekan notaris haruslah:
4. hormat-menghormati dalam suasana kekeluargaan;
5. tidak melakukan perbuatan ataupun persaingan yang merugikan sesama;
6. saling menjaga dan membela kehormatan dan korps notaris atau dasar
solidaritas dan sifat tolong-menolong secara konstruktif.

Dalam salah satu rumusan mengenai kode etik notaris, dicantumkan larangan-

larangan yang tidak boleh dilakukan oleh anggota notaris sebagai berikut: 105

1. Melakukan tindakan-tindakan yang pada hakikatnya mengiklankan diri tetapi


tidak terbatas pada tindakan berupa memasang iklan untuk keperluan
pemasaran atau propaganda, antara lain:
a. Memasang iklan dalam surat kabar, majalah berkala, terbitan perdana
suatu kantor, perusahaan, biro jasa, biro iklan, baik berupa pemuatan
nama, alamat, nomor telepon, maupun berupa ucapan selamat, dukungan,
sumbangan uang atau apa pun. Pemuatan dalam buku-buku yang
disediakan untuk pemasangan iklan dan/atau promosi.

105
Ibid., hal. 53-54.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
b. Mengirim karangan bunga atas kejadian apa pun kepada siapa pun yang
dengan itu nama anggota terpampang kepada umum, baik umum terbatas
maupun tak terbatas;
c. Mengirim orang-orang selaku salesman ke berbagai tempat/lokasi untuk
mengumpulkan klien atau akta.
2. Memasang papan nama yang besarnya/ukurannya melewati batas kewajaran
atau memasang papan nama di beberapa tempat di luar lingkungan kantor
anggota yang bersangkutan.
3. Mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada instansi-instansi,
perusahaan-perusahaan, lembaga-lembaga untuk ditetapkan menjadi notaris
dari instansi, perusahaan, atau lembaga tersebut, baik tanpa apalagi disertai
penurunan tarif yang jumlahnya/besarnya tidak rendah dari tarif yang dibayar
oleh instansi tersebut kepada notarisnya.
4. Menerima/memenuhi permintaan dari seseorang untuk membuat akta
rancangan yang rancangannya telah disiapkan oleh notaris lain. Dalam hal
demikian anggota yang bersangkutan wajib menolak permintaan atau, anggota
boleh memenuhi permintaan itu setelah mendapat izin dari notaris pembuat
rancangan.
5. Dengan jalan apapun berusaha atau berupaya agar seseorang berpindah dari
notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditunjuk langsung kepada klien yang
bersangkutan, maupun melalui perantaraan orang lain.
6. Menempatkan pegawai atau pegawai-pegawai/asisten di satu atau di cabang
yang tempat di luar kantor anggota yang bersangkutan, baik di kantor cabang
yang sengaja dan khusus dibuka untuk keperluan itu, maupun di dalam kantor
atau instansi lembaga/klien anggota yang bersangkutan, di mana
pegawai/asisten tersebut membuat akta-akte itu, membacakannya atau tidak
membacakannya kepada klien, dan menyuruh klien yang bersangkutan
menandatanganinya di tempat pegawai/asisten itu di kantor di instansi atu
lembaga tersebut. Akte-akte yang dibuat oleh (para) pegawai/asisten tersebut
kemudian dikumpulkan untuk ditandatangani oleh anggota (notaris majikan)
dikantornya atau di rumahnya.
7. Mengirim minta kepada klien atau klien untuk ditandatangani oleh klien-klien.
8. Menjelek-jelekkan rekan notaris atau menjelek-jelekkan atau mempersalahkan
akta yang dibuat oleh rekan notaris;
a. Apabila seorang anggota menghadapi suatu akte buatan rekannya yang
ternyata terdapat kesalahan-kesalahan yang serius atau yang
membahayakan klien, maka ia wajib memberitahukan rekan yang
membuat kesalahan itu akan kesalahan ulang dibuatnya, tidak dengan
nada/suara untuk menggurui rekan itu, melainkan untuk menjaga agar
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan menimpa rekan tersebut.
b. Apabila dijumpai keadaan termaksud dalam ayat (8) di atas, maka setelah
berhubungan dengan rekan notaris yang bersangkutan, kepada klien yang

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
bersangkutan dapat dan hendaknya dijelaskan apa yang merupakan
kesalahan dan bagaimana memperbaikinya.
9. Menahan berkas seseorang dengan maksud memaksa orang itu agar membuat
akta pada notaris yang menahan berkas tersebut.
10. Membiarkan orang lain membuat atau menyuruh orang lain membuat akte dan
menandatangani akte itu sebagai aktenya sendiri, tanpa ia
mengetahui/memahami isi akte itu, apalagi kalau ia menuruti permintaan
orang lain itu untuk tidak mengadakan perubahan sedikit pun pada akte yang
dibuat orang lain tetapi ditandatangani anggota tersebut, dengan lain
perkataan anggota ini dilarang menjadi alat orang atau pihak lain untuk
semata-mata menandatangani akte buatan orang lain sebagai akte anggota itu.
11. Membujuk-bujuk atau dengan cara lain apapun memaksa klien membuat akte
padanya atau membujuk-bujuk seseorang agar pindah dari notaris lain.
12. Dilarang membentuk kelompok di dalam Ikatan Notaris Indonesia (yang tidak
merupakan salah satu seksi dari organisasi INI) dengan tujuan untuk melayani
kepentingan suatu instansi atau lembaga secara khusus/eksekutif, apalagi
menutup kemungkinan bagi anggota lain untuk berpartisipasi.

Selain larangan-larangan yang dilakukan oleh anggota notaris di atas, maka

yang tidak termasuk dalam larangan sebagaimana disebut di atas adalah sebagai

berikut: 106

1. Tidak termasuk larangan ialah:


a. Pengiriman kartu pribadi dari anggota berisi ucapan selamat pada
kesempatan ulang tahun, kelahiran anak, keagamaan, adat atau ucapanikut
berduka cita dan lain sebagainya yang bersifat pribadi.
b. Pemuatan nama anggota oleh Perum Telkom atau badan yang ditugasinya,
dalam lembaga kuning dari buku telepon yang disusun menurut
kelompok-kelompok jenis usaha, tanpa pembuatan nama anggota dalam
boks-boks iklan lembaran kuning buku telepon itu.
c. Pemuatan nama anggota dalam buku petunjuk faksimile dan/atau teleks.
2. Anggota tidak dilarang untuk menggunakan kalimat, pasal rumusan yang
terdapat dalam akta anggota lain, asal saja aktanya itu sudah selesai dibuat
menjadi milik klien.

Notaris sebagai anggota yang tergabung dalam suatu organisasi, memiliki

suatu kewajiban yang merupakan tanggung jawab anggota tersebut. Kewajiban harus

106
Ibid., hal. 54-55.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
dilaksanakan, karena merupakan tolok ukur dalam menilai kinerja anggota tersebut.

Dalam Pasal 2 kode etik notaris dinyatakan bahwa anggota wajib:

a. Memberi penyuluhan kepada klien, sejauh mungkin sehingga klien itu dapat
menangkap/memahami penyuluhan tersebut walaupun dengan diberikannya
penyuluhan, orang itu urung membuat akta atau urung menjadi klien dari
anggota yang bersangkutan.
b. Memberi isyarat kepada rekan yang membuat kesalahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8)
c. Menjaga agar kliennya tidak makin terjerumus dalam kesalahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8)
d. Menyelesaikan akta PT, CV, Firma, Yayasan, Perkumpulan, sampai tahap
pendaftaran pada Pengadilan Negeri dan Pengumuman dalam Berita Negara,
apabila klien yang bersangkutan dengan tegas-tegas menyatakan akan
menyerahkan pengurusannya kepada anggota yang bersangkutan dan klien
telah memenuhi syarat-syarat yang diperlukan.
e. Kalau pendaftaran pada Pengadilan Negeri dan Pengumuman dalam Berita
Negara itu telah selesai, anggota wajib memberitahu kepada klien perihal
selesainya pendaftaran/pengumuman itu dan/atau mengirim kepada atau
menyuruh mengambil akta yang sudah didaftar atau Berita Negara yang sudah
selesai dicetak tersebut oleh klien yang bersangkutan.

Selanjutnya dalam Pasal 4 Kode Etik Notaris diatur mengenai pelanggaran-

pelanggaran yang dapat dilakukan oleh anggota, selain yang disebut dalam Pasal 1,

dan yang pada umumnya dapat dikenakan sanksi, pelanggaran yang secara umum

disebut pelanggaran terhadap kode etik notaris, yang antara lain meliputi pelanggaran

terhadap:

a. Ketentuan-ketentuan dalam Jabatan Notaris;


b. Apa yang oleh setiap anggota diucapkan pada waktu mengangkat sumpah
jabatan;
c. Hal-hal yang menurut ketentuan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
harus/wajib dilakukan oleh anggota, antara lain membayar iuran dan lain
sebagainya, dan/atau hal-hal yang menurut anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga INI (Ikatan Notaris Indonesia) tidak boleh dilakukan;
d. Kewajiban membayar uang duka dalam hal meninggalnya notaris/mantan
notaris dan kewajiban mentaati ketentuan-ketentuan tentang tarif minimum.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Sejalan dengan uraian di atas, maka dalam Pasal 5 kode etik dinyatakan

bahwa tanpa mengurangi tata cara maupun pengertian tingkatan sanksi-sanksi berupa

peringatan dan teguran, maka pelanggaran-pelanggaran yang oleh pengurus Pusat

secara mutlak harus dikenakan sanksi pemberhentian sementara sebagai anggota INI,

disertai usul Pengurus Pusat kepada kongres untuk memecat anggota yang

bersangkutan sebagai anggota INI ialah pelanggaran-pelanggaran yang disebut

dalam:

a. Pasal 1 ayat (7), ayat (10) dan ayat (12)

b. Peraturan jabatan Notaris yang berakibat bahwa anggota yang bersangkutan

dinyatakan bersalah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum pasti.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 5 di atas, maka dalam Pasal 6 kode etik

notaris dinyatakan bahwa pengenaan sanksi pemberhentian sementara sebagai

anggota Ikatan Notaris Indonesia (INI) terhadap pelanggaran termaksud dalam Pasal

5 di atas ini, oleh Pengurus Pusat wajib diberitahukan kepada Menteri Kehakiman

dengan tembusan Mahkamah Agung.

C. Upaya Notaris Mengatasi Konflik Dalam Pembuatan Berita Acara RUPS

Sebagaimana telah dijelaskan sebelum bahwa dalam dalam suatu rapat umum

pemegang saham perseroan dapat terjadi konflik sehingga, Notaris yang diberi

kewenangan dalam mengesahkan akta berita acara rapat tersebut mendapat kendala,

dalam bentuk kourum yang tidak memenuhi jumlah suara yang ditentukan, notulen

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
rapat yang yang diperhadapkan tidak sesuai dengan anggaran dasar, serta keabsahan

notulen rapat di bawah tangan yang sering direkayasa, daftar hadir yang tidak sesuai.

Maka pembuatan akta berita acara rapat pemegang saham tidak langsung dapat

disahkan oleh Notaris (tertunda).

Pada dasar kedudukan notaris dalam pembuatan akta berita acara rapat dapat

dilihat dari pendapat umum yang dianut, pada setiap akta otentik, dengan demikian

juga pada akta notaris, dibedakan 3 kekuatan pembuktian, yakni: kekuatan

pembuktian lahiriah 107

1. Kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijsracht)

Dengan kekuatan pembuktian lahiriah ini dimaksudkan kemampuan dari akta

itu sendiri untuk membuktikan dirinya sebagai akta otentik. Kemampuan ini menurut

Pasal 1875 KUH Perdata tidak dapat diberikan kepada akta yang dibuat di bawah

tangan; akta yang dibuat di bawah tangan baru berlaku sah, yakni sebagai yang benar-

benar berasal dari orang, terhadap siapa akta itu dipergunakan, apabila yang menanda

tanganinya mengakui kebenaran dari tanda tangannya itu atau apabila itu dengan cara

yang sah menurut hukum dapat diangap sebagai telah diakui oleh yang bersangkutan.

Lain halnya dengan akta otentik. Akta otentik membuktikan sendiri

keabsahannya atau seperti yang lazim disebut dalam bahasa Latin: “acta publica

probant sese ipsa”. Apabila suatu akta kelihatannya sebagai akta otentik, artinya

107
Ibid., hal. 55-63

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
menandakan dirinya dari luar, dari kata-katanya sebagai yang berasal dari seorang

pejabat umum, maka akta itu terhadap setiap orang dianggap sebagai akta otentik,

sampai dapat dibuktikan bahwa akta itu adalah tidak otentik. 108

Sepanjang mengenai kekuatan pembuktian lahiriah ini, yang merupakan

pembuktian lengkap –dengan tidak mengurangi pembuktian sebaliknya—maka “akta

partij” dan “akta pejabat” dalam hal in adalah sama. Sesuatu akta yang dari luar

kelihatannya sebagai akta otentik, berlaku sebagai akta otentik terhadap setiap orang;

tanda tangan dari pejabat yang bersangkutan (notaris) diterima sebagai sah.

Pembuktian sebaliknya, artinya bukti bahwa tanda tangan itu tidak sah, hanya dapat

diadakan melalui “valsheidsprocedure” menurut Pasal 148 dan seterusnya KUA

Perdata, di mana hanya diperkenankan pembuktian dengan surat-surat (bescheiden),

saksi-saksi (getuigen) dan ahli-ahli (deskundigen). Jadi dalam hal ini (yakni

pembuktian sebaliknya terhadap kekuatan pembuktian lahiriah melalui

“valsheidsprocedure”), yang menjadi persoalan bukan isi dari akta itu ataupun

wewenang dari pejabat itu, akan tetapi semata-mata mengenai tanda tangan dari

pejabat itu. Siapa yang tidak menggugat sahnya tanda tangan dari pejabat itu, akan

tetapi menggugat kompetensinya (misalnya yang membuat itu bukan notaris atau

membuat akta itu di luar daerah jabatannya), bukan menuduh akta itu palsu, sehingga

dalam hal ini tidak dapat ditempuh cara “valscheidsprocedure”. 109

108
G.H.S. Lumban Tobing, Op. Cit., hal. 55.
109
Ibid., hal. 55

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Seperti dikatakan di atas, kekuatan pembuktian lahiriah ini tidak ada pada akta

yang dibuat di bawah tangan. Sepanjang mengenai pembuktian hal ini merupakan

satu-satunya perbedaan antara akta otentik dan akta yang dibuat di bawah tangan.

Kalaupun ada perbedaan-perbedaan lain yang membedakan akta otentik dari akta

yang dibuat di bawah tangan, seperti misalnya memiliki kekuatan eksekutorial,

keharusan berupa akta otentik untuk beberapa perbuatan hukum tertentu dan lain-lain

perbedaan, semuanya itu tidak mempunyai hubungan dengan hukum pembuktian.

Sebagian terbesar dari para penulis menerima adanya kekuatan pembuktian

lahiriah ini bagi akta-akta otentik.

2. Kekuatan Pembuktian Formal (Formele Bewijskracht)

Dengan kekuatan pembuktian formal ini oleh akta otentik dibuktikan, bahwa

pejabat yang bersangkutan telah menyatakan dalam tulisan ini, sebagaimana yang

tercantum dalam akta itu dan selain dari itu kebenaran dari apa yang diuraikan oleh

pejabat dalam akta itu sebagai yang dikabulkan dan disaksikannya di dalam

menjalankan jabatannya itu. Dalam arti formal, sepanjang mengenai akta pejabat

(ambtelijke akte), akta itu membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan, yakni

yang dilihat, didengar dan juga dilakukan sendiri oleh notaris sebagai pejabat umum

di dalam menjalankan jabatannya.

Pada akta yang dibuat di bawah tangan kekuatan pembuktian ini hanya

meliputi kenyataan, bahwa keterangan itu diberikan, apabila tanda tangan itu diakui

oleh yang menanda tanganinya atau dianggap sebagai telah diakui sedemikian

menurut hukum.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Dalam arti formal, maka terjamin kebenaran/kepastian tanggal dari akta itu,

kebenaran tanda tangan yang terdapat dalam akta itu, identitas dari orang-orang yang

hadir (comparanten), demikian juga tempat di mana akta itu dibuat dan sepanjang

mengenai akta partij, bahwa para pihak ada menerangkan seperti yang diuraikan

dalam akta itu, sedang kebenaran dari keterangan-keterangan itu sendiri hanya pasti

antara pihak-pihak sendiri (demikian menurut pendapat yang umum –heersende

leer). 110

Sepanjang mengenai kekuatan pembuktian formal ini –juga dengan tidak

mengurangi pembuktian sebaliknya—yang merupakan pembuktian lengkap, maka

akta partij dan akta pejabat dalam hal ini adalah sama, dengan pengertian bahwa

keterangan pejabat yang terdapat di dalam kedua golongan akta itu ataupun

keterangan dari para pihak dalam akta, baik yang ada di dalam akta partij maupun di

dalam akta pejabat, mempunyai kekuatan pembuktian formal dan berlaku terhadap

setiap orang, yakni apa yang ada, dan terdapat di atas tanda tangan mereka.

Pembuktian sebaliknya terhadap kekuatan pembuktian formal ini juga berlaku

pembatasan mengenai “valsheidsprocedure”. Siapa yang menyatakan bahwa akta itu

membuat keterangan yang kelihatannya tidak berasal dari notaris itu, berarti menuduh

bahwa terjadi pemalsuan dalam materi dari akta itu (materieel geknoel), misalnya

adanya perkataan-perkataan yang dihapus atau diganti dengan yang lain ataupun

ditambahkan. Hal ini berarti menuduh keterangan dari pejabat itu palsu (materiele

110
Ibid., hal. 57

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
valsheid) dan untuk itu harus ditempuh “valsheidsprocedure” (Pasal 148 sub 3 KUA

Perdata).

Dalam pada itu siapa menuduh bahwa akta itu memuat “keterangannya”

(pertijverklaring) yang tidak ada diberikannya, maka dalam hal itu ada dua

kemungkinan. Pertama ia dapat langsung untuk tidak mengakui, bahwa tanda tangan

yang terdapat di bagian bawah dari akta itu adalah tanda tangannya; ia dapat

mengatakan, bahwa tanda tangan yang kelihatannya itu sebagai dibubuhkan olehnya,

adalah dibubuhkan oleh orang lain dan karenanya dalam hal ini ada pemalsuan dan

pemalsuan ini ia boleh membuktinya melalui “valsheidprocedure” (Pasal 148 KUA

Perdata), Kedua ia dapat mengatakan, bahwa notaris melakukan kekhilafan/kesalahan

(ten onrechte) dengan menyatakan dalam akta itu, bahwa tanda tangan itu adalah

tanda tangan yang berasal daripadanya; dalam hal ini ia tidak menuduh tanda tangan

itu palsu, akan tetapi menuduh, bahwa keterangan dari notaris itu adalah tidak benar

(intelectuele valsheid), suatu pengertian yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan

“valsheidsprocedure”, di dalam hal ini tidak ada pemalsuan (geknoei), melainkan

suatu kekhilafan, yang mungkin tidak disengaja, sehingga dalam hal ini tuduhan itu

bukan terhadap kekuatan pembuktian formal, akan tetapi terhadap kekuatan

pembuktian material dari keterangan notaris itu, untuk pembuktian dari yang terakhir

mana dapat dipergunakan segala alat pembuktian yang diperkenankan menurut

hukum.

3. Kekuatan Pembuktian Material (Materiele Bewijskracht)

Sepanjang yang menyangkut kekuatan pembuktian material dari suatu akta

otentik, terdapat perbedaan keterangan dari notaris yang dicantumkan dalam akta itu

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
dan keterangan dari para pihak yang tercantum di dalamnya. Tidak hanya kenyataan,

bahwa adanya dinyatakan sesuatu yang dibuktikan oleh akta itu, akan tetapi juga isi

dari akta itu dianggap dibuktikan sebagai yang benar terhadap setiap orang, yang

menyuruh adakan/buatkan akta itu sebagai tanda bukti terhadap dirinya atau yang

dinamakan “preuve preconstituee”; akta itu mempunyai kekuatan pembuktian

material. Kekuatan pembuktian inilah yang dimaksud dalam pasal-pasal 1870, 1871

dan 1875 KUH Perdata; antara para pihak yang bersangkutan dan para ahli waris

serta penerima hak mereka akta itu memberikan pembuktian yang lengkap tentang

kebenaran dari apa yang tercantum dalam akta itu, dengan pengecualian dari apa

yang dicantumkan di dalamnya sebagai hanya suatu pemberitahuan belaka (blote

mededeling) dan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan yang menjadi

pokok dalam akta itu.

Dalam berbagai arrest dari H.R (Hoge Raad) diakui tentang kekuatan

pembuktian material itu. Dalam arrestnya tanggal 19 Desember 1921 (N.J. 1922, 272,

W. 10862) H.R. memutuskan dalam suatu perkara pemalsuan (valsheidsprocedure),

bahwa akta notaris mengenai jual beli adalah untuk membuktikan dan memang

membuktikan, berdasarkan pasal 1907 N. Bw. (Pasal 1870 KUH Perdata), tidak

hanya bahwa apra pihak ada menerangkan sesuatu mengenai itu di hadapan notaris,

akan tetapi juga membuktikan bahwa para pihak telah mencapai persetujuan

mengenai perjanjian yang dimuat dalam akta itu, jadi dengan demikian telah

mengadakan perjanjian itu, sehingga akta itu juga adalah untuk membuktikan tentang

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
harga penjualan dan pembelian dan kebenaran dari apa yang diterangkan oleh para

pihak mengenai itu. 111

Dalam perkara yang serupa itu juga H.R. memutuskan dalam arrestnya

tanggal 26 Nopember 1934 (N.J. 1934, 1608; W. 12839) bahwa keterangan yang

terdapat dalam akta pendirian perseroan terbatas mengenai jumlah yang telah disetor,

dengan tidak dapat disangsikan merupakan kenyataan, terhadap mana akta itu

mempunyai kekuatan pembuktian yang lengkap, terhadap mana akta dapat dikatakan

diperuntukkan untuk menyatakan kebenaran dari kenyataan itu.

Karena akta itu, isi keterangan yang dimuat dalam akta itu berlaku sebagai

yang benar, isinya itu mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi

terbukti dengan sah di antara pihak dan para ahli waris serta para penerima hak

mereka, dengan pengertian:

a. bahwa akta itu, apabila dipergunakan di muka pengadilan adalah cukup dan

bahwa hakim tidak diperkenankan untuk meminta tanda pembuktian lainnya di

samping itu;

b. bahwa pembuktian sebaliknya senantiasa diperkenankan dengan alat-alat

pembuktian biasa, yang diperbolehkan untuk itu menurut undang-undang.

Di atas dikatakan, bahwa suatu akta otentik, apabila dipergunakan di muka

pengadilan, adalah cukup dan hakim tidak diperkenankan untuk meminta tanda

pembuktian lainnya di samping itu. Walaupun pada umumnya dianut yang

dinamakan “vrije bewijstheorie”, yang berarti bahwa kesaksian para saksi misalnya

111
Ibid., hal. 60.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
tidak mengikat hakim pada alat bukti itu, akan tetapi lain halnya dengan akta otentik,

di mana undang-undang mengikat hakim pada alat bukti itu. Sebab jika tidak

demikian, apa gunanya undang-undang menunjuk para pejabat yang ditugaskan untuk

membuat akta otentik sebagai alat bukti, jika hakim begitu saja dapat

mengenyampingkannya. 112

Dalam hal berita acara rapat tersebut orang dapat mengemukakan pendapat,

bahwa sulit untuk mengatakan adanya pembuatan akta secara palsu (valselijk

opgemaakt), oleh karena akta notaris hanya dimaksudkan untuk membuktikan bahwa

ada diberikan sesuatu keterangan dan bukan juga dimaksudkan untuk membuktikan

kebenaran dari keterangan itu, dengan perkataan lain, akta itu dalam hal ini tidak

dimaksudkan untuk membuktikan sesuatu yang lain daripada keterangan dari para

pihak (Pasal 263 ayat 1). Demikian halnya dalam akta berita acara rapat umum

pemegang saham.

Dengan demikian, berdasarkan kekuatan pembuktian lahiriah, pembuktian

formal dan pembuktian material sebagaimana dijelaskan diatas, terlihat bahwa

memang notaris terlindungi penuntutan dari akta berita acara rapat yang disahkannya.

Namun demikian, hal ini merupakan konsekuensi dari kewajiban Notaris itu dalam

pembuatan akta berita acara rapat itu. Dengan kata lain setiap Notaris harus berupaya

menyelesaikan konflik yang ditemui dalam pembuatan berita acara rapat. Di mana

dalam hal terjadinya konflik saat rapat umum pemegang saham, maka Notaris

berupaya memberikan solusi yang mudah dapat ditempuh, dengan melakukan

112
Ibid., hal. 60-61.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
penundaan rapat umum pemegang saham tersebut untuk 14 belas hari (2 minggu) ke

depan, mencari sumber konflik agar dapat menyelesaikan perdamaian, atau jika

sangat perlu menghadirkan orang-orang yang disegani atau oleh pihak atau badan

arbitrase pengacara tersebut, walaupun pada dasarnya Notaris bukanlah pelaku rapat

hanya pembuat akta dari apa yang dibicarakan dalam rapat itu.

Karena Notaris merupakan suatu pekerjaan yang memiliki keahlian khusus

yang menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani

kepentingan masing-masing pihak dalam rapat umum pemegang saham dan inti tugas

notaris adalah mengatur secara mufakat para pihak yang di dalam rapat tersebut.

Sehingga Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi

yang:mempunyai integritas moral yang mantap, harus jujur terhadap klien maupun

diri sendiri (kejujuran intelektual), sadar akan batas-batas kewenangannya, serta tidak

semata-mata berdasarkan uang.

Dalam menjalankan tugas profesinya, Notaris harus mempunyai integritas

moral yang mantap. Dalam hal ini, segala pertimbangan moral harus melandasi

pelaksanaan tugas profesinya. Walaupun akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi,

namun sesuatu yang bertentangan dengan moral yang baik harus dihindarkan. Notaris

harus jujur tidak hanya pada kliennya, juga pada dirinya sendiri. Ia harus mengetahui

akan batas-batas kemampuannya, tidak memberi janji-janji sekedar untuk

menyenangkan kliennya, atau agar si klien tetap mau memakai jasanya dalam

pembuatan berita acara rapat tersebut. Kesemuanya itu merupakan suatu ukuran

tersendiri tentang kadar kejujuran intelektual seorang notaris.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Notaris harus menaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku tentang

seberapa jauh ia dapat bertindak dan apa yang boleh serta apa yang tidak boleh

dilakukan. Adalah bertentangan dengan perilaku profesional apabila seorang notaris

ternyata berdomisili dan bertempat tinggal tidak di tempat kedudukannya sebagai

notaris. Atau memasang papan dan mempunyai kantor di tempat kedudukannya,

tetapi tempat tinggalnya di lain tempat. Seorang notaris juga dilarang untuk

menjalankan jabatannya di luar daerah jabatannya. Apabila ketentuan tersebut

dilanggar, maka akta berita acara rapat dari perseroan tersebut akan kehilangan daya

autentiknya.

Berdasarkan wawancara dengan responden menyatakan bahwa Notaris harus

selektif dalam pembuatan berita acara rapat umum pemegang saham suatu perseroan

terbatas, dan harus melihat kredibilitas suatu perusahaan. 113

Sekalipun keahlian seseorang dapat dimanfaatkan sebagai upaya yang lugas

untuk mendapatkan imbalan jasa, namun dalam melaksanakan tugas profesinya ia

tidak semata-mata didorong oleh pertimbangan itu. Notaris harus tetap berpegang

teguh kepada rasa keadilan yang hakiki, artinya tidak semata-mata hanya

menciptakan alat bukti formal mengejar adanya kepastian hukum, tapi mengabaikan

rasa keadilan dalam pembuatan berita acara rapat.

Sehingga, dalam menjalankan tugasnya Notaris harus berpegang teguh kepada

kode etik jabatan notaris, yang telah menetapkan kaidah yang harus dipegang oleh

113
Hasil wawancara dengan Bapak Syafnil Gani, S.H, M.Hum., selaku Notaris/PPAT di Kota
Medan, tanggal 10 Desember 2007.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
notaris, selain yang telah diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30

Tahun 2004.

Dalam kode etik jabatan notaris kepribadian notaris dijabarkan dalam

melaksanakan tugasnya dijiwai Pancasila, sadar dan taat kepada hukum peraturan

jabatan notaris, sumpah jabatan, kode etik notaris dan berbahasa Indonesia yang baik.

Memiliki perilaku profesional dan ikut serta dalam pembangunan nasional, terutama

sekali dalam bidang hukum. Berkepribadian dan baik dan menjunjung tinggi martabat

dan kehormatan notaris, baik di dalam maupun di luar tugas jabatannya.

Dalam menjalankan tugas, notaris harus menyadari kewajibannya, bekerja mandiri,

jujur tidak berpihak dan dengan penuh rasa tanggung jawab. Hubungan notaris

dengan klien harus berlandaskan memberikan pelayanan kepada masyarakat yang

memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya, memberikan penyuluhan hukum untuk

mencapai kesadaran hukum yang tinggi, agar anggota masyarakat menyadari hak dan

kewajibannya. Selain itu Notaris dengan sesama rekan notaris haruslah hormat-

menghormati dalam suasana kekeluargaan, tidak melakukan perbuatan ataupun

persaingan yang merugikan sesama, serta saling menjaga dan membela kehormatan

dan korps notaris atau dasar solidaritas dan sifat tolong-menolong secara konstruktif.

Notaris dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat senantiasa

berpedoman kepada kode etik profesi sebagaimana yang disampaikan oleh

Menteri Hukum dan HAM R.I, bahwa masih ada resistensi dari suatu instansi

pemerintah dalam pelaksanaannya, oleh karena itu perlu disampaikan di sini

bahwa undang-undang adalah berlaku untuk semua warga negara dan

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
pemerintah. Semua warga negara dan instansi pemerintah atau bahkan semua

institusi yang berada di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia

harus tunduk dan patuh kepada hukum dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, termasuk harus tunduk dan patuh kepada semua materi Undang-undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Pra Kongres ini mengusung

topik “Melalui Implementasi Undang-undang Tentang Jabatan Notaris Pada Era

Reformasi, Kita Tingkatkan Pelayanan Kepada Masyarakat”. Topik ini sangat

pantas dan sesuai dengan tantangan kebutuhan masyarakat saat ini karena Ikatan

Notaris Indonesia sebagai organisasi pejabat umum yang profesional dituntut

untuk selalu meningkatkan kualitas, baik kualitas ilmu, kualitas amal, maupun

kualitas moralnya, serta senantiasa menjunjung tinggi keluhuran martabat Notaris,

sehingga dalam memberikan pelayanannya kepada masyarakat senantiasa berpedoman

kepada kode etik profesi dan berdasarkan Undang-undang tentang Jabatan

Notaris, yaitu Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004. 114

Menteri Hukum dan HAM juga berharap kepada Organisasi Ikatan Notaris

Indonesia dapat menjadi organisasi yang semakin solid, dengan melakukan

konsolidasi dan menegakkan Kode Etik Notaris dalam upaya pembinaan terhadap

anggota-anggotanya, sehingga dapat senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan

114
Demikian disampaikan Menteri Hukum dan HAM dalam sambutan yang dibacakan oleh
Drs. Hasanuddin, Bc.IP, SH, Sekretaris Jenderal Departemen Hukum dan HAM, pada acara
pembukaan Pra Kongres Ikatan Notaris Indonesia, pada tanggal 13-16 Juli 2005 di Makassar, Sulawesi
Selatan.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
kepada masyarakat, 115 demikian halnya dalam pembuatan berita acara rapat umum

pemegang saham perseroan terbatas.

BAB IV

115
Ibid.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM PEMBUATAN
BERITA ACARA RUPS PERSEROAN TERBATAS

A. Perseroan Terbatas

1. Pengertian Perseroan Terbatas (PT)

Kata “perseroan” dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi

usaha. Sedangkan “perseroan terbatas” adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau

badan usaha yang ada dan dikenal dalam sistem hukum dagang Indonesia. 116

Di dalam Pasal 1 angka 1 UUPT No.40 Tahun 2007 ditetapkan, bahwa

Perseroan Terbatas selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang

merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi

persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan

pelaksanaannya. “Berbeda dengan maatschap, perseroan firma, dan perseroan

komanditer, PT adalah suatu badan hukum. Artinya, PT dapat melakukan perbuatan-

perbuatan hukum seperti seorang manusia dan dapat pula mempunyai kekayaan atau

utang”. 117

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), definisi mengenai

perseroan terbatas ini tidak dijumpai dalam pasal-pasalnya. Namun demikian,

menurut Sutantya dan Sumantono, dari Pasal 36, 40, 42 dan Pasal 45 KUHD dapat

116
I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2006),
hal. 1. Bentuk-bentuk badan usaha yang dikenal dalam sistem hukum dagang Indonesia adalah
Perseroan Firma (Fa), Perseroan Komanditer (CV yaitu Commanditaire Vennootschap), dan Perseroan
Terbatas (PT). Bentuk-bentuk ini diatur dalam Buku Kesatu Bab III Bagian 1 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD). Selain itu, masih ada bentuk usaha lain yang diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang disebut Maatschap atau persekutuan (perdata).
117
M. Udin Silalahi, Badan Hukum Organisasi Perusahaan, (Jakarta: Badan Penerbit
IBLAM, 2005), hal. 7.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
disimpulkan bahwa suatu Perseroan Terbatas mempunyai unsur-unsur sebagai

berikut: 118

a. Adanya kekayaan yang terpisah dari kekayaan pribadi masing-masing pesero


(pemegang saham) dengan tujuan untuk membentuk sejumlah dana sebagai
jaminan bagi semua perikatan perseroan.
b. Adanya pesero atau pemegang saham yang tanggung jawabnya terbatas pada
jumlah nominal saham yang dimilikinya. Sedangkan mereka semua di dalam
rapat umum pemegang saham (RUPS), merupakan kekuasaan tertinggi dalam
organisasi perseroan yang berwenang mengangkat dan memberhentikan
direksi dan komisaris, berhak menentukan garis-garis besar kebijaksanaan
menjalankan perusahaan, menetapkan hal-hal yang belum ditetapkan dalam
anggaran dasar dan lain-lain.
c. Adapun pengurus (direksi) dan pengawas (komisaris) yang merupakan satu
kesatuan pengurussan dan pengawasan terhadap perseroan dan tanggung
jawabnya terbatas pada tugasnya, yang harus sesuai dengan anggaran dasar
atau keputusan RUPS.

Demikian pula setelah berlakunya UUPT No.1 Tahun 1995 yang telah direvisi

dengan UUPT No.40 Tahun 2007, juga tidak ditemukan secara tegas di dalam pasal-

pasalnya dengan klasifikasi yang bagaimana sehingga suatu badan usaha itu dapat

dikategorikan sebagai perseroan terbatas. Ketentuan pasal tersebut hanya menegaskan

bahwa perseroan terbatas adalah merupakan badan hukum. Untuk mendapat status

badan hukum inipun masih harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu setelah akta

pendiriannya mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 ayat (4) UUPT No.40 Tahun 2007 yang

menyatakan “Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya

keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan”.

Demikian juga yang dikemukakan Agus Budiarto: 119

118
Sutantyo R. Hadikusuma dan Sumantoro, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan, Bentuk-
Bentuk Perusahaan Yang Berlaku di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), hal. 40.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Jadi, untuk sampai pada suatu hal yang disebut sebagai badan hukum, maka
badan usaha tersebut lebih dahulu harus berbentuk perseroan terbatas. Akan tetapi
apa dan bagaimana bentuk perseroan terbatas itu tidak dengan jelas disebutkan di
dalam pasal-pasal UUPT No.1 Tahun 1995. Oleh karena itu, UUPT No.1 Tahun
1995 hanya menekankan bahwa merupakan badan hukum bukan saja badan usaha
yang berbentuk perseroan terbatas, melainkan juga yayasan dan koperasi. Boleh
jadi perseroan terbatas adalah pasti merupakan badan hukum sebagaimana
dinyatakan di dalam Pasal 1 ayat (1) UUPT No.1 Tahun 1995 tersebut di atas,
walaupun masih bergantung pada syarat tertentu, yaitu setelah akta pendiriannya
mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman (Pasal 7 ayat (6) UUPT No.1
Tahun 1995), tetapi badan hukum belum tentu merupakan perseroan terbatas.

Menurut Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, dari pernyataan Pasal 1 angka 1

UUPT No.1 Tahun 1995 tersebut di atas terdapat 5 hal pokok yang dapat

dikemukakan, yaitu: 120

1. Perseroan Terbatas merupakan suatu badan hukum;


2. didirikan berdasarkan perjanjian;
3. menjalankan usaha tertentu;
4. memiliki modal yang terbagi dalam saham-saham;
5. memenuhi persyaratan undang-undang.

Pasal 1 angka 2 UUPT No.1 Tahun 1995 yang telah direvisi dengan UUPT

No.40 Tahun 2007 menyatakan “organ perseroan adalah Rapat Umum Pemegang

Saham, Direksi, dan Komisaris”. Berkaitan dengan organ perusahaan tersebut dapat

dikemukakan pendapat I.G. Rai Widjaja yang menyatakan:

Perseroan (PT) merupakan contoh manusia buatan (artificial person) atau


badan hukum (legal entity). Meskipun perseroan bukan manusia secara alamiah,
badan hukum itu bisa bertindak sendiri melakukan perbuatan-perbuatan hukum
diperlukan. Untuk itu ada yang disebut “agent”, yaitu orang yang mewakili
perseroan serta bertindak untuk dan atas nama perseroan. Orang tersebut adalah
Direksi yang terdiri atas natural persons. Berbeda halnya dengan natural persons
atau orang, yang setiap saat bisa meninggal, badan hukum tidak bisa mati, kecuali

119
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum Dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, Anggota IKAPI, 2002), hal. 25.
120
Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta:
Rajawali Press, 1999), hal. 7.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
memang dimatikan atau diakhiri keberadaannya oleh hukum atau undang-
undang. 121

Dari ketentuan dan pendapat di atas, PT adalah suatu organisasi dan

mempunyai pengurus yang dinamakan direksi. Sebagai organisasi sudah pasti

mempunyai tujuan, pengawasan dilakukan oleh komisaris yang mempunyai

wewenang dan kewajiban sesuai dengan ketetapan dalam anggaran dasarnya. Oleh

karena itu perseroan terbatas adalah suatu badan usaha yang mempunyai

unsur-unsur adanya kekayaan yang terpisah, adanya pemegang saham, dan adanya

pengurus. 122

Selanjutnya Perseroan Terbatas dapat dibedakan atas dasar besarnya modal

dan jumlah pemegang saham serta perolehan sahamnya, yaitu PT Tertutup (private)

dan PT. Terbuka (public), sebagaimana dijelaskan berikut ini: 123

1. PT Tertutup adalah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1995, sebagai “PT Biasa” karena dalam kaitannya
untuk membedakan dengan PT PMDN, PT PMA dan PT PERSERO.
Modal dasar Perseroan Terbatas (PT) ditetapkan besarnya paling sedikit Rp.
20.000.000,- (dua puluh juta) rupiah. 124 Namun undang-undang atau
peraturan pelaksanaan yang mengatur bidang usaha tertentu dapat
menentukan jumlah minimum modal dasar PT yang berbeda dari ketentuan
minimum yang telah ditetapkan tersebut.
2. PT Terbuka menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 adalah perseroan
terbatas yang modal dan pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu, atau
perseroan terbatas yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang Pasar Modal. Selanjutnya PT Terbuka atau
Perusahaan Publik didasarkan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal. Undang-undang tersebut memberikan batas dalam
Pasal 1 ayat (22) bahwa:

121
I.G. Rai Widjaya, 2006, op. cit., hal. 7.
122
Agus Budiarto, op. cit., hal. 25-26.
123
I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2005), hal.140-141.
124
Setelah berlakunya UUPT No. 40 Tahun 2007, terjadi perubahan besar modal dasar
perseroan, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 32 Modal Dasar Perseroan paling sedikit
Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta).

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Perusahaan Publik adalah perseroan terbatas yang sahamnya dimiliki
sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki
modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah)
atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.

Bentuk PT adalah salah satu bentuk usaha yang paling banyak dipergunakan

dalam dunia usaha, karena mempunyai sifat atau ciri yang khas yang mampu

memberikan manfaat yang optimal kepada usaha itu sendiri dengan sebagai asosiasi

modal untuk mencari untung atau laba. 125

Perseroan Terbatas merupakan badan hukum (legal entity), yaitu badan

hukum “mandiri” (persona standi in judicio) yang memiliki sifat dan ciri kualitas

yang berbeda dari bentuk usaha lain, yang dikenal sebagai karakteristik suatu

PT yaitu sebagai berikut: 126

1) Sebagai asosiasi modal;


2) Kekayaan dan utang PT adalah terpisah dari kekayaan dan utang Pemegang
Saham;
3) Pemegang Saham;
a. bertanggung jawab hanya pada apa yang disetorkan, atau tanggung jawab
terbatas (limited liability);
b. tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan (PT) melebihi nilai
saham yang telah diambilnya;
c. tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas
nama perseroan.
4) Adanya pemisahan fungsi antara Pemegang Saham dan Pengurus atau Direksi;
5) Memiliki Komisaris yang berfungsi sebagai pengawas;
6) Kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS.

Dengan demikian ciri-ciri suatu perseroan adalah pemegang saham perseroan

tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama

perseroan, dan pemegang saham tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan

125
I.G. Rai Widjaya, 2005, op. cit., hal. 142.
126
Ibid., hal. 142-143.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
melebihi nilai saham yang telah diambilnya, dan tidak meliputi harta kekayaan

pribadinya. Dengan perkataan lain bahwa suatu perseroan merupakan badan hukum

mandiri yang mempunyai karakteristik sebagai berikut: 127

1) Sebagai asosiasi modal;

2) Kekayaan dan utang perseroan adalah terpisah dari kekayaan dan utang pemegang

saham;

3) Tanggung jawab pemegang saham adalah terbatas pada yang disetorkan;

4) Adanya pemisahan fungsi antara pemegang saham dan pengurus/direksi;

5) Mempunyai komisaris yang berfungsi sebagai pengawas;

6) Kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

2. Pendirian Perseroan Terbatas

Mengenai pendirian perseroan terbatas dapat dilihat kembali ke masa lalu

pada saat masih berlakunya peraturan lama mengenai PT yaitu KUHD, Buku Kesatu

Bab III Bagian 3, mulai Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 tentang Perseroan Terbatas.

Seharusnya ada dua pasal lagi, namun Pasal 57 dan 58 telah dihapuskan dengan

Staatblaad 1938 no. 278. Berdasarkan undang-undang tersebut, mendirikan suatu

perusahaan yang berbentuk PT, diperlukan suatu proses atau tahap-tahap yang harus

ditempuh. 128

Apabila semua tahapan tersebut telah dilalui, artinya telah dipenuhi sesuai

dengan ketentuan persyaratan yang berlaku, maka barulah suatu perusahaan berdiri

dan memperoleh status sebagai badan hukum yang sah. Bila dianologkan misalnya

127
I.G. Rai Widjaja, 2006, op. cit., hal. 3.
128
I.G. Rai Widjaja, 2005, op. cit., hal. 148.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
seperti bayi yang baru lahir, pada tahap awal, dia dibuatkan akta kelahiran sebagai

bukti tentang keberadaannya. Hal ini penting untuk menentukan bahwa di kemudian

hari setelah berusia tertentu, bisa dinyatakan dewasa dalam pengertian hukum dan

sebagai “subjek hukum” dia dinyatakan “cakap” (bekwaam) untuk melakukan

perbuatan hukum. Demikian juga dengan perseroan terbatas yang baru didirikan atau

baru “lahir”, maka sebagai “artificial person” atau “person in law” yang merupakan

“orang” dalam pengertian hukum, diperlukan Akta Pendirian yang dibuat oleh

Notaris. 129

Menurut KUHD Akta pendirian suatu perusahaan harus memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut: 130

a. Dibuat dalam bentuk otentik sesuai dengan Pasal 38 KUHD.

b. Memperoleh persetujuan dari Menteri Kehakiman RI menurut Pasal 36 KUHD.

c. Didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri di daerah hukum tempat

kedudukan perseroan, dan

d. Diumumkan dalam Berita Negara RI, sesuai dengan Pasal 38 KUHD

Selanjutnya dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang

Perseroan Terbatas, maka sekaligus menggantikan Buku Kesatu Bab III Bagian

Ketiga tentang Perseroan Terbatas, Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 KUHD, kecuali

segala peraturan pelaksanaannya berikut segala perubahannya terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak

bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1995.

129
Ibid., hal. 148-149.
130
Ibid., hal. 149.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Menurut Pasal 7 ayat (1) UUPT No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah direvisi

dengan UUPT No.40 Tahun 2007 disebutkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang

atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya

dalam penjelasan dinyatakan yang dimaksud dengan “orang” adalah orang

perorangan atau badan hukum. Ketentuan ini menegaskan prinsip yang berlaku

berdasarkan undang-undang ini bahwa dasarnya sebagai badan hukum, perseroan

dibentuk berdasarkan perjanjian, dan karena itu mempunyai lebih dari 1 (satu) orang

pemegang saham.

Dalam UUPT berlaku prinsip bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum,

perseroan dibentuk berdasarkan perjanjian, dan karena itu mempunyai lebih dari satu

orang pemegang saham. Setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham

pada saat perseroan didirikan. Apabila setelah perseroan disahkan oleh Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia, kemudian jumlah pemegang saham menjadi kurang

dari dua orang (perseorangan/badan hukum), maka dalam waktu enam bulan

terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib

mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain (yang tidak merupakan kesatuan

harta). 131

Persyaratan atau ketentuan yang mewajibkan suatu perseroan didirikan oleh

dua orang atau lebih dan kewajiban untuk mengalihkan sebagian sahamnya kepada

orang lain, tidak berlaku bagi perseroan yang merupakan Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) yang mempunyai status dan karakteristik yang khusus, sehingga persyaratan

131
I.G. Rai Widjaja, 2005, op. cit., hal. 14.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
jumlah pendiri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diatur dalam peraturan

perundang-undangan tersendiri. 132

Pasal 7 ayat (6) UUPT No.40 Tahun 2007 menyatakan dalam hal jangka

waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) telah dilampaui, pemegang saham tetap

kurang dari 2 orang, pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala

perikatan dan kerugian perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan,

Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan tersebut.

Persyaratan jumlah pemegang saham dan waktu enam bulan tersebut, juga

sama dengan yang dikenal di Singapura. Hanya saja di sana dimungkinkan bahwa

mereka yang bertindak sebagai nominee (lembaga) bisa isteri, anak, atau teman.

Karena yang diharuskan atau dipersyaratkan hanyalah keharusan untuk

mencantumkan dua nama pendiri pada saat pendaftaran. 133 Perseroan memperoleh

status badan hukum setelah Akta Pendirian perseroan disahkan oleh Menteri Hukum

dan HAM. Dalam pembuatan Akta Pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain

berdasarkan surat kuasa, 134 misalnya notaris.

a. Akta pendirian

Pasal 8 UUPT No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah direvisi dengan UUPT

No.40 Tahun 2007 menyatakan:

(1) Akta Pendirian memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain berkaitan
dengan pendirian perseroan.
(2) Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat 1 membuat sekurang-
kurangnya:

132
Ibid., hal. 15.
133
Ibid., hal. 15.
134
Lihat, Pasal 7 ayat (6) dan (7) UUPT No.1 Tahun 1995.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal dan
kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan
alamat lengkap serta nomor dan tanggal keputusan Menteri mengenai
pengesahan badan hukum dari pendiri perseroan;
b. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal,
kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama
kali diangkat;
c. nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian
jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan
disetor.
(3) Dalam pembuatan Akta Pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain
berdasarkan surat kuasa:

Pada dasarnya badan hukum Indonesia yang berbentuk perseroan didirikan

oleh warga negara Indonesia, namun demikian kepada warga negara asing diberi

kesempatan untuk mendirikan badan hukum Indonesia yang berbentuk perseroan

sepanjang undang-undang yang mengatur bidang usaha perseroan tersebut memungkinkan,

atau pendirian perseroan tersebut diatur dengan undang-undang tersendiri. 135

Syarat-syarat mengajukan permohonan pembuatan Akta Pendirian Perseroan

Terbatas adalah:

1) Membuat Akta Pendirian PT di hadapan Notaris

2) Membuat/mengurus NPWP PT pada Kantor Pajak setempat.

3) Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Tambahan Berita

Negara (TBN) Republik Indonesia.

Setelah ketentuan-ketentuan tersebut dipenuhi maka berkas tersebut di atas dapat

dimohonkan kepada Menteri Hukum dan HAM di Jakarta (sekarang pada Kanwil

Propinsi). 136

135
I.G.Widjaya, 2006, op. cit., hal. 16.
136
Lihat, Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor: M.837-KP.04.11
Tahun 2006 tentang Pendelegasian Wewenang Menteri Hukum dan Asasi Manusia Republik Indonesia
Dalam Memberikan Pengesahan Badan Hukum Perseroan Terbatas Kepada Kepala Kantor Wilayah
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia di Seluruh Indonesia.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Dalam prakteknya penandatanganan Akte Pendirian PT dilaksanakan dengan

terlebih dahulu Notaris yang bersangkutan mengecek nama PT yang diajukan melalui

sistem administrasi badan hukum (SISMINBAKUM), setelah dilakukan disetujui

korektor barulah Akta Pendirian PT tersebut dapat ditandatangani oleh para

penghadap dan notaris.

b. Pengesahan

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia Nomor M-05 HT.01.01 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan

Sistem Administrasi Badan Hukum di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum

Umum Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,

menyatakan bahwa proses penyelesaian badan hukum yang meliputi permohonan

pengesahan akta pendirian perseroan terbatas, dan permohonan persetujuan serta

penyampaian laporan akta perubahan anggaran dasar perseroan terbatas dilaksanakan

melalui Sistem Adaministrasi Badan Hukum (SISMINBAKUM), dan Sistem Manual

sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia Nomor M.04.HT.01.01 Tahun 2001 berakhir tanggal 30

Juni 2002.

Sistem Administrasi Badan Hukum (SISMINBAKUM) merupakan situs

resmi yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Administrasi Badan Hukum Umum

(AHU) Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang

dapat diakses pada http:/www.sisminbakum.com. Sistem ini merupakan bentuk

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
pelayanan pemerintah dalam bidang jasa hukum yaitu terutama dalam hal pengesahan

badan hukum. 137

SISMINBAKUM dibuat berdasarkan kebutuhan masyarakat dan dunia usaha

yang semakin berkembang sehingga membutuhkan pelayanan, terutama dalam

pengesahan badan hukum yang cepat dan akurat. Selama ini proses pengesahan atau

perubahan badan hukum dilakukan secara manual yang tentunya memerlukan waktu

yang lama. Dari sisi notaris, proses pengesahan yang semuanya berpusat di Jakarta,

menimbulkan jarak serta memakan waktu. Dari sisi pegawai Departemen Kehakiman

dan Hak Asasi Manusia, dapat menimbulkan banyaknya permohonan yang tertunda

penyelesaiannya karena sejak pengecekan nama hingga pengecekan dokumen

membutuhkan waktu dan kecermatan yang tinggi sedangkan dokumen yang masuk

tidak sebanding dengan jumlah pegawai yang ada. Dalam hal ini seringkali human

error tidak dapat dihindari sehingga dapat terjadi data yang ada tidaklah akurat. 138

Penyelesaian badan hukum dilaksanakan melalui SISMINBAKUM dengan

menggunakan teknologi internet. Penyelesaian badan hukum dimaksud meliputi:139


a. Permohonan pengesahan akta pendirian perseroan terbatas dan permohonan
persetujuan serta penyampaian laporan akta perubahan anggaran dasar
perseroan terbatas.
b. Permohonan lain yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Administrasi Hukum Umum.

137
“Penggunaan SISMINBAKUM, diresmikan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri (Presiden
Republik Indonesia) yang saat itu menjabat Wakil Presiden Republik Indonesia pada tanggal 31
Januari 2001, yang pelaksanaannya dimulai pada tanggal 1 Maret 2001. “Pedoman Penggunaan Sistem
Administrasi Badan Hukum (SISMINBAKUM)”, Yayasan Kesejahteraan Direktorat Jenderal
Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, hal. 1.
138
Pelaksanaan secara manual juga ini menimbulkan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di
kalangan pegawai. Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia terutama bila pihak notaris
membutuhkan cepatnya pengesahan atas badan hukum yang sedang diurusnya. Ibid., hal.1.
139
Pasal 1 Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M-05 HT.01.01 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Badan Hukum di
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia,

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Pengguna jasa SISMINBAKUM adalah: Notaris, Konsutan Hukum, dan

pihak lain yang telah memiliki kode password tertentu dan telah memenuhi syarat

administrasi yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal

Administrasi Hukum Umum. 140

Selanjutnya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I Nomor

M.01.HT.01.10 Th. 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Dan Pengesahan

Akta Pendirian Persetujuan, Penyampaian Laporan, Dan Pemberitahuan Akta

Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas, dengan pertimbangan bahwa untuk

memenuhi ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia Nomor : M.837-KP.04.11 Tahun 2006 tentang Pendelegasian

Wewenang Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Dalam

Memberikan Pengesahan Badan Hukum Perseroan Terbatas Kepada Kepala Kantor

Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Di Seluruh Indonesia.

Adapun tata cara permohonan dan pengesahan Akta Pendirian perseroan

terbatas berstatus badan hukum adalah sebagai berikut:

1) Permohonan pengesahan akta pendirian perseroan terbatas atau persetujuan akta

perubahan anggaran dasar perseroan diajukan oleh Notaris kepada Menteri

Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia R.I., melalui Direktur Jenderal Admnistrasi

Hukum Umum. 141

140
Lihat, Pasal 2 Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M-05 HT.01.01 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Badan Hukum di
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia.
141
Lihat, Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I Nomor
M.01.HT.01.10 th. 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Dan Pengesahan Akta Pendirian
Persetujuan, Penyampaian Laporan, Dan Pemberitahuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan
Terbatas.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
2) Permohonan diajukan secara elektronis dengan mengisi Format Isian Akta

Notaris (FIAN) Model I atau II, dan dilengkapi dokumen pendukung secara

elektronis dengan mengisi formulir isian yang disediakan. 142

3) Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pernyataan

tidak keberatan Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia R.I atau Notaris

yang ditunjuk wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan pengesahan

akta pendirian atau persetujuan akta perubahan anggaran dasar perseroan beserta

dokumen pendukung yang meliputi: 143

a) Salinan akta pendirian perseroan terbatas atau salinan akta perubahan

anggaran dasar perseroan terbatas;

b) Nomor Pokok Wajib Pajak atas nama perseroan terbatas

c) Bukti Pembayaran uang muka pengumuman Akta Pendirian Perseroan dalam

Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dari Kantor Percetakan Negara R.I

d) Bukti Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

e) Bukti setor modal perseroan terbatas dari bank.

Dokumen fisik Nomor Pokok Wajib Pajak atas nama perseroan terbatas, bukti

pembayaran uang muka pengumuman akta pendirian dan perubahan anggaran

dasar perseroan terbatas dalam Berita Negara R.I dari Kantor Percetakan Negara

R.I, tidak berlaku bagi permohonan persetujuan akta perubahan anggaran dasar

142
Lihat, Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I
Nomor M.01.HT.01.10 th. 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Dan Pengesahan Akta
Pendirian Persetujuan, Penyampaian Laporan, Dan Pemberitahuan Akta Perubahan Anggaran Dasar
Perseroan Terbatas.
143
Lihat, Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I Nomor
M.01.HT.01.10 th. 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Dan Pengesahan Akta Pendirian
Persetujuan, Penyampaian Laporan, Dan Pemberitahuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan
Terbatas.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
perseroan terbatas yang tidak mengubah tempat kedudukan dan tidak

meningkatkan modal perseroan terbatas.

4) Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I setelah

jangka waktu 3 (tiga) hari atau paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah

pernyataan tidak keberatan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I

menerbitkan Surat Keputusan tentang pengesahan akta pendirian atau persetujuan

akta perubahan anggaran dasar perseroan terbatas. 144

5) Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I

menerbitkan surat keputusan pengesahan akta pendirian atau persetujuan akta

perubahan anggaran dasar perseroan terbatas dalam waktu paling lama 60 (enam

puluh) hari kerja, sejak tanggal permohonan diterima. 145

Sedangkan dalam hal permohonan pengesahan tidak diterima, maka Menteri

Kehakiman dan Hak Asasi Manusia R.I langsung memberitahukan kepada Notaris

yang bersangkutan secara elektronis, 146 dan pernyataan tidak keberatan menjadi batal

dan dicabut kembali. Pernyataan tidak keberatan batal dan dicabut kembali, pendiri

atau Direksi melalui Notaris dapat mengajukan permohonan baru mengenai

144
Lihat, Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I Nomor
M.01.HT.01.10 th. 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Dan Pengesahan Akta Pendirian
Persetujuan, Penyampaian Laporan, Dan Pemberitahuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan
Terbatas.
145
Lihat, Pasal 7 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I Nomor
M.01.HT.01.10 th. 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Dan Pengesahan Akta Pendirian
Persetujuan, Penyampaian Laporan, Dan Pemberitahuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan
Terbatas.
146
Hal ini dapat dilaksanakan mengingat seluruh proses pembuatan dilakukan secara on line
melalui jaringan internet yang dapat diakses oleh setiap Notaris yang mengikuti SISMINBAKUM.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
pengesahan akta pendirian atau persetujuan akta perubahan anggaran dasar perseroan

terbatas tersebut. 147

Pemeriksaan terhadap ketentuan mengenai nama, tempat kedudukan dan

alamat lengkap perseroan terbatas, jangka waktu, maksud dan tujuan serta kegiatan

usaha, dan modal perseroan terbatas menjadi kewenangan dan tanggung jawab

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. Sedangkan terhadap materi akta

pendirian dan akta perubahan anggaran dasar yang telah dibuat dihadapan Notaris

adalah menjadi tanggung jawab Notaris yang bersangkutan. 148

c. Penyertaan modal

Perbuatan hukum yang berkaitan dengan susunan dan penyertaan modal serta

susunan saham perseroan, yang dilakukan oleh pendiri sebelum perseroan didirikan,

harus dicantumkan dalam Akta Pendirian sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 10

UUPT No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah direvisi dengan Pasal 12 UUPT No.40

Tahun 2007, yaitu:

(1) Perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan


penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum perseroan
didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian
(2) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dinyatakan dengan akta yang bukan akta otentik, akta tersebut dilekatkan
pada akta pendirian.
(3) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dinyatakan dengan akta otentik, nomor, tanggal dan nama serta tempat

147
Lihat, Pasal 6 ayat (2) dan (3) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I
Nomor M.01.HT.01.10 th. 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Dan Pengesahan Akta
Pendirian Persetujuan, Penyampaian Laporan, Dan Pemberitahuan Akta Perubahan Anggaran Dasar
Perseroan Terbatas.
148
Lihat, Pasal 8 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I Nomor
M.01.HT.01.10 th. 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Dan Pengesahan Akta Pendirian
Persetujuan, Penyampaian Laporan, Dan Pemberitahuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan
Terbatas.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
kedudukan Notaris yang membuat akta otentik tersebut disebutkan dalam
akta pendirian perseoan.
(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) tidak dipenuhi, perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan
kewajiban serta tidak mengikat perseroan.

Naskah asli atau salinan resmi akta otentik mengenai perbuatan hukum

tersebut di atas dilekatkan pada Akta Pendirian. Justru semua dokumen yang memuat

perbuatan hukum yang terkait dengan pendirian perseroan yang bersangkutan harus

ditempatkan sebagai satu kesatuan dengan Akta Pendirian, dengan cara melekatkan

atau menjahitkan dokumen tersebut sebagai satu kesatuan dengan Akta Pendirian.

Apabila pencantuman perbuatan hukum dan pelekatan seperti dimaksudkan di atas

tidak terpenuhi, perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban

bagi perseroan kecuali apabila dikukuhkan menurut cara sebagai berikut: 149

a. Perseroan secara tegas menyatakan menerima semua perjanjian yang dibuat


oleh pendiri atau orang lain yang ditugaskan pendiri dengan pihak ketiga
b. Perseroan secara tegas menyatakan mengambil alih semua hak dan kewajiban
yang timbul dari perjanjian yang dibuat pendiri atau orang lain yang
ditugaskan pendiri, walaupun perjanjian tidak dilakukan atas nama perseroan;
atau
c. Perseroan mengukuhkan secara tertulis semua perbuatan hukum yang
dilakukan atas nama perseroan.

d. Anggaran Dasar

1) Persyaratan

Pasal 12 UUPT No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah direvisi dengan Pasal 15

UUPT No.40 Tahun 2007 menyatakan:

Anggaran Dasar memuat sekurang-kurangnya:


a. nama dan tempat kedudukan perseroan;
b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;

149
Ibid., hal. 17-18. lihat juga Pasal 11 UUPT No.1 Tahun 1995.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
c. jangka waktu berdirinya perseroan;
d. besarnya jumlah modal dasar, modal yang ditempatkan, dan modal yang
disetor;
e. jumlah saham, jumlah klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham
untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai
nominal setiap saham.
f. susunan, jumlah, dan nama anggota Direksi dan Komisaris;
g. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;
h. tata cara pemilihan, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota
Direksi dan Komisaris;
i. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen; dan

Selanjutnya dalam Pasal 13 UUPT No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah

direvisi dengan Pasal 16 UUPT No.40 Tahun 2007 dinyatakan:


(1) Perseroan tidak boleh memakai nama yang:
a. telah dipakai secara sah oleh perseroan lain atau sama pada pokoknya
dengan nama perseroan lain;
b. bertentangan dengan ketertiban umum, dan atau kesusilaan;
c. sama atau mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau
lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan;
d. tidak sesuai dengan maksud dan tujuan, serta kegiatan usaha, atau
menunjukkan maksud dan tujuan perseroan saja tanpa nama diri.
e. terdiri atas angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf yang
tidak membentuk kata, atau
f. mempunyai arti sebagai perseroan badan hukum, atau persekutuan
perdata.
(2) Nama Perseroan harus didahului dengan frase “Perseroan Terbatas” atau
disingkat “PT”.
(3) Dalam hal Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), pada akhir nama perseroan ditambah kata singkatan “Tbk”.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemakaian nama perseroan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

2) Perubahan Anggaran Dasar

Apabila hendak melakukan perubahan atas Anggaran Dasar perseroan harus

memenuhi persyaratan tertentu. Perubahan Anggaran Dasar ditetapkan oleh RUPS

dan usul adanya perubahan Anggaran Dasar dicantumkan dalam surat panggilan atau

pengumuman untuk mengadakan RUPS.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Perubahan atas Anggaran Dasar dibagi menjadi dua yaitu perubahan yang

sifatnya mendasar dan perubahan lain yang masing-masing ditetapkan sebagai

berikut:

a) Perubahan Mendasar

Perubahan tertentu Anggaran Dasar harus mendapat persetujuan Menteri

Kehakiman RI (sekarang disebut Menteri Hukum dan HAM) dan didaftarkan

dalam Daftar Perusahaan serta diumumkan sesuai dengan ketentuan dalam

Pasal 15 ayat (2) UUPT No.1 Tahun 1995 sebagaimana telah direvisi

dengan Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) UUPT No.40 Tahun 2007 yang

menyatakan:

(1) Perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapat persetujuan Menteri.


(2) Perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. nama Perseroan dan/atau tempat kedudukan Perseroan;
b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c. jangka waktu berdirinya perseroan;
d. besarnya modal dasar;
e. pengurangan modal ditempatkan dan disetor; dan/atau
f. status perseroan yang tertutup menjadi terbuka atau sebaliknya.

b) Perubahan lain

Perubahan Anggaran Dasar selain yang dimaksudkan di atas (selain perubahan

tertentu Anggaran Dasar) cukup dilaporkan kepada Menteri Hukum dan HAM RI

dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan

RUPS, dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan sesuai dengan ketentuan

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982, tentang Wajib Daftar Perusahaan.

Setiap perubahan Anggaran Dasar, baik perubahan yang harus mendapat

persetujuan maupun yang hanya cukup dilaporkan kepada Menteri Hukum dan

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
HAM RI, dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia. Perlu diperhatikan

bahwa hal ini berbeda dengan yang biasa dilakukan selama ini bahwa tidak setiap

perubahan Anggaran Dasar perlu dibuat dengan akta notaris, melainkan hanya

hal-hal yang sudah ditetapkan. Sedangkan menurut UUPT No.1 Tahun 1995,

setiap perubahan dibuat dengan akta notaris. 150

Perubahan tertentu Anggaran Dasar sebagaimana dimaksudkan tersebut mulai

berlaku sejak tanggal persetujuan diberikan sedangkan perubahan Anggaran Dasar

yang hanya cukup dilaporkan kepada Menteri Hukum dan HAM mulai berlaku sejak

tanggal pendaftaran. Pendaftaran hanya dapat dilakukan setelah perubahan Anggaran

Dasar dilaporkan kepada Menteri Hukum dan HAM. Perubahan Anggaran Dasar

tidak dapat dilakukan pada saat perseroan dinyatakan pailit kecuali dengan

persetujuan kurator. Maksudnya sebagai upaya yang dapat ditempuh untuk

membebaskan perseroan dari keadaan pailit, misalnya perubahan yang berkaitan

dengan penambahan modal, pergantian Direksi dan atau Komisaris, atau perubahan

manajemen. Perubahan-perubahan tersebut harus dengan persetujuan kurator. Hal ini

sesuai dengan prinsip-prinsip kepailitan, antara lain semua perbuatan hukum dalam

keadaan pailit hanya dapat dilakukan oleh atau dengan persetujuan kurator.

B. Rapat Umum Tahunan Pemegang Saham (RUPS)

1. Kedudukan Hukum RUPS

RUPS merupakan organ perseroan yang kedudukannya adalah sebagai organ

yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan sebagaimana ditentukan dalam

Pasal 1 butir 3 UUPT yang menyatakan Rapat umum pemegang saham yang

150
I.G.Widjaya, 2006, op. cit., hal. 21.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan

tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan

kepada direksi atau komisaris.

Kekuasaan tertinggi yang diberikan oleh undang-undang kepada RUPS tidak

berarti bahwa RUPS dapat melakukan lingkup tugas dan wewenang yang telah

diberikan undang-undang dan anggaran dasar kepada direksi dan komisaris.

Kekuasaan yang tertinggi yang dimiliki oleh RUPS hanya mengenai wewenang yang

tidak diserahkan kepada direksi atau komsaris. Dengan demikian memberikan

pengertian bahwa direksi atau komisaris mempunyai wewenang yang tidak dapat

dipengaruhi oleh RUPS. Tugas, kewajiban, wewenang dari setiap organ termasuk

RUPS sudah diatur secara mandiri (otonom) di dalam UUPT. Setiap organ diberi

kebebasan bergerak asal semuanya dilakukan demi tujuan dan kepentingan perseroan.

Instruksi dari organ lain, misalnya RUPS, dapat saja tidak dipenuhi oleh direksi

meskipun direksi diangkat oleh RUPS sebab pengangkatan direksi oleh RUPS tidak

berarti bahwa wewenang yang dimiliki direksi merupakan pemberian kuasa atau

bersumber dari pemberian kuasa dari RUPS kepada direksi melainkan wewenang

yang ada pada direksi adalah bersumber dari undang-undang dan anggaran dasar.

Oleh karena itu, RUPS tidak dapat mencampuri tindakan pengurusan perseroan

sehari-hari yang dilakukan direksi sebab tindakan direksi semata-mata adalah untuk

kepentingan perseroan, bukan untuk RUPS. Paham klasik yang berpendapat bahwa

lembaga RUPS merupakan kekuasaan tertinggi PT, dalam arti segala kekuasaan yang

ada dalam suatu PT tidak lain bersumber dari RUPS, kiranya sudah ditinggalkan oleh

UUPT No1 Tahun 1995 sebagaimana telah direvisi dengan UUPT No.40 Tahun 2007

tersebut.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Berdasarkan paham tersebut, komisaris dan direksi mempunyai kekuasaan

berdasarkan mandat atau kuasa dari RUPS sehingga apabila RUPS menghendakinya

sewaktu-waktu dapat mencabutnya kembali. Melihat dari pengaturan tentang tugas,

kewajiban dan wewenang dari organ perseroan yang oleh UUPT telah diatur secara

mandiri (otonom) bagi tiap-tiap organ tersebut, menurut Emmy Panggaribuan, 151

sudah menggambarkan adanya paham baru yang dikenal sebagai paham institusional.

Paham ini menurut Rudhi Prasetya, 152 berpandangan bahwa ketiga organ PT masing-

masing mempunyai kedudukan yang otonom dengan kewenangannya sendiri-sendiri

sebagaimana yang diberikan dan menurut undang-undang dan anggaran dasar tanpa

wewenang organ yang satu boleh dikerjakan oleh organ yang lain. Dengan demikian,

undang-undang dan anggaran dasar, maka pengurus tersebut berhak untuk tidak

mematuhi perintah-perintah atau instruksi-instruksi dari organ lainnya, baik dari

komisaris maupun RUPS. Dengan perkataan lain, menurut paham tersebut wewenang

yang ada pada organ-organ dimaksud bukan bersumber dari limpahan atau kuasa dari

RUPS melainkan bersumber dari ketentuan undang-undang dan anggaran dasar.

2. Tata Cara Penyelenggaraan RUPS

Menurut Pasal 78 UUPT No. 40 Tahun 2007 RUPS dapat diselenggarakan

dengan 2 (dua) macam RUPS, yaitu sebagai berikut:

151
Emmy Pangaribuan, Interaksi Fungsi Organ Perseroan Terbatas dan Perlindungannya
Kepada Pemegang Saham dan Kreditur Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Makalah
Seminar Nasional, (Yogyakarta: UGM, 1995), hal. 32.
152
Rudhi Prasetyo, Kedudukan, Peran dan Pertanggungjawaban Pengurus Perseroan
Terbatas. Makalah Seminar Hukum Dagang Badan Pembinaan Hukum Nasional, (Jakarta:
Departemen Kehakiman, 1987), hal. 11.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
1. RUPS Tahunan, yang diselenggarakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan

setelah tahun buku.

2. RUPS lainnya, yang dapat diselenggarakan sewaktu-waktu berdasarkan

kebutuhan.

Penyelenggaraan RUPS secara tahunan dan secara sewaktu-waktu pada

prinsipnya yang berwenang menyelenggarakan adalah direksi, kecuali direksi

berhalangan atau ada pertentangan kepentingan antara direksi dan perseroan, maka

pemanggilan dilakukan oleh komisaris. Penyelenggaraan RUPS tersebut menurut

Pasal 79 ayat (2) UUPT No. 40 Tahun 2007 dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu)

orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu

persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran

dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil, atau Dewan Komisaris. Jadi

prakarsa menyelenggarakan RUPS di sini datang dari pemegang saham. Bahkan

menurut Pasal 80 ayat (2) UUPT No. 40 Tahun 2007 bahwa dalam hal Direksi atau

Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu yang

ditentukan maka pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat

mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya

meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada

pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.

Ketentuan ini merupakan kontrol dari pemegang saham yang diberikan oleh

undang-undang atas pengurusan dan pengawasan yang dilakukan oleh direksi dan

komisaris melalui ketua pengadilan negeri yang berwenang memberi izin. Ketua

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
pengadilan negeri dapat memerintahkan direksi dan atau komisaris untuk hadir dalam

RUPS tersebut bahkan dapat juga menentukan bentuk, isi, dan jangka waktu

pemanggilan RUPS serta menunjuk ketua rapat tanpa terikat pada ketentuan Undang-

undang perseroan terbatas dan anggaran dasar. 153

Selanjutnya dengan mengacu pada Pasal 82 UUPT No.40 Tahun 2007, guna

kepentingan penyelenggaraan RUPS, direksi melakukan pemanggilan kepada para

pemegang saham, dengan ketentuan sebagai berikut:

(1) Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat
belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan
tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS.
(2) Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan
dalam Surat Kabar.
(3) Dalam pemanggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata
acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam
RUPS tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan
RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan.
(4) Perseroan wajib memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) kepada pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta.
(5) Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), dan panggilan tidak sesuai dengan ketentuan
ayat (3), keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak
suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui
dengan suara bulat.

Bagi perseroan terbuka, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 83 UUPT No.40

Tahun 2007, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan

pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dengan memperhatikan

peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, dan pengumuman tersebut

dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum

pemanggilan RUPS.

153
Agus Budiarto, op. cit., hal. 59.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
3. Wewenang RUPS

Berdasarkan uraian diatas bahwa perseroan terbatas merupakan kumpulan

atau asosiasi modal, yang oleh undang-undang diberi status sebagai badan hukum.

Dengan demikian pada hakikatnya perseroan terbatas itu adalah wadah kerja sama

dari pada pemilik modal atau pemegang saham yang dijelmakan dalam Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS). Artinya bahwa RUPS sebagai organ perseroan terbatas

memiliki kekuasaan dan kewenangan yang tertinggi yang tidak dimiliki atau

diserahkan kepada organ perseroan lainnya dalam batas yang ditentukan dalam

UUPT maupun Anggaran Dasarnya. Inilah yang dinamakan dengan wewenang

eksklusif (exclusive authorities) RUPS. 154

Wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam UUPT tidak dapat

ditiadakan selama tidak ada perubahan UUPT. Sedangkan wewenang eksklusif dalam

Anggaran Dasar semata-mata berdasarkan kehendak RUPS yang disahkan dan

disetujui oleh Menteri Hukum dan HAM yang dapat diubah melalui perubahan

anggaran dasar sepanjang tidak bertentangan dengan UUPT. 155

UUPT No.1 Tahun 1995 memberi batasan terhadap wewenang RUPS, yaitu

sejauh yang tidak diberikan kepada direksi atau komisaris. Dengan demikian, dapat

diuraikan lingkup wewenang RUPS sebagaimana terlihat dalam Bab V yang

mengatur tentang RUPS dan Bab VI yang mengatur tentang Direksi dan Komisaris,

antara lain adalah sebagai berikut: 156

154
Racmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung: Alumni,
2004), hal. 128
155
Ibid., hal. 130
156
Agus Budiarto, op. cit., hal. 60-61. Lihat juga Bab V dan Bab VI UUPT No.1 Tahun 1995
sebagaimana telah direvisi menjadi Bab VI dan Bab VII UUPT No.40 Tahun 2007.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
1. Pengangkatan direksi dan komisaris adalah menjadi wewenang RUPS
demikian juga dengan pemberhentian direksi dan komisaris.
2. RUPS mempunyai wewenang mengambil keputusan untuk mengubah
anggaran dasar.
3. Wewenang RUPS juga dapat dilihat pada perbuatan penggabungan/merger
dan akuisisi di antara perusahaan.
Walaupun rencana merger dan akuisisi merupakan pekerjaan direksi dari
perseroan-perseroan yang bersangkutan, namun penggabungan dan akuisisi
hanya dapat dilakukan jika disetujui RUPS masing-masing perseroan.
Persetujuan itu adalah hak dan wewenang dari RUPS.
Hal ini berarti bahwa tidak ada perusahaan yang akan melakukan merger
ataupun akuisisi dengan sah tanpa persetujuan dari RUPS masing-masing
perusahaan tersebut.
4. RUPS berwenang membuat peraturan tentang pembagian tugas dan
wewenang setiap anggota direksi serta besar dan jenis penghasilan direksi.
Tugas tersebut dapat dilimpahkan kepada komisaris jika ditentukan demikian
dalam anggaran dasar.
5. RUPS berwenang mengangkat satu pemegang saham atau lebih untuk
mewakili perseroan dalam keadaan direksi tidak berwenang, mewakili
perseroan karena terjadi perselisihan/perkara antara direksi dengan perseroan
atau terjadi pertentangan kepentingan antara direksi dan perseroan.
6. RUPS berwenang mengambil keputusan jika diminta oleh direksi untuk
memberikan persetujuan guna mengalihkan atau menjadikan jaminan utang
seluruh atau sebagian harta kekayaan perseroan.
7. RUPS mempunyai wewenang mengambil keputusan atas permohonan
kepailitan perseroan yang akan dimajukan direksi kepada pengadilan negeri.
8. RUPS berwenang dan berhak meminta segala keterangan yang berkaitan
dengan kepentingan perseroan dari direksi dan atau komisaris. Sebaliknya, hal
ini merupakan kewajiban bagi direksi atau komisaris untuk memberikan
keterangan yang diperlukan oleh RUPS.

4. Hak Suara RUPS

Pasal 84 UUPT No.40 Tahun 2007 menyatakan setiap saham yang

dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain. Hak

suara sebagaimana dimaksud tidak berlaku untuk:

a. saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan;


b. sahan Induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara
langsung atau tidak langsung; atau
c. saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara
langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Pemegang saham baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa

berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah

saham yang dimilikinya, tetapi tidak berlaku bagi pemegang saham dari saham tanpa

hak suara. Dalam pemungutan suara, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham

berlaku untuk seluruh saham yang dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak

memberikan kuasa kepada lebih dari seorang kuasa untuk sebagian dari jumlah

saham yang dimilikinya dengan suara yang berbeda (Pasal 85 ayat (1), (2) dan (3)).

Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan

karyawan Perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari

pemegang saham. Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, surat kuasa

yang telah diberikan tidak berlaku untuk rapat tersebut. Ketua rapat berhak

menentukan siapa yang berhak hadir dalam RUPS dengan memperhatikan ketentuan

UUPT dan Anggaran Dasar Perseroan (Pasal 85 ayat (4), (5), dan (6)).

5. Kuorum RUPS

Korum yang harus dicapai bagi sahnya suatu RUPS berdasarkan UUPT ini

berbeda-beda, tergantung kepada materi atau masalah yang akan diputuskan. Begitu

juga besarnya pemegang saham yang harus memberikan persetujuan agar putusan

rapat menjadi sah berbeda-beda menurut materi atau masalah yang diputuskan.

Secara umum menurut Pasal 86 UUPT No.40 Tahun 2007 dan Anggaran

Dasar PT dapat menetapkan bahwa:

(1) RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari ½ (satu suara) bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali
Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang
lebih besar.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
(2) Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat
diadakan pemanggilan RUPS kedua.
(3) Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama
telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum.
(4) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil
keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali anggaran
dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
(5) Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang
daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan
Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.
(6) Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah
dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan
dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan
negeri.
(7) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(8) Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan.
(9) RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10
(sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang
mendahuluinya dilangsungkan.

Selanjutnya keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk

mufakat. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak

tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari

jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali UUPT dan Anggaran Dasar menentukan

bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar

(Pasal 87).

RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat

paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara

hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling

sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran

dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
keputusan RUPS yang lebih besar. Dalam hal kuorum tidak tercapai, maka dapat

dilaksanakan RUPS kedua bahkan RUPS ketiga yang dilakukan dengan permohonan

kepada ketua pengadilan negeri (Pasal 88).

Selanjutnya RUPS untuk menyetujui penggabungan, peleburan,

pengambilalihan, atau pemisahan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan

pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat

dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah

seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan

adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara

yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau

ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar

(Pasal 89).

Dalam hal setiap kuorum tidak tercapai, maka dapat dilakukan RUPS kedua

bahkan RUPS ketiga dengan permohonan kepada Pengadilan Negeri sebagaimana

berlaku ketentuan-ketentuan dalam Pasal 86 ayat (5), (6), (7), (8) dan ayat (9) pada

setiap jenis RUPS secara mutatis mutandis.

Pada dasarnya Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk

mufakat. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak

tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari

jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali undang-undang dan/atau anggaran dasar

menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang

lebih besar (Pasal 87 UUPT No.40 Tahun 2007).

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
C. Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara RUPS Perseroan
Terbatas

Pasal 7 ayat (1) UUPT No.40 Tahun 2007 menyatakan “Perseroan didirikan

oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa

Indonesia”. Sejalan dengan itu dalam Pasal 1 Undang-Undang Jabatan Notaris No.30

Tahun 2004 dinyatakan, Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk

membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut.

Ketentuan itu menegaskan bahwa otentisitas akta Notaris mempunyai peran

yang cukup sentral di dalam bidang hukum perusahaan. Peran Notaris tersebut mulai

terlihat pada proses pendirian PT dalam pembuatan akta pendirian perseroan sampai

dengan proses permohonan pengesahan badan hukum PT kepada Menteri Hukum dan

HAM, bahkan hingga proses pembubaran PT.

Dengan demikian yang memberikan roh kehidupan pada suatu PT adalah

Notaris, sedangkan Menteri Hukum dan HAM adalah lembaga negara penentu status

badan hukum PT yang didirikan tersebut. Setelah PT diberi roh kehidupan oleh

Notaris, statusnya baru sebatas subyek hukum, sedangkan kemandirian tanggung

jawab hukum sama sekali belum ada. Kemandirian tanggung jawab hukum baru

diperoleh ketika disahkan oleh Menteri.157

Dalam suatu PT sesuai yang dinyatakan dalam Pasal 1 butir 4 dan Pasal 75

UUPT No.40 Tahun 2007 dinyatakan, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

157
Anisitus Amanat, Pembahasan Undang-Undang Perseroan Terbatas, 1995 dan
Penerapannya Dalam Akta Notaris, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1996), hal. 172.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
adalah organ PT yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan

memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris.

RUPS mempunyai segala kewenangan yang tidak diberikan kepada Direksi atau

Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan atau Anggaran Dasar.

Dalam setiap pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham wajib dibuat akta

risalah RUPS, beserta hal-hal yang diputuskan oleh RUPS. Isi dan bentuk akta risalah

harus bisa menggambarkan jalannya acara pelaksanaan RUPS. Hal ini dikarenakan

akta tersebut bersifat verbal akta atau dinamakan akta berita acara RUPS. Artinya

jenis akta yang dibuat oleh Notaris berisi gambaran suatu kejadian yang disaksikan

oleh Notaris. 158

Notaris yang dihadirkan di dalam forum RUPS oleh pemegang saham

bertugas untuk membuat Berita Acara RUPS dalam kedudukannya sebagai pejabat

umum, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Jabatan Notaris

No. 30 Tahun 2004 (UUJN) bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang

untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang ini.

Menurut Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (PJN) bahwa Notaris adalah

pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai

semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan

158
H. Rustam Effendi Rasyid, Notaris dan Akta, Bahan Diktat Kuliah, tt., hal. 11.
mengatakan, akta relaas: akta yang dibuat Notaris sebagai pejabat umum, yang menguraikan secara
otentik suatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pembuat
akta dalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris antara lain: berita acara rapat pemegang saham
dalam perseroan terbatas, akta pencatatan budel.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta

otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan

grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu

peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecuali kepada pejabat atau orang lain.

Di dalam hukum, akta mempunyai bermacam-macam fungsi. Fungsi akta

termaksud dapat berupa, antara lain sebagai syarat untuk menyatakan adanya suatu

perbuatan hukum dan alat pembuktian. Walaupun mempunyai bermacam-macam

fungsi, akan tetapi fungsi akta yang paling penting di dalam hukum adalah sebagai

alat pembuktian. Juga dapat diketahui bahwa suatu akta itu dapat merupakan

beberapa fungsi yang tergabung menjadi satu di dalamnya, yaitu satu akta di samping

menyatakan adanya suatu perbuatan hukum juga sekaligus mempunyai fungsi sebagai

alat pembuktian dan sebaliknya. 159

Suatu akta yang dimaksudkan dengan mempunyai fungsi sebagai syarat untuk

menyatakan adanya suatu perbuatan hukum adalah bahwa dengan tidak adanya atau

tidak dibuatnya akta, maka berarti perbuatan hukum itu tidak terjadi. Dalam hal ini

dapat diambilkan contoh sebagaimana ditentukan dalam pasal-pasal 1681, 1682, 1683

KUH Perdata (tentang cara menghibahkan), Pasal 1945 KUH Perdata (tentang

sumpah di muka hakim) untuk akta otentik; sedangkan untuk akta di bawah tangan

seperti halnya dalam pasal-pasal 1610 KUH Perdata (tentang pemborongan kerja),

1776 KUH Perdata (tentang meminjamkan uang dengan bunga), 1851 KUH Perdata

159
Teguh Samudera, Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, (Bandung: Alumni, 1992),
hal. 46-47

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
(tentang perdamaian). Jadi akta di sini maksudnya digunakan untuk lengkapnya suatu

perbuatan hukum.

Fungsi suatu akta sebagai alat pembuktian dimaksudkan bahwa dengan tidak

adanya atau tidak dibuatnya akta, maka berarti perbuatan hukum tersebut tidak dapat

terbukti adanya. Dalam hal ini dapat diambilkan contoh sebagaimana yang ditentukan

dalam pasal 150 KUH Perdata (tentang perjanjian kawin) dan pasal 258 KUH

Dagang (tentang asuransi). Jadi di sini akta memang dengan sengaja sejak semula

adanya itu dibuat untuk alat pembuktian di kemudian hari.

Menurut Pasal 165 HIR/285 RBg akta otentik ialah suatu surat yang dibuat

menurut ketentuan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum, yang

berkuasa untuk membuat surat itu, memberikan bukti yang cukup bagi kedua belah

pihak dan ahli warisnya dan sekalian orang yang mendapat hak dari padanya, tentang

segala hal yang tersebut dalam surat itu dan juga segala hal yang tercantum dalam

surat itu sebagai pemberitahuan saja, tetapi yang tersebut kemudian itu hanya sekedar

diberitahukan itu langsung berhubungan dengan pokok yang disebut dalam akta itu.

UUJN memberikan hak istimewa kepada Notaris sebagai Pejabat Umum yang

khusus atau satu-satunya berwenang untuk membuat akta-akta otentik mengenai

semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan

perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta. Semuanya itu

sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada

pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Dengan demikian terlihat bahwa Notaris adalah pejabat umum yang

mempunyai kewenangan dalam pembuatan akta otentik yang bukan kewenangan

pejabat lain, demikian juga halnya dalam pembuatan Berita Acara RUPS dari suatu

perseroan terbatas. Namun demikian dalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris

tetap mempunyai batasan wilayah jabatannya, sebagaimana yang dinyatakan dalam

Pasal 17 UUJN bahwa notaris dilarang menjalankan jabatan di luar wilayah

jabatannya.

Sebagai pejabat umum, maka Berita Acara RUPS yang dibuat Notaris itu

harus mempunyai kekuatan pembuktian otentik. Akta otentik pada hakikatnya

memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada

Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang

termuat dalam akta notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan

kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi

akta notaris itu, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap

peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penandatangan akta.

Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui, atau

tidak menyetujui isi akta otentik yang akan ditandatanganinya.

Sebagai pejabat umum, maka Berita Acara RUPS yang dibuat Notaris itu

mempunyai kekuatan pembuktian otentik dengan sendirinya meski para pemegang

saham yang hadir dalam rapat tidak menandatanganinya. Namun, hal itu tidak berarti

bahwa para pemegang saham yang telah hadir dalam rapat mutlak tidak perlu

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
menandatangani Akta Pernyataan Keputusan RUPS yang dibuat oleh Notaris.

Penandatangan Berita Acara RUPS tetap perlu, kecuali ada alasan-alasan tertentu

yang menyebabkan para pemegang saham tidak dapat menandatangani Berita Acara

RUPS tersebut. Akan tetapi, alasan-alasan tersebut tetap harus dijelaskan oleh Notaris

di dalam Berita Acara RUPS, dan hal itu tidak berarti mengurangi otentisitas Akta

Berita Acara RUPS.

Memang undang-undang mengharuskan bahwa akta-akta partij, dengan

diancam akan kehilangan otentisitasnya atau dikenakan denda, harus ditandatangani

oleh para pihak yang bersangkutan atau setidak-tidaknya di dalam akta itu

diterangkan apa yang menjadi alasan tidak ditandatanganinya akta itu oleh pihak atau

para pihak yang bersangkutan, misalnya para pihak atau salah satu pihak buta huruf

atau tangannya lumpuh dan lain sebagainya, dan keterangan itu dalam hal ini berlaku

sebagai ganti tanda tangan (surrogaat tanda tangan). Dengan demikian untuk akta

partij penanda tanganan oleh para pihak merupakan suatu keharusan (Pasal 18

Peraturan Jabatan Notaris). 160

Sedangkan untuk akta relaas tidak menjadi soal, apakah orang-orang yang

hadir itu menolak untuk menandatangani akta itu. Apabila misalnya pada pembuatan

Berita Acara RUPS dalam perseroan terbatas orang-orang yang hadir telah

meninggalkan rapat sebelum akta itu ditandatangani, maka cukup notaris

menerangkan di dalam akta, bahwa para yang hadir telah meninggalkan rapat

160
G.H.S. Lumbantobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Erlangga, 1983), hal. 52.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
sebelum menandatangani akta itu dan dalam hal ini akta itu tetap merupakan akta

otentik. 161

Pembebadaan yang dimaksud di atas, dalam kaitannya dengan pemberian

pembuktian sebaliknya (tegenbewijs) terhadap isi akta itu. Terhadap kebenaran isi

dari akta pejabat (ambtelijke akte) tidak dapat digugat, kecuali dengan menuduh

bahwa akta itu adalah palsu. Pada akta partij dapat digugat isinya, tanpa menuduh

akan kepalsuannya, dengan jalan menyatakan bahwa keterangan dari para pihak yang

bersangkutan ada diuraikan menurut sesungguhnya dalam akta itu, akan tetapi

keterangan itu adalah tidak benar. Artinya terhadap keterangan yang diberikan itu

diperkenakan pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). 162

Kekuatan pembuktian akta otentik, dengan demikian juga akta notaris, adalah

akibat langsung yang merupakan keharusan dari ketentuan perundang-undangan,

bahwa harus ada akta-akta otentik sebagai alat pembuktian dan dari tugas yang

dibebankan oleh undang-undang kepada Notaris. Dalam pemberian tugas inilah

terletak pemberian tanda kepercayaan kepada Notaris itu dan pemberian kekuatan

pembuktian pada akta-akta yang mereka buat. Sebab jika tidak demikian untuk apa

menegaskan kepada mereka untuk “memberi keterangan dari semua apa yang mereka

saksikan di dalam menjalankan jabatan mereka” atau untuk “merelatir secara otentik

semua apa yang diterangkan oleh para penghadap kepada notaris, dengan permintaan

agar keterangan-keterangan mereka itu dicantumkan dalam suatu akta” dan

161
Ibid., hal. 53
162
Ibid., hal. 53.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
menugaskan para Notaris untuk membuat akta mengenai itu. 163 Demikian halnya

dalam Berita Acara RUPS.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden menyatakan bahwa notaris

berwenang dan wajib memeriksa notulen rapat umum pemegang saham, tentang

kesesuaian tata cara mengadakan rapat tersebut sesuai dengan undang-undang

perseroan, apabila notulen rapat tersebut ternyata tidak memenuhi ketentuan dalam

anggaran dasar perseroan dan undang-undang, maka notaris berhak untuk menolak

pembuatan berita acara rapat. Notaris bertanggung jawab sebatas tentang adanya

notulen rapat dan penghadap yang memohon dibuat akta berita acara rapat tersebut.

Sedangkan hasil keputusan rapat tersebut adalah tanggung jawab si penghadap

sendiri. 164

Dengan kekuatan pembuktian formal oleh akta otentik dibuktikan, bahwa

Notaris yang bersangkutan telah menyatakan dalam tulisan ini, sebagaimana yang

tercantum dalam akta itu dan selain dari itu kebenaran dari apa yang diuraikan oleh

Notaris dalam akta itu sebagai yang dikabulkan dan disaksikannya di dalam

menjalankan jabatannya. Dalam arti formal, sepanjang mengenai Akta Berita Acara

RUPS, akta itu membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan, yakni yang dilihat,

didengar dan juga dilakukan sendiri oleh Notaris sebagai pejabat umum di dalam

RUPS dalam menjalankan jabatannya.

163
Ibid., hal. 54
164
Hasil wawancara dengan Teti Adriani, S.H., selaku Notaris di Kota Medan, tanggal 2
Desember 2007.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
UUJN mengatur secara rinci tentang jabatan umum yang dijabat oleh

Notaris, sehingga Akta Berita Acara RUPS sebagai akta otentik yang dibuat

oleh atau di hadapan Notaris harus mampu menjamin kepastian, ketertiban, dan

perlindungan hukum bagi para pemegang saham sendiri ataupun kepada pihak

ketiga dari perseroan terbatas tersebut. Karena kedudukan akta Berita Acara

RUPS sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, sehingga apa yang

dinyatakan dalam Akta Berita Acara RUPS yang dibuat di hadapan Notaris

tersebut harus diterima. Namun Notaris harus bertanggung jawab dalam hal

adanya pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal yang sebaliknya

secara memuaskan di hadapan persidangan pengadilan. Sebagaimana amanat

dari Pasal 16 ayat (1) UUJN yang menyatakan dalam menjalankan jabatannya,

Notaris berkewajiban: bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan

menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.

Dengan demikian dari pembahasan di atas, dapat dipahami bahwa dalam

setiap penyelenggaraan RUPS harus dibuatkan berita acara rapat yang disetujui

dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS (Pasal 77 UUPT No.40 Tahun

2007). Dalam prakteknya Berita Acara RUPS dibuat di hadapan Notaris,

sehingga penandatangan oleh semua peserta RUPS tidak menjadi mutlak tetapi

cukup hanya ditandatangani ketua atau salah seorang peserta rapat dan Notaris

yang bersangkutan. Namun demikian Notaris yang bersangkutan harus

menerangkan bahwa para yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
menandatangani akta itu.

Notaris dalam pembuatan akta Berita Acara RUPS sesuai dengan

pernyataan Pasal 1 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004,

adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan

kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Notaris

mempunyai tanggung jawab atas kebenaran isi berita acara rapat yang dibuatnya

dan menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum bagi para

pemegang saham sendiri ataupun kepada pihak ketiga demi kelanjutan perseroan

terbatas tersebut tanpa berpihak kepada siapapun.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

D. Kesimpulan

1. Dalam suatu rapat umum pemegang saham perseroan dapat terjadi konflik, karena

tidak ada kata sepakat, penerima kuasa dalam notulen rapat tidak sesuai dengan

anggaran dasar (dilarang sebagai penerima kuasa), keabsahan notulen rapat

dibawah tangan sering direkayasa, serta daftar hadir yang tidak sesuai, sehingga

dalam pengambilan keputusan tidak mendapat suara yang sama, oleh karenanya

notaris harus mengatasi hal ini dengan memberikan solusi yang dapat diterima

oleh semua pihak, pertimbangan-pertimbangan hukum, jalan keluar yang dapat

ditempuh, musyawarah kembali. Jika segala usaha ini ternyata gagal, notaris tidak

wajib melanjutkan rapat tersebut, dan pimpinan rapat (Dirut) harus menutup rapat

karena konflik tidak dapat dihentikan. Notaris tetap membuat berita acara rapat

yang isinya adalah sama dengan apa yang dihadapinya saat itu yaitu kegagalan

rapat mengambil keputusan sesuai acara rapat perseroan terbatas tersebut.

2. Upaya Notaris dalam terjadinya konflik saat rapat diadakan: memberikan solusi

yang mudah dapat ditempuh, dengan melakukan penundaan rapat umum

pemegang saham tersebut untuk 14 belas hari (2 minggu) ke depan, mencari

sumber konflik agar dapat menyelesaikan perdamaian, atau jika sangat perlu

menghadirkan orang-orang yang disegani atau oleh pihak atau badan arbitrase

pengacara dan sebagainya. Namun notaris bukanlah pelaku rapat, notaris hanya

pembuat akta berita acara rapat dari apa yang dibicarakan dalam rapat itu.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
3. Tanggung Jawab Notaris dalam pembuatan Akta Berita Acara RUPS dalam

ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004, adalah pejabat

umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini, yang mempunyai tanggung

jawab atas kebenaran isi berita acara rapat yang dibuat dan menjamin kepastian

hukum, ketertiban dan perlindungan hukum bagi para pemegang saham sendiri

ataupun kepada pihak ketiga demi kelanjutan perseroan terbatas tersebut tanpa

berpihak kepada siapapun.

E. Saran

1. Disarankan kepada notaris jika terjadi konflik, RUPS perseroan terbatas tidak

dapat diteruskan, namun notaris harus tetap membuat berita acara RUPS

perseroan terbatas itu, mengenai kegagalan RUPS tersebut.

2. Notaris dapat bersifat bijaksana, arif, seimbang dan tidak memperburuk suasana

konflik, sehingga Notaris harus berusaha mendinginkan dan mendamaikan

konflik yang sedang terjadi, jika tidak tercapai kata sepakat mungkin dapat

dilimpahkan ke Pengadilan Negeri.

3. Disarankan kepada organ perseroan terbatas yang akan mengadakan rapat harus

mengetahui konflik apa yang akan timbul dalam rapat tersebut, karena Notaris

hanya pembuat akta bukan anggota rapat, yang hanya berwenang membuat segala

perbuatan-perbuatan dalam rapat, berhasil atau tidaknya rapat bukan wewenang

notaris melainkan wewenang perseroan tetapi Notaris hanya berusaha

menghilangkan konflik jika terjadi, dan berusaha untuk mendinginkan suasana.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA

Ais, Chatamarrasjid, Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-soal Aktual Hukum


Perusahaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

Amanat, Anisitus, Pembahasan Undang-Undang Perseroan Terbatas, 1995 dan


Penerapannya Dalam Akta Notaris, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1996.

Budiarto, Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan


Terbatas), Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002.

Gautama, Sudargo, Komentar Atas Undang-Undang Perseroan Terbatas Dalam


Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.

Habeyb, Kamus Populer, dalam Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris dalam
Penegakan Hukum Pidana, Bigraf Publishing, Yogyakarta, 1995.

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research Jilid I, ANDI, Yogyakarta, 2000.

Hadisoeprapto, Hartono, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan,


Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1984.

Hadjar, Ibnu, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif Dalam Pendidikan, PT. Raja
Granfindo Persada, Jakarta. 1996.

Hartono, C.F.G. Sunaryati, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20,
Alumni Bandung, 1994.

Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing Co.,
St. Paull Minn, 1990.

http://www.Hukumonline.com,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Jakarta, 1991.

Kansil, C.S.T., dkk., Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum, Jakarta, Pradnya Paramita,
1995.

Kansil, Pokok-Pokok Hukum Perseroan Terbatas, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,


1996.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Klaus Krippendorff, Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodologi, PT.Raja Granfindo
Persada, Jakarta, 1993.

Koehn, Daryl, The Ground of Professional Ethics, terjemahan oleh Agus M.


Hardjana, Landasan Etika Profesi, Kanisius, Jakarta, cetakan ke-5, 2004.

Krippendorff, Klaus, Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodologi, PT.Raja


Granfindo Persada, Jakarta, 1993.

Lumbantobing, G.H.S. Lumban. 1999. Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit


Erlangga. Jakarta.

________, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1983.

Menteri Hukum dan HAM, “Pra Kongres Ikatan Notaris Indonesia”, pada tanggal 13-
16 Juli 2005 di Makassar, Sulawesi Selatan.

Mertokusumo, Sudikno, Arti Penemuan Hukum Bagi Notaris, Renvoi, Nomor 12,
tanggal 3 Mei 2004.

Muhammad, Abdul Kadir, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991.

Nasution, Bismar, Good Corporate Governance, Perilndungan Lingkungan Hidup


dan Insider Trading, Diktat Hukum Pasar Modal, Universitas Sumatera Utara,
2002.

________, Hukum Perusahaan, Diktat, Program Magister Ilmu Hukum Program


Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2003.

Pangaribuan, Emmy, Interaksi Fungsi Organ Perseroan Terbatas dan


Perlindungannya Kepada Pemegang Saham dan Kreditur Berdasarkan
Undang-Undang Perseroan Terbatas. Makalah Seminar Nasional, UGM,
Yogyakarta, 1995.

Peters, Antonie A.G, dan Koesrini Siswosoebroto, Hukum dan Perkembangan Sosial,
Buku III Teks Sosiologi Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1990.

Prasetyo, Rudhi, Kedudukan, Peran dan Pertanggungjawaban Pengurus Perseroan


Terbatas. Makalah Seminar Hukum Dagang Badan Pembinaan Hukum
Nasional Departemen Kehakiman, Jakarta, 1987.

R., Sutantyo R. Hadikusuma dan Sumantoro, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan,


Bentuk-Bentuk Perusahaan Yang Berlaku di Indonesia, Rajawali Pers,
Jakarta, 1991.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

Rasjidi, Lili dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Mandar Maju,
Bandung, 2003.

Rasyid, H. Rustam Effendi, Notaris dan Akta, Bahan Diktat Kuliah, tt.

Ritzer, Goerge, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (terjemahan)


Alimandan, Raja Grafindo Persada, Jakata, 1992.

Samudera, Teguh, Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, Alumni, Bandung,


1992.

Silalahi, M. Udin, Badan Hukum Organisasi Perusahaan, Badan Penerbit IBLAM,


Jakarta, 2005.

Sjahdeini, Sutan Remy, Hukum Kepailitan, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2002.

Soekamto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986.

Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia


Indonesia, Jakarta, 1990.

Subekti, R., Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan XXIV, PT. Intermasa, Jakarta,
1986.

Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 2006.

Tedjosaputra, Liliana, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 2003.

Tumbuan, Fred B.G, “Tugas dan Wewenang Organ Perseroan Terbatas Menurut
Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas”, Disampaikan pada Acara
“Sosialisasi Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas” yang
diselenggarakan oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI) pada tanggal 22 Agustus
2007 di Jakarta.

Usman, Racmadi, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Alumni,


Bandung, 2004.

Widjaya, I.G. Rai, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Kesaint Blanc, Jakarta,
2006.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008
Widjaya, I.G. Rai, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Khusus Pemahaman
Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, edisi revisi, Kesain Blanc, 2006.

Widjaya, I.G. Rai, Hukum Perusahaan, Kesaint Blanc, Jakarta, 2005.

Yani, Ahmad & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Rajawali
Press, Jakarta, 1999.

Yayasan Kesejahteraan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen


Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

Yudara, N.G, Pokok-pokok Pemikiran Diseputar Kedudukan dan Fungsi Notaris


serta Akta Notaris Menurut Sistim Hukum Indonesia“, Renvoi, Nomor
10.34.III, tanggal 3 Maret 2006.

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
M-05 HT.01.01 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi
Badan Hukum di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum
Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I Nomor M.01.HT.01.10 th.
2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Dan Pengesahan Akta
Pendirian Persetujuan, Penyampaian Laporan, Dan Pemberitahuan Akta
Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas.

Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor: M.837-KP.04.11


Tahun 2006 tentang Pendelegasian Wewenang Menteri Hukum dan Asasi
Manusia Republik Indonesia Dalam Memberikan Pengesahan Badan Hukum
Perseroan Terbatas Kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan
Hak Asasi Manusia di Seluruh Indonesia.

M.Zunuza : Tanggungjawab Notaris Dalam Pembuatan Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham..., 2008
USU e-Repository © 2008

Anda mungkin juga menyukai