Anda di halaman 1dari 328

PUTUSAN

Perkara Nomor: 25/KPPU-I/2009

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (selanjutnya disebut


Komisi) yang memeriksa dugaan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 21 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat (selanjutnya disebut UU No. 5 Tahun 1999) berkaitan dengan Penetapan
Harga Fuel Surcharge Dalam Industri Jasa Penerbangan Domestik yang dilakukan oleh:
(1) Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero), berkedudukan di Gedung
Manajemen Garuda Indonesia Lantai 3 Area Perkantoran Bandara Soekarno
Hatta, Cengkareng 19120, Indonesia;----------------------------------------------------(2) Terlapor II, PT Sriwijaya Air, berkedudukan di Jalan Pangeran Jayakarta
Nomor 68 Blok C 15-16, Jakarta Pusat 10730, Indonesia;----------------------------(3) Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), berkedudukan di
Gedung Merpati, Jalan Angkasa Blok B.15, Kavling 2-3, Jakarta Pusat 10720,
Indonesia; ------------------------------------------------------------------------------------(4) Terlapor IV, PT Mandala Airlines, berkedudukan di Jalan Tomang Raya
Kavling 33-37, Jakarta Barat 11440, Indonesia;----------------------------------------(5) Terlapor V, PT Riau Airlines, berkedudukan di Jalan Jenderal Sudirman Nomor
438 Pekanbaru, Riau 28125, Indonesia; ------------------------------------------------(6) Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Services, berkedudukan di Boutique
Office Park, Benyamin Suaeb Blok A11/12, Kemayoran, Jakarta Pusat 10630,
Indonesia; ------------------------------------------------------------------------------------(7) Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines, berkedudukan di Lion Air Tower,
Jalan Gajah Mada Nomor 7, Jakarta Pusat 10130, Indonesia; -------------------------

SALINAN
(8) Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines, berkedudukan di Lion Air Tower,
Jalan Gajah Mada Nomor 7, Jakarta Pusat 10130, Indonesia; ------------------------(9) Terlapor IX, PT Metro Batavia, berkedudukan di Jl. Ir. H. Juanda No. 15,
Jakarta Pusat 10120, Indonesia; ----------------------------------------------------------(10) Terlapor X, PT Kartika Airlines, berkedudukan di Wisma Intra Asia, Jalan Prof.
Dr. Soepomo, S.H. Nomor 58, Jakarta Selatan 12870, Indonesia; -------------------(11) Terlapor XI, PT Linus Airways, terakhir diketahui berkedudukan di Grand
Boutique Centre, Jalan Mangga Dua Raya Blok C Nomor 4, Jakarta Utara 14430,
Indonesia; -----------------------------------------------------------------------------------(12) Terlapor XII, PT Trigana Air Service, berkedudukan di Komplek Puri Sentra
Niaga, Jalan Wiraloka Blok D 68-69-70, Kalimalang, Jakarta Timur 13620,
Indonesia;( -----------------------------------------------------------------------------------(13) Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia, berkedudukan di Office Management
Building, 2nd Floor, Soekarno-Hatta International Airport Jakarta 19110,
Indonesia; ------------------------------------------------------------------------------------telah mengambil Putusan sebagai berikut:
Majelis Komisi: -----------------------------------------------------------------------------------Setelah membaca surat-surat dan dokumen-dokumen dalam perkara ini;------------------Setelah membaca Laporan Hasil Pemeriksaan Pendahuluan (selanjutnya disebut
LHPP);-------------------------------------------------------------------------------------------Setelah membaca Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan (selanjutnya disebut LHPL);
Setelah membaca Tanggapan/Pembelaan/Pendapat para Terlapor; -------------------------Setelah membaca Berita Acara Pemeriksaan (selanjutnya disebut BAP); ---------------

TENTANG DUDUK PERKARA

1.

Menimbang bahwa berdasarkan data dan informasi yang berkembang di


masyarakat, Sekretariat Komisi melakukan monitoring terhadap pelaku usaha

SALINAN
yang diduga melakukan pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999 terkait
dengan pemberlakuan fuel surcharge oleh maskapai penerbangan; -----------------2.

Menimbang bahwa setelah melakukan kegiatan monitoring terhadap pelaku usaha,


Sekretariat Komisi menyimpulkan adanya kejelasan dan kelengkapan dugaan
pelanggaran yang disusun dalam bentuk Resume Monitoring; ------------------------

3.

Menimbang bahwa setelah melakukan Kegiatan Pemberkasan terhadap Resume


Monitoring, Sekretariat Komisi menyusun dan menyampaikan Berkas Laporan
Dugaan Pelanggaran kepada Komisi untuk dilakukan Gelar Laporan; ---------------

4.

Menimbang bahwa berdasarkan Rapat Gelar Laporan, Komisi menilai Laporan


Dugaan Pelanggaran layak untuk dilakukan Pemeriksaan Pendahuluan; ------------

5.

Menimbang bahwa selanjutnya Komisi menerbitkan Penetapan Komisi Nomor


118/KPPU/PEN/IX/2009 tanggal 28 September 2009 tentang Pemeriksaan
Pendahuluan Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 terhitung sejak tanggal 28
September 2009 sampai dengan tanggal 06 November 2009 (vide bukti A1); ------

6.

Menimbang bahwa untuk melaksanakan Pemeriksaan Pendahuluan, Komisi


menerbitkan Keputusan Komisi Nomor 221/KPPU/KEP/IX/2009 tanggal 28
September 2009 tentang Penugasan Anggota Komisi sebagai Tim Pemeriksa
dalam Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 (vide bukti
A2); --------------------------------------------------------------------------------------------

7.

Menimbang

bahwa

selanjutnya

Sekretaris

Jenderal

Sekretariat

Komisi

menerbitkan Surat Tugas Nomor 970/SJ/ST/IX/2009 tanggal 28 September 2009


yang menugaskan Sekretariat Komisi untuk membantu Tim Pemeriksa dalam
Pemeriksaan Pendahuluan (vide bukti A3); ---------------------------------------------8.

Menimbang bahwa Tim Pemeriksa telah menyampaikan Petikan Penetapan


Pemeriksaan Pendahuluan dan Salinan Laporan Dugaan Pelanggaran kepada para
Terlapor (vide bukti A4 s/d A27); ---------------------------------------------------------

9.

Menimbang bahwa setelah melakukan Pemeriksaan Pendahuluan, Tim Pemeriksa


menemukan adanya bukti awal yang cukup terhadap dugaan pelanggaran Pasal 5
dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh para Terlapor dan
merekomendasikan kepada Komisi untuk melanjutkan pemeriksaan ke tahap
Pemeriksaan Lanjutan yang dituangkan dalam bentuk LHPP (vide bukti A43); ----

SALINAN
10.

Menimbang bahwa berdasarkan rekomendasi Tim Pemeriksa, selanjutnya Komisi


menerbitkan Penetapan Komisi Nomor: 136/KPPU/PEN/XI/2009 tanggal 09
November 2009 tentang Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 25/KPPU/I/2009
terhitung sejak tanggal 09 November 2009 sampai dengan tanggal 05 Februari
2010 (vide bukti A45); ----------------------------------------------------------------------

11.

Menimbang bahwa untuk melaksanakan Pemeriksaan Lanjutan, Komisi


menerbitkan Keputusan Komisi Nomor 247/KPPU/KEP/XI/2009 tanggal 09
November 2009 tentang Penugasan Anggota Komisi sebagai Tim Pemeriksa
dalam Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 (vide bukti A46); -

12.

Menimbang

bahwa

selanjutnya

Sekretaris

Jenderal

Sekretariat

Komisi

menerbitkan Surat Tugas Nomor 1174/SJ/ST/XI/2009 tanggal 09 November 2009


yang menugaskan Sekretariat Komisi untuk membantu Tim Pemeriksa dalam
Pemeriksaan Lanjutan (vide bukti A47); ------------------------------------------------13.

Menimbang bahwa Tim Pemeriksa telah menyampaikan Petikan Penetapan


Pemeriksaan Lanjutan dan Salinan LHPP kepada para Terlapor (vide bukti A48
s/d A60); --------------------------------------------------------------------------------------

14.

Menimbang setelah melakukan Pemeriksaan Lanjutan Perkara 25/KPPU-I/2009,


Tim Pemeriksa Lanjutan menilai perlu dilakukan Perpanjangan Pemeriksaan
Lanjutan,

maka

60/KPPU/KEP/II/2010

Komisi

menerbitkan

Keputusan

08

2010

tanggal

Februari

tentang

Komisi

No.

Perpanjangan

Pemeriksaan Lanjutan Perkara 25/KPPU-I/2009 terhitung sejak tanggal 08


Februari 2010 sampai dengan 23 Maret 2010 (vide bukti A76); ---------------------15.

Menimbang bahwa untuk melaksanakan Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan,


Komisi menerbitkan Keputusan No. 61/KPPU/KEP/II/2010 tanggal 08 Februari
2010 tentang Penugasan Anggota Komisi sebagai Tim Pemeriksa dalam
Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 25/KPPU-I/2010 (vide bukti
A77); ------------------------------------------------------------------------------------------

16.

Menimbang

bahwa

selanjutnya

Sekretaris

Jenderal

Sekretariat

Komisi

menerbitkan Surat Tugas Nomor 147/SJ/ST/II/2010 tanggal 08 Februari 2010


yang menugaskan Sekretariat Komisi untuk membantu Tim Pemeriksa dalam
Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan (vide bukti A75); --------------------------------

SALINAN
17.

Menimbang bahwa Tim Pemeriksa telah menyampaikan Petikan Penetapan


Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan kepada para Terlapor (vide bukti A80 s/d
A92); ------------------------------------------------------------------------------------------

18.

Menimbang bahwa dalam proses Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan


Lanjutan serta perpanjangannya, Tim Pemeriksa telah mendengar keterangan dari
para Terlapor, para Saksi dan Pemerintah; -----------------------------------------------

19.

Menimbang bahwa identitas dan keterangan Terlapor dan para Saksi, telah dicatat
dalam BAP yang telah diakui kebenarannya serta masing-masing telah
ditandatangani oleh yang bersangkutan (vide bukti B1 s/d B35); ---------------------

20.

Menimbang bahwa dalam Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan,


Tim Pemeriksa telah mendapatkan, meneliti dan menilai sejumlah surat dan atau
dokumen, BAP serta bukti-bukti lain yang telah diperoleh selama pemeriksaan
dan penyelidikan; ----------------------------------------------------------------------------

21.

Menimbang bahwa setelah melakukan Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa


membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan yang memuat fakta-fakta sebagai
berikut (vide bukti A121): ------------------------------------------------------------------

21.1 Tentang Profil dan Pangsa Pasar Para Terlapor; ----------------------------------(1)

Bahwa berikut disampaikan profil singkat para Terlapor dalam perkara ini: -------

Tabel 1
Profil PT Garuda Indonesia (Persero)
Nama perusahaan

PT Garuda Indonesia (Persero) (GA) Terlapor I

Tahun berdiri

1950

Pemegang saham (2008) + persentase saham

Pemerintah RI (96%)
PT Angkasa Pura I (1,52%)
PT Angkasa Pura II (2,48%)

Direksi (2008)

Direktur Utama: Emirsyah Satar


Direktur: Agus Priyanto, Achirina, Ari Sapari,
Elisa Lumbantoruan, Eddy Purwanto, Hadinoto
Soedigdo

Komisoaris (2008)

Komisaris Utama: Hadiyanto


Komisaris: Abdul Gani, Adi Rahman Adiwoso,
Wendy Aritenang, Sahala Lumban Gaol.

Jenis

dan

jumlah

pesawat

serta

kapasitas

51 pesawat

SALINAN
penumpang masing-masing

B747-400 (405 seats): 3 pesawat


A330-300 (293 seats): 6 pesawat
B737-800 NG (180 seats): 4 pesawat
B737-400 (124 seats): 19 pesawat
B737-300 (104 seats): 14 pesawat
B737-500 (92 seats): 5 pesawat

Jumlah rute domestik

72 rute

Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)

JKT-PLM, PLM-JKT, JKT-JOG, JOG-JKT, JKTSOC, SOC-JKT, JKT-SRG, SRG-JKT, MES-BTJ,


BTJ-MES, SUB-DPS, DPS-SUB

Rincian rute domestik (1 - 2 jam)

JKT-PKU, PKU-JKT, JKT-PDG, PDG-JKT, JKTBTH, BTH-JKT, JKT-PNK, PNK-JKT, JKT-BDJ,


BDJ-JKT, JKT-SUB, SUB-JKT, JKT-DPS, DPSJKT, JKT-PKY, PKY-JKT, JKT-AMI, AMI-JKT,
BIK-DJJ, DJJ-BIK, DJJ-TIM, TIM-DJJ, JOG-DPS,
DPS-JOG, DPS-UPG, UPG-DPS, UPG-MDC,
BPN-MDC, MDC-BPN, BPN-UPG, UPG-BPN.

Rincian rute domestik (2 s/d 3 jam)

JKT-MES, MES-JKT, JKT-BPN, BPN-JKT, JKTBTJ, BTJ-JKT, JKT-UPG, UPG-JKT, UPG-BIK,


BIK-UPG, BPN-DPS, DPS-BPN.

Rincian rute domestik ( 3 s/d 4 jam)

JKT-MDC, MDC-JKT, JKT-BIK, BIK-JKT, DJJUPG, UPG-DJJ, DPS-TIM, TIM-DPS.

Rincian rute domestik (> 3 jam)

JKT-DJJ, DJJ-JKT, JKT-TIM, TIM-JKT, DJJDPS, DPS-DJJ, TIM-UPG, UPG-TIM.

Keterangan

Merupakan BUMN yang didirikan untuk


mendapatkan keuntungan dan memberikan
kontribusi terhadap penerimaan Negara juga
memiliki kewajiban yang terkait dengan
kemanfaatan umum (public service obligation),
yaitu dengan melayani rute-rute penerbangan
sesuai kebutuhan masyarakat umum meskipun
tidak selalu menguntungkan secara komersial.
Merupakan
penerbangan
dengan
kategori
pelayanan dengan standard maksimum (full
service) mulai dari prejourney, pre-flight, in-flight,
post flight dan post journey. (vide bukti C1.1)

Tabel 2
Profil PT Sriwijaya Air
Nama perusahaan

PT Sriwijaya Air (SJ) - Terlapor II

Tahun berdiri

2003

Pemegang saham (2008) + persentase saham

Hendry Lie (40.04%)


Candra Lie (31.99%)
Johannes Bundjamin (19.81%)
Andy Halim (5.16%)
Harwick Budiman Lahunduitan (2%)

SALINAN
Fandy Lingga (1%)
(vide C2.1)
Direksi

Direktur Utama: Chandra Lie


Direktur:, Harwick Budiman Lahunduitan,
Gabriella, Bambang Haryono, Toto Nursatyo, Eddy
Suwanto (vide bukti C2.2)

Komisaris

Komisaris Utama: Hendry Lie


Komisaris: Soenaryo Yosopratomo, Andy Halim,
Johannes Bundjamin, Fandy Lingga (vide bukti
C2.2)

Jenis dan jumlah pesawat


penumpang masing-masing

serta

kapasitas

23 pesawat
Boeing 737-200 (125 seats)
Boeing 737-300 (141 seats)
Boeing 737-400 (166 seats)

Jumlah rute domestik

88 rute

Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)

CGK-TKG, TKG-CGK, PGK-PLM, PLM-PGK,


BPN-BDJ, BDJ-BPN, BPN-PLW, PLW-BPN,
BTH-DJB, DJB-BTH, CGK-TJQ, TJQ-CGK, BTJMES, MES-BTJ, MES-PKU, PKU-MES, CGKPLM, PLM-CGK, CGK-SRG, SRG-CGK, UPGPLW, PLW-UPG, KDI-UPG, UPG-KDI, SUBSRG, SRG-SUB.

Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam)

CGK-SOC, SOC-CGK, CGK-PGK,


BDJ-SUB, SUB-BDJ, BPN-TRK,
BDO-SUB, SUB-BDO, CGK-BKS,
CGK-DJB, DJB-CGK, BTH-MES,
BPN-UPG, UPG-BPN, SUB-BPN,
CGK-SUB, SUB-CGK, CGK-MLG,
GTO-UPG, UPG-GTO, CGK-PNK,
PDG-MES, MES-PDG, CGK-TNJ,
CGK-BTH, BTH-CGK, CGK-PKY,
UPG-SUB, SUB-UPG, CGK-BDJ,
CGK-PDG, PDG-CGK, CGK-PKU,
UPG, AMQ, AMQ-UPG.

Rincian rute domestik ( 2 s/d 3 jam)

BPN-CGK, CGK-BPN, KOE-SUB, SUB-KOE,


CGK-MES, MES-CGK, UPG-CGK, CGK-UPG,
SUB-MDC, MDC-SUB, SUB-AMQ, AMQ-SUB,
CGK-MDC, MDC-CGK, CGK-AMQ, AMQCGK.

PGK-CGK,
TRK-BPN,
BKS-CGK,
MES-BTH,
BPN-SUB,
MLG-CGK,
PNK-CGK,
TNJ-CGK,
PKY-CGK,
BDJ-CGK,
PKU-CGK,

Tabel 3
Profil PT Merpati Nusantara Airlines (Persero)
Nama perusahaan

PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) (MZ) Terlapor III

Tahun berdiri

1962

Pemegang saham (terakhir) + persentase saham

Pemerintah Republik Indonesia (96,8%)


PT Garuda Indonesia (4,2%)

SALINAN
Direksi

Direktur Utama: Bambang Bhakti


Direktur Niaga: Tharian
Direktur Operasi: Nikmatullah Taufiquzzaman
Direktur Teknik: Hotlan Siagian
Dirkeu & Adm: Robby Eduardo Quento

Komisaris

Komisaris Utama: H. Muhammad Said Didu


Komisaris: Danang Soty Baskoro, Abhy Widya,
Adi Rahman Adiwoso, Eddy Suryanto Hariyadhi
Dwi Hardono

Jenis dan jumlah pesawat


penumpang masing-masing

serta

kapasitas

22 pesawat (9 pesawat jet, 2 pesawat fokker dan 11


propeller)
Boeing 737-400 (160 seats): 1
Boeing 737-300 (134 seats): 5
Boeing 737-200 (117 seats): 3
Fokker 100 (108 seats): 2
CN 235 (38 seats): 1
Cassa 212 (24 seats): 3
DHC-6 (18 seats): 4
MA-60 (56 seats): 2

Jumlah rute domestik

268 rute

Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)

JET: DPS-AMI, AMI-DPS, KOE-MOF, TKGCGK, CGK-TKG, MOF-TMC, MOF-WGP, TMCMOF, MOF-KOE, WGP-MOF, BMU-DPS, DPSBMU, KDI-UPG, MKW-SOQ, SOQ-MKW, UPGKDI, DPS-SUB, SUB-DPS.
PROPELLER: RTG-ENE, AMI-DPS, DPS-AMI,
BIK-ZRI, DBO-LUV, LUV-DBO, ZRI-BIK, TTELAH, LAH-TTE, GTO-UOL, PSJ-PLW, UOLGTO, PLW-PSJ, ENE-KOE, EWE-TIM, KOEENE, LWE-KOE, MES-SBQ, MKQ-WNX,
MKW-NTI, SBQ-MES, TIM-EWE, WNX-MKQ,
NTI-MKW, FKQ-KNG, KOE-LWE.

Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam)

JET: BPN-UPG, DJJ-BIK, DPS-TMC, PLWUPG, UPG-BPN, AMI-SUB, SUB-AMI, UPGPLW, DJJ-TIM, TMC-DPS, BIK-DJJ, TIM-DJJ,
BDO-SUB, SUB-SMQ, UPG-LUW, WGP-DPS,
DJJ-MKQ, DPS-WGP, LUW-UPG, MKQ-DJJ,
SMQ-SUB, SUB-BDO, DJJ-MKW, UPG-KOE,
MKW-DJJ, KOE-UPG, CGK-SUB, SUB-CGK,
SUB-UPG, UPG-SUB, CGK-SMQ, SMQ-CGK,
DPS-KOE, KOE-DPS, BDO-BTH, BTH-BDO,
CGK-BDJ, BDJ-CGK, UPG-MDC, DPS-CGK,
MDC-UPG, UPG, JOG, CGK-DPS, JOG-UPG,
SUB-BMU, BMU-SUB, SUB-TMC, TMC-SUB,
DIL-DPS, DPS-DIL, TTE-UPG, UPG-TTE.
PROPELLER: AMI-BMU, BMU-AMI, GNSMES, KOE-LKA, LKA-KOE, MES-GNS, MESSNX, SNX-MES, BJW-KOE, KOE-BJW, BIKNBX, FKQ-SOQ, ILA-NBX, KEI-MKQ, MKQKEI, NBX-ILA, SOQ-FKQ, GBE-TTE, NBX-BIK,
TTE-GBE, PLW-TLI, TLI-PLW, KOE-RTG,

SALINAN
PLW-UOL, MDC, TTE, TTE-MDC, MKQ-ZEG,
UOL-PLW, NTI-SOQ, DJJ-LII, LII-DJJ, SOQNTI, GTO-PSJ, MDC-WDA, NBX-LII, WDAMDC, PSJ-GTO, KNG-MKW, LII-NBX, MKQTMH, TMH-MKQ, ZEG-MKQ, KNG-SOQ,
LUW-MDC, MDC-LUW, MDC-MNA, MNAMDC, SOQ, KNG, TLI-TRK, TRK-TLI, DPSLBJ, LUW-PLW, PLW-LUW, LBJ-DPS, DJJTMH, TMH-DJJ, EWE-MKQ, KSX-KOE, MKQEWE, KOE-KSX
Rincian rute domestik (2 s/d 3 jam)

JET: BDO-DPS, DPS-BDO, SUB-WGP, WGPSUB, CGK-UPG, SOQ-UPG, UPG-CGK, UPGSOQ, SUB-KDI, KDI-SUB, SUB-KOE, KOESUB, SUB-PLW, PLW-SUB, CGK-BMU, BMUCGK, JOG-KDI, KDI-JOG, MKW-UPG, UPGMKW, DJJ-MDC, KUL-SUB, MDC-DJJ, SUBKUL, SUB-LUW, LUW-SUB, UPG-BIK, CGKTMC, TMC-CGK, JOG-PLW, PLW-JOG, SUBDIL, DIL-SUB, BIK-UPG, TIM-UPG, SUB-MOF,
MOF-SUB, JOG-LUW, LUW-JOG, CGK-WGP,
WGP-CGK, UPG-TIM.
PROPELLER: ENE-DPS, DPS-ENE, AMQLUV, LUV-AMQ, AMQ-SXK, SXK-AMQ, MDCPLW, PLW-MDC,

Rincian rute domestik ( > 3 jam)

JET: CGK-KDI, KDI-CGK, SUB-MDC, MDCSUB, CGK-KOE, KOE-CGK, CGK-PLW, PLWCGK, JOG-MDC, MDC-JOG, SUB-TTE, TTESUB, CGK-LUW, LUW-CGK, CGK-DIL, DILCGK, JOG-TTE, TTE-JOG, UPG-DJJ, AMI-KUL,
KUL-AMI, SUB-SOQ, SOQ-SUB, CGK-MOF,
MOF-CGK, CGK-MDC, MDC-CGK, JOG-SOQ,
SOQ-JOG, SUB-MKW, MKW, SUB, CGK-TTE,
TTE-CGK, SUB-BIK, BIK-SUB, JOG-MKW,
MKW-JOG, JOG-BIK, BIK-JOG, CGK-SOQ,
SOQ-CGK, SUB-TIM, TIM-SUB, JOG-TIM,
TIM-JOG, CGK-MKW, MKW-CGK, CGK-BIK,
BIK-CGK, SUB-DJJ, DJJ-SUB, CGK-TIM, TIMCGK, JOG-DJJ, DJJ-JOG, CGK-DJJ, DJJ-CGK,
JOG-MKQ, MKQ-JOG, CGK-MKQ, MKQ-CGK.

Keterangan

Merupakan BUMN yang berperan dalam


pengembangan potensi ekonomi dan transportasi
wilayah terpencil di Indonesia melalui operasional
penerbangan perintis sejumlah 112 rute.
Sistem operasional penerbangan: Long Haul Multi
Leg
Operating cost dan maintenance cost relatif tinggi
karena menggunakan pesawat tua.

Tabel 4
Profil PT Mandala Airlines
Nama perusahaan

PT Mandala Airlines (RI) Terlapor IV

SALINAN
Tahun berdiri

1969

Pemegang saham (2009) + persentase saham

PT Cardig International Aviation (51%)


Indigo Indonesia Investment S.a.r.l. (49%)

Direksi

Direktur Utama: Diono Nurjadin


Direktur: Steve Wilks, Michael Hamelink, Wan
Hasmar, Cor Blokzijl, Ai Ling Ng

Komisaris

Komisaris Utama: Nurhadjono Nurjadin


Komisaris: Joseph Dharmabrata, Sukardi, William
Augustus, Jozsep Janos Varadi, Lim Liang Song

Jenis dan jumlah pesawat


penumpang masing-masing

serta

kapasitas

11 pesawat
Airbus A320 (180 seats)
Airbus A319 (144 seats)

Jumlah rute domestik

50 rute

Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)

JAKARTA SEMARANG, SEMARANGJAKARTA, SURABAYA-DENPASAR,


DENPASAR-SURABAYA, PEKANBARUBATAM, BATAM-PEKANBARU

Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam)

JAKARTAPADANG, PADANG-JAKARTA,
JAKARTA PEKANBARU, PEKANBARUJAKARTA, JAKARTA BATAM, BATAMJAKARTA, JAKARTA SURABAYA,
SURABAYA-JAKARTA, JAKARTA
DENPASAR, DENPASAR-JAKARTA,
JAKARTA JOGJAKARTA, JOGJAKARTAJAKARTA, JAKARTA BENGKULU,
BENGKULU-JAKARTA, JAKARTA
PONTIANAK, PONTIANAK-JAKARTA,
JAKARTA JAMBI, JAMBI-JAKARTA,
JAKARTA PANGKALPINANG,
PANGKALPINANG-JAKARTA, MEDANPADANG, PADANG-MEDAN, SURABAYABALIKPAPAN, BALIKPAPAN-SURABAYA,
SURABAYA BANJARMASIN,
BANJARMASIN-SURABAYA, SURABAYA
KUPANG, KUPANG-SURABAYA,
JOGJAKARTA BALIKPAPAN,
BALIKPAPAN-JOGJAKARTA, SURABAYA
KUPANG, KUPANG-SURABAYA,
JOGJAKARTA BALIKPAPAN,
BALIKPAPAN-JOGJAKARTA, JOGJAKARTA
BANJARMASIN, BANJARMASINJOGJAKARTA, JOGJAKARTA DENPASAR,
DENPASAR-JOGJAKARTA, TARAKANBALIKPAPAN, BALIKPAPAN-TARAKAN.

Rincian rute domestik ( 2 s/d 3 jam)

JAKARTABALIKPAPAN,BALIKPAPANJAKARTA, SURABAYA-BATAM, BATAMSURABAYA.

10

SALINAN
Tabel 5
Profil PT Riau Airlines
Nama perusahaan

PT Riau Airlines (RAL) - Terlapor V

Tahun berdiri

2002

Pemegang saham (2009) + persentase saham

Pemprov Riau (50.6%)


Pemkab Natuna (7.1%)
Pemkab Bengkalis (6.0%)
Pemkab Kerinci (4.5%)
Pemkab Nias (4.5%)
Pemko Dumai (4.1%)
Pemda Rokan Hulu (4.1%)
Pemkab Kampar (3.8%)
Pemkab Kuantan Singingi (2.4%)
Pemkab Lingga (2.3%)
Pemko Pekanbaru (2.0%)
Pemkab Pelalawan (1.8%)
Pemko Batam (1.5%)
Pemkab Indragiri Hilir (1.8%)
Pemkab Rokan Hilir (0.8%)
Pemko Tanjung Pinang (0.8%)
Pemprov Bengkulu (0.8%)
Pemprov Bangka Belitung (0.8%)
Pemprov Lampung (0.8%)
Pemkab Indragiri Hulu (0.4%)

Direksi

Direktur Utama: Teguh Triyanto


Direktur Produksi: Maman Syaifurohman
Direktur Keuangan: Fizan Noor Djailani
Direktur Komersial: Revan Mezano

Komisaris

Komisaris Utama: Drs. Hj. Wan Syamsur Yus


Komisaris: Thamrin Nasution

Jenis dan jumlah pesawat


penumpang masing-masing

serta

kapasitas

7 pesawat
Fokker 50 (50 seats): 5 pesawat
Bae AVRO RJ (111 seats): 2 pesawat

Jumlah rute domestik

32 rute

Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)

PEKANBARU TJ. PINANG PP, PEKANBARU


BATAM PP, PEKANBARU DUMAI PP,
PEKANBARU MALAKA PP, PEKANBARU
MEDAN PP, PEKANBARU SINGKEP PP,
BATAM - TJ. PINANG PP, BATAM-SINGKEP
PP, TJ. PINANG NATUNA PP, TJ. PINANG
SINGKEP PP, TJ. PINANG MATAK PP,
GUNUNG SITOLI MEDAN PP,

Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam)

NATUNA BATAM PP

Rincian rute domestik ( 2 s/d 3 jam)

PEKANBARU

CENGKARENG

PP,

11

SALINAN
CENGKARENG DUMAI PP, TJ. PINANG
CENGKARENG PP
Keterangan

Merupakan perusahaan daerah (BUMD) yang


didirikan untuk mempercepat pertumbuhan
ekonomi di daerah Sumatera (benefit oriented).
Merupakan
satu-satunya
perusahaan
yang
melakukan penerbangan antar pulau di Kepulauan
Riau (rute perintis).
Biaya operasional masih disubsidi oleh Pemerintah
Daerah.

Tabel 6
Profil PT Travel Express
Nama perusahaan

PT Travel Express (XN) - Terlapor VI

Tahun berdiri

2003

Pemegang saham (terakhir) + persentase saham

Tommy Limbunan (50%)


Shirly Goenawang (50%)

Direksi

Tommy Limbunan

Komisaris

Shirly Goenawang

Jenis dan jumlah pesawat


penumpang masing-masing

serta

kapasitas

Boeing 737-200 (125 seats): 2 pesawat


Dornier D328 (32 seats): 4 pesawat

Jumlah rute domestik

68 rute

Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)

MANOKWARI JAYAPURA PP

Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam)

SORONG-MANOKWARI PP

Rincian rute domestik ( 2 s/d 3 jam)

JAKARTA MAKASSAR PP, JAKARTA


TERNATE PP, SURABAYA MAKASSAR PP,
MAKASSAR-SORONG PP JAKARTA-SORONG
PP, JAKARTA MANOKWARI PP, JAKARTA
JAYAPURA PP, SURABAYA SORONG PP,
SURABAYA MANOKWARI PP, SURABAYA
JAYAPURA PP, SURABAYA TERNATE PP,
MAKASSAR MANOKWARI PP, MAKASSAR
JAYAPURA PP, MAKASSAR TERNATE PP,
SORONG JAYAPURA PP, SORONGJAKARTA PP, MANOKWARI- JAKARTA PP,
JAYAPURA JAKARTA PP, SORONGSURABAYA PP, MANOKWARI SURABAYA
PP, JAYAPURA-SURABAYA PP.

Keterangan

Fokus beroperasi di daerah Indonesia bagian timur.


Memberlakukan fuel surcharge secara flat untuk
semua zona waktu terbang.

12

SALINAN
Tabel 7
Profil PT Lion Mentari Airlines
Nama perusahaan

PT Lion Mentari Airlines (JT)


Terlapor VII

Tahun berdiri

1999 , beroperasi tahun 2000

Pemegang saham (terakhir) + persentase saham

Rusdi Kirana (45%)


Kusnan Kirana (55%)

Direksi

Rusdi Kirana

Komisaris

Kusnan Kirana

Jenis dan jumlah pesawat


penumpang masing-masing

serta

kapasitas

49 pesawat
Boeing 747-400 : 2 pesawat
Boeing 737-900 ER (220 seats): 32 pesawat
Boeing 737-400 (158 seats): 9 pesawat
Boeing 737-300 (149 seats): 2 pesawat
MD-90 (161 seats): 4 pesawat

Jumlah rute domestik (Per 15 Januari 2009)

98 rute

Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)

CGK-JOG, JOG-CGK, CGK-PGK,


CGK-PLM, PLM-CGK, CGK-SOC,
CGK-SRG, SRG-CGK, JOG-SUB,
MES-BTJ, BTJ-MES, PKU-BTH,
SUB-AMI, AMI-SUB, SUB-DPS,
UPG-KDI, KDI-UPG, UPG-PLW,
MES-PKU, PKU-MES.

Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam)

CGK-BDJ, BDJ-CGK, CGK-BKS, BKS-CGK,


CGK-BTH, BTH-CGK, CGK-DJB, DJB-CGK,
CGK-DPS, DPS-CGK, CGK-PDG, PDG-CGK,
CGK-PKU, PKU-CGK, CGK-PNK, PNK-CGK,
CGK-SUB, SUB-CGK, DPS-UPG, UPG-DPS,
JOG-DPS, DPS-JOG, SUB-BDJ, BDJ-SUB, SUBBPN, BPN-SUB, SUB-UPG, UPG-SUB, UPGAMQ, AMQ-UPG, UPG-GTO, GTO-UPG, UPGMDC, MDC-UPG.

Rincian rute domestik (2 s/d 3 jam)

CGK-AMI, AMI-CGK, CGK-AMQ, AMQ-CGK,


CGK-BPN, BPN-CGK, CGK-BTJ, BTJ-CGK,
CGK-DJJ, DJJ-CGK, CGK-GTO, GTO-CGK,
CGK-KDI, KDI-CGK, CGK-KOE, KOE-CGK,
CGK-MDC, MDC-CGK, CGK-MES, MES-CGK,
CGK-PLW, PLW-CGK, CGK-UPG, UPG-CGK,
DPS-MDC, MDC-DPS, SUB-AMQ, AMQ-SUB,
SUB-BTH, BTH-SUB, SUB-KDI, KDI-SUB,
SUB-KOE, KOE-SUB, SUB-PLW, PLW-SUB,
UPG-DJJ, DJJ-UPG.

Keterangan

PT Lion Mentari Airlines merupakan perusahaan


yang terafiliasi dengan PT Wings Abadi Airlines.

PGK-CGK,
SOC-CGK,
SUB-JOG,
BTH-PKU,
DPS-SUB,
PLW-UPG,

13

SALINAN
Tabel 8
Profil PT Wings Abadi Airlines
Nama perusahaan

PT Wings Abadi Airlines (IW)


Terlapor VIII

Tahun berdiri

2002, beroperasi 2003

Pemegang saham (terakhir) + persentase saham

Kusnan Kirana (50%)


Rusdi Kirana (50%)

Direksi

Direktur: Achmad

Komisaris

Komisaris Utama: Kusnan Kirana


Komisaris: Rusdi Kirana

Jenis dan jumlah pesawat


penumpang masing-masing

serta

kapasitas

12 pesawat
ATR72-500: 3 pesawat
MD-80: 6 pesawat
DHC8-300: 3 pesawat

Jumlah rute domestik

74 rute

Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)

AMBON-FAK-FAK,
FAK-FAK-AMBON,
AMBON-NABIRE, NABIRE-AMBON, FAKFAK-KAIMANA,
KAIMANA-FAK-FAK,
KAIMANA-NABIRE,
NABIRE-FAK-FAK,
JOGJA-SURABAYA,
SURABAYA-JOGJA,
JOGJA-BANDUNG,
BANDUNG-JOGJA,
MAKASSAR-KENDARI,
KENDARIMAKASSAR,
MAKASSAR-PALU,
PALUMAKASSAR,
MANADO-MELONGUNANE,
MELONGUNANE-MANADO, MANOKWARIFAK-FAK,
FAK-FAK-MANOKWARI,
MANOKWARI-KAIMANA,
KAIMANAMANOKWARI,
MEDAN-PEKANBARU,
PEKANBARU-MEDAN,
MEDANGUNUNGSITOLI,
GUNINGSITOLI-MEDAN,
NABIRE-JAYAPURA,
JAYAPURA-NABIRE,
SEMARANG-SURABAYA,
SURABAYASEMARANG,
SORONG-KAIMANA,
KAIMANA-SORONG,
SURABAYAMATARAM,
MATARAM-SURABAYA,
SURABAYA-DENPASAR,
DENPASARSURABAYA, TERNATE-LABUHA, LABUHATERNATE.

Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam)

AMBON-TUAL, TUAL-AMBON, AMBONSORONG,


SORONG-AMBON,
AMBONKAIMANA, KAIMANA-AMBON, AMBONBAU-BAU,
BAU-BAU-AMBON,
MANOKWARI-NABIRE,
NABIREMANOKWARI, SORONG-NABIRE, NABIRESORONG, FAK-FAK-JAYAPURA, JAYAPURAFAK-FAK,
KAIMANA-JAYAPURA,
JAYAPURA-KAIMANA.

Rincian rute domestik (2 s/d 3 jam)

MANADO-SORONG,
SORONG-MANADO,
AMBON-MANOKWARI,
MANOKWARI-

14

SALINAN
AMBON,
SEMARANG-DENPASAR,
DENPASAR-SEMARANG, SURABAYA-PALU,
PALU-SURABAYA, SURABAYA-BANDUNG,
BANDUNG-SURABAYA.
Keterangan

PT Wings Abadi Airlines merupakan perusahaan


yang terafiliasi dengan PT Lion Mentari Airlines.

Tabel 9
Profil PT Metro Batavia
Nama perusahaan

PT Metro Batavia (7P) - Terlapor IX

Tahun berdiri

2001, mulai beroperasi 2002

Pemegang saham (terakhir) + persentase saham

Yudiwan Tansari (72,7%)


Alice (6%)
Irene Yudiawan (6%)
Liauw Tjhai Djun (13,6%)

Direksi

Direktur Utama: Yudiawan Tansari


Direktur: Alice

Komisaris

Komisaris Utama: Liauw Tjhai Dun


Komisaris: Irene Yudiawan

Jenis dan jumlah pesawat


penumpang masing-masing

serta

kapasitas

36 pesawat
Boeing 737-200 (120 seats)
Boeing 737-300 (144 seats)
Boeing 737-400 (168 seats)
Airbus A-319 (144 seats)
Airbus A-320 (180 seats)
Airbus A-330 (293 seats)

Jumlah rute domestik

132 rute

Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)

CGK-JOG, JOG-CGK, CGK-PGK,


CGK-PLM, PLM-CGK, CGK-SRG,
CGK-TKG, TKG-CGK, CGK-MLG,
BDJ-BPN, BPN-BDJ, BPN-TRK,
BTH-PKU, PKU-BTH, BTH-PDG,
PDG-MES, MES-PDG, PLW-BPN,
SUB-AMI, AMI-SUB, SUB-JOG,
SUB-PKY, PKY-SUB, SUB-PLW,
UPG-KDI, KDI-UPG.

PGK-CGK,
SRG-CGK,
MLG-CGK,
TRK-BPN,
PDG-BTH,
BPN-PLW,
JOG-SUB,
PLW-SUB,

Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam)

CGK-BDJ,
CGK-BTH,
CGK-DPS,
CGK-PKU,
CGK-PNK,
CGK-PLW,
BPN-JOG,
BPN-BEJ,
BTH-PNK,
MKW-DJJ,

BKS-CGK,
DJB-CGK,
PDG-CGK,
PKY-CGK,
SUB-CGK,
SUB-BDJ,
MDC-BPN,
MES-BTH,
PNK-JOG,
PNK-SUB,

BDJ-CGK, CGK-BKS,
BTH-CGK, CGK-DJB,
DPS-CGK, CGK-PDG,
PKU-CGK, CGK-PKY,
PNK-CGK, CGK-SUB,
PLW-CGK, BDJ-SUB,
JOG-BPN, BPN-MDC,
BEJ-BPN, BTH-MES,
PNK-BTH, JOG-PNK,
DJJ-MKW, PNK-PKU,

15

SALINAN
SUB-PNK, SUB-BPN, BPN-SUB, SUB-TRK,
TRK-SUB, SUB-UPG, UPG-SUB, UPG-GTO,
GTO-UPG.
Rincian rute domestik (2 s/d 3 jam)

CGK-AMQ, AMQ-CGK, CGK-AMI, AMI-CGK,


CGK-BPN, BPN-CGK, CGK-DJJ, DJJ-CGK,
CGK-KDI, KDI-CGK, CGK-KOE, KOE-CGK,
CGK-MDC, MDC-CGK, CGK-MES, MES-CGK,
CGK-MKW, MKW-CGK, CGK-UPG, UPG-CGK,
CGK-GTO, GTO-CGK, CGK-TTE, TTE-CGK,
CGK-LUW, LUW-CGK, CGK-SOQ, SOQ-CGK,
SOQ-MKW, MKW-SOQ, SUB-MDC, MDC-SUB,
SUB-MES, MES-SUB, SUB-PNK, PNK-SUB,
SUB-LUW, LUW-SUB, SUB-GTO, GTO-SUB,
UPG-PNK, PNK-UPG, UPG-DJJ, DJJ-UPG, UPGLUW, LUW-UPG, UPG-SOQ, SOQ-UPG. (vide
bukti C9.7)

Tabel 10
Profil PT Kartika Airlines
Nama perusahaan

PT Kartika Airlines (KAE) - Terlapor X

Tahun berdiri

2000

Pemegang saham (2008) + persentase saham

Yayasan Kartika Eka Paksi


PT Intan Asia Corpora
PT Karunia Yohanes Mulia
Kim Yohanes Mulia

Direksi (2008)

Direktur: Odang Kariana (non aktif per 1 Maret


2010)

Komisaris (2008)

Komisaris Utama: Kim Yohanes Mulia


Komisaris: Abdul Wachid, Armien Soegito

Jenis dan jumlah pesawat


penumpang masing-masing

serta

kapasitas

2 pesawat
Boeing 737-200 (124 seats)

Jumlah rute domestik

16 rute

Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)

BTH-DJB, DJB-BTH, BTH-PLM, PLM-BTH,


MDC-TTE, TTE-MDC

Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam)

CGK-BTH, BTH-CGK, BTH-MES, MES-BTH,


BTH-PKP, PKP-BTH, UPG-MDC, MDC-UPG

Rincian rute domestik (2 s/d 3 jam)

CGK-UPG, UPG-CGK

16

SALINAN
Tabel 11
Profil PT Linus Airways
Nama perusahaan

PT Linus Airways - Terlapor XI

Tahun berdiri

2005

Keterangan

Tidak beroperasi sejak 27 April 2009.


Telah dicabut seluruh Ijin Operasinya oleh
Departemen Perhubungan pada tanggal 1 Juni
2009.
Apabila dalam jangka waktu satu tahun tidak
beoperasi, maka Departemen Perhubungan dapat
mencabut Surat Ijin Usaha Penerbangan PT Linus
Airways.
Selama pemeriksaan perkara berlangsung, Tim
Pemeriksa tidak pernah mendengar keterangan
maupun memperoleh dokumen dari PT Linus
Airways.

Tabel 12
Profil PT Trigana Air Service
Nama perusahaan

PT Trigana Air Service (TGN)


Terlapor XII

Tahun berdiri

1990

Pemegang saham (terakhir) + persentase saham

Triputra Yusni Prawiro (50%)


Capt. Rubijanto Adisarwono (50%)

Direksi

Direktur Utama: Capt. Rubijanto Adisarwono


Wakil Direktur: Erwin Asmar
Direktur: Capt. Imam Hadikartiwa, Aries
Munandar, Capt. Beni Sumaryanto, LH. Freddy
Chan, Eko B. Gunarto

Komisaris

Triputra Yusni Prawiro

Jenis dan jumlah pesawat


penumpang masing-masing

serta

kapasitas

Scheduled Flight :10 pesawat


ATR 42 (50 seats): 7 pesawat
ATR 72 (72 seats): 3 pesawat
Cargo dan charter: 9 pesawat
Fokker F27 (4250 kgs): 2 pesawat
Twin Otter DHC-6 (18 seats, 1500 kgs): 3 pesawat
DHC-4 Caribou (3900 kgs): 1 pesawat
Hercules L-382 (19.500 kgs): 1 pesawat
Cessna 206B (5 seats, 400 kgs): 2 pesawat

Jumlah rute domestik

40 rute

Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)

Nunukan-Tarakan, Nunukan-Tj. Selor, NunukanBerau, Nunukan-Balikpapan, Nunukan-Samarinda,

17

SALINAN
Samarinda-Berau, Samarinda-Tarakan, SamarindaNunukan, Samarinda-Balikpapan, Samarinda-Tj.
Selor, Berau-Samarinda, Berau-Tarakan, Berau-Tj.
Selor, Berau-Nunukan, Balikpapan-Nunukan,
Balikpapan-Tarakan, Balikpapan-Tj. Selor,
Balikpapan-Kota Baru, Balikpapan-Banjarmasin,
Kota Baru-Balikpapan, Kota Baru-Banjarmasin,
Banjarmasin-Kota Baru, Banjarmasin-Balikpapan,
Tj. Selor-Berau, Tj. Selor-Balikpapan, Tj. SelorSamarinda, Tj. Selor-Tarakan, Tj. Selor-Nunukan,
Ternate-Buli, Buli-Ternate, Mataram-Denpasar,
Denpasar-Mataram.
Rincian rute domestik (1 - 2 jam)

Berau-Balikpapan, Balikpapan-Berau, SananaTernate,


Ternate-Sanana,
Langgur-Ambon,
Ambon-Langgur, Ambon-Saumlaki, SaumlakiAmbon

Keterangan

Saat ini tidak memiliki pesawat jet, semua pesawat


propeller yang melayani rute-rute perintis di daerah
Indonesia bagian timur.

Tabel 13
Profil PT Indonesia Air Asia
Nama perusahaan

PT Indonesia Air Asia (QZ)


Terlapor XIII

Tahun berdiri

1999, beroperasi 2005

Pemegang saham (2008) + persentase saham

Pin Harris (20%)


Sendjaja Widjaja (21%)
AA International Limited (49%)
PT Persindo Nusaperkasa (10%)

Direksi (2008)

Direktur Utama: Dharmadi


Direktur: Titus Iskandar, Widijastoro Nugroho,
Poedjiono, Moeharjanto Sasono, Perbowoadi

Komisaris (2008)

Komisaris Utama: Pin Harris


Wakil Komisaris Utama: Sendjaja Widjaja
Komisaris: Anthony Francis Fernandes, Kamarudin
bin Meranun, Johny Gerard Plate

Jenis dan jumlah pesawat


penumpang masing-masing

serta

kapasitas

Airbus A320 (180 seats) : 9 pesawat


Boeing 737-300 (145 seats): 5 pesawat

Jumlah rute domestik

12 rute

Rincian rute domestik (0 s/d 1 jam)

CGK-JOG, JOG-CGK

Rincian rute domestik (1 s/d 2 jam)

CGK-SUB, SUB-CGK, DPS-BDO, BDO-DPS,


CGK-DPS, DPS-CGK

Rincian rute domestik ( 2 s/d 3 jam)

CGK-MES, MES-CGK, BDO-MES, MES-BDO

Keterangan

Penerbangan dengan kategori pelayanan low cost


carrier (no frills).

18

SALINAN
(2)

Bahwa berikut rincian jumlah penumpang masing-masing para Terlapor:----------Tabel 14


Jumlah penumpang masing-masing Terlapor
Tahun 2004-2009

Maskapai Penerbangan
PT Garuda Indonesia (Persero)
PT Sriwijaya Air
PT Merpati Nusantara Airlines
(Persero)
PT Mandala Airlines
PT Riau Airlines
PT Travel Express
PT Lion Mentari Airlines
PT Wings Abadi Airlines
PT Metro Batavia
PT Kartika Airlines
PT Trigana Air Service
PT Indonesia Air Asia

(3)

2004

2005

2006

2007

2008

20091

6,297,351
690,344

6,987,870
2,345,885

6,956,437
3,139,529

7,371,046
3,577,413

7,665,390
4,272,876

7,991,395
5,324,187

2,511,213
2,187,454

1,843,094
2,373,413

265,659
4,927,834
118,362
1,510,589

324,104
5,447,769
1,784,728
1,974,748
97,765

10,243

701,367

1,701,137
1,678,920
97,480
201,504
6,638,264
2,021,888
3,971,214
263,093
627,979
1,505,715

2,653,853
1,731,979
182,337
256,951
6,536,276
2,351,703
5,314,485
89,312
736,027
1,768,025

2,477,173
3,449,218
232,248
267,371
9,147,942
2,328,508
4,771,272
239,636
702,718
1,503,672

2,601,754
2,848,825
305,456
243,999
9,398,234
3,217,218
6,466,793
235,410
763,647
2,313,859

Bahwa berikut adalah pangsa pasar atau market share para Terlapor tersebut di
atas berdasarkan persentase jumlah penumpang: ---------------------------------------Tabel 15
Pangsa Pasar di antara Para Terlapor
Tahun 2004-2008

Maskapai Penerbangan
PT Garuda Indonesia (Persero)
PT Sriwijaya Air
PT Merpati Nusantara Airlines
(Persero)
PT Mandala Airlines
PT Riau Airlines
PT Travel Express
PT Lion Mentari Airlines
PT Wings Abadi Airlines
PT Metro Batavia
PT Kartika Airlines

2004

2005

2006

2007

2008

2009

34.00%
3.73%

29.26%
9.82%

24.15%
10.90%

22.63%
10.98%

20.68%
11.53%

19.16%
12.76%

13.56%
11.81%
0.00%
1.43%
26.61%
0.64%
8.16%
0.00%

7.72%
9.94%
0.00%
1.36%
22.81%
7.47%
8.27%
0.41%

5.91%
5.83%
0.34%
0.70%
23.05%
7.02%
13.79%
0.91%

8.15%
5.32%
0.56%
0.79%
20.07%
7.22%
16.32%
0.27%

6.68%
9.31%
0.63%
0.72%
24.69%
6.28%
12.88%
0.65%

6.24%
6.83%
0.73%
0.58%
22.53%
7.71%
15.50%
0.56%

Data jumlah penumpang tahun 2004 s/d 2008 diperoleh dari Departemen Perhubungan. Jumlah
penumpang tahun 2009 diestimasi dari trend perkembangan jumlah penumpang tahun 2004 s/d 2008.

19

SALINAN
Maskapai Penerbangan
PT Trigana Air Service
PT Indonesia Air Asia
Total

2004
0.00%
0.06%
100%

2005
0.00%
2.94%
100%

2006
2.18%
5.23%
100%

2007
2.26%
5.43%
100%

2008
1.90%
4.06%
100%

2009
1.83%
5.55%
100%

21.2 Tentang Kronologis Pemberlakuan Fuel Surcharge; ------------------------------(4)

Bahwa berdasarkan Hasil Risalah Rapat tentang Pengenaan Fuel Surcharge


tanggal 5 Februari 2008 antara Departemen Perhubungan c.q. Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara, Sekret aris INACA dan 11 (sebelas) maskapai penerbangan,
pengertian fuel surcharge didefinisikan sebagai suatu tambahan biaya yang
dikenakan oleh perusahaan penerbangan karena harga avtur di lapangan melebihi
harga avtur pada perhitungan biaya pokok; ----------------------------------------------

(5)

Bahwa berdasarkan keterangan dari Departemen Perhubungan, belum ada dasar


hukum diberlakukannya fuel surcharge, namun terdapat peraturan yang mengatur
tentang pungutan terkait dengan tarif angkutan udara niaga berjadwal dalam
negeri kelas ekonomi dan komponen tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi
yaitu: ------------------------------------------------------------------------------------------a.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 8 Tahun 2002 tentang


Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Penumpang
Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi
(selanjutnya disebut KM 8 Tahun 2002);----------------------------------------

b.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 9 Tahun 2002 tentang Tarif


Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi
(selanjutnya disebut KM 9 Tahun 2002);----------------------------------------

(6)

Bahwa Pasal 1 ayat (3) KM 9 Tahun 2002 berbunyi: Tarif penumpang angkutan
niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi belum termasuk Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), iuran wajib dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang dari
PT Jasa Raharja (Persero), asuransi tambahan lainnya yang dilaksanakan secara
sukarela dan tarif jasa pelayanan penumpang pesawat udara yang dikenakan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku; -------------------------------------------------

(7)

Bahwa Pasal 1 ayat (4) KM 9 Tahun 2002 berbunyi: Setiap pungutan yang akan
dikaitkan dengan tarif angkutan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari
Menteri Perhubungan;---------------------------------------------------------------------

20

SALINAN
(8)

Berdasarkan ketentuan tersebut, INACA telah mengirimkan surat-surat kepada


Menteri Perhubungan, antara lain: --------------------------------------------------------a.

Surat Nomor: INC-1001/A/16/X/2004 tanggal 22 Oktober 2004 perihal


Permohonan Pengenaan Surcharge Atas Kenaikan BBM Penerbangan; ------

b.

Surat Nomor: INC-1001/A/28/V/2005 tanggal 12 Mei 2005 perihal


Kelangsungan Usaha Perusahaan Penerbangan Nasional; -----------------------

c.

Surat Nomor: INC-1001/A/31/VI/2005 tanggal 7 Juni 2005 perihal Usulan


Pengenaan Fuel Surcharge;----------------------------------------------------------

d.

Surat Nomor: INC-1001/A/39/X/2005 tanggal 11 Oktober 2005 perihal


Permohonan Izin Pengenaan Fuel Surcharge Atas Kenaikan Harga BBM;---

(9)

Bahwa pengajuan usulan pemberlakuan fuel surcharge oleh INACA tersebut


didasari pada kondisi melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar,
sehingga harga avtur yang dijual oleh PT Pertamina mengalami kenaikan
sedangkan daya beli masyarakat menurun sehingga tingkat isian penumpang
pesawat terbang domestik (load factor) mengalami penurunan;-----------------------

(10) Bahwa menanggapi surat-surat dari INACA tersebut, Ditjen Perhubungan Udara
telah menyampaikan surat kepada Menteri Perhubungan yaitu Ref. Surat Nomor:
AU/6076/DAU.1705/04 perihal permohonan pengenaan fuel surcharge atas
kenaikan BBM penerbangan;--------------------------------------------------------------(11) Bahwa selanjutnya Ditjen Perhubungan Udara mengirimkan surat kepada INACA
melalui Ref. Surat Nomor: AU/5581/DAU.1952/05 tanggal 31 Oktober 2005
perihal pengenaan fuel surcharge atas kenaikan harga avtur. Dalam menyetujui
pengenaan fuel surcharge atas kenaikan harga avtur tersebut, Ditjen Perhubungan
Udara meminta INACA untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut: ------------a.

Berdasarkan hasil evaluasi Ditjen Perhubungan Udara, bahwa harga jual


rata-rata saat ini masih di bawah tarif batas atas, sehingga kenaikan harga
avtur masih memungkinkan harga jual sampai dengan setinggi-tingginya
sama dengan tarif batas KM 9 Tahun 2002; ---------------------------------------

b.

Pangsa biaya avtur yang dijadikan patokan untuk masing-masing rute


penerbangan berbeda karena dipengaruhi faktor jarak tempuh;-----------------

21

SALINAN
c.

Harga avtur yang dijadikan patokan untuk pengenaan fuel surcharge adalah
harga bulan Juni 2005 (harga avtur patokan tarif referensi); --------------------

d.

Pengenaan fuel surcharge dapat dipahami dan sudah berlaku di penerbangan


internasional sebagai akibat kenaikan avtur, namun perlu dipertimbangkan
pelaksanaannya dengan cermat secara bersama; ----------------------------------

e.

Pengenaan fuel surcharge tersebut tidak diberlakukan kepada calon


penumpang yang sudah melakukan transaksi pembelian tiket; -----------------

f.

Pengenaan fuel surcharge diberlakukan pada seluruh perusahaan angkutan


udara niaga berjadwal dan sepenuhnya merupakan tanggung jawab
perusahaan yang bersangkutan; -----------------------------------------------------

g.

INACA sebagai asosiasi perusahaan angkutan udara niaga harus sanggup


dan mampu melakukan pengawasan terhadap pemberlakuan fuel surcharge
tersebut;---------------------------------------------------------------------------------

(12) Bahwa INACA akhirnya mengeluarkan Berita Acara Persetujuan Pelaksanaan


Fuel Surcharge (Ref. Berita Acara Nomor 9100/53/V/2006 tanggal 4 April 2006
yang ditandatangani oleh Ketua Dewan INACA, Sekretaris Jenderal INACA dan 9
(sembilan) perusahaan angkutan udara niaga yaitu PT Mandala Airlines, PT
Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Dirgantara Air Service, PT Srwijaya Air,
PT Pelita Air Service, PT Lion Mentari Air, PT Batavia Air, PT Indonesia Air
Transport, PT Garuda Indonesia (Persero);----------------------------------------------(13) Bahwa berdasarkan Berita Acara Persetujuan Pelaksanaan Fuel Surcharge
tersebut, pelaksanaan fuel surcharge mulai diterapkan pada tanggal 10 Mei 2006
dengan besaran yang diberlakukan pada setiap penerbangan dikenakan rata-rata
Rp 20.000,- (duapuluh ribu rupiah) per penumpang;-----------------------------------(14) Bahwa menanggapi laporan INACA mengenai penerapan fuel surcharge yang
akan diberlakukan mulai tanggal 10 Mei 2006, atas nama Menteri Perhubungan,
Direktur Jenderal Perhubungan Udara melalui Surat Nomor: AU/2563/DAU0857/06

tanggal

Mei

2006,

menyampaikan

kepada

INACA

untuk

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: --------------------------------------------a. Pengenaan fuel surcharge tersebut tidak diberlakukan kepada calon
penumpang yang sudah melakukan transaksi pembelian tiket;--------------------

22

SALINAN
b. INACA harus mempunyai patokan harga avtur sebagai dasar perhitungan
besaran fuel surcharge dan tata cara serta mekanisme penerapan fuel
surcharge; -------------------------------------------------------------------------------c. Pengenaan fuel surcharge disarankan diberlakukan pada seluruh perusahaan
angkutan udara niaga berjadwal dan sepenuhnya merupakan tanggung jawab
perusahaan yang bersangkutan;-------------------------------------------------------d. Perusahaan angkutan udara niaga berjadwal yang menerapkan fuel surcharge
agar dapat melaksanakan dengan cermat dan seksama dalam memberikan
pemahaman

kepada

calon

penumpang

supaya

tidak

menimbulkan

permasalahan di lapangan; ------------------------------------------------------------e. INACA sebagai asosiasi perusahaan angkutan udara niaga harus mampu
melakukan pengawasan terhadap pemberlakuan fuel surcharge tersebut; ------f. INACA agar melaporkan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
setiap terjadi perubahan besaran fuel surcharge, termasuk apabila ada
perubahan lainnya yang terkait dengan fuel surcharge; ---------------------------(15) Bahwa besaran fuel surcharge sebesar Rp 20.000,- (dua puluh ribu) tersebut
dibuat dengan berpatokan pada harga avtur rata-rata yang naik ke posisi Rp
5.600/liter sejak 1 Mei 2006; --------------------------------------------------------------(16) Bahwa setelah INACA menetapkan fuel surcharge sebesar RP 20.000,- (duapuluh
ribu rupiah) yang mulai berlaku sejak 10 Mei 2006, KPPU mengadakan
pertemuan dengan INACA pada tanggal 16 Mei 2006, kemudian memberikan
masukan kepada INACA dengan mengirimkan Surat Nomor 207/K/V/2006
tanggal 30 Mei 2006, yang intinya agar INACA mencabut penetapan mengenai
fuel surcharge dan mengembalikan kewenangan penetapan fuel surcharge kepada
masing-masing maskapai penerbangan;--------------------------------------------------(17) Bahwa selanjutnya berdasarkan Notulen Rapat No. 9100/57/V/2006, INACA
mengadakan Rapat Anggota dan Pengurus INACA pada tanggal 30 Mei 2006
yang pada intinya menyimpulkan penerapan dan besaran fuel surcharge
diserahkan kembali kepada masing-masing perusahaan penerbangan nasional
Anggota INACA; ----------------------------------------------------------------------------

23

SALINAN
(18) Bahwa Pemerintah c.q. Departemen Perhubungan c.q. Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara melalui Surat Nomor: AU/830/DAU.150/08 tanggal 15
Februari 2008 perihal Surat Edaran Pemberlakuan Besaran Fuel Surcharge Pada
Penumpang Angkutan Udara Niaga Dalam Negeri Kelas Ekonomi, meminta
laporan kepada para perusahaan angkutan udara niaga berjadwal untuk
melaporkan secara tertulis setiap perubahan besaran fuel surcharge yang
diberlakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Laporan tersebut dilampiri
dasar perhitungan termasuk harga avtur yang dipergunakan sebagai referensi; ----(19) Bahwa pada tanggal 4 Agustus 2008, Departemen Perhubungan c.q. Direktorat
Jenderal Perhubungan Udara mengirimkan surat kepada para perusahaan angkutan
udara niaga berjadwal melalui Surat Nomor: AU/4603/DAU.1056/08 perihal
Formula Penetapan Fuel Surcharge yang menindaklanjuti hasil pertemuan pada
tanggal 07 Juli 2008 yang membahas mengenai kesepakatan formula perhitungan
fuel surcharge dengan metode zoning yang terbagi menjadi 5 zona berdasarkan
waktu tempuh yaitu zona 1 (< 1 jam), zona 2 (1 s/d 2 jam), zona 3 (2 s/d 3 jam),
zona 4 (3 s/d 4 jam), zona 5 (> 4 jam);---------------------------------------------------(20) Bahwa pada saat perkara ini berlangsung, Pemerintah c.q. Departemen
Perhubungan sedang melakukan Revisi atas KM No. 8 Tahun 2002 dan KM No. 9
Tahun 2002.;---------------------------------------------------------------------------------(21) Bahwa berdasarkan Risalah Rapat tentang Pembahasan Tindak Lanjut Revisi KM
8 Tahun 2002 dan KM 9 Tahun 2002 tentang Mekanisme Penetapan dan
Formulasi Perhitungan Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal dalam
Negeri Kelas Ekonomi tanggal 4 Februari 2010, diperoleh informasi antara lain
sebagai berikut:------------------------------------------------------------------------------a.

Dasar perhitungan harga avtur adalah sebesar Rp 10.000,-/liter yang diambil


berdasarkan harga pasar avtur terakhir Rp 7.459,-/liter, untuk mengantisipasi
kenaikan harga avtur di masa yang akan datang; ---------------------------------

b.

Formulasi perhitungan revisi besaran tarif batas atas berdasarkan pada jenis
pesawat udara yang terbaru yaitu Boeing 737-300, Boeing 737-400, Boeing
737-500, Boeing 737-800 yang sudah dibandingkan dengan formulasi
perhitungan dari badan usaha angkutan udara; ------------------------------------

24

SALINAN
c.

Dalam penentuan asumsi yang dipakai dalam formulasi perhitungan tarif


batas atas baik load factor, harga avtur dan nilai tukar rupiah terhadap dollar
dan lain-lain telah disesuaikan oleh pemerintah dengan kondisi yang ada dan
dibandingkan dengan formulasi perhitungan dari badan usaha angkutan
udara; -----------------------------------------------------------------------------------

d.

Kenaikan tarif batas atas sebesar 5% s/d 10% dari biaya operasi pesawat,
dimana 10% adalah beban yang dikenakan kepada masyarakat;----------------

(22) Bahwa konsekuensi jika Revisi KM No. 9 Tahun 2002 tersebut diberlakukan,
maka fuel surcharge sudah tidak ada lagi karena asumsi harga avtur sudah diubah
yaitu sebesar Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) per liter yang sudah
diperhitungkan dalam perhitungan tarif batas atas tersebut; --------------------------(23) Bahwa sampai saat laporan ini dibuat, Revisi KM No. 8 Tahun 2002 dan Revisi
KM No. 9 Tahun 2002 tersebut belum ditanda-tangani oleh Menteri Perhubungan
sehingga belum berlaku secara efektif;---------------------------------------------------21.3 Tentang Formula Perhitungan Harga Tiket; ----------------------------------------(24) Bahwa berdasarkan Pasal 2 KM 8 Tahun 2002, yang dimaksud dengan Tarif
Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal dalam negeri kelas ekonomi
merupakan tarif jarak yang didasarkan pada perkalian tarif dasar, jarak terbang
serta dengan memperhatikan faktor daya beli; ------------------------------------------(25) Bahwa berdasarkan Pasal 126, Pasal 127 dan Pasal 128 UU 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, komponen tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi terdiri dari
tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi dan biaya tuslah/tambahan (surcharge).
Hasil perhitungan komponen-komponen tersebut merupakan batas atas tarif
penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam
negeri yang ditetapkan oleh Menteri. Namun untuk tarif penumpang pelayanan
non ekonomi angkutan udara niaga berjadwal ditentukan berdasarkan mekanisme
pasar; -----------------------------------------------------------------------------------------(26) Bahwa formula perhitungan harga tiket yang diterapkan oleh masing-masing
maskapai penerbangan yang menjadi Terlapor dalam perkara ini adalah sebagai
berikut: ---------------------------------------------------------------------------------------Tabel 16

25

SALINAN
Formula Perhitungan Harga Tiket Para Terlapor

Maskapai Penerbangan

Formula Perhitungan Harga Tiket

PT Garuda Indonesia (Persero)

Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + FS

PT Sriwijaya Air

Basic fare + PPN + IWJR (Rp 10.000,-) + FS

PT Merpati Nusantara Airlines


(Persero)

Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + Administration Fee (Rp


5000,-) FS

PT Mandala Airlines

Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + FS + Biaya administrasi


(Rp 4.000,-)

PT Riau Airlines

Basic Fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) (sekarang)

PT Travel Express

Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + FS

PT Lion Mentari Airlines

Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + Insurance + FS

PT Wings Abadi Airlines

Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + Insurance + FS

PT Metro Batavia

Basic fare + PPN + IWJR (Rp 5.000,-) + FS

PT Kartika Airlines

Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + FS

PT Linus Airways

N/A

PT Trigana Air Service

Basic fare + PPN + IWJR (Rp 11.000,-) + FS

PT Indonesia Air Asia

Basic fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + FS (10 Mei 2006 s/d 11
November 2008)
Basic Fare + PPN + IWJR (Rp 6.000,-) + Convenience Fee
(sekarang)

(27) Bahwa dalam menetapkan basic fare, masing-masing Terlapor menerapkan pricing
strategy berdasarkan sub classes2, dimana besar kecilnya basic fare ditentukan
oleh waktu pembelian tiket. Semakin dekat waktu pembelian tiket dengan jadwal
keberangkatan, maka harga tiket yang dijual relatif semakin mahal; ----------------(28) Bahwa sub classes yang diberlakukan oleh masing-masing maskapai penerbangan
yang menjadi Terlapor dalam perkara ini adalah sebagai berikut:---------------------

Subclasses merupakan diferensiasi harga dalam suatu penerbangan yang dikelompokkan dalam
satu paket kelas tertentu.
2

26

SALINAN
Tabel 17
Kategorisasi Sub Classes oleh Para Terlapor

Maskapai Penerbangan

Jumlah Sub Classes

Inisial SubClasses (Ekonomi)


(termahal termurah)

PT Garuda Indonesia (Persero)

Y, M, L, K, N, Q, B, V

PT Sriwijaya Air

18

Y, S, W, B, H, K, L, M, N, Q,
T, V, G, E, X, R, P, E

PT Merpati Nusantara Airlines


(Persero)

10

PT Mandala Airlines

12

W, S, H, L, N, P, T, U, V, R, J,
A, I

PT Riau Airlines

18

Y, Z, N, A, B, C, D, E, F, G, H,
P, Q, L, R, S, T, V

PT Travel Express

21

JOW, OOW, UOW, ZOW,


FOW, GOW, COW, IOW,
NOW, YOW, HOW, KOW,
LOW, MOW, SOW, WOW,
TOW, VOW, QOW, XOW,
POW

PT Lion Mentari Airlines

14

Y, A, G, W, S, B, H, K, L, M,
N, Q, T, V

PT Wings Abadi Airlines

14

Y, A, G, W, S, B, H, K, L, M,
N, Q, T, V

PT Metro Batavia

16

Y, D, H, M, L, B, Q, V, T, S, R,
X, N, P, W, Z

PT Kartika Airlines

16

C, D, W, Z, R, I, S, M, L, H, K,
T, G, B, V, Q

PT Linus Airways

N/A

N/A

PT Trigana Air Service

16

YA, YB, YC, YD, YE, YF, YG,


YH, YI, YJ, YK, YL, YM, YN,
YO, YP

PT Indonesia Air Asia

N/A

N/A

Y, S, W, B, H, K,
L, M, N, Vi C3.11)

(29) Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 17 dan 19 UU tentang Pajak Pertambahan Nilai
(PPN), PPN yang dipungut oleh maskapai penerbangan adalah 10% (sepuluh
persen) dikali dasar pengenaan pajak (DPP) yaitu seluruh biaya yang
diminta/dibebankan oleh perusahaan penerbangan kepada konsumen; --------------(30) Bahwa berdasarkan praktek yang dilakukan oleh maskapai penerbangan selama
ini, PPN

yang dikenakan kepada penumpang adalah sebesar 10% (sepuluh

persen) dari basic fare yang diperhitungkan sebagai DPP; -----------------------------

27

SALINAN
(31) Bahwa IWJR (Iuran Wajib Jasa Raharja) adalah asuransi yang wajib dibayar oleh
penumpang melalui maskapai penerbangan untuk disetorkan kepada PT Asuransi
Jasa Raharja;---------------------------------------------------------------------------------(32) Bahwa berdasarkan Pasal 3 ayat (1) UU No. 33 tahun 1964 tentang Dana
Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang, tiap penumpang yang sah dari
kendaraan bermotor umum, kereta-api, pesawat terbang, perusahaan penerbangan
nasional dan kapal perusahaan perkapalan/pelayaran nasional, wajib membayar
iuran melalui pengusaha/pemilik yang bersangkutan untuk menutup akibat
keuangan disebabkan kecelakaan penumpang dalam perjalanan; --------------------(33) Bahwa Fuel Surcharge menjadi salah satu komponen tambahan dalam perhitungan
harga tiket sejak 10 Mei 2006. Pada saat pemeriksaan lanjutan berlangsung,
terdapat 2 (dua) maskapai yang sudah tidak menerapkan Fuel Surcharge, yaitu PT
Riau Airlines dan PT Indonesia Air Asia (sejak November 2007). Namun PT Riau
Airlines tidak dapat membuktikan tidak pernah menerapkan fuel surcharge; ------21.4 Tentang Formula Perhitungan Fuel SurcGharge;----------------------------------(34) Bahwa sejak mulai diberlakukannya fuel surcharge pada bulan Mei 2006,
Pemerintah c.q. Departemen Perhubungan tidak memberikan formula resmi untuk
dijadikan acuan oleh maskapai penerbangan, namun menyerahkannya kepada
INACA untuk melakukan perhitungan; --------------------------------------------------(35) Bahwa setelah INACA melakukan perhitungan sendiri dan menentukan besaran
fuel surcharge sebesar RP 20.000,- pada tanggal 10 Mei 2006, KPPU memberikan
saran kepada INACA untuk membatalkan kesepakatan tersebut karena berpotensi
melanggar hukum persaingan usaha; -----------------------------------------------------(36) Bahwa atas dasar saran KPPU tersebut, Pemerintah dan INACA kemudian
menyerahkan kebijakan perhitungan fuel surcharge kepada masing-masing
maskapai penerbangan;---------------------------------------------------------------------(37) Bahwa pada 15 Februari 2008, Departemen Perhubungan mengeluarkan Surat
Nomor : AU/830/DAU.150/08 perihal Surat Edaran Pemberlakuan Besaran Fuel
Surcharge Pada Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri
Kelas

Ekonomi

yang

kemudian

dikoreksi

melalui

Surat

Nomor:

28

SALINAN
AU/1386/DAU.260/08 tanggal 03 Maret 2008, disampaikan bahwa formula
perhitungan fuel surcharge adalah sebagai berikut: -------------------------------------

Fuel Surcharge = ((A) (B)) x (C) per km


Note:
A : Harga Avtur setelah Pajak
B : Harga Dasar Avtur yang dipergunakan dalam perhitungan
C : Rata-rata Konsumsi Avtur per km
(38) Bahwa berdasarkan hasil perhitungan Tim Monitoring KPPU, setidaknya formula
perhitungan fuel surcharge adalah sebagai berikut: ------------------------------------FS = V* delta Harga
Q*70%
Note:
V

: volume avtur maskapai dalam satuan waktu

Delta harga: harga saat ini harga saat penetapan tarif


Q

: jumlah kapasitas maskapai

(39) Bahwa formula perhitungan fuel surcharge masing-masing maskapai penerbangan


yang menjadi Terlapor dalam perkara ini adalah sebagai berikut:---------------------

Tabel 18
Formula Perhitungan Fuel Surcharge Para Terlapor (confidential)
Maskapai
Penerbangan
PT Garuda
(Persero)

Formula Perhitungan Fuel Surcharge

Indonesia

PT Sriwijaya Air

29

SALINAN
Maskapai
Penerbangan

Formula Perhitungan Fuel Surcharge

PT Merpati Nusantara
Airlines (Persero)

PT Mandala Airlines

PT Riau Airlines
PT Travel Express

PT
Lion
Airlines

Mentari

PT
Wings
Airlines

Abadi

PT Metro Batavia

PT Kartika Airlines

30

SALINAN
Maskapai
Penerbangan

Formula Perhitungan Fuel Surcharge

PT Linus Airways
PT Trigana Air Service

PT Indonesia Air Asia

(40) Bahwa perhitungan fuel surcharge yang diterapkan oleh masing-masing maskapai
dibagi berdasarkan zona waktu tempuh penerbangan yaitu antara 0 s/d 1 jam,
antara 1 s/d 2 jam, antara 2 s/d 3 jam, antara 3 s/d 4 jam dan antara 4 s/d 5 jam; -(41) Bahwa sebagian besar maskapai penerbangan hanya memiliki rute-rute yang
termasuk dalam 3 zona pertama yaitu antara 0 s/d 1 jam, antara 1 s/d 2 jam, dan
antara 2 s/d 3 jam;---------------------------------------------------------------------------(42) Bahwa menurut PT Garuda Indonesia (Persero), perhitungan fuel surcharge
dipengaruhi oleh asumsi tipe pesawat yang digunakan, load factor, harga avtur,
konsumsi avtur, kurs Rupiah terhadap US Dollar, PPN dan daya beli masyarakat;(43) Bahwa menurut PT Garuda Indonesia (Persero), dalam menaikkan Fuel Surcharge,
tidak pernah melebihi angka Rp 30.000,- Hal ini dilakukan karena
mempertimbangkan daya beli masyarakat dimana pasar tidak menghendaki
seringnya perubahan fuel surcharge dalam harga, dan harga yang dapat diterima
pasar adalah maksimum Rp 20.000,- s/d Rp 30.000,- untuk sekali perubahan. Jika
lebih dari angka tersebut, akan menyebabkan terjadinya penurunan trafik.1.1); ---(44) Bahwa menurut PT Sriwijaya Air, perhitungan fuel surcharge ditentukan oleh
waktu penerbangan, harga fuel, jenis pesawat, dan load factor (vide bukti B4); ---(45) Bahwa menurut PT Merpati Airlines (Persero), perhitungan fuel surcharge
dipengaruhi oleh harga avtur, tipe pesawat, umur pesawat, jarak tempuh,
alternate.(vide bukti B5);--------------------------------------------------------------------

31

SALINAN
(46) Bahwa menurut beberapa maskapai penerbangan, komponen penentu perhitungan
fuel surcharge adalah harga avtur, konsumsi avtur, kurs Rupiah terhadap US
Dollar, load factor, dan daya beli masyarakat; ------------------------------------------21.5

Tentang Avtur, Harga Avtur dan Konsumsi Avtur; ------------------------------

(47) Bahwa Aviation Turbine Fuel (AVTUR) atau secara internasional lebih dikenal
dengan nama Jet A-1 adalah bahan bakar untuk pesawat terbang jenis jet atau
turbo jet (baik tipe jet propulsion atau propeller). Avtur diproduksi sendiri di
kilang-kilang PERTAMINA;--------------------------------------------------------------(48) Bahwa di samping sebagai sumber energi penggerak mesin pesawat terbang,
bahan bakar penerbangan juga berfungsi sebagai cairan hidrolik di dalam sistem
kontrol mesin dan sebagai pendingin bagi beberapa komponen sistem
pembakaran. Hanya terdapat satu jenis bahan bakar jet-yakni tipe kerosene
(minyak tanah), yang digunakan untuk keperluan penerbangan sipil di seluruh
dunia. Oleh karenanya sangatlah penting bagi perusahaan penyedia bahan bakar
penerbangan untuk memastikan bahan bakar yang disediakannya bermutu tinggi
dan sesuai dengan standar internasional;-------------------------------------------------(49) Bahwa avtur adalah bahan bakar dari fraksi minyak tanah yang dirancang sebagai
bahan bakar pesawat terbang yang menggunakan mesin turbin atau mesin yang
memiliki

ruang

pembakaran

eksternal

(External

Combustion

Engine).

Kinerja/kehandalan Avtur terutama ditentukan oleh karakteristik kebersihannya,


pembakaran, dan performanya pada temperatur rendah. Berdasarkan spesifikasi
tersebut, avtur harus memenuhi persyaratan yang dibutuhkan, seperti memiliki
titik beku (freeze point) maksimum -47C dan titik nyala (flash point) minimum
38C (100 F); -------------------------------------------------------------------------------(50) Bahwa produsen avtur di Indonesia adalah PT Pertamina (Persero) yang memiliki
pangsa pasar penjualan avtur dan avgas di Indonesia sebesar 99% (sembilan puluh
sembilan persen) yang melayani 54 (lima puluh empat) Depot Pengisian Pesawat
Udara (selanjutnya disebut DPPU) di Indonesia; ------------------------------------(51) Bahwa seluruh maskapai penerbangan yang menjadi Terlapor dalam perkara ini
membeli avtur dari PT Pertamina (Persero); ---------------------------------------------

32

SALINAN
(52) Bahwa distribusi avtur dari PT Pertamina (Persero) ke maskapai penerbangan
secara singkat adalah sebagai berikut: avtur yang telah diproduksi dari kilang,
diangkut (shipping) ke receiving facilities, kemudian dipompa ke tangki di
bandara, lalu dialirkan melalui hidrant, dan selanjutnya dipompa ke dalam tangki
pesawat; --------------------------------------------------------------------------------------(53) Bahwa mekanisme pembelian avtur oleh maskapai penerbangan adalah dengan
menggunakan sistem deposit sebelum melakukan pembelian. Jika depositnya telah
habis, maka maskapai penerbangan harus melakukan topping up. Pada umumnya,
maskapai penerbangan memberikan deposit untuk pembelian avtur selama 3 (tiga)
hari ke depan;--------------------------------------------------------------------------------(54) Bahwa harga avtur yang dibayarkan oleh maskapai penerbangan adalah harga
yang diterima sampai avtur diisi di pesawat (sudah termasuk biaya distribusi dan
pajak); ----------------------------------------------------------------------------------------(55) Bahwa PT Pertamina (Persero) mengeluarkan posting price avtur untuk periode 2
(dua) mingguan yaitu setiap tanggal 1 dan 15 setiap bulannya sejak Januari 2009.
Sebelumnya, posting price dilakukan sebulan sekali; ----------------------------------(56) Bahwa harga avtur yang diberikan oleh PT Pertamina (Persero) kepada masingmasing maskapai penerbangan tergantung harga yang berlaku pada DPPU di
bandara tempat pesawat melakukan pengisian avtur; ----------------------------------(57) Bahwa harga avtur di masing-masing DPPU Pertamina berbeda-beda, tergantung
dari supply chain. Jika DPPU lebih dekat dengan channel distribution, maka
harganya akan lebih murah; ---------------------------------------------------------------(58) Bahwa selain lokasi DPPU, faktor yang mempengaruhi harga pembelian avtur
adalah volume pembelian dan diskon kepatuhan membayar; -------------------------(59) Bahwa harga avtur yang ditetapkan oleh PT Pertamina (Persero) dipengaruhi oleh
harga minyak dunia yang mengacu pada MOPS3; -------------------------------------(60) Bahwa seiring dengan peningkatan harga minyak dunia, persentase kenakan biaya
bahan bakar (fuel) semakin meningkat dibandingkan dengan total cost. Misalnya
untuk PT Garuda Indonesia, biaya fuel untuk tahun 2008 adalah 43% (empat
3

MOPS (Mid Oil Platts Singapore) merupakan harga perdagangan pada bursa minyak di
Singapura yang menjadi acuan/patokan dalam menetapkan harga bahan bakar minyak negara-negara di
Asia.

33

SALINAN
puluh tiga persen) dari total biaya, dan 30% (tiga puluh persen) dari total biaya
pada tahun 2009. (vide bukti B1); --------------------------------------------------------(61) Bahwa harga avtur rata-rata yang dipublikasikan oleh PT Pertamina (Persero)
sejak tahun 2006 s/d 2009 adalah sebagai berikut: -------------------------------------Tabel 19
Harga Avtur Rata-rata Per Bulan Periode Mei 2006 s/d Oktober 2009

Bulan/Tahun
Mei-06
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06
Okt-06
Nop-06
Des-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
Mei-07
Jun-07
Jul-07
Agust-07
Sep-07
Okt-07
Nop-07
Des-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09

Harga Avtur Rata-rata


(Rp/liter)
5,921
6,118
6,435
6,471
6,546
6,381
5,980
5,883
6,176
5,679
5,734
5,983
6,313
6,299
6,384
6,678
6,777
7,063
7,428
8,763
8,846
8,742
8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534

34

SALINAN
Bulan/Tahun
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09

Harga Avtur Rata-rata


(Rp/liter)
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520

(62) Bahwa pergerakan harga avtur tersebut dapat disajikan dalam bentuk Grafik
sebagai berikut: -----------------------------------------------------------------------------Grafik 1
Pergerakan Harga Avtur Mei 2006 sd September 2009
14,000
12,000
Rupiah

10,000
8,000

Avtur

6,000
4,000
2,000

M
e
Ag i -0
us 6
t- 0
N 6
op
-0
Fe 6
b0
M 7
ei
Ag -0
us 7
t- 0
N 7
op
-0
Fe 7
b0
M 8
ei
Ag -0
us 8
t- 0
N 8
op
-0
Fe 8
b0
M 9
ei
Ag -0 9
us
t- 0
9

Bulan

(63) Bahwa dalam menghitung konsumsi avtur yang akan digunakan, standar minimum
fuel yang perlu diperhitungkan oleh masing-masing maskapai penerbangan
berdasarkan IATA Standards and Recommended Practices adalah taxi fuel, trip
fuel (takeoff, climb, en-route, descent, approach and landing), holding fuel,
alternate fuel (take off, en-route, ETOPS, destination), contigency fuel, reserve
fuel, additional fuel (MEL required, balast, other), and tanker fuel; ----------------(64) Bahwa konsumsi avtur rata-rata per jenis pesawat untuk masing-masing maskapai
penerbangan dapat dilihat dalam tabel berikut: ------------------------------------------

35

SALINAN
Tabel 20
Konsumsi Avtur Rata-Rata Para Terlapor (confidential)
Maskapai Penerbangan

Jenis Pesawat yang menjadi


acuan perhitungan FS

Asumsi Konsumsi Avtur


Rata-rata

PT Garuda Indonesia (Persero)


PT Sriwijaya Air

PT Merpati Nusantara Airlines


(Persero)

PT Mandala Airlines
PT Riau Airlines
PT Travel Express
PT Lion Mentari Airlines

PT Wings Abadi Airlines

PT Metro Batavia
PT Kartika Airlines

PT Linus Airways
PT Trigana Air Service
PT Indonesia Air Asia

21.6 Tentang Load Factor ; --------------------------------------------------------------------(65) Bahwa load factor merupakan tingkat isian penumpang pesawat yang digunakan
sebagai salah satu unsur dalam perhitungan fuel surcharge. Semakin tinggi load

36

SALINAN
factor, maka fuel surcharge yang dikenakan untuk masing-masing penumpang
akan semakin kecil; -------------------------------------------------------------------------(66) Bahwa asumsi load factor berdasarkan formula Pemerintah adalah sebesar 70%
(tujuh puluh persen);------------------------------------------------------------------------(67) Bahwa berikut perbandingan antara average load factor tahun 2006, 2007 dan
2008 dengan asumsi load factor yang digunakan oleh masing-masing maskapai
dalam melakukan perhitungan fuel surcharge: ------------------------------------------Tabel 21
Asumsi Perhitungan Load Factor Para Terlapor (confidential)

Maskapai Penerbangan

PT
Garuda
(Persero)

Average Real Load


Factor (2006, 2007,
2008)

Asumsi Load Factor


dalam Perhitungan Fuel
Surcharge

Indonesia

PT Sriwijaya Air
PT Merpati Nusantara
Airlines (Persero)
PT Mandala Airlines
PT Riau Airlines
PT Travel Express
PT Lion Mentari Airlines
PT Wings Abadi Airlines
PT Metro Batavia
PT Kartika Airlines
PT Linus Airways
PT Trigana Air Service
PT Indonesia Air Asia

21.7

Tentang Pergerakan Fuel Surcharge; ------------------------------------------------

(68) Bahwa berikut adalah tabel perkembangan fuel surcharge yang dihitung
berdasarkan formula yang disusun oleh Departemen Perhubungan sebagaimana
diuraikan dalam paragraf (36), untuk waktu tempuh penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d
2 jam dan 2 s/d 3 jam: -----------------------------------------------------------------------

37

SALINAN
Tabel 22
Perhitungan Fuel Surcharge berdasarkan
Formula Departemen Perhubungan
Bulan
Mei-06
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06
Okt-06
Nop-06
Des-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
Mei-07
Jun-07
Jul-07
Agust-07
Sep-07
Okt-07
Nop-07
Des-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

0 s/d 1 jam
101000
101000
101000
101000
101000
101000
101000
101000
119000
119000
119000
119000
119000
119000
119000
119000
119000
119000
119000
119000
119000
119000
119000
119000
119000
119000
119000
119000
228000
228000
228000
168000
137000
123000
117000
132000
122000
119900
117800
115700
113600
111500
109400
107300

1 s/d 2 jam
132000
132000
132000
132000
132000
132000
132000
132000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
155000
232000
232000
232000
218000
179000
159000
152000
171000
157500
154400
151300
148200
145100
142000
138900
135800

2 s/d 3 jam
164000
164000
164000
164000
164000
164000
164000
164000
194000
194000
194000
194000
194000
194000
194000
194000
194000
194000
194000
194000
194000
194000
194000
194000
194000
194000
194000
194000
289000
289000
289000
272000
223000
199000
189000
214000
197000
193300
189600
185900
182200
178500
174800
171100

38

SALINAN
(69) Bahwa berikut tabel perkembangan besaran fuel surcharge masing-masing
Terlapor sejak Mei 2006 s/d Desember 2009 untuk penerbangan 0 s/d 1 jam: -----Tabel 23
Pergerakan Fuel Surcharge Para Terlapor
untuk Penerbangan antara 0 s/d 1 jam
Bulan

GA (1)

SJ (1)

MZ (1)

RI (1)

JT (1)

7P (1)

RAL (1)4

XN (1)

IW (1)

KAE (1)

TGN (1)5

Mei-06

20,000

20000

20,000

20000

20000

20000

20000

20000

20000

20000

20000

20000

Jun-06

20,000

20000

20,000

20000

20000

20000

30000

30000

20000

20000

30000

20000

QZ (1)

Jul-06

20,000

20000

20,000

20000

20000

20000

30000

30000

20000

20000

30000

20000

Agust-06

30,000

30000

30,000

30000

30000

20000

30000

30000

30000

20000

30000

30000

Sep-06

30,000

30000

30,000

30000

30000

20000

30000

30000

30000

20000

30000

40000

Okt-06

40,000

40000

40,000

30000

40000

30000

40000

40000

40000

20000

40000

40000

Nop-06

40,000

40000

40,000

30000

40000

30000

40000

40000

40000

20000

40000

40000

Des-06

40,000

40000

40,000

30000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

40000

Jan-07

40,000

40000

40,000

30000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

40000

Feb-07

40,000

40000

40,000

30000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

40000

Mar-07

40,000

40000

40,000

30000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

40000

Apr-07

40,000

40000

40,000

40000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

40000

Mei-07

40,000

40000

40,000

40000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

65000

Jun-07

40,000

40000

40,000

40000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

80000

Jul-07

40,000

40000

40,000

40000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

100000

Agust-07

50,000

60000

50,000

40000

60000

30000

70000

70000

60000

40000

70000

110000

Sep-07

60,000

60000

66,000

60000

60000

30000

80000

80000

60000

80000

80000

140000

Okt-07

80,000

80000

88,000

80000

100000

30000

80000

80000

100000

80000

80000

160000

Nop-07

80,000

100000

110,000

80000

80000

100000

110000

110000

80000

80000

110000

n/a

Des-07

140,000

150000

110,000

80000

125000

140000

165000

165000

125000

150000

165000

n/a

Jan-08

160,000

150000

110,000

100000

160000

160000

165000

165000

160000

170000

165000

n/a

Feb-08

160,000

150000

150,000

130000

160000

160000

200000

200000

160000

170000

200000

n/a

Mar-08

160,000

140000

150,000

150000

190000

190000

200000

200000

190000

170000

100000

n/a

Apr-08

175,000

170000

150,000

160000

190000

190000

200000

200000

190000

170000

100000

n/a

Mei-08

190,000

190000

175,000

160000

190000

190000

225000

225000

190000

190000

100000

n/a

Jun-08

220,000

190000

225,000

185000

190000

190000

270000

270000

190000

230000

100000

n/a

Jul-08

270,000

230000

250,000

185000

190000

190000

270000

270000

190000

270000

100000

n/a

Agust-08

270,000

230000

275,000

185000

190000

190000

270000

270000

190000

270000

100000

n/a

Sep-08

240,000

190000

275,000

225000

180000

180000

270000

270000

180000

270000

100000

n/a

Okt-08

220,000

190000

280,000

225000

180000

180000

240000

240000

180000

270000

100000

n/a

Nop-08

220,000

190000

280,000

180000

180000

180000

240000

240000

180000

235000

100000

n/a

Oleh karena Terlapor tidak memberikan data, maka data fuel surcharge bulan Mei 2006 s/d
September 2008 (untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam) diasumsikan sama dengan
PT Travel Express karena size perusahaan dianggap sama.
5
Oleh karena Terlapor tidak memberikan data, maka data fuel surcharge bulan Mei 2006 s/d
Februari 2008 (untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam) diasumsikan sama dengan PT
Travel Express karena size perusahaan dianggap sama.
4

39

SALINAN
Bulan

GA (1)

SJ (1)

MZ (1)

RI (1)

JT (1)

7P (1)

RAL (1)4

XN (1)

IW (1)

KAE (1)

TGN (1)5

QZ (1)

Des-08

220,000

190000

280,000

180000

180000

180000

240000

240000

180000

220000

100000

n/a

Jan-09

200,000

170000

230,000

180000

170000

180000

240000

240000

170000

180000

150000

n/a

Feb-09

180,000

170000

230,000

180000

170000

180000

240000

240000

170000

180000

150000

n/a

Mar-09

180,000

170000

230,000

170000

170000

180000

240000

240000

170000

180000

150000

n/a

Apr-09

180,000

170000

230,000

170000

160000

170000

240000

240000

160000

180000

150000

n/a

Mei-09

180,000

170000

230,000

170000

160000

170000

240000

240000

160000

180000

150000

n/a

Jun-09

200,000

170000

230,000

170000

160000

170000

240000

240000

160000

180000

150000

n/a

Jul-09

200,000

170000

230,000

170000

160000

170000

240000

240000

160000

180000

160000

n/a

Agust-09

200,000

170000

230,000

170000

160000

170000

240000

240000

160000

180000

160000

n/a

Sep-09

200,000

170000

230,000

170000

160000

170000

240000

240000

160000

180000

160000

n/a

Okt-09

200,000

170000

230,000

180000

160000

170000

240000

240000

160000

180000

160000

n/a

Nop-09

200,000

170000

230,000

180000

160000

170000

240000

240000

160000

180000

160000

n/a

Des-09

200,000

170000

230,000

180000

160000

170000

240000

240000

160000

180000

160000

n/a

(70) Bahwa berikut tabel perkembangan besaran fuel surcharge masing-masing


Terlapor sejak Mei 2006 s/d Desember 2009 untuk penerbangan 1 s/d 2 jam: -----Tabel 24
Pergerakan Fuel Surcharge Para Terlapor
untuk Penerbangan antara 1 s/d 2 jam
Bulan

GA (2)

SJ (2)

MZ (2)

RI (2)

JT (2)

7P (2)

RAL (2)

XN (2)

IW (2)

KAE (2)

TGN (2)

QZ (2)

Mei-06

20,000

20000

20000

20000

20000

20000

20000

20000

20000

20000

20000

20000

Jun-06

20,000

20000

20000

20000

20000

20000

30000

30000

20000

20000

30000

20000

Jul-06

20,000

20000

20000

20000

20000

20000

30000

30000

20000

20000

30000

20000

Agust-06

30,000

30000

30000

30000

30000

20000

30000

30000

30000

20000

30000

30000

Sep-06

30,000

30000

30000

30000

30000

20000

30000

30000

30000

20000

30000

40000

Okt-06

40,000

40000

40000

40000

40000

30000

40000

40000

40000

20000

40000

40000

Nop-06

40,000

40000

40000

40000

40000

30000

40000

40000

40000

20000

40000

40000

Des-06

40,000

40000

40000

40000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

40000

Jan-07

40,000

40000

40000

40000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

40000

Feb-07

40,000

40000

40000

40000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

40000

Mar-07

40,000

40000

40000

40000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

40000

Apr-07

40,000

40000

40000

40000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

40000

Mei-07

40,000

40000

40000

40000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

65000

Jun-07

40,000

40000

40000

40000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

80000

Jul-07

40,000

40000

40000

40000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

100000

Agust-07

50,000

60000

60000

60000

60000

30000

70000

70000

60000

40000

70000

90000

Sep-07

60,000

60000

60000

60000

60000

30000

80000

80000

60000

80000

80000

140000

Okt-07

80,000

80000

80000

60000

120000

30000

80000

80000

120000

80000

80000

160000

Nop-07

80,000

100000

100000

60000

120000

100000

110000

110000

120000

125000

110000

n/a

Des-07

160,000

150000

150000

130000

145000

160000

165000

165000

145000

125000

165000

n/a

40

SALINAN
Bulan

GA (2)

SJ (2)

MZ (2)

RI (2)

JT (2)

7P (2)

RAL (2)

XN (2)

IW (2)

KAE (2)

TGN (2)

QZ (2)

Jan-08

175,000

160000

160000

150000

175000

160000

165000

165000

175000

200000

165000

n/a

Feb-08

175,000

160000

160000

175000

175000

160000

200000

200000

175000

200000

200000

n/a

Mar-08

175,000

160000

160000

175000

230000

190000

200000

200000

230000

200000

200000

n/a

Apr-08

200,000

190000

190000

200000

230000

190000

200000

200000

230000

200000

200000

n/a

Mei-08

230,000

210000

210000

200000

230000

190000

225000

225000

230000

220000

200000

n/a

Jun-08

270,000

230000

230000

200000

230000

190000

270000

270000

230000

250000

200000

n/a

Jul-08

340,000

270000

270000

255000

230000

230000

270000

270000

230000

290000

200000

n/a

Agust-08

340,000

270000

270000

255000

230000

230000

270000

270000

230000

290000

200000

n/a

Sep-08

310,000

230000

230000

220000

220000

220000

240000

270000

220000

290000

200000

n/a

Okt-08

290,000

230000

230000

220000

220000

220000

240000

240000

220000

290000

200000

n/a

Nop-08

290,000

230000

230000

220000

220000

220000

240000

240000

220000

275000

200000

n/a

Des-08

290,000

230000

230000

220000

220000

220000

240000

240000

220000

255555

200000

n/a

Jan-09

270,000

230000

230000

210000

210000

220000

240000

240000

210000

220000

300000

n/a

Feb-09

250,000

230000

230000

210000

210000

220000

240000

240000

210000

220000

300000

n/a

Mar-09

250,000

230000

230000

210000

210000

220000

240000

240000

210000

220000

300000

n/a

Apr-09

250,000

230000

230000

210000

210000

200000

240000

240000

210000

220000

360000

n/a

Mei-09

250,000

230000

230000

210000

210000

200000

240000

240000

210000

220000

360000

n/a

Jun-09

270,000

230000

230000

210000

210000

200000

240000

240000

210000

220000

360000

n/a

Jul-09

270,000

230000

230000

210000

210000

200000

240000

240000

210000

220000

360000

n/a

Agust-09

270,000

230000

230000

225000

210000

200000

240000

240000

210000

220000

360000

n/a

Sep-09

270,000

230000

230000

225000

210000

200000

240000

240000

210000

220000

360000

n/a

Okt-09

270,000

230000

230000

225000

210000

200000

240000

240000

210000

220000

360000

n/a

Nop-09

270,000

230000

230000

225000

210000

200000

240000

240000

210000

175000

360000

n/a

Des-09

270,000

230000

230000

225000

210000

200000

240000

240000

210000

175000

360000

n/a

(71) Bahwa berikut tabel perkembangan besaran fuel surcharge masing-masing


Terlapor sejak Mei 2006 s/d Desember 2009 untuk penerbangan 2 s/d 3 jam: -----Tabel 25
Pergerakan Fuel Surcharge Para Terlapor
untuk Penerbangan antara 2 s/d 3 jam
Bulan

GA (3)

SJ (3)

MZ (3)

RI (3)

JT (3)

7P (3)

RAL (3)

XN (3)

IW (3)

KAE (3)

TGN (3)

QZ (3)

Mei-06

20,000

20000

20000

20000

20000

20000

20000

20000

20000

20000

20000

20000

Jun-06

20,000

20000

20000

20000

20000

20000

30000

30000

20000

20000

30000

20000

Jul-06

20,000

20000

20000

20000

20000

20000

30000

30000

20000

20000

30000

20000

Agust-06

30,000

30000

30000

30000

30000

20000

30000

30000

30000

20000

30000

30000

Sep-06

30,000

30000

30000

30000

30000

20000

30000

30000

30000

20000

30000

40000

Okt-06

40,000

40000

40000

40000

40000

30000

40000

40000

40000

20000

40000

40000

Nop-06

40,000

40000

40000

40000

40000

30000

40000

40000

40000

20000

40000

40000

Des-06

40,000

40000

40000

40000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

40000

41

SALINAN

Bulan

GA (3)

SJ (3)

MZ (3)

RI (3)

JT (3)

7P (3)

RAL (3)

XN (3)

IW (3)

KAE (3)

TGN (3)

QZ (3)

Jan-07

40,000

40000

40000

40000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

40000

Feb-07

40,000

40000

40000

40000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

40000

Mar-07

40,000

40000

40000

40000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

40000

Apr-07

40,000

40000

40000

40000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

40000

Mei-07

40,000

40000

40000

40000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

65000

Jun-07

40,000

40000

40000

40000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

80000

Jul-07

40,000

40000

40000

40000

40000

30000

50000

50000

40000

40000

50000

100000

Agust-07

50,000

60000

50000

60000

60000

30000

70000

70000

60000

40000

70000

90000

Sep-07

60,000

60000

66000

60000

60000

30000

80000

80000

60000

80000

80000

140000

Okt-07

80,000

80000

88000

60000

120000

30000

80000

80000

120000

80000

80000

160000

Nop-07

80,000

100000

110000

60000

120000

100000

110000

110000

120000

160000

110000

n/a

Des-07

180,000

150000

165000

130000

145000

180000

165000

165000

145000

160000

165000

n/a

Jan-08

200,000

180000

165000

200000

175000

180000

165000

165000

175000

220000

165000

n/a

Feb-08

200,000

180000

200000

200000

175000

270000

200000

200000

175000

220000

200000

n/a

Mar-08

200,000

180000

200000

225000

230000

270000

120000

200000

230000

220000

200000

n/a

Apr-08

225,000

210000

200000

225000

230000

270000

120000

200000

230000

220000

200000

n/a

Mei-08

270,000

230000

225000

225000

230000

270000

120000

225000

230000

240000

200000

n/a

Jun-08

320,000

270000

275000

255000

230000

270000

120000

270000

230000

270000

200000

n/a

Jul-08

410,000

310000

350000

255000

230000

270000

284000

270000

230000

310000

200000

n/a

Agust-08

410,000

310000

375000

255000

230000

260000

284000

270000

230000

310000

200000

n/a

Sep-08

380,000

270000

375000

255000

220000

260000

160000

270000

220000

310000

200000

n/a

Okt-08

360,000

270000

310000

255000

220000

260000

160000

240000

220000

310000

200000

n/a

Nop-08

360,000

270000

310000

255000

220000

260000

160000

240000

220000

300000

200000

n/a

Des-08

360,000

270000

310000

245000

220000

260000

160000

240000

220000

275000

200000

n/a

Jan-09

340,000

270000

310000

245000

210000

260000

160000

240000

210000

250000

200000

n/a

Feb-09

320,000

270000

280000

245000

210000

260000

160000

240000

210000

250000

200000

n/a

Mar-09

320,000

270000

280000

245000

210000

250000

160000

240000

210000

250000

200000

n/a

Apr-09

320,000

270000

280000

245000

210000

250000

160000

240000

210000

250000

200000

n/a

Mei-09

320,000

270000

280000

245000

210000

250000

160000

240000

210000

250000

200000

n/a

Jun-09

340,000

270000

280000

245000

210000

250000

160000

240000

210000

250000

200000

n/a

Jul-09

340,000

270000

280000

255000

210000

250000

160000

240000

210000

250000

200000

n/a

Agust-09

340,000

270000

280000

255000

210000

250000

160000

240000

210000

250000

200000

n/a

Sep-09

340,000

270000

280000

255000

210000

250000

160000

240000

210000

250000

200000

n/a

Okt-09

340,000

270000

310000

255000

210000

250000

160000

240000

210000

250000

200000

n/a

Nop-09

340,000

270000

310000

255000

210000

250000

160000

240000

210000

250000

200000

n/a

Des-09

340,000

270000

310000

255000

210000

250000

160000

240000

210000

250000

200000

n/a

(72) Bahwa berikut pergerakan harga fuel surcharge para Terlapor masing-masing
untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam yang akan disajikan
dalam bentuk grafik;-------------------------------------------------------------------------

42

SALINAN
(73) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Garuda Indonesia (Persero)
masing-masing untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah
sebagai berikut:-------------------------------------------------------------------------------

Grafik 2
Pergerakan FS Garuda untuk Penerbangan 1 Jam
300,000

Rupiah

250,000
200,000
FS Garuda untuk
Penerbangan 1 Jam

150,000
100,000
50,000
Aug-09

May-09

Feb-09

Nov-08

Aug-08

May-08

Feb-08

Nov-07

Aug-07

May-07

Feb-07

Nov-06

Aug-06

May-06

Bulan

Grafik 3

400,000
350,000
300,000
250,000
200,000
150,000
100,000
50,000
Aug-09

May-09

Feb-09

Nov-08

Aug-08

May-08

Feb-08

Nov-07

Aug-07

May-07

Feb-07

Nov-06

Aug-06

FS Garuda untuk
Penerbangan 2 Jam

May-06

Rupiah

Pergerakan FS Garuda untuk Penerbangan 2 Jam

Bulan

43

SALINAN
Grafik 4

Pergerakan FS Garuda untuk Penerbangan 3 Jam


500,000

R upia h

400,000
300,000

FS Garuda untuk
Penerbangan 3 Jam

200,000
100,000
A u g -0 9

M a y-0 9

Fe b -0 9

N o v-0 8

A u g -0 8

M a y-0 8

Fe b -0 8

N o v-0 7

A u g -0 7

M a y-0 7

Fe b -0 7

N o v-0 6

A u g -0 6

M a y-0 6

Bulan

(74) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Sriwijaya Air masing-masing
untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai berikut:

Grafik 5
Pergerakan FS Sriwijaya untuk Penerbangan 1 Jam
250000

Rupiah

200000
150000

FS Sriwijaya untuk
Penerbangan 1 Jam

100000
50000
Aug-09

May-09

Feb-09

Nov-08

Aug-08

May-08

Feb-08

Nov-07

Aug-07

May-07

Feb-07

Nov-06

Aug-06

May-06

Bulan

-----------------------------------------------------------------------------------------------Grafik 6

44

SALINAN
Grafik 6

300000
250000
200000
150000
100000
50000
0

FS Sriw ijaya untuk


Penerbangan 2 Jam

ay
Au 06
g0
No 6
v0
Fe 6
bM 07
ay
Au 07
g0
No 7
vF e 07
bM 08
ay
Au 08
g0
No 8
v0
Fe 8
bM 09
ay
Au 09
g0
No 9
v09

Rupiah

Pergerakan FS Sriwijaya untuk Penerbangan 2 Jam

Bulan

Grafik 7

350000
300000
250000
200000
150000
100000
50000
0
g0
No 6
vF e 06
bM 07
ay
Au 0 7
g0
No 7
v0
Fe 7
bM 08
ay
Au 0 8
g0
No 8
v0
Fe 8
bM 09
ay
Au 0 9
g09

FS Sriw ijaya untuk


Penerbangan 3 Jam

Au

ay

-0

Rupiah

Pergerakan FS Sriwijaya untuk Penerbangan 3 Jam

Bulan

(75) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Merpati Nusantara Airlines
(Persero) masing-masing untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3
jam adalah sebagai berikut: ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Grafik 8

45

SALINAN
Grafik 8
Pergerakan FS Merpati untuk Penerbangan 1 Jam
300,000

Rupiah

250,000
200,000
FS Kartika untuk
Penerbangan 1 Jam

150,000
100,000
50,000
Nov-09

Aug-09

May-09

Nov-08

Feb-09

Aug-08

Feb-08

May-08

Nov-07

Aug-07

May-07

Feb-07

Nov-06

Aug-06

May-06

Bulan

Grafik 9

Rupiah

Pergerakan FS Merpati untuk Penerbangan 2 Jam


300000
250000
200000
150000
100000
50000
0

FS Merpati untuk
Penerbangan 2 Jam

Bulan

Grafik 10

Rupiah

FS Merpati untuk Penerbangan 3 Jam


400000
350000
300000
250000
200000
150000
100000
50000
0

FS Merpati untuk
Penerbangan 3 Jam

Bulan

46

SALINAN
(76) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Mandala Airlines masingmasing untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai
berikut: ---------------------------------------------------------------------------------------Grafik 11
Pergerakan FS Mandala untuk Penerbangan 1 Jam
250000

Rupiah

200000
150000

FS Mandala untuk
Penerbangan 1 Jam

100000
50000
Aug-09

May-09

Feb-09

Nov-08

Aug-08

May-08

Feb-08

Nov-07

Aug-07

May-07

Feb-07

Nov-06

Aug-06

May-06

Bulan

Grafik 12

160000
140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0
S
ep
-0
7
N
op
-0
7
Ja
n08

Ju
l-0
7

M
ar
-0
7
M
ei
-0
7

FS Mandala untuk
Penerbangan 2 Jam

Ju
l-0
6
S
ep
-0
6
N
op
-0
6
Ja
n07

M
ei
-0
6

Rupiah

Pergerakan FS Mandala untuk Penerbangan 2 Jam

Bulan

Grafik 13

70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
S
ep
-0
7
N
op
-0
7

Ju
l-0
7

M
ar
-0
7
M
ei
-0
7

S
ep
-0
6
N
op
-0
6
Ja
n07

FS Mandala untuk
Penerbangan 3 Jam

Ju
l-0
6

M
ei
-0
6

Rupiah

Pergerakan FS Mandala untuk Penerbangan 3 Jam

Bulan

47

SALINAN
(77) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Riau Airlines masing-masing
untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai berikut:
Grafik 14
Pergerakan FS RAL Air untuk Penerbangan 1 Jam
300000

Rupiah

250000
200000
FS RAL Air untuk
Penerbangan 1 Jam

150000
100000
50000
Dec-09

Nov-09

Oct-09

Sep-09

Aug-09

Jul-09

Jun-09

May-09

Apr-09

Mar-09

Feb-09

Jan-09

Dec-08

Nov-08

Oct-08

Bulan

Grafik 15
Pergerakan FS RAL untuk Penerbangan 2 Jam

Rupiah

300000
250000
200000
150000
100000

FS RAL untuk Penerbangan 2


Jam

ov
-0
9
N

Ju
l-0
9
Se
p09

09
M
ay
-

09
M
ar
-

Ja
n09

Se
p08
N
ov
-0
8

50000
0

Bulan

Grafik 16

300000
250000
200000
150000
100000
50000
0

FS RAL untuk Penerbangan 3


Jam

M
ar
-0
M 8
ay
-0
8
Ju
l-0
Se 8
p08
N
ov
-0
8
Ja
n0
M 9
ar
-0
M 9
ay
-0
9
Ju
l-0
Se 9
p0
N 9
ov
-0
9

Rupiah

Pergerakan FS RAL untuk Penerbangan 3 Jam

Bulan

48

SALINAN
(78) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Travel Express masing-masing
untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai berikut:
Grafik 17
FS Express Air untuk Penerbangan 1 Jam
300000

Rupiah

250000
200000
FS Express Air untuk
Penerbangan 1 Jam

150000
100000

Nov-09

Aug-09

May-09

Feb-09

Nov-08

Aug-08

May-08

Feb-08

Nov-07

Aug-07

May-07

Feb-07

Aug-06

May-06

Nov-06

50000

Bulan

Grafik 18

300000
250000
200000
150000
100000
50000
0

FS Express Air untuk


Penerbangan 2 Jam

M
ay
Au 06
g0
N 6
ov
-0
Fe 6
bM 07
ay
Au 07
g0
N 7
ov
-0
Fe 7
b0
M 8
ay
Au 08
g0
N 8
ov
-0
Fe 8
bM 09
ay
Au 09
g0
N 9
ov
-0
9

Rupiah

Pergerakan FS Express Air untuk Penerbangan 2 Jam

Bulan

Grafik 19

Grafik 19

300000
250000
200000
150000
100000
50000
0

FS Express Air untuk


Penerbangan 23Jam

M
ay
Au 06
g0
N 6
ov
-0
Fe 6
b0
M 7
ay
Au 07
g0
N 7
ov
-0
Fe 7
bM 08
ay
Au 08
g0
N 8
ov
-0
Fe 8
bM 09
ay
Au 09
g0
N 9
ov
-0
9

Rupiah

Pergerakan FS Express Air untuk Penerbangan 3 Jam

Bulan

49

SALINAN
(79) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Lion Mentari Airlines masingmasing untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai
berikut: ---------------------------------------------------------------------------------------Grafik 20
FS Lion Air untuk Penerbangan 1 Jam
200000

Rupiah

150000
FS Lion Air untuk
Penerbangan 1 Jam

100000
50000

Nop-09

Agust-09

Mei-09

Feb-09

Nop-08

Agust-08

Mei-08

Feb-08

Nop-07

Agust-07

Mei-07

Feb-07

Nop-06

Agust-06

Mei-06

Bulan

Grafik 21
Pergerakan FS Lion Air untuk Penerbangan 2 Jam
250000
Rupiah

200000
150000

FS Lion Air untuk


Penerbangan 2 Jam

100000
50000

M
ei
-0
6
Ju
l-0
S 6
ep
-0
N 6
op
-0
6
Ja
n0
M 7
ar
-0
M 7
ei
-0
7
Ju
l-0
S 7
ep
-0
N 7
op
-0
7
Ja
n0
M 8
ar
-0
M 8
ei
-0
8
Ju
l-0
8

Bulan

Grafik 22
Pergerakan FS Lion Air untuk Penerbangan 3 Jam
250000

150000

FS Lion Air untuk


Penerbangan 3 Jam

100000
50000
0

M
ei
-0
6
Ju
l-0
S 6
ep
-0
N 6
op
-0
Ja 6
n0
M 7
ar
-0
M 7
ei
-0
7
Ju
l-0
S 7
ep
-0
N 7
op
-0
Ja 7
n0
M 8
ar
-0
M 8
ei
-0
8
Ju
l-0
8

Rupiah

200000

Bulan

50

SALINAN
(80) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Wings Abadi Airlines masingmasing untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai
berikut: ---------------------------------------------------------------------------------------Grafik 23

180000
160000
140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0

S
ep
-0
7
N
op
-0
7
Ja
n08

Ju
l-0
7

S
ep
-0
6
N
o
p06
Ja
n07
M
ar
-0
7
M
ei
-0
7

FS Wings untuk
Penerbangan 1 Jam

Ju
l-0
6

M
ei
-0
6

Rupiah

Pergerakan FS Wings Air untuk Penerbangan 1 Jam

Bulan

Grafik 24
Pergerakan FS Wings untuk Penerbangan 2 Jam
200000
Rupiah

150000
FS Wings untuk
Penerbangan 2 Jam

100000
50000

Ju
l-0
6
S
ep
-0
6
N
op
-0
6
Ja
n07
M
ar
-0
7
M
ei
-0
7
Ju
l-0
7
S
ep
-0
7
N
op
-0
7
Ja
n08

M
ei
-0
6

Bulan

Grafik 25
Pergerakan FS Wings untuk Penerbangan 2 Jam
200000

FS Wings untuk
Penerbangan 2 Jam

100000
50000

Ju
l-0
6
S
ep
-0
6
N
op
-0
6
Ja
n07
M
ar
-0
7
M
ei
-0
7
Ju
l-0
7
S
ep
-0
7
N
op
-0
7
Ja
n08

M
ei
-0
6

Rupiah

150000

Bulan

51

SALINAN
(81) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Metro Batavia masing-masing
untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai berikut:
Grafik 26
FS Batavia untuk Penerbangan 1 Jam
200000

Rupiah

150000
FS Batavia untuk
Penerbangan 1 Jam

100000
50000

Nop-09

Agust-09

Mei-09

Feb-09

Nop-08

Agust-08

Mei-08

Feb-08

Nop-07

Agust-07

Mei-07

Feb-07

Nop-06

Agust-06

Mei-06

Bulan

Grafik 27

180000
160000
140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0
Ju
l-0
7
S
ep
-0
7
N
op
-0
7
Ja
n08

FS Batavia untuk
Penerbangan 2 Jam

Ju
l-0
6
S
ep
-0
6
N
op
-0
6
Ja
n07
M
ar
-0
7
M
ei
-0
7

M
ei
-0
6

Rupiah

Pergerakan FS Batavia untuk Penerbangan 2 Jam

Bulan

Grafik 28
Pergerakan FS Batavia untuk Penerbangan 3 Jam
300000
200000

FS Batavia untuk
Penerbangan 3 Jam

150000
100000
50000

Ju
l-0
6
S
ep
-0
6
N
op
-0
6
Ja
n07
M
ar
-0
7
M
ei
-0
7
Ju
l-0
7
S
ep
-0
7
N
op
-0
7
Ja
n08

M
ei
-0
6

Rupiah

250000

Bulan

52

SALINAN
(82) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Kartika Airlines masing-masing
untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai berikut:
Grafik 29
Pergerakan FS Kartika untuk Penerbangan 1 Jam
300000

Rupiah

250000
200000
FS Kartika untuk
Penerbangan 1 Jam

150000
100000
50000
Nov-09

Aug-09

May-09

Feb-09

Nov-08

Aug-08

May-08

Feb-08

Nov-07

Aug-07

May-07

Feb-07

Nov-06

Aug-06

May-06

Bulan

Grafik 30

350000
300000
250000
200000
150000
100000
50000
0
M
ay
-0
Se 6
p06
Ja
n0
M 7
ay
-0
Se 7
p07
Ja
n0
M 8
ay
-0
Se 8
p0
Ja 8
n0
M 9
ay
-0
Se 9
p09

FS Kartika untuk Penerbangan


2 Jam

Bulan

Grafik 31
Pergerakan FS Kartika untuk Penerbangan 3 Jam
400000
300000
FS Kartika untuk Penerbangan
3 Jam

200000
100000
0

M
ay
-0
Se 6
p06
Ja
n0
M 7
ay
-0
Se 7
p07
Ja
n0
M 8
ay
-0
Se 8
p08
Ja
n0
M 9
ay
-0
Se 9
p09

Rupiah

Rupiah

Pergerakan FS Kartika untuk Penerbangan 2 Jam

Bulan

53

SALINAN
(83) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Trigana Air Service masingmasing untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai
berikut: ---------------------------------------------------------------------------------------Grafik 32

180000
160000
140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0

FS Trigana untuk
Penerbangan 1 Jam

M
ar
-0
8
M
ay
-0
8
Ju
l-0
8
S
ep
-0
8
N
ov
-0
8
Ja
n09
M
ar
-0
9
M
ay
-0
9
Ju
l-0
9
S
ep
-0
9
N
ov
-0
9

Rupiah

Pergerakan FS Trigana untuk Penerbangan 1 Jam

Bulan

Grafik 33

400000
350000
300000
250000
200000
150000
100000
50000
0

FS Trigana untuk
Penerbangan 2 Jam

M
ar
-0
8
M
ay
-0
8
Ju
l-0
8
S
ep
-0
8
N
ov
-0
8
Ja
n09
M
ar
-0
9
M
ay
-0
9
Ju
l-0
9
S
ep
-0
9
N
ov
-0
9

Rupiah

Pergerakan FS Trigana untuk Penerbangan 2 Jam

Bulan

Grafik 34

250000
200000
150000
100000
50000
0

FS Trigana untuk Penerbangan


3 Jam

M
ar
-0
M 8
ay
-0
8
Ju
l-0
Se 8
p0
N 8
ov
-0
Ja 8
n0
M 9
ar
-0
M 9
ay
-0
9
Ju
l-0
Se 9
p0
N 9
ov
-0
9

Rupiah

Pergerakan FS Trigana untuk Penerbangan 3 Jam

Bulan

54

SALINAN
(84) Bahwa pergerakan harga fuel surcharge untuk PT Indonesia AirAsia masingmasing untuk penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam adalah sebagai
berikut: ---------------------------------------------------------------------------------------Grafik 35

180000
160000
140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0

S
ep
-0
7

Ju
l-0
7

M
ei
-0
7

M
ar
-0
7

Ja
n07

N
op
-0
6

S
ep
-0
6

FS Air Asia untuk


Penerbangan 1 Jam

Ju
l-0
6

M
ei
-0
6

Rupiah

Pergerakan FS Air Asia untuk Penerbangan 1 Jam

Bulan

Grafik 36

180000
160000
140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0
S
ep
-0
7

Ju
l-0
7

M
ar
-0
7
M
ay
-0
7

Ja
n07

N
ov
-0
6

S
ep
-0
6

FS Air Asia untuk


Penerbangan 2 Jam

Ju
l-0
6

M
ay
-0
6

Rupiah

Pergerakan FS Air Asia untuk Penerbangan 2 Jam

Bulan

Grafik 37

140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0
S
ep
-0
7

Ju
l-0
7

M
ar
-0
7
M
ay
-0
7

S
ep
-0
6
N
ov
-0
6
Ja
n07

FS Air Asia untuk


Penerbangan 3 Jam

Ju
l-0
6

M
ay
-0
6

Rupiah

Pergerakan FS Air Asia untuk Penerbangan 3 Jam

Bulan

55

SALINAN
(85) Bahwa kronologis kenaikan fuel surcharge seluruh maskapai penerbangan
berdasarkan laporan masing-masing maskapai penerbangan kepada Departemen
Perhubungan dapat dilihat dalam tabel berikut:-----------------------------------------Tabel 26
Perkembangan fuel surcharge para Terlapor
No
1

Tanggal
6-Aug-07

Maskapai
Garuda

0 s/d 1 jam

1 s/d 2 jam

2 s/d 3 jam

3 s/d 4 jam

4 s/d 5 jam

>5 jam

---

---

---

---

---

---

---

---

---

---

150000

175000

200000

---

---

---

24 Januari 2008

50000

Indonesia
2

4-Sep-07

Garuda

60000

Indonesia
3

Tanggal FS Berlaku
1 Agustus 2007

10-Sep-07

24-Jan-08

Merpati

25-Jan-08

Xpress Air

5-Feb-08

Trigana

120000

---

---

---

---

---

Februari 2008

12-Feb-08

Riau Airlines

120000

---

---

---

---

---

3 Desember 2007

18-Feb-08

Mandala

160000

175000

200000

---

---

---

15 Februari 2008

4-Mar-08

Sriwijaya Air

140000

160000

---

---

---

---

26-Mar-08

Garuda

160000

175000

200000

26 Januari 2008.

Indonesia

---

---

---

15 Februari 2008
22 Januari 2008

10

2-Apr-08

Sriwijaya Air

170000

190000

210000

---

---

---

3-Apr-08

11

17-Apr-08

Merpati

175000

200000

225000

250000

---

---

16-Apr-08

12

23-Apr-08

Lion Air

175000

200000

225000

---

---

---

28-Apr-08

13

23-May-08

Lion Air

190000

230000

270000

---

---

---

28 Mei 2008

14

26-May-08

Lion Air

190000

230000

270000

---

---

---

28 Mei 2008

15

26-May-08

Wings Air

190000

230000

270000

---

---

---

28 Mei 2008

16

28-May-08

Sriwijaya Air

190000

210000

230000

---

---

---

17

30-May-08

Batavia Air

190000

230000

270000

18

2-Jun-08

Kartika

230000

230000

250000

19

2-Jun-08

Riau Airlines

200000

---

20

5-Jun-08

Sriwijaya Air

190000

230000

21

10-Jun-08

Merpati

250000

22

30-Jun-08

Garuda

250000

27 Mei 2008
28 Mei 2008.

---

---

---

---

---

---

---

---

---

---

3 Juni 2008

270000

---

---

---

3 Juni 2008

300000

350000

400000

450000

---

310000

370000

430000

430000

Airlines

Indonesia

---

6 Juni 2008

9 Juni 2008
1 Juli 2008

23

30-Jun-08

Lion Air

190000

230000

270000

---

---

---

24

30-Jun-08

Wings Air

190000

230000

270000

---

---

---

25

1-Jul-08

Sriwijaya Air

230000

270000

310000

---

---

---

3 Juli 2008

26

1-Jul-08

Lion Air

190000

230000

270000

---

---

---

2 Juli 2008

230000

270000

27

Juli 2008

Wings Air

190000

28

2-Jul-08

Linus Airways

220000

---

---

---

---

---

---

28 Mei 2008

29

14-Jul-08

Merpati

275000

325000

375000

425000

475000

500000

30

15-Jul-08

Mandala

205000

225000

255000

---

---

---

1 Juli 2008

31

20-Aug-08

Riau Airlines

200000

---

---

---

---

---

Juni 2008

56

SALINAN
No
32

Tanggal
21-Aug-08

Maskapai
Riau Airlines

0 s/d 1 jam

1 s/d 2 jam

2 s/d 3 jam

3 s/d 4 jam

4 s/d 5 jam

>5 jam

Tanggal FS Berlaku

284000

---

---

---

---

---

Juli 2008

33

3-Sep-08

Sriwijaya Air

190000

230000

270000

---

---

---

5-Sep-08

34

10-Sep-08

Linus Airways

210000

---

---

---

---

---

20-Sep-08

35

11-Sep-08

Garuda

240000

310000

380000

450000

500000

---

---

---

---

---

---

---

-----

Indonesia

---

36

11-Sep-08

Riau Airlines

240000

37

12-Sep-08

Kartika

270000

270000

300000

38

15-Sep-08

Xpress Air

---

---

---

---

---

39

16-Sep-08

Mandala

---

---

---

---

---

---

15-Sep-08

40

17-Sep-08

Lion Air

180000

220000

260000

---

---

---

18-Sep-08

Airlines

12-Sep-08

15-Sep-08

5 Spetember 2008

41

17-Sep-08

Wings Air

180000

220000

260000

---

---

---

18-Sep-08

42

18-Sep-08

Mandala

180000

220000

255000

---

---

---

19-Sep-09

43

20-Sep-08

Linus Airways

190000

210000

---

---

---

---

20-Sep-08

44

5-Nov-08

Xpress Air

230000

300000

370000

440000

490000

---

10-Nov-08

45

23-Dec-08

Lion Air

180000

220000

260000

---

---

---

18-Sep-08

---

---

---

46

23-Dec-08

Wings Air

180000

220000

260000

47

6-Jan-09

Kartika

180000

220000

255000

Airlines
48

7-Jan-09

Linus Airways

180000

210000

220000

49

9-Jan-09

Kartika

180000

220000

255000

Airlines

---

---

---

---

---

---

---

---

---

18-Sep-08
6 Januari 2009

15 Januari 2009
12 Januari 2009

50

12-Jan-09

Lion Air

170000

210000

250000

---

---

---

51

12-Jan-09

Wings Air

160000

170000

210000

250000

---

---

52

14-Jan-09

Xpress Air

240000

---

---

---

53

15-Jan-09

Merpati

230000

---

---

---

54

16-Jan-09

Sriwijaya Air

170000

270000

230000

---

---

---

12 Januari 2009

55

30-Jan-09

Mandala

170000

210000

245000

---

---

---

19 Januari 2009

56

3-Feb-09

Garuda

180000

250000

320000

440000

---

3 Februari 2009

57

3-Feb-09

Lion Air

170000

210000

250000

---

---

---

15 Jan 2009

58

3-Feb-09

wings air

160000

210000

250000

---

---

---

15 Jan 2009

59

30-Jun-09

Batavia Air

190000

230000

270000

---

---

---

28 Mei 2008

60

13-Jul-09

Trigana

---

---

---

---

---

---

61

14-Jul-09

Sriwijaya Air

170000

230000

27000

---

---

---

1-Sep-09

62

29-Jul-09

Mandala

170000

210000

245000

---

---

---

19 Januari 2009

63

18-Aug-09

Mandala

180000

225000

265000

---

---

15 Agustus 2009

64

26-Aug-09

Garuda

200000

270000

340000

10000

460000

510000

26 Agustus 2009

65

2-Sep-09

Sriwijaya

170000

230000

270000

---

---

---

66

15-Sep-09

Batavia Air

170000

200000

250000

---

---

---

67

17-Sep-09

Merpati

250000

310000

410000

200000

270000

340000

280000

370000

Airlines
68

30-Dec-09

Garuda

39000

---

---

---

---

410000

460000

---

15 Januari 2009

15 Januari 2009

1 Spetember 2009.
15-Sep-09
10-Sep-09

30 Desember 2009

57

SALINAN
21.8 Tentang

Perhitungan

Pendapatan

Fuel

Surcharge

dalam

Laporan

Keuangan; ----------------------------------------------------------------------------------(86) Bahwa dalam struktur biaya, pengeluaran biaya bahan bakar/fuel dikategorikan
sebagai variable cost atau biaya variabel; -----------------------------------------------(87) Bahwa dalam perhitungan basic fare, sudah diperhitungkan biaya untuk fuel
(sesuai dengan KM 9 Tahun 2002, asumsi harga basis fuel Rp 2.700,-/liter); ------(88) Bahwa fuel surcharge ditujukan untuk menuntup selisih harga fuel terhadap harga
basis fuel yang diasumsikan pada saat membuat KM 9 Tahun 2002 yaitu sebesar
Rp 2.700,-/liter; -----------------------------------------------------------------------------(89) Bahwa dengan adanya sub classes dalam penjualan tiket, persentase pendapatan
untuk fuel menjadi bervariasi;-------------------------------------------------------------(90) Bahwa berikut perkembangan pendapatan dari fuel surcharge dibandingkan
dengan fuel cost untuk tahun 2006, 2007, 2008 dan 2009: ----------------------------Tabel 27
Perbandingan Pendapatan Fuel Surcharge dan Fuel Cost
Tahun 2006-2007 (confidential)
2006
FS (Rp)

2007
FC (Rp)

FS (Rp)

2008
FC (Rp)

FS (Rp)

2009
FC (Rp)

FS (Rp)

FC (Rp)

GA
SJ
MZ
RI
RAL
XN
JT
IW
7P
KAE
TGN
QZ

58

SALINAN
Keterangan:
a.

Bahwa Terlapor yang menyerahkan data pendapatan fuel surcharge


dan fuel cost untuk tahun 2006, 2007 dan 2008 adalah PT Garuda
Indonesia (Persero), PT Sriwijaya Air, dan PT Indonesia Air Asia; ----

b.

Bahwa Terlapor yang menyerahkan data pendapatan fuel surcharge


dan fuel cost untuk tahun 2006, 2007, 2008 dan 2009 adalah PT
Merpati Nusantara Airlines (Persero); --------------------------------------

c.

Bahwa Terlapor yang menyerahkan data fuel cost untuk tahun 2006,
2007, 2008 dan 2009 adalah PT Travel Express dan PT Kartika
Airlines;-------------------------------------------------------------------------

d.

Oleh

karena

Terlapor

tidak

menyerahkan

data,

perhitungan

pendapatan fuel surcharge tahun 2006, 2007, 2008 dan 2009 untuk PT
Mandala Airlines, PT PT Riau Airlines, PT Travel Express, PT Lion
Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, PT
Kartika Airlines, dan PT Trigana Airlines dihitung berdasarkan ratarata besaran fuel surcharge dalam satu tahun dikali dengan jumlah
penumpang aktual masing-masing maskapai pada tahun yang
bersangkutan; -----------------------------------------------------------------e.

Oleh karena Terlapor tidak memberikan data, biaya fuel tahun 2006,
2007 dan 2008 untuk PT Mandala Airlines, PT PT Riau Airlines, PT
Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia,
dan PT Trigana Airlines dihitung berdasarkan rata-rata biaya fuel per
penumpang PT Sriwijaya Air dikali dengan jumlah penumpang aktual
masing-masing maskapai pada tahun yang bersangkutan. PT Sriwijaya
Air digunakan sebagai dasar perhitungan karena jumlah dan jenis
pesawat, rute penerbangan serta ukuran perusahaan dianggap dapat
mewakili maskapai yang tidak memberikan data;-------------------------

f.

Oleh karena para Terlapor tidak memberikan data, perhitungan biaya


fuel dihitung berdasarkan rata-rata biaya fuel per penumpang PT
Merpati Nusantara Airlines dikali dengan jumlah penumpang aktual
masing-masing maskapai pada tahun yang bersangkutan. PT Merpati

59

SALINAN
Airlines digunakan sebagai dasar perhitungan karena hanya data
Merpati Nusantara Airlines yang tersedia; --------------------------------g.

Karena Terlapor tidak memberikan data, jumlah penumpang


diestimasi berdasarkan data jumlah penumpang pada Tabel 14; --------

21.9 Tentang Perhitungan Pajak atas Fuel Surcharge (vide bukti B23, BAP PL
Dirjen Pajak);------------------------------------------------------------------------------(91) Bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh dari Direktur Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan RI, yang menjadi kewajiban pajak bagi maskapai
penerbangan antara lain Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh)
dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); --------------------------------------------------(92) Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 17 dan 19 UU PPN, PPN yang dipungut oleh
maskapai penerbangan adalah 10% (sepuluh persen) dikali Dasar Pengenaan Pajak
(DPP). DPP dalam hal ini adalah seluruh biaya yang diminta/dibebankan oleh
maskapai penerbangan kepada konsumen; ----------------------------------------------(93) Bahwa dalam membeli avtur dari PT Pertamina (Persero), maskapai penerbangan
sudah dikenakan PPN 10%. PPN tersebut merupakan PPN keluaran6 bagi PT
Pertamina (Persero) dan PPN masukan7 bagi maskapai penerbangan; --------------(94) Bahwa praktek yang terjadi selama ini, perhitungan DPP untuk PPN atas harga
tiket pesawat dihitung dari basic fare;----------------------------------------------------(95) Bahwa makapai penerbangan tidak mengenakan PPN atas fuel surcharge kepada
konsumen, sehingga fuel surcharge tidak diperhitungkan sebagai DPP; ------------(96) Bahwa menurut beberapa maskapai penerbangan, PPN atas fuel surcharge tersebut
ditanggung oleh maskapai penerbangan, sehingga tidak dibebankan kepada
penumpang; ----------------------------------------------------------------------------------(97) Bahwa dalam salah satu rapat internal INACA pada tanggal 7 Mei 2008, pernah
ada pembahasan perihal Justifikasi Untuk Usulan Penghapusan PPN terhadap Fuel
Surcharge;-------------------------------------------------------------------------------------

PPN Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak
pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
7
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak
pada waktu pembelian Barang Kena Pajak, penerimaan Jasa Kena Pajak, atau impor Barang Kena Pajak.

60

SALINAN
(98) Bahwa sebagian besar maskapai penerbangan memasukkan fuel surcharge ke
dalam komponen pendapatan tanpa dipisahkan secara khusus;-----------------------(99) Bahwa perhitungan PPH atas fuel surcharge perlu diperhitungkan karena fuel
surcharge merupakan salah satu pendapatan maskapai penerbangan; ---------------21.10 Tentang INACA dan Komunikasi di antara Para Terlapor; -------------------(100) Bahwa INACA adalah Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia
atau disebut Indonesia National Air Carriers Association disingkat INACA
berkedudukan di Ibu Kota Republik Indonesia, didirikan oleh para pengusaha
perusahaan penerbangan pada tanggal 19 Oktober 1970; ---------------------------(101) Bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia
Nomor: KP5/AU.701/PHB-89 tanggal 23 Nopember 1989, INACA telah
dikukuhkan sebagai satu-satunya Wadah Usaha Penerbangan Nasional Indonesia
dan Mitra Kerja Pemerintah; ------------------------------------------------------------(102) Bahwa belum semua perusahaan penerbangan nasional menjadi Anggota
INACA. Adapun Anggota INACA saat ini ada 20 (dua puluh) anggota yang
terdiri dari 15 (lima belas) angkutan udara niaga berjadwal dan 5 (lima)
angkutan udara niaga tidak berjadwal, yaitu: -----------------------------------------(103) Angkutan Udara Niaga Berjadwal: Dirgantara Air Service, Deraya Air Service,
Garuda Indonesia, Kartika Airlines, Lion Mentari Airlines, Mandala Airlines,
Merpati Nusantara Airlines, Metro Batavia, Pelita Air Service, Sriwijaya
Airlines, Trigana Air Service, Indonesia AirAsia, Kal Star Aviation, Riau
Airlines, Travel Espress;-----------------------------------------------------------------(104) Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal: Derazona Air Service, Eastindo, Gatari
Air Service, Indonesia Ait Transport, Sabang Merauke Raya Air Charter; -------(105) Bahwa berikut daftar Anggota INACA berdasarkan tanggal masuk menjadi
Anggota: ------------------------------------------------------------------------------------

61

SALINAN
Tabel 28
Daftar Anggota INACA
No.

Maskapai Penerbangan

Tanggal Masuk Anggota

1.

Deraya Air Service

19 Oktober 1970

2.

Derazona Air Service

19 Oktober 1970

3.

Dirgantara Air Service

19 Oktober 1970

4.

Eastindo

19 Oktober 1970

5.

Garuda Indonesia

19 Oktober 1970

6.

Gatari Air Service

19 Oktober 1970

7.

Indonesia Air Service

19 Oktober 1970

8.

Mandala Airlines

19 Oktober 1970

9.

Merpati Nusantara Airlines

19 Oktober 1970

10.

Pelita Air Service

19 Oktober 1970

11.

Sabang Merauke Raya Air Charter (SMAC)

19 Oktober 1970

12.

Trigana Air Service

19 Oktober 1970

13.

Metro Batavia

01 Agustus 2003

14.

Kartika Airlines

01 Agustus 2003

15.

Lion Mentari Airlines

01 Agustus 2003

16.

Sriwijaya Air

10 Desember 2004

17.

Riau Airlines

01 April 2009

18.

Indonesia AirAsia

01 April 2009

19.

Kal Star Aviation

01 April 2009

20.

Travel Express Aviation Service

01 April 2009

(106) Bahwa pada saat disepakatinya fuel surcharge pada tanggal 10 Mei 2006,
Anggota INACA yang menandatangani kesepakatan tersebut pada tangal 4 Mei
2006 adalah: PT Mandala Airlines, PT Merpati Nusantara Airlines, PT
Dirgantara Air Service, PT Srwijaya Air, PT Pelita Air Service, PT Lion Mentari
Air, PT Batavia Air, PT Indonesia Air Transport, PT Garuda Indonesia
(Persero);-----------------------------------------------------------------------------------(107) Bahwa INACA secara rutin mengadakan rapat-rapat internal maupun dengan
pihak Departemen Perhubungan terkait dengan permasalahan terkait dengan
penerbangan, termasuk pembahasan mengenai fuel surcharge dan tarif batas
atas; ------------------------------------------------------------------------------------------

62

SALINAN
(108) Bahwa kronologis rapat-rapat terkait dengan fuel surcharge dan pembahasan
revisi KM No. 8 dan KM No. 9 Tahun 2002 terkait dengan tarif batas atas, baik
yang dilakukan oleh INACA secara internal maupun antara INACA dengan
Pemerintah adalah sebagai berikut:-----------------------------------------------------Tabel 29
Rapat-rapat terkait dengan pembahasan fuel surcharge
No.

Hari/Tanggal

Waktu

Tempat

Agenda

1.

Kamis, 04 Mei
2006

10.00
WIB

Ruang Rapat Pelita Lt.2, Jl.


Abdul Muis 52-56A Jakarta
Pusat

Pembahasan Fuel Surcharge atas


kenaikan BBM
Pelaksanaan Premi Tambahan
(Extra Cover)

2.

Selasa, 30 Mei
2006

10.00
WIB

Ruang Rapat Lion Air Lt.8, Jl.


Gajah Mada No.7 Jakarta Pusat

Tanggapan
terhadap
Pemberitaan yang disampaikan
KPPU dalam Mess Media
Tentang Fuel Surcharge & Extra
Cover Asuransi Penumpang
Pesawat Udara

3.

Rabu,
19
September 2007

10.00
WIB

Ruang Rapat Biro Perencanaan,


Gedung Cipta Lt. 3

Pembahasan
Usulan
Penambahan Surcharge dalam
menghadapi Lebaran pada H-7
dan H+7

4.

Selasa,
11
Desember 2007

10.00
WIB

Ruang Rapat Sekretariat INACA

Penyusunan Tarif Batas Atas

5.

Selasa,
15
Januari 2008

10.00
WIB

Ruang Rapat Sekretariat INACA

Tarif Batas Atas

6.

Rabu,
2008

Mei

10.00
WIB

Ruang Rapat Sekretariat INACA

Membahas Justifikasi
Usulan
Penghapusan
terhadap Fuel Surcharge

7.

Senin,
15
September 2008

13.00
WIB

Ruang
Rapat
Darmawanita
PT
Indonesia

IKKGA
Garuda

Membahas KM 8 dan KM 9
Tahun 2002

8.

Kamis,
30
Desember 2008

10.00
WIB

Ruang Rapat Kepala Biro


Perencanaan Kabag Pentarifan
dan Pelaporan

Pembahasan tentang harga avtur


untuk penerbangan domestik

9.

Rabu, 5 Agustus
2009

10.00
WIB

Ruang Rapat
Airlines Lt. 8

Mandala

Menanggapi Berita Mess Media


Penjelasan KPPU Menduga
Telah Terjadi Kartel Dalam
Penetapan Fuel Surcharge

10.

Selasa,
03
November 2009

10.00
WIB

Ruang Rapat Demo lt. 2 PT


Merpati Nusantara Airlines

Pembahasan Revisi KM.8 dan


KM 9 Tahun 2002

11.

Selasa,
17
November 2009

10.00
WIB

Ruang Rapat Demo lt. 2 PT


Merpati Nusantara Airlines

Pembahasan Revisi KM.8 dan


KM 9 Tahun 2002

PT

Untuk
PPN

63

SALINAN
22.

Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta sebagaimana diuraikan dalam butir


21 di atas, Tim Pemeriksa menguraikan analisis sebagai berikut (vide bukti
A121): ---------------------------------------------------------------------------------------

22.1

Tentang Pelaku Usaha dan Pesaingnya; --------------------------------------------(1)

Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 5 UU No. 5 tahun 1999, definisi pelaku


usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha baik yang
berbetuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian,
menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. -----

(2)

Bahwa berdasarkan butir 1.5 tentang Identitas Para Terlapor dan butir 3.1
tentang Profil dan Pangsa Pasar Para Terlapor, Tim Pemeriksa menilai PT
Garuda Indonesia (Persero), PT Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara
Airlines (Persero), PT Mandala Airlines, PT Riau Airlines, PT Travel
Express, PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro
Batavia, PT Kartika Airlines, PT Trigana Air Service, dan PT Indonesia
Air Asia merupakan pelaku usaha sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1
angka 5 UU No. 5 Tahun 1999, yang masing-masing merupakan badan
usaha yang berbentuk badan hukum, yang didirikan di Indonesia,
berkedudukan di Indonesia, melakukan kegiatan usaha dalam wilayah
hukum negara Indonesia antara lain berupa kegiatan Angkutan Udara
Niaga Berjadwal dengan rute-rute penerbangan domestik sebagaimana
dirinci masing-masing dalam Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5,
Tabel 6, Tabel 7, Tabel 8, Tabel 9, Tabel 10, Tabel 12 dan Tabel 13; -------

(3)

Bahwa berdasarkan butir 1.5. paragraf (11) tentang Identitas PT Linus


Airways dan butir 3.1 Tabel 11 tentang Profil PT Linus Airways, Tim
Pemeriksa menilai bahwa PT Linus Airways tidak memenuhi unsur pelaku
usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 5 Tahun
1999 karena secara de facto sudah dicabut seluruh Ijin Operasinya oleh
Departemen Perhubungan dan sudah tidak menjalankan kegiatan usaha di
bidang Angkutan Udara Niaga Berjadwal, sehingga Tim Pemeriksa
menilai tidak perlu mempertimbangkan PT Linus Airways dalam

64

SALINAN
menganalisis dugaan pelanggaran terhadap Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5
Tahun 1999;-------------------------------------------------------------------------(4)

Bahwa Tim Pemeriksa menilai PT Garuda Indonesia (Persero), PT


Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Mandala
Airlines, PT Riau Airlines, PT Travel Express, PT Lion Mentari Airlines,
PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, PT Kartika Airlines, PT
Trigana Air Service, dan PT Indonesia Air Asia merupakan para pelaku
usaha yang sama-sama melakukan kegiatan Angkutan Udara Niaga
Berjadwal yang merupakan pesaing antara satu dengan lainnya;-------------

22.2

Tentang Pasar Bersangkutan; --------------------------------------------------------(5)

Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 UU No 5 Tahun 1999,


definisi pasar bersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengan
jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang
dan atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan atau
jasa tersebut. -----------------------------------------------------------------------

(6)

Bahwa pengertian pasar bersangkutan tersebut di atas menekankan pada


konteks horizontal yang menjelaskan posisi pelaku usaha beserta
pesaingnya. Selanjutnya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Komisi
No. 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Pasar Bersangkutan KPPU, cakupan
pengertian pasar bersangkutan dapat dikategorikan dalam dua perspektif,
yaitu pasar berdasarkan produk dan pasar berdasarkan geografis. Pasar
berdasarkan produk terkait dengan kesamaan, atau kesejenisan dan/atau
tingkat substitusinya, sedangkan pasar berdasarkan cakupan geografis
terkait dengan jangkauan dan/atau daerah permasaran;------------------------

(7)

Bahwa pasar produk didefinisikan sebagai produk-produk pesaing dari


produk tertentu ditambah dengan produk lain yang bisa menjadi substitusi
dari produk tersebut. Produk lain menjadi substitusi sebuah produk jika
keberadaan produk lain tersebut membatasi ruang kenaikan harga dari
produk tersebut; ---------------------------------------------------------------------

Pasar Produk

65

SALINAN
(8)

Bahwa analisis pasar produk pada intinya bertujuan untuk menentukan


jenis barang dan atau jasa yang sejenis atau tidak sejenis tapi merupakan
substitusinya yang saling bersaing satu sama lain. Untuk melakukan
analisis ini maka suatu produk harus ditinjau dari beberapa aspek, yaitu:
kegunaan, karakteristik, dan harga; -----------------------------------------------

(9)

Bahwa dari aspek kegunaan, penerbangan adalah jasa transportasi untuk


menghubungkan antara titik keberangkatan dengan titik tujuan. Kegunaan
tersebut dapat dipenuhi tidak hanya oleh layanan penerbangan namun juga
dapat disubstitusi oleh layanan lainnya, misalnya moda transportasi darat
maupun moda transportasi laut. Dengan demikian dari sisi kegunaan
penerbangan memiliki banyak substitusi;----------------------------------------

(10) Bahwa jika ditinjau dari aspek karakteristik, meskipun penerbangan


memiliki kegunaan yang sama dengan moda transportasi lainnya, terdapat
karakteristik yang berbeda secara signfikan antara layanan penerbangan
dengan moda transportasi lainnya. Perbedaan paling utama adalah dalam
hal kecepatan yang dapat ditempuh oleh pesawat udara dibanding dengan
moda transportasi lainnya baik moda transportasi darat maupun moda
transportasi laut. Oleh karena itu, dari aspek kecepatan, layanan
penerbangan udara merupakan pasar yang terpisah dibanding dengan
layanan yang disediakan oleh moda transportasi darat seperti bis dan kereta
api, maupuan moda transportasi laut seperti kapal laut; ----------------------(11) Bahwa layanan penerbangan memberikan jasa tranportasi dari satu kota
keberangkatan menuju kota kedatangan (rute penerbangan). Setiap rute
penerbangan membentuk satu pasar tersendiri yang tidak dapat disubstitusi
oleh rute penerbangan lainnya. Kemungkinan susbtitusi pada suatu rute
terletak pada moda transportasi lainnya, namun sebagaimana telah
diuraikan pada bagian sebelumnya, aspek kecepatan menyebabkan moda
transportasi lain tidak menjadi substitusi dari layanan penerbangan; -------(12) Bahwa penerbangan berjadwal juga memberikan karakteristik tersendiri
yang membedakannya dari penerbangan tidak berjadwal. Konsumen yang
bertujuan untuk menggunakan penerbangan berjadwal harus mengikuti
jadwal keberangkatan yang telah ditentukan oleh pihak maskapai. Berbeda

66

SALINAN
dengan penerbangan tidak berjadwal yang dapat digunakan setiap saat oleh
konsumen;---------------------------------------------------------------------------(13) Bahwa penerbangan penumpang dan penerbangan kargo juga memiliki
karakteristik yang berbeda. Yang pertama menerbangkan orang dari satu
tempat ke tempat lain, sedangkan yang kedua tidak menerbangkan orang
melainkan barang. Jelas bahwa penerbangan kargo bukan merupakan
substitusi bagi penerbangan penumpang; ---------------------------------------(14) Bahwa dari aspek harga, secara umum harga jasa penerbangan berjadwal
lebih mahal dibanding dengan moda transportasi lainnya meskipun di
waktu tertentu dan pada rute tertentu harga jasa penerbangan bisa sangat
mendekati moda transportasi kereta api; ----------------------------------------(15) Bahwa secara umum, harga penerbangan berjadwal lebih murah dibanding
dengan harga penerbangan tidak berjadwal;------------------------------------(16) Bahwa dengan demikian, dari sisi harga, penerbangan berjadwal
merupakan pasar tersendiri yang terpisah dibanding dengan moda
transportasi lainnya; ---------------------------------------------------------------(17) Bahwa berdasarkan analisis di atas, baik dari aspek kegunaan, aspek
karakteristik maupun aspek harga, maka pasar produk pada perkara ini
adalah layanan jasa penerbangan penumpang berjadwal dari satu titik
keberangkatan ke titik kedatangan; ------------------------------------------Pasar Geografis
(18) Bahwa pasar geografis adalah wilayah dimana suatu pelaku usaha dapat
meningkatkan harganya tanpa menarik masuknya pelaku usaha baru atau
tanpa kehilangan konsumen yang signifikan, yang berpindah ke pelaku
usaha lain di luar wilayah tersebut. Hal ini antara lain terjadi karena biaya
transportasi yang harus dikeluarkan konsumen tidak signifikan, sehingga
tidak mampu mendorong terjadinya perpindahan konsumsi produk
tersebut; -----------------------------------------------------------------------------(19) Bahwa analisis pasar geografis bertujuan untuk menjelaskan di area mana
saja pasar produk yang telah didefinisikan saling bersaing satu sama lain; -

67

SALINAN
(20) Bahwa dengan memperhatikan rute-rute penerbangan yang dimiliki oleh
masing-masing Terlapor sebagaimana diuraikan dalam Tabel 1 s/d Tabel
10, Tabel 12 dan Tabel 13, terdapat persamaan dan perbedaan rute di
antara para Terlapor. Sebagai ilustrasi, untuk suatu rute tertentu, maskapai
penerbangan A bersaing dengan maskapai penerbangan B, namun untuk
rute lainnya, maskapai penerbangan A tersebut tidak bersaing dengan
maskapai penerbangan B, namun bersaing dengan maskapai penerbangan
C; -------------------------------------------------------------------------------------(21) Bahwa di setiap titik keberangkatan atau titik kedatangan, maskapai
penerbangan melayani penumpang yang berlokasi di wilayah sekitar titik
keberangkatan ataupun titik kedatangan; ---------------------------------------(22) Bahwa dengan demikian pasar geografis setiap rute tersebar di wilayah
sekitar bandar udara berada. Secara umum, bandar udara terletak di ibu
kota provinsi untuk meliputi seluruh penumpang yang berada pada
provinsi tersebut (catchment area);----------------------------------------------(23) Bahwa dalam hal terdapat dua bandar udara yang relatif berdekatan,
konsumen memiliki dua pilihan dalam rangka menentukan bandar udara
mana yang akan digunakannya, sehingga dalam kondisi tersebut pasar
geografis suatu rute bisa mencakup rute lainnya yang berada pada bandar
udara terdekat (overlapping catchment area); ---------------------------------(24) Bahwa meskipun demikian, pertimbangan jarak tempuh, biaya, dan rute
yang tersedia akan sangat mempengaruhi bandar udara mana yang akan
dipilih oleh konsumen; ------------------------------------------------------------(25) Bahwa kondisi overlapping catchment area jarang terjadi sehingga secara
umum pasar geografis untuk setiap rute mencakup wilayah catchment area
masing-masing bandar udara.;----------------------------------------------------(26) Bahwa dengan demikian pasar geografis pada perkara ini adalah
catchment area pada setiap bandar udara;----------------------------------(27) Bahwa berdasarkan analisis pasar produk dan pasar geografis, maka dalam
perkara ini pasar bersangkutan meliputi layanan jasa penerbangan

68

SALINAN
penumpang berjadwal dari satu titik keberangkatan ke titik
kedatangan di catchment area pada setiap bandar udara; --------------22.3

Tentang Dugaan Penetapan Harga; -------------------------------------------------(28) Bahwa berdasarkan butir 3.3 Tentang Formula Perhitungan Harga Tiket,
dalam Tabel 16 terlihat bahwa Formula Perhitungan Harga Tiket para
Terlapor pada prinsipnya sama yaitu memuat basic fare, PPN, IWJR dan
Fuel Surcharge. Namun jika diperhatikan lebih lanjut, terdapat perbedaan
pada komponen IWJR, dimana ada yang menetapkan sebesar Rp 5.000,(lima ribu rupiah), Rp 6.000,- (enam ribu rupiah) dan Rp 11.000,- (sebelas
ribu rupiah). Selain itu terdapat perbedaan pada pengenaan administration
fee (biaya administrasi), asuransi tambahan dan convinience fee, dimana
ada Terlapor yang memberlakukan, ada yang tidak. Untuk komponen Fuel
Surcharge sendiri, terdapat 2 (dua) Terlapor yang saat pemeriksaan
perkara ini dilaksanakan, sudah tidak memberlakukan fuel surcharge yaitu
PT Riau Airlines dan PT Indonesia Air Asia; ----------------------------------(29) Bahwa dalam perhitungan komponen basic fare, masing-masing Terlapor
memiliki strategi harga (pricing strategy) yang dikenal dengan subclasses.
Dalam penerapan sub classes sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 17
tentang Kategorisasi Sub Classes oleh Para Terlapor, terlihat variasi dalam
kategorisasi sub classes yang terbagi dalam jumlah kelas yang berbedabeda; ---------------------------------------------------------------------------------(30) Bahwa perhitungan komponen PPN adalah sebesar 10% (sepuluh persen)
dari basic fare. Besar kecilnya perhitungan PPN, tergantung pada besar
kecilnya basic fare yang dikenakan sesuai dengan kategorisasi sub classes
yang dibeli oleh penumpang;-----------------------------------------------------(31) Bahwa perhitungan komponen IWJR dihitung sebagai bagian dari harga
tiket, namun tidak termasuk ke dalam perhitungan pendapatan maskapai
penerbangan. Berdasarkan Tabel 16, ternyata terdapat variasi besaran
IWJR yang diterapkan oleh masing-masing maskapai penerbangan; -------(32) Bahwa formula perhitungan fuel surcharge yang ditetapkan oleh masingmasing Terlapor berbeda-beda sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 18; -

69

SALINAN
(33) Bahwa berdasarkan berbagai pendapat dari maskapai penerbangan, Tim
Pemeriksa menilai perhitungan komponen fuel surcharge di dalam harga
tiket tergantung pada: harga avtur, konsumsi avtur dan load factor;--------(34) Bahwa harga avtur yang dibeli oleh maskapai penerbangan dari PT
Pertamina (Persero) dipengaruhi oleh MOPS untuk jet fuel atau avtur, kurs
Rupiah terhadap US Dollar, serta lokasi DPPU Pertamina; ------------------(35) Bahwa konsumsi avtur dipengaruhi oleh waktu tempuh/jarak tempuh, jenis
dan tipe serta usia pesawat; -------------------------------------------------------(36) Bahwa load factor dipengaruhi oleh rute-rute yang dipilih maskapai
penerbangan untuk diterbangi, peak season dan low season, serta daya beli
masyarakat yang menjadi konsumen maskapai penerbangan; ---------------(37) Bahwa dalam membuat formula perhitungan fuel surcharge, maskapai
penerbangan membuat asumsi tentang harga avtur, konsumsi avtur dan
load factor;--------------------------------------------------------------------------(38) Bahwa asumsi yang digunakan untuk menentukan harga avtur adalah harga
rata-rata avtur yang dijual oleh Pertamina sebagaimana diuraikan dalam
Tabel 19. Namun dalam menentukan asumsi tersebut, terdapat perbedaan
penentuan asumsi harga avtur yang digunakan karena bersifat forecasting
atau peramalan;---------------------------------------------------------------------(39) Bahwa jenis pesawat yang digunakan oleh masing-masing penerbangan
berbeda-beda sebagaimana telah diuraikan dalam profil para Terlapor
dalam butir 3.1, Tabel 1 s/d Tabel 10, Tabel 12 dan Tabel 13; --------------(40) Bahwa dalam penentuan konsumsi avtur, maskapai penerbangan
menggunakan asumsi dengan mengacu pada konsumsi avtur satu atau lebih
jenis pesawat. Namun demikian, meskipun terdapat jenis pesawat yang
sama yang dijadikan acuan dalam perhitungan fuel surcharge, terdapat
perbedaan asumsi konsumsi avtur untuk jenis pesawat tersebut
sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 20; -------------------------------------(41) Bahwa dalam penentuan asumsi load factor untuk perhitungan fuel
surcharge, maskapai penerbangan menggunakan load factor rata-rata yang
berbeda-beda persentasenya sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 21;----

70

SALINAN
(42) Bahwa dengan demikian, oleh karena formula perhitungan fuel
surcharge, asumsi harga avtur, asumsi konsumsi avtur dan asumsi
load factor yang dibuat oleh masing-masing Terlapor berbeda-beda,
Tim Pemeriksa menilai seharusnya fuel surcharge yang ditetapkan
oleh masing-masing Terlapor juga berbeda-beda; ------------------------(43) Bahwa Pasal 5 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 berbunyi Pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar
oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama ----(44) Bahwa penetapan harga atau kartel harga terjadi apabila beberapa
perusahaan dalam industri sejenis membuat perjanjian untuk mengatur
harga secara bersama-sama atas suatu barang dan atau jasa yang harus
dibayar oleh konsumen; -----------------------------------------------------------(45) Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU No. 5/1999, definisi perjanjian
adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan
diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apa pun,
baik tertulis maupun tidak tertulis.---------------------------------------------(46) Bahwa untuk membuktikan ada tidaknya perjanjian tersebut, Tim
Pemeriksa terlebih dahulu menganalisis apakah terjadi komunikasi di
antara para Terlapor terkait dengan penetapan fuel surcharge baik secara
langsung melalui INACA maupun secara tidak langsung dengan cara price
signaling yang dilakukan oleh perusahaan yang dominan; -------------------(47) Bahwa berdasarkan fakta-fakta sebagaimana terurai dalam butir 3.10
Tentang INACA dan Komunikasi di antara Para Terlapor, berdasarkan
Tabel 29, Tim Pemeriksa menilai terdapat komunikasi secara internal
dalam INACA terkait dengan pembahasan fuel surcharge yaitu pada
tanggal 04 Mei 2006 sebagaimana diuraikan dalam butir 3.2 Tentang
Kronologis Pengenaan Fuel Surcharge paragraf (12); ------------------------(48) Bahwa berdasarkan butir 3.2 Tentang Kronologis Pengenaan Fuel
Surcharge paragraf (16) dan Tabel 29, KPPU memberikan masukan
kepada INACA untuk mencabut penetapan mengenai fuel surcharge dan

71

SALINAN
mengembalikan kewenangan penetapan fuel surcharge kepada masingmasing maskapai penerbangan; --------------------------------------------------(49) Bahwa setelah menerima masukan dari KPPU, berdasarkan butir 3.2
Tentang Kronologis Pengenaan Fuel Surcharge paragraf (17) dan Tabel
29, INACA mengadakan Rapat Anggota dan Pengurus INACA pada
tanggal 30 Mei 2006 yang pada intinya menyimpulkan penerapan dan
besaran fuel surcharge diserahkan kembali kepada masing-masing
perusahaan penerbangan nasional Anggota INACA;--------------------------(50) Bahwa maskapai penerbangan yang merupakan Terlapor dalam perkara
ini, yang menandatangani kesepakatan pada tanggal 04 Mei 2006 adalah:
PT Garuda Indonesia (Persero), PT Srwijaya Air, PT Merpati Nusantara
Airlines (Persero), PT Mandala Airlines, PT Lion Mentari Airlines dan PT
Metro Batavia;----------------------------------------------------------------------(51) Bahwa maskapai penerbangan yang merupakan Terlapor dalam perkara
ini, namun tidak menandatangani kesepakatan pada tanggal 4 Mei 2006
adalah: PT Riau Airlines, PT Express Air, PT Wings Airlines, PT Kartika
Airlines, PT Trigana Air Service, PT Indonesia Air Asia;--------------------(52) Bahwa berdasarkan Tabel 28 Tentang Daftar Anggota INACA, maskapai
penerbangan yang merupakan Terlapor dalam perkara ini telah menjadi
anggota INACA pada tanggal 4 Mei 2006 adalah: PT Garuda Indonesia
(Persero), PT Srwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT
Mandala Airlines, PT Lion Mentari Airlines, PT Metro Batavia, PT
Express Air, PT Kartika Airlines, dan PT Trigana Air Service; -------------(53) Bahwa berdasarkan Tabel 28 Tentang Daftar Anggota INACA, maskapai
penerbangan yang merupakan Terlapor dalam perkara ini yang belum
menjadi anggota INACA pada tanggal 4 Mei 2006 adalah: PT Riau
Airlines, PT Wings Airlines dan PT Indonesia Air Asia;---------------------(54) Bahwa penetapan fuel surcharge sebesar Rp 20.000,- (dua puluh ribu)
pada tanggal 10 Mei 2006, meskipun telah dilakukan sesuai dengan
prosedur dan dengan sepengetahuan Menteri Perhubungan c.q. Dirjen
Perhubungan Udara, Tim Pemeriksa menilai hal tersebut merupakan suatu

72

SALINAN
bentuk kartel yang dilakukan oleh maskapai penerbangan melalui wadah
INACA sebagaimana diuraikan dalam angka 3.2. tentang Kronologis
Pemberlakukan Fuel Surcharge; -------------------------------------------------(55) Bahwa Tim Pemeriksa perlu menguji apakah benar setelah tanggal 30 Mei
2006, fuel surcharge sudah ditetapkan masing-masing oleh para Terlapor
tanpa melakukan koordinasi satu sama lainnya; -------------------------------(56) Bahwa pada butir 3.4 Tentang Formula Perhitungan Fuel Surcharge
paragraf (37), pada tanggal 15 Februari 2008, Departemen Perhubungan
mengeluarkan formula perhitungan fuel surcharge yang kemudian direvisi
pada tanggal 03 Maret 2008; -----------------------------------------------------(57) Bahwa untuk mengetahui apakah terdapat penetapan harga fuel surcharge
yang dilakukan oleh para Terlapor, Tim Pemeriksa melakukan analisis
terhadap pergerakan fuel surcharge masing-masing Terlapor; --------------(58) Bahwa berdasarkan Tabel 23, Tabel 24, Tabel 25 dan Tabel 29 serta Grafik
2 s/d Grafik 37 mengenai pergerakan fuel surcharge para Terlapor masingmasing untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam,
Tim Pemeriksa melakukan analisis pergerakan fuel surcharge seluruh
Terlapor dalam grafik sebagai berikut:----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Grafik 38

73

SALINAN
Grafik 38
Perbandingan pergerakan fuel surcharge para Terlapor
untuk penerbangan 0 s/d 1 jam
Pergerakan Fuel Surcharge untuk Penerbangan 1 Jam dari Seluruh
Maskapai 2006 - 2009
300000
Sriw ijaya
Garuda

250000

Mandala
Ekspress Air

Rupiah

200000

RAL
Lion

150000

Batavia
Kartika

100000

Merpati
Wings

50000

Trigana
Air Asia
Nov-09

Aug-09

May-09

Feb-09

Nov-08

Aug-08

May-08

Feb-08

Nov-07

Aug-07

May-07

Feb-07

Nov-06

Aug-06

May-06

Bulan

Grafik 39
Perbandingan pergerakan fuel surcharge para Terlapor
untuk penerbangan 1 s/d 2 jam
Pergerakan Fuel Surcharge Untuk Penerbangan 2 Jam dari
Seluruh Maskapai Tahun 2006 - 2009
400000

Sriwijaya
Garuda

Bulan

Nov-09

Aug-09

May-09

Feb-09

Merpati
Nov-08

0
Aug-08

Kartika
May-08

50000
Feb-08

Batavia

Nov-07

100000

Aug-07

Lion

May-07

RAL

150000

Feb-07

Ekspress Air

200000

Nov-06

Mandala

250000

Aug-06

300000

May-06

Rupiah

350000

Wings
Trigana
Air Asia

74

SALINAN
Grafik 40
Perbandingan pergerakan fuel surcharge para Terlapor
untuk penerbangan 2 s/d 3 jam

Pergerakan FS Penerbangan 3 Jam Untuk Seluruh Maskapai


Sriwijaya
Tahun 2006 - 2009

Kartika
N o v -0 9

0
A u g -0 9

Batavia
M a y -0 9

100000
N o v -0 8
F e b -0 9

Lion

A u g -0 8

200000

F e b -0 8
M a y -0 8

RAL

N o v -0 7

300000

A u g -0 7

Ekspress Air

F e b -0 7
M a y -0 7

400000

N o v -0 6

Mandala

A u g -0 6

500000

M a y -0 6

R u p iah

Garuda

Merpati
Wings
Trigana

Bulan

Air Asia

(59) Bahwa berdasarkan Grafik 38, Grafik 39 dan Grafik 40, Tim
Pemeriksa menilai terdapat trend yang sama atas pergerakan fuel
surcharge di antara para Terlapor untuk masing-masing zona waktu
penerbangan; ----------------------------------------------------------------------(60) Bahwa untuk mendukung analisis tabel dan grafik tersebut di atas, Tim
Pemeriksa melakukan perbandingan prosentase pergerakan harga fuel
surcharge yang ditetapkan oleh para Terlapor sebagai berikut: --------------

Tabel 30
Perbandingan prosentase pergerakan fuel surcharge para Terlapor
untuk penerbangan 0 s/d 1 jam
Bulan/Tahun
Mei-06

Express

Sriwijaya

Garuda

0.0

0.0

50.0

Air

Merpati

Batavia

Lion Air

RAL

0.0

0.0

0.0

n/a

Mandala

Kartika

Wings

Trigana

Air Asia

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Jun-06

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Jul-06

50.0

50.0

0.0

50.0

0.0

50.0

n/a

50.0

0.0

50.0

n/a

50.0

75

SALINAN
Bulan/Tahun

Sriwijaya

Garuda

Express
Air

Merpati

Batavia

Lion Air

RAL

Mandala

Kartika

Wings

Trigana

Air Asia

Agust-06

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

n/a

33.3

Sep-06

33.3

33.3

33.3

33.3

50.0

33.3

n/a

0.0

0.0

33.3

n/a

0.0

Okt-06

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Nop-06

0.0

0.0

25.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

100.0

0.0

n/a

0.0

Des-06

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Jan-07

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Feb-07

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Mar-07

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

33.3

0.0

0.0

n/a

0.0

Apr-07

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

n/a

62.5

Mei-07

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

n/a

23.1

Jun-07

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

n/a

25.0

Jul-07

50.0

25.0

40.0

25.0

0.0

50.0

n/a

0.0

0.0

50.0

n/a

10.0

Agust-07

0.0

20.0

14.3

32.0

0.0

0.0

n/a

50.0

100.0

0.0

n/a

27.3

Sep-07

33.3

33.3

0.0

33.3

0.0

66.7

n/a

33.3

0.0

66.7

n/a

14.3

Okt-07

25.0

0.0

37.5

25.0

233.3

-20.0

n/a

0.0

0.0

-20.0

n/a

n/a

Nop-07

50.0

75.0

50.0

0.0

40.0

56.3

n/a

0.0

87.5

56.3

n/a

n/a

Des-07

0.0

14.3

0.0

0.0

14.3

28.0

n/a

25.0

13.3

28.0

n/a

n/a

Jan-08

0.0

0.0

21.2

36.4

0.0

0.0

n/a

30.0

0.0

0.0

n/a

n/a

Feb-08

-6.7

0.0

0.0

0.0

18.8

18.8

n/a

15.4

0.0

18.8

n/a

n/a

Mar-08

21.4

9.4

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

6.7

0.0

0.0

0.0

n/a

Apr-08

11.8

8.6

12.5

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

11.8

0.0

0.0

n/a

Mei-08

0.0

15.8

20.0

16.7

0.0

0.0

n/a

15.6

21.1

0.0

0.0

n/a

Jun-08

21.1

22.7

0.0

28.6

0.0

0.0

n/a

0.0

17.4

0.0

0.0

n/a

Jul-08
Agust-08
Sep-08

0.0

0.0

0.0

11.1

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

-17.4

-11.1

0.0

10.0

-5.3

-5.3

n/a

21.6

0.0

-5.3

0.0

n/a

0.0

-8.3

-11.1

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Okt-08

0.0

0.0

0.0

-5.5

0.0

0.0

0.0

-20.0

-13.0

0.0

0.0

n/a

Nop-08

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

-6.4

0.0

0.0

n/a

Des-08

-10.5

-9.1

0.0

0.0

0.0

-5.6

0.0

0.0

-18.2

-11.1

50.0

n/a

Jan-09

0.0

-10.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Feb-09

0.0

0.0

0.0

-11.5

0.0

0.0

0.0

-5.6

0.0

0.0

0.0

n/a

Mar-09

0.0

0.0

0.0

0.0

-5.6

-5.9

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Apr-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Mei-09

0.0

11.1

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Jun-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

6.7

n/a

Jul-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Agust-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Sep-09

0.0

0.0

0.0

8.7

0.0

0.0

0.0

5.9

0.0

0.0

0.0

n/a

Okt-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

27.8

0.0

0.0

n/a

Nop-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Des-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

76

SALINAN
Tabel 31
Perbandingan prosentase pergerakan fuel surcharge para Terlapor
untuk penerbangan 1 s/d 2 jam

Bulan/Tahun
Mei-06

Sriwijaya

Garuda

0.0

0.0

Express

Merpati

Batavia

Lion Air

0.0

50.0

n/a

0.0

Air

RAL

Mandala

Kartika

Wings

Trigana

Air Asia

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Jun-06

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Jul-06

50.0

50.0

50.0

0.0

n/a

50.0

0.0

0.0

50.0

50.0

n/a

50.0

Agust-06

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

33.3

Sep-06

33.3

33.3

33.3

33.3

n/a

33.3

50.0

0.0

33.3

33.3

n/a

0.0

Okt-06

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Nop-06

0.0

0.0

0.0

25.0

n/a

0.0

0.0

100.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Des-06

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Jan-07

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Feb-07

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Mar-07

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Apr-07

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

62.5

Mei-07

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

23.1

Jun-07

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

25.0

Jul-07

50.0

25.0

50.0

40.0

n/a

50.0

0.0

0.0

50.0

50.0

n/a

-10.0

Agust-07

0.0

20.0

0.0

14.3

n/a

0.0

0.0

100.0

0.0

0.0

n/a

55.6

Sep-07

33.3

33.3

0.0

0.0

n/a

100.0

0.0

0.0

33.3

100.0

n/a

14.3

Okt-07

25.0

0.0

0.0

37.5

n/a

0.0

233.3

56.3

25.0

0.0

n/a

n/a

Nop-07

50.0

100.0

116.7

50.0

n/a

20.8

60.0

0.0

50.0

20.8

n/a

n/a

Des-07

6.7

9.4

15.4

0.0

n/a

20.7

0.0

60.0

6.7

20.7

n/a

n/a

Jan-08

0.0

0.0

16.7

21.2

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

n/a

Feb-08

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

31.4

18.8

0.0

0.0

31.4

0.0

n/a

Mar-08

18.8

14.3

14.3

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

18.8

0.0

0.0

n/a

Apr-08

10.5

15.0

0.0

12.5

n/a

0.0

0.0

10.0

10.5

0.0

0.0

n/a

Mei-08

9.5

17.4

0.0

20.0

n/a

0.0

0.0

13.6

9.5

0.0

0.0

n/a

Jun-08

17.4

25.9

27.5

0.0

n/a

0.0

21.1

16.0

17.4

0.0

0.0

n/a

Jul-08
Agust-08
Sep-08

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

-14.8

-8.8

-13.7

0.0

n/a

-4.3

-4.3

0.0

-14.8

-4.3

0.0

n/a

0.0

-6.5

0.0

-11.1

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Okt-08

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

-5.2

0.0

0.0

0.0

n/a

Nop-08

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

-7.1

0.0

0.0

50.0

n/a

Des-08

0.0

-6.9

-4.5

0.0

0.0

-4.5

0.0

-13.9

0.0

-4.5

0.0

n/a

Jan-09

0.0

-7.4

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Feb-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

20.0

n/a

Mar-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

-9.1

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Apr-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Mei-09

0.0

8.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Jun-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Jul-09

0.0

0.0

7.1

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

77

SALINAN
Bulan/Tahun

Sriwijaya

Garuda

Express
Air

Merpati

Batavia

Lion Air

RAL

Mandala

Kartika

Wings

Trigana

Air Asia

Agust-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Sep-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Okt-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

-20.5

0.0

0.0

0.0

n/a

Nop-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Des-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Wings

Trigana

Air Asia

Tabel 32
Perbandingan prosentase pergerakan fuel surcharge para Terlapor
untuk penerbangan 2 s/d 3 jam

Bulan/Tahun

Sriwijaya

Garuda

Express
Air

Merpati

Batavia

Lion Air

RAL

Mandala

Kartika

Mei-06

0.0

0.0

0.0

50.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Jun-06

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Jul-06

50.0

50.0

50.0

0.0

n/a

50.0

0.0

0.0

50.0

50.0

n/a

50.0

Agust-06

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

33.3

Sep-06

33.3

33.3

33.3

33.3

n/a

33.3

50.0

0.0

33.3

33.3

n/a

0.0

Okt-06

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Nop-06

0.0

0.0

0.0

25.0

n/a

0.0

0.0

100.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Des-06

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Jan-07

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Feb-07

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Mar-07

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

Apr-07

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

62.5

Mei-07

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

23.1

Jun-07

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

25.0

Jul-07

50.0

25.0

50.0

40.0

n/a

50.0

0.0

0.0

25.0

50.0

n/a

-10.0

Agust-07

0.0

20.0

0.0

14.3

n/a

0.0

0.0

100.0

32.0

0.0

n/a

22.2

Sep-07

33.3

33.3

0.0

0.0

n/a

100.0

0.0

0.0

33.3

100.0

n/a

18.2

Okt-07

25.0

0.0

0.0

37.5

n/a

0.0

233.3

100.0

25.0

0.0

n/a

n/a

Nop-07

50.0

125.0

116.7

50.0

n/a

20.8

80.0

0.0

50.0

20.8

n/a

n/a

Des-07

20.0

11.1

53.8

0.0

n/a

20.7

0.0

37.5

0.0

20.7

n/a

n/a

Jan-08

0.0

0.0

0.0

21.2

n/a

0.0

50.0

0.0

21.2

31.4

n/a

n/a

Feb-08

0.0

0.0

12.5

0.0

0.0

31.4

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Mar-08

16.7

12.5

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Apr-08

9.5

20.0

0.0

12.5

0.0

0.0

0.0

9.1

12.5

0.0

0.0

n/a

Mei-08

17.4

18.5

13.3

20.0

136.7

0.0

0.0

12.5

22.2

0.0

0.0

n/a

Jun-08

14.8

28.1

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

14.8

27.3

0.0

0.0

n/a

Jul-08

0.0

0.0

0.0

0.0

-43.7

0.0

-3.7

0.0

7.1

-4.3

0.0

n/a

-12.9

-7.3

0.0

0.0

0.0

-4.3

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Sep-08

0.0

-5.3

0.0

-11.1

0.0

0.0

0.0

0.0

-17.3

0.0

0.0

n/a

Okt-08

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

-3.2

0.0

0.0

0.0

n/a

Agust-08

78

SALINAN
Bulan/Tahun

Sriwijaya

Garuda

Express
Air

Merpati

Batavia

Lion Air

RAL

Mandala

Kartika

Wings

Trigana

Air Asia

Nop-08

0.0

0.0

-3.9

0.0

0.0

0.0

0.0

-8.3

0.0

-4.5

0.0

n/a

Des-08

0.0

-5.6

0.0

0.0

0.0

-4.5

0.0

-9.1

0.0

0.0

0.0

n/a

Jan-09

0.0

-5.9

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

-9.7

0.0

0.0

n/a

Feb-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

-3.8

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Mar-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Apr-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Mei-09

0.0

6.3

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Jun-09

0.0

0.0

4.1

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Jul-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Agust-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Sep-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

10.7

0.0

0.0

n/a

Okt-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

n/a

Nop-09

0.0

0.0

0.0

50.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

Des-09

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

(61) Bahwa berdasarkan analisis terhadap prosentase pergerakan fuel


surcharge sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 30, Tabel 31 dan
Tabel 32 di atas, Tim Pemeriksa menilai terdapat persamaan trend
pergerakan prosentase kenaikan fuel surcharge di antara para
Terlapor; ---------------------------------------------------------------------------(62) Bahwa selain melakukan analisis terhadap grafik pergerakan fuel
surcharge, tabel prosentase pergerakan fuel surcharge di atas, Tim
Pemeriksa juga melakukan uji korelasi terhadap pergerakan fuel surcharge
di antara para Terlapor tersebut; -------------------------------------------------(63) Bahwa tools yang digunakan dalam melakukan analisis tersebut adalah Uji
Korelasi dan Uji Varians Bartlette & Levene Test;----------------------------(64) Bahwa Uji Korelasi bertujuan untuk menguji hubungan antara dua variabel
yang tidak menunjukkan hubungan fungsional. Korelasi dinyatakan dalam
% (persentase) keeratan hubungan antara variabel yang dinamakan dengan
koefisien korelasi, yang menunjukkan derajat keeratan hubungan antara
dua variabel dan arah hubungannya (+ atau -). Dimana jika nilai r>0
artinya telah terjadi hubungan yang linier positif, dan jika nilai r<0 artinya
telah terjadi hubungan yang linier negatif, yaitu makin besar nilai variabel
x makin kecil nilai variabel y dan sebaliknya. Semakin tinggi nilai r,
berarti korelasinya semakin tinggi; -----------------------------------------------

79

SALINAN
(65) Bahwa Uji Varians Bartletts Test (Snedecor amd Cochran, 1983)
digunakan untuk menguji apakah sejumlah sample, memiliki varians yang
setara. Varians yang setara diantara sample disebut dengan homogenity of
variances. Bartletts test dapat juga digunakan untuk menguji apakah
varians diantara kelompok samples setara atau tidak;-------------------------(66) Bahwa Levene Test memiliki tujuan yang sama dengan Bartletts namun
Levene test cenderung lebih tidak sensitif terhadap data yang menjauhi
normal; ------------------------------------------------------------------------------(67) Bahwa pada kedua uji tersebut, hasilnya ditunjukkan dengan H0 dan H1.
H0 berarti tidak ada perbedaan di antara 2 (dua) atau lebih varians,
sedangkan H1 berarti terdapat perbedaan di antara 2 (dua) atau lebih
varians. Dapat disimpulkan hasil uji tolak H0 apabila P value kurang dari
0.005 dan sebaliknya menerima H0 apabila P value lebih dari 0.005; ------(68) Bahwa untuk memudahkan analisis, Tim Pemeriksa membagi analisis
pergerakan fuel surcharge para Terlapor menjadi 2 (dua) periode yaitu
sejak dicabutnya penetapan bersama fuel surcharge tanggal 30 Mei 2006
sampai dengan diberlakukannya formula fuel surcharge dari pemerintah
tanggal 15 Februari 2008 yang direvisi tanggal 03 Maret 2008 (Periode I:
Mei 2006 s/d Maret 2008), dan periode setelah 03 Maret 2008 sampai
dengan 31 Desember 2009 (Periode II: April 2008 s/d Desember 2009); --(69) Bahwa untuk menganalisis pergerakan fuel surcharge para Terlapor, maka
akan dilakukan uji korelasi dan Bartlett Test untuk masing-masing periode
yaitu Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) dan Periode II (April 2008 s/d
Desember 2009) yang masing-masing terbagi dalam 3 (tiga) zona, yaitu
penerbangan dengan waktu tempuh antara 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2
s/d 3 jam; ----------------------------------------------------------------------------(70) Bahwa uji korelasi akan dilakukan terhadap 9 Terlapor, tanpa memasukkan
PT Riau Airlines, PT Trigana Air Service dan PT Indonesia AirAsia; -----(71) Bahwa hasil uji korelasi terhadap pergerakan fuel surcharge para Terlapor
untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam adalah sebagai berikut:----------------

80

SALINAN
Tabel 33
Uji Korelasi untuk penerbangan 0 s/d 1 jam
Sriwijaya
Sriwijaya

Garuda

Mandala

Ekspress Air

Lion

Batavia

Kartika

Merpati

Wings

Garuda

0.981974

Mandala

0.923059

0.955017

Ekspress Air

0.980519

0.988032

0.957373

Lion

0.963663

0.991556

0.971946

0.9755442

Batavia

0.951784

0.969924

0.919332

0.9694725

0.948066

Kartika

0.97582

0.987344

0.941961

0.9842514

0.972864

0.951313

Merpati

0.960948

0.959447

0.978034

0.9727714

0.962488

0.929439

0.948065

Wings

0.963663

0.991556

0.971946

0.9755442

0.948066

0.972864

0.962488

(72) Bahwa hasil uji korelasi terhadap pergerakan fuel surcharge para Terlapor
untuk penerbangan antara 1 s/d 2 jam adalah sebagai berikut:---------------Tabel 34
Uji Korelasi untuk penerbangan 1 s/d 2 jam
Ekspress
Sriwijaya
Sriwijaya

Garuda

Mandala

Air

Lion

Batavia

Kartika

Merpati

Wings

Garuda

0.993046

Mandala

0.972223

0.98559

Ekspress Air

0.988475

0.985138

0.983495

Lion

0.973608

0.965744

0.952502

0.968962

Batavia

0.968435

0.969687

0.957854

0.968775

0.943493

Kartika

0.969977

0.964823

0.956135

0.974423

0.965464

0.947479

Merpati

0.988282

0.979285

0.967557

0.990912

0.982715

0.958948

0.974337

Wings

0.973608

0.965744

0.952502

0.968962

0.943493

0.965464

0.982715

(73) Bahwa hasil uji korelasi terhadap pergerakan fuel surcharge para Terlapor
untuk penerbangan antara 2 s/d 3 jam adalah sebagai berikut:--------------------------------------------------------------------------------------------------------------Tabel 35

81

SALINAN
Tabel 35
Uji Korelasi untuk penerbangan 2 s/d 3 jam
Ekspress
Sriwijaya
Sriwijaya

Garuda

Mandala

Air

Lion

Batavia

Kartika

Merpati

Wings

Garuda

0.992584

Mandala

0.971357

0.97637

Ekspress Air

0.989441

0.982045

0.962812

Lion

0.975925

0.959402

0.947762

0.968962

Batavia

0.955953

0.96049

0.962909

0.966194

0.930562

Kartika

0.980508

0.960801

0.940955

0.976508

0.963813

0.942611

Merpati

0.992604

0.986143

0.959828

0.99419

0.979271

0.96793

0.977996

Wings

0.978704

0.963876

0.955711

0.97824

0.986606

0.954725

0.966577

0.987366

(74) Bahwa berdasarkan hasil uji korelasi sebagaimana ditunjukkan pada


Tabel 33, Tabel 34 dan Tabel 35, Tim Pemeriksa menilai terdapat
hubungan linier positif dimana terdapat korelasi yang tinggi dengan
nilai r rata-rata di atas 0,90;----------------------------------------------------(75) Bahwa selanjutnya, Tim Pemeriksa akan melakukan Bartlett & Levene
Test terhadap pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada Periode I (Mei
2006 s/d Maret 2008); -------------------------------------------------------------(76) Bahwa berikut grafik pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada
Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk penerbangan 0 s/d 1 jam: -----Grafik 41
Grafik Pergerakan Fuel Surcharge Para Terlapor Periode I
untuk Penerbangan antara 0 s/d 1 jam
Pergerakan FS 1 Jam Setiap Maskapai Mei 2006 - Maret 2008
Sriwijaya

250000

Garuda
Mandala

150000

Ekspress Air

100000

Lion

Kartika

ei
-0

Ju
l-0
7
Se
p07
No
p07
Ja
n08
M
ar
-0
8

Batavia

6
Ju
l-0
6
Se
p06
No
p06
Ja
n07
M
ar
-0
7
M
ei
-0
7

50000

Rupiah

200000

Merpati
Wings
Trigana

Bulan

Air Asia

82

SALINAN
(77) Bahwa berikut hasil uji varians pergerakan fuel surcharge para Terlapor
pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk penerbangan 0 s/d 1 jam:

Homogeneity of Variance Test for C2


Factor Levels

95% Confidence Intervals for Sigmas

Air Asia

Ekspress Air

Bartlett's Test
Test Statistic: 6.068

Garuda

P-Value

: 0.532

Kartika

Lion
Levene's Test
Mandala

Test Statistic: 0.207


P-Value

: 0.983

Merpati

Sriwijaya

20000

70000

120000

170000

(78) Bahwa berdasarkan uji pergerakan fuel surcharge para Terlapor


pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk penerbangan 0 s/d 1
jam menunjukkan hasil yang signifikan dimana terdapat variasi yang
sama dari seluruh maskapai penerbangan yang diuji;--------------------(79) Bahwa berikut grafik pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada
Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk penerbangan 1 s/d 2 jam: ---------------------------------------------------------------------------------------------------Grafik 42

83

SALINAN
Grafik 42
Grafik Pergerakan Fuel Surcharge Para Terlapor Periode I
untuk Penerbangan antara 1 s/d 2 jam

Pergerakan FS 2 Jam Setiap Maskapai Mei 2006 - Maret 2008


Sriwijaya

250000

Garuda
Mandala

150000

Ekspress Air

100000

Lion

Merpati

ar

-0

08
n-

Ja

p07

No

07

p-

l -0

Ju

-0
ei

Se

7
-0
M

ar

n-

Ja

06

No

p-

l -0

Se

-0

Ju

ei

07

Kartika
p06

0
6

Batavia

50000

Rupiah

200000

Wings
Trigana

Bulan

Air Asia

(80) Bahwa berikut hasil uji varians pergerakan fuel surcharge para Terlapor
pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk penerbangan 1 s/d 2 jam:

Homogeneity of Variance Test for C2


Factor Levels

95% Confidence Intervals for Sigmas

Air Asia
Bartlett's Test
Ekspress Air
Test Statistic: 3.906
P-Value

: 0.689

Garuda

Kartika

Lion

Levene's Test
Test Statistic: 0.142

Merpati

P-Value

: 0.990

Sriwijaya

50000

100000

150000

84

SALINAN
(81) Bahwa berdasarkan uji pergerakan fuel surcharge para Terlapor
pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk penerbangan 1 s/d 2
jam menunjukkan hasil yang signifikan dimana terdapat variasi yang
sama dari seluruh maskapai penerbangan yang diuji; -------------------(82) Bahwa berikut grafik pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada
Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk penerbangan 2 s/d 3 jam: -----Grafik 43
Grafik Pergerakan Fuel Surcharge Para Terlapor Periode I
untuk Penerbangan antara 2 s/d 3 jam
Pergerakan FS 3 Jam Setiap Maskapai Mei 2006 - Maret 2008
Sriwijaya

300000

Garuda

200000

Mandala

150000
100000

Ekspress Air
Lion
Kartika
Merpati

Ju
l-0
7
S
ep
-0
7
N
op
-0
7
Ja
n08
M
ar
-0
8

Batavia

0
Ju
l-0
6
S
ep
-0
6
N
op
-0
6
Ja
n07
M
ar
-0
7
M
ei
-0
7

50000

M
ei
-0
6

Rupiah

250000

Wings
Trigana

Bulan

Air Asia

(83) Bahwa berikut hasil uji varians pergerakan fuel surcharge para Terlapor
pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk penerbangan 2 s/d 3 jam:
Homogeneity of Variance Test for C2
95% Confidence Intervals for Sigmas

Factor Levels
Air Asia

Ekspress Air

Bartlett's Test
Test Statistic: 13.670

Garuda

P-Value

: 0.057

Kartika

Lion
Levene's Test
Mandala

Test Statistic: 0.360


P-Value

Merpati

Sriwijaya

100000

200000

85

: 0.924

SALINAN
(84) Bahwa berdasarkan uji pergerakan fuel surcharge para Terlapor
pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk penerbangan 2 s/d 3
jam menunjukkan hasil yang signifikan dimana terdapat variasi yang
sama dari seluruh maskapai penerbangan yang diuji.;-------------------(85) Bahwa berikut grafik pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada
Periode II (April 2008 s/d Desember 2009) untuk penerbangan 0 s/d 1 jam:
Grafik 44
Grafik Pergerakan Fuel Surcharge Para Terlapor Periode II
untuk Penerbangan antara 0 s/d 1 jam

Pergerakan FS 1 Jam Setiap Maskapai April 2008 - Desember


2009
Garuda

300000
250000
200000
150000
100000
50000
0

Mandala
Ekspress Air
RAL
Lion

Ag

us

t- 0
9
Ok
t- 0
9
De
s-0
9

09
n-

Bulan

Ju

r- 0

09

Ap

b-

8
Fe

s-0

De

t- 0

Ok

t- 0

us

nAg

Ju

r- 0
Ap

08

Batavia
8

Ru p iah

Sriwijaya

Kartika
Merpati
Wings
Trigana

(86) Bahwa berikut hasil uji varians pergerakan fuel surcharge para Terlapor
pada Periode II (April 2008 s/d Desember 2009) untuk penerbangan 0 s/d 1
jam: ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Homogeneity

86

SALINAN
Homogeneity of Variance Test for C2
Factor Levels

95% Confidence Intervals for Sigmas

Batavia
Ekspress Air
Garuda
Kartika

Bartlett's Test
Test Statistic: 374.417
P-Value

: 0.000

Lion
Mandala
Merpati
RAL

Levene's Test

Sriwijaya

Test Statistic: 3.854

Trigana

P-Value

: 0.000

Wings

10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000

(87) Bahwa berdasarkan uji pergerakan fuel surcharge para Terlapor


pada Periode II (April 2008 s/d Desember 2009) untuk penerbangan 0
s/d 1 jam menunjukkan hasil yang tidak signifikan dimana tidak
terdapat variasi yang sama dari seluruh maskapai penerbangan yang
diuji; ---------------------------------------------------------------------------------(88) Bahwa berikut grafik pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada
Periode II (April 2008 s/d Desember 2009) untuk penerbangan 1 s/d 2 jam:
Grafik 45
Grafik Pergerakan Fuel Surcharge Para Terlapor Periode II
untuk Penerbangan antara 1 s/d 2 jam
Pergerakan FS 2 Jam Setiap Maskapai April 2008 - Desember
2009
Garuda

400000
350000
300000
250000
200000
150000
100000
50000
0

Mandala
Ekspress Air
RAL
Lion

8
kt
-0
8
De
s08
Fe
b09
Ap
r- 0
9
Ju
n09
Ag
us
t- 0
9
O
kt
-0
9
De
s09
O

t- 0
us

n08

Ag

Ju

Batavia

r- 0
Ap

Rupiah

Sriwijaya

Bulan

Kartika
Merpati
Wings
Trigana

87

SALINAN
(89) Bahwa berikut hasil uji pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada
Periode II (April 2008 s/d Desember 2009) untuk penerbangan 1 s/d 2 jam:
Homogeneity of Variance Test for C2
Factor Levels

95% Confidence Intervals for Sigmas

Batavia
Ekspress Air
Garuda

Bartlett's Test
Test Statistic: 849.734

Kartika

P-Value

: 0.000

Lion
Mandala
Merpati
RAL

Levene's Test

Sriwijaya

Test Statistic: 6.172


P-Value

Trigana

: 0.000

Wings

50000

100000

(90) Bahwa berdasarkan uji pergerakan fuel surcharge para Terlapor


pada Periode II (April 2008 s/d Desember 2009) untuk penerbangan 1
s/d 2 jam menunjukkan hasil yang tidak signifikan dimana tidak
terdapat variasi yang sama dari seluruh maskapai penerbangan yang
diuji; ---------------------------------------------------------------------------------(91) Bahwa berikut grafik pergerakan fuel surcharge para Terlapor pada
Periode II (April 2008 s/d Desember 2009) untuk penerbangan 2 s/d 3 jam:
Grafik 46
Grafik Pergerakan Fuel Surcharge Para Terlapor Periode II
untuk Penerbangan antara 2 s/d 3 jam
Pergerakan FS 3 Jam Setiap Maskapai September 2008 Desember 2008

Rupiah

Sriwijaya
Garuda

400000
350000
300000
250000
200000
150000
100000
50000
0

Mandala
Ekspress Air
RAL
Lion
Batavia
Kartika
Sep-08

Okt-08

Nop-08
Bulan

Des-08

Merpati
Wings
Trigana

88

SALINAN
(92) Bahwa berikut hasil uji varians pergerakan fuel surcharge para Terlapor
pada Periode II (April 2008 s/d Desember 2009) untuk penerbangan 2 s/d 3
jam:
Homogeneity of Variance Test for C2
Factor Levels

95% Confidence Intervals for Sigmas

Batavia
Ekspress Air
Garuda
Kartika

Bartlett's Test
Test Statistic: 331.827
P-Value

: 0.000

Lion
Mandala
Merpati
RAL

Levene's Test

Sriwijaya

Test Statistic: 0.832

Trigana

P-Value

: 0.601

Wings

100000

200000

300000

(93) Bahwa berdasarkan uji pergerakan fuel surcharge para Terlapor


pada Periode II (April 2008 s/d Desember 2009) untuk penerbangan 2
s/d 3 jam menunjukkan hasil yang tidak signifikan dimana terdapat
variasi yang tidak sama dari seluruh maskapai penerbangan yang
diuji; ---------------------------------------------------------------------------------(94) Bahwa berdasarkan Notulen Rapat No. 9100/57/V/2006, INACA
mengadakan Rapat Anggota dan Pengurus INACA pada tanggal 30 Mei
2006 yang pada intinya menyimpulkan penerapan dan besaran fuel
surcharge

diserahkan

kembali

kepada

masing-masing

perusahaan

penerbangan nasional Anggota INACA;----------------------------------------(95) Bahwa meskipun sejak 30 Mei 2006, tidak ada kesepakatan tertulis di
antara para Terlapor dalam menetapkan fuel surcharge, namun
berdasarkan analisis pergerakan fuel surcharge di atas, baik analisis
grafik, tabel, uji korelasi dan uji varians, menunjukkan adanya trend
yang sama, korelasi positif dan variasi yang sama di antara para
Terlapor dalam menetapkan besaran fuel surcharge untuk periode
Mei 2006 s/d Maret 2008 untuk zona waktu tempuh 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2
jam dan 2 s/d 3 jam;---------------------------------------------------------------

89

SALINAN
(96) Bahwa berdasarkan uraian analisis dugaan penetapan harga di atas,
Tim Pemeriksa menyatakan hal-hal sebagai berikut:---------------------a. Oleh karena formula perhitungan fuel surcharge, asumsi harga
avtur, asumsi konsumsi avtur dan asumsi load factor yang dibuat
oleh masing-masing Terlapor berbeda-beda, maka seharusnya
pergerakan fuel surcharge yang ditetapkan oleh masing-masing
Terlapor juga berbeda-beda berdasarkan pertimbangan ekonomi
dari masing-masing perusahaan; -----------------------------------------b. Perubahan fuel surcharge di antara para Terlapor pada Periode I
(Mei 2006 Maret 2008) menunjukkan kecenderungan yang sama
namun hal tersebut tidak dapat dijustifikasi dari pertimbangan
ekonomi masing-masing Terlapor, maka Tim Pemeriksa menilai
bahwa

kecenderungan

perubahan

fuel

surcharge

tersebut

didasarkan pada suatu perjanjian di antara para Terlapor; -------c. Hal tersebut di atas pada butir b didukung dengan fakta adanya
perjanjian di antara Terlapor untuk menetapkan besaran fuel
surcharge Rp 20.000,- (dua puluh ribu rupiah) yang mulai
diberlakukan pada tanggal 10 Mei 2006 yang diwadahi oleh
INACA. Meskipun INACA kemudian menyatakan menyerahkan
besaran fuel surcharge pada masing-masing maskapai pada
tanggal 30 Mei 2006, namun secara faktual pergerakan fuel
surcharge

masing-masing

Terlapor

masih

menunjukkan

kecenderungan yang sama sampai dengan Maret 2008; -------------d. Tim Pemeriksa menilai dua fakta tersebut di atas telah cukup
sebagai bukti adanya perjanjian untuk menetapkan besaran fuel
surcharge secara bersama-sama yang dilakukan oleh para
Terlapor (PT Garuda Indonesia (Tbk), PT Sriwijaya Air, PT
Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Mandala Airlines, PT
Riau Airlines, PT Travel Express Aviation Services, PT Lion
Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, PT
Kartika Airlines, PT Trigana Air Service dan PT Indonesia Air
Asia) pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk zona

90

SALINAN
penerbangan dengan waktu tempuh 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2
s/d 3 jamamun demikian, Tim Pemeriksa tidak menemukan
adanya kesamaan perubahan harga fuel sucharge yang ditetapkan
oleh para Terlapor (PT Garuda Indonesia (Tbk), PT Sriwijaya
Air, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Mandala
Airlines, PT Riau Airlines, PT Travel Express Aviation Services,
PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro
Batavia, PT Kartika Airlines, PT Trigana Air Service dan PT
Indonesia Air Asia) pada Periode II (April 2008 s/d Desember
2009) untuk zona penerbangan dengan waktu tempuh 0 s/d 1 jam,
1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam; ------------------------------------------------22.4

Tentang dugaan kecurangan dalam menetapkan fuel surcharge;-------------(97) Bahwa Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 berbunyi Pelaku usaha dilarang
melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya
lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa
yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat; ----(98) Bahwa yang dimaksud dengan biaya produksi dan biaya lainnya yang
menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa adalah biaya
fuel surcharge yang merupaklan bagian dari komponen harga layanan jasa
penerbangan penumpang berjadwal; --------------------------------------------(99) Bahwa Tim Pemeriksa menilai perhitungan fuel surcharge dipengaruhi
oleh beberapa komponen yaitu harga avtur, konsumsi avtur dan load
factor;--------------------------------------------------------------------------------(100) Bahwa untuk membuktikan apakah terjadi kecurangan dalam penetapan
fuel

surcharge,

Tim

Pemeriksa

melakukan

uji

korelasi

antara

naik/turunnya harga avtur dengan naik/turunnya harga fuel surcharge


untuk masing-masing Terlapor, ceteris paribus;-------------------------------PT Garuda Indonesia (Persero)
(101) Bahwa berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan
selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase

91

SALINAN
pergerakan fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Garuda Indonesia
(Persero) untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam: ------------------------------Tabel 36

Bulan

Mei-06
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06
Okt-06
Nop-06
Des-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
Mei-07
Jun-07
Jul-07
Agust-07
Sep-07
Okt-07
Nop-07
Des-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09

Avtur Aktual

Selisih antara
avtur aktual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Garuda
untuk
Penerbangan
0 s/d 1 Jam

5,921
6,118
6,435
6,471
6,546
6,381
5,980
5,883
6,176
5,679
5,734
5,983
6,313
6,299
6,384
6,678
6,777
7,063
7,428
8,763
8,846
8,742
8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534

3,221
3,418
3,735
3,771
3,846
3,681
3,280
3,183
3,476
2,979
3,034
3,283
3,613
3,599
3,684
3,978
4,077
4,363
4,728
6,063
6,146
6,042
6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834

20,000
20,000
20,000
30,000
30,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
50,000
60,000
80,000
80,000
140,000
160,000
160,000
160,000
175,000
190,000
220,000
270,000
270,000
240,000
220,000
220,000
220,000
200,000
180,000
180,000
180,000
180,000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
11.07
6.12
9.27
0.96
1.99
-4.29
-10.89
-2.96
9.21
-14.30
1.85
8.21
10.05
-0.39
2.36
7.98
2.49
7.01
8.37
28.24
1.37
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00

Prosentase
Pergerakan
FS Garuda
0 s/d 1 Jam

0.0
0.0
50.0
0.0
33.3
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
25.0
20.0
33.3
0.0
75.0
14.3
0.0
0.0
9.4
8.6
15.8
22.7
0.0
-11.1
-8.3
0.0
0.0
-9.1
-10.0
0.0
0.0
0.0

92

SALINAN
Bulan

Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09

Avtur Aktual

Selisih antara
avtur aktual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Garuda
untuk
Penerbangan
0 s/d 1 Jam

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis

6,431
6,592
7,003
6,585
6,520

3,731
3,892
4,303
3,885
3,820

200,000
200,000
200,000
200,000
200,000

-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71

Prosentase
Pergerakan
FS Garuda
0 s/d 1 Jam

11.1
0.0
0.0
0.0
0.0

Grafik 47
Perbandingan Pergerakan Prosentase Selisih Avtur
dengan Pergerakan FS Garuda Indonesia Penerbangan 1
Jam
80.00

40.00
20.00
0.00
Ju
n0
Se 6
p06
D
es
-0
6
M
ar
-0
7
Ju
n0
Se 7
p07
D
es
-0
7
M
ar
-0
8
Ju
n0
Se 8
p08
D
es
-0
8
M
ar
-0
9
Ju
n0
Se 9
p09

Prosentase

60.00

-20.00
-40.00

Bulan

Selisih Avtur
Garuda

(102) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Garuda Indonesia (Persero)
untuk penerbangan antara 1 s/d 2 jam: ------------------------------------------Tabel 37
Bulan

Mei-06
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Garuda
untuk
Penerbangan
1 s/d 2 Jam

5,921
6,118
6,435
6,471
6,546

3,221
3,418
3,735
3,771
3,846

20,000
20,000
20,000
30,000
30,000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
11.07
6.12
9.27
0.96

Prosentase
Pergerakan
FS Garuda
1 s/d 2 Jam

0.0
0.0
50.0
0.0

93

SALINAN
Bulan

Okt-06
Nop-06
Des-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
Mei-07
Jun-07
Jul-07
Agust-07
Sep-07
Okt-07
Nop-07
Des-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Garuda
untuk
Penerbangan
1 s/d 2 Jam

6,381
5,980
5,883
6,176
5,679
5,734
5,983
6,313
6,299
6,384
6,678
6,777
7,063
7,428
8,763
8,846
8,742
8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520

3,681
3,280
3,183
3,476
2,979
3,034
3,283
3,613
3,599
3,684
3,978
4,077
4,363
4,728
6,063
6,146
6,042
6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820

40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
50,000
60,000
80,000
80,000
160,000
175,000
175,000
175,000
200,000
230,000
270,000
340,000
340,000
310,000
290,000
290,000
290,000
270,000
250,000
250,000
250,000
250,000
270,000
270,000
270,000
270,000
270,000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
1.99
-4.29
-10.89
-2.96
9.21
-14.30
1.85
8.21
10.05
-0.39
2.36
7.98
2.49
7.01
8.37
28.24
1.37
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71

Prosentase
Pergerakan
FS Garuda
1 s/d 2 Jam

33.3
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
25.0
20.0
33.3
0.0
100.0
9.4
0.0
0.0
14.3
15.0
17.4
25.9
0.0
-8.8
-6.5
0.0
0.0
-6.9
-7.4
0.0
0.0
0.0
8.0
0.0
0.0
0.0
0.0

94

SALINAN
Grafik 48
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis
dengan Prosentase FS Garuda untuk 2 Jam Penerbangan

Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS
Garuda 2 Jam

ei
-0
Se 6
p0
Ja 6
n0
M 7
ei
-0
Se 7
p0
Ja 7
n0
M 8
ei
-0
Se 8
p0
Ja 8
n0
M 9
ei
-0
Se 9
p09

Prosentase

120
100
80
60
40
20
0
-20
-40

Bulan

(103) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Garuda Indonesia (Persero)
untuk penerbangan di antara 2 s/d 3 jam: ---------------------------------------Tabel 38
Bulan

Mei-06
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06
Okt-06
Nop-06
Des-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
Mei-07
Jun-07
Jul-07
Agust-07
Sep-07
Okt-07

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Garuda
untuk
Penerbangan
2 s/d 3 Jam

5,921
6,118
6,435
6,471
6,546
6,381
5,980
5,883
6,176
5,679
5,734
5,983
6,313
6,299
6,384
6,678
6,777
7,063

3,221
3,418
3,735
3,771
3,846
3,681
3,280
3,183
3,476
2,979
3,034
3,283
3,613
3,599
3,684
3,978
4,077
4,363

20,000
20,000
20,000
30,000
30,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
50,000
60,000
80,000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
11.07
6.12
9.27
0.96
1.99
-4.29
-10.89
-2.96
9.21
-14.30
1.85
8.21
10.05
-0.39
2.36
7.98
2.49

Prosentase
Pergerakan
FS Garuda
2 s/d 3 Jam

0.0
0.0
50.0
0.0
33.3
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
25.0
20.0
33.3

95

SALINAN
Nop-07
Des-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09

7,428
8,763
8,846
8,742
8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520

4,728
6,063
6,146
6,042
6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820

80,000
180,000
200,000
200,000
200,000
225,000
270,000
320,000
410,000
410,000
380,000
360,000
360,000
360,000
340,000
320,000
320,000
320,000
320,000
340,000
340,000
340,000
340,000
340,000

7.01
8.37
28.24
1.37
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71

0.0
125.0
11.1
0.0
0.0
12.5
20.0
18.5
28.1
0.0
-7.3
-5.3
0.0
0.0
-5.6
-5.9
0.0
0.0
0.0
6.3
0.0
0.0
0.0
0.0

Grafik 49

140
120
100
80
60
40
20
0
-20
-40

Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis

ei
-0
Se 6
p0
Ja 6
n0
M 7
ei
-0
Se 7
p0
Ja 7
n0
M 8
ei
-0
Se 8
p0
Ja 8
n0
M 9
ei
-0
Se 9
p09

Prosentase Pergerakan FS
Garuda 3 Jam

Prosentase

Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis


dengan Prosentase FS Garuda untuk 3 Jam Penerbangan

Bulan

(104) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel
surcharge PT Garuda Indonesia (Persero), Tim Pemeriksa menilai hal-hal
sebagai berikut:----------------------------------------------------------------------

96

SALINAN
a. Secara keseluruhan, perubahan FS baik untuk penerbangan 0 s/d 1 jam,
1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam dari Garuda Indonesia tidak mengikuti
perubahan selisih avtur;-------------------------------------------------------b. Pada penerbangan 0 s/d 1 jam, ketika avtur mengalami penurunan
terutama periode Agustus 2008 Februari 2009, terlihat bahwa
penurunan FS Garuda cenderung lebih kecil

daripada penurunan

selisih avtur. Sebagai contoh tercatat pada Januari 2009 penurunan


selisih avtur mencapai 18.27% (delapan belas koma dua puluh tujuh
persen) sedangkan penurunan FS Garuda hanya mencapai 9.1%
(sembilan koma satu persen); ------------------------------------------------c. Pada penerbangan 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam jam, hal yang sama juga
terjadi. Sebagai perbandingan, untuk periode yang sama Agustus 2008
Februari 2009, ketika avtur mengalami penurunan cukup besar pada
kisaran 3% (tiga persen) s/d 19.6% (sembilan belas koma enam
persen), penurunan FS Garuda terbesar hanya 8.8% (delapan koma
delapan persen);----------------------------------------------------------------PT Sriwijaya Air
(105) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Sriwijaya Air untuk
penerbangan antara 0 s/d 1 jam:--------------------------------------------------Tabel 39
Bulan

Mei-06
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06
Okt-06
Nop-06
Des-06
Jan-07

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Sriwijaya
untuk
Penerbangan
0 s/d 1 Jam

5,921
6,118
6,435
6,471
6,546
6,381
5,980
5,883
6,176

3,221
3,418
3,735
3,771
3,846
3,681
3,280
3,183
3,476

20000
20000
20000
30000
30000
40000
40000
40000
40000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis

Prosentase
Pergerakan
FS Sriwijaya
0 s/d 1 Jam

11.07
6.12
9.27
0.96
1.99
-4.29
-10.89
-2.96

0.00
0.00
0.00
50.00
0.00
33.33
0.00
0.00

97

SALINAN
Bulan

Feb-07
Mar-07
Apr-07
Mei-07
Jun-07
Jul-07
Agust-07
Sep-07
Okt-07
Nop-07
Des-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Sriwijaya
untuk
Penerbangan
0 s/d 1 Jam

5,679
5,734
5,983
6,313
6,299
6,384
6,678
6,777
7,063
7,428
8,763
8,846
8,742
8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520

2,979
3,034
3,283
3,613
3,599
3,684
3,978
4,077
4,363
4,728
6,063
6,146
6,042
6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820

40000
40000
40000
40000
40000
40000
60000
60000
80000
100000
150000
150000
150000
140000
170000
190000
190000
230000
230000
190000
190000
190000
190000
170000
170000
170000
170000
170000
170000
170000
170000
170000
170000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
9.21
-14.30
1.85
8.21
10.05
-0.39
2.36
7.98
2.49
7.01
8.37
28.24
1.37
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71

Prosentase
Pergerakan
FS Sriwijaya
0 s/d 1 Jam

0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
50.00
0.00
33.33
25.00
50.00
0.00
0.00
-6.67
21.43
11.76
0.00
21.05
0.00
-17.39
0.00
0.00
0.00
-10.53
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

---------------------------------------------------------------------------------------------Grafik 50

98

SALINAN
Grafik 50
Perbandingan Pergerakan Prosentase Selisih Avtur dengan
Pergerakan FS Sriwijaya Penerbangan 1 Jam
60.00
50.00

Prosentase

40.00
30.00
20.00

Selisih Avtur

10.00

Sriwijaya

0.00
Ju
n06
S
ep
-0
D 6
es
-0
6
M
ar
-0
7
Ju
n07
S
ep
-0
7
D
es
-0
7
M
ar
-0
8
Ju
n08
S
ep
-0
8
D
es
-0
8
M
ar
-0
9
Ju
n09
S
ep
-0
9

-10.00
-20.00
-30.00

Bulan

(106) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Sriwijaya Air untuk
penerbangan antara 1 s/d 2 jam:--------------------------------------------------Tabel 40
Bulan

Mei-06
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06
Okt-06
Nop-06
Des-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
Mei-07
Jun-07
Jul-07
Agust-07
Sep-07
Okt-07

Avtur Actual

5,921
6,118
6,435
6,471
6,546
6,381
5,980
5,883
6,176
5,679
5,734
5,983
6,313
6,299
6,384
6,678
6,777
7,063

Selisih antara
avtur actual
dengan avtur
basis
(Rp. 2700)
3,221
3,418
3,735
3,771
3,846
3,681
3,280
3,183
3,476
2,979
3,034
3,283
3,613
3,599
3,684
3,978
4,077
4,363

FS Sriwijaya
Prosentase
untuk
Pergerakan
Penerbangan Selisih Avtur
1 s/d 2 Jam Actual dengan
Avtur Basis
20000
20000
11.07
20000
6.12
30000
9.27
30000
0.96
40000
1.99
40000
-4.29
40000
-10.89
40000
-2.96
40000
9.21
40000
-14.30
40000
1.85
40000
8.21
40000
10.05
40000
-0.39
60000
2.36
60000
7.98
80000
2.49

Prosentase
Pergerakan FS
Sriwijaya
1 s/d 2 Jam

0.0
0.0
50.0
0.0
33.3
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
50.0
0.0
33.3

99

SALINAN
Bulan

Nop-07
Des-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

Avtur Actual

7,428
8,763
8,846
8,742
8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

Selisih antara
avtur actual
dengan avtur
basis
(Rp. 2700)
4,728
6,063
6,146
6,042
6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

FS Sriwijaya
Prosentase
untuk
Pergerakan
Penerbangan Selisih Avtur
1 s/d 2 Jam Actual dengan
Avtur Basis
100000
7.01
150000
8.37
160000
28.24
160000
1.37
160000
-1.69
190000
-0.17
210000
5.98
230000
13.56
270000
17.48
270000
10.08
230000
1.73
230000
-18.76
230000
-8.45
230000
-19.60
230000
-3.47
230000
-18.27
230000
-13.94
230000
3.20
230000
1.00
230000
-5.15
230000
-2.69
230000
4.32
230000
10.56
230000
-9.71
230000
-3.05
230000
-3.25

Prosentase
Pergerakan FS
Sriwijaya
1 s/d 2 Jam
25.0
50.0
6.7
0.0
0.0
18.8
10.5
9.5
17.4
0.0
-14.8
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

Grafik 51

60
50
40
30
20
10
0
-10
-20
-30

Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis

-0
Se 6
p0
Ja 6
n0
M 7
ei
-0
Se 7
p0
Ja 7
n0
M 8
ei
-0
Se 8
p0
Ja 8
n0
M 9
ei
-0
Se 9
p09

Prosentase Pergerakan FS
Sriwijaya 2 Jam

ei
M

P rosentase

Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis


dengan Prosentase FS Sriwijaya untuk 2 Jam Penerbangan

Bulan

100

SALINAN

(107) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Sriwijaya Air untuk
penerbangan di antara 2 s/d 3 jam:-----------------------------------------------Tabel 41
Bulan

Mei-06
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06
Okt-06
Nop-06
Des-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
Mei-07
Jun-07
Jul-07
Agust-07
Sep-07
Okt-07
Nop-07
Des-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09

Avtur Actual

Selisih
antara avtur
atual dengan
avtur basis
(Rp. 2700)

FS Sriwijaya
untuk
Penerbangan
2 s/d 3 Jam

5,921
6,118
6,435
6,471
6,546
6,381
5,980
5,883
6,176
5,679
5,734
5,983
6,313
6,299
6,384
6,678
6,777
7,063
7,428
8,763
8,846
8,742
8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702

3,221
3,418
3,735
3,771
3,846
3,681
3,280
3,183
3,476
2,979
3,034
3,283
3,613
3,599
3,684
3,978
4,077
4,363
4,728
6,063
6,146
6,042
6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002

20000
20000
20000
30000
30000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
60000
60000
80000
100000
150000
180000
180000
180000
210000
230000
270000
310000
310000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan
Avtur Basis

Prosentase
Pergerakan
FS Sriwijaya
2 s/d 3 Jam

11.07
6.12
9.27
0.96
1.99
-4.29
-10.89
-2.96
9.21
-14.30
1.85
8.21
10.05
-0.39
2.36
7.98
2.49
7.01
8.37
28.24
1.37
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94

0.0
0.0
50.0
0.0
33.3
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
50.0
0.0
33.3
25.0
50.0
20.0
0.0
0.0
16.7
9.5
17.4
14.8
0.0
-12.9
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

101

SALINAN
Bulan

Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09

Avtur Actual

Selisih
antara avtur
atual dengan
avtur basis
(Rp. 2700)

FS Sriwijaya
untuk
Penerbangan
2 s/d 3 Jam

6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520

4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820

270000
270000
270000
270000
270000
270000
270000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan
Avtur Basis
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71

Prosentase
Pergerakan
FS Sriwijaya
2 s/d 3 Jam

0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

Grafik 52

60
50
40
30
20
10
0
-10
-20
-30

Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis

ei
-0
Se 6
p06
Ja
n0
M 7
ei
-0
Se 7
p07
Ja
n0
M 8
ei
-0
Se 8
p08
Ja
n0
M 9
ei
-0
Se 9
p09

Prosentase Pergerakan FS
Sriwijaya 3 Jam

Prosentase

Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis


dengan Prosentase FS Sriwijaya untuk 3 Jam Penerbangan

Bulan

(108) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel
surcharge PT Sriwijaya Airlines, Tim Pemeriksa menilai hal-hal sebagai
berikut: ------------------------------------------------------------------------------a. Berdasarkan grafik dan table di atas, pada penerbangan 0 s/d 1 jam, 1
s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam terlihat bahwa perubahan FS Sriwijaya tidak
mengikut pergerakan selisih avtur actual dengan avtur basis. Hal
tersebut terlihat dengan perubahan FS yang tidak berubah, atau
perubahan 0% (nol persen) meskipun pada saat yang sama selisih avtur
mengalami penurunan. Pada periode Agustus Februari 2008 saat
harga avtur turun pada dari Rp. 12.251,- menjadi Rp. 6.578,- untuk
penerbangan 0 s/d 1 jam, FS Sriwijaya pada bulan September 2008
mengalami penurunan yang relatif sama dengan penurunan avtur,
sebesar 17,39% (tujuh belas koma tiga puluh sembilan persen). Namun

102

SALINAN
setelah itu tidak lagi mengalami penurunan meskipun selisih avtur terus
turun; ----------------------------------------------------------------------------b. Hal yang serupa terjadi untuk penerbangan 1 s/d 2 dan 2 s/d 3 jam,
kecuali pada penerbangan 2 s/d 3 jam dimana penurunan FS lebih
rendah dibanding pada penerbangan 0 s/d 1 dan 1 s/d 2 jam, yaitu
hanya turun sebesar 12,9% (dua belas koma sembilan persen); ---------PT Merpati Indonesia Airlines (Persero)
(109) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Merpati Indonesia Airlines
(Persero) untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam: ------------------------------Tabel 42
Bulan

Mei-06
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06
Okt-06
Nop-06
Des-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
Mei-07
Jun-07
Jul-07
Agust-07
Sep-07
Okt-07
Nop-07
Des-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08

Avtur Actual

5,921
6,118
6,435
6,471
6,546
6,381
5,980
5,883
6,176
5,679
5,734
5,983
6,313
6,299
6,384
6,678
6,777
7,063
7,428
8,763
8,846
8,742
8,732
9,093
9,960

Selisih antara FS Merpati


avtur atual
untuk
dengan avtur Penerbangan 0
basis (Rp.
s/d 1 Jam
2700)
3,221
3,418
3,735
3,771
3,846
3,681
3,280
3,183
3,476
2,979
3,034
3,283
3,613
3,599
3,684
3,978
4,077
4,363
4,728
6,063
6,146
6,042
6,032
6,393
7,260

20,000
20,000
20,000
30,000
30,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
50,000
66,000
88,000
110,000
110,000
110,000
150,000
150,000
150,000
175,000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
11.07
6.12
9.27
0.96
1.99
-4.29
-10.89
-2.96
9.21
-14.30
1.85
8.21
10.05
-0.39
2.36
7.98
2.49
7.01
8.37
28.24
1.37
-1.69
-0.17
5.98

Prosentase
Pergerakan
FS Merpati
0 s/d 1 Jam

0.0
0.0
50.0
0.0
33.3
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
25.0
32.0
33.3
25.0
0.0
0.0
36.4
0.0
0.0
16.7

103

SALINAN
Bulan

Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

Avtur Actual

Selisih antara FS Merpati


avtur atual
untuk
dengan avtur Penerbangan 0
basis (Rp.
s/d 1 Jam
2700)

11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

225,000
250,000
275,000
275,000
280,000
280,000
280,000
230,000
230,000
230,000
230,000
230,000
230,000
230,000
230,000
230,000
230,000
230,000
230,000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71
-3.05
-3.25

Prosentase
Pergerakan
FS Merpati
0 s/d 1 Jam

28.6
11.1
10.0
0.0
1.8
0.0
0.0
-17.9
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

Grafik 53

60
50
40
30
20
10
0
-10
-20
-30

Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS
Merpati 1 Jam

M
ei
-0
S 6
ep
-0
Ja 6
n0
M 7
ei
-0
S 7
ep
-0
Ja 7
n0
M 8
ei
-0
S 8
ep
-0
8
Ja
n0
M 9
ei
-0
S 9
ep
-0
9

Prosentase

Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Aktual dan Basis


dengan Prosentase FS Merpati untuk 1 Jam

Bulan

(110) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Merpati Indonesia Airlines
(Persero) untuk penerbangan antara 1 s/d 2 jam: -------------------------------

104

SALINAN
Tabel 43
Bulan

Mei-06
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06
Okt-06
Nop-06
Des-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
Mei-07
Jun-07
Jul-07
Agust-07
Sep-07
Okt-07
Nop-07
Des-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09

Avtur Actual

Selisih
antara avtur
atual dengan
avtur basis
(Rp. 2700)

FS Merpati
untuk
Penerbangan
1 s/d 2 Jam

5,921
6,118
6,435
6,471
6,546
6,381
5,980
5,883
6,176
5,679
5,734
5,983
6,313
6,299
6,384
6,678
6,777
7,063
7,428
8,763
8,846
8,742
8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520

3,221
3,418
3,735
3,771
3,846
3,681
3,280
3,183
3,476
2,979
3,034
3,283
3,613
3,599
3,684
3,978
4,077
4,363
4,728
6,063
6,146
6,042
6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820

20000
20000
20000
30000
30000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
60000
60000
80000
100000
150000
160000
160000
160000
190000
210000
230000
270000
270000
230000
230000
230000
230000
230000
230000
230000
230000
230000
230000
230000
230000
230000
230000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan
Avtur Basis

Prosentase
Pergerakan
FS Merpati 1
s/d 2 Jam

11.07
6.12
9.27
0.96
1.99
-4.29
-10.89
-2.96
9.21
-14.30
1.85
8.21
10.05
-0.39
2.36
7.98
2.49
7.01
8.37
28.24
1.37
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71

0.0
0.0
50.0
0.0
33.3
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
50.0
0.0
33.3
25.0
50.0
6.7
0.0
0.0
18.8
10.5
9.5
17.4
0.0
-14.8
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

105

SALINAN
Bulan

Nop-09
Des-09

Avtur Actual

Selisih
antara avtur
atual dengan
avtur basis
(Rp. 2700)

FS Merpati
untuk
Penerbangan
1 s/d 2 Jam

6,632
6,966

3,932
4,266

230000
230000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan
Avtur Basis
-3.05
-3.25

Prosentase
Pergerakan
FS Merpati 1
s/d 2 Jam

0.0
0.0

Grafik 54

60
50
40
30
20
10
0
-10
-20
-30

Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS
Merpati 2 Jam

ei
-0
Se 6
p0
Ja 6
n0
M 7
ei
-0
Se 7
p0
Ja 7
n0
M 8
ei
-0
Se 8
p08
Ja
n0
M 9
ei
-0
Se 9
p09

Prosentase

Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis


dengan Prosentase FS Merpati untuk 2 Jam Penerbangan

Bulan

(111) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Merpati Indonesia Airlines
(Persero) untuk penerbangan antara 2 s/d 3 jam: ------------------------------Tabel 44
Bulan

Mei-06
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06
Okt-06
Nop-06
Des-06

Avtur Actual

Selisih
antara avtur
atual dengan
avtur basis
(Rp. 2700)

FS Merpati
untuk
Penerbangan
3 Jam

5,921
6,118
6,435
6,471
6,546
6,381
5,980
5,883

3,221
3,418
3,735
3,771
3,846
3,681
3,280
3,183

20000
20000
20000
30000
30000
40000
40000
40000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan
Avtur Basis

Prosentase
Pergerakan
FS Merpati 3
Jam

11.07
6.12
9.27
0.96
1.99
-4.29
-10.89

0.0
0.0
50.0
0.0
33.3
0.0
0.0

106

SALINAN
Bulan

Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
Mei-07
Jun-07
Jul-07
Agust-07
Sep-07
Okt-07
Nop-07
Des-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09

Avtur Actual

Selisih
antara avtur
atual dengan
avtur basis
(Rp. 2700)

FS Merpati
untuk
Penerbangan
3 Jam

6,176
5,679
5,734
5,983
6,313
6,299
6,384
6,678
6,777
7,063
7,428
8,763
8,846
8,742
8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632

3,476
2,979
3,034
3,283
3,613
3,599
3,684
3,978
4,077
4,363
4,728
6,063
6,146
6,042
6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932

40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
50000
66000
88000
110000
165000
165000
200000
200000
200000
225000
275000
350000
375000
375000
310000
310000
310000
310000
280000
280000
280000
280000
280000
280000
280000
280000
310000
310000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan
Avtur Basis
-2.96
9.21
-14.30
1.85
8.21
10.05
-0.39
2.36
7.98
2.49
7.01
8.37
28.24
1.37
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71
-3.05

Prosentase
Pergerakan
FS Merpati 3
Jam

0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
25.0
32.0
33.3
25.0
50.0
0.0
21.2
0.0
0.0
12.5
22.2
27.3
7.1
0.0
-17.3
0.0
0.0
0.0
-9.7
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
10.7
0.0

---------------------------------------------------------------------------------------------Grafik 55

107

SALINAN
Grafik 55

60
50
40
30
20
10
0
-10
-20
-30

Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis

ei
-0
Se 6
p0
Ja 6
n0
M 7
ei
-0
Se 7
p0
Ja 7
n0
M 8
ei
-0
Se 8
p0
Ja 8
n0
M 9
ei
-0
Se 9
p09

Prosentase Pergerakan FS
Merpati 3 Jam

Prosentase

Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis


dengan Prosentase FS Merpati untuk 3 Jam Penerbangan

Bulan

(112) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel
surcharge PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), Tim Pemeriksa
menilai hal-hal sebagai berikut: --------------------------------------------------a. Seperti halnya maskapai lain, pergerakan FS Merpati Nusantara tidak
mengikuti pergerakan selisih avtur actual dan basis, sebagaimana
ditunjukkan melalui grafik dan tabel di atas. Mayoritas FS Merpati
tidak berubah (perubahan 0%) terlepas perubahan yang terjadi pada
avtur; ----------------------------------------------------------------------------b. Perubahan FS Merpati terbanyak terjadi pada penerbangan 1 jam. Pada
bulan Januari 2009, di saat selisih avtur turun sebesar 18,27% FS
Merpati mengalami penurunan yang serupa sebesar 17,9 %. Namun di
bulan selanjutnya, FS Merpati tidak lagi mengalami perubahan; -------c. Pada penerbangan 2 dan 3 jam, perubahan FS Merpati juga tidak
terjadi secara terus menerus. Tercatat hanya 5 perubahan yang terjadi
untuk penerbangan 2 jam dan 7 perubahan untuk penerbangan 3 jam
selama periode Maret 2008 sampai dengan November 2009. Besaran
perubahan yang terjadi pada penerbangan 2 dan 3 jam tersebut juga
tidak searah dan sebesar perubahan yang terjadi pada selisih avtur
actual dan basis; ----------------------------------------------------------------

108

SALINAN
PT Mandala Airlines
(113) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Mandala Airlines untuk
penerbangan antara 0 s/d 1 jam:--------------------------------------------------Tabel 45
Bulan

Mei-06
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06
Okt-06
Nop-06
Des-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
Mei-07
Jun-07
Jul-07
Agust-07
Sep-07
Okt-07
Nop-07
Des-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Mandala
untuk
Penerbangan
1 Jam

5,921

3,221

20000

6,118
6,435
6,471
6,546
6,381
5,980
5,883
6,176
5,679
5,734
5,983
6,313
6,299
6,384
6,678
6,777
7,063
7,428
8,763
8,846
8,742
8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578

3,418
3,735
3,771
3,846
3,681
3,280
3,183
3,476
2,979
3,034
3,283
3,613
3,599
3,684
3,978
4,077
4,363
4,728
6,063
6,146
6,042
6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878

20000
20000
30000
30000
30000
30000
30000
30000
30000
30000
40000
40000
40000
40000
40000
60000
80000
80000
80000
100000
130000
150000
160000
160000
185000
185000
185000
225000
225000
180000
180000
180000
180000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis

Prosentase
Pergerakan
FS Mandala 1
Jam

11.07
6.12
9.27
0.96
1.99
-4.29
-10.89
-2.96
9.21
-14.30
1.85
8.21
10.05
-0.39
2.36
7.98
2.49
7.01
8.37
28.24
1.37
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27

0.0
0.0
50.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
33.3
0.0
0.0
0.0
0.0
50.0
33.3
0.0
0.0
25.0
30.0
15.4
6.7
0.0
15.6
0.0
0.0
21.6
0.0
-20.0
0.0
0.0
0.0

109

SALINAN
Bulan

Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Mandala
untuk
Penerbangan
1 Jam

6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520

4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820

170000
170000
170000
170000
170000
170000
170000
180000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71

Prosentase
Pergerakan
FS Mandala 1
Jam

-5.6
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
5.9

Grafik 56
Perbandingan Prosentase Selisih Avtr Basis dan Aktual
dengan Prosentase FS Mandala untuk 1 Jam

Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis

Se 6
p06
Ja
n0
M 7
ei
-0
Se 7
p07
Ja
n0
M 8
ei
-0
Se 8
p08
Ja
n0
M 9
ei
-0
Se 9
p09

Prosentase Pergerakan FS
Mandala 1 Jam

ei
-0

Prosentase

60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
-10.00
-20.00
-30.00

Bulan

(114) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Mandala Airlines untuk
penerbangan antara 1 s/d 2 jam:---------------------------------------------------

Tabel 46
Bulan

Feb-08
Mar-08
Apr-08

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Mandala
untuk
Penerbangan
2 Jam

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis

8,742
8,732
9,093

6,042
6,032
6,393

175000
175000
200000

1.37
-1.69
-0.17

Prosentase
Pergerakan
FS Mandala 2
Jam

0.0
14.3

110

SALINAN
Bulan

Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Mandala
untuk
Penerbangan
2 Jam

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis

Prosentase
Pergerakan
FS Mandala 2
Jam

9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520

7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820

200000
200000
255000
255000
220000
220000
220000
220000
210000
210000
210000
210000
210000
210000
210000
225000
225000
225000

5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71

0.0
0.0
27.5
0.0
-13.7
0.0
0.0
0.0
-4.5
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
7.1
0.0
0.0

Grafik 57
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis
dengan Prosentase FS Mandala untuk 2 Jam Penerbangan
30.00

Pros entas e Pergerakan


Selis ih Avtur Actual dengan
Avtur Bas is

10.00
0.00
Fe
b08
A
pr
-0
8
Ju
n0
A
gu 8
st
-0
8
O
kt
-0
8
D
es
-0
8
Fe
b09
A
pr
-0
9
Ju
n0
A
gu 9
st
-0
9
O
kt
-0
9

Prosentase

20.00

-10.00

Pros entas e Pergerakan FS


Mandala 2 Jam

-20.00
-30.00
Bulan

(115) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan

111

SALINAN
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Mandala Airlines untuk
penerbangan antara 2 s/d 3 jam:--------------------------------------------------Tabel 47
Bulan

Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Mandala
untuk
Penerbangan
3 Jam

8,742
8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003

6,042
6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303

200000
200000
225000
225000
225000
255000
255000
255000
255000
255000
255000
245000
245000
245000
245000
245000
245000
245000
255000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
1.37
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32

Prosentase
Pergerakan
FS Mandala 3
Jam

0.0
12.5
0.0
0.0
13.3
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-3.9
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
4.1

Grafik 58
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis
dengan Prosentase FS Mandala untuk 3 Jam Penerbangan
20.00
15.00
Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis

5.00
0.00
-5.00

Fe
b08
Ap
r-0
8
Ju
n08
Au
g08
O
ct
-0
8
D
ec
-0
8
Fe
b09
Ap
r-0
9
Ju
n09
Au
g09

Prosentase

10.00

-10.00

Prosentase Pergerakan FS
Mandala 3 Jam

-15.00
-20.00
-25.00
Bulan

112

SALINAN
(116) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel
surcharge PT Mandala Airlines, Tim Pemeriksa menilai hal-hal sebagai
berikut: ------------------------------------------------------------------------------a. Secara keseluruhan, pergerrakan FS Mandala tidak selaras dengan
pergerakan selisih avtur actual dan basis, baik pada penerbangan 1, 2
dan 3 jam. Pada penerbangan 1 jam terlihat bahwa mayoritas FS
Mandala tidak mengalami perubahan (prosentase perubahan 0%),
meskipun avtur mengalami perubahan yang bervariasi. Pada periode
Agustus 2008 hingga Februari 2009, di saat terjadi penurunan avtur FS
Mandala yang cukup siginifikan terjadi pada bulan Nopember 2008
yaitu sebesar 20% hamper sama dengan penurunan avtur yang
mencapai 19,60%. Namun selanjutnya tidak lagi terjadi penurunan
meskipun selisih avtur terus turun hingga mencapai 18.27% pada
Januari 2009; -------------------------------------------------------------------b. Pola yang sama juga terjadi pada penerbangan 2 dan 3 jam, pola yang
serupa juga terjadi. Untuk penerbangan 2 jam, pada periode Agustus
2008 Februari 2009 tercatat hanya 1 kali Mandala mengalami
penurunan FS yaitu di bukan Januari 2009 dengan besaran 4,5% lebih
kecil dibandingkan penurunan selisih avtur yang mencapai 18.27%.
Sedangkan pada penerbangan 3 jam, FS Mandala hanya berubah di
Bulan Januari sebesar 3,9% dan bulan yang lain tetap;-------------------PT Riau Airlines
(117) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Riau Airlines untuk
penerbangan antara 0 s/d 1 jam:-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Tabel 48

113

SALINAN
Tabel 48
Bulan

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS RAL
untuk
Penerbangan
1 Jam

9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000

Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis

Prosentase
Pergerakan
FS RAL Air 1
Jam

-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71
-1.67
2.93
8.49

0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

Grafik 59
Perbandingan Prosentase Se lisih Avtur Aktual dan Basis
de ngan Prose ntase FS Riau Airlines 1 Jam

15.00
5.00

-15.00

O
kt
-0
9

-0
9

A
gu
st

Ju
n09

A
pr
-0
9

-10.00

Fe
b09

-5.00

D
es
-0
8

0.00
O
kt
-0
8

Prosentase

10.00

Pros entase Pergerakan


Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Bas is

-20.00
-25.00
Bulan

Pros entase Pergerakan


FS RAL Air 1 Jam

(118) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Riau Airlines untuk
penerbangan antara 1 s/d 2 jam:---------------------------------------------------

114

SALINAN
Tabel 49
Bulan

Avtur Actual

Selisih
antara avtur
atual dengan
avtur basis
(Rp. 2700)

FS RAL
untuk
Penerbangan
2 Jam

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual dengan
Avtur Basis

7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000

1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71
-3.05
-3.25

10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

Prosentase
Pergerakan FS
RAL 2 Jam

0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

Grafik 60
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis
dengan Prosentase FS RAL untuk 2 Jam Penerbangan
15.00
10.00

9
Ju
l-0
9
Se
p09
N
op
-0
9

M
ei
-0

M
ar
-

-5.00
-10.00

09

0.00

Se
p08
N
op
-0
8
Ja
n09

Prosentase

5.00

Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual
dengan Avtur Basis
Prosentase Pergerakan
FS RAL 2 Jam

-15.00
-20.00
-25.00
Bulan

(119) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Riau Airlines untuk
penerbangan antara 2 s/d 3 jam:---------------------------------------------------

115

SALINAN
Tabel 50

Bulan

Avtur
Actual

Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

Selisih
antara
avtur atual
dengan
avtur basis
(Rp. 2700)

FS RAL
untuk
Penerbangan
3 Jam

6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

120000
120000
120000
120000
284000
284000
160000
160000
160000
160000
160000
160000
160000
160000
160000
160000
160000
160000
160000
160000
160000
160000

Prosentase
Pergerakan
Selisih
Avtur
Actual
dengan
Avtur Basis

Prosentase
Pergerakan
FS RAL 3
Jam

1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71
-3.05
-3.25
1.45
2.25
3.05
3.85
4.65
5.45

0.0
0.0
0.0
136.7
0.0
-43.7
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

Grafik 61
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis
dengan FS RAL untuk 3 Jam Penerbangan
150.00

Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis

50.00

Prosentase Pergerakan FS
RAL 3 Jam

0.00

Ap
r- 0
8
Ju
nAg 0 8
us
t- 0
O 8
kt
-0
De 8
s0
Fe 8
b0
Ap 9
r- 0
Ju 9
n
Ag -0 9
us
t- 0
O 9
kt
-0
De 9
s09

Prosentase

100.00

-50.00

-100.00
Bulan

116

SALINAN
(120) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel
surcharge PT Riau Airlines, Tim Pemeriksa menilai hal-hal sebagai
berikut: ------------------------------------------------------------------------------a. Tabel dan grafik di atas menunjukkan perbandingan antara pergerakan
selisih avtur basis dan actual dengan pergerakan FS Riau Airlines.
Berdasarkan table dan grafik tersebut secara keseluruhan dapat
disimpulkan bahwa pergerakan FS RAL tidak selaras dengan
perubahan avtur; ---------------------------------------------------------------b. Hal tersebut ditunjukkan dengan tidak adanya perubahan FS RAL sama
sekali untuk penerbangan 1 dan 2 jam. Sedangkan untuk penerbangan 3
jam, perubahan yang terjadi tercatat pada bulan Juli 2008 dan
September 2008 dimana terjadi kenaikan dan penurunan yang cukup
drastis. Namun di bulan yang lain kembali tidak terdapat perubahan
sama sekali;---------------------------------------------------------------------PT Travel Express
(121) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Travel Express untuk
penerbangan antara 0 s/d 1 jam:--------------------------------------------------Tabel 51
Bulan

Mei-06
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06
Okt-06
Nop-06
Des-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Express
Air untuk
Penerbangan
1 Jam

5,921
6,118
6,435
6,471
6,546
6,381
5,980
5,883
6,176
5,679
5,734
5,983

3,221
3,418
3,735
3,771
3,846
3,681
3,280
3,183
3,476
2,979
3,034
3,283

20000
30000
30000
30000
30000
40000
40000
50000
50000
50000
50000
50000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
11.07
6.12
9.27
0.96
1.99
-4.29
-10.89
-2.96
9.21
-14.30
1.85

Prosentase
Pergerakan
FS Express
Air 1 Jam

50.0
0.0
0.0
0.0
33.3
0.0
25.0
0.0
0.0
0.0
0.0

117

SALINAN
Bulan

Mei-07
Jun-07
Jul-07
Agust-07
Sep-07
Okt-07
Nop-07
Des-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Express
Air untuk
Penerbangan
1 Jam

6,313
6,299
6,384
6,678
6,777
7,063
7,428
8,763
8,846
8,742
8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

3,613
3,599
3,684
3,978
4,077
4,363
4,728
6,063
6,146
6,042
6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

50000
50000
50000
70000
80000
80000
110000
165000
165000
200000
200000
200000
225000
270000
270000
270000
270000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
8.21
10.05
-0.39
2.36
7.98
2.49
7.01
8.37
28.24
1.37
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71
-3.05
-3.25

Prosentase
Pergerakan
FS Express
Air 1 Jam

0.0
0.0
0.0
40.0
14.3
0.0
37.5
50.0
0.0
21.2
0.0
0.0
12.5
20.0
0.0
0.0
0.0
-11.1
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

----------------------------------------------------------------------------------------------Grafik 62

118

SALINAN
Grafik 62
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis
dengan Prosentase FS Express Air untuk 1 Jam Penerbangan

Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS
Express Air 1 Jam

ei
-0
Se 6
p0
Ja 6
n0
M 7
ei
-0
Se 7
p0
Ja 7
n0
M 8
ei
-0
Se 8
p0
Ja 8
n0
M 9
ei
-0
Se 9
p09

Prosentase

60
50
40
30
20
10
0
-10
-20
-30

Bulan

(122) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Travel Express untuk
penerbangan antara 1 s/d 2 jam:--------------------------------------------------Tabel 52
Bulan

Mei-06
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06
Okt-06
Nop-06
Des-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
Mei-07
Jun-07
Jul-07
Agust-07
Sep-07

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Express
Air untuk
Penerbangan
2 Jam

5,921
6,118
6,435
6,471
6,546
6,381
5,980
5,883
6,176
5,679
5,734
5,983
6,313
6,299
6,384
6,678
6,777

3,221
3,418
3,735
3,771
3,846
3,681
3,280
3,183
3,476
2,979
3,034
3,283
3,613
3,599
3,684
3,978
4,077

20000
30000
30000
30000
30000
40000
40000
50000
50000
50000
50000
50000
50000
50000
50000
70000
80000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
11.07
6.12
9.27
0.96
1.99
-4.29
-10.89
-2.96
9.21
-14.30
1.85
8.21
10.05
-0.39
2.36
7.98

Prosentase
Pergerakan
FS Express
Air 2 Jam

50.0
0.0
0.0
0.0
33.3
0.0
25.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
40.0
14.3

119

SALINAN
Bulan

Okt-07
Nop-07
Des-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Express
Air untuk
Penerbangan
2 Jam

7,063
7,428
8,763
8,846
8,742
8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

4,363
4,728
6,063
6,146
6,042
6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

80000
110000
165000
165000
200000
200000
200000
225000
270000
270000
270000
270000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
2.49
7.01
8.37
28.24
1.37
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71
-3.05
-3.25

Prosentase
Pergerakan
FS Express
Air 2 Jam

0.0
37.5
50.0
0.0
21.2
0.0
0.0
12.5
20.0
0.0
0.0
0.0
-11.1
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

Grafik 63

60
50
40
30
20
10
0
-10
-20
-30

Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS
Express Air 2 Jam

M
ei
-0
Se 6
p0
Ja 6
n0
M 7
ei
-0
Se 7
p0
Ja 7
n0
M 8
ei
-0
Se 8
p08
Ja
n0
M 9
ei
-0
Se 9
p09

Prosentase

Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis


dengan Prosentase FS Express Air untuk 2 Jam Penerbangan

Bulan

120

SALINAN
(123) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Travel Express untuk
penerbangan antara 2 s/d 3 jam:--------------------------------------------------Tabel 53
Bulan

Mei-06
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06
Okt-06
Nop-06
Des-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
Mei-07
Jun-07
Jul-07
Agust-07
Sep-07
Okt-07
Nop-07
Des-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Express
Air untuk
Penerbangan
3Jam

5,921
6,118
6,435
6,471
6,546
6,381
5,980
5,883
6,176
5,679
5,734
5,983
6,313
6,299
6,384
6,678
6,777
7,063
7,428
8,763
8,846
8,742
8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534

3,221
3,418
3,735
3,771
3,846
3,681
3,280
3,183
3,476
2,979
3,034
3,283
3,613
3,599
3,684
3,978
4,077
4,363
4,728
6,063
6,146
6,042
6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834

20000
30000
30000
30000
30000
40000
40000
50000
50000
50000
50000
50000
50000
50000
50000
70000
80000
80000
110000
165000
165000
200000
200000
200000
225000
270000
270000
270000
270000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
11.07
6.12
9.27
0.96
1.99
-4.29
-10.89
-2.96
9.21
-14.30
1.85
8.21
10.05
-0.39
2.36
7.98
2.49
7.01
8.37
28.24
1.37
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00

Prosentase
Pergerakan
FS Express
Air 3 Jam

50.0
0.0
0.0
0.0
33.3
0.0
25.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
40.0
14.3
0.0
37.5
50.0
0.0
21.2
0.0
0.0
12.5
20.0
0.0
0.0
0.0
-11.1
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

121

SALINAN
Bulan

Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Express
Air untuk
Penerbangan
3Jam

6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

240000
240000
240000
240000
240000
240000
240000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71
-3.05
-3.25

Prosentase
Pergerakan
FS Express
Air 3 Jam

0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

Grafik 64

60
50
40
30
20
10
0
-10
-20
-30

Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis

ei
-0
Se 6
p0
Ja 6
n0
M 7
ei
-0
Se 7
p0
Ja 7
n0
M 8
ei
-0
Se 8
p0
Ja 8
n0
M 9
ei
-0
Se 9
p09

Prosentase Pergerakan FS
Express Air 3 Jam

Prosentase

Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis


dengan Prosentase FS Express Air untuk 3 Jam Penerbangan

Bulan

(124) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel
surcharge PT Express Air, Tim Pemeriksa menilai hal-hal sebagai berikut:
Berdasarkan table dan grafik di atas terlihat bahwa FS Express Air tidak
mengikuti perubahan selisih avtur actual dengan avtur basis, baik pada
penerbangan 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Mayoritas FS Express Air tidak
berubah yang ditunjukkan dengan perubahan 0% terlepas perubahan yang
terjadi pada selisih avtur. Untuk penerbangan 1, 2 dan 3 jam dari bulan
Maret sd Desember 2009, tercatat bahwa perubahan FS Express Air hanya
terjadi sebanyak 3 kali. FS Express Air cenderung merubah FS ketika avtur
naik tetapi ketika avtur turun FS tidak diturunkan; -----------------------------

122

SALINAN
PT Lion Mentari Airlines
(125) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Lion Mentari Airlines untuk
penerbangan antara 0 s/d 1 jam:--------------------------------------------------Tabel 54

Bulan

Nop-07
Des-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

Avtur
Actual

7,428
8,763
8,846
8,742
8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

Selisih
antara avtur
atual
dengan
avtur basis
(Rp. 2700)

FS Lion AIr
untuk
Penerbanga
n 1 Jam

4,728
6,063
6,146
6,042
6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

100000
80000
125000
160000
160000
190000
190000
190000
190000
190000
190000
180000
180000
180000
180000
170000
170000
170000
160000
160000
160000
160000
160000
160000
160000
160000

Prosentase
Pergerakan
Selisih
Avtur
Actual
dengan
Avtur Basis

Prosentase
Pergerakan
FS Lion Air
untuk
Penerbanga
n 1 Jam

28.24
1.37
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71
-1.67
2.93
8.49

-20.00
56.25
28.00
0.00
18.75
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
-5.26
0.00
0.00
0.00
-5.56
0.00
0.00
-5.88
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

123

SALINAN
Grafik 65
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Avtur Basis
dengan FS Lion Air untuk Penerbangan 1 Jam
70.00
60.00
50.00
Prosentase

40.00

Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis

30.00
20.00

Prosentase Pergerakan FS
Lion Air untuk Penerbangan
1 Jam

10.00
Nop-09

Sep-09

Jul-09

Mei-09

Mar-09

Jan-09

Nop-08

Sep-08

Jul-08

Mei-08

Mar-08

-20.00

Jan-08

-10.00

Nop-07

0.00

-30.00
Bulan

(126) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Lion Mentari Airlines untuk
penerbangan antara 1 s/d 2 jam:--------------------------------------------------Tabel 55
Bulan

Okt-07
Nop-07
Des-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Lion Air
untuk
Penerbangan
2 Jam

7,063
7,428
8,763
8,846
8,742
8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206

4,363
4,728
6,063
6,146
6,042
6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506

120000
120000
145000
175000
175000
230000
230000
230000
230000
230000
230000
220000
220000
220000
220000
210000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
2.49
7.01
8.37
28.24
1.37
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47

Prosentase
Pergerakan
FS Lion Air 2
Jam

0.0
20.8
20.7
0.0
31.4
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-4.3
0.0
0.0
0.0
-4.5

124

SALINAN
Bulan

Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Lion Air
untuk
Penerbangan
2 Jam

6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

210000
210000
210000
210000
210000
210000
210000
210000
210000
210000
210000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71
-3.05
-3.25

Prosentase
Pergerakan
FS Lion Air 2
Jam

0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

Grafik 66

Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan


Prosentase FS Lion Air untuk 2 Jam Penerbangan
40.00
Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis

20.00
10.00

-20.00

Prosentase Pergerakan FS
Lion Air 2 Jam

Ja

07

-10.00

n08
Ap
r- 0
8
Ju
l -0
8
O
k t08
Ja
n09
Ap
r- 0
9
Ju
l -0
9
O
k t09

0.00

k t-

P rosentase

30.00

-30.00
Bulan

(127) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Lion Mentari Airlines untuk
penerbangan antara 2 s/d 3 jam:----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Tabel 56

125

SALINAN
Tabel 56
Bulan

Okt-07
Nop-07
Des-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

Avtur Actual

Selisih
antara avtur
atual dengan
avtur basis
(Rp. 2700)

FS Lion Air
untuk
Penerbangan
3 Jam

7,063
7,428
8,763
8,846
8,742
8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

4,363
4,728
6,063
6,146
6,042
6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

150000
150000
165000
200000
200000
270000
270000
270000
270000
270000
270000
260000
260000
260000
260000
250000
250000
250000
250000
250000
250000
250000
250000
250000
250000
250000
250000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan
Avtur Basis
2.49
7.01
8.37
28.24
1.37
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71
-3.05
-3.25

Prosentase
Pergerakan
FS Lion Air
3 Jam

0.0
10.0
21.2
0.0
35.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-3.7
0.0
0.0
0.0
-3.8
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

Grafik 67
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis dengan
Prosentase FS Lion Air untuk 2 Jam Penerbangan
40.00
Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis

20.00
10.00
-10.00
-20.00

Ju
l-0
9
O
kt
-0
9

0.00
O
kt
-0
7
Ja
n08
Ap
r- 0
8
Ju
l-0
8
O
kt
-0
8
Ja
n09
Ap
r- 0
9

Prosentase

30.00

Prosentase Pergerakan FS
Lion Air 3 Jam

-30.00
Bulan

126

SALINAN
(128) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel
surcharge PT Lion Mentari Airlines, Tim Pemeriksa menilai hal-hal
sebagai berikut:---------------------------------------------------------------------a. Sebagaimana dengan maskapai lain, FS Lion Air berdasarkan table dan
grafik di atas tidak berubah mengikuti perubahan selisih avtur actual
dengan basis. Tercatat pada penerbangan 1 jam, 2 jam dan 3 jam untuk
periode Maret 2008 hingga Desember 2009 perubahan FS Lion Air
sebanyak 4 kali (penerbangan 1 jam) dan 5 kali (penerbangan 2 dan 3
jam). Sedangkan selisih avtur actual dan basis terjadi setiap bulan; ----b. Pada saat avtur mengalami penurunan pada Agustus 2008 sd Februari
2009, FS yang diterapkan Lion Air juga tidak berubah. Pada
penerbangan 1jam penurunan FS tercatat terjadi pada bulan Oktober
2008 dan Februari 2009 dengan prosentase sebesar 5,56%. Sedangkan
pada penerbangan 2 jam, penurunan FS terjadi pada bulan September
2008 dan Januari 2009 dengan penurunan sebesar 4,5%, dan pada
penerbangan 3 jam penurunan FS terjadi pada bulan September 2008
dan Januari 2009 dengan penurunan sebesar 3,7 dan 3,8%.
Keseluruhan penurunan tersebyt jauh lebih kecil dari penurunan avtur
yang mencapao kisaran 13,95% hingga 18,76%;--------------------------PT Wings Abadi Airlines
(129) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Wings Air untuk penerbangan
antara 0 s/d 1 jam:------------------------------------------------------------------Tabel 57
Bulan

Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Wings
untuk
Penerbangan
1 Jam

8,732
9,093
9,960
11,229
12,089

6,032
6,393
7,260
8,529
9,389

190000
190000
190000
190000
190000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48

Prosentase
Pergerakan
FS Wings 1
Jam

0.0
0.0
0.0
0.0

127

SALINAN
Bulan

Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Wings
untuk
Penerbangan
1 Jam

12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

190000
180000
180000
180000
180000
160000
160000
160000
160000
160000
160000
160000
160000
160000
160000
160000
160000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71
-3.05
-3.25

Prosentase
Pergerakan
FS Wings 1
Jam

0.0
-5.3
0.0
0.0
0.0
-11.1
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

Grafik 68
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Aktual dan Basis
dengan Prosentase FS Wings untuk 1 Jam
20.00
Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis

ar
-0
8
ei
-0
8
Ju
l-0
Se 8
p0
No 8
p0
Ja 8
n0
M 9
ar
-0
M 9
ei
-0
9
Ju
l-0
Se 9
p0
No 9
p09

0.00

-10.00
M

Prosentase

10.00

Prosentase Pergerakan FS
Wings 1 Jam

-20.00
-30.00
Bulan

(130) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Wings Air untuk penerbangan
antara 1 s/d 2 jam:-------------------------------------------------------------------

128

SALINAN
Tabel 58
Bulan

Avtur Actual

Selisih
antara avtur
atual dengan
avtur basis
(Rp. 2700)

FS Wings
untuk
Penerbangan
2 Jam

8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

230000
230000
230000
230000
230000
230000
220000
220000
220000
220000
210000
210000
210000
210000
210000
210000
210000
210000
210000
210000
210000
210000

Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan
Avtur Basis
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71
-3.05
-3.25

Prosentase
Pergerakan
FS Wings 2
Jam

0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-4.3
0.0
0.0
0.0
-4.5
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

Grafik 69
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis
dengan Prosentase FS Wings Air untuk 2 Jam Penerbangan
20.00

Nov-09

Sep-09

Jul-09

Mar-09

Jan-09

Nov-08

Sep-08

May-09

-20.00

Jul-08

-10.00

May-08

0.00
Mar-08

Prosentase

10.00

Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual
dengan Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS
Wings 2 Jam

-30.00
Bulan

129

SALINAN
(131) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Wings Air untuk penerbangan
antara 2 s/d 3 jam:------------------------------------------------------------------Tabel 59
Bulan

Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

Avtur Actual

Selisih
antara avtur
atual dengan
avtur basis
(Rp. 2700)

FS Wings
untuk
Penerbangan
3 Jam

8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

270000
270000
270000
270000
270000
270000
260000
260000
260000
260000
250000
250000
250000
250000
250000
250000
250000
250000
250000
250000
250000
250000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan
Avtur Basis
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71
-3.05
-3.25

Prosentase
Pergerakan
FS Wings 3
Jam

0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-3.7
0.0
0.0
0.0
-3.8
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

---------------------------------------------------------------------------------------------Grafik 70

130

SALINAN
Grafik 70

Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis


dengan Prosentase FS Wings untuk 3 Jam Penerbangan
20.00

Nov-09

Sep-09

Jul-09

Mar-09

Jan-09

Nov-08

Sep-08

May-09

-20.00

Jul-08

-10.00

May-08

0.00
Mar-08

Prosentase

10.00

Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual
dengan Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS
Wings 3 Jam

-30.00
Bulan

(132) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel
surcharge PT Wings Abadi Airlines, Tim Pemeriksa menilai hal-hal
sebagai berikut:---------------------------------------------------------------------FS Wings Air mengalami fenomena yang mirip dengan seluruh maskapai
yang telah dianalisa sebelumnya. Pergerakan FS Wings Air tidak
mengikuti pergerakan selisih avtur actual dengan basis yang ditunjukkan
dengan nyaris tidak adanya perubahan FS Wings Air sama sekali pada
periode Maret 2008 sampai dengan November 2009. Tercatat untuk
penerbangan 1, 2 dan 3 jam, FS Wings hanya berubah 2 kali dengan
besaran cukup jauh berbeda dengan besaran perubahan selisih avtur. Pada
bulan yang lain, FS Wings sama atau tidak berubah sama sekali; -----------PT Metro Batavia
(133) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Metro Batavia untuk
penerbangan antara 0 s/d 1 jam:-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Tabel 60

131

SALINAN
Tabel 60
Bulan

Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Batavia
untuk
Penerbangan
1 Jam

8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

190000
190000
190000
190000
190000
190000
180000
180000
180000
180000
180000
180000
180000
170000
170000
170000
170000
170000
170000
170000
170000
170000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis

Prosentase
Pergerakan
FS Batavia
untuk
Penerbangan
1 Jam

5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71
-1.67
2.93
8.49

0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
-5.26
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
-5.56
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

Grafik 71
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Aktual dan Basis
dengan Prosentase FS Batavia untuk 1 Jam Penerbangan
20.00
15.00
Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis

5.00
0.00
M
ar
-0
8
M
ei
-0
8
Ju
l-0
8
S
ep
-0
8
N
op
-0
8
Ja
n09
M
ar
-0
9
M
ei
-0
9
Ju
l-0
9
S
ep
-0
9
N
op
-0
9

Prosentase

10.00

-5.00
-10.00

Prosentase Pergerakan FS
Batavia untuk Penerbangan
1 Jam

-15.00
-20.00
-25.00
Bulan

(134) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan

132

SALINAN
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Metro Batavia untuk
penerbangan antara 1 s/d 2 jam:--------------------------------------------------Tabel 61
Bulan

Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

Avtur Actual

Selisih
antara avtur
atual dengan
avtur basis
(Rp. 2700)

FS Batavia
untuk
Penerbangan
2 Jam

8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

190000
190000
190000
190000
230000
230000
220000
220000
220000
220000
220000
220000
220000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan
Avtur Basis
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71
-3.05
-3.25

Prosentase
Pergerakan
FS Batavia 2
Jam

0.0
0.0
0.0
21.1
0.0
-4.3
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-9.1
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

Grafik 72
Pe rbandingan Prose ntase Se lisih Av tur Actual dan Basis
de ngan Prose ntase FS Batav ia untuk 2 Jam Pe ne rbangan
25.00
20.00
15.00
Pros entas e Pergerakan
Selis ih Avtur Actual
dengan Avtur Bas is

5.00
0.00
M
ar
-0
8
M
ei
-0
8
Ju
l-0
8
S
ep
-0
N 8
op
-0
8
Ja
n09
M
ar
-0
9
M
ei
-0
9
Ju
l-0
9
S
ep
-0
N 9
op
-0
9

Prosentase

10.00

-5.00

Pros entas e Pergerakan


FS Batavia 2 Jam

-10.00
-15.00
-20.00
-25.00

Bulan

133

SALINAN
(135) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Metro Batavia untuk
penerbangan antara 2 s/d 3 jam:--------------------------------------------------Tabel 62
Bulan

Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

Avtur Actual

Selisih
antara avtur
atual dengan
avtur basis
(Rp. 2700)

FS Batavia
untuk
Penerbangan
3 Jam

8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

270000
270000
270000
270000
270000
270000
260000
260000
260000
260000
260000
260000
260000
250000
250000
250000
250000
250000
250000
250000
250000
250000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan
Avtur Basis
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71
-3.05
-3.25

Prosentase
Pergerakan
FS Batavia 3
Jam

0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-3.7
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-3.8
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

-------------------------------------------------------------------------------------Grafik 73

134

SALINAN
Grafik 73
Pe rbandingan Prose ntase Se lisih Av tur Actual dan Basis
de ngan Prose ntase FS Batav ia untuk 3 Jam Pe ne rbangan
20.00
15.00

0.00

Pros entas e Pergerakan


Selis ih Avtur Actual
dengan Avtur Bas is

M
ar
-0
8
M
ei
-0
8
Ju
l-0
8
S
ep
-0
8
N
op
-0
8
Ja
n09
M
ar
-0
9
M
ei
-0
9
Ju
l-0
9
S
ep
-0
9
N
op
-0
9

Prosentase

10.00

Pros entas e Pergerakan


FS Batavia 3 Jam

5.00

-5.00
-10.00
-15.00
-20.00
-25.00

Bulan

(136) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel
surcharge PT Metro Batavia, Tim Pemeriksa menilai hal-hal sebagai
berikut: ------------------------------------------------------------------------------a.

FS yang diterapkan oleh Batavia Air baik untuk penerbangan 1 jam,


2 jam dan 3 jam tidak mengikuti perubahan selisih avtur actual
dengan basis. Hal tersebut ditunjukkan dengan mayoritas pergerakan
FS Batavia Air sebesar 0% (tidak berubah) berapaun perubahan yang
terjadi pada avtur. Pada setiap golongan lama penerbangan : 1, 2 dan
3 jam, tercatat bahwa FS Batavia Air hanya berubah 2 kali terlepas
dari perubahan yang terjadi pada avtur; -----------------------------------

b.

Pada bulan Agustus 2008 hingga Februari 2009 saat avtur mulai
turun FS Batavia Air hanya turun sebanyak 1 kali pada bulan
September 2008, dengan prosentase yang jauh lebih rendah
dibanding prosentase penurunan selisih avtur actual terhadap basis;

PT Kartika Airlines
(137) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Kartika Airlines untuk
penerbangan antara 0 s/d 1 jam:---------------------------------------------------

135

SALINAN
Tabel 63
Bulan

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp. 2700)

Mei-06
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06
Okt-06
Nop-06
Des-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
Mei-07
Jun-07
Jul-07
Agust-07
Sep-07
Okt-07
Nop-07
Des-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

5,921
6,118
6,435
6,471
6,546
6,381
5,980
5,883
6,176
5,679
5,734
5,983
6,313
6,299
6,384
6,678
6,777
7,063
7,428
8,763
8,846
8,742
8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

3,221
3,418
3,735
3,771
3,846
3,681
3,280
3,183
3,476
2,979
3,034
3,283
3,613
3,599
3,684
3,978
4,077
4,363
4,728
6,063
6,146
6,042
6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

FS Kartika
untuk
Penerbangan 1
Jam
20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
80000
80000
80000
150000
170000
170000
170000
170000
190000
230000
270000
270000
270000
270000
235000
220000
180000
180000
180000
180000
180000
180000
180000
180000
180000
180000
180000
180000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual dengan
Avtur Basis

Prosentase
Pergerakan
FS Kartika 1
Jam

11.07
6.12
9.27
0.96
1.99
-4.29
-10.89
-2.96
9.21
-14.30
1.85
8.21
10.05
-0.39
2.36
7.98
2.49
7.01
8.37
28.24
1.37
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71
-3.05
-3.25

0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
100.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
100.0
0.0
0.0
87.5
13.3
0.0
0.0
0.0
11.8
21.1
17.4
0.0
0.0
0.0
-13.0
-6.4
-18.2
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

136

SALINAN
Grafik 74

120
100
80
60
40
20
0
-20
-40

Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS
Kartika 1 Jam

ei
-0
Se 6
p0
Ja 6
n0
M 7
ei
-0
Se 7
p0
Ja 7
n0
M 8
ei
-0
Se 8
p0
Ja 8
n0
M 9
ei
-0
Se 9
p09

Prosentase

Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Aktual dan Basis


dengan Prosentase FS Kartika untuk 1 Jam

Bulan

(138) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Kartika Airlines untuk
penerbangan antara 1 s/d 2 jam:--------------------------------------------------Tabel 64
Bulan

Mei-06
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06
Okt-06
Nop-06
Des-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
Mei-07
Jun-07
Jul-07
Agust-07
Sep-07
Okt-07
Nop-07

Avtur Actual

Selisih
antara avtur
atual dengan
avtur basis
(Rp. 2700)

FS Kartika
untuk
Penerbangan
2 Jam

5,921
6,118
6,435
6,471
6,546
6,381
5,980
5,883
6,176
5,679
5,734
5,983
6,313
6,299
6,384
6,678
6,777
7,063
7,428

3,221
3,418
3,735
3,771
3,846
3,681
3,280
3,183
3,476
2,979
3,034
3,283
3,613
3,599
3,684
3,978
4,077
4,363
4,728

20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
80000
80000
125000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan
Avtur Basis

Prosentase
Pergerakan
FS Kartika 2
Jam

11.07
6.12
9.27
0.96
1.99
-4.29
-10.89
-2.96
9.21
-14.30
1.85
8.21
10.05
-0.39
2.36
7.98
2.49
7.01

0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
100.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
100.0
0.0
56.3

137

SALINAN
Bulan

Des-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

Avtur Actual

Selisih
antara avtur
atual dengan
avtur basis
(Rp. 2700)

FS Kartika
untuk
Penerbangan
2 Jam

8,763
8,846
8,742
8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

6,063
6,146
6,042
6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

125000
200000
200000
200000
200000
220000
250000
290000
290000
290000
290000
275000
255555
220000
220000
220000
220000
220000
220000
220000
220000
220000
220000
175000
175000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan
Avtur Basis
8.37
28.24
1.37
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71
-3.05
-3.25

Prosentase
Pergerakan
FS Kartika 2
Jam

0.0
60.0
0.0
0.0
0.0
10.0
13.6
16.0
0.0
0.0
0.0
-5.2
-7.1
-13.9
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
-20.5
0.0

---------------------------------------------------------------------------------------Grafik 75

138

SALINAN
Grafik 75

120
100
80
60
40
20
0
-20
-40

Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS
Kartika 2 Jam

ei
-0
Se 6
p0
Ja 6
n0
M 7
ei
-0
Se 7
p0
Ja 7
n0
M 8
ei
-0
Se 8
p0
Ja 8
n0
M 9
ei
-0
Se 9
p09

Prosentase

Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis


dengan Prosentase FS Kartika untuk 2 Jam Penerbangan

Bulan

(139) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Kartika Airlines untuk
penerbangan antara 2 s/d 3 jam:--------------------------------------------------Tabel 65
Bulan

Mei-06
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06
Okt-06
Nop-06
Des-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
Mei-07
Jun-07
Jul-07
Agust-07
Sep-07
Okt-07

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Kartika
untuk
Penerbangan
3 Jam

5,921
6,118
6,435
6,471
6,546
6,381
5,980
5,883
6,176
5,679
5,734
5,983
6,313
6,299
6,384
6,678
6,777
7,063

3,221
3,418
3,735
3,771
3,846
3,681
3,280
3,183
3,476
2,979
3,034
3,283
3,613
3,599
3,684
3,978
4,077
4,363

20000
20000
20000
20000
20000
20000
20000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
80000
80000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis

Prosentase
Pergerakan
FS Kartika 3
Jam

11.07
6.12
9.27
0.96
1.99
-4.29
-10.89
-2.96
9.21
-14.30
1.85
8.21
10.05
-0.39
2.36
7.98
2.49

0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
100.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
100.0
0.0

139

SALINAN
Bulan

Nop-07
Des-07
Jan-08
Feb-08
Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Kartika
untuk
Penerbangan
3 Jam

7,428
8,763
8,846
8,742
8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520

4,728
6,063
6,146
6,042
6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820

160000
160000
220000
220000
220000
220000
240000
270000
310000
310000
310000
310000
300000
275000
250000
250000
250000
250000
250000
250000
250000
250000
250000
250000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
7.01
8.37
28.24
1.37
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71

Prosentase
Pergerakan
FS Kartika 3
Jam

100.0
0.0
37.5
0.0
0.0
0.0
9.1
12.5
14.8
0.0
0.0
0.0
-3.2
-8.3
-9.1
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

Grafik 76

120
100
80
60
40
20
0
-20
-40

Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis

ei
-0
Se 6
p0
Ja 6
n0
M 7
ei
-0
Se 7
p0
Ja 7
n0
M 8
ei
-0
Se 8
p0
Ja 8
n0
M 9
ei
-0
Se 9
p09

Prosentase Pergerakan FS
Kartika 3 Jam

Prosentase

Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis


dengan Prosentase FS Kartika untuk 3 Jam Penerbangan

Bulan

140

SALINAN
(140) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel
surcharge PT Kartika Airlines, Tim Pemeriksa menilai hal-hal sebagai
berikut: ------------------------------------------------------------------------------Berdasarkan table dan grafik di atas terlihat bahwa FS Kartika tidak
mengikuti perubahan selisih avtur actual dengan avtur basis, baik pada
penerbangan 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Mayoritas FS Kartika tidak berubah
yang ditunjukkan dengan perubahan 0% terlepas perubahan yang terjadi
pada selisih avtur. Untuk penerbangan 1, 2 dan 3 jam dari bulan Maret sd
Desember 2009, tercatat bahwa perubahan FS Kartika hanya terjadi
sebanyak 3 kali. FS Kartika cenderung merubah FS ketika avtur naik tetapi
ketika avtur turun FS tidak diturunkan; -----------------------------------------PT Trigana Air Service
(141) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Trigana Air Service untuk
penerbangan antara 0 s/d 1 jam:--------------------------------------------------Tabel 66
Bulan

Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Trigana
untuk
Penerbangan
1 Jam

8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592

6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892

100000
100000
100000
100000
100000
100000
100000
100000
100000
100000
150000
150000
150000
150000
150000
150000
160000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69

Prosentase
Pergerakan
FS Trigana 1
Jam

0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
50.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
6.7

141

SALINAN
Bulan

Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Trigana
untuk
Penerbangan
1 Jam

7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

160000
160000
160000
160000
160000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
4.32
10.56
-9.71
-3.05
-3.25

Prosentase
Pergerakan
FS Trigana 1
Jam

0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

Grafik 77

60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
-10.00
-20.00
-30.00

Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis
Prosentase Pergerakan FS
Trigana 1 Jam

ar
-0
8
ei
-0
8
Ju
l-0
Se 8
p0
No 8
p0
Ja 8
n0
M 9
ar
-0
M 9
ei
-0
9
Ju
l-0
Se 9
p0
No 9
p09

Prosentase

Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Aktual dan Basis


dengan Prosentase FS Trigana untuk 1 Jam

Bulan

(142) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Trigana Air Service untuk
penerbangan antara 1 s/d 2 jam:--------------------------------------------------Tabel 67
Bulan

Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08

Avtur Actual

Selisih
antara avtur
atual dengan
avtur basis
(Rp. 2700)

FS Trigana
untuk
Penerbangan
2 Jam

8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251

6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551

200000
200000
200000
200000
200000
200000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan
Avtur Basis
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08

Prosentase
Pergerakan
FS Trigana 2
Jam

0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

142

SALINAN
Bulan

Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

Avtur Actual

Selisih
antara avtur
atual dengan
avtur basis
(Rp. 2700)

FS Trigana
untuk
Penerbangan
2 Jam

10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

200000
200000
200000
200000
300000
300000
300000
360000
360000
360000
360000
360000
360000
360000
360000
360000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan
Avtur Basis
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71
-3.05
-3.25

Prosentase
Pergerakan
FS Trigana 2
Jam

0.0
0.0
0.0
0.0
50.0
0.0
0.0
20.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

Grafik 78
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis
dengan Prosentase FS Trigana untuk 2 Jam Penerbangan
60.00
50.00
Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis

30.00
20.00

Prosentase Pergerakan FS
Trigana 2 Jam

10.00
0.00
-20.00

ar
-0
8
ay
-0
8
Ju
l-0
Se 8
p0
No 8
v0
Ja 8
n0
M 9
ar
-0
M 9
ay
-0
9
Ju
l-0
Se 9
p0
No 9
v09

-10.00
M

Prosentase

40.00

-30.00
Bulan

(143) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Trigana Air Service untuk
penerbangan antara 2 s/d 3 jam:---------------------------------------------------

143

SALINAN
Tabel 68
Bulan

Mar-08
Apr-08
Mei-08
Jun-08
Jul-08
Agust-08
Sep-08
Okt-08
Nop-08
Des-08
Jan-09
Feb-09
Mar-09
Apr-09
Mei-09
Jun-09
Jul-09
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09

Avtur Actual

Selisih
antara avtur
atual dengan
avtur basis
(Rp. 2700)

FS Trigana
untuk
Penerbangan
3 Jam

8,732
9,093
9,960
11,229
12,089
12,251
10,459
9,803
8,411
8,213
7,206
6,578
6,702
6,742
6,534
6,431
6,592
7,003
6,585
6,520
6,632
6,966

6,032
6,393
7,260
8,529
9,389
9,551
7,759
7,103
5,711
5,513
4,506
3,878
4,002
4,042
3,834
3,731
3,892
4,303
3,885
3,820
3,932
4,266

200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000
200000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan
Avtur Basis
-1.69
-0.17
5.98
13.56
17.48
10.08
1.73
-18.76
-8.45
-19.60
-3.47
-18.27
-13.94
3.20
1.00
-5.15
-2.69
4.32
10.56
-9.71
-3.05
-3.25

Prosentase
Pergerakan
FS Trigana 3
Jam

0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

Grafik 79
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis
dengan Prosentase FS Trigana untuk 3 Jam Penerbangan
20.00
15.00
Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis

5.00
0.00

ar
-0
8
ay
-0
8
Ju
l-0
Se 8
p0
No 8
v0
Ja 8
n0
M 9
ar
-0
M 9
ay
-0
9
Ju
l-0
Se 9
p0
No 9
v09

-5.00
-10.00
M

Prosentase

10.00

Prosentase Pergerakan FS
Trigana 3 Jam

-15.00
-20.00
-25.00
Bulan

144

SALINAN
(144) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel
surcharge PT Trigana Air Service, Tim Pemeriksa menilai hal-hal sebagai
berikut: ------------------------------------------------------------------------------Berdasarkan grafik dan table di atas, terlihat bahwa FS Tigana untuk
penerbangan 1 jam, 2 jam dan 3 jam tidak selaras dengan perubahan selisih
avtur actual dan basis. Hampir seluruh FS Trigana tidak berubah untuk
ketiga jenis penerbangan tersebut. Tercatat bahwa perubahan FS untuk
penerbangan 1 jam terjadi hanya pada bulan Januari 2009 yang meningkat
50% sedangkan selisih avtur justru turn 18,27%. Pada penerbangan 2 jam
peningkatan 50% kembali terjadi di saat terjadi penurunan avtur 18.,27%
di bulan Januari ditambah dengan peningkatan pada bulan April 2009
sebesar 20% meskipun selisih avtur actual dan basis hanya meningkat
sebesar 20%. Adapun pada penerbangan 3 jam, sama sekali tidak terjadi
perubahan FS sepanjang periode Maret 2008 sampai dengan Desember
2009, terlepas dari berapun perubahan avtur yang terjadi; -------------------PT Indonesia Air Asia
(145) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Indonesia Air Asia untuk
penerbangan antara 0 s/d 1 jam:--------------------------------------------------Tabel 69
Bulan

Mei-06
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06
Okt-06
Nop-06
Des-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Air Asia
untuk
Penerbangan
1 Jam

5,921
6,118
6,435
6,471
6,546
6,381
5,980
5,883
6,176
5,679
5,734

3,221
3,418
3,735
3,771
3,846
3,681
3,280
3,183
3,476
2,979
3,034

20000
20000
20000
30000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis

Prosentase
Pergerakan
FS Air Asia 1
Jam

11.07
6.12
9.27
0.96
1.99
-4.29
-10.89
-2.96
9.21
-14.30

0.0
0.0
50.0
33.3
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

145

SALINAN
Apr-07
Mei-07
Jun-07
Jul-07
Agust-07
Sep-07
Okt-07

5,983
6,313
6,299
6,384
6,678
6,777
7,063

3,283
3,613
3,599
3,684
3,978
4,077
4,363

40000
65000
80000
100000
110000
140000
160000

1.85
8.21
10.05
-0.39
2.36
7.98
2.49

0.0
62.5
23.1
25.0
10.0
27.3
14.3

Grafik 80
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Aktual dan Basis
dengan Prosentase FS Air Asia untuk 1 Jam
80
Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis

Prosentase

60
40

Prosentase Pergerakan FS
Air Asia 1 Jam

20

Ju
l-0
7
S
ep
-0
7

-20

Ju
l-0
6
S
ep
-0
6
N
op
-0
6
Ja
n07
M
ar
-0
7
M
ei
-0
7

M
ei
-0
6

Bulan

(146) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Indonesia Air Asia untuk
penerbangan antara 1 s/d 2 jam:--------------------------------------------------Tabel 70
Bulan

Mei-06
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06
Okt-06
Nop-06
Des-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Air Asia
untuk
Penerbangan
2 Jam

5,921
6,118
6,435
6,471
6,546
6,381
5,980
5,883
6,176
5,679
5,734

3,221
3,418
3,735
3,771
3,846
3,681
3,280
3,183
3,476
2,979
3,034

20000
20000
20000
30000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis

Prosentase
Pergerakan
FS Air Asia 2
Jam

11.07
6.12
9.27
0.96
1.99
-4.29
-10.89
-2.96
9.21
-14.30

0.0
0.0
50.0
33.3
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

146

SALINAN
Bulan

Apr-07
Mei-07
Jun-07
Jul-07
Agust-07
Sep-07
Okt-07

Avtur Actual

Selisih antara
avtur atual
dengan avtur
basis (Rp.
2700)

FS Air Asia
untuk
Penerbangan
2 Jam

5,983
6,313
6,299
6,384
6,678
6,777
7,063

3,283
3,613
3,599
3,684
3,978
4,077
4,363

40000
65000
80000
100000
90000
140000
160000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan Avtur
Basis
1.85
8.21
10.05
-0.39
2.36
7.98
2.49

Prosentase
Pergerakan
FS Air Asia 2
Jam

0.0
62.5
23.1
25.0
-10.0
55.6
14.3

Grafik 81
Pe rbandingan Prose ntase Selisih Av tur Actual dan Basis
de ngan Prose ntase FS Air Asia untuk 2 Jam Pe nerbangan
70
60
Prosentase

50

Prosentase Pergerakan
Selis ih Avtur Actual dengan
Avtur Basis

40
30
20

Prosentase Pergerakan
FS Air Asia 2 Jam

10

Ju
l-0
7
S
ep
-0
7

M
ei
-0
6
-20

Ju
l-0
6
S
ep
-0
6
N
op
-0
6
Ja
n07
M
ar
-0
7
M
ei
-0
7

0
-10

Bulan

(147) Berikut tabel dan grafik yang menunjukkan persentase pergerakan selisih
harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase pergerakan
fuel surcharge yang diberlakukan oleh PT Indonesia Air Asia untuk
penerbangan antara 2 s/d 3 jam:--------------------------------------------------Tabel 71
Bulan

Mei-06
Jun-06
Jul-06
Agust-06
Sep-06

Avtur Actual

Selisih
antara avtur
atual dengan
avtur basis
(Rp. 2700)

FS Air Asia
untuk
Penerbangan
3 Jam

5,921
6,118
6,435
6,471
6,546

3,221
3,418
3,735
3,771
3,846

20000
20000
20000
30000
40000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan
Avtur Basis
11.07
6.12
9.27
0.96

Prosentase
Pergerakan
FS Air Asia
3 Jam

0.0
0.0
50.0
33.3

147

SALINAN
Bulan

Okt-06
Nop-06
Des-06
Jan-07
Feb-07
Mar-07
Apr-07
Mei-07
Jun-07
Jul-07
Agust-07
Sep-07
Okt-07

Avtur Actual

Selisih
antara avtur
atual dengan
avtur basis
(Rp. 2700)

FS Air Asia
untuk
Penerbangan
3 Jam

6,381
5,980
5,883
6,176
5,679
5,734
5,983
6,313
6,299
6,384
6,678
6,777
7,063

3,681
3,280
3,183
3,476
2,979
3,034
3,283
3,613
3,599
3,684
3,978
4,077
4,363

40000
40000
40000
40000
40000
40000
40000
65000
80000
100000
90000
140000
160000

Prosentase
Pergerakan
Selisih Avtur
Actual
dengan
Avtur Basis
1.99
-4.29
-10.89
-2.96
9.21
-14.30
1.85
8.21
10.05
-0.39
2.36
7.98
2.49

Prosentase
Pergerakan
FS Air Asia
3 Jam

0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
62.5
23.1
25.0
-10.0
55.6
14.3

Grafik 82
Perbandingan Prosentase Selisih Avtur Actual dan Basis
dengan Prosentase FS Air Asia untuk 3 Jam Penerbangan

Prosentase Pergerakan
Selisih Avtur Actual dengan
Avtur Basis

60
40

Prosentase Pergerakan FS
Air Asia 3 Jam

20
0
-20

M
ay
-0
6
Ju
l-0
6
Se
p06
N
ov
-0
6
Ja
n07
M
ar
-0
7
M
ay
-0
7
Ju
l-0
7
Se
p07

Prosentase

80

Bulan

(148) Bahwa terhadap pergerakan selisih harga avtur dan pergerakan fuel
surcharge PT Indonesia Air Asia, Tim Pemeriksa menilai hal-hal sebagai
berikut: ------------------------------------------------------------------------------Air Asia menetapkan FS hanya pada Mei 2006 sd Oktober 2007. Pada saat
itu, masih terdapat kartel yang disepakati anggota INACA dan Dephub
belum menetapkan acuan FS. Dengan demikian, maka sudah dapat
dipastikan bahwa FS yang ditetapkan Air Asia saat itu belum
menggunakan formula khusus dan tidak mengacu kepada pergerakan avtur

148

SALINAN
sebagaimana semestinya. Dan hal tersebut tercermin dalam tabel dan
grafik di atas yang menunjukkan ketidakselarasan pergerakan FS Air Asia
dengan pergerakan selisih avtur actual dengan avtur basis; ------------------(149) Bahwa untuk memperkuat analisis terhadap masing-masing Terlapor di
atas, Tim Pemeriksa juga melakukan analisis perbandingan pergerakan fuel
surcharge antara formula perhitungan Departemen Perhubungan dan fuel
surcharge yang diterapkan secara aktual oleh masing-masing Terlapor
untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam; --------(150) Bahwa berikut perbandingan pergerakan fuel surcharge antara formula
perhitungan Departemen Perhubungan dan fuel surcharge yang diterapkan
secara aktual oleh masing-masing Terlapor untuk penerbangan antara 0 s/d
1 jam: --------------------------------------------------------------------------------Tabel 72
Bulan/Tahun

Sriwijaya

Garuda

Mandala

Ekspress

RAL

Lion

Batavia

Kartika

Merpati

Wings

Trigana

Air Asia

-81000

-81000

-81000

n/a

-81000

Air
May-06

-81000

-81000

-81000

-81000

n/a

-81000

-81000

Jun-06

-81000

-81000

-81000

-71000

n/a

-81000

-81000

-81000

-81000

-81000

n/a

-81000

Jul-06

-81000

-81000

-81000

-71000

n/a

-81000

-81000

-81000

-81000

-81000

n/a

-81000

Aug-06

-71000

-71000

-71000

-71000

n/a

-71000

-81000

-81000

-71000

-71000

n/a

-71000

Sep-06

-71000

-71000

-71000

-71000

n/a

-71000

-81000

-81000

-71000

-71000

n/a

-61000

Oct-06

-61000

-61000

-71000

-61000

n/a

-61000

-71000

-81000

-61000

-61000

n/a

-61000

Nov-06

-61000

-61000

-71000

-61000

n/a

-61000

-71000

-81000

-61000

-61000

n/a

-61000

Dec-06

-61000

-61000

-71000

-51000

n/a

-61000

-71000

-61000

-61000

-61000

n/a

-61000

Jan-07

-79000

-79000

-89000

-69000

n/a

-79000

-89000

-79000

-79000

-79000

n/a

-79000

Feb-07

-79000

-79000

-89000

-69000

n/a

-79000

-89000

-79000

-79000

-79000

n/a

-79000

Mar-07

-79000

-79000

-89000

-69000

n/a

-79000

-89000

-79000

-79000

-79000

n/a

-79000

Apr-07

-79000

-79000

-79000

-69000

n/a

-79000

-89000

-79000

-79000

-79000

n/a

-79000

May-07

-79000

-79000

-79000

-69000

n/a

-79000

-89000

-79000

-79000

-79000

n/a

-54000

Jun-07

-79000

-79000

-79000

-69000

n/a

-79000

-89000

-79000

-79000

-79000

n/a

-39000

Jul-07

-79000

-79000

-79000

-69000

n/a

-79000

-89000

-79000

-79000

-79000

n/a

-19000

Aug-07

-59000

-69000

-79000

-49000

n/a

-59000

-89000

-79000

-69000

-59000

n/a

-9000

Sep-07

-59000

-59000

-59000

-39000

n/a

-59000

-89000

-39000

-53000

-59000

n/a

21000

Oct-07

-39000

-39000

-39000

-39000

n/a

-19000

-89000

-39000

-31000

-19000

n/a

41000

Nov-07

-19000

-39000

-39000

-9000

n/a

-39000

-19000

-39000

-9000

-39000

n/a

n/a

Dec-07

31000

21000

-39000

46000

n/a

6000

21000

31000

-9000

6000

n/a

n/a

Jan-08

31000

41000

-19000

46000

n/a

41000

41000

51000

-9000

41000

n/a

n/a

Feb-08

31000

41000

11000

81000

n/a

41000

41000

51000

31000

41000

n/a

n/a

Mar-08

21000

56000

31000

81000

n/a

71000

71000

51000

31000

71000

-19000

n/a

Apr-08

51000

71000

41000

81000

n/a

71000

71000

51000

31000

71000

-19000

n/a

May-08

71000

101000

41000

106000

n/a

71000

71000

71000

31000

71000

-19000

n/a

149

SALINAN
Bulan/Tahun

Sriwijaya

Garuda

Mandala

Ekspress

RAL

Lion

Batavia

Kartika

Merpati

Wings

Trigana

Air Asia

Air
Jun-08

71000

151000

66000

151000

n/a

71000

71000

111000

56000

71000

-19000

n/a

Jul-08

111000

151000

66000

151000

n/a

71000

71000

151000

106000

71000

-19000

n/a

Aug-08

111000

101000

66000

151000

n/a

71000

71000

151000

131000

71000

-19000

n/a

Sep-08

-38000

-8000

-3000

42000

12000

-48000

-48000

42000

47000

-48000

-128000

n/a

Oct-08

-38000

-8000

-3000

12000

12000

-48000

-48000

42000

47000

-48000

-128000

n/a

Nov-08

-38000

-8000

-48000

12000

12000

-48000

-48000

7000

32000

-48000

-128000

n/a

Dec-08

22000

52000

12000

72000

72000

12000

12000

52000

92000

12000

-68000

n/a

Jan-09

33000

63000

43000

103000

103000

33000

43000

43000

123000

23000

13000

n/a

Feb-09

47000

57000

57000

117000

117000

47000

57000

57000

137000

37000

27000

n/a

Mar-09

53000

63000

53000

123000

123000

53000

63000

63000

113000

43000

33000

n/a

Apr-09

38000

48000

38000

108000

108000

28000

38000

48000

98000

28000

18000

n/a

May-09

48000

58000

48000

118000

118000

38000

48000

58000

108000

38000

28000

n/a

Jun-09

50100

80100

50100

120100

120100

40100

50100

60100

110100

40100

30100

n/a

Jul-09

52200

82200

52200

122200

122200

42200

52200

62200

112200

42200

42200

n/a

Aug-09

54300

84300

54300

124300

124300

44300

54300

64300

114300

44300

44300

n/a

Sep-09

56400

86400

56400

126400

126400

46400

56400

66400

116400

46400

46400

n/a

Grafik 83

Perbandingan FS Maskapai 1 Jam dengan FS Acuan Departemen


Perhubungan
Sriwijaya

300000
Garuda

250000

Mandala
Ekspress Air
RAL

150000

Lion
Batavia

100000

Kartika

50000
Merpati

Bulan

N o v-0 9

Au g -0 9

M a y-0 9

F e b -0 9

N o v-0 8

Au g -0 8

M a y-0 8

F e b -0 8

N o v-0 7

Au g -0 7

M a y-0 7

F e b -0 7

N o v-0 6

Au g -0 6

Wings

M a y-0 6

R u p ia h

200000

Trigana
Air Asia
FS Acuan

150

SALINAN
(151) Bahwa berikut perbandingan pergerakan fuel surcharge antara formula
perhitungan Departemen Perhubungan dan fuel surcharge yang diterapkan
secara aktual oleh masing-masing Terlapor untuk penerbangan antara 1 s/d
2 jam: --------------------------------------------------------------------------------Tabel 73
Bulan/Tahun

Sriwijaya

Garuda

Mandala

Ekspress Air

Lion

Batavia

Kartika

Merpati

Wings

Trigana

Air Asia

RAL

May-06

-112000

-112000

-112000

-112000

-112000

-112000

-112000

-112000

-112000

n/a

-112000

n/a

Jun-06

-112000

-112000

-112000

-102000

-112000

-112000

-112000

-112000

-112000

n/a

-112000

n/a

Jul-06

-112000

-112000

-112000

-102000

-112000

-112000

-112000

-112000

-112000

n/a

-112000

n/a

Aug-06

-102000

-102000

-102000

-102000

-102000

-112000

-112000

-102000

-102000

n/a

-102000

n/a

Sep-06

-102000

-102000

-102000

-102000

-102000

-112000

-112000

-102000

-102000

n/a

-92000

n/a

Oct-06

-92000

-92000

-92000

-92000

-92000

-102000

-112000

-92000

-92000

n/a

-92000

n/a

Nov-06

-92000

-92000

-92000

-92000

-92000

-102000

-112000

-92000

-92000

n/a

-92000

n/a

Dec-06

-92000

-92000

-92000

-82000

-92000

-102000

-92000

-92000

-92000

n/a

-92000

n/a

Jan-07

-115000

-115000

-115000

-105000

-115000

-125000

-115000

-115000

-115000

n/a

-115000

n/a

Feb-07

-115000

-115000

-115000

-105000

-115000

-125000

-115000

-115000

-115000

n/a

-115000

n/a

Mar-07

-115000

-115000

-115000

-105000

-115000

-125000

-115000

-115000

-115000

n/a

-115000

n/a

Apr-07

-115000

-115000

-115000

-105000

-115000

-125000

-115000

-115000

-115000

n/a

-115000

n/a

May-07

-115000

-115000

-115000

-105000

-115000

-125000

-115000

-115000

-115000

n/a

-90000

n/a

Jun-07

-115000

-115000

-115000

-105000

-115000

-125000

-115000

-115000

-115000

n/a

-75000

n/a

Jul-07

-115000

-115000

-115000

-105000

-115000

-125000

-115000

-115000

-115000

n/a

-55000

n/a

Aug-07

-95000

-105000

-95000

-85000

-95000

-125000

-115000

-105000

-95000

n/a

-65000

n/a

Sep-07

-95000

-95000

-95000

-75000

-95000

-125000

-75000

-89000

-95000

n/a

-15000

n/a

Oct-07

-75000

-75000

-95000

-75000

-35000

-125000

-75000

-67000

-35000

n/a

5000

n/a

Nov-07

-55000

-75000

-95000

-45000

-35000

-55000

-30000

-45000

-35000

n/a

n/a

n/a

Dec-07

-5000

5000

-25000

10000

-10000

5000

-30000

-15000

-10000

n/a

n/a

n/a

Jan-08

5000

20000

-5000

10000

20000

5000

45000

-15000

20000

n/a

n/a

n/a

Feb-08

5000

20000

20000

45000

20000

5000

45000

20000

20000

n/a

n/a

n/a

Mar-08

5000

20000

20000

45000

75000

35000

45000

20000

75000

45000

n/a

n/a

Apr-08

35000

45000

45000

45000

75000

35000

45000

20000

75000

45000

n/a

n/a

May-08

55000

75000

45000

70000

75000

35000

65000

45000

75000

45000

n/a

n/a

Jun-08

75000

115000

45000

115000

75000

35000

95000

95000

75000

45000

n/a

n/a

Jul-08

115000

185000

100000

115000

75000

75000

135000

145000

75000

45000

n/a

n/a

Aug-08

115000

185000

100000

115000

75000

75000

135000

170000

75000

45000

n/a

n/a

Sep-08

-2000

78000

-12000

38000

-12000

-12000

58000

93000

-12000

-32000

n/a

8000

Oct-08

-2000

58000

-12000

8000

-12000

-12000

58000

78000

-12000

-32000

n/a

8000

Nov-08

-2000

58000

-12000

8000

-12000

-12000

43000

78000

-12000

-32000

n/a

8000

Dec-08

12000

72000

2000

22000

2000

2000

37555

92000

2000

-18000

n/a

22000

Jan-09

51000

91000

31000

61000

31000

41000

41000

131000

31000

121000

n/a

61000

Feb-09

71000

91000

51000

81000

51000

61000

61000

121000

51000

141000

n/a

81000

Mar-09

78000

98000

58000

88000

58000

68000

68000

128000

58000

148000

n/a

88000

Apr-09

59000

79000

39000

69000

39000

29000

49000

109000

39000

189000

n/a

69000

May-09

72500

92500

52500

82500

52500

42500

62500

122500

52500

202500

n/a

82500

Jun-09

75600

115600

55600

85600

55600

45600

65600

125600

55600

205600

n/a

85600

151

SALINAN
Bulan/Tahun

Sriwijaya

Garuda

Mandala

Ekspress Air

Lion

Batavia

Kartika

Merpati

Wings

Trigana

Air Asia

RAL

Jul-09

78700

118700

58700

88700

58700

48700

68700

128700

58700

208700

n/a

88700

Aug-09

81800

121800

76800

91800

61800

51800

71800

131800

61800

211800

n/a

91800

Grafik 84

Perbandingan FS 2 Jam Maskapai dengan Acuan Dephub


Sriwijaya

400000

Garuda

350000

Mandala

R u p ia h

300000

Ekspress Air

250000

RAL

200000

Lion

150000

Batavia

100000

Kartika

50000

Merpati
S e p -0 9

M a y -0 9

J a n -0 9

S e p -0 8

M a y -0 8

J a n -0 8

S e p -0 7

M a y -0 7

J a n -0 7

S e p -0 6

M a y -0 6

Bulan

Wings
Trigana
Air Asia
FS Acuan Dephub 2 Jam

(152) Bahwa berikut perbandingan pergerakan fuel surcharge antara formula


perhitungan Departemen Perhubungan dan fuel surcharge yang diterapkan
secara aktual oleh masing-masing Terlapor untuk penerbangan antara 2 s/d
3 jam: --------------------------------------------------------------------------------Tabel 74
Bulan/Tahun

Sriwijaya

Garuda

Mandala

Ekspress

Lion

Batavia

Kartika

Merpati

Wings

Trigana

RAL

Air Asia

Air
May-06

-144000

-144000

-144000

-144000

-144000

-144000

-144000

-144000

-144000

n/a

Jun-06

-144000

-144000

-144000

-134000

-144000

-144000

-144000

-144000

-144000

n/a

n/a

-144000

Jul-06

-144000

-144000

-144000

-134000

-144000

-144000

-144000

-144000

-144000

n/a

n/a

-144000

Aug-06

-134000

-134000

-134000

-134000

-134000

-144000

-144000

-134000

-134000

n/a

n/a

-134000

Sep-06

-134000

-134000

-134000

-134000

-134000

-144000

-144000

-134000

-134000

n/a

n/a

-124000

152

n/a

-144000

SALINAN
Bulan/Tahun

Sriwijaya

Garuda

Mandala

Ekspress

Lion

Batavia

Kartika

Merpati

Wings

Trigana

RAL

Air Asia

Air
Oct-06

-124000

-124000

-124000

-124000

-124000

-134000

-144000

-124000

-124000

n/a

n/a

-124000

Nov-06

-124000

-124000

-124000

-124000

-124000

-134000

-144000

-124000

-124000

n/a

n/a

-124000

Dec-06

-124000

-124000

-124000

-114000

-124000

-134000

-124000

-124000

-124000

n/a

n/a

-124000

Jan-07

-154000

-154000

-154000

-144000

-154000

-164000

-154000

-154000

-154000

n/a

n/a

-154000

Feb-07

-154000

-154000

-154000

-144000

-154000

-164000

-154000

-154000

-154000

n/a

n/a

-154000

Mar-07

-154000

-154000

-154000

-144000

-154000

-164000

-154000

-154000

-154000

n/a

n/a

-154000

Apr-07

-154000

-154000

-154000

-144000

-154000

-164000

-154000

-154000

-154000

n/a

n/a

-154000

May-07

-154000

-154000

-154000

-144000

-154000

-164000

-154000

-154000

-154000

n/a

n/a

-129000

Jun-07

-154000

-154000

-154000

-144000

-154000

-164000

-154000

-154000

-154000

n/a

n/a

-114000

Jul-07

-154000

-154000

-154000

-144000

-154000

-164000

-154000

-154000

-154000

n/a

n/a

-94000

Aug-07

-134000

-144000

-134000

-124000

-134000

-164000

-154000

-144000

-134000

n/a

n/a

-104000

Sep-07

-134000

-134000

-134000

-114000

-134000

-164000

-114000

-128000

-134000

n/a

n/a

-84000

Oct-07

-114000

-114000

-134000

-114000

-74000

-164000

-114000

-106000

-74000

n/a

n/a

-64000

Nov-07

-94000

-114000

-134000

-84000

-74000

-94000

-34000

-84000

-74000

n/a

n/a

n/a

Dec-07

-44000

-14000

-64000

-29000

-49000

-14000

-34000

-29000

-49000

n/a

n/a

n/a

Jan-08

-14000

6000

6000

-29000

-19000

-14000

26000

-29000

-19000

n/a

n/a

n/a

Feb-08

-14000

6000

6000

6000

-19000

76000

26000

6000

36000

6000

n/a

n/a

Mar-08

-14000

6000

31000

6000

36000

76000

26000

6000

36000

6000

n/a

n/a

Apr-08

16000

31000

31000

6000

36000

76000

26000

6000

36000

6000

n/a

n/a

May-08

36000

76000

31000

31000

36000

76000

46000

31000

36000

6000

n/a

n/a

Jun-08

76000

126000

61000

76000

36000

76000

76000

81000

36000

6000

n/a

n/a

Jul-08

116000

216000

61000

76000

36000

76000

116000

156000

36000

6000

n/a

n/a

Aug-08

116000

216000

61000

76000

36000

66000

116000

181000

26000

6000

46000

n/a

Sep-08

-19000

91000

-34000

-19000

-69000

-29000

21000

86000

-69000

-89000

-49000

n/a

Oct-08

-19000

71000

-34000

-49000

-69000

-29000

21000

21000

-69000

-89000

-49000

n/a

Nov-08

-19000

71000

-34000

-49000

-69000

-29000

11000

21000

-69000

-89000

-49000

n/a

Dec-08

-2000

88000

-27000

-32000

-52000

-12000

3000

38000

-62000

-72000

-32000

n/a

Jan-09

47000

117000

22000

17000

-13000

37000

27000

87000

-13000

-23000

17000

n/a

Feb-09

71000

121000

46000

41000

11000

61000

51000

81000

11000

1000

41000

n/a

Mar-09

81000

131000

56000

51000

21000

61000

61000

91000

21000

11000

51000

n/a

Apr-09

56000

106000

31000

26000

-4000

36000

36000

66000

-4000

-14000

26000

n/a

May-09

73000

123000

48000

43000

13000

53000

53000

83000

13000

3000

43000

n/a

Jun-09

76700

146700

51700

46700

16700

56700

56700

86700

16700

6700

46700

n/a

Jul-09

80400

150400

65400

50400

20400

60400

60400

90400

20400

10400

50400

n/a

----------------------------------------------------------------------------------------Grafik 85

153

SALINAN
Grafik 85

Perbandingan FS 3 Jam Maskapai dengan FS Acuan Dephub


450000

Sriwijaya

400000

Garuda
Mandala

350000

Ekspress Air
RAL

250000

Lion

200000
Batavia

150000

Kartika

100000

Merpati

50000

Wings

Bulan

A ug-09
N ov -09

A ug-08
N ov -08
Feb-09
M ay -09

A ug-07
N ov -07
Feb-08
M ay -08

A ug-06
N ov -06
Feb-07
M ay -07

0
M ay -06

R upiah

300000

Trigana
Air Asia
FS 3 Jam Acuan
Dephub

(153) Bahwa berdasarkan Tabel 71, Tabel 72 dan Tabel 73, Tim Pemeriksa
menilai bahwa secara rata-rata, harga fuel surcharge yang ditetapkan oleh
masing-masing Terlapor untuk Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008),
masih berada di bawah harga fuel surcharge yang dihitung berdasarkan
formula Departemen Perhubungan, namun untuk Periode II (April 2008 s/d
September 2009), harga fuel surcharge yang ditetapkan oleh masingmasing Terlapor berada di atas harga fuel surcharge yang dihitung
berdasarkan formula Departemen Perhubungan; ------------------------------(154) Bahwa Tim Pemeriksa menilai setidaknya pada Periode II (April 2008 s/d
September 2009), para Terlapor telah memperoleh keuntungan dari fuel
surcharge;---------------------------------------------------------------------------(155) Bahwa berdasarkan uraian analisis terhadap dugaan penetapan biaya
curang oleh masing-masing Terlapor, Tim Pemeriksa menyatakan hal-hal
sebagai berikut:----------------------------------------------------------------------

154

SALINAN
a.

Fuel surcharge merupakan kompensasi dari kenaikan harga avtur (aviation


turbin) yang dimasukkan ke dalam komponen tarif tiket pesawat
penerbangan yang dibebankan kepada konsumen; -----------------------------

b.

Fuel surcharge bertujuan untuk menutup selisih biaya bahan bakar avtur
maskapai penerbangan yang diakibatkan oleh kenaikan harga avtur yang
melebihi asumsi harga avtur yang digunakan dalam perhitungan tarif batas
atas sebagaimana dimaksud dalam KM 9 Tahun 2002;------------------------

c.

Persetujuan Pemerintah melalui Departemen Perhubungan terhadap


penerapan fuel surcharge diperlukan karena penerapan fuel surcharge akan
menyebabkan harga tiket yang dibayar konsumen akan melampaui tarif
batas atas berdasarkan KM No. 9 Tahun 2002; ---------------------------------

d.

Namun demikian, penelitian Tim Pemeriksa terhadap perubahan harga


avtur dan perubahan fuel surcharge sejak Mei 2006 sampai dengan
Desember 2009 pada masing-masing Terlapor sebagaimana ditunjukkan
pada tabel dan grafik sebelumnya, menunjukkan korelasi yang negatif.
Artinya, penerapan fuel surcharge oleh setiap Terlapor bukan hanya
dimaksudkan sebagai kompensasi terhadap kenaikan biaya avtur
sebagaimana telah disetujui oleh Departemen Perhubungan, tetapi juga
dipergunakan untuk menutupi biaya operasional lainnya;---------------------

e.

Hal tersebut dalam butir d didukung dengan fakta bahwa sejak Departemen
Perhubungan mengeluarkan acuan perhitungan fuel surcharge pada Maret
2008 seluruh Terlapor menerapkan besaran fuel surcharge di atas formula
acuan yang dikeluarkan oleh Departemen Perhubungan;----------------------

f.

Oleh karena itu Tim Pemeriksa menilai penerapan fuel surcharge oleh
setiap Terlapor telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengakibatkan konsumen harus membayar lebih tinggi dari yang
seharusnya;---------------------------------------------------------------------------

g.

Selanjutnya, sejak Maret 2008, penerapan fuel surcharge sudah tidak


sesuai lagi dengan peruntukannya sehingga harga tiket yang dibayar oleh
konsumen pada beberapa subclasses termahal telah melampaui ketentuan
tarif batas atas yang ditetapkan dalam KM No. 9 Tahun 2002; ---------------

155

SALINAN
h.

Tim Pemeriksa menilai fuel surcharge tersebut tidak diperuntukkan untuk


mengkompensasi selisih harga avtur sehingga melanggar KM No. 9 Tahun
2002; ----------------------------------------------------------------------------------

(156) Bahwa sebelum mengambil kesimpulan, Tim Pemeriksa menilai beberapa


Terlapor tidak kooperatif dalam memberikan keterangan dan dokumen
yang diperlukan oleh Tim Pemeriksa yaitu PT Metro Batavia, PT Lion
Mentari Airlines dan PT Wings Abadi Airlines; -------------------------------23.

Menimbang bahwa berdasarkan analisis sebagaimana diuraikan dalam butir 22


berdasarkan fakta-fakta sebagaimana diuraikan dalam butir 21 di atas, Tim
Pemeriksa menyimpulkan hal-hal sebagai berikut (vide bukti A121): ---------------(1)

Fuel surcharge merupakan kompensasi dari kenaikan harga avtur (aviation


turbin) yang dimasukkan ke dalam komponen tarif tiket pesawat
penerbangan yang dibebankan kepada konsumen; -----------------------------

(2)

Fuel surcharge bertujuan untuk menutup selisih biaya bahan bakar avtur
maskapai penerbangan yang diakibatkan oleh kenaikan harga avtur yang
melebihi asumsi harga avtur yang digunakan dalam perhitungan tarif batas
atas sebagaimana dimaksud dalam KM 9 Tahun 2002;------------------------

(3)

Fakta bahwa perjanjian di antara beberapa Terlapor dan kecenderungan


kesamaan perubahan fuel surcharge yang ditetapkan oleh para Terlapor
pada Periode I (Mei 2006 sampai dengan Maret 2008) untuk zona
penerbangan dengan waktu tempuh 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3
jam, tanpa adanya justifikasi ekonomi dari masing-masing Terlapor,
menunjukkan adanya perjanjian penetapan besaran fuel surcharge di antara
para Terlapor pada periode tersebut; ---------------------------------------------

(4)

Para Terlapor telah menetapkan biaya fuel surcharge secara curang yang
dibuktikan dengan perubahan nilai fuel surcharge para Terlapor yang tidak
sama dengan perubahan nilai harga avtur pada sejak Mei 2006 sampai
dengan Desember 2009 dan nilai fuel surcharge sejak Maret 2008 telah
melampaui tarif batas atas sebagaimana ditetapkan dalam KM No. 9 Tahun
2002; ----------------------------------------------------------------------------------

156

SALINAN
(5)

Bahwa Tim Pemeriksa menyimpulkan ada bukti pelanggaran terhadap


Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT
Garuda Indonesia (Tbk), PT Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines
(Persero), PT Mandala Airlines, PT Riau Airlines, PT Travel Express
Aviation Services, PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines,
PT Metro Batavia, PT Kartika Airlines, PT Trigana Air Service dan PT
Indonesia AirAsia; ------------------------------------------------------------------

24.

Menimbang bahwa Tim Pemeriksa Lanjutan telah menyampaikan Laporan Hasil


Pemeriksaan Lanjutan kepada Komisi, untuk dilaksanakan Sidang Majelis
Komisi; ----------------------------------------------------------------------------------------

25.

Menimbang bahwa selanjutnya, Komisi menerbitkan Penetapan Komisi Nomor


62/KPPU/PEN/III/2010 tanggal 23 Maret 2010, untuk dilaksanakannya Sidang
Majelis Komisi terhitung sejak tanggal 23 Maret 2010 sampai dengan 04 Mei
2010 (vide bukti A107); ---------------------------------------------------------------------

26.

Menimbang bahwa untuk melaksanakan Sidang Majelis Komisi, Komisi


menerbitkan Keputusan Komisi Nomor 131/KPPU/KEP/III/2010 tanggal 23
Maret 2010 tentang Penugasan Anggota Komisi Sebagai Majelis Komisi dalam
Sidang Majelis Komisi Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 (vide bukti A108); -------

27.

Menimbang

bahwa

selanjutnya

Sekretaris

Jenderal

Sekretariat

Komisi

menerbitkan Surat Tugas Nomor 426/SJ/ST/III/2010 tanggal 23 Maret 2010 yang


menugaskan Sekretariat Komisi untuk membantu Majelis Komisi dalam Sidang
Majelis Komisi (vide bukti A106); -------------------------------------------------------28.

Menimbang bahwa Majelis Komisi telah menyampaikan Petikan Penetapan


Sidang Majelis dan Salinan LHPL kepada para Terlapor (vide bukti A109 s/d
A120); -----------------------------------------------------------------------------------------

29.

Menimbang bahwa Majelis Komisi memberi kesempatan kepada para Terlapor


untuk memeriksa berkas perkara (enzage) dan telah dilaksanakan pada tanggal 12,
13, 15 dan 16 April 2010 (vide bukti B36 s/d B41);-------------------------------------

30.

Menimbang bahwa dalam Sidang Majelis Komisi pada tanggal 21 April 2010,
Majelis Komisi telah mendengar dan menerima Pembelaan dan Tanggapan lisan
dan tertulis dari para Terlapor terhadap LHPL serta menyerahkan bukti tambahan
(vide bukti B42, C14.1 s/d C14.11); -------------------------------------------------------

157

SALINAN
31.

Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL,


Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) menyampaikan hal-hal sebagai
berikut (vide bukti C14.1);-----------------------------------------------------------------31.1

Bahwa dalil-dalil dan data yang dikemukakan oleh Tim Pemeriksa KPPU
tidak benar, tidak akurat dan tidak konsisten; ----------------------------------31.1.1

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa


KPPU berulangkali menyatakan bahwa fuel surcharge
merupakan komponen kompensasi untuk menutup selisih
biaya bahan bakar avtur yang meningkat dan melebihi
asumsi harga avtur dalam penghitungan tarif batas atas dalam
Keputusan Menteri Perhubungan No. 9 Tahun 2002 tentang
Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam
Negeri Kelas Ekonomi (KM No. 9/2002). Namun sebaliknya
Tim Pemeriksa KPPU dalam Laporan Hasil Pemeriksaan
Lanjutan juga berulang kali menyatakan bahwa fuel surcharge
merupakan pendapatan bagi maskapai penerbangan; -------------

31.1.2

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa


KPPU

menyatakan

bahwa

Garuda/Terlapor

hanya

menyerahkan data pendapatan fuel surcharge dan fuel cost


untuk tahun 2006, 2007, dan 2008. Data dimaksud telah keliru
dikutip oleh Tim Pemeriksa KPPU karena angka-angka yang
tertulis dalam Tabel 27 halaman 56 Laporan Hasil Pemeriksaan
Lanjutan tidak sama dengan data yang telah disampaikan oleh
Garuda/Terlapor I dalam Tanggapan Garuda/Terlapor I dalam
Pemeriksaan Lanjutan (lihat Lampiran 23 Tanggapan dalam
Pemeriksaan Lanjutan);----------------------------------------------31.1.3

Dalam melakukan analisa terhadap besaran fuel surcharge di


Tabel 36 Tabel 71 halaman 84 143 Laporan Hasil
Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU menggunakan
data

yang

tidak

lengkap

dan

tidak

akurat,

sehingga

menghasilkan kesimpulan yang keliru atau tidak valid.


Kesimpulan berdasarkan uji statistik yang dilakukan oleh Tim

158

SALINAN
Pemeriksa KPPU menyangkut 12 maskapai penerbangan,
padahal dalam Tabel 36 Tabel 71 Laporan Hasil Pemeriksaan
Lanjutan

tersebut,

terlihat

bahwa

hanya

maskapai

penerbangan yang memberikan data fuel surcharge untuk


periode Mei 2006 Desember 2009 secara lengkap; ------------31.2 Bahwa KPPU tidak konsisten dan salah menerapkan hukum acara sesuai
Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2006;---------------------------------------------31.2.1

Tim Pemeriksa KPPU dalam butir 1.4 halaman 2 Laporan Hasil


Pemeriksaan

Lanjutan

menyatakan

bahwa

Keterangan

Pemerintah merupakan salah satu alat bukti yang digunakan


dalam pemeriksaan Perkara. Secara yuridis, berdasarkan Pasal
64 ayat (1) Perkom No. 1/2006, Keterangan Pemerintah bukan
merupakan salah satu alat bukti yang dikenal dalam
Pemeriksaan KPPU;--------------------------------------------------31.2.2

Tim Pemeriksa KPPU tidak mengangkat sumpah atas saksisaksi yang diperiksa dalam tahap Pemeriksaan Lanjutan Perkara
ini, sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 67 Perkom No.
1/2006. Tim Pemeriksa KPPU telah memeriksa beberapa pihak
untuk dimintai keterangan sebagai saksi, yaitu Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), PT Pertamina
(Persero) (Pertamina), Direktur Jenderal Pajak Departemen
Keuangan RI (Dirjen Pajak), Indonesian National Air
Carriers Association (INACA), dan Direktur Jenderal
Perhubungan

Udara

Departemen

Perhubungan

(Dirjen

Hubud). Namun dari saksi-saksi yang diperiksa Tim


Pemeriksa KPPU tersebut, hanya YLKI yang diangkat
sumpahnya oleh Tim Pemeriksa KPPU;---------------------------31.3 Bahwa status Garuda/Terlapor I sebagai Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) berbentuk perseroan terbatas yang didirikan tidak hanya untuk
mendapatkan keuntungan dan memberikan kontribusi terhadap penerimaan
Negara, namun juga memiliki fungsi untuk melaksanakan kemanfaatan
umum (public service obligation). Pelaksanaan fungsi kemanfaatan umum

159

SALINAN
oleh Garuda/Terlapor I diwujudkan dengan melayani rute-rute penerbangan
sesuai kebutuhan masyarakat umum, meskipun tidak selalu menguntungkan
secara komersial; --------------------------------------------------------------------31.4 Definisi pasar bersangkutan kabur dan tidak jelas; -----------------------------31.4.1

Kesimpulan

Tim

Pemeriksa

KPPU

mengenai

pasar

bersangkutan dilihat dari segi pasar produk adalah kabur dan


tidak jelas (obscuur libel), karena objek permasalahan dalam
Perkara ini adalah tuduhan mengenai kesepakatan penetapan
harga dan perhitungan yang curang dari fuel surcharge, bukan
layanan jasa yang terkait dengan penerbangan penumpang
berjadwal dari satu titik Definisi Pasar Bersangkutan Kabur dan
Tidak Jelas Status Garuda/Terlapor I sebagai Badan Usaha
Milikkeberangkatan

ke

titik

kedatangan

sebagaimana

dinyatakan dalam butir (17) halaman 63 Laporan Hasil


Pemeriksaan Lanjutan;-----------------------------------------------31.4.2

Di samping itu, Tim Pemeriksa KPPU juga tidak konsisten


dalam menetapkan definisi pasar bersangkutan dalam Perkara
ini. Sebagaimana terlihat dalam butir (27) halaman 64 Laporan
Hasil

Pemeriksaan

Lanjutan,

Tim

Pemeriksa

KPPU

mendalilkan bahwa pasar bersangkutan dalam Perkara ini


adalah layanan jasa penerbangan penumpang berjadwal dari
satu titik keberangkatan ke titik kedatangan di catchment area
pada setiap bandar udara. Sedangkan sebelumnya dalam butir
(37) halaman 16 Laporan Dugaan Pelanggaran dan dalam butir
V angka (7) halaman 7 Laporan Hasil Pemeriksaan
Pendahuluan, Tim Pemeriksa KPPU menyatakan bahwa pasar
bersangkutan dalam Perkara ini adalah jasa penerbangan
domestik di seluruh Indonesia;--------------------------------------31.5 Garuda/Terlapor I menerapkan dan menghitung fuel surcharge secara
independen; ---------------------------------------------------------------------------

160

SALINAN
31.5.1

Garuda/Terlapor I menetapkan besaran fuel surcharge secara


independen serta tidak melanggar ketentuan perundangundangan yang berlaku, dengan memperhitungkan: -------------31.5.1.1

Load Factor (tingkat okupansi rata-rata) dari


Garuda/Terlapor I, yaitu sekitar sebesar 65%; -------

31.5.1.2

forward

Faktor

booking

(pembelian

tiket

penerbangan dimuka), dimana asumsi harga avtur


pada tanggal pembelian tiket kemungkinan besar
berbeda

dengan

harga

avtur

pada

tanggal

keberangkatan;-------------------------------------------31.5.1.3

Harga avtur dari Pertamina yang tidak ditetapkan di


depan (sebelum dikonsumsi) namun secara periodik,
biasanya terdapat time lag selama 3 minggu;---------

31.5.2

Berdasarkan data yang dimaksud dalam Tabel 23 25 halaman


37 40 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan KPPU, kesamaan
besaran fuel surcharge antara Garuda/Terlapor I dengan
maskapai penerbangan lainnya hanya terdapat dalam bulan Mei
2006. Selanjutnya, berdasarkan anjuran KPPU (surat No.
207/K/V/2006 tanggal 30 Mei 2006), besaran fuel surcharge
diserahkan

ke

masing-masing

maskapai

penerbangan.

Sedangkan untuk periode-periode selanjutnya antara bulan


Garuda/Terlapor

Menerapkan

dan

Menghitung

Fuel

Surcharge Secara Independen Mei 2006 Maret 2008, terbukti


bahwa besaran fuel surcharge Garuda/Terlapor I sama sekali
tidak sama dengan besaran fuel surcharge dari maskapai
lainnya;-----------------------------------------------------------------31.6 Fuel surcharge bukan merupakan komponen dari tarif dasar berdasarkan
Keputusan Menteri Perhubungan No. 9 Tahun 2002. Berdasarkan Pasal 1
ayat (3) KM No. 9/2002, tarif penumpang angkutan niaga berjadwal dalam
negeri

kelas

ekonomi

belum

termasuk

PPN,

iuran

wajib

dana

pertanggungan wajib kecelakaan penumpang dari PT Jasa Raharja, asuransi


tambahan lainnya secara sukarela, dan tarif jasa pelayanan penumpang

161

SALINAN
pesawat udara sesuai ketentuan yang berlaku. Sampai dengan saat ini, tidak
ada suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang formula
fuel surcharge. Departemen Perhubungan hanya mengeluarkan himbauan
kepada maskapai penerbangan mengenai formula perhitungan fuel
surcharge; ----------------------------------------------------------------------------31.7 Fuel surcharge bukan merupakan komponen keuntungan Garuda/
Terlapor I; ----------------------------------------------------------------------------31.7.1

Fuel surcharge bukan merupakan instrumen untuk mencari


keuntungan, namun semata-mata hanya dimaksudkan untuk
menutupi biaya bahan bakar (avtur) yang sangat fluktuatif sejak
tahun 2006, dan karenanya dalam struktur biaya pengeluaran
biaya bahan bakar maskapai, fuel surcharge dikategorikan
sebagai variable cost atau biaya variable. Hal mana terbukti
pada sejak tahun 2006 2008, besaran fuel surcharge tidak
pernah lebih besar dari total biaya bahan bakar (fuel cost); ------

31.7.2

Pada faktanya, besaran fuel surcharge Garuda/Terlapor I bukan


merupakan yang terbesar dibandingkan dengan besaran fuel
surcharge

maskapai

penerbangan

lain,

walaupun

Garuda/Terlapor I menerapkan jasa pelayanan full service; ----31.7.3

Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan HHI Index,


terlihat bahwa sejak tahun 2004 hingga sekarang persaingan di
industri penerbangan cukup tajam, kondisi yang mana tidak
mungkin terjadi seandainya ada perjanjian penetapan harga
antara maskapai penerbangan. Perubahan pangsa pasar
Garuda/Terlapor I yang cukup signifikan tiap tahunnya,
membuktikan bahwa tidak ada kesepakatan penetapan harga
yang dibuat antara Garuda/Terlapor I dengan maskapai
penerbangan lainnya;--------------------------------------------------

31.8 Dalil dalil dan data yang dikemukakan Tim Pemeriksa KPPU adalah
keliru, tidak akurat

dan tidak konsisten. Data yang digunakan Tim

pemeriksa KPPU terkait INACA tidak akurat dan keliru karena tidak sesuai
dengan fakta sesungguhnya; --------------------------------------------------------

162

SALINAN
31.8.1

Bahwa, dalam butir 3.2 angka (12) halaman 22 Laporan Hasil


Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU menyatakan
sebagai berikut: Bahwa INACA akhirnya mengeluarkan Berita
Acara Persetujuan Pelaksanaan Fuel Surcharge (Ref. Berita
Acara Nomor 9100/53/V/2006 tanggal 4 April 2006 yang
ditandatangani oleh Ketua Dewan INACA, Sekretaris Jenderal
INACA, dan 9 (Sembilan) perusahaan angkutan udara niaga
yaitu PT Mandala Airlines, PT Merpati Nusantara Airlines
(Persero), PT Dirgantara Air Service, PT Sriwijaya Air, PT
Pelita Air Service, PT Lion Mentari Air, PT Batavia Air, PT
Indonesia Air Transport, PT Garuda Indonesia (Persero); -------

31.8.2

Sedangkan dalam butir (47) halaman 67 Laporan Hasil


Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU menyatakan
bahwa Tim Pemeriksa menilai terdapat komunikasi secara
internal dalam INACA terkait dengan pembahasan fuel
surcharge yaitu pada tanggal 04 Mei 2006 sebagaimana
diuraikan dalam butir 3.2 Tentang Kronologis Pengenaan Fuel
Surcharge paragraf (12); --------------------------------------------

31.8.3

Berdasarkan hal tersebut di atas, terbukti secara sah dan nyata


bahwa Tim Pemeriksa KPPU secara tidak akurat merujuk
kepada dua (2) dokumen yang isi dan peruntukannya jelas-jelas
berbeda untuk suatu dalil yang sama, yaitu tentang rapat
INACA

yang

membahas

fuel

surcharge.

Untuk

itu

Garuda/Terlapor I memohon kepada Majelis Komisi yang


terhormat untuk meneliti kembali Lampiran 10 dan Lampiran
11 Tanggapan Garuda/Terlapor I pada tahap Pemeriksaan
Lanjutan;---------------------------------------------------------------31.8.4

Dengan demikian, apa yang didalilkan dan/atau disimpulkan


oleh Tim Pemeriksa KPPU dalam Laporan Hasil Pemeriksaan
Pendahuluan sebagaimana tersebut di atas adalah sama sekali
salah, dan tidak sesuai dengan fakta-fakta yang sesungguhnya
terjadi;-------------------------------------------------------------------

163

SALINAN
31.9 Dalil-dalil Tim Pemeriksa KPPU tentang fungsi fuel surcharge tidak
konsisten; -----------------------------------------------------------------------------31.9.1

Bahwa, Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan yang disusun oleh


Tim Pemeriksa pada tahap Pemeriksaan Lanjutan mengandung
ketidakkonsistenan

khususnya

mengenai

Fungsi

Fuel

Surcharge. Ketidakkonsistenan dimaksud secara nyata terlihat


setidak-tidaknya sebanyak 6 (enam) kali dalam Laporan Hasil
Pemeriksaan Lanjutan dimaksud, antara lain pada butir (2.2)
halaman 5, butir (88) halaman 20, butir (155a) dan (155b)
halaman 148, serta butir (1) dan (2) halaman 149. Dalam butirbutir pada halaman-halaman tersebut, Tim Pemeriksa KPPU
berulang kali menyatakan pada pokoknya bahwa fuel surcharge
merupakan komponen kompensasi yang ditujukan untuk
menutup selisih biaya bahan bakar avtur yang meningkat dan
melebihi asumsi harga avtur dalam perhitungan tarif batas atas
dalam KM No. 9/2002; ----------------------------------------------31.9.2

Bahwa, dalam Kesimpulan butir 5 angka (1) halaman 149


Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU
menyimpulkan sebagai berikut: Fuel surcharge merupakan
kompensasi dari kenaikan harga avtur (aviation turbin) yang
dimasukkan

ke

dalam

komponen

tariff

tiket

pesawat

penerbangan yang dibebankan kepada konsumen;--------------31.9.3

Selanjutnya, dalam butir 5 angka (2) halaman 149 Laporan


Hasil

Pemeriksaan

Lanjutan,

Tim

Pemeriksa

KPPU

menyimpulkan sebagai berikut: Fuel surcharge bertujuan


untuk menutup selisih biaya bahan bakar avtur maskapai
penerbangan yang diakibatkan oleh kenaikan harga avtur yang
melebihi asumsi harga avtur yang digunakan dalam perhitungan
tarif batas atas sebagaimana dimaksud dalam KM 9 Tahun
2002; ------------------------------------------------------------------31.9.4

Kesimpulan-kesimpulan dari Tim Pemeriksa pada tahap


Pemeriksaan Lanjutan sebagaimana tersebut diatas justru telah

164

SALINAN
dibantah sendiri oleh Tim Pemeriksa KPPU setidak-tidaknya
sebanyak 5 (lima) kali dalam Laporan Hasil Pemeriksaan
Lanjutan, antara lain pada butir (2.2) halaman 5, butir (98) dan
(99) halaman 58, butir (154) halaman 147, butir (155d) halaman
148, dimana Tim Pemeriksa KPPU pada intinya menyatakan
bahwa fuel surcharge merupakan komponen pendapatan bagi
maskapai penerbangan; ----------------------------------------------31.9.5

Hal tersebut di atas jelas menunjukkan inkonsistensi antara


dalil-dalil yang dikemukakan oleh Tim Pemeriksa KPPU dalam
Laporan

Hasil

Pemeriksaan

Lanjutan.

Dengan

adanya

inkonsistensi dimaksud, maka kesimpulan yang dibuat oleh


Tim Pemeriksa dalam butir 5 (1) dan (2) halaman 149 dari
Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan adalah kesimpulan yang
tidak valid dan karenanya harus dikesampingkan; ---------------31.10 Data Tim Pemeriksa KPPU tentang pendapatan fuel surcharge dan fuel cost
dari Garuda/Terlapor I tidak benar dan tidak akurat; ---------------------------31.10.1

Bahwa, dalam butir 3.8 angka (90) huruf (a) halaman 56


Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU
menyatakan bahwa Garuda/Terlapor I menyerahkan data
pendapatan fuel surcharge dan fuel cost untuk tahun 2006,
2007, 2008. Pernyataan ini sesuai dengan fakta yang
sesungguhnya, bahwa Garuda/Terlapor I hanya menyampaikan
data pendapatan fuel surcharge dan fuel cost untuk tahun 2006
2008; --------------------------------------------------------------------

31.10.2

Fakta ini juga didukung dengan pernyataan Tim Pemeriksa


KPPU dalam butir 3.8 angka (90) huruf (b) halaman 56
Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, yang menyatakan bahwa
yang menyerahkan data pendapatan fuel surcharge dan fuel cost
tahun 2006 hingga tahun 2009 hanyalah PT Merpati Nusantara
Airlines (Persero); -----------------------------------------------------

31.10.3

Namun demikian, dalam Tabel 37 halaman 56 Laporan Hasil


Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU kembali secara

165

SALINAN
keliru dan mengada-ada menyajikan data pendapatan fuel
surcharge dan fuel cost Garuda/Terlapor I untuk tahun 2009.
Pada faktanya Garuda/Terlapor I tidak pernah memberikan
kepada Tim Pemeriksa KPPU data fuel surcharge dan fuel cost
untuk tahun 2009, karena masih dalam proses audit oleh
akuntan publik, sebagaimana dinyatakan pula oleh Tim
Pemeriksa KPPU dalam butir 3.8 angka (90) huruf (a) dan (b)
halaman 56 Laporan Hasil Pemeriksaan Pendahuluan;----------31.10.4

Penyajian data yang tidak benar dan tidak jelas sumbernya


dalam Tabel 37 tersebut tentunya akan menyebabkan kesalahan
interpretasi dalam membaca Laporan Hasil Pemeriksaan
Lanjutan dan lebih parah lagi dapat berdampak pula pada
kesalahan pengambilan kesimpulan atas data pendapatan fuel
surcharge dan fuel cost Garuda/Terlapor I.; -----------------------

31.10.5

Dengan adanya ketidakkonsistenan dan kekeliruan mengenai


data fuel surcharge Garuda/Terlapor I untuk tahun 2009
sebagaimana dimaksud di atas, maka adalah beralasan apabila
data yang disajikan oleh Tim Pemeriksa KPPU pada tahap
Pemeriksaan Lanjutan haruslah dikesampingkan atau dengan
kata lain, tidak dapat dijadikan dasar dalam mengambil
kesimpulan terkait dengan Perkara; ---------------------------------

31.11 Uji Korelasi antara pergerakan harga avtur dengan harga fuel surcharge
yang dilakukan Tim Pemeriksa KPPU tidak benar dan tidak akurat karena
didasarkan pada data yang tidak lengkap;----------------------------------------31.11.1

Dalam melakukan analisa atau uji korelasi antara fluktuasi


harga avtur dengan fluktuasi fuel surcharge, sebagaimana
terlihat dalam Tabel 36 Tabel 71 dan Grafik 47 Grafik 82
pada halaman 84 143 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan,
Tim Pemeriksa KPPU menggunakan data yang tidak lengkap
dan tidak akurat. Kesimpulan yang diambil berdasarkan uji
statistik yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa KPPU adalah
menyangkut 12 maskapai penerbangan, padahal dalam Tabel 36

166

SALINAN
Tabel 71 dan Grafik 47 Grafik 82 Laporan Hasil
Pemeriksaan Lanjutan tersebut, terlihat bahwa hanya 2
maskapai penerbangan yang menyediakan data fuel surcharge
untuk periode Mei 2006 Desember 2009; -----------------------Periode I

Periode II

Analisa Data

Kesimpulan

Mei 06-Mar 08 Apr 08-Des 09 Menyangkut

Menyangkut

Data Tersedia
0-1 Jam Terbang 6 Perusahaan

9 Perusa haa n

12 Perusahaan

1-2 Jam Terbang 6 Perusa haa n


2-3 Jam Terbang 5 Perusahaan
0-1 Jam Terbang
8 Perusahaan
1-2 Jam Terbang
9 Perusahaan
2-3 Jam Terbang
8 Perusahaan

9 Perusahaan
9 Perusa haa n
9 Perusahaan
9 Perusa haa n
9 Perusahaan

12 Perusahaan
12 Perusahaan
12 Perusahaan
12 Perusahaan
12 Perusahaan

Gambar 1. Sumber: data dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan KPPU, diolah

31.11.2

Tabel di atas secara jelas menunjukkan bahwa uji statistik yang


dilakukan oleh Tim Pemeriksa KPPU khususnya untuk periode
I (Mei 2006 Maret 2008) hanya dilakukan berdasarkan data
lengkap yang disediakan oleh 6 maskapai penerbangan, namun
kesimpulan yang dihasilkan Tim Pemeriksa KPPU menyangkut
12 maskapai penerbangan. Jelas hal tersebut menunjukan telah
terjadi kesalahan mendasar dalam penerapan ilmu statistik atau
pelaksanaan uji statistik oleh Tim Pemeriksa KPPU tidak sesuai
dengan kaidah statistik. Tabel di bawah ini menunjukkan
maskapai penerbangan mana saja yang tidak menyerahkan data
fuel surcharge secara lengkap ke Tim Pemeriksa KPPU.
Namun pada kenyataannya tidak diserahkannya data tersebut
tetap dijadikan dasar kesimpulan atas uji statistik Tim
Pemeriksa KPPU terhadap 12 maskapai penerbangan; -----------

Maskapai
Garuda
Sriwijava
Merpati
Mandala
RAL
Expres Air
Lion Air

0-1 Jam Terbang


Mei 2006- Des 2009
Mei 2006-0kt 2009
Mei 2006- Des 2009
Mei 2006-0kt 2009
Okt 2008-Des 2009
Mei 2006-Des 2009
Nop 2007-Des 2009

1-2 Jam Terbang


Mei 2006- Des 2009
Mei 2006- Des 2009
Mei 2006- Des 2009
Feb 2008-0kt 2009
Sep 2008-Des 2009
Mei 2006-Des 2009
Okt 2007-Des 2009

2-3 Jam Terbang


Mei 2006- Des 2009
Mei 2006-0kt 2009
Mei 2006- Nop 2009
Feb 2008-0kt 2009
Mar 2008-Des 2009
Mei 2006-Des 2009
Okt 2007-Des 2009

167

SALINAN
Maskapai
Wings
Batavia
Kartika
Trigana
Air Asia

0-1 Jam Terbang


Mar 2008-Des 2009
Mar 2008-Des 2009
Mei 2006-Des 2009
Mar 2008-Des 2009
Mei 2006-0kt 2007

1-2 Jam Terbang


Mar 2008-Des 2009
Mar 2008-Des 2009
Mei 2006-Des 2009
Mar 2008-Des 2009
Mei 2006-0kt 2007

2-3 Jam Terbang


Mar 2008-Des 2009
Mar 2008-Des 2009
Mei 2006-0kt 2009
Mar 2008-Des 2009
Mei 2006-0kt 2007

Gambar 2. Sumber: data dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan KPPU, diolah

31.11.3

Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, Tim Pemeriksa KPPU


telah mendasarkan uji statistik yang dilakukannya dan
mengambil kesimpulan menyangkut 12 maskapai penerbangan,
hanya dengan mendasarkan pada data yang diberikan oleh 6
maskapai penerbangan; -----------------------------------------------

31.12 Tim Pemeriksa KPPU tidak konsisten dan salah dalam menerapkan hukum
acara sesuai Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2006 (Perkom 1/2006); --------31.12.1

Alat bukti yang digunakan Tim Pemeriksa KPPU tidak sesuai


dengan alat bukti berdasakan Perkom 1/2006;--------------------31.12.1.1

Bahwa, Perkara ini mulai diperiksa oleh Tim


Pemeriksa KPPU sejak tanggal 28 September
2009 yaitu dimulainya tahap Pemeriksaan
Pendahuluan. Sesuai dengan Pasal 77 dari
Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2010 tentang
Tata Cara Penanganan Perkara, pemeriksaan
atau penanganan Perkara aquo masih tunduk
pada Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2006
tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU
(Perkom 1/2006);----------------------------------

31.12.1.2

Berdasarkan butir 1.4. halaman 2 Laporan Hasil


Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU
menyatakan bahwa alat bukti yang digunakan
adalah:------------------------------------------------a. Keterangan saksi;-------------------------------b. Keterangan Pemerintah; -----------------------c. Surat dan atau Dokumen; ---------------------d. Petunjuk; -----------------------------------------

168

SALINAN
e. Keterangan Pelaku Usaha (Terlapor); -------31.12.1.3

Bahwa, berdasarkan Perkom No.1/2006, alatalat bukti yang sah adalah sebagai berikut:------a. Keterangan Saksi; ------------------------------b. Keterangan Ahli; -------------------------------c. Surat dan/atau dokunen; -----------------------d. Petunjuk; ----------------------------------------e. Keterangan Terlapor; ---------------------------

31.12.1.4

Perkom No. 1/2006 sama sekali tidak mengenal


alat bukti keterangan Pemerintah. Dengan
demikian, Tim Pemeriksa KPPU telah salah
menganggap bahwa Keterangan Pemerintah
merupakan salah satu alat bukti dalam proses
pemeriksaan di KPPU; ------------------------------

31.12.1.5

Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan yang


diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak
Kementerian

Keuangan

RI

sebagaimana

diuraikan dalam Risalah Keterangan Pemerintah


tertanggal 1 Maret 2010, dan Direktur Jenderal
Perhubungan RI Kementerian Perhubungan RI
sebagaimana

diuraikan

dalam

Risalah

Keterangan Pemerintah tertanggal 21 Januari


2010

dengan

demikian

haruslah

dikesampingkan; ------------------------------------31.12.2

Saksi saksi yang diperiksa oleh Tim Pemeriksa KPPU tidak di


sumpah sesuai dengan Perkom 1/2006;----------------------------31.12.2.1

Bahwa, dalam tahap Pemeriksaan Lanjutan atas


Perkara dimaksud, Tim Pemeriksa KPPU telah
memeriksa beberapa pihak untuk didengar
keterangannya sehubungan dengan Perkara,
yaitu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
(YLKI),

PT

Pertamina

(Persero)

169

SALINAN
(Pertamina),

Direktur

Jenderal

Pajak

Departemen Keuangan RI (Dirjen Pajak),


Indonesian National Air Carriers Association
(INACA), dan Direktur Jenderal Perhubungan
Udara

Departemen

Perhubungan

(Dirjen

Hubud); ---------------------------------------------31.12.2.2

Bahwa, berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan


masing-masing pihak YLKI, Pertamina, Dirjen
Pajak, INACA, dan Dirjen Hubud tersebut di
atas, YLKI, INACA, dan Pertamina memberikan
keterangan

dalam kapasitas

sebagai

Saksi

sementara Dirjen Pajak dan Dirjen Hubud


memberikan keterangan dalam kapasitas sebagai
Instansi Pemerintah; --------------------------------31.12.2.3

Secara yuiridis, keterangan saksi atau keterangan


ahli baru dapat dikatakan sah apabila saksi-saksi
maupun ahli-ahli tersebut telah mengangkat
sumpah, sumpah mana yang harus secara jelas
disebutkan dalam Berita Acara Pemeriksan. Hal
tersebut secara tegas diatur dalam Pasal 67
Perkom 1/2006 yang mewajibkan pengambilan
sumpah bagi Saksi dan Ahli dalam setiap tahap
pemeriksaan, sebagai berikut: Dalam setiap
tahapan pemeriksaan, Saksi dan Ahli wajib:
a. Menghadiri sendiri setiap panggilan Tim
Pemeriksa atau Majelis Komisi; -------------b. Memberikan keterangan dihadapan Tim
Pemeriksa

terkait

dengan

dugaan

pelanggaran; ------------------------------------c. Menyerahkan surat dan/atau dokumen yang


diminta oleh Tim Pemeriksa; ------------------

170

SALINAN
d. Mengangkat sumpah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya;---------------------------e. Menandatangani Berita Acara Pemeriksaan; -31.12.2.4

Kenyataannya, hanya YLKI yang diperiksa


dengan

mengangkat

sumpah,

sebagaimana

dibuktikan dengan Berita Acara Pemeriksaan


YLKI.

Tidak

diangkatnya

sumpah

dalam

pemeriksaan Pertamina, INACA, Dirjen Hubud,


dan Dirjen Pajak jelas menyalahi ketentuan
hukum acara pemeriksaan di KPPU berdasarkan
Pasal 67 Perkom 1/2006 tersebut di atas;--------31.12.2.5

Dengan demikian, keterangan-keterangan dalam


Berita Acara Pemeriksaan yang disampaikan
oleh Pertamina, INACA, Dirjen Hubud, dan
Dirjen Pajak secara yuridis tidak memiliki nilai
pembuktian yang sempurna karena melanggar
Pasal 67 Perkom No. 1/2006, dan karenanya
haruslah dikesampingkan; --------------------------

31.12.3

Saksi-saksi Yang Diperiksa oleh Tim Pemeriksa KPPU Tidak


Disumpah Sesuai dengan Perkom 1/2006; ------------------------31.12.3.1

Bahwa, dalam tahap Pemeriksaan Lanjutan atas


Perkara dimaksud, Tim Pemeriksa KPPU telah
memeriksa beberapa pihak untuk didengar
keterangannya sehubungan dengan Perkara,
yaitu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
("YLKI"),
("Pertamina''),

PT

Pertamina

Direktur

Jenderal

(Persero)
Pajak

Departemen Keuangan RI C'Dirjen Pajak''),


Indonesian National Air Carriers Association
("INACA"), dan Direktur Jenderal Perhubungan
Udara

Departemen

Perhubungan

("Dirjen

Hubud"); ----------------------------------------------

171

SALINAN
31.12.3.2

Bahwa, berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan


masing-masing pihak YLKI, Pertamina, Dirjen
Pajak, INACA, dan Dirjen Hubud tersebut di
atas, YLKI, INACA, dan Pertamina memberikan
keterangan

dalam kapasitas

sebagai

Saksi

sementara Dirjen Pajak dan Dirjen Hubud


memberikan keterangan dalam kapasitas sebagai
Instansi Pemerintah; --------------------------------31.12.3.3

Secara yuiridis, keterangan saksi atau keterangan


ahli baru dapat dikatakan sah apabila saksi-saksi
maupun ahli-ahli tersebut telah mengangkat
sumpah, sumpah mana yang harus secara jelas
disebutkan dalam Berita Acara Pemeriksan. Hal
tersebut secara tegas diatur dalam Pasal 67
Perkom 1/2006 yang mewajibkan pengambilan
sumpah bagi Saksi dan Ahli dalam setiap tahap
pemeriksaan, sebagai berikut:---------------------"Dalam setiap tahapan pemeriksaan, Saksi dan
Ahli wajib:
a.

Menghadiri sendiri setiap panggilan Tim


Pemeriksa atau Majelis Komisi; ------------

b.

Memberikan keterangan dihadapan Tim


Pemeriksa

terkait

dengan

dugaan

pelanggaran; ---------------------------------c.

Menyerahkan surat dan/atau dokumen yang


diminta oleh Tim Pemeriksa; ---------------

d.

Mengangkat sumpah sesuai dengan agama


dan kepercayaannya; -------------------------

e.
31.12.3.4

Menandatangani Berita Acara Pemeriksaan;

Kenyataannya, hanya YLKI yang diperiksa


dengan

mengangkat

sumpah,

sebagaimana

dibuktikan dengan Berita Acara Pemeriksaan

172

SALINAN
YLKI.

Tidak

diangkatnya

sumpah

dalam

pemeriksaan Pertamina, INACA, Dirjen Hubud,


dan Dirjen Pajak jelas menyalahi ketentuan
hukum acara pemeriksaan di KPPUberdasarkan
Pasal 67 Perkom 1/2006 tersebut di atas;--------31.12.3.5

Dengan demikian, keterangan-keterangan dalam


Berita Acara Pemeriksaan yang disampaikan
oleh Pertamina, INACA, Dirjen Hubud, dan
Dirjen Pajak secara yuridis tidak memiliki nilai
pembuktian yang sempurna karena melanggar
Pasal 67 Perkom No. 1/2006, dan karenanya
haruslah dikesampingkan; --------------------------

31.13 Tanggapan Atas Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan; --------------------A.

Tentang Pelaku Usaha;----------------------------------------------------------31.13.1 Tim Pemeriksa KPPU dalam butir (4) halaman 61 Laporan
Hasil Pemeriksaan Lanjutan menyatakan sebagai berikut: -----"Bahwa Tim Pemeriksa menilai PT Garuda Indonesia
(Persero) ... merupakan para pelaku usaha yang sama-sama
melakukan kegiatan Angkutan Udara Niaga Berjadwal yang
merupakan pesaing antara satu dengan lainnya." --------------31.13.2 Bahwa Garuda/Terlapor I merupakan Badan Usaha Milik
Negara ("BUMN") berbentuk Persero berdasarkan Undangundang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
("UU BUMN"), yang didirikan dengan maksud dan tujuan
antara lain untuk: -----------------------------------------------------31.13.2.1

Memberikan sumbangan bagi perkembangan


perekonomian nasional pada umumnya dan
penerimaan negara pada khususnya; -------------

31.13.2.2

Mengejar keuntungan; ------------------------------

31.13.2.3

Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa


penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu

173

SALINAN
tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup
orang banyak; ---------------------------------------31.13.3 Lebih lanjut, kewajiban Garuda/Terlapor I untuk melakukan
fungsi pelayanan umum (public service obligation) sesuai
dengan Pasal 66 ayat (1) UU BUMN, yaitu: "(1) Pemerintah
dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk
menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap
memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN;----------31.13.4 Bahwa fungsi pelayanan umum (public service obligation)
tersebut diwujudkan oleh Garuda/Terlapor I dengan tetap
melayani

rute

penerbangan

sesuai

dengan

kebutuhan

masyarakat umum meskipun beban biaya operasional semakin


tinggi karena harga avtur telah secara signifikan terus
meningkat sejak tahun 2006; ----------------------------------------31.13.5 Perbandingan Route Result tahun 2008 antara rute penerbangan
yang menguntungkan dan rute yang tidak menguntungkan bagi
Garuda/Terlapor I adalah sebagaimana berikut ini: ---------------

Rahasia

Gambar 3. Sumber: Garuda/Terlapor I

31.13.6 Meskipun harus menghadapi beban operasional yang tinggi


karena

fluktuasi

harga

minyak

dunia

yang

otomatis

mempengaruhi harga avtur, serta segala keterbatasan yang

174

SALINAN
dimilikinya selaku BUMN, Garuda/Terlapor I juga harus
bertahan untuk menghadapi persaingan yang ketat di industri
jasa penerbangan domestik, agar dapat terus memberikan
pelayanan yang terbaik bagi masyarakat sesuai dengan fungsi
dan kewajibannya untuk melaksanakan pelayanan umum serta
sesuai

dengan

fungsinya

memberikan

kontribusi

bagi

penerimaan Negara dan mencari keuntungan; --------------------31.13.7 Disamping itu sebagaimana telah disampaikan dalam tahap
Pemeriksaan

Pendahuluan

Garuda/Terlapor
penerbangan

di

dan

merupakan
Indonesia

Pemeriksaan
satu-

yang

satunya

Lanjutan,
maskapai

memberikan

layanan

penerbangan "Pelayanan Dengan Standard Maksimum" (full


services), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (1)
Undang-undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan ("UU
Penerbangan") dan penjelasannya; ---------------------------------31.13.8 "Pelayanan Dengan Standard Maksimum" (full services)
menimbulkan konsekuensi bahwa jumlah beban yang diangkut
pesawat Garuda/Terlapor I adalah lebih berat. Beratnya beban
yang diangkut menyebabkan jumlah bahan bakar yang
dikonsumsi

pesawat

Garuda/Terlapor

dalam

setiap

penerbangannya akan lebih banyak dibandingkan dengan


pesawat yang dioperasikan maskapai penerbangan lainnya (low
cost carrier); ----------------------------------------------------------31.13.9 Tingkat konsumsi bahan bakar untuk jenis pesawat dan jarak
tempuh yang sama akan lebih besar, sedangkan jumlah
penumpang yang dapat diangkut adalah lebih sedikit karena
perbedaan konfigurasi seat (adanya business class seat dan juga
kelas ekonomi dengan jarak antar kursi yang lebih besar) dalam
pesawat adalah merupakan faktor utama, disamping faktor
harga bahan bakar (avtur), yang dapat mempengaruhi besaran
dan penghitungan fuel surcharge penumpang untuk setiap rute;

175

SALINAN
Garuda Indonesia
Pendapatan Fuel Surcharge Tahun 2008
Jumlah Penumpang Domestik Tahun 2008
Konfigurasi tempat duduk 737 Classic
Fuel Surcharge per Pax Tahun 2008

IDR 1,514,934,141,782
7,591,810
134
IDR 199, 548

Maskapai A
Konfigurasi tempat duduk 737 Classic
FS per pax yang selayaknya dikenakan dengan
asumsi yang sama dengan GA (LF 65%)

160
IDR 162,058

Maskapai B
Konfigurasi tempat duduk 737 Classic
FS per pax yang selayaknya dikenakan dengan
asumsi yang sama dengan GA (LF 65%)

170
IDR 157,291

Gambar 4. Sumber: Garuda/Terlapor I

B.

Tentang Pasar Bersangkutan; --------------------------------------------------31.13.10 Tim Pemeriksa KPPU telah mendalilkan dalam butir (17)
halaman 63 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, bahwa pasar
produk dalam Perkara ini adalah layanan jasa penerbangan
penumpang berjadwal dari satu titik keberangkatan ke titik
kedatangan. Padahal yang menjadi objek permasalahan dalam
Perkara ini sebenarnya adalah kesepakatan penetapan harga dan
perhitungan yang curang dari fuel surcharge. Dengan demikian,
Tim Pemeriksa KPPU tidak jelas dan kabur (obscuur libel)
dalam menjelaskan tuduhan kepada para Terlapor dalam
Perkara ini; ------------------------------------------------------------31.13.11 Pada kenyataannya, bagi Garuda/Terlapor I fuel surcharge
merupakan komponen biaya dan bukan merupakan komponen
pendapatan. Hal ini adalah logis karena pada dasarnya
Garuda/Terlapor

tidak

memperdagangkan

atau

menjual

fuel/avtur kepada konsumen. Sebagaimana telah disampaikan


berulang kali dalam Tanggapan Garuda/Terlapor I dalam tahap
Pemeriksaan

Pendahuluan

dan

Pemeriksaan

Lanjutan,

penerapan fuel surcharge adalah semata-mata hanya untuk


menutupi selisih kenaikan harga avtur yang sangat signifikan
dibandingkan dengan asumsi harga avtur yang ditetapkan oleh
Departemen Perhubungan dalam KM No.9 2002; ----------------

176

SALINAN
31.13.12 Di samping itu, bukti kabur dan tidak jelasnya Tim Pemeriksa
KPPU dalam menetapkan pasar bersangkutan dapat dilihat dari
analisa dari segi produk dan segi geografis dalam butir (27)
halaman 64 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, di mana Tim
Pemeriksa KPPU mendalilkan bahwa pasar bersangkutan dalam
Perkara ini adalah layanan jasa penerbangan penumpang
berjadwal dari satu titik keberangkatan ke titik kedatangan di
catchment area pada setiap bandar udara. Padahal dalam butir
(37) halaman 16 Laporan Dugaan Pelanggaran dan dalam butir
V angka (7) halaman 7 Laporan Hasil Pemeriksaan
Pendahuluan, Tim Pemeriksa KPPU menyatakan bahwa pasar
bersangkutan dalam Perkara ini adalah jasa penerbangan
domestik di seluruh Indonesia;--------------------------------------31.13.13 Hal ini jelas menunjukkan bahwa Tim Pemeriksa KPPU tidak
konsisten dan secara semena-mena menetapkan definisi pasar
bersangkutan

dalam

Perkara

ini,

yang

semula

dalam

Pemeriksaan Pendahuluan adalah "jasa penerbangan domestik


di seluruh Indonesia" kemudian berubah menjadi "layanan jasa
penerbangan

penumpang

berjadwal

dari

satu

titik

keberangkatan ke titik kedatangan di catchment area pada


setiap bandar udara"; -------------------------------------------------31.13.14 Bahwa disamping itu sebagaimana telah disampaikan oleh
Garuda/Terlapor I dalam tahap Pemeriksaan Pendahuluan dan
Pemeriksaan Lanjutan, penentuan pasar bersangkutan dalam
perkara ini harus dilihat dari segi geografis berdasarkan rute
yang

dilayani

oleh

masing-masing

maskapai

dalam

penerbangan domestik; ----------------------------------------------31.13.15 Pada kenyataannya terdapat banyak rute penerbangan domestik
di Indonesia, berdasarkan KM No. 9/2002 setidak-tidaknya ada
416 rute namun pada kenyataannya tidak semua rute
penerbangan

tersebut

dilayani

oleh

semua

maskapai

177

SALINAN
penerbangan yang ada di Indonesia, yang menjadi Terlapor
dalam perkara ini;-----------------------------------------------------31.13.16 Sebagaimana dapat dilihat dari tabel di bawah ini yang
membandingkan

beberapa

rute

yang

dilayani

oleh

Garuda/Terlapor I dengan maskapai penerbangan lain (baik rute


yang padat maupun rute perintis), terbukti secara jelas dan
nyata bahwa Garuda/Terlapor tidak bersaing dengan seluruh
maskapai penerbangan di seluruh rute; ----------------------------RUTE PADAT

RUTE

Cengkareng -

BATAVIA

GARUDA

WINGS

LION

KARTIKA

AIR

INDONESIA

AIR

AIRUNES

AIRliNES

49

94

77

11

35

35

28

56

14

74

14

42

MERPATI

TRIGANA

INDONESIA

MANDALA

SRIWIJAYA

AIR ASIA

AIRLINES

AIR

14

22

21

284

14

102

84

14

14

198

49

28

11

190

63

14

140

INDONESIA

MANDALA

SRIWIJAYA

AIR ASIA

AIRLINES

AIR

MJSANTARA
AIRLINES

AIR

TOTAL

SIRVICE

Surabaya
Cengkareng Balikpapan
Cengkareng Medan
Cengkareng Denpasar
Cengkareng Ujungpandang

Gambar 5. Sumber: Garuda/Terlapor I

RUTE PERINTIS

RUTE

Denpasar-

MERPATI

TRIGANA

BATAVIA

GARUDA

WINGS

LION

KARTIKA

AIR

INDONESIA

AIR

AIRUNES

AIRliNES

14

14

13

14

MJSANTARA
AIRLINES

AIR

TOTAL

SIRVICE

Timika
UjungpandangBiak
BiakJayapura
Banda AcehCengkareng
JayapuraTimika

Gambar 6. Sumber: Garuda/Terlapor I

31.13.17 Gambar 5 - Gambar 6 di atas jelas membuktikan bahwa


faktanya Garuda/Terlapor I tidak bersaing di seluruh rute yang

178

SALINAN
dilayani oleh Garuda/Terlapor I dengan seluruh maskapai
penerbangan di Indonesia;-------------------------------------------31.13.18 Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, maka definisi "pasar
bersangkutan" yang ditentukan oleh Tim Pemeriksa KPPU
(yakni seluruh rute jasa penerbangan domestik di Indonesia)
adalah keliru atau setidak-tidaknya tidak jelas dan kabur
(obscuur libel), karena terbukti bahwa (i) bagi Garuda/Terlapor
I fuel surcharge merupakan komponen biaya dan bukan
merupakan komponen pendapatan; dan (ii) tidak seluruh rute
domestik yang tersedia dapat dilayani oleh seluruh maskapai
penerbangan yang ada di Indonesia, sehingga persaingan yang
terjadi di antara maskapai penerbangan tidak terjadi dalam
semua rute; ------------------------------------------------------------C. Tentang Dugaan Penetapan Harga (Pasal 5 UU No. 5/1999)
31.13.19 Tim Pemeriksa KPPU dalam butir (96) huruf (a) halaman 82
Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, menyatakan sebagai
berikut: ----------------------------------------------------------------"Oleh karena formula perhitungan fuel surcharge, asumsi harga
avtur, asumsi konsumsi avtur dan asumsi load factor yang
dibuat oleh masingmasing Terlapor berbeda-beda, maka
seharusnya pergerakan fuel surcharge yang ditetapkan oleh
masing-masing

Terlapor

juga

berbeda-beda

berdasarkan

pertimbangan ekonomi dari masing-masing perusahaan." -----Selain itu, dalam butir (54) halaman 68, butir (61) halaman 74,
dan butir (96) huruf (b) dan (c) halaman 83 Laporan Hasil
Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU menyatakan
bahwa dalam periode bulan Mei 2006 - Maret 2008 (Periode I),
terdapat kecenderungan pergerakan besaran fuel surcharge
yang sama antara para Terlapor, yang didukung dengan adanya
fakta bahwa: (i) terdapat perjanjian di antara Terlapor untuk
menetapkan besaran fuel surcharge pada bulan Mei 2006
sebesar Rp 20.000,00; dan (ii) sampai dengan bulan Maret 2008

179

SALINAN
pergerakan fuel surcharge para Terlapor masih menunjukkan
kecenderungan yang sama; ------------------------------------------31.13.20 Bahwa sebagaimana telah Garuda/Terlapor I sampaikan
sebelumnya dalam tahap Pemeriksaan Pendahuluan dan
Pemeriksaan Lanjutan, besaran fuel surcharge sebesar Rp
20.000,00 pada bulan Mei 2006 adalah didasarkan pada Berita
Acara

Pembahasan

Fuel

Surcharge

INACA

No.

9100/51/V/2006 tanggal 4 Mei 2006. Namun kemudian berita


acara tersebut telah dicabut berdasarkan anjuran dari KPPU
melalui surat No. 207/K/V/2006 tanggal 30 Mei 2006 kepada
INACA ("Surat KPPU No. 207/2006"). Dalam surat tersebut
KPPU memberikan anjuran agar INACA mencabut ketetapan
mengenai

fuel

surcharge

dan

menyerahkan

kembali

kewenangan dalam penghitungan besaran fuel surcharge ke


masing-masing maskapai penerbangan; ---------------------------31.13.21 Menindaklanjuti anjuran KPPU tersebut, INACA melalui surat
No. INC1001/238/V/2006 tanggal 31 Mei 2006 kepada KPPU
("Surat

INACA

No.

238/2006")

menyatakan

bahwa

berdasarkan hasil rapat anggota-anggota INACA pada tanggal


30 Mei 2006 (berdasarkan Notulen Rapat Anggota dan
Pengurus INACA No. 9100/57/V/2006), besaran fuel surcharge
diserahkan kembali ke masing-masing maskapai penerbangan
sesuai dengan anjuran dari KPPU. Berdasarkan fakta tersebut,
Garuda/Terlapor I sejak saat itu menghitung sendiri besaran
fuel surcharge secara independen berdasarkan formula yang
diterapkan oleh Garuda/Terlapor I sendiri;------------------------31.13.22 Selain itu, jika dilihat dari data yang digunakan sendiri oleh
Tim Pemeriksa KPPU dalam Tabel 23 - Tabel 25 halaman 37 40 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, terbukti secara jelas
dan nyata bahwa kesamaan besaran fuel surcharge antara
Garuda/Terlapor I dengan maskapai penerbangan lainnya yang
menjadi Terlapor dalam Perkara ini hanya terjadi dalam bulan

180

SALINAN
Mei 2006, baik untuk penerbangan 0 - 1 jam, 1 - 2 jam, maupun
2 - 3 jam yaitu sebesar Rp 20.000,00. Sedangkan setelah bulan
Mei 2006, besaran tuel sordtsrqe Garuda/Terlapor I sama sekali
tidak sama dengan besaran fuel surcharge dari maskapai
lainnya;-----------------------------------------------------------------31.13.23 Dengan demikian terbukti secara jelas dan nyata bahwa tidak
mungkin sama sekali ada perjanjian atau kesepakatan dalam
bentuk apapun yang dilakukan oleh Garuda/Terlapor I dengan
maskapai lain terkait dengan penghitungan besaran fuel
surcharge, karena pada faktanya antara Mei 2006 - Maret 2008
besaran fuel surcharge Garuda/Terlapor I selalu berbeda dengan
maskapai lainnya;-----------------------------------------------------31.13.24 Selain itu, berdasarkan data yang disajikan oleh Tim Pemeriksa
KPPU sendiri dalam Tabel 23 - Tabel 25 halaman 37 - 40
Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, bahkan besaran fuel
surcharge Garuda/Terlapor I bukan merupakan yang terbesar
dibandingkan

maskapai

penerbangan

lain,

walaupun

Garuda/Terlapor I menyediakan jasa pelayanan penerbangan


full service, sebagaimana terlihat dibawah ini: -------------------Perbandingan Fuel Surcharge Garuda/Terlapor I Dengan Maskapai
Penerbangan Lain ( sampai dengan 1 Jam Penerbangan)

Gambar 7 - Sumber: data dalam LHPL Perkara No.25/KPPU-I/2009, diolah

181

SALINAN

Perbandingan Fuel Surcharge Garuda/Terlapor I Dengan Maskapai


Penerbangan Lain (1-2 Jam Penerbangan)

Gambar 8 - Sumber: data dalam LHPL Perkara No.25/KPPU-I/2009, diolah

Perbandingan Fuel Surcharge Garuda/Terlapor I Dengan Maskapai


Penerbangan Lain ( Sampai 2-3 Jam Penerbangan)

Gambar 9 - Sumber: data dalam LHPL Perkara No.25/KPPU-I/2009, diolah

182

SALINAN
31.13.25 Di samping itu, berdasarkan analisa dan uji statistik dengan
metode Bartlett-Levene dan Brown-Forhyte (sebagaimana
dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan butir 59
- 96, Grafik 38 - 46, Tabel 30 -35, halaman 69 - 83), Tim
Pemeriksa KPPU menyimpulkan bahwa terdapat suatu tren
yang sama, korelasi positif dan variasi yang sama diantara
maskapai penerbangan dalam menetapkan fuel surcharge
khususnya untuk periode Mei 2006 - Maret 2008. Tim
Pemeriksa KPPU menyatakan bahwa hal tersebut merupakan
bukti adanya kerjasama antara maskapai penerbangan untuk
menetapkan fuel surcharge; -----------------------------------------31.13.26 Bahwa sebagaimana terbukti dengan Gambar 1 dan 2 di atas,
analisa dan uji statistik yang dilakukan Tim Pemeriksa KPPU
dalam menyimpulkan adanya pergerakan perubahan fuel
surdierqe yang sama dari 12 maskapai, hanya didasarkan pada
data dan informasi dari 9 maskapai. Dari 9 maskapai itu pun
hanya 2 maskapai yang menyerahkan data dan informasi fuel
surcharge secara lengkap untuk periode sejak Mei 2006 Desember 2009. Dengan demikian terbukti bahwa analisa yang
dilakukan Tim Pemeriksa KPPU tidak dapat dibenarkan dan
tidak sesuai dengan kaidah ilmu statistik, karena telah terjadi
kesalahan mendasar dalam penerapan ilmu statistik oleh Tim
Pemeriksa KPPU;-----------------------------------------------------31.13.27 Kesalahan dan ketidakakuratan atas hasil analisa dan uji
statistik yang dilakukan Tim Pemeriksa KPPU tersebut terjadi
karena Tim Pemeriksa KPPU terlihat berusaha untuk
melengkapi dan memperkirakan sendiri data besaran fuel
surcharge dari beberapa maskapai penerbangan yang tidak
tersedia. Disamping itu, untuk membuktikan kebenaran analisa
dan uji statistik yang dilakukan Tim Pemeriksa KPPU tersebut,
Garuda/Terlapor I telah melakukan uji statistik dengan
menggunakan metode Granger Causality Test (Lampiran -1);--

183

SALINAN
31.13.28 Dari hasil uji statistik yang dilakukan oleh Garuda/Terlapor I
tersebut, terbukti secara jelas bahwa seandainya pun terdapat
gerakan yang sama dalam periode tertentu terkait dengan
besaran fuel surcharge, namun gerakan tersebut bukanlah
merupakan gerakan sebab-akibat. Bahkan seandainyapun
terdapat gerakan perubahan fuel surcharge yang seragam dari
semua maskapai penerbangan, tidak lantas dapat disimpulkan
bahwa harga yang dibebankan kepada harga tiket adalah setara.
Hal ini dikarenakan setiap maskapai penerbangan memiliki
struktur biaya yang berbeda-beda;----------------------------------31.13.29 Disamping hal-hal sebagaimana dimaksud di atas, dugaan Tim
Pemeriksa KPPU bahwa adanya perjanjian penetapan harga
adalah tidak berdasar sama sekali, karena pada faktanya
persaingan dalam industri penerbangan semakin tajam dalam
beberapa tahun belakangan ini. Semakin tajamnya persaingan
dalam industri penerbangan, tentunya tidak mungkin terjadi
apabila terdapat kerjasama atau kesepakatan penetapan besaran
fuel surcharge antara para maskapai penerbangan sebagaimana
dituduhkan oleh Tim Pemeriksa KPPU dalam butir 96 halaman
82-83 Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan; ---------------------31.13.30 Dari grafik di bawah ini terbukti secara jelas dan nyata bahwa
HHI Index industri penerbangan turun secara drastis dari sekitar
2.271 pada tahun 2004 menjadi 1.575 pada tahun 2006. Di
samping itu, grafik di bawah ini juga menunjukkan pergerakan
pangsa pasar Garuda/Terlapor I yang justru mengalami
penurunan di tahun 2004 - 2006 walaupun jumlah penumpang
Garuda/Terlapor I mengalami peningkatan pada periode yang
sama. Tentunya kondisi ini tidak mungkin terjadi jika memang
ada kerjasama atau kesepakatan antara Garuda/Terlapor I
dengan para Terlapor dalam Perkara ini; ---------------------------

184

SALINAN

Gambar 10. Sumber: Garuda/Terlapor I

Gambar 11. Sumber: Garuda/Terlapor I

185

SALINAN
31.13.31 Bahwa, sebagaimana telah Garuda/Terlapor I sampaikan juga
dalam tahap Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan
Lanjutan, tidak adanya suatu kesepakatan apapun antara
Garuda/Terlapor

dengan

maskapai

penerbangan

lain

sebagaimana dituduhkan oleh Tim Pemeriksa KPPU, juga dapat


dibuktikan dari segi hukum yaitu dengan tidak adanya
perjanjian atau kesepakatan, baik secara tertulis maupun
lisan/tidak tertulis, dengan maskapai penerbangan domestik
lainnya ataupun dengan pihak lain manapun yang dimaksudkan
untuk menetapkan harga atau tarif atau biaya jasa penerbangan
termasuk tarif fuel surcharge dalam rangka penyediaan jasa
layanan penerbangan sipil domestik;-------------------------------31.13.32 Disamping fakta-fakta yang telah diungkapkan di atas,
berdasarkan doktrin hukum perdata yang berlaku di Indonesia,
ada atau tidaknya suatu perjanjian, baik tertulis maupun lisan,
harus dibuktikan dengan ada atau tidaknya kesepakatan antara
para pihak, yang mensyaratkan adanya "penawaran dan
penerimaan"; ----------------------------------------------------------31.13.33 Bahwa satu-satunya parameter (tolak ukur) berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menentukan
ada atau tidaknya suatu kesepakatan adalah ketentuan Pasal
1320 KUHPerdata, dimana ada atau tidaknya suatu perjanjian
haruslah memenuhi empat syarat (kesepakatan antara mereka
yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu
perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal);------31.13.34 Bahwa dengan tidak pernah dibuatnya perjanjian atau
kesepakatan, baik secara tertulis maupun lisan/tidak tertulis,
antara Garuda/Terlapor I dengan maskapai penerbangan
domestik lainnya ataupun dengan pihak lain manapun yang
dimaksudkan untuk menetapkan besaran fuel surcharge, maka
dengan demikian terbukti tidak ada offer and acceptance

186

SALINAN
(penawaran dan penerimaan) antara Garuda/Terlapor I dengan
maskapai penerbangan domestik lainnya; -------------------------31.13.35 Dengan demikian, dari segi yuridis pun tidak dapat dibuktikan
ada perjanjian atau kesepakatan antara Garuda/Terlapor I
dengan maskapai penerbangan lain sehubungan dengan besaran
fuel surcharge baik secara lisan maupun tertulis, secara
langsung maupun tidak langsung; ----------------------------------31.13.36 Bahwa berdasarkan fakta-fakta dan penjelasan tersebut di atas,
dengan demikian secara material unsur "perjanjian untuk
menetapkan harga" dalam Pasal 5 UU No. 5/1999 tidak
terpenuhi; --------------------------------------------------------------D. Tentang dugaan kecurangan dalam menetapkan besaran fuel surcharge
(Pasal 21 UU No. 5/1999); -----------------------------------------------------31.13.37 Dalil Tim Pemeriksa KPPU tentang keterkaitan antara fuel
surcharge dengan batas atas tarif dasar penumpang angkutan
niaga berjadwal dalam negeri adalah tidak benar;----------------31.13.38 Dalam Kesimpulan angka (4) halaman 149 Laporan Hasil
Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa KPPU menyatakan
sebagai berikut: "... dan nilai fuel surcharge sejak Maret 2008
telah melampaui tariff batas atas sebagaimana diterapkan dalam
KM No. 9 Tahun 2002"; ---------------------------------------------31.13.39 Pada faktanya, Pasal 1 ayat (3) KM No. 9/2002 secara jelas
menyatakan bahwa tarif penumpang angkutan niaga berjadwal
dalam negeri kelas ekonomi belum termasukPPN, iuran wajib
dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang dari PT Jasa
Raharja, asuransi tambahan lainnya secara sukarela, dan tarif
jasa pelayanan penumpang pesawat udara sesuai ketentuan
yang berlaku; ----------------------------------------------------------31.13.40 Dengan demikian, Tim Pemeriksa KPPU dalam hal ini telah
keliru dalam membuat kesimpulan bahwa nilai fuel surcharge
sejak Maret 2008 telah melampaui batas atas sebagaimana
ditetapkan dalam KM No. 9/2002, mengingat pada faktanya

187

SALINAN
bahwa KM No. 9/2002 sama sekali tidak mengatur batas atas
fuel surcharge; --------------------------------------------------------31.13.41 Tidak termasuknya fuel surcharge dalam komponen tarif dasar
ini juga sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009
tentang

Penerbangan

("UU

Penerbangan"),

berdasarkan

penjelasan Pasal 123 ayat (3d) UU Penerbangan, sebagai


berikut: " ... biaya tuslah/tambahan (surcharge)" adalah biaya
yang dikenakan karena terdapat biaya-biaya tambahan yang
dikeluarkan oleh perusahaan angkutan udara di luar
perhitungan penetapan tarif jarak antara lain biaya fluktuasi
harga bahan bakar (fuel surcharge) dan biaya yang ditanggung
oleh perusahaan angkutan udara karena pada saat berangkat
atau pulang penerbangan tanpa penumpang, misalnya pada
saat hari raya"; -------------------------------------------------------31.13.42 Pada faktanya, penerapan tarif dasar Garuda/Terlapor I hampir
selalu mencapai batas atas sebagaimana diatur dalam KM No.
9/2002. Hal ini merupakan konsekuensi langsung dari adanya
perbedaan kategori Garuda/Terlapor I dengan maskapai
penerbangan lainnya. Garuda/Terlapor I merupakan satusatunya maskapai penerbangan Indonesia yang berada dalam
kategori "full service (dalam UU Penerbangan dikenal sebagai
"pelayanan dangan standar maksimum"), yang tentunya
membutuhkan biaya yang lebih tinggi dalam memberikan
pelayanan tersebut dibandingkan dengan maskapai penerbangan
lainnya yang merupakan low cost carrier (dalam UU
Penerbangan dikenal sebagai "pelayanan dengan standar
minimum'');------------------------------------------------------------31.13.43 Dengan diperhitungkannya fuel surcharge dalam komponen
tarif dasar akan menyebabkan Garuda/Terlapor I menerapkan
tarif dasar yang melewati batas atas sebagaimana ditetapkan
Pemerintah. Oleh sebab itu, fuel surcharge tidak dapat

188

SALINAN
dijadikan

komponen

dalam

menghitung

tarif

dasar

Garuda/Terlapor I;----------------------------------------------------31.13.44 Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, terbukti secara jelas dan
nyata bahwa Tim Pemeriksa KPPU tidak memahami fungsi fuel
surcharge dikaitkan dengan batas atas tarif dasar sebagaimana
diatur dalam KM No. 9/2002 tentang tarif dasar penumpang
angkutan niaga berjadwal dalam negeri; --------------------------31.14 Fuel

surcharge

bukan

merupakan

komponen

keuntungan

bagi

Garuda/Terlapor I; ---------------------------------------------------------------31.14.1.1 Garuda/Terlapor I tidak memperoleh keuntungan dari fuel


surcharge, karena fuel surcharge merupakan beban biaya
avtur dan bukannya komponen Garuda/Terlapor I dalam
memperoleh pendapatan. Faktanya, fuel surcharge diterapkan
oleh Garuda/Terlapor I semata-mata untuk menutupi biaya
atas fluktuasi harga avtur yang terus meningkat;---------------31.14.1.2 Garuda/Terlapor I memperlakukan dan mencatat pembelian
avtur 1 fuel sebagai biaya produksi, yang mana komponen
biaya avtur / fuel dalam total biaya operasional relatif sangat
besar. Pada tahun 2006 komponen biaya avtur mencapai 35,2
% dari total biaya operasional, dan sebesar 35,4 % pada tahun
2007 serta 43,3 % pada tahun 2008; ------------------------------

Struktur Beban Operasional PT Garuda Indonesia 2006-2008 (Rahasia)


Komponen Biaya

2006

2007

2008

189

SALINAN
Komponen Biaya

2006

2007

2008

Gambar 12. Sumber: Garuda/Terlapor I

31.14.1.3 Bahwa sebagaimana dinyatakan dan diakui oleh Tim


Pemeriksa KPPU dalam butir (86) halaman 55 Laporan Hasil
Pemeriksaan Lanjutan, dalam struktur biaya pengeluaran
biaya bahan bakar/fuel dikategorikan sebagai variable cost
atau biaya variable. Sebagaimana terbukti dalam Tabel 27
tentang perbandingan pendapatan fuel surcharge dan fuel cost
tahun 2006-2007 halaman 56 Laporan Hasil Pemeriksaan
Lanjutan,

jumlah

fuel

surcharge

yang

diperoleh

Garuda/Terlapor I jauh lebih kecil dari jumlah fuel cost dalam


setahun; --------------------------------------------------------------31.14.1.4 Dengan

demikian

terbukti

secara

jelas

bahwa

Garuda/Terlapor I tidak menggunakan fuel surcharge sebagai


alat untuk mendapatkan keuntungan, namun semata-mata
untuk menutupi selisih biaya bahan bakar avtur sebagai akibat

190

SALINAN
dari fluktuasi harga avtur yang telah jauh melebihi asumsi
harga avtur yang digunakan dalam KM No. 9 /2002; ---------31.14.1.5 Disamping itu, pada faktanya keuntungan usaha yang
diperoleh oleh Garuda/Terlapor I adalah merupakan hasil dari
upaya-upaya

Garuda/Terlapor

dalam

memperbaiki

kinerjanya, yaitu: a. Melakukan restrukturisasi rute; b.


Melakukan efisiensi sebesar 25% dalam waktu tiga tahun,
dengan cara peremajaan pesawat, negosiasi kontrak, eauction, zero growth pegawai; c. Penerapan manajemen yang
sistemik, contohnya dengan Revenue Management System,
Network Management System, mengurangi ground time; d.
Sinergi anak perusahaan Garuda/Terlapor I;--------------------31.14.1.6 Pada

faktanya

tingkat

keuntungan

yang

diperoleh

Garuda/Terlapor I sejak tahun 2006 sampai sekarang


jumlahnya masih relatif kecil bila dibandingkan dengan
keuntungan yang diperoleh maskapai penerbangan lainnya,
sebagaimana terlihat dalam grafik-grafik dibawah ini: --------

Rahasia

Gambar 13. Sumber: Garuda/Terlapor I

191

SALINAN
BEBERAPA INDIKATOR KINERJA PT GARUDA 2003-2008

Rahasia

Gambar 14. Sumber: Garuda/Terlapor I

31.14.1.7 Disamping

keuntungan

yang

mulai

diperoleh

Garuda/Terlapor I, pada faktanya justru pada saat peak season


Garuda/Terlapor I justru mengalami kerugian, sebagaimana
ditunjukkan grafik (data tahun 2008) berikut ini (RAHASIA):
DESCRIPTION

SEMESTER I

JULY

AUG

SEPT

OCT

NOV

DEC

TOTAL

Gambar 15. Sumber: data Garuda/Terlapor I

31.14.1.8 Dalam periode 2006 - 2008, terbukti secara jelas dan nyata
bahwa besaran fuel surcharge Garuda/Terlapor I juga selalu
lebih kecil dari besaran fuel cost;----------------------------------

192

SALINAN

Rahasia

Gambar 16. Sumber: data Garuda/Terlapor I

Hal ini membuktikan bahwa Garuda/Terlapor I tidak


menjadikan fuel surcharge sebagai sumber pendapatan,
melainkan untuk mempersempit selisih antara besaran avtur
yang telah ditetapkan oleh Departemen Perhubungan dengan
besaran

nyata

avtur

yang

harus

dibayarkan

oleh

Garuda/Terlapor I ke Pertamina; ---------------------------------31.14.1.9 Di samping itu, Garuda/Terlapor I selalu memenuhi


kewajiban-kewajiban perpajakan nya terkait dengan fuel
surcharge,

termasuk

pemenuhan

kewajiban

Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan Badan (PPh


Badan) (lihat Lampiran - 22 dalam Tanggapan dalam
Pemeriksaan Lanjutan);--------------------------------------------31.14.1.10 Dengan demikian tuduhan Tim Pemeriksa KPPU bahwa fuel
surcharge merupakan komponen Garuda/Terlapor I untuk
memperoleh pendapatan, terlebih lagi untuk memperoleh
keuntungan adalah sama sekali tidak benar; --------------------31.14.2 Pasal 21 UU No. 5/1999 mengatur tentang penetapan harga rendah;-----31.14.2.1 Terkait dengan penjelasan dari Pasal 21 UU No. 5/1999,
maka secara yuridis Pasal 21 UU No. 5/1999 bagaimanapun
juga harus dimaknai dalam kerangka penetapan harga rendah
dengan tujuan mematikan pelaku usaha lain dan menguasai
pasar; -----------------------------------------------------------------

193

SALINAN
31.14.2.2 Bahwa Pasal 21 UU No. 5/1999 harus diinterpretasikan dalam
kerangka

melarang

pelaku

usaha

untuk

melakukan

kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya


lainnya
peraturan

sebagai

komponen

harga,

perundang-undangan,

yang

dengan

melanggar

bertujuan

untuk

memperoleh biaya faktor-faktor produksi yang lebih rendah


dari yang seharusnya, atau yang dikenal sebagai 'Jual rugi"
untuk mematikan pelaku usaha pesaing dan kemudian
menguasai pasar atau kemungkinan untuk "transfer pricing";
31.14.2.3 Bahwa secara yuridis ketentuan Pasal 21 UU No. 5/1999
sudah amat sangat jelas dan tidak perlu ditafsirkan lain selain
dari apa yang tertulis didalamnya, dimana terkait dengan
maksud atau arti kata "kecurangan", penjelasan Pasal 21 UU
No. 5/1999 secara tegas telah menyebutkan bahwa:
"Kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya
lainnya adalah pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan yang ber/aku untuk memperoleh biaya faktor-faktor
produksi yang lebih rendah dari seharusnya"; ------------------31.14.2.4 Bahwa penjelasan ketentuan Pasal 21 UU No. 5/1999
dimaksud merupakan bagian yang menjadi kesatuan dengan
ketentuan pasal 21 UU No. 5/1999, hal mana didasarkan pada
adanya ketentuan sesuai dengan Pasal 47 Undang-Undang
No.

10

tahun

2004

tentang

Pembentukan

Peraturan

Perundang-undangan ("UU No. 10/2004"), yang pada


pokoknya secara tegas menyatakan bahwa Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia memuat penjelasan
peraturan perundang-undangan yang dimuat dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia;---------------------------------------31.14.2.5 Sebagaimana juga ditegaskan dalam UU No. 10/2004, pada
pokoknya penjelasan adalah tafsiran resmi dari pembentuk
peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, dalam
konteks ketentuan Pasal 21 UU No. 5/1999, secara yuridis

194

SALINAN
tafsiran resmi dari pembentuk UU No. 5/1999 khusus
mengenai arti kata "kecurangan" dalam ketentuan Pasal 21
UU No. 5/1999 haruslah ditafsirkan sebagaimana penjelasan
pasal 21 tersebut diatas, yakni bahwa kecurangan dimaksud
harus dikaitkan tindakan untuk memperoleh biaya faktorfaktor produksi yang lebih rendah dari seharusnya, bukannya
ditafsirkan lain, apalagi jika di tafsirkan untuk mengenakan
biaya faktor-faktor produksi yang lebih tinggi;-----------------31.14.2.6 Faktanya, Garuda/Terlapor I tidak menetapkan harga jual
rendah atas jasa penerbangan dan tidak memiliki maksud
untuk melakukan transfer pricing atau untuk mematikan
pelaku usaha lain atau untuk menguasai pasar. Berdasarkan
Laporan Pemeriksaan Pendahuluan, Garuda/Terlapor I justru
dituduh menetapkan besaran fuel surcharge yang terlalu
tinggi; ----------------------------------------------------------------31.14.2.7 Berdasarkan hal diatas maka secara yuridis Pasal 21 UU No.
5/1999 beserta penjelasannya tentu tidak relevan untuk
diterapkan dalam penetapan fuel surcharge oleh maskapai
penerbangan, di mana fuel surcharge ditetapkan untuk
menutupi fluktuasi kenaikan harga avtur sejak tahun 2006; --31.14.2.8 Dari fakta-fakta dan dalil-dalil sebagaimana telah diuraikan di
atas, menjadi fakta yang tidak terbantahkan lagi bahwa
Garuda/Terlapor I tidak terbukti melanggar Pasal 5 dan Pasal
21 UU No. 5/1999; -------------------------------------------------31.14.2.9 Oleh karenanya, Garuda/Terlapor I dengan ini memohon
kepada Majelis Komisi yang terhormat untuk: -----------------(1) Menolak dan mengesampingkan dalil-dalil dan buktibukti

Tim

Pemeriksa

KPPU

dalam

Pemeriksaan

Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan; -------------------(2) Mempertimbangkan dan menerima setiap dan seluruh
fakta-fakta dan dalil-dalil yang telah disampaikan oleh
Garuda/Terlapor I di atas;--------------------------------------

195

SALINAN
(3) Mengesampingkan alat-alat bukti yang tidak sah atau
tidak memiliki nilai pembuktian yang sempurna serta
kesimpulan dari Tim Pemeriksa KPPU; --------------------(4) Menjatuhkan
Garuda/Terlapor

putusan
I

tidak

dengan
terbukti

menyatakan

secara

sah

dan

meyakinkan melanggar Pasal 5 UU No. 5/1999; ----------(5) Menjatuhkan


Garuda/Terlapor

putusan
I

tidak

dengan
terbukti

menyatakan

secara

sah

dan

meyakinkan melanggar Pasal 21 UU No.5/1999; ---------32.

Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL,


Terlapor II, PT Sriwijaya Air menyampaikan hal-hal sebagai berikut (vide bukti
C14.2);----------------------------------------------------------------------------------------32.1 Bahwa Tidak ada Bukti Pelanggaran Pasal 5 UU Persaingan; ----------------32.1.1

Pasal 5 UU Persaingan melarang pelaku usaha membuat


perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan
harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh
konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama; --

32.1.2

Bahwa tidak ada bukti tertulis maupun lisan dari keseluruhan


laporan Tim Pemeriksa KPPU tentang pengikatan SJ dalam
penetapan FS. Tim Pemeriksa Lanjutan mencoba mencermati
perilaku pasar SJ dan dan Terlapor lain melalui pola koordinasi
dari pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh INACA
serta pola penerapan dari FS masing masing terlapor (Halaman
83 huruf c LHPL); -------------------------------------------------------

32.1.3

Tim Pemeriksa menyatakan bahwa perubahan FS di antara Mei


2006 dan Maret 2008 menunjukkan kecenderungan yang sama
yang tidak dapat dijustifikasi secara ekonomi oleh para Terlapor.
Atas dasar ini Tim Pemeriksa Lanjutan menilai kecenderungan
tersebut didasarkan pada suatu perjanjian antar Terlapor. Tim
Pemeriksa selanjutnya menyatakan perjanjian yang dimaksud
adalah penetapan FS sebesar Rp. 20.000 pada tahun 2006 oleh

196

SALINAN
INACA. Tim Pemeriksa meyimpulkan kedua hal tersebut
merupakan bukti adanya perjanjian penetapan harga; -------------32.1.4

SJ sangat keberatan dengan kesimpulan Tim Pemeriksa Lanjutan


dengan alasan berikut ini:-----------------------------------------------

32.1.5

Bahwa penetapan FS tersebut dilakukan pada tahun 2006 dan


sebagaimana diketahui atas prakarsa KPPU sendiri penetapan
harga tersebut dihentikan dengan mengembalikan kewenangan
penentuan FS kepada masing-masing perusahaan penerbangan.
SJ tidak melihat adanya hubungan antara penetapan FS oleh
INACA pada tahun 2006 tersebut dengan pola penerapan FS
setelahnya. Walaupun dianggap terdapat kesamaan FS diantara
terlapor, SJ melihat justru tidak ada alasan ekonomi dari Tim
Pemeriksa Lanjutan untuk membuktikan hubungan antara
penetapan FS oleh INACA yang hanya berlaku sesaat pada waktu
itu. Kesamaan FS secara ekonomi dapat dijelaskan dengan
adanya persamaan struktur biaya pada perusahaan penerbangan.
Terlebih apabila jenis pesawatnya sejenis dengan konsumsi bahan
bakar yang sama kesamaan besaran FS dapat saja terjadi.
Kesamaan atau kemiripan harga bukan merupakan suatu indikasi
adanya penetapan harga. Terlebih ketika avtur dalam hal ini
dipasok oleh pemasok tunggal Pertamina. Sehingga kalaupun ada
persamaan, situasi ini merupakan fakta yang wajar dan bukan
merupakan pelanggaran UU Persaingan; -----------------------------

32.1.6

Namun demikian, dalam kenyataannya Tabel 23 dari LHPL


justru menunjukkan bahwa sejak dikembalikannya penerapan FS
kepada masing-masing perusahaan kami tidak melihat ada
persamaan FS secara keseluruhan dalam tabel tersebut. Besaran
FS Garuda misalnya hampir selalu lebih tinggi dari pada FS SJ.
Begitupun terdapat perbedaan besaran FS SJ dibandingkan
dengan

perusahaan

penerbangan

yang

lain

baik

untuk

penerbangan kurang dari satu jam sampai dengan 3 jam. Jadi,

197

SALINAN
sebenarnya persamaan besaran FS itu sendiri tidak terjadi dalam
kenyataannya; -----------------------------------------------------------32.1.7

Tim Pemeriksa Lanjutan juga tidak dapat membuktikan adanya


pola koordinasi dari para terlapor melalui komunikasi yang
berlanjut untuk menetapkan harga FS. Bahwa pergerakan atau
penyesuaian harga dalam industri manapun tidak melanggar UU
Persaingan apabila dilakukan secara spontaneous. Apapun
perubahan dan penyesuaian FS yang dilakukan oleh perusahaan
penerbangan pada perkara a quo, dengan tidak adanya bukti
koordinasi melalui suatu komunikasi, merupakan suatu inisiatif
yang spontaneous dan bukan merupakan pelanggaran;-------------

32.1.8

Perlu dicatat bahwa dalam Draft Pedoman Kartel KPPU, program


leniensi diperkenalkan karena diakui oleh KPPU bahwa sangat
sulit untuk membuktikan telah terjadinya kartel, tentunya
termasuk penetapan harga; ---------------------------------------------

32.1.9

Pada halaman 39 Draft Pedoman Kartel, KPPU menyatakan


sebagai berikut: Pelanggaran terhadap hukum persaingan sangat
berbeda dengan hukum lainnya. Suatu dugaan penetapan harga
sulit untuk dibuktikan, karena keberadaan teori ekonomi maka
terdapat kecenderungan para pelaku usaha yang bersaing akan
mengeluarkan harga yang sama, baik pada pasar kompetitif
maupun kartel, sehingga adanya harga yang sama tidak dapat
dianggap

sebagai

indikasi

pelanggaran

terhadap

hukum

persaingan usaha; ------------------------------------------------------32.1.10 Draft pedoman kartel tersebut konsisten dengan pendapat dari
European Court of Justice (ECJ) dalam kasus landmark
hukum persaingan di Uni Eropa, Suiker Unie and Zuchner
(dimana keputusan komisi Eropa dibatalkan) yang menyatakan:
Parallel

pricing

behavior

in

an

oligopoly

producing

homogenous good would not in itself be sufficient evidence of a


concerted practice. Thus parallel, action explicable in term of
barometric price leadership (that is to say, linked to a change in

198

SALINAN
the market conditions, for example, an increase in the price of the
main raw material) would not be sufficient evidence of a
concerted practice;----------------------------------------------------32.1.11 Dengan demikian jelas bahwa apabila diasumsikan pergerakan
FS menunjukkan adanya trend yang sama, korelasi positif dan
variasi yang sama di antara para Terlapor bukan merupakan bukti
yang memadai untuk menentukan adanya penetapan harga; ------32.1.12 Ahli Ekonomi dari LPEM-UI Chatib Basri menegaskan dalam
pernyataannya bahwa pergerakan secara statistik sama tidak serta
merta disimpulkan telah terjadinya penetapan harga atau kartel
(lihat terlampir);---------------------------------------------------------32.1.13 Karenanya kami berpendapat bukti-bukti yang disampaikan oleh
Tim Pemeriksa untuk menyimpulkan telah terjadinya penetapan
FS tidak memadai dan seharusnyalah ditolak oleh Majelis
Komisi; -------------------------------------------------------------------32.1.14 Bahwa unsur penting yang harus dipenuhi dalam Pasal 5 UU
Persaingan adalah adanya penerapan harga yang eksesif yang
merugikan konsumen atau pelanggan; -------------------------------32.1.15 Menurut padangan kami, FS bukanlah merupakan harga
sebagaimana dimaksud oleh Pasal 5 UU Persaingan. FS bukan
merupakan pendapatan (income atau revenue) dari perusahaan
penerbangan melainkan biaya karena aplikasinya ditujukan
untuk menopang biaya produksi yang melonjak pada perusahaan
penerbangan dikarenakan adanya lonjakan harga avtur. Karena
FS bukan harga besaran FS justru lebih baik diatur oleh
Pemerintah

dengan

rumusan

yang

dapat

mengakomodir

pergerakan harga avtur. Sebagaimana diketahui bahwa adanya FS


dikarenakan eksistensi dari batas atas dari harga dasar tiket
pesawat yang ditetapkan melalui KM 9 Tahun 2002. Keputusan
Menteri ini dengan jelas menyatakan bahwa PPN, IWJR dan
asuransi tidak termasuk dalam basic fare. Dalam hal ini tentunya
FS tidak termasuk dalam harga dasar tiket tersebut.

Dengan

199

SALINAN
demikian unsur harga justru tidak terpenuhi dalam penerapan
Pasal 5 UU Persaingan pada perkara a quo;-------------------------32.1.16 Secara logis, apabila FS dikategorikan sebagai harga dalam
perkara a quo, Tim Pemeriksa Lanjutan memperbolehkan FS
dipakai

untuk

mencari

keuntungan

asal

tidak

eksesif.

Rasionalistas ini sekaligus menunjukkan kerancuan logika dari


Tim Pemeriksa Lanjutan dalam perkara a quo; ---------------------32.1.17 Bahwa penentuan telah terjadinya harga yang eksesif hanya dapat
dilakukan dengan menganalisis biaya marginal (marginal cost).
Pengujian ini harus melalui telaah yang komprehensif tentang
biaya produksi aktual dari pelaku usaha; ----------------------------32.1.18 Dalam praktek hukum persaingan di Eropa pada kasus United
Brands v. Comission [1978] ECR 207, [1978] 1 CMLR 429, ECJ
menetapkan bahwa pengujian terhadap biaya produksi individual
perusahaan mutlak harus dilakukan untuk menentukan adanya
harga yang eksesif, hal mana tidak terdapat dalam perkara ini
termasuk

dalam

LHPL

secara

sederhana

seperti

yang

disampaikan di atas FS bukanlah harga melainkan biaya;---------32.1.19 Namun demikian, perlu dicermati apakah FS yang diterapkan
oleh SJ eksesif yang dipakai untuk mendapatkan keuntungan,
bukan penopang biaya. Bahwa, SJ telah memberikan Bukti
Entries Jurnal Pembukuan (vide Bukti C2.9; Bukti C2.10; Bukti
C2.11)

yang

menunjukkan

dari

FS

yang

dikumpulkan

kesemuanya dipakai untuk membayar avtur dengan sistem


topping up, dimana SJ harus memastikan depositnya dalam
tingkat yang memadai pada Pertamina untuk mendapatkan
pasokan avtur. Entries dari jurnal tersebut menunjukkan bahwa
SJ masih mengalami kerugian pembelian avtur dari FS yang
didapat dan kerugian ini tetap harus di subsidi melalui tarif dasar.
Tampilan dari worksheet pembelian avtur dibandingkan
dengan FS yang didapat dalam Bukti C2.7 juga membuktikan
bahwa SJ masih mengalami kerugian. Penerapan FS sejak Maret

200

SALINAN
2008

dilakukan

dengan

formula

yang

ditetapkan

oleh

Departemen Perhubungan.; --------------------------------------------Rumusannya adalah: FS = [(B-A) x D]/C ---------------------------A: Harga avtur referensi Rp. 2700/liter; -----------------------------B: Harga avtur berlaku perliter; ---------------------------------------C: Total penumpang (load factor) 70%; -----------------------------D: Rata-rata pemakaian avtur per jam per pesawat;----------------32.1.20 SJ merujuk pada formula tersebut untuk penentuan FS dengan
asumsi load factor 85%. Harga avtur berlaku per liter
diasumsikan Rp. 7500 per liter berdasarkan harga empiris yang
berlaku. Perlu diketahui tidak mungkin variable B (harga avtur
berlaku per liter) ditetapkan secara aktual karena daftar harga
dikeluarkan oleh Pertamina per dua minggu serta kewajiban
pemenuhan deposito harus dilakukan dimuka melalui penerapan
system topping up. Load factor 85% dengan sendirinya akan
memperkecil besaran FS. Begitu pula SJ mempunyai beban
resiko usaha yang besar dengan asumsi harga avtur sebesar Rp.
7500 per liter karena dapat saja terjadi harga avtur melebihi harga
asumsi tersebut. SJ tidak menggandakan FS-nya berdasarkan
rumusan tersebut untuk penerbangan berdurasi 2-3 jam.; --------32.1.21 Penentuan FS oleh SJ tersebut di atas sama sekali tidak
menyebabkan adanya penyalahgunaan FS untuk mencari
keuntungan yang eksesif sebagaimana dibuktikan melalui
dokumen pembukuan SJ yang disampaikan ke pada Tim
Pemeriksa Lanjutan; ----------------------------------------------------32.1.22

Situasi ini semakin diperkuat dengan kecilnya marjin profit SJ


yang tertera dalam audited financial statement yang disampaikan
kepada Tim Pemeriksa; -------------------------------------------------

32.1.23 Bahwa seperti disampaikan dalam BAP SJ persaingan pada


sektor penerbangan sangat ekstrim dan sangat tajam. Dalam
situasi ini bahkan SJ tidak pernah memiliki kehendak untuk
berkoordinasi dengan pesaingnya. SJ selalu dituntut untuk

201

SALINAN
beroperasi secara efisien dan inovatif untuk memenangi
persaingan, bukan melalui tindakan illegal penetapan harga;-----32.1.24 Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, SJ berpendapat bahwa
unsur-unsur pada Pasal 5 UU Persaingan tidak dapat dipenuhi
dalam perkara a quo yaitu: FS bukanlah harga dalam pengertian
Pasal 5 UU Persaingan; tidak pernah ada suatu perjanjian dalam
bentuk apapun dilakukan SJ; tidak ada keuntungan yang didapat
oleh SJ dari FS; sehingga Majelis Komisi harus menolak LHPL
dan membebaskan SJ dari segala tuntutannya;----------------------32.2

Bahwa Tim Pemeriksa Lanjutan Telah Keliru Menerapkan Pasal 21 UU


Persaingan;--------------------------------------------------------------------------32.2.1

Pasal 21 UU Persaingan melarang pelaku usaha melakukan


kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya
yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa
yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak
sehat;-----------------------------------------------------------------------

32.2.2

Ketentuan di atas merupakan ketentuan umum yang bertujuan


menjamin transparansi biaya pada pemasokan barang atau jasa
yang terdiri dari beberapa bagian, dimana bentuk penjualan
dengan

harga

yang

rendah

terlebih

dengan

melakukan

kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya


tidak diperbolehkan; ----------------------------------------------------32.2.3

Untuk membuktikan kecurangan tersebut Tim Pemeriksa harus


menguji kebenaran dari biaya produksi (jasa) yang disampaikan
oleh pelaku usaha dalam hal ini perusahaan penerbangan.
Pengujian secara fair dan objektif hanya dapat dilakukan melalui
audit pembukuan terlapor. Tim Pemeriksa Lanjutan tidak pernah
melakukan

audit

tersebut

dan

karenanya

tidak

dalam

kewenangannya untuk menentukan telah terjadinya atau tidaknya


kecurangan penentuan biaya produksi; ------------------------------32.2.4

Perlu dipertimbangkan dengan baik bahwa Penjelasan Pasal 21


UU Persaingan menyatakan kecurangan dalam metapkan biaya

202

SALINAN
produksi dan biaya lainnya adalah pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk memperoleh
biaya faktor-faktor produksi yang lebih rendah dari seharusnya; 32.2.5

Jadi maksud dari kecurangan pada Pasal 21 UU Persaingan


adalah upaya memperoleh faktor-faktor produksi yang melanggar
peraturan perundang-undangan. Serta, faktor-faktor produksi
tersebut lebih rendah dari yang seharusnya;--------------------------

32.2.6

LHPL tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan peraturan


perundang-undangan. LHPL juga tidak menjelaskan apa yang
dimaksud dengan kecurangan dengan upaya memperoleh biaya
faktor-faktor produksi yang lebih rendah dari seharusnya;---------

32.2.7

Namun demikian penjelasan tersebut secara mutlak mensyaratkan


kecurangan biaya produksi atau biaya lainnya yang dimaksud
pada Pasal 21 UU Persaingan hanya terjadi apabila pelaku usaha
menetapkan biaya produksi atau biaya lainnya lebih rendah dari
yang seharusnya (under value) dengan tujuan untuk menguasai
pasar. Kenyataan ini tidak dapat dibantah karena Pasal 21 UU
Persaingan termasuk dalam Bagian Ketiga UU Persaingan
tentang Penguasaan Pasar. Pasal 21 UU Persaingan berkaitan
dengan Pasal 20 dari UU Persaingan yang berkenaan dengan
predatory pricing. Penguasaan pasar tidak mungkin dilakukan
dengan menerapkan harga yang tinggi; -------------------------------

32.2.8

Terbukti bahwa Tim Pemeriksa telah menerapkan Pasal 21 UU


Persaingan ini secara rancu, keliru dan tidak pada tempatnya. Tim
Pemeriksa dalam perkara a quo secara keliru memfokuskan
analisis penerarapan Pasal 21 UU Persaingan dengan menerapkan
biaya produksi atau biaya lainnya secara eksesif untuk
memanipulasi adanya keuntungan melalui deklarasi biaya
produksi atau biaya lainnya secara eksesif;---------------------------

32.2.9

Kerancuan atau kekeliruan dari Tim Pemeriksa Lanjutan semakin


jelas ketika LHPL menghubungkan Pasal 21 UU Persaingan
dengan kerugian konsumen atau pelanggan. Pasal 21 UU

203

SALINAN
Persaingan dengan jelas hanya berhubungan dengan persaingan
antara pelaku usaha, dalam hal ini, berkenaan dengan penguasaan
pasar dengan merendahkan biaya produksi atau biaya lainnya dari
yang seharusnya untuk menetapkan harga jual yang juga lebih
rendah dari seharusnya. Tujuan dari kesemuanya adalah untuk
menguasai pasar. Tidak mungkin penguasaan pasar dilakukan
dengan menerapkan harga yang eksesif;-----------------------------32.2.10 Unsur pada Pasal 21 UU Persaingan ini dengan demikian sama
sekali tidak terpenuhi dan karenanya Majelis Komisi harus
menolak LHPL serta membebaskan SJ dari segala tuduhan
pelanggaran; -------------------------------------------------------------32.2.11 Bahwa terlepas dari apapun sebagaimana disampaikan di atas, SJ
sama sekali tidak melakukan kecurangan dalam membuat dasar
kalkulasi biaya FS. SJ telah membuktikan melalui submisi data
pembukuannya bahwa tidak ada keuntungan yang didapat dari
FS. Sebaliknya SJ masih merugi dengan penerapan FS tersebut; 32.2.12 Kekeliruan Tim Pemeriksa dalam menerapkan Pasal 21 UU
Persaingan tersebut sekaligus menginvalidasi semua modelmodel ekonomi yang diterapkan oleh Tim Pemeriksa Lanjutan
untuk membuktikan telah terjadinya pelanggaran Pasal 21 UU
Persaingan. Bahkan model-model teori ekonomi tersebut tidak
dapat membuktikan telah terjadinya pelanggaran pada Pasal 5 UU
Persaingan;---------------------------------------------------------------32.2.13 Berdasarkan fakta-fakta di atas, unsur-unsur pelanggaran pada
Pasal 5 dan 21 UU Persaingan sama sekali tidak terbukti.
Karenanya SJ harus dibebaskan dari segala tuduhan pelanggaran;
33.

Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL,


Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) menyampaikan hal-hal
sebagai berikut (vide bukti C14.3); -------------------------------------------------------33.1 Bahwa pada halaman 20 butir 3.2 LHPL tentang Kronologis
Pemberlakuan Fuel Surcharge, Tim Pemeriksa mengemukakan faktafakta penting antara lain; -----------------------------------------------------------

204

SALINAN
33.1.1

Bahwa Ditjen Perhubungan Udara mengirimkan surat kepada


INACA melalui surat Ref Nomor : AU/5581/DAU.1952/05
tanggal 31 Oktober 2005 perihal pengenaan fuel surcharge atas
kenaikan harga avtur. Dalam menyetujui pengenaan fuel
surcharge tersebut, Ditjen Perhubungan Udara meminta INACA
memperhatikan beberapa hal; -----------------------------------------

33.1.2

Bahwa setelah INACA menetapkan fuel surcharge sebesar Rp


20.000,- (duapuluh ribu rupiah) yang mulai berlaku sejak 10 Mei
2006, KPPU mengadakan pertemuan dengan INACA pada
tanggal 16 Mei 2006, kemudian memberikan masukan kepada
INACA dengan mengirimkan Surat Nomor 207/K/V/2006 tanggal
30 Mei 2006, yang intinya agar INACA mencabut penetapan
mengenai fuel surcharge dan mengembalikan kewenangan
penetapan fuel surcharge kepada masing-masing maskapai
penerbangan;-------------------------------------------------------------

33.1.3

Bahwa

selanjutnya

berdasarkan

Notulen

Rapat

No.

9100/57/V/2006, INACA mengadakan Rapat Anggota dan


Pengurus INACA pada tanggal 30 Mei 2006 yang pada intinya
menyimpulkan penerapan dan besaran fuel surcharge diserahkan
kembali

kepada

masing-masing

perusahaan

penerbangan

nasional Anggota INACA; ---------------------------------------------33.1.4

Bahwa pada saat perkara ini berlangsung, Pemerintah c.q.


Departemen Perhubungan sedang melakukan Revisi atas KM No.
8 Tahun 2002 dan KM No.9 Tahun 2002; ----------------------------

33.1.5

Bahwa konsekuensi jika Revisi KM No. 9 Tahun 2002 tersebut


diberlakukan, maka fuel surcharge sudah tidak ada lagi karena
asumsi harga avtur sudah diubah yaitu sebesar Rp 10.000,(sepuluh ribu rupiah) per liter yang sudah diperhitungkan dalam
perhitungan tarif batas atas tersebut;---------------------------------

33.2 Bahwa dari fakta-fakta tersebut di atas terungkap bahwa saat perkara ini
berlangsung,

Pemerintah

c.q.

Departemen

Perhubungan

sedang

melakukan Revisi atas KM No. 8 Tahun 2002 dan KM No. 9 Tahun

205

SALINAN
2002, dimana komponen fuel surcharge akan hilang dan masuk dalam
komponen harga setelah penetapan harga avtur Rp 10.000,- . Hal ini
membuktikan bahwa perkara ini masih prematur karena dalam waktu
yang tidak terlalu lama, pemerintah akan segera menetapkan tarif batas
atas dengan komponen fuel surcharge di dalamnya sehingga fuel
surcharge bukan lagi isu yang perlu diperdebatkan;------------------------33.3 Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, KPPU sendiri telah
memberikan masukan kepada INACA agar mengembalikan kewenangan
penetapan fuel surcharge kepada masing-masing maskapai penerbangan,
artinya masing-masing maskapai penerbangan boleh membuat formula
perhitungan sendiri untuk fuel surcharge. INACA telah menindaklanjuti
masukan tersebut dengan mengadakan Rapat Anggota dan Pengurus
INACA pada tanggat 30 Mei 2006 yang pada intinya menyimpulkan
penerapan dan besaran fuel surcharge diserahkan kembali kepada masingmasing perusahaan penerbangan nasional Anggota INACA, sesuai dengan
Notulen Rapat No. 9100/57 /V /2006; --------------------------------------------33.4 Bahwa

apabila

dibandingkan

dengan

formula

yang

ditetapkan

pemerintah, dalam hal ini Departemen Perhubungan, maka formula


perhitungan fuel surcharge Terlapor III justru menghasilkan perhitungan
fuel surcharge yang jauh lebih rendah dari perhitungan yang digunakan
oleh Departemen Perhubungan, sebagaimana dinyatakan dalam Tabel 22
dan Tabel 23, Tabel 24 dan Tabel 25 LHPL; --------------------------------33.5 Bahwa Terlapor III telah menyerahkan data pendapatan fuel surcharge dan
fuel cost untuk tahun 2006, 2007, 2008 dan 2009 sebagaimana terlampir
kepada Tim Pemeriksa, namun Tim Pemeriksa telah keliru dalam
melakukan input atas Fuel Cost (FC) dalam Tabel 27 halaman 56. Tim
Pemeriksa menginput Biaya Avtur 2002 menjadi FC, padahal seharusnya
yang diinput sebagai FC adalah selisih biaya avtur 2002 dengan tahun
bersangkutan yaitu 2006, 2007, 2008 dan 2009; --------------------------------33.6 Bahwa berdasarkan data Perbandingan Fuel Surcharge (FS) dengan Fuel
Cost (FC) yang telah diserahkan oleh Terlapor III kepada Tim Pemeriksa

206

SALINAN
tersebut, diperoleh fakta bahwa Terlapor III mengalami kekurangan biaya
avtur dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2008, sebagai berikut: ----------REKAPITULASI KEKURANGAN BIAYA AVTUR
Tahun 2006 s.d 2009
KEKURANGAN BIAYA AVTUR

2006
2007
2008
2009

(242,427,513,179)
(354,533,461,932)
(333,4 73,537,852)
29,329,464,275

TOTAL

(901,105,048,687)

33.7 Bahwa selanjutnya dapat dilihat dari Laporan Keuangan Terlapor III yang
telah diserahkan kepada KPPU, walaupun Terlapor III telah menerapkan
fuel surcharge, namun masih tidak dapat menutupi kerugian akibat
kenaikan avtur. Bahkan di saat turunnya harga avtur, Terlapor III juga
menurunkan fuel surcharge dan masih tidak juga mendapatkan keuntungan
yang tidak dapat menutupi kenaikan harga avtur di tahun-tahun sebelumnya.
Kesimpulannya, Terlapor III tidak pernah memperoleh keuntungan dari
selisih harga avtur; ------------------------------------------------------------------33.8 Bahwa Terlapor III akan menanggapi beberapa hal dalam analisis yaitu
mengenai dugaan penetapan harga pada butir 4.3 LHPL yang dimulai dari
halaman 65, dan dugaan kecurangan dalam menetapkan fuel surcharge
sebagaimana diuraikan Tim Pemeriksa pada butir 4.4 yang dimulai dari
halaman 84; --------------------------------------------------------------------------33.9 Mengenai dugaan penetapan harga sebagaimana diuraikan Tim Pemeriksa
pada

butir 4.3 LHPL yang dimulai dari halaman 65, Terlapor III

menanggapi sebagai berikut;-------------------------------------------------------33.9.1 Bahwa perhitungan fuel surcharge yang dilakukan oleh Terlapor III
didasarkan pada rumusan yang merujuk pada komponen-komponen
sebagai berikut : -------------------------------------------------------------a.

harga avtur pada saat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor


KM 9 Tahun 2002 diberlakukan; -----------------------------------

207

SALINAN
b.

harga avtur yang berlaku saat itu; -----------------------------------

c.

kebutuhan/konsumsi avtur per bulan; ------------------------------

d.

jumlah penumpang yang diangkut per bulan;----------------------

33.9.2 Bahwa untuk menentukan besaran fuel surcharge bagi setiap


maskapai sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya jenis
pesawat, jarak tempuh pesawat untuk suatu rute, rute yang diambil
(apakah point to point atau rute yang berkelanjutan), sehingga
besaran fuel surcharge untuk setiap maskapai tentu tidak sama
karena faktor-faktor yang berbeda. Juga faktor alternate, misalnya
pesawat seharusnya ke Surabaya tetapi karena faktor tertentu
akhirnya

harus

mendarat

di

Denpasar,

maka

avtur

yang

diperhitungkan juga berbeda. Terlapor III juga membagi rata-rata fuel


surcharge per penumpang untuk jarak tempuh penerbangan yang
kurang dari 1 jam, antara 1 jam sampai 3 jam, dan lebih dari tiga jam;
33.9.3 Bahwa asumsi perhitungan load factor Terlapor III sebagaimana
Tabel 21 adalah 75.28% untuk average load factor 2006, 2007 dan
2008 dan asumsi load factor dalam perhitungan fuel surcharge
adalah 70% yang sejalan dengan formula pemerintah yaitu 70%
untuk asumsi load factor. --------------------------------------------------33.9.4 Bahwa tarif dasar atau fare basic sudah dibagi dalam kelas-kelas dan
sudah menjadi pengetahuan umum tentunya bahwa agen perjalanan
dan maskapai membagi harga tiket dasar dalam kelas kelas Y,
S,W,B,H,K,L,M,N dan V dengan selisih masing-masing 10%(lihat
"Rincian Perhitungan Harga Tiket Berdasarkan waktu Tempuh");---33.10 Bahwa sesuai keterangan Terlapor III di hadapan Tim Pemeriksa
didapatkan fakta bahwa: ----------------------------------------------------------33.10.1 Terlapor III mengoperasikan pesawat dengan sistim berbeda
dengan maskapai lainnya yang point to point (misalnya Jakarta Surabaya p.p), yaitu Terlapor III mengoperasikan secara multi leg
dan long haul (misalnya Jakarta-Denpasar-Mataram). Oleh
karena itu untuk besaran fuel surcharge, Terlapor III mempunyai
formula perhitungan yang berbeda; -----------------------------------

208

SALINAN
33.10.2 Penentuan fuel surcharge tiap pesawat berbeda karena konsumsi
avtur juga berbeda; -----------------------------------------------------33.10.3 Harga avtur dapat mencapai 50% dari operating cost; ------------33.10.4 Operating cost Terlapor III lebih tinggi dari maskapai lain karena
menggunakan

pesawat-pesawat

lama.

Untuk

memperoleh

keuntungan 0.5 cent dollar sangat sulit dalam industri


penerbangan; ------------------------------------------------------------33.10.5 Terlapor III adalah penerbangan yang full service dan melayani
penumpang sebagian besar di wilayah Tengah dan Timur
Indonesia, bahkan melayani penerbangan perintis;-----------------33.11 Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, maka jelas formula
perhitungan Terlapor III berbeda dengan para Terlapor lainnya dan
menghasilkan perhitungan fuel surcharge yang juga berbeda. Hal ini
tampak dalam tabel-tabel pergerakan FS dari masing-masing maskapai
penerbangan yang berbeda satu sama lain; -------------------------------------33.12 Bahwa dari uraian fakta-fakta dalam pemeriksaan juga didapatkan fakta
bahwa INACA sesuai dengan Notulen Rapat No. 9100/57/V/2006,
mengadakan Rapat Anggota dan Pengurus INACA pada tanggal 30 Mei
2006 yang pada intinya menyimpulkan penerapan dan besaran fuel
surcharge

diserahkan

kembali

kepada

masing-masing

perusahaan

penerbangan nasional anggota INACA, sesuai dan sebagai tindak lanjut


dari saran KPPU sendiri. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada
kesepakatan penetapan harga di antara maskapai penerbangan; -------------33.13 Bahwa Ketua Dewan Pimpinan INACA yang diwakili oleh Sekretaris
Jenderal INACA dalam BAP nya tertanggal 21 Januari 2010, menyatakan
bahwa masing-masing maskapai mempunyai formula sendiri, Dephub juga
mempunyai formula sendiri dan setiap maskapai mempunyai konsumsi
bahan bakar yang berbeda jadi tidak dapat disamakan; -----------------------33.14 Mengenai perbadingan harga avtur, Sekjen INACA tersebut menyatakan
bahwa perbandingan harga avtur adalah tahun 2002 sebesar Rp 2700,- per
liter sebagai basic tarif, jadi apabila ada penurunan harga avtur tahun 2008

209

SALINAN
maka perbandingan harus dengan harga avtur tahun 2002 bukan tahun
2008; ---------------------------------------------------------------------------------33.15 Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa diberlakukannya fuel surcharge
tujuannya adalah untuk menutupi kerugian dari kenaikan harga fuel.
Bahkan di akhir BAP, beliau menyatakan bahwa perkara ini memang tidak
dimanipulasi oleh maskapai penerbangan kemudian penyesuaian tarif juga
akan dibenahi oleh pemerintah dalam waktu dekat ini dan supaya perkara
ini dapat diselesaikan dengan baik bersama-sama; ----------------------------33.16 Bahwa kalaupun ada komunikasi antara anggota INACA yang terjadi pada
tanggal 10 Mei 2006 sebagaimana diuraikan oleh Tim Pemeriksa dalam
butir 3.10 halaman 58-60 dan butir 4.3 (47) halaman 67, maka komunikasi
tersebut sudah tidak berlaku lagi dan sudah dicabut berdasarkan saran
KPPU sendiri dengan adanya rapat INACA yang pada intinya
menyimpulkan penerapan dan besaran fuel surcharge diserahkan kembali
kepada masingmasing perusahaan penerbangan nasional Anggota INACA;
33.17 Bahwa pendapat atau penilaian Tim Pemeriksa sendiri mengenai
penetapan harga bertentangan satu sama lain dan memperlihatkan
ambiguitas. Di satu sisi Tim Pemeriksa mengakui bahwa KPPU telah
memberikan saran mengenai pengenaan fuel surcharge setelah tanggal 10
Mei 2006, telah ada tindak lanjut dari INACA yang mengembalikan
penerapan dan besaran fuel surcharge kepada masing-masing maskapai
penerbangan. Di sisi lain Tim Pemeriksa masih menyatakan bahwa
penetapan fuel surcharge sebesar Rp 20.000,- pada tanggal 10 Mei 2006
merupakan suatu bentuk kartel; --------------------------------------------------33.18 Bahwa yang dimaksud dengan "kartel" adalah "pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud
untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau
pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat".
Kartel diatur dalam Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999. Tuduhan "kartel"
oleh Tim Pemeriksa merupakan tuduhan yang berbeda dengan pasal
dugaan pelanggaran yaitu Pasal 5 ayat (1) mengenai penetapan harga yang

210

SALINAN
ditetapkan sebagai dugaan pelanggaran oleh Tim Pemeriksa sendiri. Hal
ini jelas menunjukkan ambiguitas, keraguraguan, bahkan ketidakjelasan
dugaan pelanggaran yang akhirnya menyebabkan ketidakpastian hukum; 33.19 Bahwa Tim Pemeriksa juga berpendapat bahwa perubahan fuel surcharge
yang cenderung sama pada bulan Mei 2006-Maret 2008 merupakan bukti
adanya perjanjian untuk menetapkan besaran fuel surcharge secara
bersama-sama, padahal di sisi lain Tim Pemeriksa mengakui bahwa
INACA telah menyerahkan besaran fuel surcharge kepada masing-masing
maskapai penerbangan;------------------------------------------------------------33.20 Bahwa kesimpulan yang tidak didukung oleh bukti yang sah mengenai
adanya perjanjian penetapan harga adalah kesimpulan yang keliru, karena:
33.20.1

Besaran fuel surcharge yang tidak jauh berbeda, tidak dapat


diindikasikan sebagai suatu kesepakatan antar maskapai karena
perhitungan fuel surcharge mengikuti harga avtur (lihat bukti
"Penerapan Fuel Surcharge dari Tahun ke Tahun"); -------------

33.20.2

Harga avtur yang diperoleh oleh masing-masing maskapai dari


Pertamina dengan cara deposit dan sesuai kebutuhan. Harga
avtur juga dipengaruhi oleh supply chain (vide BAP Direktur
Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Persero). Harga avtur pada
bulan November 2007-November 2008 juga menunjukkan
kenaikan tajam sejalan dengan kenaikan fuel surcharge dalam
tabel dan grafik pergerakan fuel surcharge; -----------------------

33.20.3

Pergerakan fuel surcharge masing-masing maskapai juga


berbeda

karena

masing-masing

maskapai

mempunyai

komponen-komponen yang berbeda dalam menentukan besaran


fuel surcharge, sama sekali tidak ada perjanjian penetapan
harga;-------------------------------------------------------------------33.21 Mengenai dugaan kecurangan dalam menetapkan fuel surcharge
sebagaimana diuraikan Tim Pemeriksa pada butir 4.4 LHPL yang dimulai
dari halaman 84, Terlapor III menanggapi sebagai berikut: ------------------33.21.1

Bahwa pada halaman 100, Tim Pemeriksa berkesimpulan


bahwa pergerakan fuel surcharge Terlapor III tidak berubah

211

SALINAN
terlepas dari perubahan harga avtur. Hal ini sangat bertentangan
dengan grafik yang menunjukkan pergerakan fluktuatif;--------33.21.2

Bahwa pada halaman 147, Tim Pemeriksa berkesimpulan


bahwa dalam periode II yaitu bulan April 2008 sampai dengan
September 2009, para Terlapor telah memperoleh keuntungan
dari fuel surcharge karena harga fuel surcharge yang ditetapkan
masing-masing maskapai berada di atas harga fuel surcharge
yang dihitung berdasarkan formula Departemen Perhubungan.
Hal ini sangat bertentangan dengan keterangan dari Direktur
Jenderal Perhubungan Udara dalam BAP tanggal 21 Januari
2010 yang menyatakan antara lain: --------------------------------33.21.2.1

Selama ini belum ada maskapai yang melebihi


rambu-rambu yang ditetapkan, dan telah diteliti
dokumen dari setiap penerbangan misalnya dilihat
seluruh komponen biaya produksi, lalu dilihat
pendapatan setiap maskapai, selama ini tidak ada
yang mendapat untung signifikan; -------------------

33.21.2.2

Dirjen Perhubungan Udara kesutitan menetapkan


formula tarif berdasarkan pergerakan fuel karena
harga fuel tidak bisa di prediksi; ---------------------

33.21.2.3

Apabila diteliti dari Laporan Keuangan Terlapor


III Tahun buku 2006-2008, secara jelas dapat
dibuktikan bahwa Terlapor III sama sekali tidak
memperoleh

keuntungan

apapun

dari

fuel

surcharge; ---------------------------------------------33.21.3

Bahwa pada halaman 148, Tim Pemeriksa menyatakan bahwa


penerapan fuel surcharge dipergunakan untuk menutupi biaya
operasional lainnya. Dalam uraian Tim Pemeriksa tidak ada
satu bukti pun yang dapat menunjukkan bahwa Terlapor III
menerapkan fuel surcharge untuk menutupi biaya operasional.
Sebaliknya Terlapor III telah memberikan bukti mengenai
perbandingan pendapatan fuel surcharge dengan fuel cost yang

212

SALINAN
menunjukkan bahwa pendapatan fuel surcharge (FS) di tahun
2006-2008 sama sekali tidak dapat menutupi kerugian atas
biaya avtur atau fuel cost (FC) pada tahun-tahun tersebut,
dengan kata lain justru FC Terlapor III lebih besar dari
pendapatan FS. Hal ini berarti Terlapor III sama sekali tidak
memperoleh keuntungan apapun dari pendapatan FS;-----------33.22 Tanggapan Mengenai Kesimpulan; ----------------------------------------33.22.1 Bahwa pada intinya sesuai butir 5 Kesimpulan halaman 149,
Tim Pemeriksa menyimpulkan adanya bukti pelanggaran
terhadap Pasal 5 dan Pasal 21 UU Nomor 5 tahun 1999 yang
diakukan oleh Para Terlapor, termasuk di dalamnya Terlapor
III; ----------------------------------------------------------------------33.22.2 Bahwa butir 3 Kesimpulan menyatakan ada perjanjian di antara
beberapa Terlapor dan kecenderungan kesamaan perubahan fuel
surcharge yang ditetapkan oleh para Terlapor pada periode I; -33.22.3 Bahwa pada butir 4, Tim Pemeriksa menyimpulkan bahwa para
Terlapor telah menetapkan biaya fuel surcharge secara curang
dengan tidak adanya perubahan dari harga avtur sejak Mei 2006
sampai Desember 2009 dan nilai fuel surcharge sejak Maret
2008 telah melampaui tarif batas atas sesuai KM No.9 Tahun
2002; -------------------------------------------------------------------33.23 Bahwa Terlapor III menanggapi pokok-pokok kesimpulan Tim
Pemeriksa di atas, sebagai berikut: --------------------------------------------33.23.1 Bahwa Tim Pemeriksa harus dapat membuktikan adanya
perjanjian penetapan fuel surcharge di antara beberapa
Terlapor. Namun faktanya dalam LHPL, tidak ada bukti
mengenai perjanjian di antara beberapa Terlapor tersebut, dan
juga tidak jelas siapa saja Terlapor dimaksud yang telah
membuat perjanjian tersebut; ---------------------------------------33.23.2 Bahwa kecenderungan kesamaan perubahan fuel surcharge
juga tidak dapat dijadikan bukti atau indikator adanya
perjanjian

penetapan fuel

surcharge

karena

faktanya

213

SALINAN
penetapan fuel surcharge di antara masing-masing maskapai
berbeda karena formula dan komponen-komponen yang juga
berbeda. Salah satu faktor yang hampir sama hanya harga
avtur yang justru sangat berpengaruh terhadap penentuan
fuel surcharge. Oleh karena itu persamaan maupun
perbedaan mengenai besaran fuel surcharge pada masingmasing maskapai sama sekali tidak dapat disimpulkan
sebagai adanya suatu perjanjian penetapan harga.;------------33.23.3 Bahwa Terlapor III sama sekali tidak melakukan kecurangan
apapun dalam penetapan fuel surcharge dan juga tidak
mengambil keuntungan apapun dari fuel surcharge. Hal ini
dapat dibuktikan dari Laporan Keuangan Terlapor III
periode 2006-2008; ------------------------------------------------33.23.4 Bahwa nilai fuel surcharge tidak dapat dikatakan melampaui
tarif batas atas dalam KM No.9 Tahun 2002 karena
komponen fuel surcharge tidak ada dalam KM No.9 Tahun
2002. Maskapai justru menerapkan fuel surcharge karena
tarif batas atas tidak dapat mengatasi harga avtur yang
malambung dan fluktuatif yang bukan merupakan komponen
dalam tarif batas atas tersebut; -----------------------------------33.23.5 Bahwa Terlapor III menolak tegas kesimpulan yang
menyatakan bahwa ada bukti pelanggaran terhadap Pasal 5
dan 21 UU Nomor 5 tahun 1999 yang dilakukan oleh
Terlapor III beserta Para Terlapor lainnya karena seluruh
fakta-fakta yang telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa
Terlapor III sama sekali tidak melakukan pelanggaran;------33.24 Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Terlapor III berpendapat bahwa
dugaan pelangagaran Pasal 5 dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 adalah dugaan yang tidak didasarkan atas fakta-fakta dan
tidak beralasan hukum;-----------------------------------------------------------

214

SALINAN
34.

Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL,


Terlapor IV, PT Mandala Airlines menyampaikan hal-hal sebagai berikut (vide
bukti C14.4);---------------------------------------------------------------------------------34.1

Bahwa Tim Pemeriksa dalam Laporan pada intinya menyimpulkan


bahwa terdapat bukti pelanggaran terhadap Pasal 5 dan Pasal 21 UU
No.5 Tahun 1999 tentang .Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat ("UU Monopoli") yang dilakukan oleh PT Mandala
Airlines sebagai Terlapor IV. Sebelum Majelis Komisi menilai,
menyimpulkan,

dan

memutuskan

perkara,

berikut

disampaikan

pembelaan kami, adapun garis besar pembelaan yang hendak kami


ajukan sebagai Terlapor IV, kami sampaikan sebagai berikut; ------------34.1.1

Bahwa dugaan yang menyatakan Terlapor IV telah


melanggar Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 dengan cara
membuat

perjanjian

untuk

menetapkan

harga

Fuel

Surcharge adalah TIDAK BENAR. Kebijakan Terlapor IV


dalam melakukan perubahan komponen harga Fuel Surcharge
sesuai dengan harga avtur bukan merupakan hasil perjanjian
dengan maskapai penerbangan lainnya, melainkan rnerupakan
hal yang telah diketahui oleh Pernerintah (dalam hal ini
Departemen Perhubungan), serta telah sesuai dengan ketentuan
yang berlaku----------------------------------------------------------34.1.2

Bahwa dugaan yang menyatakan Terlapor IV telah


melanggar Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 dengan
melakukan perbuatan curang dalam menetapkan biaya
produksi adalah tidak benar. Bahwa pergeseran harga avtur,
baik kenaikan maupun penurunan seiring perubahan harga
minyak dunia, yang berlangsung cepat dalam kurun waktu
tertentu, melemahkan efisiensi produk usaha penerbangan serta
dapat mengakibatkan kerugian biaya produksi pada maskapai
penerbangan secara nasional adalah dasar Terlapor IV dalam
menetapkan besaran Fuel Surcharge;-------------------------------

215

SALINAN
34.2 Pendapat atau Pembelaan Terlapor IV atas Tuduhan Pelanggaran Ketentuan
Pasal 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999:------------------------------------34.2.1 Pasal 5 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 berbunyi:------------------"(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang
dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau
pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. " -----------(2)

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak


berlaku bagi: -------------------------------------------------------a.

suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha


patungan; atau ---------------------------------

b.

suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang


berlaku. " ------------------------------------------------------

34.2.2 Bahwa menurut KPPU, sehubungan dengan Pasal 5 UU Monopoli


tersebut Terlapor IV diduga telah membuat perjanjian dengan
pelaku usaha pesaing (maskapai penerbangan domestik lainnya)
untuk menetapkan harga atas Fuel Surcharge (price fixing) sebagai
komponen dalam biaya tiket perjalanan pesawat; --------------------34.2.3 Bahwa Terlapor IV tidak pemah membuat perjanjian dalam bentuk
apapun dengan Maskapai penerbangan lainnya untuk menetapkan
harga Fuel Surcharge, sehingga tuduhan pelanggaran Terlapor IV
terhadap Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 adalah tidak benar. RapatRapat Maskapai Penerbangan dengan INACA bukan bentuk Kartel
dan tidak menghasilkan Perjanjian Apapun;---------------------------34.2.4 Bahwa dalam Laporan bagian IV Analisis angka 54 halaman 68,
KPPU menyebutkan "bahwa penetapan Fuel Surcharge sebesar
Rp. 20.000 (dua puluh ribu) pada tanggal 10 Mei 2006, meskipun
telah dilakukan sesuai prosedur dan dengan sepengetahuan
Menteri Perhubungan cq Dirjen Perhubungan Udara, Tim
Pemeriksa menilai hal tersebut merupakan suatu bentuk kartel
yang dilakukan oleh maskapai penerbangan melalui wadah INACA

216

SALINAN
sebagaimana diuraikan dalam angka 3.2. tentang Kronologis
Pemberlakuan Fuel Surcharge"; ---------------------------------------34.2.5 Bahwa selama ini telah dilakukan serangkaian rapat bersama INACA
dengan perusahaan maskapai penerbangan di Indonesia dan juga
diikuti oleh unsur dari Departemen Perhubungan dimana INACA
(Indonesia National Air Carriers Association) sebagai Asosiasi
Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia merupakan satusatunya wadah usaha dalam industri penerbangan nasional dan
sebagai mitra kerja pemerintah; ----------------------------------------34.2.6 Bahwa adapun kehadiran Terlapor IV dalam rapat yang diadakan
oleh INACA adalah semata sebagai anggota dari INACA, yang
melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai salah satu maskapai
yang tergabung sebagai anggota INACA, sebagai satu-satunya
wadah organisasi penerbangan nasional;-------------------------------34.2.7 Bahwa rangkaian rapat tersebut bukan merupakan perbuatan yang
mengindikasikan suatu bentuk kartel yang dilakukan oleh maskapai
penerbangan melalui wadah INACA sebagaimana disebutkan
dalam Laporan KPPU di atas, melainkan merupakan rapat biasa
yang dilakukan sebagai bentuk koordinasi atas berbagai hal antara
maskapai penerbangan Anggota INACA dengan INACA; ---------34.2.8 Bahwa dalam salah satu rapat pada tanggal 5 Februari 2008 tentang
Pengenaan Fuel Surcharge, tercatat dalam notulensi bahwa INACA
menyatakan bahwa Fuel Surcharge diterapkan untuk mengatasi
melonjaknya harga avtur dunia. Dalam beberapa rapat mengenai
Fuel Surcharge, disampaikan bahwa untuk penerapan dan besaran
Fuel Surcharge diserahkan kembali kepada masing-masing
perusahaan penerbangan nasional Anggota INACA; ----------------34.2.9 Bahwa dengan demikian jelas, rapat-rapat yang dilakukan bersama
INACA merupakan rapat biasa yang dilakukan terhadap semua hal
dan permasalahan dalam penerbangan yang di dalamnnya juga
membahas mengenai Fuel Surcharge, namun bukan merupakan
bentuk kartel untuk menetapkan besaran Fuel Surcharge; -----------

217

SALINAN
34.2.10 Bahwa lebih jauh sebagaimana dinyatakan oleh KPPU, serangkaian
rapat tersebut telah dilakukan sesuai prosedur dan dengan
sepengetahuan Menteri Perhubungan c.q. Dirjen Perhubungan
Udara, sehingga dengan demikian rapat yang bersifat terbuka dan
diketahui oleh unsur pemerintah jelas menunjukkan bahwa tidak
ada dan tidak pernah terjadi kartel ataupun tindakan melanggar
hukum lainnya yang dilakukan oleh maskapai penerbangan secara
bersama-sama; ------------------------------------------------------------34.2.11 Tidak ada perjanjian yang dibuat oleh Terlapor IV bersama
maskapai penerbangan lainnya untuk menetapkan besaran Fuel
Surcharge; -----------------------------------------------------------------34.2.12 Bahwa sebelum diserahkan kepada masing-masing maskapai
penerbangan, penetapan besaran Fuel Surcharge didasarkan atas
surat izin yang dikeluarkan Departemen Perhubungan atas
permohonan dari INACA sehingga kemudian dimunculkan angka
Rp. 20.000,- pada tanggal 10 Mei 2006; -------------------------------34.2.13 Bahwa alasan-alasan munculnya usulan mengenai pengenaan Fuel
Surcharge telah sesuai dengan bukti surat permohonan yaitu (i)
Surat No. INC-1001/A/16/X/2004 tentang Permohonan Pengenaan
Surcharge Atas Kenaikan Harga BBM Penerbangan tertanggal 22
Oktober 2004; (ii). Surat No. INC-1001/A/28/V/2005 tentang
Kelangsungan Usaha Perusahaan Penerbangan Nasional tertanggal
12 Mei 2005; Surat No. INC-1001/A/31/VI/2005 tentang Usulan
Pengenaan Fuel Surcharge tertanggal 7 Juni 2005; Surat No.INC1001/A/39/X/2005 tentang Permohon.an !zin Pengenaan Fuel
Surcharge atas Kenaikan Harga BBM tertanggal 11 Oktober 2005;
34.2.14 Bahwa dengan demikian hal ini telah sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 1 ayat (3) Kepmenhub KM No.9 Tahun 2002 tentang
Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri
Kelas Ekonomi; -----------------------------------------------------------34.2.15 Bahwa kemudian, berdasarkan usul KPPU kepada INACA dan
Departemen Perhubungan, akhirnya penetapan besaran Fuel

218

SALINAN
Surcharge diserahkan kembali kepada masing-masing maskapai
penerbangan; --------------------------------------------------------------34.2.16 Bahwa dalam Bab Kedua Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata) tentang Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari
kontrak atau perjanjian, dinyatakan dengan tegas tentang
pengertian perjanjian berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata, yaitu:
"Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih." (KUHPerdata, Prof R. Subeki, S.H., cetakan ke-38, 2007)
34.2.17 Bahwa berdasarkan Pasal 1 Angka 7 UU Monopoli, yang dimaksud
dengan "perjanjian" adalah: "Perjanjian adalah suatu perbuatan
satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu
atau lebih usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun
tidak tertulis. " ------------------------------------------------------------34.2.18 Bahwa berdasarkan pengertian-pengertian dari perjanjian tersebut
di atas, tidak ada perjanjian ataupun kesepakatan atau tindakan
mengikatkan diri dalam bentuk apapu yang dibuat dari pelaksanaan
rapat-rapat tersebut, termasuk price signalling ataupun cara-cara
maupun bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan suatu
perjanjian antara Terlapor IV bersama maskapai penerbangan
lainnya dalam menetapkan besaran Fuel Surcharge; ---------------------34.3 Pendapat atau Pembelaan atas Tuduhan Pelanggaran Ketentuan Pasal 21
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999: ----------------------------------------------34.3.1 Bahwa Pasal 21 Undang-undang No 5 Tahun 1999 berbunyi: -------"Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan
biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari
komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat."-----------------------------34.3.2 Bahwa terhadap Pasal 21 ini, Terlapor IV diduga melakukan
kecurangan dalam menetapkan biaya produksi, dengan asumsi
pergerakan selisih avtur aktual dan basis tidak selaras dengan
perubahan harga Fuel Surcharge yang diterapkan sebagai

219

SALINAN
komponen tiket perjalanan pesawat yang harus dibayar oleh
penumpang; ----------------------------------------------------------------34.3.3 Penetapan besaran Fuel Surcharge oleh Terlapor IV adalah untuk
mengantisipasi fluktuasi instan kenaikan harga avtur; ---------------34.3.4 Bahwa Fuel Surcharge adalah tambahan biaya yang dikenakan oleh
perusahaan penerbangan karena harga avtur di lapangan melebihi
harga avtur pada perhitungan pokok; --------------------------------34.3.5 Bahwa berdasarkan pada Risalah Rapat tentang Pengenaan Fuel
Surcharge tanggal 5 Februari 2008, yang menjadi alasan
perusahaan menerapkan Fuel Surcharge adalah sebagai berikut:
a.

Karena biaya/harga avtur tinggi; ----------------------------

b.

ApabiIa

harga

jual

tiket

dinaikkan,

berdampak

menurunnya kemampuan bersaing terhadap kompetitor;


c.

Kenaikan harga avtur tidak dapat diimbangi dengan


pengorbanan menurunkan tingkat profit;-------------------

d.

Penerapan Fuel Surcharge dengan tidak menaikkan tarif


dianggap solusi yang terbaik; --------------------------------

34.3.6 Bahwa selanjutnya dalam kesaksian Bapak Tri Sunoko selaku


Direktur

Angkutan

Udara

dalam

Sidang

Pemeriksaan

Lanjutan oleh KPPU (Risalah Keterangan Saksi), telah


dinyatakan bahwa Dirjen Angkutan Udara tidak menetapkan
formula tarif berdasarkan pergerakan harga fuel. Hal ini
dikarenakan adanya kesulitan yakni harga fuel yang tidak bisa
diprediksi. Hal ini dikuatkan dengan adanya Rapat Anggota
dan Pengurus INACA tanggal 30 Mei 2006 yang pada intinya
menyimpulkan penerapan dan besaran Fuel Surcharge
diserahkan

kembali

kepada

masing-masing

perusahaan

penerbangan nasional anggota INACA; -------------------------34.3.7 Bahwa pergeseran harga avtur tidak mampu diantisipasi oleh
Pemerintah, sehingga pada akhirnya menyerahkan kepada
masing-masing maskapai domestik perihal penerapan Fuel
Surcharge. Oleh karena itu berdasarkan kesimpulan dalam

220

SALINAN
rapat tersebut di atas, sebagai maskapai yang menjalankan
bisnis dalam industri penerbangan, Terlapor IV perlu
melakukan upaya yang cukup untuk mengatasi sendiri
kesulitan akibat perubahan harga avtur yang tidak menentu
tersebut, sambil menghindari potensi kerugian (potential
loss) yang lebih besar lagi pada perusahaan; -------------------34.3.8 Bahwa dalam bukti Tabel Pergeseran Avtur (Tabel 47 Laporan
Hasil Pemeriksaan Lanjutan), KPPU telah melihat bahwa
Terlapor IV pun melakukan upaya penurunan harga Fuel
Surcharge, seiring ketika terjadi penurunan avtur pada
periode Agustus 2008 sampai Februari 2009. Hal ini menjadi
bukti bahwa Terlapor memang bertindak secara hati-hati
dalain menerapkan ketentuan harga Fuel Surcharge, serta
dilakukan dengan pertimbangan dan perhitungan bisnis,
supaya akhirnya tidak menyebabkan kerugian; ----------------34.3.9 Pergeseran harga avtur seiring dengan harga minyak dunia
mengalami kenaikan dan penurunan secara tidak pasti,
sedangkan harga tiket pesawat seringkali sudah dijual jauhjauh hari sebelum hari keberangkatan atau jam penerbangan,
sehingga apabila harga Fuel Surcharge, yang menjadi
komponen harga tiket disesuaikan dengan kenaikan ataupun
penurunan harga avtur setiap waktu, maka selain dapat
berakibat

melemahkan

efisiensi

produk

usaha

dalam

menetapkan harga jual hal tersebut juga dapat menyebabkan


potensi kerugian usaha apabila terjadi hal berikut, maskapai
menurunkan harga Fuel Surcharge namun kemudian terjadi
kenaikan harga avtur dengan kondisi tiket pesawat telah
habis terjual jauh-jauh hari dengan harga yang telah
diturunkan. Maka hal ini secara jelas akan mengakibatkan
kerugian besar pada maskapai. Hal ini juga diperkuat oleh
keterangan dari Pihak Pertamina yang menyatakan bahwa
penjualan avtur dikeluarkan dalam kurun waktu 2 (dua)

221

SALINAN
minggu sekali. Sehingga, apabila terjadi kenaikan atau
penurunan harga avtur, secara tidak langsung sulit pula untuk
diketahui secara cepat, tepat, dan pasti oleh pihak maskapai
sebagai

konsumen

avtur.

Dengan

demikian,

strategi

pertimbangan secara bisnis agar tidak merugi dalam hal ini,


patut untuk diperkirakan oleh maskapai secara matang; -------34.3.10 Penetapan Besaran Fuel Surcharge oleh Terlapor IV tidak
bertujuan untuk mengambil keuntungan; -------------------------34.3.11 Bahwa penetapan besaran Fuel Surcharge oleh Terlapor IV
tidak bertujuan untuk mengambil keuntungan melainkan
semata-mata sebagai antisipasi terhadap fluktuasi kenaikan
harga avtur yang tidak menentu; -----------------------------------34.3.12 Pada uji korelasi Tabel 33, 34, dan 35 (Laporan Hasil
Pemeriksan Lanjutan KPPU) memang terjadi hubungan linier
yang positif. Hal ini dikarenakan bahwa kenaikan harga fuel
berlaku sama pada semua airlines dan pada periode yang
sama. Hal ini secara umum membuat harga fuel yang
dikeluarkan semua airlines pada struktur biaya "beban avtur"
perusahaan sama; -----------------------------------------------------34.3.13 Bahwa pada uji Bartlett, dan Levene Test seperti pada grafik
41, 42, dan 43, pada periode I bulan Mei 2006 - Maret 2008
(Laporan

Hasil

Pemeriksaan

Lanjutan),

KPPU

telah

menyatakan terdapat variasi yang sama dari seluruh maskapai


yang diuji. Hal ini dikarenakan belum adanya metode zoning
yang diberlakukan sampai pada Februari 2008. Dengan
demikian Fuel Surcharge yang bisa di implementasikan
adalah

satu

perhitungan

jenis
fuel

perhitungan
surcharge

Fuel

yang

Surcharge.
dikenakan

Jadi,
kepada

penumpang oleh maskapai penerbangan pada dasarnya tidak


bisa diperlakukan sama seperti pada biaya yang harus
dikeluarkan maskapai (Fuel Surcharge yang dikenakan kepada
penumpang

jauh

lebih

rendah

dari

pada

yang

harus

222

SALINAN
dikeluarkan

airlines).

mempertimbangkan

Maskapai
Fuel

dalam

Surcharge

hal
yang

ini

harus

dikenakan

berdasarkan pada daya beli masyarakat yang ada pada saat itu,
dan pertimbangan harga supaya lebih kompetitif. Bahwa
setelah diberlakukan metode zoning, terdapat perbedaan varian
yang telah dibuktikan sendiri oleh KPPU dengan uji yang
sama pada periode II (April 2008 - Desember 2009);-----------34.3.14 Mandala secara jelas menolak atas tuduhan telah melakukan
kartel dikarenakan kartel dalam hal ini dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan tertentu; ---------------------------------34.3.15 Dengan demikian, tidak terdapat hal yang membuktikan
bahwa Terlapor IV mengambil keuntungan dari penetapan
harga Fuel Surcharge ini, melainkan penetapan adanya Fuel
Surcharge dalam hal ini hanyalah sebagai komponen yang
ditambahkan ke dalam harga tiket, dengan sepengetahuan dari
INACA

dan

Pemerintah,

dalam

hal

ini

Departemen

Perhubungan; ---------------------------------------------------------34.3.16 Terlapor IV dengan demikian tidak terbukti telah curang


dalam

menetapkan

biaya

tiket

sehingga

menyebabkan

persaingan usaha tidak sehat, oleh karena Terlapor IV


melakukan upaya perhitungan secara pertimbangan bisnis
semata, yang lazim dilakukan oleh perusahaan transportasi
udara. Selain itu, hal ini juga tidak menyebabkan persaingan
usaha tidak sehat oleh karena seluruh maskapai penerbangan
domestik melakukan upaya penghitungan masing-masing
menurut pertimbangan secara bisnis. Hal ini mengingat
Airlines Nasional merupakan salah satu tulang punggung
perekonomian nasional, serta tidak adanya peraturan baku
yang mengatur formula tarif yang baku atas Fuel Surcharge,
dan

mengingat

Pemerintah

sendiri

yang

menyerahkan

penerapan Fuel Surcharge kepada masing-masing maskapai,

223

SALINAN
dalam mengatasi perubahan dan pergeseran harga avtur yang
tidak dapat diprediksi; -----------------------------------------------34.4 Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, mohon agar
Majelis Komisi yang terhormat memutuskan bahwa Terlapor IV; ------34.4.1 Tidak terbukti melakukan kartel dengan cara menetapkan harga
produksi (price fixing); ---------------------------------------------------------34.4.2 Tidak terbukti melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya
produksi dan biaya lain yang mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat; ---------------------------------------35.

Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL,


Terlapor V, PT Riau Airlines menyampaikan hal-hal sebagai berikut (vide bukti
C14.5);----------------------------------------------------------------------------------------35.1 Bahwa RAL diduga menggunakan pendapatan dari fuel surcharge bukan
hanya untuk menutup selisih kenaikan harga avtur dari harga basis pada
tahun 2002 melainkan menggunakan fuel surcharge sebagai pendapatan
untuk menutupi biaya operasional selain avtur; ---------------------------------35.2 Dugaan kesepakatan tertulis Para Terlapor adalah oleh karena keterkaitannya
dengan keanggotaan terlapor di INACA, maka dapat kami sampaikan
bahwa PT. Riau Airlines resmi menjadi anggota INACA adalah sejak 1
April 2009, sehingga dengan demikian tuduhan akan dugaan pelanggaran
terhadap UU No. 5 tahun 1999 khususnya Pasal 5, adalah tidak benar; -----35.3 Bahwa dugaan penetapan harga dapat kami sampaikan dengan menunjuk
butir 4.3 "Tentang Dugaan Penetapan Harga" Salinan Laporan Hasil
Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 butir (28) jelas
dituliskan pada alinea terakhirnya : Untuk komponen fuel surcharge sendiri,
terdapat 2 (dua) terlapor yang saat perkara ini dilaksanakan sudah tidak
memberlakukan fuel surcharge yaitu PT. Riau Airlines dan PT. Indonesia
Air Asia; ------------------------------------------------------------------------------35.4 Dengan adanya kenaikan fuel (avtur) yang sangat signifikan, dimana biaya
operasional penerbangan menjadi terpengaruh maka berdampak terhadap
harga jual tiket penumpang. Pengenaan FS memang benar merupakan
kompensasi dari kenaikan harga avtur; dimana pada tahun 2005 bulan

224

SALINAN
Oktober; Dirjen Perhubungan Udara mengeluarkan tanggapan sesuai
dengan permintaan INACA untuk memberlakukan Fuel Surcharge dengan
syarat Fuel Surcharge tidak berlaku surut;---------------------------------------35.5 Perhitungan harga tiket batas atas yang diatur oleh KM 9 tahun 2002 masih
menggunakan perkiraan harga fuel (avtur) sebesar rp.2.700,- per liter;
sedangkan kenaikan harga avtur nyatanya telah mencapai kurang lebih
500%. Penurunan harga avtur yang terjadi masih jauh jauh dari harga batas
atas menurut KM 9 Tahun 2002; --------------------------------------------------35.6 Dengan penjelasan kami tersebut di atas, kami, Manajemen PT. Riau
Airlines mengharapkan Majelis Sidang KPPU dapat mempertimbangkan
beberapa hal di bawah ini:----------------------------------------------------------35.6.1 PT. Riau Airlines adalah perusahaan daerah yang didanai oleh
masyarakat khususnya Pulau Sumatera;----------------------------------35.6.2 Dampak kenaikan avtur sangat merugikan Riau Airlines, apalagi
RAL menerbangi rute-rute yang harga avturnya jauh lebih tinggi
daripada kota-kota besar. Perlu diketahui penerbangan RAL lebih
banyak menerbangi rute-rute perintis dimana kepentingan mobilitas
masyarakat baik barang maupun jasa sangat perlu dibantu; -----------35.6.3 Dengan kondisi ketidaksediaan avtur di daerah-daerah yang
diterbangi RAL, mengakibatkan RAL harus melaksanakan refueling
'double uplift' yang mengakibatkan daya angkut penumpang menjadi
berkurang dan pendapatan atas kargo berkurang drastis. Hal ini oleh
karena limitasi penumpang yang mau tidak mau harus dilaksanakan
oleh

RAL

oleh

karena

komitmennya

dalam

keselamatan

penerbangan; -----------------------------------------------------------------35.7 Kami mohon kepada Majelis Sidang KPPU dapat dengan bijaksana melihat
dan membuat kesimpulan dari keputusan atas tuduhan dugaan pelanggaran
terhadap Pasal 5 dan Pasal 21 UU.No.5 Tahun 1999 yang dialamatkan
kepada PT. Riau Airlines; ----------------------------------------------------------35.8 Kami menolak semua tuduhan dugaan pelanggaran sebagaimana disebutkan
dalam Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 21
UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

225

SALINAN
Usaha Tidak Sehat terkait Penetapan Harga Fuel Surcharge dalam industri
jasa penerbangan domestik; --------------------------------------------------------36.

Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL,


Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Services menyampaikan hal-hal
sebagai berikut (vide bukti C14.6); -------------------------------------------------------36.1 Dugaan pelanggaran Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999;---------------------------36.1.1 Bahwa PT Travel Express sebagai Terlapor 6 menyatakan tidak
pernah membuat suatu perjanjian apapun berkaitan dengan penetapan
fuel surcharge;---------------------------------------------------------------36.1.2 Bahwa PT Travel Express sebagai Terlapor 6 baru bergabung sebagai
anggota INACA pada tanggal 1 April 2009;-----------------------------36.1.3 Bahwa PT Travel Express sebagai Terlapor 6 menerapkan FS hanya
dalam satu zona untuk seluruh penerbangan dimana berbeda dengan
penerapan yang dilakukan oleh operator penerbangan lainnya. Dasar
penerapan fuel surcharge hanya dalam 1 (satu) zona dengan
mempertimbangkan: --------------------------------------------------------36.1.3.1

Perbedaan harga avtur untuk wilayah Jakarta, Makassar


dan Papua yang sangat berbeda; ------------------------------

36.1.3.2

Mayoritas operasi penerbangan dengan jarak tempuh 2


jam penerbangan; -----------------------------------------------

36.1.3.3

Mayoritas operasi penerbangan PT Travel Express di


wilayah Papua dan sekitarnya; --------------------------------

36.2 Bahwa sebagai contoh perbedaan harga avtur April 2009; --------------------36.2.1 Untuk periode 1-14 April 2010 harga Jakarta Rp 6.325,- Surabaya Rp
6.633, Makassar Rp 7.161, Papua Rp 7.920, dimana rata-rata
perbedaan harga Jakarta dan Surabaya 4%, Jakarta dan Makassar
13%, Jakarta dan Papua 25%; ---------------------------------------------36.2.2 Untuk periode 15-31 April 2010 harga Jakarta Rp 6.490, Surabaya
Rp 6.787, Makassar Rp 7.315, Papua Rp 8.063 dimana rata-rata
perbedaan harga Jakarta dan Surabaya 4%, Jakarta dan Makassar
12%, Jakarta dan Papua 24%; ---------------------------------------------36.3 Dugaan pelanggaran Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999; --------------------------

226

SALINAN
36.3.1 Mengacu kepada Tabel 15 hal 19 mengenai tabel pangsa pasar
Terlapor tahun 2004-2008 dapat terlihat PT Travel Express sebagai
Terlapor 6 mengalami penurunan dalam pangsa pasarnya dari 1,43%
menjadi 0,72% yang berarti selama kurun waktu 4 (empat) tahun
justru mengalami penurunan pangsa pasar sebesar 0,71% akibat dari
persaingan yangada;---------------------------------------------------------36.3.2 Mempertimbangkan

bahwa

PT

Travel

Express

hanya

memperlakukan fuel surcharge dalam satu zona penerbangan 2-3


jam, maka jika dibandingkan antara Tabel 22 hal 36 Perhitungan
Fuel Surcharge berdasarkan formula Departemen Perhubungan
dengan tabel 25 pada hal 39-40. Pergerakan fuel surcharge Para
Terlapor untuk penerbangan antara 2 s/d 3 jam, maka rata-rata fuel
surcharge berdasarkan Tabel 22 adalah sebesar Rp 196.245,sedangkan rata-rata fuel surcharge PT Travel Express berdasarkan
Tabel 25 sebesar Rp 154.432,- sehingga terlihat bahwa perhitungan
PT Travel Express masih lebih rendah sebesar Rp 41.813,-. ----------36.3.3 Bahwa sesuai dengan poin 3.8 hal 55 Tentang Perhitungan
Pendapatan Fuel Surcharge dalam Laporan Keuangan, maka
disampaikan bahwa fuel surcharge bukanlah merupakan pendapatan
melainkan salah satu komponen biaya tambahan yang harus
dibayarkan oleh konsumen seperti halnya dengan PPN dan IWJR; --36.3.4 Mengacu pada Tabel 27 Perbandingan Pendapatan Fuel Surcharge
dan Fuel Cost, kami mempertanyakan keabsahan data yang diperoleh
terhadap

aktual

penumpang

sebagai

dasar

perhitungan

mempertimbangkan perbedaan yang sangat signifikan antara biaya


fuel surcharge yang diterima (FS) dan FC yang dikeluarkan lebih
dari 45% bahkan mendekati 100% dimana tidak adanya verifikasi
terhadap data penumpang tersebut; ---------------------------------------36.3.5 Dalam kesimpulan pada hal 149 No. 5 (1) disebutkan bahwa fuel
surcharge merupakan kompensasi dari kenaikan harga avtur
(aviation turbin) yang dimasukkan ke dalam komponen tarif tiket
pesawat penerbangan yang dibebankan kepada konsumen adalah

227

SALINAN
tidak benar karena fuel surcharge merupakan biaya tambahan diluar
tarif yang harus dibayarkan oleh konsumen seperti halnya dengan
PPN dan IWJR; --------------------------------------------------------------36.4 Sesuai tanggapan PT Travel Express sebagai Terlapor 6 seperti tersebut di
atas, dapat kami simpulkan bahwa; -----------------------------------------------36.4.1 PT Travel Express sebagai Terlapor 6 tidak pernah melakukan
perjanjian dengan operator penerbangan lainnya dalam kaitan
penetapan fuel surcharge; --------------------------------------------------36.4.2 Bahwa penerapan fuel surcharge sebagai upaya untuk mengatasi
kenaikan harga avtur yang sudah tidak sesuai harga fuel dalam
perhitungan tarif sesuai KM 9 Tahun 2002 tentang Tarif Penumpang
Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi;---37.

Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL,


Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines dan Terlapor VIII, PT Wings Abadi
Airlines menyampaikan hal-hal sebagai berikut (vide bukti C14.7); ----------------37.1 Bahwa Terlapor VII dan Terlapor VIII menolak keras dan keberatan atas
Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan Perkara No. 25/KPPU-I/2009 yang
intinya menyatakan Terlapor VII dan Terlapor VIII diduga melanggar Pasal
5 dan 21 Undang Undang No.5 Tahun 1999;------------------------------------37.2 Bahwa menurut logika hukum dugaan atas pelanggaran kedua pasal tersebut
harus dibuktikan oleh Tim Pemeriksa karena Tim Pemeriksa memakai kata
"dan". Artinya, jika hanya salah satu pasal yang terbukti maka seluruh
dugaan yang ditujukan kepada Terlapor VII danTerlapor VIII menjadi tidak
memenuhi unsur dugaan dan konsekuensi yuridisnya adalah bahwa dugaan
dimaksud menjadi gugur dan tidak terbukti;-------------------------------------37.3 Bahwa oleh karena Terlapor VII dan Terlapor VIII menolak atau
membantah dugaan Tim Pemeriksa yang ditujukan kepada Terlapor VII dan
Terlapor VIII maka menurut kaidah atau asas dalam hukum maka siapa
yang mendalilkan maka dia yang membuktikan. Oleh karena yang
mendalilkan dalam perkara ini adalah Tim Pemeriksa, maka Tim Pemeriksa
yang harus membuktikan dugaan tersebut; ---------------------------------------

228

SALINAN
37.4 Bahwa jika dicermati Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, ternyata Tim
Pemeriksa tidak dapat membuktikan adanya dugaan pelanggaran terhadap
Pasal 5 dan Pasal 21 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan
oleh Terlapor VII dan Terlapor VIII; ---------------------------------------------37.5 Bahwa untuk lebih jelas Pembelaan Terlapor VII dan VIII maka mohon
Majelis KPPU membaca dengan teliti dan cermat pasal yang diduga Tim
Pemeriksa dilanggar oleh Terlapor VII dan VIII serta menghubungkan
dengan Laporan dimaksud;---------------------------------------------------------37.6 Bahwa Pasal 5 ayat (1) Undang Undang No.5 Tahun 1999 menyatakan:
"Pelaku Usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus
dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang
sama; --------------------------------------------------------------------------------37.7 Bahwa yang dimaksud dengan "perjanjian" menurut Pasal 1 angka 7
Undang Undang No. 5 Tahun 1999 adalah: "suatu perbuatan satu atau
lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku
usaha lain dengan nama apa pun, baik tertulis mau pun tidak tertulis;----37.8 Bahwa setelah Terlapor VII dan Terlapor VIII membaca dan mempelajari
dengan cermat dan teliti ternyata Tim Pemeriksa tidak dapat membuktikan
adanya perjanjian yang dimaksud. Tm Pemeriksa hanya menduga dan
membuat analisa hanya berdasar tren pergerakan prosentase kenaikan fuel
surcharge (vide Laporan Hasil Pemeriksan Lanjutan angka 61 halaman 74)
yang patut diragukan kebenarannya. Sebab Tim Pemeriksa tidak dapat
membuktikan Terlapor VII dan Terlapor VIII membuat perjanjian dengan
siapa atau Terlapor berapa? Laporan tersebut tidak menyebut secara jelas
dan rinci;------------------------------------------------------------------------------37.9 Bahwa Terlapor VII dan Terlapor VIII menolak keras dalil Tim Pemeriksa
yang menyatakan intinya kecenderungan yang sama pada perubahan fuel
surcharge dinilai berdasarkan perjanjian di antara Para Terlapor (vide
Laporan Hasil Pemeriksan Lanjutan huruf b halaman 83). Sebab Tim
Pemeriksa hanya "menilai" dan penilaian itu hanya berdasarkan pada
"kecenderungan yang sarna" , bukan pada "perbuatan saling mengikatkan

229

SALINAN
diri" sebagaimana definisi tentang 'perjanjian' berdasarkan UU No.5 Tahun
1999; ----------------------------------------------------------------------------------37.10 Bahwa Tim Pemeriksa sendiri mengakui tidak adanya perjanjian atau
kesepakatan secara tertulis diantara Para Terlapor (vide Laporan Hasil
Pemeriksan Lanjutan angka 95 halaman 82,) termasuk Terlapor VII dan
VIII. Kalau Tim Pemeriksa tidak dapat membuktikan adanya kesepakatan
tertulis di antara Para Terlapor, apa lagi yang tidak tertulis.;------------------37.11 Bahwa dengan demikian Terlapor VII dan VIII secara sah dan sempurna
tidak terbukti melanggar Pasal 5 UU No.5 Tahun 1999; ---------------------37.12 Bahwa oleh karena salah satu dugaan pelanggaran yang ditujukan pada
Terlapor VII dan VIII tidak terbukti dan karenanya salah satu unsur dugaan
tidak terbukti maka dugaan pelanggaran terhadap Pasal 21 UU No.5 Tahun
1999 tidak perlu lagi dibuktikan kebenarannya dan konsekuensi yuridisnya
adalah dugaan dimaksud menjadi tidak terbukti dan gugur;-------------------37.13 Bahwa oleh karena itu dugaan pelanggaran oleh Terlapor VII dan VIII
terhadap Pasal 5 dan 21 Undang Undang No.5 Tahun 1999 tidak terbukti
dan gugur; ----------------------------------------------------------------------------38.

Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL,


Terlapor IX, PT Metro Batavia menyampaikan hal-hal sebagai berikut (vide
bukti C14.8);---------------------------------------------------------------------------------38.1 Bahwa Fuel Surcharge merupakan kompensasi dari kenaikan harga avtur
(aviation turbin) yang dimasukan ke dalam komponen tarif tiket pesawat
penerbangan yang dibebankan kepada konsumen; -----------------------------38.2 Fuel Surcharge bertujuan untuk menutup selisih biava bahan bakar avtur
maskapai penerbangan yang diakibatkan oleh kenaikan harga avtur yang
melebihi asumsi harga avtur yang digunakan dalam perhitungan tarif batas
atas sebagaimana dimaksud dalam KM 9 T ahun 2002; -----------------------38.3 Fakta bahwa perjanjian di antara beberapa Terlapor dan kecenderungan
kesamaan perubahan fuel surcharge yang ditetapkan oleh Para Terlapor
pada periode I (Mei 2006 sampai dengan Maret 2008) untuk zona
penerbangan dengan waktu tempuh 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam,
tanpa adanya justifikasi ekonomi dari masingmasing Terlapor, menunjukan

230

SALINAN
adanya perjanjian penetapan besaran fuel surcharge di antara para Terlapor
pada periode tersebut;---------------------------------------------------------------38.4 Para Terlapor telah menetapkan biaya fuel surcharge secara curang yang
dibuktikan dengan perubahan nilai fuel surcharge para Terlapor yang tidak
sama dengan perubahan nilai harga avtur pada sejak Mei 2006 sampai
dengan Desember 2009 dan nilai fuel surcharge sejak Maret 2008 telah
melampaui tarif batas atas sebagaimana ditetapkan dalam KM No.9 Tahun
2002; ----------------------------------------------------------------------------------38.5 Bahwa Tim Pemeriksa menyimpulkan ada bukti pelanggaran terhadap Pasal
5 dan Pasal 21 UU No.5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT. Garuda
Indonesia (Tbk), PT. Sriwijaya Air, PT. Merpati Nusantara Airlines
(Persero), PT. Mandala Airlines, PT. Riau Airlines, PT. Travel Express
Aviation Services, PT. Lion Mentari Airlines, PT. Wings Abadi Airlines,
PT. Metro Batavia, PT. Kartika Airlines, PT. Trigana Air Service dan PT.
Indonesia AirAsia;-------------------------------------------------------------------38.6 Bahwa Terlapor IX dengan ini menyatakan secara tegas keberatan dan
menolak seluruh dalil-dalil dalam Salinan Laporan Hasil Pemeriksaan
Lanjutan Perkara Nomor :25/KPPU-I/2009, tentang Penetapan Harga Fuel
Surcharge dalam Industri Jasa Penerbangan Domestik. Hal mana dalam
Laporan tersebut kami, Terlapor IX dalam hal ini PT. Metro Batavia
dilaporkan melanggar pasal 5 dan pasal 21 UU No.5 Tahun 1999; ----------Pasal 5, berbunyi : ------------------------------------------------------------------"(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa
yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar
bersangkutan yang sama. " --------------------------------------------------(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku."
38.7 Adapun rumusan dugaan pelanggaran Pasal 5 dalam perkara ini adalah
sebagai berikut : Para Terlapor membuat kesepakatan untuk menetapkan

231

SALINAN
harga fuel surcharge yang harus dibayar oleh Konsumen pada pasar
bersangkutan yang sama; ----------------------------------------------------------38.8 Pasal 21 berbunyi: "Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam
menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari
komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha hdak sehat." ---------------------------------------38.9 Adapun rumusan dugaan pelanggaran pasal 21 dalam perkara ini adalah
sebagai berikut: Fuel Surcharge merupakan salah satu komponen harga
tiket yang digunakan untuk menutup selisih kenaikan harga avtur dari harga
basis pada tahun 2002. Para Terlapor diduga menggunakan pendapatan dari
fuel surcharge bukan hanya untuk menutup selisih kenaikan harga avtur
dari harga basis pada tahun 2002, melainkan menggunakan fuel surcharge
sebagai pendapatan untuk menutupi biaya operasional selain avtur; --------38.10

Sekali lagi Terlapor IX secara tegas menyatakan MENOLAK dan


KEBERATAN atas Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor :
25/KPPU-I/2009 tersebut di atas; --------------------------------------------------

38.11

Pada prinsipnya memang benar dalam menentukan harga tiket pesawat


Terlapor IX menjadikan fuel surcharge sebagai komponen perhitungan
harga tiket. Dalam penerapan fuel surcharge tersebut Terlapor IX memiliki
formulasi perhitungan sebagaimana telah diuraikan dalam laporan lanjutan
tersebut di atas halaman 25 tabel 16 dimana formula perhitungan harga tiket
yang dimiliki o/eh Terlapor IX adalah : basic fare + PPN + IWJR (Rp.
5.000) + FS; ---------------------------------------------------------------------------

38.12

Dengan ini Terlapor IX sangat keberatan apabila diindikasikan telah


melakukan "kartel (kesepakatan)" secara tidak langsung dengan Armada
Penerbangan lainnya berkaitan dengan menentukan fuel surcharge sebagai
komponen untuk menetukan harga tiket. Karena pada prinsipnya dalam
menentukan harga tiket adalah sesuai dengan apa yang diinstruksikan oleh
Pemerintah dalam hal ini Dirjen Perhubungan Udara Departemen
Perhubungan KM 8 Tahun 2002. Bahkan dalam melakukan perhitungan
Fuel Surcharge pun Terlapor IX melakukannya berdasarkan Surat
Departemen Perhubungan Nomor : AU/830/DAU.260/08, tanggal 03 Maret

232

SALINAN
2008, hal mana terbukti dan dicatatkan dalam laporan a quo halaman 29.
Dan setiap surat dari Pemerintah tersebut Terlapor IX selalu memberikan
jawaban dan laporan. Sampai sejauh ini pihak Pemerintah i.e. Dirjen
Perhubungan Udara Departemen Perhubungan tidak memberikan keberatan
terhadap hal tersebut; ---------------------------------------------------------------38.13

Berdasarkan hal tersebut maka maka dapat disimpulkan bahwa dalam


menentukan fuel surcharge sebagai komponen harga tiket pesawat, Terlapor
IX selalu mengikuti apa yang diinstruksikan oleh Pemerintah i.e. Dirjen
Perhubungan Udara Departemen Perhubungan Republik Indonesia. Jika
memang KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) "bersih keras"
menganggap bahwa itu merupakan suatu "perjanjian", maka sepatutnya
KPPU mempertimbangkan ketentuan pasal 5 ayat (2) UU No.5 Tahun 1999,
yang berbunyi : ----------------------------------------------------------------------"(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa
yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar
bersangkutan yang sama; ----------------------------------------------------(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang ber/aku. "

38.14

Penafsiran "Undang-undang yang berlaku" tersebut dalam dilihat dalam


ketentuan Pasal 7 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, yang secara tegas dalam penjelasannya
dinyatakan : "Jenis peraturan perundang-undangan selain dalam ketentuan
ini, antara lain peraturan yang dikeluarkan oleh MPR dan DPR, DPD,
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, BPK, Bank Indonesia, Menteri,
Kepala Badan, lembaga atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh
Undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, DPRD
Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati Walikota, Kepala Desa
atau yang setingkat";-----------------------------------------------------------------

38.15

Berdasarkan hal tersebut, maka disimpulkan bahwa Terlapor IX tidak


melakukan pelanggaran terhadap Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999, karena

233

SALINAN
dalam menentukan fuel surcharge sebagai komponen harga tiket pesawat,
Terlapor IX selalu mengikuti apa yang diinstruksikan oleh Pemerintah i.e.
Dirjen Perhubungan Udara Departemen Perhubungan Republik Indonesia; 38.16

Selain itu jika KPPU menganggap bahwa persekongkolan itu terjadi karena
ada beberapa pertemuan para Air Lines termasuk Terlapor IX yang
difasilitasi oleh INACA untuk menentukan formulasi menentukan harga
tiket yang memasukan formula perhitungan fuel surcharge (Iihat Laporan a
quo halaman 83), adalah sangat tidak benar dan tidak mendasar. Karena
pertemuan INACA tersebut juga merupakan pelaksanaan dari Surat Ditjen
Perhubungan Udara Ref. Nomor : AU/2563IDAU-0857/06, tanggal 9 Mei
2006, dimana pemerintah menyampaikan hal-hal sebagai berikut : ---------38.16.1

Pengenaan fuel surcharge tersebut tidak diberlakukan kepada


calon penumpang yang sudah melakukan transaksi pembelian
tiket; -----------------------------------------------------------------------

38.16.2

INACA harus mempunyai patokan harga avtur sebagai dasar


perhitungan besaran fuel surcharge dan tata cara mekanisme
penerapan fuel surcharge; ----------------------------------------------

38.16.3

Pengenaan fuel surcharge disarankan diberlakukan pada seluruh


perusahaan angkutan udara niaga berjadwal dan sepenuhnya
merupakan tanggung jawab perusahaan yang bersangkutan; ------

38.16.4

Perusahaan angkutan udara niaga berjadwal yang menerapkan


fuel surcharge agar dapat melaksanakan dengan cermat dan
seksama

dalam

penumpang

memberikan

supaya

tidak

pemahaman

menimbulkan

kepada

calon

permasalahan

di

lapangan; -----------------------------------------------------------------38.16.5

INACA sebagai asosiasi perusahaan angkutan udara niaga harus


mampu melakukan pengawasan terhadap pemberlakuan fuel
surcharge tersebut; ------------------------------------------------------

38.17

Berdasarkan hal tersebut sangat jelas bahwa pertemuan-pertemuan INACA


dengan para Air Lines bukan dalam rangka membuat suatu perjanjian yang
menurut KPPU adalah "Kartel". Akan tetapi sebagai suatu pelaksanaan dari
Surat Ditjen Perhubungan Udara Ref. Nomor : AU/2563IDAU-0857/06,

234

SALINAN
tanggal 9 Mei 2006, dimana INACA memiliki fungsi pengawasan terhadap
para Air Lines dalam menentukan harga avtur; ---------------------------------38.18

Berdasarkan hal tersebut, maka Telapor IX kembali menegaskan bahwa


Terlapor IX tidak melakukan pelanggaran terhadap pasal 5 UU No.5 Tahun
1999, karena dalam menentukan fuel surcharge sebagai komponen harga
tiket pesawat, Terlapor IX selalu mengikuti apa yang diinstruksikan oleh
Pemerintah i.c. Dirjen Perhubungan Udara Departemen Perhubungan
Republik Indonesia; -----------------------------------------------------------------

38.19

Berkaitan dengan dalil laporan a quo yang menyatakan bahwa menetapkan


biaya fuel surcharge secara curang yang dibuktikan dengan perubahan nilai
fuel surcharge para Terlapor yang tidak sama dengan perubahan nilai harga
avtur pada sejak Mei 2006 sampai dengan Desember 2009 dan nilai fuel
surcharge sejak Maret 2008 telah melampaui tarif batas atas sebagaimana
ditetapkan dalam KM No.9 Tahun 2002. Berdasarkan hal tersebut Terlapor
IX dinyatakan melakukan pelanggaran terhadap Pasal 21 UU No.5 Tahun
1999; -----------------------------------------------------------------------------------

38.20

Terhadap hal tersebut Terlapor IX sangat keberatan, karena apa yang


dilakukan oleh Terlapor IX dalam menentukan fuel surcharge sebagai
komponen harga tiket pesawat, Terlapor IX selalu mengikuti apa yang
diinstruksikan oleh Pemerintah i.e. Dirjen Perhubungan Udara Departemen
Perhubungan Republik Indonesia. Sebagaimana, telah diuraikan di atas,
sehingga hal tersebut tidak patut secara hukum dinyatakan sebagai suatu
kegiatan melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan
biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau
jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat; ----

38.21

Berdasarkan uraian-uraian diatas maka Termohon IX dengan ini


menyatakan bahwa Termohon IX tidak melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan Pasal 5 dan Pasal 21 UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; -------------------------

39.

Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL,


Terlapor X, PT Kartika Airlines menyampaikan hal-hal sebagai berikut (vide
bukti C14.9);----------------------------------------------------------------------------------

235

SALINAN
39.1 Bahwa terkait dugaan pelanggaran Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999, PT
Kartika Airlines yang terindikasi melakukan kesepakatan untuk menetapkan
harga fuel surcharge yang harus dibayar oleh konsumen pada pasar
bersangkutan yang sama. Dengan ini menyatakan bahwa PT Kartika
Airlines tidak pernah melakukan kesepakatan dengan airlines lain;----------39.2 Bahwa terkait dugaan pelanggaran Pasal 21 UU Nomor 5 Tahun 1999, PT
Kartika Airlines yang terindikasi melakukan penggunaan pendapatan fuel
surcharge tidak hanya untuk menutup selisih kenaikan harga avtur akan
tetapi digunakan juga untuk menutupi biaya operasional selain avtur.
Dengan ini menyatakan bahwa PT Kartika Airlines tidak pernah
menggunakan fuel surcharge untuk kepentingan lain selain untuk biaya
avtur; ----------------------------------------------------------------------------------39.3 PT Kartika Airlines menolak tuduhan melanggar pasal tersebut di atas, dan
memohon pada majelis hakim untuk membebaskan PT Kartika Airlines dari
segala tuntutan berkenaan dengan pasal di atas;---------------------------------40.

Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL,


Terlapor XII, PT Trigana Air Service menyampaikan hal-hal sebagai berikut
(vide bukti C14.10); ------------------------------------------------------------------------40.1

Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999; -----------------------------------------------Bahwa dalam beberapa kali pemeriksaan tidak terdapat ataupun terbukti
bahwa kami telah membuat perjanjian dengan pesaing kami dalam
menentukan besaran harga tiket pesawat. Bila terdapat adanya kemiripan
harga tiket pada rute yang sama dengan pesaing, maka hal tersebut
dikarenakan semua komponen biaya operasi dari type pesawat yang sama
serta menerbangi rute yang sama, dipastikan total biaya operasi juga
hampir sama. Sebagai contoh kami sajikan komponen biaya terbesar dari
pengoperasian pesawat; -----------------------------------------------------------No

Komponen Biaya

Keterangan

1.

Perawatan

Setiap pesawat mempunyai panduan perawatan

Pesawat

yang dibuat oleh pabrik serta disyahkan oleh


Dinas Kelaikan Udara ( DKU ) dari pabrik
tersebut berada, serta oleh DKU dimana pesawat

236

SALINAN
tersebut dioperasikan.
Dapat dipastikan biaya perawatan pesawat yang
satu type dari pabrik yang sama maka besaran
biayanya adalah sama atau hampir sama
tergantung dari tingkat efisiensi serta permodalan
dari setiap operatornya.
2.

Asuransi

Besaran asuransi pesawat, dipengaruhi oleh


jumlah armada setiap operator dan umur pesawat
itu sendiri,
Para operator yang besar dan mengoperasikan
pesawat baru tentunya mempunyai biaya untuk
asuransi lebih kecil dari pada operator yang
mengoperasikan pesawat berumur.
Tapi perbedaan ini juga terkoreksi dengan
jumlah modal yang dikeluarkan untuk membeli
pesawat baru.

3.

Bahan Bakar

Supplier bahan bakar untuk pesawat terbang di


Indonesia hanya dilakukan oleh Pertamina.
Harga yang ditetapkan oleh Pertamina adalah
sama untuk setiap Operator. Perbedaan harga
terjadi (semakin mahal) pada daerah di luar Jawa
dan Sumatera. Semakin jauh dari Jawa dan
Sumatera, harga bahan bakar semakin mahal.
Dengan hal ini maka biaya bahan bakar untuk
operasi pesawat pad a type dan rute yang sama
adalah sama.

40.2 Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999;---------------------------------------------------40.2.1 Seperti yang telah kami sampaikan dalam beberapa kali pemeriksaan
terdahulu, bahwa semua komponen biaya produksi atau
pengoperasian pesawat sudah tercantum secara resmi dalam
Keputusan Menteri Perhubungan KM 8/2001;-----------------------

237

SALINAN
40.2.2 Dalam KM 8/2001 tersebut tercantum secara detail semua komponen
biaya operasional pesawat terbang yang terdiri dari kategori
pesawat Jet dan Non Jet; -----------------------------------------------40.2.3 Departemen Perhubungan telah mengeluarkan KM 9/2002 yang
menentukan maksimum besaran harga tiket untuk setiap rute
berdasarkan jarak tempuh. Hal ini adalah untuk mencegah
terjadinya kecurangan dalam menetapkan biaya produksi oleh
operator pesawat yang dapat merugikan masyarakat;--------------40.2.4 Untuk menghindari persaingan tidak sehat antar operator maka
Departemen Perhubungan telah mengeluarkan KM 36/2005 yang
menentukan tarif referensi atau Batas Bawah; ----------------------40.2.5 Bila ada operator yang menjual tiket dibawah tarif referensi, maka
kepada operator tersebut akan dilakukan Audit oleh Departemen
Perhubungan untuk menjamin tidak ada biaya yang terkurangi
dalam hal keselamatan penerbangan seperti perawatan pesawat,
training pilot dan teknisi; ----------------------------------------------40.2.6 Dengan penjelasan di atas, tidak mungkin kami sebagai operator
pesawat melakukan penggelembungan biaya produksi, karena
tarif batas atas sudah ditentukan oleh Menteri Perhubungan, serta
tidak mungkin pula kami melakukan reduksi pada biaya
operasional karena tarif referensi batas bawah juga sudah
ditentukan oleh Menteri Perhubungan; ------------------------------40.2.7 Jadi tidak ada pembuktian adanya pelanggaran dalam Pasal 21 UU
No.5/1999; ---------------------------------------------------------------40.3 Penetapan Harga Tiket Trigana Air; ----------------------------------------------40.3.1 Dalam KM 9/2002 serta KM 36/2005 maka perhitungan biaya
produksi oleh Departemen Perhubungan sebagai landasan
ketetapan tarif batas atas dan tarif referensi adalah dengan
menggunakan formula kategori pesawat jet; ------------------------40.3.2 Kami sudah menjelaskan kepada Tim Pemeriksa bahwa Trigana Air
sebagai perusahaan penerbangan yang hanya mengoperasikan
pesawat propeller (Non Jet) sangat dirugikan dengan KM 9/2002

238

SALINAN
dan KM 36/2005 tersebut. Karena pada dasarnya biaya
pengoperasian pesawat propeller lebih tinggi daripada pesawat
jet. Secara detail juga telah kami jelaskan kepada Tim Pemeriksa
mengenai kekhususan pengoperasian dari pesawat propeller; ----40.3.3 Kenyataan yang terjadi ini telah beberapa kali kami sampaikan
kepada Departemen Perhubungan melalui Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara; ----------------------------------------------------40.3.4 Mulai tahun 2008, Departemen Perhubungan telah melakukan
evaluasi kembali terhadap ketentuan tarif yang diberlakukan
dalam KM 9/2002 dan KM 36/2005;---------------------------------40.3.5 Terakhir telah keluar Keputusan Menteri Perhubungan KM 26/2010
tanggal 14 April 2010 yang merevisi KM sebelumnya tentang
tarif pesawat terbang;---------------------------------------------------40.3.6 Di dalam KM 26/2010 ini sudah digunakan 2 kategori yaitu untuk
pesawat jet dan pesawat propeller (non jet); ------------------------40.3.7 Kami lampirkan KM 26/2010 sebagai bahan analisa yang baru,
karena untuk KM 8/2002 ; KM 9/2002 dan KM 36/2005, kami
yakin Tim Pemeriksa telah memilikinya;----------------------------40.3.8 Sebagai gambaran bahwa dengan keluarnya KM 26/2010 ini, maka
hambatan operasional kami untuk mendapatkan peraturan harga
tiket yang tidak merugikan sebagai operator pesawat propeller
telah terakomodir. ------------------------------------------------------Rute

Tarif Dalam
KM 9/2002

KM 36/2005

KM 26/2010

Ambon - Langgur

Rp 653.000,-

Rp 256.000,-

Rp 1.447.000,-

Nabire - Enarotali

Rp 190.000,-

Rp 126.000,-

Rp

Jayapura - Nabire

Rp 611.000,-

Rp 246.000,-

Rp 1.347.000,-

Nunukan - Tarakan

Rp 183.000,-

Rp 121.000,-

Rp

419.000,-

403.000,-

40.3.9 Berdasarkan ilustrasi di atas dapat menggambarkan bagaimana


tingkat kesulitan dalam mempertahankan bisnis kami. Tanpa
adanya kenaikan harga fuel, maka dengan maksimum harga tiket

239

SALINAN
seperti yang diatur dalam KM 9/2002, masih tidak dapat
menutupi biaya operasional pesawat propeller yang kami
operasikan. Keluhan yang telah kami sampaikan sejak keluarnya
KM 9/2002, baru dapat terjawab oleh Menteri Perhubungan pada
tahun 2010 melalui KM 26/2010;-------------------------------------40.3.10Pengenaan Fuel Surcharge yang oleh setiap perusahaan baik di
Indonesia maupun di Luar Negeri karena terjadinya fluktuasi
harga bahan bakar, ternyata juga telah memberikan kesulitan
kepada kami seperti apa yang dituduhkan kepada kami dalam
Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan Perkara No. 25/KPPUI/2009; --------------------------------------------------------------------40.3.11Dengan segala kendala yang kami hadapi di atas, kami masih harus
menghadapi persaingan yang sangat keras dengan pesaing kami
baik perusahaan asing karena sudah berlakunya Open Sky Policy
perdagangan bebas maupun perusahaan domestik lainnya;
40.3.12Dari penjelasan dan tanggapan kami di atas, yang kami sampaikan
dalam bahasa yang mudah dimengerti tanpa grafik, teori, atau
tabel yang ilmiah, maka dengan segala kerendahan hati, kami
memohon kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha agar
membebaskan kami PT. Trigana AirService sebagai pihak
Terlapor 12 dari segala tuduhan ataupun tuntutan pelanggaran
atas Pasal 5 dan 21 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 -----------41.

Menimbang bahwa dalam Pembelaan dan Tanggapan Terlapor terhadap LHPL,


Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia menyampaikan hal-hal sebagai berikut
(vide bukti C14.11); ------------------------------------------------------------------------41.1 Bahwa PT. Indonesia AirAsia berbeda dengan maskapai penerbangan yang
lain yang ada di Indonesia karena PT. Indonesia AirAsia memiliki
karakteristik tersendiri, yaitu;------------------------------------------------------41.1.1 Low Cost Carrier;-----------------------------------------------------------41.1.2 Penerbangan point to point;------------------------------------------------41.1.3 Bukan rute long haul;--------------------------------------------------------

240

SALINAN
41.2 Susunan Pemegang Saham PT. Indonesia AirAsia berdasarkan perubahan
Anggaran Dasar No. 24 tanggal 20 Agustus 2008; -----------------------------41.2.1

Pin Harris (20%);----------------------------------------------------------

41.2.2

PT. Langit Biru Nusantara (21%); --------------------------------------

41.2.3

PT. Fersindo Nusaperkasa (10%); --------------------------------------

41.2.4

AA International Limited (49%);-----------------------------------------

Merupakan koreksi untuk halaman 4 dan 18 dalam LHPL; --------------------41.3 PT. Indonesia AirAsia tidak melanggar Pasal 5 UU No. 5 tahun 1999;------41.3.1

Bahwa

PT.

Indonesia

AirAsia

TIDAK

ikut

dalam

penandatanganan Persetujuan Pelaksanaan Fuel Surcharge tanggal


4 Mei 2006 yang dihadiri oleh anggota INACA (butir 106 halaman
59 LHPL dan butir 51 halaman 67 LHPL); ---------------------------41.3.2

Bahwa PT. Indonesia AirAsia baru bergabung menjadi anggota


INACA pada tanggal 1 April 2009 (tabel 28 halaman 59 LHPL); --

41.3.3

Kesimpulan 1: Bahwa jelas berdasarkan bukti dan fakta yang ada,


PT. Indonesia AirAsia dapat dibuktikan tidak pernah mengadakan
kesepakatan/perjanjian dengan maskapai lain untuk menetapkan
harga Fuel Surcharge (FS). Oleh karena itu, PT. Indonesia AirAsia
tidak dapat dikatakan memenuhi unsur yang terkandung dalam
Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999; -------------------------------------------

41.4 PT. Indonesia AirAsia tidak melanggar Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999; ---41.4.1

Bahwa FS yang diberlakukan oleh PT. Indonesia AirAsia adalah


AKIBAT dari kenaikan harga minyak dunia;--------------------------

41.4.2

Oleh karena itu, FS yang diberlakukan oleh PT. Indonesia AirAsia


pada tanggal 10 Mei 2006 adalah BUKAN untuk mencari
keuntungan / pendapatan tambahan bagi perusahaan;-----------------

41.4.3

Terdapat kekeliruan yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa dalam


pencantuman harga FS yang diterapkan oleh PT. Indonesia AirAsia
(QZ) pada Tabel 23 (halaman 37 LHPL), Tabel 24 (halaman 38
LHPL)

dan

Tabel

25

(halaman

39-40

LHPL)

sehingga

mengakibatkan kesalahan pada Grafik 35 (halaman 52 LHPL).


Halaman selanjutnya adalah halaman koreksi untuk harga FS yang

241

SALINAN
sebenarnya yang diterapkan oleh PT. Indonesia AirAsia masingmasing untuk Tabel 23, 24 dan 25 beserta pergerakan FS dalam
grafiknya; ------------------------------------------------------------------Tabel 23 (0 s/d 1 Jam)
Bulan

Harga FS (QZ)

Mei 2006 Juli 2006

20.000

Agustus 2006

30.000

September 2006 April 2007

40.000

Mei 2007 September 2007

50.000

Oktober 2007 Februari 2008

80.000

Maret 2008 April 2008

90.000

Mei 2008 Juni 2008

110.000

Juli 2008 Oktober 2008

130.000

November 2009 sekarang

NIL

Grafik 35 (0 s/d 1 Jam)

140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0
-0
6
g0
N 6
ov
-0
Fe 6
b0
M 7
ay
-0
Au 7
g0
N 7
ov
-0
Fe 7
b0
M 8
ay
-0
Au 8
g0
N 8
ov
-0
Fe 8
b0
M 9
ay
-0
Au 9
g0
N 9
ov
-0
9

FS QZ PRICE

Au

M
ay

Amount (IDR)

TABEL 23 (0 S/D 1 JAM)

Month

242

SALINAN
Tabel 24 (1 s/d 2 Jam)
Bulan

Harga FS (QZ)

Mei 2006 Juli 2006

20.000

Agustus 2006

30.000

September 2006 April 2007

40.000

Mei 2007 September 2007

50.000

Oktober 2007 Februari 2008

80.000

Maret 2008 April 2008

90.000

Mei 2008 Juni 2008

140.000

Juli 2008 Oktober 2008

160.000

November 2009 sekarang

NIL

Grafik 35 ( 1 s/d 2 Jam)

180000
160000
140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0

FS QZ PRICE

M
ay
-0
Au 6
g0
N 6
ov
F e 06
b0
M 7
ay
-0
Au 7
g0
N 7
ov
-0
Fe 7
b0
M 8
ay
-0
Au 8
g0
N 8
ov
-0
Fe 8
b0
M 9
ay
-0
Au 9
g0
N 9
ov
-0
9

Amount (IDR)

TABEL 24 (1 S/D 2 JAM)

Month

243

SALINAN
Tabel 25 (2 s/d 3 Jam)

Bulan

Harga FS (QZ)

Mei 2006 Juli 2006

20.000

Agustus 2006

30.000

September 2006 April 2007

40.000

Mei 2007 September 2007

65.000

Oktober 2007 November 2007

80.000

Desember 2007 Februari 2008

100.000

Maret 2008 April 2008

110.000

Mei 2008 Juni 2008

140.000

Juli 2008 Oktober 2008

160.000

November 2008 - sekarang

NIL

Grafik 35 (2 s/d 3 Jam)

180000
160000
140000
120000
100000
80000
60000
40000
20000
0

FS QZ PRICE

M
ay
-0
Au 6
g0
N 6
ov
F e 06
b0
M 7
ay
-0
Au 7
g0
N 7
ov
F e 07
b0
M 8
ay
-0
Au 8
g0
N 8
ov
-0
Fe 8
b0
M 9
ay
-0
Au 9
g0
N 9
ov
-0
9

Amount (IDR)

TABEL 25 (2 S/D 3 JAM)

Month

41.4.4

Bukti & Fakta: Bahwa PT Indonesia AirAsia tidak pernah


melakukan kecurangan untuk mendapatkan keuntungan/pendapatan
tambahan untuk perusahaan dalam menetapkan harga FS
sebagaimana dituduhkan oleh KPPU. Hal ini dapat dibuktikan
dengan: Harga FS yang diterapkan oleh PT Indonesia AirAsia
selalu lebih kecil dibandingkan dengan harga fuel cost yang berlaku

244

SALINAN
untuk bulan Mei 2006 s/d Oktober 2009 (halaman 32 LHPL),
formula FS yang dirumuskan oleh Departemen Perhubungan
(halaman 36 LHPL), dan formula FS yang dirumuskan oleh KPPU
(Halaman 28 LHPL) yang dapat dibuktikan dengan grafik pada
halaman berikut. Grafik dibagi berdasarkan lamanya penerbangan;

Untuk Penerbangan 0 s/d 1 Jam

PERIODE I (May 2006 - March 2008)


Amount (IDR)

250000
200000
FS PRICE

150000

FS KPPU

100000

FS DEPHUB

50000

Ju

ay

-0
6
l- 0
Se 6
p0
N 6
ov
-0
Ja 6
n0
M 7
ar
M 07
ay
-0
7
Ju
l- 0
Se 7
p0
N 7
ov
-0
Ja 7
n0
M 8
ar
-0
8

Month

FS Price
FS KPPU
FS Dephub

: FS PT. Indonesia AirAsia


: FS berdasarkan rumus KPPU
: FS yang ditetapkan Dephub

Untuk Penerbangan 1 s/d 2 Jam

PERIODE I (May 2006 - March 2008)


500000
400000
FS PRICE

300000

FS KPPU

200000

FS DEPHUB

100000

ay

-0
6
Ju
l- 0
Se 6
p0
N 6
ov
-0
Ja 6
n0
M 7
ar
-0
M 7
ay
-0
7
Ju
lS e 07
p0
N 7
ov
-0
Ja 7
n0
M 8
ar
-0
8

A mount (ID R 0

Month

245

SALINAN

FS Price
FS KPPU
FS Dephub

: FS PT. Indonesia AirAsia


: FS berdasarkan rumus KPPU
: FS yang ditetapkan Dephub

Untuk Penerbangan 2 s/d 3 Jam

700000
600000
500000
400000
300000
200000
100000
0

FS PRICE
FS KPPU

-0
Ju 6
lS e 06
p0
No 6
v0
Ja 6
n0
M 7
ar
M 07
ay
-0
Ju 7
lS e 07
p0
No 7
v0
Ja 7
n0
M 8
ar
-0
8

FS DEPHUB

ay

A m o u n t (ID R )

PERIODE I (May 2006 - March 2008)

Month

FS Price
FS KPPU
FS Dephub

41.4.5

: FS PT. Indonesia AirAsia


: FS berdasarkan rumus KPPU
: FS yang ditetapkan Dephub

Mengingat bahwa Tim Pemeriksa telah keliru memasukkan data


pada tabel 23, 24 dan 25 mengenai besaran FS yang diterapkan
oleh PT. Indonesia AirAsia, maka dinyatakan bahwa telah terjadi
kekeliruan pada seluruh tabel maupun grafik yang ditujukan untuk
PT. Indonesia AirAsia pada LHPL. Oleh karena itu, seluruh tabel
maupun grafik yang ada dapat dinyatakan tidak berlaku untuk PT.
Indonesaia

AirAsia

dan

kecenderungan

untuk

mengambil

keuntungan/pendapatan tambahan bagi perusahaan atas penerapan


FS tidak dapat dibuktikan; -----------------------------------------------41.4.6

Bahwa berdasarkan bukti dan fakta yang ada, PT. Indonesia


AirAsia tidak dapat dibuktikan melakukan kecurangan dalam

246

SALINAN
menerapkan

FS

untuk

mendapatkan

keuntungan/pendapatan

tambahan bagi perusahaan sehingga PT. Indonesia Air Asia dapat


dinyatakan tidak memenuhi unsur Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999;
41.4.7

Bahwa berdasarkan Kesimpulan 1 dan Kesimpulan 2 dapat kembali


kami simpulkan bahwa PT. Indonesia AirAsia dinyatakan tidak
melakukan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun
2009, yaitu mengadakan kesepakatan/perjanjian dengan maskapai
lainnya dengan menentukan harga FS dan menerapkannya untuk
mencari keuntungan/pendapatan tambahan bagi perusahaan;--------

41.4.8

Bahwa seiring dengan menurunnya harga minyak dunia, maka PT.


Indonesia AirAsia mencabut FS sejak bulan November 2008
hingga sekarang; -----------------------------------------------------------

41.5 Bahwa kesimpulan yang disampaikan oleh KPPU pada butir 2 5 (halaman
149) tidak dapat dibuktikan; -------------------------------------------------------41.6 Dari bukti dan fakta yang ada, maka PT. Indonesia AirAsia dengan ini
menyampaikan kepada Majelis Hakim KPPU untuk: --------------------------(1)

Menolak semua dalil-dalil yang ada dalam LHPL yang menyatakan


bahwa PT. Indonesia AirAsia melanggar Pasal 5 dan Pasal 21 UU
No. 5 Tahun 1999; ---------------------------------------------------------

(2)

Mengesampingkan semua bukti yang tidak benar/tidak dapat


dibuktikan; ------------------------------------------------------------------

(3)

Mempertimbangkan dan menerima semua bukti dan fakta yang ada


bahwa PT. Indonesia AirAsia tidak melanggar Pasal 5 dan Pasal 21
UU No. 5 tahun 1999; -----------------------------------------------------

(4)

Menyatakan bahwa PT. Indonesia AirAsia tidak melanggar Pasal 5


dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999; ------------------------------------

42.

Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Komisi menilai telah mempunyai bukti


dan penilaian yang cukup untuk mengambil keputusan;--------------------------------

-----------------------------------------------------------------------------TENTANG HUKUM

247

SALINAN
TENTANG HUKUM

Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan (selanjutnya disebut LHPL),


Tanggapan/Pembelaan/Pendapat para Terlapor, BAP, surat-surat dan dokumendokumen dan alat bukti lainnya dalam perkara ini, Majelis Komisi menilai,
menyimpulkan dan memutuskan perkara berdasarkan bukti yang cukup tentang telah
terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh para Terlapor dalam
perkara a quo. Majelis Komisi melakukan penilaian dalam beberapa butir, yaitu: -------1. Tentang Dugaan Pelanggaran; -------------------------------------------------------------2. Tentang Identitas Para Terlapor; -----------------------------------------------------------3. Tentang Hal Formil; -------------------------------------------------------------------------4. Tentang Klarifikasi Fakta-fakta dalam LHPL; -------------------------------------------5. Tentang Pelaku Usaha dan Pelaku Usaha Pesaing; -------------------------------------6. Tentang Pasar Bersangkutan; --------------------------------------------------------------7. Tentang Perjanjian; --------------------------------------------------------------------------8. Tentang Penetapan Harga; ------------------------------------------------------------------9. Tentang Penetapan Biaya Secara Curang; ------------------------------------------------10. Tentang Dampak; ----------------------------------------------------------------------------11. Tentang Pemenuhan Unsur Pasal 5 UU No. 5/1999; ------------------------------------12. Tentang Pemenuhan Unsur Pasal 21 UU No. 5/1999;-----------------------------------13. Tentang Kesimpulan; ------------------------------------------------------------------------14. Tentang Pertimbangan Majelis Komisi Sebelum Memutus; ---------------------------15. Tentang Perhitungan Denda;--------------------------------------------------------------16. Tentang Perhitungan Ganti Rugi; ----------------------------------------------------------17. Tentang Saran dan Pertimbangan kepada Pemerintah; ---------------------------------18. Tentang Diktum Putusan dan Penutup. ----------------------------------------------------Berikut uraian masing-masing butir sebagaimana tersebut di atas: ------------------------1. Tentang Dugaan Pelanggaran;------------------------------------------------------------1.1. Menimbang

bahwa

Tim

Pemeriksa

dalam

LHPL

pada

pokoknya

menyimpulkan adanya bukti pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5


Tahun 1999 yang dilakukan oleh Para Terlapor, yaitu; -----------------------------

248

SALINAN
1.1.1. Fuel surcharge merupakan kompensasi dari kenaikan harga avtur
(aviation turbin) yang dimasukkan ke dalam komponen tarif tiket
pesawat penerbangan yang dibebankan kepada konsumen; --------------1.1.2. Fuel surcharge bertujuan untuk menutup selisih biaya bahan bakar
avtur maskapai penerbangan yang diakibatkan oleh kenaikan harga
avtur yang melebihi asumsi harga avtur yang digunakan dalam
perhitungan tarif batas atas sebagaimana dimaksud dalam KM No. 9
Tahun 2002.;--------------------------------------------------------------------1.1.3. Fakta bahwa perjanjian di antara beberapa Terlapor dan kecenderungan
kesamaan perubahan fuel surcharge yang ditetapkan oleh para Terlapor
pada Periode I (Mei 2006 sampai dengan Maret 2008) untuk zona
penerbangan dengan waktu tempuh 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3
jam, tanpa adanya justifikasi ekonomi dari masing-masing Terlapor,
menunjukkan adanya perjanjian penetapan besaran fuel surcharge di
antara para Terlapor pada periode tersebut; --------------------------------1.1.4. Para Terlapor telah menetapkan biaya fuel surcharge secara curang
yang dibuktikan dengan perubahan nilai fuel surcharge para Terlapor
yang tidak sama dengan perubahan nilai harga avtur sejak Mei 2006
sampai dengan Desember 2009 dan nilai fuel surcharge sejak Maret
2008 telah melampaui tarif batas atas sebagaimana ditetapkan dalam
KM No. 9 Tahun 2002; -------------------------------------------------------1.1.5. Bahwa Tim Pemeriksa menyimpulkan ada bukti pelanggaran terhadap
Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT
Garuda Indonesia (Persero), PT Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara
Airlines (Persero), PT Mandala Airlines, PT Riau Airlines, PT Travel
Express Aviation Services, PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi
Airlines, PT Metro Batavia, PT Kartika Airlines, PT Trigana Air
Service dan PT Indonesia AirAsia; ------------------------------------------1.2. Menimbang bahwa berdasarkan Pembelaan dan Tanggapan lisan dan tertulis
Para Terlapor, pada pokoknya disampaikan hal-hal sebagai berikut: -------------

249

SALINAN
1.2.1. Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) menyampaikan bahwa
Terlapor I tidak terbukti melanggar Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999
karena Terlapor I menerapkan dan menghitung fuel surcharge secara
independen serta tidak melanggar ketentuan perundang-undangan yang
berlaku; dan Terlapor I tidak terbukti melanggar Pasal 21 UU No. 5
Tahun 1999 karena fuel surcharge bukan merupakan komponen
keuntungan Terlapor I (vide bukti C14.1); ---------------------------------1.2.2. Terlapor II, PT Sriwijaya Air menyampaikan bahwa unsur-unsur pada
Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 tidak dapat dipenuhi dalam perkara a
quo karena fuel surcharge bukanlah harga dalam pengertian Pasal 5
UU No. 5 Tahun 1999, tidak pernah ada suatu perjanjian dalam bentuk
apapun dilakukan oleh Terlapor II, dan tidak ada keuntungan yang
didapat oleh Terlapor II dari fuel surcharge; dan unsur Pasal 21 UU
No. 5 Tahun 1999 tidak terpenuhi karena Tim Pemeriksa keliru dalam
menerapkan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 tersebut sehingga
menginvalidasi semua model-model ekonomi yang diterapkan oleh Tim
Pemeriksa (vide bukti C14.2);------------------------------------------------1.2.3. Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) menyampaikan
bahwa Terlapor III tidak terbukti melanggar Pasal 5 UU No. 5 Tahun
1999 karena tidak ada bukti perjanjian di antara beberapa Terlapor; dan
Terlapor III tidak terbukti melanggar Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999
karena Terlapor III tidak melakukan kecurangan apapun dalam
penetapan fuel surcharge dan juga tidak mengambil keuntungan
apapun dari fuel surcharge (vide bukti C14.3); ----------------------------1.2.4. Terlapor IV, PT Mandala Airlines menyampaikan bahwa dugaan yang
menyatakan Terlapor IV telah melanggar Pasal 5 UU No. 5 Tahun
1999 dengan cara membuat perjanjian untuk menetapkan harga fuel
surcharge adalah tidak benar karena kebijakan Terlapor IV dalam
melakukan perubahan komponen harga fuel surcharge sesuai dengan
harga avtur bukan merupakan hasil perjanjian dengan maskapai
penerbangan lainnya, melainkan merupakan hal yang telah diakui oleh
Pemerintah (dalam hal ini Departemen Perhubungan), serta telah sesuai

250

SALINAN
dengan ketentuan yang berlaku; dan dugaan yang menyatakan Terlapor
IV telah melanggar Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 dengan melakukan
perbuatan curang dalam menetapkan biaya produksi adalah tidak benar
karena Terlapor IV menetapkan fuel surcharge berdasarkan pergeseran
harga avtur, baik kenaikan maupun penurunan seiring perubahan harga
minyak dunia (vide bukti C14.4); --------------------------------------------1.2.5. Terlapor V, PT Riau Airlines menyatakan menolak semua tuduhan
sebagaimana disebutkan dalam Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 yaitu
pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 tentang
larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat terkait
penetapan harga fuel surcharge dalam industri jasa penerbangan
domestik (vide bukti C14.5); -------------------------------------------------1.2.6. Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Services menyatakan bahwa
Terlapor VI tidak melanggar Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 karena
Terlapor VI tidak pernah melakukan perjanjian dengan operator
penerbangan lainnya dalam kaitan penetapan fuel surcharge; dan
Terlapor VI tidak melanggar Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 karena
penerapan fuel surcharge merupakan upaya untuk mengatasi kenaikan
harga avtur yang sudah tidak sesuai harga fuel dalam perhitungan tarif
sesuai KM No. 9 Tahun 2002 tentang tarif Penumpang Angkutan Udara
Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi (vide bukti C14.6); ---1.2.7. Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines dan Terlapor VIII, PT Wings
Abadi Airlines menyatakan menolak keras dan keberatan atas Laporan
Hasil Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 yang
intinya menyatakan Terlapor VII dan Terlapor VIII diduga melanggar
Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 (vide bukti C14.7); --------1.2.8. Terlapor IX, PT Metro Batavia menyatakan dengan tegas keberatan dan
menolak seluruh dalil-dalil dalam Salinan Laporan Hasil Pemeriksaan
Lanjutan Perkara Nomor: 25/KPPU-I/2009 tentang Penetapan Harga
Fuel Surcharge dalam Industri Jasa Penerbangan Domestik yang
menyatakan Terlapor IX melanggar Pasal 5 dan Pasal 21 UU No. 5
Tahun 1999 (vide bukti C14.8); -----------------------------------------------

251

SALINAN
1.2.9. Terlapor X, PT Kartika Airlines menyatakan bahwa Terlapor X tidak
melanggar Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 karena Terlapor X tidak
pernah melakukan kesepakatan dengan airlines lain; dan Terlapor X
tidak melanggar Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 karena Terlapor X
tidak pernah menggunakan fuel surcharge untuk kepentingan lain
selain untuk biaya avtur (vide bukti C14.9);--------------------------------1.2.10. Terlapor XI, PT Trigana Air Service menyatakan tidak melanggar Pasal
5 UU No. 5 Tahun 1999 karena tidak terdapat ataupun terbukti bahwa
Terlapor XI telah membuat perjanjian dengan pesaing dalam
menentukan besaran harga tiket pesawat; dan tidak ada pembuktian
adanya pelanggaran Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 karena Terlapor XI
sebagai operator pesawat tidak mungkin melakukan penggelembungan
biaya produksi karena tarif batas atas sudah ditentukan oleh Menteri
Perhubungan, serta tidak mungkin pula kami melakukan reduksi pada
biaya operasional karena tarif referensi batas bawah juga sudah
ditentukan oleh Menteri Perhubungan (vide bukti C14.10); -------------1.2.11. Terlapor XII, PT Indonesia AirAsia menyatakan bahwa jelas
berdasarkan bukti dan fakta yang ada, Terlapor XII dapat dibuktikan
tidak pernah mengadakan kesepakatan/perjanjian dengan maskapai lain
untuk menetapkan harga fuel surcharge, sehingga tidak dapat dikatakan
memenuhi unsur yang terkandung dalam Pasal 5 UU No. 5 Tahun
1999; dan bahwa jelas berdasarkan bukti dan fakta yang ada, Terlapor
XII tidak dapat dibuktikan melakukan kecurangan dalam menerapkan
fuel surcharge untuk mendapatkan keuntungan/pendapatan tambahan
bagi perusahaan, sehingga Terlapor XII dapat dinyatakan tidak
memenuhi unsur Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 (vide bukti C14.11); 1.3. Menimbang bahwa sebelum Majelis Komisi menyimpulkan ada tidaknya bukti
dugaan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 21 yang dilakukan oleh para Terlapor,
Majelis Komisi melakukan penilaian terhadap hal-hal pokok sebagaimana
diuraikan pada butir 2 sampai dengan butir 12 sebagai berikut; -------------------

252

SALINAN
2. Tentang Identitas Para Terlapor; --------------------------------------------------------Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta terkait dengan identitas masing-masing
Terlapor dalam LHPL, dan fakta-fakta tersebut tidak dibantah oleh Para Terlapor,
kecuali koreksi dari Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia, sehingga Majelis Komisi
menilai Identitas Para Terlapor adalah sebagai berikut:----------------------------------2.1

Terlapor I, PT Perusahaan Penerbangan Garuda Indonesia atau di singkat PT


Garuda Indonesia (Persero), adalah badan usaha berbentuk perseroan
terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Notaris Raden Kardiman, Nomor
137 tanggal 31 Maret 1950, dengan akta perubahan terakhir yang diterbitkan
oleh Notaris Sutjipto, S.H., Nomor 51 tanggal 7 Agustus 2008, berkedudukan
di Gedung Manajemen Garuda Indonesia Lantai 3 Area Perkantoran Bandara
Soekarno Hatta, Cengkareng 19120, Indonesia, dan melakukan kegiatan usaha
antara lain jasa angkutan udara niaga berjadwal, jasa angkutan udara niaga
tidak berjadwal, reparasi dan pemeliharaan pesawat udara;-----------------------

2.2

Terlapor II, PT Sriwijaya Air adalah badan usaha berbentuk perseroan


terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Notaris Haji Dana Sasmita, S.H.
Nomor 15 tanggal 7 November 2002 dengan akta perubahan terakhir yang
diterbitkan oleh Notaris Haji Dana Sasmita, S.H. Nomor 56 tanggal 19 Mei
2008, berkedudukan di Jalan Pangeran Jayakarta Nomor 68 Blok C 15-16,
Jakarta Pusat 10730, Indonesia, dan melakukan kegiatan usaha pengangkutan
udara niaga (penerbangan) antara lain meliputi bidang pengangkutan udara
niaga berjadwal, jasa penyewaan angkutan udara jasa penunjang dan
pembeliaan/angkutan udara niaga, jasa perawatan angkutan udara dan jasa
konsultasi pendidikan dan pelatihan; ------------------------------------------------

2.3

Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) adalah badan usaha


yang berbentuk perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Notaris
Soeleman Ardjasasmita, S.H. Nomor 15 tanggal 6 September 1975 dengan
Akta perubahan terakhir yang diterbitkan oleh Notaris Titiek Irawati Sugiarto,
S.H., Nomor 102 tanggal 15 Agustus 2008, berkedudukan di Gedung Merpati,
Jalan Angkasa Blok B.15, Kavling 2-3, Jakarta Pusat 10720, Indonesia, dan
melakukan kegiatan usaha jasa angkutan penerbangan yang antara lain
meliputi angkutan niaga berjadwal untuk penumpang, barang dan pos dalam

253

SALINAN
negeri dan luar negeri, angkutan udara niaga tidak berjadwal dan angkutan
perintis, angkutan udara charter, perawatan pesawat (MMF), Pendidikan dan
Pelatihan Kedirgantaraan (MTC) dan Ground Handling (PTN); ----------------2.4

Terlapor IV, PT Mandala Airlines adalah badan usaha yang berbentuk


perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Notaris Abdul Latief,
Nomor 40 tanggal 17 April 1969 dengan akta perubahan terakhir yang
diterbitkan oleh Aulia Taufani, S.H. Notaris Pengganti dari Sutjipto, S.H.,
Nomor 116 tanggal 30 Maret 2009, berkedudukan di Jalan Tomang Raya
Kavling 33-37, Jakarta Barat 11440, Indonesia dan melakukan kegiatan usaha
angkutan udara niaga berjadwal antara lain untuk mengangkut penumpang,
barang dan muatan (padat, cair, benda pos, hewan) di dalam negeri dan luar
negeri; ------------------------------------------------------------------------------------

2.5

Terlapor V, PT Riau Airlines, adalah badan usaha yang berbentuk perseroan


terbatas yang didirkan berdasarkan Akta Notaris Haji Asman Yunus, S.H.,
Nomor 14 tanggal 12 Maret 2002 dengan akta perubahan terakhir yang
diterbitkan oleh Notaris Haji Asman Yunus, S.H., Nomor 24 tanggal 14 Mei
2009, berkedudukan di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 438 Pekanbaru, Riau
28125, Indonesia dan melakukan kegiatan usaha angkutan udara niaga antara
lain jasa angkutan udara, jasa perawatan udara dan jasa konsultasi;-------------

2.6

Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Services, adalah badan usaha


yang berbentuk perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Notaris
Pudji Rejeki Irawati, S.H., Nomor 1 tanggal 2 Oktober 2002, berkedudukan di
Boutique Office Park, Benyamin Suaeb Blok A11/12, Kemayoran, Jakarta
Pusat 10630, Indonesia dan melakukan kegiatan usaha dalam bidang jasa
perusahaan

angkutan

udara

niaga

antara

lain

menjalankan

usaha

menggunakan kapal udara untuk mengangkut penumpang, barang muatan


(padat, cair, benda pos, hewan) di dalam negeri dan luar negeri; ---------------2.7

Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines, adalah badan usaha yang


berbentuk perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Notaris Hasan
Zaini Zainal, S.H., Nomor 1 tanggal 2 September 1999, berkedudukan di Lion
Air Tower, Jalan Gajah Mada Nomor 7, Jakarta Pusat 10130, Indonesia dan
melakukan kegiatan usaha angkutan udara dengan menjalankan perusahaan

254

SALINAN
penerbangan berjadwal (regular dan charter baik dalam negeri maupun ke luar
negeri); ----------------------------------------------------------------------------------2.8

Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines adalah badan usaha yang


berbentuk perseroan terbatas yang didirkan berdasarkan Akta Notaris Hasan
Zaini Zainal, S.H., Nomor 1 tanggal 2 Mei 2002, berkedudukan di Lion Air
Tower, Jalan Gajah Mada Nomor 7, Jakarta Pusat 10130, Indonesia dan
melakukan kegiatan usaha angkutan udara dengan menjalankan perusahaan
penerbangan berjadwal (regular dan charter baik dalam negeri maupun keluar
negeri); -----------------------------------------------------------------------------------

2.9

Terlapor IX, PT Metro Batavia, adalah badan usaha yang berbentuk


perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Notaris Bertha Suriati
Ihalauw Halim, S.H., Nomor 7 tanggal 21 Juni 2001 dengan akta perubahan
terakhir yang diterbitkan oleh Notaris Bertha Suriati Ihalauw Halim, S.H.,
Nomor 1 tanggal 5 November 2001, berkedudukan di Jl. Ir. H. Juanda No. 15,
Jakarta Pusat 10120, Indonesia, dan melakukan kegiatan usaha angkutan
udara; -------------------------------------------------------------------------------------

2.10 Terlapor X, PT Kartika Airlines, adalah badan usaha yang berbentuk


perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Notaris Suryati
Moerwibowo, S.H., Nomor 1 tanggal 6 September 2000 dengan akta
perubahan terakhir yang diterbitkan oleh Agung Aribowo, S.H., Notaris
Pengganti Raden Johanes Sarwono, S.H., Nomor 28 tanggal 15 September
2008, berkedudukan di Wisma Intra Asia, Jalan Prof. Dr. Soepomo, S.H.
Nomor 58, Jakarta Selatan 12870, Indonesia dan melakukan kegiatan usaha
jasa angkutan udara yaitu menjalankan usaha-usaha di bidang jasa angkutan
(transportasi) udara berjadwal;-------------------------------------------------------2.11 Terlapor XI, PT Linus Airways, adalah badan usaha yang berbentuk
perseroan terbatas yang memegang Surat Izin Usaha Angkutan Udara Niaga
Berjadwal Nomor SKEP/006/I/2005 tanggal 25 Januari 2005, terakhir
diketahui berkedudukan di Grand Boutique Centre, Jalan Mangga Dua Raya
Blok C Nomor 4, Jakarta Utara 14430, Indonesia, yang pada saat pemeriksaan
ini berlangsung diketahui telah berhenti beroperasi sejak tanggal 27 April

255

SALINAN
2009 dan telah dicabut ijin operasinya oleh Departemen Perhubungan pada
tanggal 1 Juni 2009; -------------------------------------------------------------------2.12 Terlapor XII, PT Trigana Air Service, adalah badan usaha yang berbentuk
perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Notaris Haji Saidus
Sjahar, S.H., Nomor 55 tanggal 11 September 1991 dengan akta perubahan
terakhir yang diterbitkan oleh Notaris Agus Madjid, S.H., Nomor 31 tanggal
28 April 2009, berkedudukan di Komplek Puri Sentra Niaga, Jalan Wiraloka
Blok D 68-69-70, Kalimalang, Jakarta Timur 13620, Indonesia dan
melakukan kegiatan usaha jasa angkutan udara yaitu menjalankan usahausaha di bidang jasa angkutan (transportasi) udara berjadwal; ------------------2.13 Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia, adalah badan usaha yang berbentuk
perseroan terbatas yang pada awal didirikan bernama PT Awair Internasional
berdasarkan Akta Notaris Budiono, S.H., Nomor 15 tanggal 28 September
1999 dan dengan Akta Notaris Anne Djoenardi, S.H., MBA., Nomor 9
tanggal 23 Agustus 2005 berubah nama menjadi PT Indonesia AirAsia
dengan perubahan terakhir melalui Akta Notaris Anne Djoenardi, S.H., MBA
No. 24 tanggal 20 Agustus 2008, berkedudukan di Office Management
Building, 2nd Floor, Soekarno-Hatta International Airport Jakarta 19110,
Indonesia dan melakukan kegiatan usaha jasa angkutan udara niaga antara
lain yaitu menjalankan usaha-usaha di bidang jasa angkutan udara,
menjalankan usaha sebagai agen kapal perusahaan penerbangan lain,
menjalankan usaha lain meliputi kegiatan usaha yang menunjang kegiatan
jasa angkutan udara dan/atau usaha penerbangan.;--------------------------------3. Tentang Hal Formil; ------------------------------------------------------------------------3.1

Menimbang bahwa dalam pembelaannya, Terlapor I, PT Garuda Indonesia


(Persero) menyatakan Tim Pemeriksa KPPU tidak konsisten dan salah dalam
menerapkan hukum acara sesuai Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2006
(Perkom No. 1 Tahun 2006) karena Tim Pemeriksa KPPU telah salah
menganggap bahwa Keterangan Pemerintah merupakan salah satu alat bukti
dalam proses pemeriksaan di KPPU dimana hal tersebut bukan merupakan
salah satu alat bukti yang sah berdasarkan Perkom No. 1 Tahun 2006; ---------

256

SALINAN
3.2

Menimbang bahwa menurut Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero),


pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh Direktur Jenderal - Pajak
Kementerian Keuangan RI sebagaimana diuraikan dalam Risalah Keterangan
Pemerintah tertanggal 1 Maret 2010, dan Direktur Jenderal Perhubungan RI
Kementerian Perhubungan RI sebagaimana diuraikan dalam Risalah
Keterangan pemerintah tertanggal 21 Januari 2010 dengan demikian haruslah
dikesampingkan; ------------------------------------------------------------------------

3.3

Menimbang bahwa Majelis Komisi menilai alat-alat bukti pemeriksaan


Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 42 UU No. 5 Tahun 1999 dan Pasal
64 ayat (1) Perkom No. 1 Tahun 2006 adalah Keterangan Saksi, Keterangan
Ahli,

Surat

dan/atau

dokumen,

Petunjuk

dan

Keterangan

Pelaku

Usaha/Terlapor; ------------------------------------------------------------------------3.4

Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 64 ayat (2) Perkom No. 1 Tahun 2006,
Majelis Komisi menentukan sah atau tidak sahnya suatu alat bukti dan
menentukan nilai pembuktian berdasarkan kesesuaian sekurang-kurangnya 2
(dua) alat bukti yang sah; --------------------------------------------------------------

3.5

Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 44 ayat (2) huruf b Perkom No. 1


Tahun 2006, dinyatakan bahwa Untuk menemukan ada tidaknya bukti
pelanggaran, Tim Pemeriksa Lanjutan melakukan serangkaian kegiatan
berupa memeriksa dan meminta keterangan dari Saksi, Ahli, dan Instansi
Pemerintah; -----------------------------------------------------------------------------

3.6

Menimbang bahwa Majelis Komisi menilai alat bukti berupa Keterangan


Pemerintah bukan merupakan alat bukti yang dikenal dalam hukum acara
KPPU; ------------------------------------------------------------------------------------

3.7

Menimbang bahwa sesuai dengan hukum acara KPPU, Majelis Komisi


menilai Keterangan Pemerintah yang diuraikan dalam Risalah Keterangan
Pemerintah tertanggal 1 Maret 2010 dan tanggal 21 Januari 2010 tersebut
merupakan alat bukti yang sah yang termasuk dalam kategori Petunjuk; -------

3.8

Menimbang bahwa dalam pembelaannya, Terlapor I, PT Garuda Indonesia


(Persero) menyatakan Saksi-saksi yang diperiksa oleh Tim Pemeriksa KPPU
tidak disumpah sesuai dengan Perkom No. 1 Tahun 2006; -----------------------

257

SALINAN
3.9

Menimbang bahwa menurut Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero),


keterangan-keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang disampaikan
oleh Pertamina, INACA, Dirjen Perhubungan Udara, dan Dirjen Pajak secara
yuridis tidak memiliki nilai pembuktian yang sempurna karena melanggar
Pasal 67 Perkom No. 1 Tahun 2006, dan karenanya harus dikesampingkan;---

3.10 Menimbang bahwa Majelis Komisi menilai keterangan yang disampaikan


oleh Dirjen Perhubungan Udara dan Dirjen Pajak adalah dalam kapasitasnya
bukan sebagai Saksi maupun Ahli, namun sebagai Pemerintah, sehingga tidak
perlu dilakukan pengambilan sumpah dalam memberikan keterangan di dalam
pemeriksaan KPPU (vide bukti B21, B23); ----------------------------------------3.11 Menimbang bahwa di dalam BAP PT Pertamina (Persero) yang dihadiri oleh
Vice President Aviasi PT Pertamina (Persero) (Iqbal Hasan), tidak ditemukan
keterangan yang menyatakan bahwa Saksi diambil keterangannya di bawah
sumpah, dengan demikian Majelis Komisi menilai BAP PT Pertamina
(Persero) tersebut tidak sah sebagai alat bukti (vide bukti B20); ----------------3.12 Menimbang bahwa dalam BAP INACA yang dihadiri oleh Sekretaris Jenderal
INACA (Tengku Burhanuddin), ditemukan pertanyaan dari Tim Pemeriksa
Apakah Bapak bersedia diambil keterangan di bawah sumpah?, dan
dijawab Bersedia, dengan demikian Majelis Komisi menilai keterangan
tersebut diambil di bawah sumpah, sehingga BAP INACA merupakan alat
bukti yang sah (vide bukti B22); -----------------------------------------------------4. Tentang Klarifikasi Fakta-fakta dalam LHPL; ---------------------------------------4.1

Menimbang bahwa terkait dengan fakta-fakta dalam LHPL, Terlapor I, PT


Garuda Indonesia (Persero) menyatakan hal-hal sebagai berikut (vide bukti
C14.1); ----------------------------------------------------------------------------------4.1.1.

Data yang digunakan Tim Pemeriksa KPPU terkait INACA tidak


akurat dan keliru karena tidak sesuai dengan fakta sesungguhnya,
yaitu pada butir 3.2 paragraf (12) halaman 22 terkait dengan Berita
Acara Nomor 9100/53/V/2006, yang tertulis tertanggal 4 April
2006, sedangkan butir yang sama dirujuk dalam paragraf (47)
halaman 67 tertulis tertanggal 4 Mei 2006, sehingga apa yang

258

SALINAN
didalilkan Tim Pemeriksa salah dan tidak sesuai dengan fakta yang
terjadi ; ----------------------------------------------------------------------4.1.2.

Dalil-dalil Tim Pemeriksa KPPU tentang fungsi fuel surcharge


tidak konsisten setidak-tidaknya sebanyak 6 kali dalam LHPL,
sehingga kesimpulan Tim Pemeriksa dalam LHPL adalah
kesimpulan yang tidak valid dan karenanya harus dikesampingkan;

4.1.3.

Data Tim Pemeriksa KPPU tentang Pendapatan fuel surcharge dan


fuel cost Terlapor I tidak benar dan tidak akurat karena Terlapor I
hanya menyerahkan data pendapatan fuel surcharge dan fuel cost
untuk tahun 2006, 2007 dan 2008, sedangkan dalam Tabel 37
LHPL terdapat data pendapatan fuel surcharge dan fuel cost
Terlapor I untuk tahun 2009. Pada faktanya, Terlapor I tidak pernah
memberikan data tersebut karena masih dalam proses audit oleh
akuntan publik. Penyajian data yang tidak benar dan tidak jelas
sumbernya tersebut akan mengakibatkan kesalahan interpretasi
dalam

membaca

LHPL

dan

berdampak

pada

kesalahan

pengambilan kesimpulan atas data pendapatan fuel surcharge dan


fuel cost Terlapor I, sehingga data tersebut harus dikesampingkan
dan tidak dapat dijadikan dasar dalam mengambilan kesimpulan
terkait dengan perkara;----------------------------------------------------4.1.4.

Uji korelasi antara pergerakan harga avtur dengan harga fuel


surcharge yang dilakukan Tim Pemeriksa KPPU tidak benar dan
tidak akurat karena didasarkan pada data yang tidak lengkap, yang
menunjukkan telah terjadi kesalahan dalam penerapan ilmu statistik
atau pelaksanaan uji statistik oleh Tim Pemeriksa KPPU tidak
sesuai dengan kaidah statistik. Tim Pemeriksa KPPU mendasarkan
kesimpulan menyangkut 12 maskapai penerbangan hanya dengan
mendasarkan pada data yang diberikan oleh 6 maskapai
penerbangan; ----------------------------------------------------------------

4.2

Menimbang bahwa terkait dengan fakta-fakta dalam LHPL, Terlapor III, PT


Merpati Nusantara Airlines (Persero) menyatakan hal-hal sebagai berikut
(vide bukti C14.3);----------------------------------------------------------------------

259

SALINAN
4.2.1.

Berdasarkan fakta-fakta terkait dengan kronologis pemberlakuan


fuel surcharge, terungkap bahwa pada saat perkara ini berlangsung,
Pemerintah c.q. Departemen Perhubungan sedang melakukan revisi
atas KM No. 8 Tahun 2002 dan KM No. 9 Tahun 2002, dimana
komponen fuel surcharge akan hilang dan masuk dalam komponen
harga setelah penetapan harga avtur Rp 10.000,-. Hal ini
membuktikan bahwa perkara ini masih prematur karena dalam
waktu yang tidak terlalu lama, Pemerintah akan segera menetapkan
tarif batas atas dengan komponen fuel surcharge di dalamnya
sehingga fuel surcharge bukan lagi isu yang perlu diperdebatkan; --

4.2.2.

Terlapor III telah menyerahkan data pendapatan fuel surcharge dan


fuel cost untuk tahun 2006, 2007, 2008, dan 2009, namun Tim
Pemeriksa telah keliru dalam melakukan input atas fuel cost (FC)
dalam Tabel 27 halaman 56 LHPL. Tim Pemeriksa meng-input
biaya avtur 2002 menjadi FC, padahal seharusnya yang diinput
sebagai FC adalah selisih biaya avtur 2002 dengan tahun
bersangkutan yaitu 2006, 2007, 2008 dan 2009; -----------------------

4.3

Menimbang bahwa terkait dengan fakta-fakta dalam LHPL, Terlapor XIII, PT


Indonesia AirAsia menyatakan hal-hal sebagai berikut (vide bukti C14.11);--4.3.1.

Tim Pemeriksa melakukan kekeliruan dalam pencantuman harga


fuel surcharge yang diterapkan Terlapor XIII pada Tabel 23, Tabel
25 dan Tabel 25 LHPL, sehingga mengakibatkan kesalahan pada
Grafik 35 LHPL. Untuk itu Terlapor XIII telah melakukan koreksi
terhadap Tabel dan Grafik tersebut sebagaimana tercantum dalam
Pembelaan Terlapor XIII; -------------------------------------------------

4.3.2.

Mengingat bahwa Tim Pemeriksa telah keliru memasukkan data


besaran fuel surcharge Terlapor XIII pada Tabel 23, 24 dan 25,
maka dinyatakan terjadi kekeliruan pada seluruh tabel maupun
grafik yang ditujukan untuk Terlapor XIII. Oleh karena itu, seluruh
tabel maupun grafik yang ada dapat dinyatakan tidak berlaku untuk
Terlapor

XIII

dan

kecenderungan

untuk

mengambil

260

SALINAN
keuntungan/pendapatan tambahan bagi perusahaan atas penerapan
fuel surcharge tidak dapat dibuktikan;----------------------------------4.4

Menimbang bahwa, berdasarkan klarifikasi fakta-fakta tersebut di atas,


Majelis Komisi menyatakan hal-hal sebagai berikut; -----------------------------4.4.1.

Berdasarkan

dokumen

Berita

Acara

INACA

Nomor

9100/53/V/2006, tanggal yang benar adalah tanggal 4 Mei 2006.


Majelis Komisi menilai kesalahan tersebut merupakan kesalahan
pengetikan yang tidak mengesampingkan fakta bahwa telah
diadakan Rapat Anggota dan Pengurus INACA terkait dengan
persetujuan pelaksanaan fuel surcharge pada tanggal 4 Mei 2006
(vide bukti D2.3); ----------------------------------------------------------4.4.2.

Majelis Komisi menilai perbedaan dalil Tim Pemeriksa mengenai


fuel surcharge dalam LHPL bersifat kontekstual sesuai dengan
aspek yang dibahas dalam LHPL, sehingga tidak merupakan suatu
inkonsistensi;----------------------------------------------------------------

4.4.3.

Majelis Komisi menilai benar bahwa data pendapatan dari fuel


surcharge dan fuel cost yang diserahkan Terlapor I hanya untuk
tahun 2006, 2007 dan 2008. Data untuk tahun 2009 diperoleh dari
hasil proyeksi pendapatan dari fuel surcharge dan fuel cost karena
ketidak-tersediaan data dari Terlapor I;----------------------------------

4.4.4.

Terkait dengan uji korelasi antara pergerakan harga avtur dengan


harga fuel surcharge, Majelis Komisi sependapat dengan Terlapor I
sehingga Majelis Komisi meneliti kembali data-data terkait dan
melakukan uji korelasi kembali berdasarkan data-data tersebut
sebagaimana diuraikan dalam butir 8 Tentang Penetapan Harga;----

4.4.5.

Terkait dengan perkara ini yang dinilai prematur oleh Terlapor III,
Majelis Komisi menilai perkara ini tidak prematur karena Revisi
KM No. 8 Tahun 2002 dan KM No. 9 Tahun 2002 yaitu KM No. 26
Tahun 2010 baru terbit dan berlaku pada tanggal 14 April 2010
dimana perkara a quo sudah berjalan dan telah memasuki tahap
Sidang Majelis Komisi serta terbitnya KM No. 26 Tahun 2010 tidak

261

SALINAN
menghapus adanya pelanggaran yang telah dilakukan sebelumnya
oleh Para Terlapor; -------------------------------------------------------4.4.6.

Terkait dengan kesalahan input data Fuel Cost Terlapor III pada
Tabel 57 LHPL, maka Majelis Komisi meneliti kembali data terkait
dan melakukan perhitungan kembali berdasarkan data tersebut
sebagaimana diuraikan pada butir 8 Tentang Penetapan Harga; -----

4.4.7.

Terkait dengan kekeliruan dalam pencantuman fuel surcharge yang


diterapkan Terlapor XIII pada Tabel 23, Tabel 24 dan Tabel 25
LHPL, sehingga mengakibatkan kesalahan pada Grafik 35 LHPL,
maka setelah meneliti kembali data-data terkait, Majelis Komisi
sependapat dengan koreksi yang diajukan Terlapor XIII dalam
Tabel dan Grafik sebagaimana tercantum dalam Pembelaan
Terlapor XIII; ---------------------------------------------------------------

5. Tentang Pelaku Usaha dan Pelaku Usaha Pesaing;-----------------------------------5.1.

Menimbang bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim


Pemeriksa menilai PT Garuda Indonesia (Persero), PT Sriwijaya Air, PT
Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Mandala Airlines, PT Riau
Airlines, PT Travel Express Aviation Services, PT Lion Mentari Airlines, PT
Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, PT Kartika Airlines, PT Trigana
Air Service, dan PT Indonesia Air Asia merupakan para pelaku usaha yang
sama-sama melakukan kegiatan Angkutan Udara Niaga Berjadwal yang
merupakan pesaing antara satu dengan lainnya;-----------------------------------

5.2.

Menimbang bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim


Pemeriksa menilai PT Linus Airways tidak memenuhi unsur pelaku usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 5 Tahun 1999 karena
secara de facto sudah dicabut seluruh Ijin Operasinya oleh Departemen
Perhubungan dan sudah tidak menjalankan kegiatan usaha di bidang
Angkutan Udara Niaga Berjadwal; ---------------------------------------------------

5.3.

Menimbang bahwa dalam pembelaannya, Terlapor I, PT Garuda Indonesia


(Persero) menyatakan Terlapor I merupakan BUMN yang melakukan fungsi
pelayanan umum (public service obligation), dan memberikan layanan
penerbangan Pelayanan Dengan Standard Maksimum (full service) yang

262

SALINAN
menimbulkan konsekuensi jumlah beban yang diangkut lebih berat sehingga
jumlah bahan bakar yang dikonsumsi lebih besar untuk jenis pesawat dan
jarak tempuh yang sama dibandingkan dengan maskapai penerbangan lainnya
(low cost carrier) (vide bukti C14.1);-----------------------------------------------5.4.

Menimbang bahwa berdasarkan Pembelaan dan Tanggapan Para Terlapor,


termasuk pembelaan Terlapor I di atas, tidak ada bantahan secara eksplisit
terhadap analisis LHPL mengenai pelaku usaha dan pelaku usaha pesaing
dalam perkara a quo; -------------------------------------------------------------------

5.5.

Menimbang bahwa Majelis Komisi menilai yang dimaksud dengan pelaku


usaha dan pesaingnya dalam perkara a quo adalah PT Garuda Indonesia
(Persero), PT Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT
Mandala Airlines, PT Riau Airlines, PT Travel Express Aviation Services, PT
Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, PT
Kartika Airlines, PT Trigana Air Service, dan PT Indonesia AirAsia, tidak
termasuk PT Linus Airways; ----------------------------------------------------------

6. Tentang Pasar Bersangkutan;-------------------------------------------------------------6.1.

Menimbang bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan, Tim


Pemeriksa menilai pasar bersangkutan meliputi layanan jasa penerbangan
penumpang berjadwal dari satu titik keberangkatan ke titik kedatangan di
catchment area pada setiap bandar udara;-------------------------------------------

6.2.

Menimbang bahwa tidak ada Terlapor yang mempermasalahkan mengenai


Pasar Bersangkutan, kecuali Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) yang
dalam Pembelaannya menyatakan definisi pasar bersangkutan yang
ditentukan oleh Tim Pemeriksa KPPU (yakni seluruh rute jasa penerbangan
domestik di Indonesia) adalah keliru atau setidak-tidaknya tidak jelas dan
kabur (obscuur libel), karena terbukti bahwa (i) bagi Garuda/Terlapor I, fuel
surcharge merupakan komponen biaya dan bukan merupakan komponen
pendapatan; dan (ii) tidak seluruh rute domestik yang tersedia dapat dilayani
oleh seluruh maskapai penerbangan yang ada di Indonesia, sehingga
persaingan yang terjadi di antara maskapai penerbangan tidak terjadi dalam
semua rute, disamping itu Tim Pemeriksa KPPU juga tidak konsisten dalam

263

SALINAN
menerapkan definisi pasar bersangkutan dalam LHPP dan LHPL (vide bukti
C14.1); ----------------------------------------------------------------------------------6.3.

Menimbang bahwa berdasarkan analisis Tim Pemeriksa Pendahuluan dalam


LHPP, pasar bersangkutan didefinisikan sebagai jasa penerbangan domestik
di seluruh Indonesia; ------------------------------------------------------------------

6.4.

Menimbang bahwa dalam LHPL, Tim Pemeriksa Lanjutan kembali


melakukan analisis mengenai pasar bersangkutan dan mendefinisikan pasar
bersangkutan sebagai layanan jasa penerbangan penumpang berjadwal dari
satu titik keberangkatan ke titik kedatangan di catchment area pada setiap
bandar udara;---------------------------------------------------------------------------

6.5.

Menimbang bahwa dengan analisis pasar bersangkutan dalam LHPL adalah


untuk menyempurnakan analisis pasar bersangkutan dalam LHPP, dengan
dalil-dalil pertimbangan analisis sebagaimana telah dikemukakan pada Bagian
Duduk Perkara butir 22.2 Tentang Pasar Bersangkutan dalam Putusan Perkara
a quo; -------------------------------------------------------------------------------------

6.6.

Menimbang bahwa Majelis Komisi sependapat dengan LHPL yang


menyatakan pasar bersangkutan dalam perkara a quo adalah layanan jasa
penerbangan penumpang berjadwal dari satu titik keberangkatan ke titik
kedatangan di catchment area pada setiap bandar udara; -------------------------

7. Tentang Perjanjian; -------------------------------------------------------------------------7.1.

Menimbang bahwa berdasarkan LHPL, Tim Pemeriksa menemukan bukti


adanya perjanjian untuk menetapkan besaran fuel surcharge secara bersamasama yang dilakukan oleh para Terlapor (PT Garuda Indonesia (Tbk), PT
Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Mandala Airlines,
PT Riau Airlines, PT Travel Express Aviation Services, PT Lion Mentari
Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, PT Kartika Airlines,
PT Trigana Air Service dan PT Indonesia Air Asia) pada Periode I (Mei 2006
s/d Maret 2008) untuk zona penerbangan dengan waktu tempuh 0 s/d 1 jam, 1
s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam, yang dibuktikan dengan: ------------------------------7.1.1. Adanya kecenderungan perubahan fuel surcharge yang sama di
antara para Terlapor pada Periode I (Mei 2006 Maret 2008); --------

264

SALINAN
7.1.2. Adanya perjanjian di antara Terlapor untuk menetapkan besaran fuel
surcharge Rp 20.000,- (dua puluh ribu rupiah) yang mulai
diberlakukan pada tanggal 10 Mei 2006 yang diwadahi oleh INACA.
Meskipun INACA kemudian menyatakan menyerahkan besaran fuel
surcharge pada masing-masing maskapai pada tanggal 30 Mei 2006,
namun secara faktual pergerakan fuel surcharge masing-masing
Terlapor masih menunjukkan kecenderungan yang sama sampai
dengan Maret 2008; ---------------------------------------------------------7.2.

Menimbang bahwa terkait dengan hal perjanjian, Para Terlapor memberikan


Pembelaan dan Tanggapan sebagai berikut:----------------------------------------7.2.1. Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) menyatakan tidak ada
perjanjian atau kesepakatan, baik secara tertulis maupun lisan/tidak
tertulis, secara langsung maupun tidak langsung antara Terlapor I
dengan maskapai penerbangan lainnya atau pun dengan pihak lain
manapun yang dimaksudkan untuk menetapkan besaran fuel
surcharge, yang dibuktikan dengan tidak adanya offer and
acceptance (penawaran dan penerimaan) antara Terlapor I dengan
maskapai penerbangan domestik lainnya (vide bukti C14.1); ---------7.2.2. Terlapor II, PT Sriwijaya Air menyatakan tidak pernah ada suatu
bukti tertulis maupun lisan yang membuktikan adanya perjanjian
dalam bentuk apapun yang dilakukan oleh Terlapor II dalam
penetapan fuel surcharge (vide bukti C14.2);----------------------------7.2.3. Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) menyatakan
kalaupun ada komunikasi antara anggota INACA yang terjadi tanggal
10 Mei 2006, maka komunikasi tersebut sudah tidak berlaku lagi dan
sudah dicabut berdasarkan saran KPPU sendiri dengan adanya rapat
INACA yang pada intinya menyimpulkan penerapan dan besaran fuel
surcharge diserahkan kembali kepada masing-masing perusahaan
penerbangan nasional Anggota INACA. Hal ini membuktikan tidak
ada kesepakatan/perjanjian penetapan harga di antara maskapai
penerbangan (vide bukti C14.3);--------------------------------------------

265

SALINAN
7.2.4. Terlapor IV, PT Mandala Airlines menyatakan tidak pernah membuat
perjanjian dalam bentuk apapun dengan maskapai penerbangan
lainnya untuk menetapkan fuel surcharge, dan rapat-rapat maskapai
penerbangan dengan INACA merupakan rapat biasa yang dilakukan
sebagai bentuk koordinasi Anggota INACA, dan bukan merupakan
bentuk kartel dan tidak menghasilkan perjanjian apapun (vide bukti
C14.4); ------------------------------------------------------------------------7.2.5. Terlapor V, PT Riau Airlines menyatakan bahwa dugaan kesepakatan
tertulis Para Terlapor adalah oleh karena keterkaitannya dengan
keanggotaan Terlapor di INACA, maka disampaikan bahwa Terlapor
V resmi menjadi anggota INACA adalah sejak 1 April 2009 sehingga
dengan demikian tuduhan akan dugaan pelanggaran terhadap UU No.
5 Tahun 1999, khususnya Pasal 5, adalah tidak benar (vide bukti
C14.5); ------------------------------------------------------------------------7.2.6. Terlapor VI, PT Travel Express menyatakan tidak pernah membuat
suatu perjanjian apapun berkaitan dengan penetapan fuel surcharge,
dan baru bergabung sebagai anggota INACA pada tanggal 1 April
2009 (vide bukti C14.6); ----------------------------------------------------7.2.7. Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines dan Terlapor VIII, PT Wings
Abadi Airlines menyatakan Tim Pemeriksa tidak dapat membuktikan
adanya perjanjian yang dimaksud. Tim Pemeriksa hanya menduga
dan membuat analisa hanya berdasar tren pergerakan prosentase
kenaikan fuel surcharge yang patut diragukan kebenarannya, sebab
Tim Pemeriksa tidak dapat membuktkan Terlapor VII dan Terlapor
VIII membuat perjanjian dengan siapa atau Terlapor berapa (vide
bukti C14.7); -----------------------------------------------------------------7.2.8. Terlapor IX, PT Metro Batavia menyatakan sangat keberatan dengan
dugaan Tim Pemeriksa yang menduga Terlapor IX melakukan kartel
(kesepakatan) secara tidak langsung dengan armada lainnya berkaitan
dengan menentukan fuel surcharge sebagai komponen untuk
menentukan harga tiket, dan pertemuan-pertemuan INACA dengan

266

SALINAN
para Airlines bukan dalam rangka membuat suatu perjanjian yang
menurut KPPU adalah kartel (vide bukti C14.8);------------------------7.2.9. Terlapor X, PT Kartika Airlines menyatakan tidak pernah melakukan
kesepakatan dengan airlines lain (vide bukti C14.9); -------------------7.2.10. Terlapor XII, PT Trigana Air Service menyatakan tidak terdapat
ataupun terbukti bahwa Terlapor XII telah membuat perjanjian
dengan pesaing dalam menentukan besaran harga tiket pesawat (vide
bukti C14.10); ----------------------------------------------------------------7.2.11. Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia menyatakan tidak ikut dalam
penanda-tanganan Persetujuan Pelaksanaan Fuel Surcharge tanggal 4
Mei 2006 yang dihadiri oleh anggota INACA, dan Terlapor XII baru
bergabung menjadi anggota INACA pada tanggal 1 April 2009 (vide
bukti C14.11); ----------------------------------------------------------------7.3. Menimbang bahwa Majelis Komisi menilai terdapat perjanjian tertulis terkait
dengan penetapan fuel surcharge pada tanggal 4 Mei 2006 yaitu berdasarkan
Berita Acara Persetujuan Pelaksanaan Fuel Surcharge (Ref. Berita Acara
Nomor 9100/53/V/2006) yang ditandatangani oleh Ketua Dewan INACA,
Sekretaris Jenderal INACA dan 9 (sembilan) perusahaan angkutan udara
niaga yaitu PT Mandala Airlines, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero),
PT Dirgantara Air Service, PT Sriwijaya Air, PT Pelita Air Service, PT Lion
Mentari Air, PT Batavia Air, PT Indonesia Air Transport, PT Garuda
Indonesia (Persero), yang menyepakati pelaksanaan fuel surcharge mulai
diterapkan pada tanggal 10 Mei 2006 dengan besaran yang diberlakukan pada
setiap penerbangan dikenakan rata-rata Rp 20.000,- (duapuluh ribu rupiah)
per penumpang (vide bukti D2.3); ---------------------------------------------------7.4. Menimbang bahwa perjanjian tersebut secara formal dibatalkan dengan
terbitnya Notulen Rapat INACA No. 9100/57/V/2006 pada tanggal 30 Mei
2006 yang pada intinya menyimpulkan penerapan dan besaran fuel surcharge
diserahkan kembali kepada masing-masing perusahaan penerbangan nasional
Anggota INACA; -----------------------------------------------------------------------

267

SALINAN
7.5.

Menimbang bahwa meskipun ada kesepakatan membatalkan perjanjian sejak


tanggal 30 Mei 2006, namun Majelis Komisi menilai perjanjian tersebut
masih tetap dilaksanakan oleh masing-masing maskapai penerbangan; --------

7.6.

Menimbang bahwa untuk membuktikan masih dilaksanakannya perjanjian


tersebut, Majelis Komisi menguraikannya pada butir 8 Tentang Penetapan
Harga berikut ini; -----------------------------------------------------------------------

8. Tentang Penetapan Harga; ----------------------------------------------------------------8.1.

Menimbang bahwa berdasarkan LHPL, Tim Pemeriksa menyatakan hal-hal


sebagai berikut; ------------------------------------------------------------------------8.1.1. Bahwa berdasarkan fakta mengenai formula perhitungan fuel
surcharge, asumsi harga avtur, asumsi konsumsi avtur dan asumsi
load factor yang dibuat oleh masing-masing Terlapor berbeda-beda,
Tim Pemeriksa menilai seharusnya fuel surcharge yang ditetapkan
oleh masing-masing Terlapor juga berbeda-beda;-----------------------8.1.2. Bahwa berdasarkan analisis pergerakan fuel surcharge seluruh
Terlapor masing-masing untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam, 1 s/d
2 jam dan 2 s/d 3 jam sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 38,
Grafik 39 dan Grafik 40 dalam LHPL, Tim Pemeriksa menilai
terdapat trend yang sama atas pergerakan fuel surcharge di antara
para Terlapor untuk masing-masing zona waktu penerbangan; -------8.1.3. Bahwa berdasarkan analisis terhadap prosentase pergerakan fuel
surcharge sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 30, Tabel 31 dan
Tabel 32 LHPL, Tim Pemeriksa menilai terdapat persamaan trend
pergerakan prosentase kenaikan fuel surcharge di antara para
Terlapor; ----------------------------------------------------------------------8.1.4. Bahwa berdasarkan hasil uji korelasi sebagaimana ditunjukkan pada
Tabel 33, Tabel 34 dan Tabel 35 dalam LHPL, Tim Pemeriksa
menilai terdapat hubungan linier positif dengan korelasi yang tinggi
(nilai r rata-rata di atas 0,90); ----------------------------------------------8.1.5. Bahwa berdasarkan uji varians pergerakan fuel surcharge para
Terlapor pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk
penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam sebagaimana

268

SALINAN
ditunjukkan pada paragraf (77), (80) dan (83) dalam LHPL Bagian
Analisis, menunjukkan hasil yang signifikan dimana terdapat variasi
yang sama dari seluruh maskapai penerbangan yang diuji; ------------8.1.6. Bahwa meskipun sejak 30 Mei 2006, tidak ada kesepakatan tertulis di
antara para Terlapor dalam menetapkan fuel surcharge, namun
berdasarkan analisis pergerakan fuel surcharge di atas, baik analisis
grafik, tabel, uji korelasi dan uji varians, menunjukkan adanya trend
yang sama, korelasi positif dan variasi yang sama di antara para
Terlapor dalam menetapkan besaran fuel surcharge untuk periode
Mei 2006 s/d Maret 2008 untuk zona waktu tempuh 0 s/d 1 jam, 1 s/d
2 jam dan 2 s/d 3 jam;-------------------------------------------------------8.1.7. Bahwa berdasarkan LHPL, Tim Pemeriksa menilai formula
perhitungan fuel surcharge, asumsi harga avtur, asumsi konsumsi
avtur dan asumsi load factor yang dibuat oleh masing-masing
Terlapor berbeda-beda, maka seharusnya pergerakan fuel surcharge
yang ditetapkan oleh masing-masing Terlapor juga berbeda-beda
berdasarkan pertimbangan ekonomi dari masing-masing perusahaan.
Namun perubahan fuel surcharge di antara para Terlapor pada
Periode I (Mei 2006 Maret 2008) menunjukkan kecenderungan
yang sama, sehingga Tim Pemeriksa menilai bahwa kecenderungan
perubahan fuel surcharge tersebut didasarkan pada suatu perjanjian di
antara para Terlapor; --------------------------------------------------------8.2. Menimbang bahwa terkait dengan hal penetapan harga, Para Terlapor
memberikan Pembelaan dan Tanggapan sebagai berikut; ------------------------8.2.1.

Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) menyatakan bahwa (vide


bukti C14.1): ---------------------------------------------------------------8.2.1.1.

Sejak

INACA

menyerahkan

kembali

perhitungan

besaran fuel surcharge kepada masing-masing maskapai


penerbangan pada 30 Mei 2006, Terlapor I menghitung
sendiri besaran fuel surcharge secara independen
berdasarkan formula yang diterapkan oleh Terlapor I
sendiri. Selain itu, kesamaan besaran fuel surcharge

269

SALINAN
antara Terlapor I dengan maskapai penerbangan lainnya
yang menjadi Terlapor dalam perkara ini hanya terjadi
pada bulan Mei 2006, baik untuk penerbangan 0 1 jam,
1 2 jam, maupun 2 3 jam yaitu sebesar Rp 20.000,00.
Sedangkan setelah bulan Mei 2006 sampai Maret 2008,
besaran fuel surcharge Terlapor I sama sekali tidak sama
atau selalu berbeda dengan besaran fuel surcharge dari
maskapai lainnya; --------------------------------------------8.2.1.2.

Besaran fuel surcharge Terlapor I bukan merupakan


yang terbesar dibandingkan maskapai penerbangan lain,
walaupun Terlapor I menyediakan jasa pelayanan
penerbangan full service sebagaimana ditunjukkan
dalam Gambar 7, 8 dan 9 Pembelaan Garuda;-------------

8.2.1.3.

Telah terjadi kesalahan dan ketidakakuratan atas hasil


analisa dan uji statistik yang dilakukan Tim Pemeriksa
KPPU karena melengkapi dan memperkirakan sendiri
data besaran fuel surcharge dari beberapa maskapai
penerbangan yang tidak tersedia. Untuk membuktikan
kebenaran analisa dan uji statistik yang dilakukan Tim
Pemeriksa KPPU tersebut, Terlapor I melakukan uji
statistik dengan menggunakan metode Granger Causality
Test. Hasil uji tersebut menunjukkan meskipun terdapat
gerakan yang sama dalam periode tertentu terkait dengan
besaran

fuel surcharge,

namun

gerakan

tersebut

bukanlah merupakan gerakan sebab akibat. Bahkan


seandainya pun terdapat gerakan perubahan fuel
surcharge

yang

seragam

dari

semua

maskapai

penerbangan, tidak lantas dapat disimpulkan bahwa


harga yang dibebankan kepada harga tiket adalah setara.
Hal ini dikarenakan setiap maskapai penerbangan
memiliki struktur biaya yang berbeda-beda;---------------

270

SALINAN
8.2.1.4.

Dugaan penetapan harga tidak berdasar karena faktanya


persaingan dalam industri penerbangan semakin tajam
dalam beberapa tahun belakangan ini, sehingga tidak
mungkin terdapat kerjasama atau kesepakatan penetapan
fuel

besaran

surcharge

antara

para

maskapai

penerbangan. Hal ini didukung dengan menurunnya HHI


Index industri penerbangan dari sekitar 2.271 pada tahun
2004 menjadi 1.575 pada tahun 2006 sebagaimana
ditunjukkan dalam Gambar 10 Pembelaan Terlapor I.
Selain itu, pangsa pasar Terlapor I mengalami penurunan
di tahun 2004-2006 walaupun jumlah penumpang
Terlapor I mengalami penurunan di tahun 2004-2006,
walaupun jumlah penumpang Terlapor I mengalami
peningkatan pada periode yang sama sebagaimana
ditunjukkan dalam Gambar 11 Pembelaan Terlapor I; --8.2.2.

Terlapor II, PT Sriwijaya Air menyatakan bahwa (vide bukti


C14.2); ----------------------------------------------------------------------8.2.2.1.

Terlapor II tidak melihat adanya hubungan antara


penetapan fuel surcharge oleh INACA pada tahun 2006
dengan pola penerapan fuel surcharge setelahnya.
Kesamaan

fuel

surcharge

secara

ekonomi

dapat

dijelaskan dengan adanya persamaan struktur biaya pada


perusahaan

penerbangan,

terlebih

apabila

jenis

pesawatnya sejenis dengan konsumsi bahan bakar yang


sama. Kesamaan atau kemiripan harga bukan merupakan
suatu indikasi adanya penetapan harga, terlebih ketika
avtur

dipasok

oleh

pemasok

tunggal

Pertamina.

Sehingga kalaupun ada persamaan, situasi ini merupakan


fakta yang wajar dan bukan merupakan pelanggaran UU
Persaingan; ----------------------------------------------------8.2.2.2.

Sejak dikembalikannya penerapan fuel surcharge kepada


masing-masing perusahaan, Terlapor II tidak melihat ada

271

SALINAN
persamaan fuel surcharge secara keseluruhan dalam
Tabel 23 LHPL, sehingga sebenarnya persamaan
besaran fuel surcharge itu sendiri tidak terjadi dalam
kenyataannya;-------------------------------------------------8.2.2.3.

Tim Pemeriksa Lanjutan tidak dapat membuktikan


adanya pola koordinasi dari para Terlapor melalui
komunikasi yang berlanjut untuk menetapkan harga fuel
surcharge, sehingga apapun perubahan dan penyesuaian
fuel surcharge tanpa adanya bukti koordinasi melalui
suatu komunikasi, merupakan suatu inisiatif yang
spontaneous dan bukan merupakan pelanggaran;---------

8.2.2.4.

Apabila

diasumsikan

pergerakan

fuel

surcharge

menunjukkan trend yang sama, korelasi positif dan


variasi yang sama di antara para Terlapor bukan
merupakan bukti yang memadai untuk menentukan
adanya penetapan harga; ------------------------------------8.2.2.5.

Menurut Terlapor II, fuel surcharge bukan merupakan


harga sebagaimana dimaksud oleh Pasal 5 UU No. 5
Tahun

1999.

Fuel

surcharge

bukan

merupakan

pendapatan (income or revenue) dari perusahaan


penerbangan, melainkan biaya karena aplikasinya
ditujukan

untuk

menopang

biaya

produksi

yang

melonjak pada perusahaan penerbangan dikarenakan


adanya lonjakan harga avtur; -------------------------------8.2.2.6.

Menurut Terlapor II, unsur penting yang harus dipenuhi


dalam UU No. 5 Tahun 1999 adalah adanya penerapan
harga yang eksesif yang merugikan konsumen atau
pelanggan. Penentuan telah terjadinya harga yang
eksesif hanya dapat dilakukan dengan menganalisis
biaya marginal (marginal cost) dengan menelaah biaya
produksi

dari

pelaku

usaha.

Berdasarkan

jurnal

pembukuan Terlapor II dan worksheet pembelian avtur

272

SALINAN
dibandingkan dengan fuel surcharge, membuktikan
Terlapor II masih mengalami kerugian; -------------------8.2.2.7.

Formula perhitungan fuel surcharge Terlapor II merujuk


pada formula Departemen Perhubungan, namun dengan
load factor 85%. Penentuan fuel surcharge tersebut tidak
menyebabkan adanya penyalahgunaan fuel surcharge
untuk mencari keuntungan yang eksesif. Hal ini
diperkuat dengan kecilnya marjin profit Terlapor II yang
tertera dalam audited financial statement Terlapor II; ---

8.2.2.8.

Persaingan pada sektor penerbangan sangat ekstrim dan


sangat tajam. Dalam situasi ini, Terlapor II tidak pernah
memiliki

kehendak

untuk

berkoordinasi

dengan

pesaingnya. Terlapor II selalu dituntut untuk beroperasi


secara efisien dan inovatif untuk memenangi persaingan,
bukan melalui tindakan ilegal penetapan harga; ---------8.2.3.

Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) menyatakan


bahwa (vide bukti C14.3); ------------------------------------------------8.2.3.1.

Berdasarkan fakta-fakta, formula perhitungan fuel


surcharge Terlapor III berbeda dengan para Terlapor
lainnya dan menghasilkan perhitungan fuel surcharge
yang juga berbeda. Hal ini tampak pada tabel-tabel
pergerakan fuel surcharge dari masing-masing maskapai
penerbangan yang berbeda satu sama lain; ----------------

8.2.3.2.

Berdasarkan Rapat Anggota dan Pengurus INACA pada


tanggal 30 Mei 2006, terbukti tidak ada kesepakatan
penetapan harga di antara maskapai penerbangan; -------

8.2.3.3.

Kesimpulan mengenai adanya perjanjian penetapan


harga adalah kesimpulan yang keliru karena (i) besaran
fuel surcharge yang tidak jauh berbeda, tidak dapat
diindikasikan sebagai suatu kesepakatan antar maskapai
karena perhitungan fuel surcharge mengikuti harga
avtur; (ii) harga avtur yang diperoleh masing-masing

273

SALINAN
maskapai dari Pertamina dengan cara deposit sesuai
kebutuhan. Harga avtur juga dipengaruhi oleh supply
chain. Harga avtur pada bulan November 2007
November 2008 juga menunjukkan kenaikan tajam
sejalan dengan kenaikan fuel surcharge dalam tabel dan
grafik pergerakan fuel surcharge.; (iii) pergerakan fuel
surcharge masing-masing maskapai juga berbeda karena
masing-masinsg

maskapai

mempunyai

komponen-

komponen yang berbeda dalam menentukan besaran fuel


surcharge, sama sekali tidak ada perjanjian penetapan
harga; ----------------------------------------------------------8.2.4.

Terlapor IV, PT Mandala Airlines menyatakan bahwa (vide bukti


C14.4); ----------------------------------------------------------------------8.2.4.1.

Serangkaian rapat bersama INACA dengan perusahaan


maskapai penerbangan di Indonesia dan juga diikuti oleh
unsur dari Departemen Perhubungan, bukan merupakan
perbuatan yang mengindikasikan suatu bentuk kartel
yang dilakukan oleh maskapai penerbangan melalui
wadah INACA, melainkan merupakan rapat biasa yang
dilakukan sebagai bentuk koordinasi atas berbagai hal
dan permasalahan dalam penerbangan, termasuk juga
membahas mengenai fuel surcharge, antara maskapai
penerbangan anggota INACA dengan INACA; -----------

8.2.4.2.

Serangkaian rapat tersebut telah dilakukan sesuai


prosedur

dan

dengan

sepengetahuan

Menteri

Perhubungan c.q. Dirjen Perhubungan Udara, sehingga


rapat yang bersifat terbuka dan diketahui oleh unsur
pemerintah jelas menunjukkan bahwa tidak ada dan
tidak pernah terjadi kartel ataupun tindakan melanggar
hukum

lainnya

yang

dilakukan

oleh

maskapai

penerbangan secara bersama-sama; -------------------------

274

SALINAN
8.2.4.3.

Berdasarkan

pengertian

perjanjian

baik

dalam

KUHPerdata maupun UU No. 5 Tahun 1999, tidak ada


perjanjian

ataupun

kesepakatan

atau

tindakan

mengikatkan diri dalam bentuk apapun yang dibuat dari


pelaksanaan

rapat-rapat

tersebut,

termasuk

price

signaling ataupun cara-cara maupun bentuk lainnya yang


dapat dipersamakan dengan suatu perjanjian antara
Terlapor IV bersama maskapai penerbangan lainnya
untuk menetapkan besaran fuel surcharge; ---------------8.2.5.

Terlapor V, PT Riau Airlines menyatakan tidak terkait dengan


kesepakatan tertulis Para Terlapor di INACA karena Terlapor V
resmi menjadi anggota INACA adalah sejak 1 April 2009, selain itu
pada saat perkara ini dilaksanakan, Terlapor V sudah tidak
memberlakukan fuel surcharge (vide bukti C14.5); -------------------

8.2.6.

Terlapor VI, PT Travel Express menyatakan bahwa (vide bukti


C14.6); ---------------------------------------------------------------------8.2.6.1.

Terlapor VI menerapkan fuel surcharge hanya dalam


satu zona untuk seluruh penerbangan dimana berbeda
dengan penerapan yang dilakukan oleh penerbangan
lainnya; ---------------------------------------------------------

8.2.6.2.

Dasar penerapan fuel surcharge hanya dalam satu zona


adalah dengan mempertimbangkan (i) perbedaan harga
avtur untuk wilayah Jakarta, Makassar dan Papua yang
sangat berbeda; (ii) mayoritas operasi penerbangan
dengan jarak tempuh 2 jam penerbangan; (iii) mayoritas
operasi penerbangan Terlapor VI di wilayah Papua dan
sekitarnya; ------------------------------------------------------

8.2.7.

Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines dan Terlapor VIII, PT


Wings Abadi Airlines menyatakan bahwa (vide bukti C14.7); ------8.2.7.1.

Terlapor VII dan Terlapor VIII menolak keras dalil Tim


Pemeriksa yang menyatakan intinya kecenderungan
yang sama pada perubahan fuel surcharge dinilai

275

SALINAN
berdasarkan perjanjian di antara Para Terlapor. Sebab
Tim Pemeriksa hanya menilai dan penilaian itu hanya
berdasarkan pada kecenderungan yang sama, bukan
pada perbuatan saling mengikatkan diri sebagaimana
definisi perjanjian berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999;
8.2.7.2.

Tim Pemeriksa sendiri mengakui tidak adanya perjanjian


atau kesepakatan secara tertulis di antara Para Terlapor,
termasuk Terlapor VII dan Terlapor VIII. Kalau Tim
Pemeriksa tidak dapat membuktikan adanya kesepakatan
tertulis di antara Para Terlapor, apa lagi yang tidak
tertulis;----------------------------------------------------------

8.2.8.

Terlapor IX, PT Metro Batavia menyatakan bahwa (vide bukti


C14.8); ----------------------------------------------------------------------8.2.8.1.

Pada prinsipnya memang benar dalam menentukan harga


tiket pesawat Terlapor IX menjadikan fuel surcharge
sebagai komponen perhitungan harga tiket. Dalam
penerapan fuel surcharge tersebut Terlapor IX memiliki
formulasi perhitungan sebagai berikut: basic fare + PPN
+ IWJR (Rp 5000,-) + FS;------------------------------------

8.2.8.2.

Terlapor IX sangat keberatan apabila diindikasikan


melakukan kartel (kesepakatan) secara tidak langsung
dengan Armada Penerbangan lainnya berkaitan dengan
menentukan fuel surcharge sebagai komponen untuk
menentukan harga tiket, karena pada prinsipnya dalam
menentukan harga tiket adalah sesuai dengan apa yang
diinstruksikan oleh Pemerintah dalam hal ini Dirjen
Perhubungan Udara Departemen Perhubungan dalam
KM 8 Tahun 2002; --------------------------------------------

8.2.8.3.

Pertemuan-pertemuan INACA dengan airlines bukan


dalam rangka membuat suatu perjanjian kartel, namun
sebagai

suatu

pelaksanaan

dari

Surat

Dirjen

276

SALINAN
Perhubungan Udara Ref. Nomor: AU/2563/DAU0857/06, tanggal 9 Mei 2006;-------------------------------8.2.9.

Terlapor X, PT Kartika Airlines menyatakan tidak pernah


melakukan kesepakatan dengan airlines lain untuk menetapkan
harga fuel surcharge (vide bukti C14.9); --------------------------------

8.2.10. Terlapor XII, PT Trigana Air Service menyatakan bahwa (vide


bukti C14.10);--------------------------------------------------------------8.2.10.1. Terlapor XII tidak pernah membuat perjanjian dengan
pesaing dalam menentukan besan harga tiket pesawat.
Bila terdapat kemiripan harga tiket pada rute yang sama
dengan pesaing, maka hal tersebut dikarenakan semua
komponen biaya operasi dari type pesawat yang sama
serta menerbangi rute yang sama, sehingga total biaya
operasi juga hampir sama;-----------------------------------8.2.10.2. Terlapor XII sebagai perusahaan penerbangan yang
hanya mengoperasikan pesawat propeller (non jet)
sangat dirugikan dengan KM 9/2002 dan KM 36/2005
yang mana perhitungan biaya produksi yang menjadi
landasan ketetapan tarif batas atas dan tarif referensi
adalah dengan menggunakan formula kategori pesawat
jet; --------------------------------------------------------------8.2.10.3. Pada dasarnya biaya pengoperasian pesawat propeller
lebih tinggi dibandingkan pesawat jet. Tanpa adanya
kenaikan harga fuel, maka dengan maksimum harga tiket
seperti yang diatur dalam KM 9/202, tidak dapat
menutupi biaya operasional pesawat propeller yang
Terlapor XII operasikan; ------------------------------------8.2.10.4. Dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Perhubungan
KM 26/2010 tanggal 14 April 2010 yang merevisi KM
8/2002 dan KM 9/2002 telah mengakomodir perhitungan
harga tiket untuk operator pesawat propeller; -------------

277

SALINAN
8.2.11. Terlapor

XIII,

PT

Indonesia

AirAsia

menyatakan

bahwa

berdasarkan bukti dan fakta yang ada, Terlapor XII dapat


dibuktikan

tidak

pernah

mengadakan

kesepakatan/perjanjian

dengan maskapai lain untuk menetapkan harga fuel surcharge (vide


bukti C14.11);--------------------------------------------------------------8.3.

Menimbang bahwa Majelis Komisi menilai adanya perjanjian untuk


menetapkan harga yang dilakukan oleh Para Terlapor sebagai berikut: --------8.3.1.

Bahwa

Terlapor

yang

merupakan

anggota

INACA

yang

menandatangani Berita Acara Persetujuan Pelaksanaan Fuel


Surcharge yang dibuktikan berdasarkan Berita Acara Nomor
9100/53/V/2006 pada tanggal 4 Mei 2006 adalah Terlapor I, PT
Garuda Indonesia (Persero); Terlapor II, PT Sriwijaya Air; Terlapor
III, PT Merpati Nusantara Airlines; Terlapor IV, PT Mandala
Airlines; Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines; Terlapor IX, PT
Metro Batavia (vide bukti D2.3); ----------------------------------------8.3.2.

Bahwa Terlapor yang tidak menandatangani Berita Acara


Persetujuan Pelaksanaan Fuel Surcharge sebagaimana dimaksud
dalam butir 8.3.1. di atas adalah Terlapor V, PT Riau Airlines;
Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Services; Terlapor VIII,
PT Wings Abadi Airlines; Terlapor X, PT Kartika Airlines;
Terlapor XII, PT Trigana Air Service dan Terlapor XIII, PT
Indonesia AirAsia; ---------------------------------------------------------

8.3.3.

Bahwa berdasarkan Notulen Rapat No. 9100/57/V/2006, INACA


mengadakan Rapat Anggota dan Pengurus INACA pada tanggal 30
Mei 2006 yang pada intinya membatalkan dengan menyimpulkan
penerapan dan besaran fuel surcharge diserahkan kembali kepada
masing-masing perusahaan penerbangan nasional Anggota INACA
(vide bukti D2.3);-----------------------------------------------------------

8.3.4.

Bahwa selain para Terlapor yang menandatangani Berita Acara


Persetujuan Pelaksanaan Fuel Surcharge sebagaimana dimaksud
dalam butir 8.3.1. di atas, terdapat 3 (tiga) Terlapor yang mengikuti
kesepakatan harga yang dibuat, yaitu Terlapor VI, PT Travel

278

SALINAN
Express Aviation Services; Terlapor VIII, PT Wings Abadi
Airlines; Terlapor X, PT Kartika Airlines; -----------------------------8.4.

Menimbang bahwa berdasarkan tanggapan dan atau pembelaan oleh Terlapor


I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, Terlapor VI, Terlapor
VII, Terlapor VIII, Terlapor IX, Terlapor X, Terlapor XII dan Terlapor XIII
terhadap LHPL terkait dengan adanya perjanjian penetapan harga
sebagaimana diuraikan dalam butir 8.2, maka Majelis Komisi berpendapat
sebagai berikut: ------------------------------------------------------------------------8.4.1.

Terkait dengan Pembelaan Terlapor I tentang digunakannya


Analisis Granger Causality Test, Majelis Komisi menilai bahwa
analisis tersebut merupakan analisis kausalitas terhadap 2 (dua)
variabel atau pasangan variabel, namun analisis ini tidak dapat
digunakan untuk menguji lebih dari 2 (dua) variabel karena akan
mengakibatkan hasil yang menyesatkan, sebagaimana dijelaskan
dalam kutipan sebagai berikut8; -----------------------------------------Granger causality test is a technique for determining whether
one time series is useful in forecasting another. Ordinarily,
regressions reflect "mere" correlations, but Clive Granger, who
won a Nobel Prize in Economics, argued that there is an
interpretation of a set of tests as revealing something about
causality.
A time series X is said to Granger-cause Y if it can be shown,
usually through a series of F-tests on lagged values of X (and with
lagged values of Y also known), that those X values provide
statistically significant information about future values of Y.
The test works by first doing a regression of Y on lagged values of
Y. Once the appropriate lag interval for Y is proved significant (tstat or p-value), subsequent regressions for lagged levels of X are
performed and added to the regression provided that they 1) are
significant in and of themselves and 2) add explanatory power to
the model. This can be repeated for multiple Xs (with each
X being tested independently of other Xs, but in conjunction with
the proven lag level of Y). More than one lag level of a variable
can be included in the final regression model, provided it is
statistically significant and provides explanatory power.

Granger, C.W.J., 1969. "Investigating causal relations by econometric models and crossspectral methods". Econometrica 37 (3), 424438.

279

SALINAN
The researcher is often looking for a clear story, such
as X granger-causes Y but not the other way around. In practice,
however results are often hard-to-interpret. For instance no
variable granger-causes the other, or that each of the two variables
granger-causes the second.
Despite its name, Granger causality does not imply true causality.
If both X and Y are driven by a common third process with different
lags, their measure of Granger causality could still be statistically
significant. Yet, manipulation of one process would not change the
other. Indeed, the Granger test is designed to handle pairs of
variables, and may produce misleading results when the true
relationship involves three or more variables. A similar test
involving more variables can be applied with vector
autoregression. A new method for Granger causality that is not
sensitive to the normal distribution of the error term has been
developed by Hacker and Hatemi-J (2006). This new method is
especially useful in financial economics since many financial
variables are non-normal.This technique has been adapted to
neural science.
8.4.2.

Majelis Komisi menilai hasil analisis yang digunakan oleh Terlapor


I dengan menggunakan Analisis Granger Causality Test tidak dapat
diterima; ---------------------------------------------------------------------

8.4.3.

Majelis Komisi menilai bahwa analisis pergerakan fuel surcharge


dalam LHPL tidak menunjukkan adanya kecenderungan yang
konklusif karena terdapat data dari 3 (tiga) Terlapor yang bersifat
outlier. Ketiga Terlapor tersebut adalah Terlapor V (PT Riau
Airlines), Terlapor XII (PT Trigana Air Service) dan Terlapor XIII
(PT Indonesia AirAsia); ---------------------------------------------------

8.4.4.

Majelis Komisi melakukan analisis ulang terhadap LHPL dengan


mengeluarkan ketiga Terlapor yang merupakan outlier tersebut dari
analisis pergerakan fuel surcharge. Selain karena alasan outlier,
Majelis Komisi juga mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut; -8.4.4.1.

Terlapor V (PT Riau Airlines) baru terdaftar sebagai


anggota INACA pada tahun 2009; --------------------------

8.4.4.2.

Terlapor XII (PT Trigana Air Service) memperoleh


sebagian besar pendapatannya dari cargo dan charter
(sekitar 80%), bukan dari angkutan umum penumpang
berjadwal; ------------------------------------------------------

280

SALINAN
8.4.4.3.

Terlapor XIII (PT Indonesia AirAsia) baru terdaftar


sebagai anggota INACA pada tahun 2009, dan telah
menghentikan penetapan fuel surcharge sejak bulan
November 2008;-----------------------------------------------

8.4.5.

Majelis Komisi berpendapat bahwa setidak-tidaknya terdapat 9


(sembilan) Terlapor yaitu Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III,
Terlapor IV, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII, Terlapor IX,
dan Terlapor X yang menetapkan fuel surcharge secara
terkoordinasi (concerted actions) dalam zona penerbangan 0 s/d 1
jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam sebagaimana ditunjukkan dalam
Grafik-grafik di bawah ini: ------------------------------------------------

Grafik 1
Grafik Pergerakan Fuel Surcharge 0 s/d 1 Jam
Sriwijaya, Garuda, Mandala, Lion, Batavia, Kartika, Merpati dan Wings Air
Mei 2006 Oktober 2009

300000
Sriwijaya

250000

Garuda
Mandala
Lion

150000

Batavia
Kartika

100000

Merpati
50000

Wings

e
A g i -0 6
us
tNo 06
p0
Fe 6
b0
M 7
e iAg 07
us
tNo 07
pF e 07
b0
M 8
e iAg 08
us
tNo 08
p0
Fe 8
b0
M 9
e iAg 09
us
t- 0
9

R u p iah

200000

Bulan

281

SALINAN
Grafik 2
Grafik Pergerakan Fuel Surcharge 1 s/d 2 Jam
Sriwijaya, Garuda, Mandala, Lion, Batavia, Kartika,
Merpati, Ekspress Air dan Wings Air
Mei 2006 Oktober 2009

400000
350000

Sriwijaya
Garuda

300000

Mandala

R u p ia h

250000

Ekspress Air

200000

Lion
Batavia

150000

Kartika

100000

Merpati
Wings

50000

M
e
A g i -0 6
us
tNo 06
pF e 06
bM 07
e
A g i -0 7
us
tNo 07
pF e 07
bM 08
e
A g i -0 8
us
tNo 08
pF e 08
bM 09
e
A g i -0 9
us
t- 0
9

Bulan

------------------------------------------------------------------------------------------------Grafik 3

282

SALINAN
Grafik 3
Grafik Pergerakan Fuel Surcharge 2 s/d 3 Jam
Sriwijaya, Garuda, Mandala, Lion, Batavia, Kartika, Merpati dan Wings Air
Mei 2006 Oktober 2009

450000
400000
Sriwijaya

350000

Garuda
Mandala

250000

Lion

200000

Batavia
Kartika

150000

Merpati

100000

Wings

50000

e
A g i -0 6
us
tNo 06
pF e 06
bM 07
e
A g i -0 7
us
tNo 07
pF e 07
bM 08
e
A g i -0 8
us
tNo 08
pF e 08
bM 09
e
A g i -0 9
us
t- 0
9

R u p iah

300000

Bulan

8.4.6.

Majelis Komisi selanjutnya juga melakukan analisis ulang terhadap


Uji Korelasi dan Uji Homogenity of Variance dalam LHPL dengan
mengeluarkan 3 (tiga) Terlapor yang merupakan outlier dengan
alasan yang sama sebagaimana dimaksud dalam butir 8.4.3. dan
8.4.4. di atas; ----------------------------------------------------------------

8.4.7.

Majelis Komisi berpendapat bahwa terdapat hubungan positif


dengan korelasi yang tinggi (nilai r rata-rata di atas 0,95) antara fuel
surcharge yang diterapkan para Terlapor sebagaimana ditunjukkan
dalam hasil uji korelasi sebagai berikut:---------------------------------

283

SALINAN
Tabel 1
Uji Korelasi untuk Fuel Surcharge 0 s/d 1 Jam

Sriwijaya
Garuda
Mandala
Lion
Batavia
Kartika
Merpati
Wings

Sriwijaya
1
0.991514
0.98475
0.982568
0.97611
0.980229
0.957886
0.982551

Garuda

Mandala

Lion

Batavia

Kartika

Merpati

1
0.980592
0.968657
0.965165
0.987941
0.969467
0.969029

1
0.985123
0.976791
0.965569
0.956829
0.984585

1
0.98871
0.961236
0.927624
0.999272

1
0.950396
0.940649
0.986676

1
0.951322
0.962694

1
0.924955

Wings

Tabel 2
Uji Korelasi untuk Fuel Surcharge 1 s/d 2 Jam

Sriwijaya
Garuda
Mandala
Ekspress
Air
Lion
Batavia
Kartika
Merpati
Wings

Sriwijaya
1
0.992693
0.989996

Garuda

Mandala

1
0.986825

0.994297
0.978951
0.986332
0.979082
0.99252
0.978951

0.986897
0.962314
0.977024
0.981862
0.993912
0.962314

0.987938
0.975193
0.978689
0.978452
0.98508
0.975193

Ekspress
Air

Lion

Batavia

Kartika

Merpati

1
0.985273
0.986828
0.983574
0.986821
0.985273

1
0.98693
0.975012
0.961837
1

1
0.977229
0.974431
0.98693

1
0.977473
0.975012

1
0.961837

Wings

Tabel 3
Uji Korelasi untuk Fuel Surcharge 2 s/d 3 Jam

Sriwijaya
Garuda
Mandala
Lion
Batavia
Kartika
Merpati
Wings

Sriwijaya
1
0.994117
0.987254
0.97481
0.975282
0.981903
0.989212
0.97481

8.4.8.

Garuda

Mandala

Lion

Batavia

Kartika

Merpati

1
0.976472
0.955565
0.960473
0.975344
0.994779
0.955565

1
0.983369
0.985573
0.978665
0.972165
0.983369

1
0.994511
0.982284
0.957691
1

1
0.973985
0.957615
0.994511

1
0.980562
0.982284

1
0.957691

Majelis Komisi berpendapat bahwa hasil Uji Homogenity of


Variance dengan pendekatan Bartletts terhadap fuel surcharge 0 s/d
1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam periode Mei 2006 s/d Oktober

284

Wings

SALINAN
2009 menunjukkan bahwa variasi dari fuel surcharge masingmasing maskapai yang diuji adalah sama. Hal tersebut ditunjukkan
oleh P value dari seluruh uji homogenity of variance yang nilainya
di atas 0,05 sebagaimana ditunjukkan dalam hasil uji berikut; ------8.4.8.1. Uji Homogenity of Variance untuk fuel surcharge pada
penerbangan 0 s/d 1 Jam:

Homogeneity of Variance Test for C2


Factor Levels

95% Confidence Intervals for Sigmas

Batavia

Garuda

Bartlett's Test
Test Statistic: 10.520

Kartika

P-Value

: 0.161

Lion

Mandala
Levene's Test
Merpati

Test Statistic: 1.706


P-Value

: 0.107

Sriwijaya

Wings

50000

70000

90000

110000

130000

-------------------------------------------------------------------------------------------------8.4.8.2

285

SALINAN
8.4.8.2. Uji Homogenity of Variance untuk fuel surcharge pada
penerbangan 1 s/d 2 Jam:

Homogeneity of Variance Test for C2


Factor Levels

95% Confidence Intervals for Sigmas

Batavia
Ekspress Air

Bartlett's Test

Garuda

Test Statistic: 10.694


P-Value

: 0.220

Kartika
Lion
Mandala
Levene's Test
Merpati
Test Statistic: 2.377
Sriwijaya

P-Value

: 0.017

Wings

60000

110000

160000

------------------------------------------------------------------------------------------------8.4.8.3.

286

SALINAN
8.4.8.3. Uji Homogenity of Variance untuk fuel surcharge pada
penerbangan 2 s/d 3 Jam:

Homogeneity of Variance Test for C2


Factor Levels

95% Confidence Intervals for Sigmas

Batavia

Garuda

Bartlett's Test
Test Statistic: 8.350

Kartika

P-Value

: 0.303

Lion

Mandala
Levene's Test
Merpati

Test Statistic: 2.203


P-Value

: 0.034

Sriwijaya

Wings

100000

8.4.9.

150000

200000

Majelis Komisi berpendapat bahwa analisis uji korelasi dan uji


homogenity of variance tersebut di atas memperkuat pendapat
Majelis Komisi sebelumnya bahwa setidak-tidaknya terdapat 9
(sembilan) Terlapor yaitu Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III,
Terlapor IV, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII, Terlapor IX,
dan Terlapor X yang menetapkan fuel surcharge secara
terkoordinasi (concerted actions) dalam zona penerbangan 0 s/d 1
jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam; -----------------------------------------

8.5.

Majelis Komisi berpendapat adanya penetapan fuel surcharge yang eksesif


berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:-----------------------8.5.1. Majelis Komisi melakukan perbandingan fuel surcharge aktual
dengan fuel surcharge acuan estimasi untuk Terlapor I, Terlapor II,
Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII
dan Terlapor X untuk tahun 2006 s/d 2009 pada penerbangan 0 s/d 1

287

SALINAN
jam dan 2 s/d 3 jam. Untuk penerbangan 1 s/d 2 jam, Majelis Komisi
menambahkan Terlapor IX karena Terlapor IX hanya melayani
penerbangan antara 1 s/d 2 jam; -------------------------------------------8.5.2. Bahwa fuel surcharge acuan estimasi dihitung berdasarkan acuan fuel
surcharge yang pertama kali diberlakukan pada bulan Mei 2006 yaitu
sebesar Rp 20.000,- (duapuluh ribu rupiah) dengan tingkat harga
avtur sebesar Rp 5.921,- (lima ribu sembilan ratus dua puluh satu
rupiah). Dengan demikian fuel surcharge acuan estimasi bergerak
sesuai dengan fluktuasi harga avtur; --------------------------------------8.5.3. Bahwa perbandingan antara fuel surcharge aktual dengan fuel
surcharge acuan estimasi menunjukkan bahwa fuel surcharge yang
diterapkan oleh para Terlapor sebagaimana tersebut dalam butir 8.5.1
memiliki kecenderungan melampaui pergerakan fuel surcharge acuan
estimasi sebagaimana terlihat pada grafik berikut: -----------------------

Grafik 4
Perbandingan Fuel Surcharge Aktual v.s Fuel Surcharge Acuan Estimasi
Mei 2006 s/d Oktober 2009 (Penerbangan 0 s/d 1 jam)
300000

250000

FS Estimasi
Sriwijaya
Garuda
Mandala

150000

Lion
Batavia
Kartika

100000

Merpati
Wings

50000

0
M
e
Ag i-0 6
us
t- 0
No 6
p0
Fe 6
b0
M 7
ei
Ag -0 7
us
t- 0
No 7
p0
Fe 7
b0
M 8
ei
Ag -0 8
us
t- 0
No 8
p0
Fe 8
b0
M 9
ei
Ag -0 9
us
t- 0
9

Rupiah

200000

Bulan

288

SALINAN
Grafik 5
Perbandingan Fuel Surcharge Aktual v.s Fuel Surcharge Acuan Estimasi
Mei 2006 s/d Oktober 2009 (Penerbangan 1 s/d 2 jam)

R u p ia h

400000
350000

FS Estimasi

300000

Sriwijaya

250000

Garuda

200000
150000

Mandala
Ekspress Air

100000

Lion

50000

Batavia

0
M
e
A g i -0 6
us
tNo 06
pF e 06
bM 07
e
A g i -0 7
us
tNo 07
pF e 07
bM 08
e
A g i -0 8
us
tNo 08
pF e 08
bM 09
e
A g i -0 9
us
t- 0
9

Kartika
Merpati
Wings

Bulan

Grafik 6
Perbandingan Fuel Surcharge Aktual v.s Fuel Surcharge Acuan Estimasi
Mei 2006 s/d Oktober 2009 (Penerbangan 2 s/d 3 jam)

400000

FS Estimasi

350000

Sriwijaya

300000

Garuda
Mandala

250000

Lion

200000

Batavia

150000

Kartika

100000

Merpati

50000

Wings

M
e
Ag i-0 6
us
t- 0
No 6
p0
Fe 6
b0
M 7
ei
Ag -0 7
us
t- 0
No 7
p0
Fe 7
b0
M 8
ei
Ag -0 8
us
t- 0
No 8
p0
Fe 8
b0
M 9
ei
Ag -0 9
us
t- 0
9

Rupiah

450000

Bulan

289

SALINAN
8.5.4. Selain melakukan perbandingan antara fuel surcharge aktual dengan
fuel surcharge acuan estimasi, Majelis Komisi juga melakukan
perbandingan antara fuel surcharge aktual dengan fuel surcharge
acuan Departemen Perhubungan (Dephub) untuk Terlapor I, Terlapor
II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII
dan Terlapor X untuk tahun 2008 s/d 2009 pada penerbangan 0 s/d 1
jam dan 2 s/d 3 jam. Untuk penerbangan 1 s/d 2 jam, Majelis Komisi
menambahkan Terlapor IX karena Terlapor IX hanya melayani
penerbangan antara 1 s/d 2 jam ;-------------------------------------------8.5.5. Majelis Komisi tidak melakukan perbandingan tersebut dari tahun
2006 karena Formula Fuel Surcharge dari Dephub baru dikeluarkan
pada bulan Maret 2008, sehingga tidak bisa digunakan sebagai
perbandingan untuk fuel surcharge yang telah ditetapkan oleh Para
Terlapor sebagaimana dimaksud dalam butir 8.5.4. sejak 2006 s/d
2007;---------------------------------------------------------------------------8.5.6. Bahwa perbandingan antara fuel surcharge aktual dengan fuel
surcharge acuan Dephub juga menunjukkan bahwa fuel surcharge
yang diterapkan oleh para Terlapor sebagaimana tersebut dalam butir
8.5.4 memiliki kecenderungan melampaui pergerakan fuel surcharge
acuan Dephub sebagaimana terlihat pada grafik berikut:----------------

------------------------------------------------------------------------------------------------Grafik 7

290

SALINAN
Grafik 7
Perbandingan Fuel Surcharge Aktual v.s Fuel Surcharge Acuan Dephub

Rupiah

Maret 2008 s/d Oktober 2009 (Penerbangan 0 s/d 1 jam)

300000

FS Acuan Departemen
Perhubungan

250000

Sriwijaya

200000

Garuda

150000
Mandala

100000
50000

Lion

0
No 8
p08
Ja
n09
M
ar
-0
9
M
ei
-0
9
Ju
l-0
9
Se
p09

Batavia

p-

l-0

Se

-0
8

Ju

ei
M

ar
-0

Kartika

Bulan
Merpati

Grafik 8
Perbandingan Fuel Surcharge Aktual v.s Fuel Surcharge Acuan Dephub
Maret 2008 s/d Oktober 2009 (Penerbangan 1 s/d 2 jam)

350000

FS Acuan DepHub

300000

Sriwijaya

250000

Garuda

200000
150000

Mandala
Ekspress Air

100000

Lion

50000

Batavia

p-

09

9
Se

09

l -0
Ju

e iM

ar
-0

n09

Ja

p08

No

Se

p-

08

8
l -0
Ju

e i-

08

Kartika

ar
-0
M

Ru p iah

400000

Merpati
Wings

Bulan

291

SALINAN
Grafik 9
Perbandingan Fuel Surcharge Aktual v.s Fuel Surcharge Acuan Dephub

450000
400000
350000
300000
250000
200000
150000
100000
50000
0

FS Acuan DepHub
Sriwijaya
Garuda
Mandala
Lion
Batavia

09
p-

9
l -0

Se

Ju

09
ei-

ar

-0

09
M

n-

08

Ja

p-

08

No

p-

l -0

Se

Ju

08

-0

eiM

ar
M

Kartika
8

R u p iah

Maret 2008 s/d Oktober 2009 (Penerbangan 2 s/d 3 jam)

Merpati
Wings

Bulan

8.5.7. Berdasarkan grafik-grafik perbandingan antara fuel surcharge aktual


dengan fuel surcharge estimasi di atas, Majelis Komisi menemukan
adanya excessive pricing yang dilakukan Terlapor I, Terlapor II,
Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII
dan Terlapor X untuk tahun 2008 s/d 2009 pada penerbangan 0 s/d 1
jam dan 2 s/d 3 jam. Untuk penerbangan 1 s/d 2 jam, Majelis Komisi
menambahkan Terlapor IX karena Terlapor IX hanya melayani
penerbangan antara 1 s/d 2 jam sebagaimana terlihat pada tabel
berikut: -------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------Tabel 4

292

SALINAN
Tabel 4
Persentase Kelebihan FS di atas FS Acuan Estimasi
Periode Mei 2006 s/d Desember 2006

Lama
Jam
Terbang
1 jam

Sriwijaya

Garuda

Mandala

Lion

Batavia

39%

39%

21%

39%

10%

2 jam

44%

44%

44%

44%

11%

Express
Air

Kartika

Merpati

Wings

5%

39%

39%

64%

5%

44%

44%

3 jam

44%

44%

44%

44%

11%

5%

44%

44%

Total

127%

127%

109%

127%

33%

64%

15%

127%

127%

Ratarata

42%

42%

36%

42%

11%

64%

5%

42%

42%

Tabel 5
Persentase Kelebihan FS di atas FS Acuan Estimasi
Periode Januari 2007 s/d Desember 2007

Lama
Jam
Terbang
1 jam

Sriwijaya

Garuda

Mandala

Lion

Batavia

138%

127%

120%

136%

72%

2 jam

138%

131%

116%

146%

77%

Express
Air

Kartika

Merpati

Wings

132%

133%

136%

182%

139%

140%

146%

3 jam

138%

136%

123%

159%

81%

157%

145%

159%

Total

414%

394%

358%

441%

231%

182%

429%

418%

441%

Ratarata

138%

131%

119%

147%

77%

182%

143%

139%

147%

Tabel 6
Persentase Kelebihan FS di atas FS Acuan Estimasi
Periode Januari 2008 s/d Desember 2008
Lama
Jam
Terbang
1 jam

Sriwijaya

Garuda

Mandala

Lion

Batavia

323%

377%

315%

323%

314%

2 jam

391%

487%

378%

405%

368%

3 jam

463%

602%

451%

492%

482%

Total

1177%

1466%

1145%

1220%

1164%

Rata-rata

392%

489%

382%

407%

388%

Express
Air

Kartika

Merpati

Wings

403%

383%

323%

434%

469%

504%

405%

912%

526%

912%

434%

1784%

1413%

1640%

434%

595%

471%

547%

293

SALINAN
Tabel 7
Persentase Kelebihan FS di atas FS Acuan Estimasi
Periode Januari 2009 s/d Oktober 2009
Lama
Sriwijaya
Jam
Terbang
1 jam
588%

Garuda

Mandala

Lion

Batavia

Express
Air

Kartika

Merpati

Wings

629%

848%

548%

872%

791%

1059%

750%

912%

1059%

912%

669%

601%

560%

600%

2 jam

831%

961%

769%

750%

733%

3 jam

993%

1244%

904%

912%

920%

Total

2413%

2873%

2273%

2222%

2254%

872%

2332%

2966%

2211%

Ratarata

804%

958%

758%

741%

751%

872%

777%

989%

737%

8.5.8. Berdasarkan tabel-tabel perbandingan tersebut di atas, terlihat adanya


excessive pricing yang dilakukan oleh 9 (sembilan) Terlapor dengan
rata-rata excessive pricing yang mengalami kenaikan secara terus
menerus dari tahun ke tahun;-----------------------------------------------8.5.9. Meskipun menggunakan perbandingan antara fuel surcharge aktual
dengan fuel surcharge Dephub, Majelis Komisi tetap menemukan
adanya excessive pricing yang dilakukan Terlapor I, Terlapor II,
Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII
dan Terlapor X untuk tahun 2008 s/d 2009 pada penerbangan 0 s/d 1
jam dan 2 s/d 3 jam. Untuk penerbangan 1 s/d 2 jam, Majelis Komisi
menambahkan Terlapor IX karena Terlapor IX hanya melayani
penerbangan antara 1 s/d 2 jam sebagaimana terlihat pada tabel
berikut: ------------------------------------------------------------------------Tabel 8
Persentase Kelebihan FS di atas FS Acuan Dephub
Periode Maret 2008 s/d Desember 2008
Lama
Jam
Terbang

Sriwijaya

Garuda

Mandala

Lion

Batavia

1 jam

33%

51%

29%

30%

30%

2 jam
3 jam
Total
Ratarata

26%
16%
75%
25%

52%
46%
149%
50%

21%
10%
60%
20%

28%
20%
78%
26%

17%
20%
67%
22%

Express
Air

36%
36%
36%

Kartika

Merpati

Wings

56%

53%

30%

42%
23%
121%
40%

56%
30%
138%
46%

28%
20%
78%
26%

294

SALINAN
Tabel 9
Persentase Kelebihan FS di atas FS Acuan Dephub
Periode Januari 2009 s/d Oktober 2009

Lama
Jam
Terbang

Sriwijaya

Garuda

Mandala

1 jam

31%

46%

33%

26%

33%

2 jam
3 jam
Total
Ratarata

34%
28%
93%
31%

55%
58%
159%
53%

27%
18%
78%
26%

25%
19%
69%
23%

22%
20%
76%
25%

8.6.

Lion

Batavia

Express
Air

43%
43%
43%

Kartika

Merpati

Wings

39%

80%

23%

31%
19%
88%
29%

70%
36%
186%
62%

25%
19%
67%
22%

Menimbang bahwa Majelis Komisi menilai terdapat excessive fuel surcharge


yang dinikmati oleh 9 (sembilan) Terlapor sejak tahun 2006 s/d 2009 yang
merupakan kerugian atau kehilangan kesejahteraan (welfare losses) dari
konsumen antara Rp 5 Triliun sampai dengan Rp 13,8 Triliun sebagaimana
diterangkan dalam perhitungan berikut ini: ----------------------------------------8.6.1.

Bahwa berdasarkan data excessive pricing sebagaimana diuraikan


pada butir 8.5 di atas, Majelis Komisi menghitung excessive fuel
surcharge yang dinikmati oleh 9 (sembilan) Terlapor dengan
mengkalikan excessive pricing dengan jumlah penumpang masingmasing Terlapor; --------------------------------------------------------------

8.6.2.

Berdasarkan perhitungan tersebut, Majelis Komisi menguraikan


excessive fuel surcharge masing-masing dari 9 (sembilan) Terlapor
dengan FS Acuan Estimasi pada tabel berikut: ---------------------------

Tabel 10
Excessive fuel surcharge berdasarkan fuel surcharge Acuan Estimasi
Maskapai

Excessive FS berdasarkan FS Acuan Estimasi (Rp)


2006 (8 bulan)

2007 (12 bulan)

37,856,177,134

PT Sriwijaya Air
PT Merpati Nusantara
Airlines (Persero)
PT Mandala Airlines

PT Garuda Indonesia
(Persero)

2008 (12 bulan)

2009 (10 bulan)

Total

257,328,685,217

1,638,193,517,661

1,575,388,749,083

3,508,767,129,096

17,084,976,970

130,852,497,290

728,604,657,296

880,987,744,243

1,757,529,875,800

7,839,789,243

97,587,092,709

508,760,972,963

528,798,041,591

1,142,985,896,506

7,737,400,900

52,766,987,584

565,639,953,611

444,090,901,694

1,070,235,243,789

295

SALINAN
Maskapai

Excessive FS berdasarkan FS Acuan Estimasi (Rp)


2006 (8 bulan)

2007 (12 bulan)

2008 (12 bulan)

2009 (10 bulan)

Total

PT Travel Express

533,440,985

4,025,058,217

16,781,659,932

14,587,712,817

35,927,871,953

PT Lion Mentari Airlines

36,124,714,109

257,236,360,669

1,590,387,025,494

1,432,416,942,983

3,316,165,043,255

PT Wings Abadi Airlines

11,002,895,631

92,551,710,040

404,815,521,563

497,496,556,907

1,005,866,684,141

PT Metro Batavia

5,064,191,712

119,101,552,228

792,384,771,576

999,996,659,142

1,916,547,174,658

PT Kartika Airlines
TOTAL
DAMPAK/TAHUN

116,258,627

3,390,845,968

47,988,594,181

37,645,217,127

89,140,915,902

123,359,845,312

1,014,840,789,923

6,293,556,674,277

6,411,408,525,588

13,843,165,835,099

8.6.3.

Bahwa jika FS Acuan Dephub yang dipergunakan, maka perhitungan


Majelis Komisi terhadap exessive fuel surcharge masing-masing
maskapai dari 9 (sembilan) Terlapor menggunakan metode yang
sama adalah sebagaimana terlihat pada tabel berikut: -------------------

Tabel 11
Excessive fuel surcharge berdasarkan fuel surcharge Acuan Dephub
Excessive FS berdasarkan Acuan Dephub (Rp)

Maskapai
2006 (8 bulan)

2007 (12 bulan)

2008 (12 bulan)

2009 (10 bulan)

37,856,177,134

257,328,685,217

712,235,017,519

608,899,902,361

1,616,319,782,232

PT Sriwijaya Air
PT Merpati Nusantara
Airlines (Persero)

17,084,976,970

130,852,497,290

212,452,726,050

237,074,215,583

597,464,415,894

9,257,403,409

97,587,092,709

209,525,135,559

214,138,808,389

530,508,440,067

PT Mandala Airlines

7,737,400,900

52,766,987,584

148,983,693,989

99,550,606,944

309,038,689,417

PT Travel Express

533,440,985

4,025,058,217

19,391,563,917

14,497,607,250

38,447,670,370

PT Lion Mentari Airlines

36,124,714,109

257,236,360,669

485,340,230,261

295,783,308,944

1,074,484,613,984

PT Wings Abadi Airlines

11,002,895,631

92,551,710,040

123,538,016,407

98,571,984,833

325,664,606,911

PT Metro Batavia

5,064,191,712

119,101,552,228

216,027,943,693

217,894,997,472

558,088,685,105

PT Kartika Airlines

116,258,627

3,390,845,968

19,041,209,750

9,174,450,833

31,722,765,178

Total Dampak per Tahun

124,777,459,478

1,014,840,789,923

2,146,535,537,146

1,795,585,882,611

5,081,739,669,158

PT Garuda Indonesia
(Persero)

Total

9. Tentang Penetapan Biaya Secara Curang; ---------------------------------------------9.1.

Menimbang bahwa untuk membuktikan apakah terjadi kecurangan dalam


penetapan fuel surcharge, Tim Pemeriksa melakukan perbandingan antara
naik/turunnya harga avtur dengan naik/turunnya harga fuel surcharge untuk
masing-masing Terlapor, ceteris paribus, dan analisis perbandingan

296

SALINAN
pergerakan fuel surcharge antara formula perhitungan Departemen
Perhubungan dan fuel surcharge yang diterapkan secara aktual oleh masingmasing Terlapor untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d
3 jam;-----------------------------------------------------------------------------------9.2.

Menimbang bahwa berdasarkan analisis tabel dan grafik yang menunjukkan


persentase pergerakan selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis
dengan persentase pergerakan fuel surcharge baik pada penerbangan 0 s/d 1
jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam, terhadap masing-masing Terlapor, Tim
Pemeriksa menilai bahwa tidak ada korelasi antara persentase pergerakan
selisih harga avtur aktual dengan harga avtur basis dengan persentase
pergerakan fuel surcharge baik pada penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam
dan 2 s/d 3 jam; ------------------------------------------------------------------------

9.3.

Menimbang bahwa untuk memperkuat analisis terhadap masing-masing


Terlapor di atas, Tim Pemeriksa juga melakukan analisis perbandingan
pergerakan

fuel

surcharge

antara

formula

perhitungan

Departemen

Perhubungan dan fuel surcharge yang diterapkan secara aktual oleh masingmasing Terlapor untuk penerbangan antara 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3
jam sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 83, Grafik 84 dan Grafik 85 dalam
LHPL; -----------------------------------------------------------------------------------9.4.

Menimbang bahwa berdasarkan Tabel 71, Tabel 72 dan Tabel 73


sebagaimana juga ditunjukkan pada Grafik 83, Grafik 84 dan Grafik 85 dalam
LHPL, Tim Pemeriksa menilai bahwa secara rata-rata, harga fuel surcharge
yang ditetapkan oleh masing-masing Terlapor untuk Periode I (Mei 2006 s/d
Maret 2008), masih berada di bawah harga fuel surcharge yang dihitung
berdasarkan formula Departemen Perhubungan, namun untuk Periode II
(April 2008 s/d September 2009), harga fuel surcharge yang ditetapkan oleh
masing-masing Terlapor berada di atas harga fuel surcharge yang dihitung
berdasarkan formula Departemen Perhubungan; -----------------------------------

9.5.

Menimbang bahwa Tim Pemeriksa menilai setidaknya pada Periode II (April


2008 s/d September 2009), para Terlapor telah memperoleh keuntungan dari
fuel surcharge; --------------------------------------------------------------------------

297

SALINAN
9.6.

Menimbang bahwa berdasarkan uraian analisis terhadap dugaan penetapan


biaya secara curang oleh masing-masing Terlapor, Tim Pemeriksa
menyatakan hal-hal sebagai berikut: ------------------------------------------------9.6.1. Fuel surcharge merupakan kompensasi dari kenaikan harga avtur
(aviation turbin) yang dimasukkan ke dalam komponen tarif tiket
pesawat penerbangan yang dibebankan kepada konsumen;------------9.6.2. Fuel surcharge bertujuan untuk menutup selisih biaya bahan bakar
avtur maskapai penerbangan yang diakibatkan oleh kenaikan harga
avtur yang melebihi asumsi harga avtur yang digunakan dalam
perhitungan tarif batas atas sebagaimana dimaksud dalam KM No. 9
Tahun 2002; ------------------------------------------------------------------9.6.3. Persetujuan Pemerintah melalui Departemen Perhubungan terhadap
penerapan fuel surcharge diperlukan karena penerapan fuel surcharge
akan menyebabkan harga tiket yang dibayar konsumen akan
melampaui tarif batas atas berdasarkan KM No. 9 Tahun 2002; ------9.6.4. Namun demikian, penelitian Tim Pemeriksa terhadap perubahan
harga avtur dan perubahan fuel surcharge sejak Mei 2006 sampai
dengan Desember 2009 pada masing-masing Terlapor sebagaimana
ditunjukkan pada tabel dan grafik sebelumnya, menunjukkan korelasi
yang negatif. Artinya, penerapan fuel surcharge oleh setiap Terlapor
bukan hanya dimaksudkan sebagai kompensasi terhadap kenaikan
biaya

avtur

sebagaimana

telah

disetujui

oleh

Departemen

Perhubungan, tetapi juga dipergunakan untuk menutupi biaya


operasional lainnya; ---------------------------------------------------------9.6.5. Hal tersebut dalam butir d (butir 9.6.4) didukung dengan fakta bahwa
sejak Departemen Perhubungan mengeluarkan acuan perhitungan fuel
surcharge pada Maret 2008 seluruh Terlapor menerapkan besaran
fuel surcharge di atas formula acuan yang dikeluarkan oleh
Departemen Perhubungan; -------------------------------------------------9.6.6. Oleh karena itu Tim Pemeriksa menilai penerapan fuel surcharge
oleh setiap Terlapor telah melanggar ketentuan peraturan perundang-

298

SALINAN
undangan yang mengakibatkan konsumen harus membayar lebih
tinggi dari yang seharusnya;------------------------------------------------9.6.7. Selanjutnya, sejak Maret 2008, penerapan fuel surcharge sudah tidak
sesuai lagi dengan peruntukannya sehingga harga tiket yang dibayar
oleh konsumen pada beberapa subclasses termahal telah melampaui
ketentuan tarif batas atas yang ditetapkan dalam KM No. 9 Tahun
2002;---------------------------------------------------------------------------9.6.8. Tim Pemeriksa menilai fuel surcharge tersebut tidak diperuntukkan
untuk mengkompensasi selisih harga avtur sehingga melanggar KM
No. 9 Tahun 2002;-----------------------------------------------------------9.7. Menimbang bahwa terkait dengan hal penetapan biaya secara curang, Para
Terlapor memberikan Pembelaan dan Tanggapan sebagai berikut;-------------9.7.1.

Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) menyatakan bahwa (vide


bukti C14.1); ---------------------------------------------------------------9.7.1.1.

Dalil Tim Pemeriksa KPPU tentang keterkaitan antara


fuel surcharge dengan batas atas tarif dasar penumpang
angkutan niaga berjadwal dalam negeri adalah tidak
benar karena KM 9/2002 tidak mengatur batas atas fuel
surcharge, dan fuel surcharge tidak termasuk dalam
perhitungan komponen tarif dasar dalam KM 9/2002; ---

9.7.1.2.

Pada faktanya, penerapan tarif dasar Terlapor I hampir


selalu mencapai batas atas KM No. 9/2002 karena
merupakan
pelayanan

konsekuensi
Terlapor

langsung
yang

full

dari

kategori

service

yang

membutuhkan biaya lebih tinggi dibandingkan dengan


maskapai lainnya yang merupakan low cost carrier;----9.7.1.3.

Dengan

diperhitungkannya

fuel

surcharge

dalam

komponen tarif dasar, akan menyebabkan Terlapor I


menerapkan tarif dasar yang melewati batas atas
sebagaimana ditetapkan Pemerintah. Oleh sebab itu, fuel
surcharge tidak dapat dijadikan komponen dalam
menghitung tarif dasar Terlapor I; --------------------------

299

SALINAN
9.7.1.4.

Terlapor I tidak memperoleh keuntungan dari fuel


surcharge, karena fuel surcharge merupakan beban
biaya avtur dan bukannya komponen Terlapor I dalam
memperoleh pendapatan. Faktanya, fuel surcharge
diterapkan Terlapor I semata-mata untuk menutupi biaya
atas fluktuasi harga avtur yang terus meningkat yang
jauh melebihi asumsi harga avtur yang digunakan dalam
KM No. 9/2002; -----------------------------------------------

9.7.1.5.

Terlapor I memperlakukan dan mencatat pembelian


avtur sebagai biaya produksi, yang mana komponen
biaya avtur / fuel dalam total biaya operasional relatif
sangat besar. Sebagaimana terbukti dalam Tabel 27
LHPL, jumlah fuel surcharge yang diperoleh Terlapor I
jauh lebih keceil dari jumlah fuel cost setahun; -----------

9.7.1.6.

Pada faktanya, keuntungan usaha yang diperoleh


Terlapor I adalah merupakan hasil dari upaya-upaya
Terlapor I dalam memperbaiki kinerjanya, yaitu (a)
melakukan restrukturisasi rute; (b) melakukan efisiensi
sebesar 25% dalam waktu tiga tahun, dengan cara
peremajaan pesawat, negosiasi kontrak, e-auction, zero
growth pergawai; (c) manajemen yang sistemik,
contohnya

dengan

Revenue

Management

System,

Network Management System, mengurangi ground time;


(d) sinergi anak perusahaan Terlapor I; -------------------9.7.1.7.

Pada faktanya, tingkat keuntungan yang diperoleh


Terlapor I sejak tahun 2006 sampai sekarang jumlahnya
masih relatif kecil bila dibandingkan dengan keuntungan
yang

diperoleh

maskapai

penerbangan

lainnya

sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 13 dan 14


Pembelaan Terlapor I. Selain itu, pada saat peak season
justru Terlapor I mengalami kerugian sebagaimana
ditunjukkan dalam Gambar 15 Pembelaan Terlapor I; ---

300

SALINAN
9.7.1.8.

Dalam periode 2006-2008, besaran fuel surcharge


Terlapor I selalu lebih kecil dari fuel cost sehingga hal
ini membuktikan Terlapor I tidak menjadikan fuel
surcharge sebagai sumber pendapatan, melainkan untuk
mempersempit selisih antara besaran avtur yang telah
ditetapkan oleh Departemen Perhubungan dengan
besaran nyata avtur yang harus dibayarkan oleh Terlapor
I ke Pertamina. Disamping itu, Terlapor I selalu
memenuhi kewajiban-kewajiban perpanjakan terkait
dengan fuel surchargetermasuk pemenuhan kewajiban
PPN dan PPh Badan;------------------------------------------

9.7.1.9.

Secara yuridis, Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 beserta


penjelasannya tidak relevan untuk diterapkan dalam
penetapan fuel surcharge oleh maskapai penerbangan,
dimana fuel surcharge ditetapkan untuk menutupi
fluktuasi kenaikan harga avtur sejak tahun 2006; ---------

9.7.1.10. Terkait dengan penjelasan Pasal 21, maka Pasal 21


tersebut harus dimaknai dalam kerangka penetapan
harga rendah dengan tujuan mematikan pelaku usaha
lain dan menguasai pasar. Sehingga kecurangan dalam
menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya harus
ditafsirkan terkait dengan tindakan untuk memperoleh
biaya faktor-faktor produksi yang lebih rendah dari
seharusnya, bukannya ditafsirkan lain, apalagi jika
ditafsirkan

untuk

mengenakan

biaya

faktor-faktor

produksi yang lebih tinggi;----------------------------------9.7.2.

Terlapor II, PT Sriwijaya Air menyatakan bahwa bahwa (vide bukti


C14.2); ----------------------------------------------------------------------9.7.2.1.

Tim Pemeriksa Lanjutan telah keliru dalam menerapkan


Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 karena ketentuan dalam
Pasal 21 merupakan ketentuan umum yang bertujuan
menjamin transparansi biaya pada pemasokan barang

301

SALINAN
atau jasa yang terdiri dari beberapa bagian, dimana
bentuk penjualan dengan harga yang rendah terlebih
dengan melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya
produksi dan biaya lainnya tidak diperbolehkan; --------9.7.2.2.

Untuk

membuktikan

kecurangan

tersebut,

Tim

Pemeriksa harus menguji kebenaran dari biaya produksi


(jasa) yang disampaikan oleh pelaku usaha dalam hal ini
perusahaan

penerbangan

dengan

melakukan

audit

pembukuan Terlapor. Namun Tim Pemeriksa tidak


pernah melakukan audit tersebut dan karenanya tidak
dalam

kewenangannya

untuk

menentukan

telah

terjadinya atau tidak terjadinya kecurangan penentuan


biaya produksi; -----------------------------------------------9.7.2.3.

Perlu dipertimbangkan bahwa berdasarkan penjelasan


Pasal 21, maksud dari kecurangan pada Pasal 21 adalah
upaya

memperoleh

faktor-faktor

produksi

melanggar peraturan perundang-undangan

yang
dimana

faktor-faktor produksi tersebut lebih rendah dari yang


seharusnya untuk menetapkan harga jual yang juga lebih
rendah dari seharusnya dengan tujuan untuk menguasai
pasar.

Penguasaan

pasar tersebut tidak mungkin

dilakukan dengan menerapkan harga yang tinggi atau


eksesif;---------------------------------------------------------9.7.2.4.

Terlapor II tidak melakukan kecurangan dalam membuat


dasar kalkulasi biaya fuel surcharge. Terlapor II telah
membuktikan melalui submisi data pembukuan dimana
tidak ada keuntungan yang didapat dari fuel surcharge,
sebaliknya Terlapor II masih merugi dengan penerapan
fuel surcharge tersebut;---------------------------------------

9.7.3.

Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) menyatakan


bahwa bahwa (vide bukti C14.3); ----------------------------------------

302

SALINAN
9.7.3.1.

Kesimpulan

Tim

Pemeriksa

yang

menyatakan

pergerakan fuel surcharge Terlapor III tidak berubah


terlepas dari perubahan harga avtur bertentangan dengan
grafik yang menunjukkan pergerakan fluktuatif;---------9.7.3.2.

Kesimpulan Tim Pemeriksa yang menyatakan dalam


periode II yaitu bulan April 2008 September 2009,
para Terlapor telah memperoleh keuntungan dari fuel
surcharge karena harga fuel surcharge yang ditetapkan
masing-masing maskapai berada di atas harga fuel
surcharge

yang

Departemen

dihitung

Perhubungan

berdasarkan

formula

bertentangan

dengan

pernyataan Dirjen Perhubungan Udara dalam BAP


tanggal 21 Januari 2010 yang menyatakan selama ini
belum ada maskapai yang melebihi rambu-rambu yang
ditetapkan, dan tidak ada yang mendapatkan keuntungan
signifikan. Selain itu, berdasarkan Laporan Keuangan
Terlapor III tahun buku 2006-2008, secara jelas dapat
dibuktikan Terlapor III sama sekali tidak memperoleh
keuntungan apapun dari fuel surcharge; ------------------9.7.3.3.

Pernyataan Tim Pemeriksa yang menyatakan penerapan


fuel surcharge dipergunakan untuk menutupi biaya
operasional lainnya tidak terbukti karena tidak ada satu
bukti pun yang menunjukkan hal tersebut. Selain itu,
Terlapor

III

telah

memberikan

bukti

mengenai

perbandingan pendapatan fuel surcharge dengan fuel


cost

yang

menunjukkan

bahwa

pendapatan

fuel

surcharge (FS) di tahun 2006-2008 sama sekali tidak


dapat menutupi kerugian atas biaya avtur atau fuel cost
(FC) pada tahun-tahun tersebut, dengan kata lain justru
FC Terlapor III lebih besar dari pendapatan FS. Hal ini
berarti Terlapor III sama sekali tidak memperoleh
keuntungan apapun dari pendapatan FS; -------------------

303

SALINAN
9.7.3.4.

Nilai fuel surcharge tidak dapat dikatakan melampaui


tarif batas atas dalam KM No. 9/2002 karena komponen
fuel surcharge tidak ada dalam KM No. 9/2002.
Maskapai justru menerapkan fuel surcharge karena tarif
batas atas tidak dapat mengatasi harga avtur yang
melambung dan fluktuatif yang bukan merupakan
komponen dalam tarif batas atas tersebut; -----------------

9.7.4.

Terlapor IV, PT Mandala Airlines menyatakan bahwa bahwa (vide


bukti C14.4); ---------------------------------------------------------------9.7.4.1.

Penetapan besaran fuel surcharge oleh Terlapor IV


adalah untuk mengantisipasi fluktuasi instan kenaikan
harga avtur dimana fuel surcharge adalah tambahan
biaya yang dikenakan oleh perusahaan penerbangan
karena harga avtur pada perhitungan pokok; --------------

9.7.4.2.

Berdasarkan Risalah Rapat tentang pengenaan fuel


surcharge tanggal 5 Februari 2008, yang menjadi alasan
perusahaan menerapkan fuel surcharge adalah karena
hal-hal sebagai berikut: biaya/harga avtur tinggi; apabila
harga jual tiket dinaikkan, berdampak menurunnya
bersaing terhadap kompetitor, kenaikan harga avtur tidak
dapat diimbangi dengan pengorbanan menurunkan
tingkat profit; penerapan fuel surcharge dengan tidak
menaikkan tarif dianggap solusi yang terbaik; ------------

9.7.4.3.

Dalam kesaksian Bapak Tri Sunoko selaku Direktur


Angkutan Udara dinyatakan bahwa Dirjen Angkutan
Udara tidak menetapkan formula tarif berdasarkan
pergerakan harga fuel. Hal ini dikarenakan adanya
kesulitan yakni harga fuel yang tidak bisa diprediksi.

9.7.4.4.

Oleh karena pergeseran harga avtur yang tidak mampu


diantisipasi

oleh

Pemerintah,

Terlapor

IV

perlu

melakukan upaya yang cukup untuk mengatasi sendiri


kesulitan akibat perubahan harga avtur yang tidak

304

SALINAN
menentu,

sambil

menghindari

potensi

kerugian

(potential loss) yang lebih besar lagi pada perusahaan; -9.7.4.5.

Berdasarkan Tabel 47 LHPL, Terlapor IV melakukan


upaya penurunan harga fuel surcharge, seiring ketika
terjadi penurunan avtur pada periode Agustus 2008
Februari 2009. Hal ini menjadi bukti bahwa Terlapor IV
memang bertindak secara hati-hati dalam menerapkan
ketentuan harga fuel surcharge serta dilakukan dengan
pertimbangan dan perhitungan bisnis, supaya akhirnya
tidak menyebabkan kerugian;--------------------------------

9.7.4.6.

Apabila harga fuel surcharge yang menjadi komponen


harga tiket disesuaikan dengan kenaikan maupun
penurunan harga avtur setiap waktu, maka dapat
berakibat melemahkan efsiensi produk usaha dalam
menetapkan harga jual, dan menyebabkan potensi
kerugian usaha; ------------------------------------------------

9.7.4.7.

Penetapan besaran fuel surcharge oleh Terlapor IV tidak


bertujuan untuk mengambil keuntungan melainkan
semata-mata

sebagai

antisipasi

terhadap

fluktuasi

kenaikan harga avtur yang tidak menentu, yang


ditambahkan ke dalam harga tiket dengan sepengetahuan
dari INACA dan Departemen Perhubungan; -------------9.7.4.8.

Pada uji korelasi Tabel 33, 34, dan 35 memang terjadi


hubungan linier positif dikarenakan kenaikan harga fuel
berlaku sama pada semua airlines dan pada periode yang
sama. Hal ini secara umum membuat harga fuel yang
dikeluarkan semua airlines pada struktur beban avtur
perusahaan sama; ----------------------------------------------

9.7.4.9.

Pada uji Bartlett dan Levene Test seperti pada Grafik 41,
42, dan 43 LHPL pada Periode I (Mei 2006 Maret
2008) terdapat variasi yang sama dari seluruh maskapai
yang diuji. Hal ini dikarenakan belum adanya metode

305

SALINAN
zoning yang diberlakukan sampai bulan Februari 2008.
Dengan

demikian

fuel

surcharge

yang

bisa

diimplementasikan adalah satu jenis perhitungan fuel


surcharge; -----------------------------------------------------9.7.4.10. Perhitungan fuel surcharge yang dikenakan kepada
penumpang tidak dapat diperlakukan sama seperti pada
biaya yang harus dikeluarkan maskapai (fuel surcharge
yang dikenakan lebih rendah daripada yang harus
dikeluarkan

maskapai).

Maskapai

harus

mempertimbangkan fuel surcharge berdasarkan pada


daya beli nasyarakat yang ada pada saat itu, dan
pertimbangan harga supaya lebih kompetitif; ------------9.7.4.11. Terlapor IV melakukan upaya perhitungan secara
pertimbangan

bisnis

semata,

untuk

menghindari

kerugian, yang lazim dilakukan oleh perusahaan


transportasi udara;--------------------------------------------9.7.5.

Terlapor V, PT Riau Airlines menyatakan bahwa bahwa (vide bukti


C14.5); ----------------------------------------------------------------------9.7.5.1.

Dengan adanya kenaikan fuel (avtur) yang sangat


signifikan, dimana biaya operasional penerbangan
menjadi terpengaruh, maka berdampak terhadap harga
jual tiket penumpang; -----------------------------------------

9.7.5.2.

Pengenaan fuelk surcharge memang benar merupakan


kompensasi dari kenaikan harga avtur, dimana pada
Oktober 2005, Dirjen Perhubungan Udara mengeluarkan
tanggapan sesuai dengan permintaan INACA untuk
memberlakukan fuel surcharge dengan syarat fuel
surcharge tidak berlaku surut; -------------------------------

9.7.5.3.

Perhitungan harga tiket batas atas yang diatur dalam KM


No. 9/2002 masih menggunakan perkiraan harga fuel
(avtur) sebesar Rp 2700,- per liter, sedangkan kenaikan
harga avtur nyatanya telah mencapai kurang lebih 500%.

306

SALINAN
Penurunan harga avtur yang terjadi masih jah dari harga
batas atas menurut KM No. 9/2002; -----------------------9.7.5.4.

Dampak kenaikan avtur sangat merugikan Terlapor V,


apalagi Terlapor V menerbangi rute-rute yang harga
avturnya jauh lebih tinggi daripada kota-kota besar.
Penerbangan Terlapor V lebih banyak menerbangi ruterute perintis dimana kepentingan mobilitas masyarakat
baik barang maupun jasa sangat perlu dibantu; -----------

9.7.5.5.

Dengan kondisi ketidaksediaan avtur di daerah-daerah


yang diterbangi Terlapor V, mengakibatkan Terlapor V
harus melaksanakan refueling double uplift, yang
mengakibatkan

daya

angkut

penumpang

menjadi

berkurang dan pendapatan atas kargo berkurang drastis.


Hal ini dikarenakan limitasi penumpang yang mau tidak
mau harus dilaksanakan Terlapor V oleh karena
komitmennya dalam keselamatan penerbangan; ---------9.7.6.

Terlapor VI, PT Travel Express menyatakan bahwa bahwa (vide


bukti C14.6); ---------------------------------------------------------------9.7.6.1.

Pangsa pasar Terlapor VI mengalami penurunan selama


kurun waktu 4 tahun (2004-2008) sebesar 0,71% akibat
dari persaingan yang ada; ------------------------------------

9.7.6.2.

Asumsi load factor Terlapor VI realistis berdasarkan


kemampuan yang dimiliki sesuai dengan rata-rata aktual
load factor Terlapor VI; --------------------------------------

9.7.6.3.

Perhitungan fuel surcharge Terlapor VI secara rata-rata


masih lebih rendah dibandingkan dengan rasta-rata fuel
surcharge

berdasarkan

perhitungan

Departemen

Perhubungan; -------------------------------------------------9.7.6.4.

Fuel

Surcharge

bukanlah

merupakan

pendapatan

melainkan adalah salah satu komponen biaya tambahan


yang harus dibayarkan oleh konsumen seperti halnya
PPN dan IWJR; ------------------------------------------------

307

SALINAN
9.7.6.5.

Terlapor VI mempertanyakan keabsahan data yang


diperoleh terhadap aktual penumpang yang tidak ada
verifikasinya sebagai dasar perhitungan perbedaan yang
sangat signifikan antara biaya fuel surcharge yang
diterima dengan fuel cost yang dikeluarkan;---------------

9.7.6.6.

Kesimpulan Tim Pemeriksa yang menyatakan fuel


surcharge merupakan kompensasi dari kenaikan harga
avtur yang dimasukkan ke dalam komponen tarif tiket
pesawat penerbangan yang dibebankankepada konsumen
adalah tidak benar karena fuel surcharge merupakan
biaya tambahan di luar tarif yang harus dibayarkan oleh
konsumen seperti halnya dengan PPN dan IWJR; --------

9.7.7.

Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines dan Terlapor VIII, PT


Wings Abadi Airlines menyatakan bahwa bahwa (vide bukti
C14.7); ----------------------------------------------------------------------9.7.7.1.

Menurut logika hukum, dugaan pelanggaran Pasal 5 dan


Pasal 21 harus dibuktikan. Dengan adanya kata sambung
dan, maka jika hanya salah satu pasal yang terbukti,
maka seluruh dugaan menjadi tidak memenuhi unsur
dugaan dan konsekuensi yuridisnya adalah bahwa
dugaan dimaksud menjadi gugur dan tidak terbukti; -----

9.7.7.2.

Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya, Terlapor


VII dan Terlapor VIII menyatakan tidak terbukti
melanggar Pasal 5, sehingga oleh karena salah satu
unsur dugaan tidak terbukti, maka terhadap dugaan Pasal
21 tidak perlu dibuktikan lagi kebenarannya dan
konsekuensi

yuridisnya

adalah

dugaan

dimaksud

menjadi tidak terbukti dan gugur; --------------------------9.7.8.

Terlapor IX, PT Metro Batavia menyatakan keberatan dengan


dugaan penetapan biaya secara curang karena apa yang dilakukan
oleh Terlapor IX dalam menentukan fuel surcharge sebagai
komponen harga tiket pesawat selalu mengikuti apa yang

308

SALINAN
diinstruksikan oleh Pemerintah dalam hal ini Dirjen Perhubungan
Udara Departemen Perhubungan RI. Sehingga hal tersebut tidak
patut secara hukum dinyatakan sebagai suatu kegiatan melakukan
kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya
yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa
yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat
(vide bukti C14.8) ---------------------------------------------------------9.7.9.

Terlapor X, PT Kartika Airlines menyatakan tidak pernah


menggunakan fuel surcharge untuk kepentingan lain selain untuk
biaya avtur (vide bukti C14.9); -------------------------------------------

9.7.10. Terlapor XII, PT Trigana Air Service menyatakan bahwa bahwa


(vide bukti C14.10); -------------------------------------------------------9.7.10.1. Semua komponen biaya produksi atau pengoperasian
pesawat, baik pesawat jet maupun non jet sudah
tercantum secara resmi dalam KM 8/2001; ---------------9.7.10.2. Departemen Perhubungan telah mengeluarkan KM
9/2002 yang menentukan maksimum besaran harga tiket
untuk setiap rute berdasarkan jarak tempuh. Hal ini
untuk

mencegah

terjadinya

kecurangan

dalam

menetapkan biaya produksi oleh operator pesawat yang


dapat merugikan masyarakat;-------------------------------9.7.10.3. Untuk menghindari persaingan tidak sehat antar
operator,

maka

Departemen

Perhubungan

telah

mengeluarkan KM 36/2005 yang menentukan tarif


referensi atau batas bawah. Bila ada operator yang
menjual tiket di bawah tarif referensi, maka kepada
operator tersebut akan dilakukan audit oleh Departemen
Perhubungan untuk menjamin tidak adanya biaya yang
terkurangi dalam hal keselamatan penerbangan seperti
perawatan pesawat, training pilot dan teknisi;------------9.7.10.4. Berdasarkan penjelasan di atas, Terlapor XII sebagai
operator

pesawat

tidak

mungkin

melakukan

309

SALINAN
penggelembungan biaya produksi, karena tarif batas atas
sudah ditentukan oleh Menteri Perhubungan, serta tidak
mungkin pula melakukan reduksi pada biaya operasional
karena tarif referensi batas bawah juga sudah ditentukan
oleh Menteri Perhubungan; ---------------------------------9.7.11. Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia menyatakan bahwa bahwa
(vide bukti C14.11); -------------------------------------------------------9.7.11.1. Fuel surcharge yang diberlakukan Terlapor XIII adalah
akibat dari kenaikan harga minyak dunia. Oleh karena
itu fuel surcharge yang diterapkan Terlapor XIII pada
tanggal 10 Mei 2006 adalah bukan untuk mencari
keuntungan / pendapatan tambahan bagi perusahaan; ---9.7.11.2. Terlapor XIII tidak pernah melakukan kecurangan untuk
mendapatkan keuntungan/pendapatan tambahan untuk
perusahaan dalam menetapkan harga fuel surcharge
yang dibuktikan dengan harga fuel surcharge yang
diterapkan oleh Terlapor XIII selalu lebih kecil
dibanding dengan harga fuel cost untuk bulan Mei 2006
s/d Oktober 2009, formula fuel surcharge yang
dirumuskan Departemen Perhubungan dan formula fuel
surcharge yang dirumuskan KPPU, yang dibuktikan
dengan grafik dalam Pembelaan Terlapor XIII;----------9.7.11.3. Mengingat

bahwa

Tim

Pemeriksa

telah

keliru

memasukkan data besaran fuel surcharge Terlapor XIII


pada Tabel 23, 24 dan 25, maka dinyatakan terjadi
kekeliruan pada seluruh tabel maupun grafik yang
ditujukan untuk Terlapor XIII. Oleh karena itu, seluruh
tabel maupun grafik yang ada dapat dinyatakan tidak
berlaku untuk Terlapor XIII dan kecenderungan untuk
mengambil

keuntungan/pendapatan

tambahan

bagi

perusahaan atas penerapan fuel surcharge tidak dapat


dibuktikan; -----------------------------------------------------

310

SALINAN
9.7.11.4. Seiring dengan menurunnya harga minyak dunia,
Terlapor XIII mencabut fuel surcharge sejak bulan
November 2008 hingga sekarang;--------------------------9.8.

Menimbang bahwa berdasarkan LHPL dan Pembelaan/Tanggapan para


Terlapor, Majelis Komisi menilai hal-hal sebagai berikut;-----------------------9.8.1.

Bahwa Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999 diterapkan dalam kerangka


penetapan harga rendah dengan tujuan mematikan pelaku usaha
pesaingnya dan untuk menguasai pasar dalam kondisi persaingan
yang cukup ketat. Sehingga kecurangan dalam menetapkan biaya
produksi dan biaya lainnya harus ditafsirkan terkait dengan
tindakan untuk memperoleh biaya faktor-faktor produksi yang lebih
rendah dari seharusnya;----------------------------------------------------

9.8.2.

Bahwa Majelis Komisi menilai dalam menetapkan biaya produksi,


para Terlapor sudah mempertimbangkan pergerakan harga avtur,
sehingga tidak dapat dibuktikan terjadi kecurangan; ------------------

9.8.3.

Bahwa Majelis Komisi menilai dengan adanya perjanjian penetapan


fuel surcharge yang bersifat lessening competition sehingga tidak
menjadi penting bagi Terlapor untuk menetapkan biaya produksi
yang rendah;-----------------------------------------------------------------

9.8.4.

Bahwa dengan demikian uraian mengenai penetapan biaya secara


curang dalam perkara ini menjadi tidak relevan; -----------------------

10. Tentang Dampak;----------------------------------------------------------------------------10.1. Menimbang bahwa Majelis Komisi selanjutnya memperhitungkan kerugian
yang dialami oleh konsumen penerbangan ketika membayar fuel surcharge
sebagai akibat adanya penetapan harga yang dilakukan oleh para Terlapor; --10.2. Menimbang bahwa kerugian konsumen adalah sama dengan excessive fuel
surcharge yang dinikmati oleh para Terlapor; -------------------------------------10.3. Menimbang bahwa kerugian tersebut timbul karena fuel surcharge yang
diterapkan oleh maskapai secara bersama-sama telah melampaui fuel
surcharge Acuan Estimasi dan Acuan Dephub; -----------------------------------10.4. Menimbang bahwa Majelis Komisi menggunakan fuel surcharge sebesar Rp
20.000,- (duapuluh ribu rupiah) pada tingkat harga avtur Rp 5.921,- (lima ribu

311

SALINAN
sembilan ratus dua puluh satu rupiah) sebagai fuel surcharge Acuan Estimasi
dalam menetapkan kerugian konsumen penerbangan. Perubahan-perubahan
besaran fuel surcharge yang diterapkan oleh maskapai penerbangan karena itu
diharapkan

mengikuti

perubahan

harga

avtur

secara

proporsional.

Berdasarkan perhitungan ini, maka Majelis menemukan kelebihan fuel


surcharge (selisih antara fuel surcharge Aktual dengan fuel surcharge Acuan
Estimasi) sebesar Rp 13.843.165.835.099,- (tiga belas triliun delapan ratus
empat puluh tiga miliar seratus enam puluh lima juta delapan ratus tiga puluh
lima ribu sembilan puluh sembilan rupiah) sebagaimana diuraikan pada Tabel
10 dalam butir 8.6.2 Tentang Hukum Putusan a quo;----------------------------10.5. Menimbang bahwa Majelis Komisi menetapkan fuel surcharge menggunakan
formula dari Departemen Perhubungan sebagai fuel surcharge Acuan Dephub
dalam

menetapkan

kerugian

konsumen

penerbangan.

Berdasarkan

perhitungan ini, maka Majelis menemukan kelebihan fuel surcharge (selisih


antara fuel surcharge Aktual dengan fuel surcharge Acuan Dephub) sebesar
Rp 5.081.739.669.158,- (lima triliun delapan puluh satu miliar tujuh ratus
tiga puluh sembilan juta enam ratus enam puluh sembilan ribu seratus lima
puluh delapan rupiah) sebagaimana diuraikan pada Tabel 11 dalam butir 8.6.3
Tentang Hukum Putusan a quo;-----------------------------------------------------10.6. Dengan demikian Majelis Komisi menilai adanya dampak terhadap kerugian
konsumen setidak-tidaknya sebesar Rp 5.081.739.669.158,-

(lima triliun

delapan puluh satu miliar tujuh ratus tiga puluh sembilan juta enam ratus
enam puluh sembilan ribu seratus lima puluh delapan rupiah) sampai dengan
Rp 13.843.165.835.099,- (tiga belas triliun delapan ratus empat puluh tiga
miliar seratus enam puluh lima juta delapan ratus tiga puluh lima ribu
sembilan puluh sembilan rupiah) selama periode 2006 s/d 2009; ---------------11. Tentang Pemenuhan Unsur Pasal 5 UU No. 5/1999;----------------------------------11.1. Menimbang bahwa Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 berbunyi sebagai
berikut: ----------------------------------------------------------------------------------(1)

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha


pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa

312

SALINAN
yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar
bersangkutan yang sama.
(2)

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi:


11.1.1. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
11.1.2. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.

11.2. Menimbang bahwa untuk membuktikan terjadi atau tidak terjadinya


pelanggaran Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999, maka Majelis Komisi
mempertimbangkan unsur-unsur pasal sebagai berikut: --------------------------11.3. Unsur Pelaku Usaha dan Pelaku Usaha Pesaing;-----------------------------11.3.1. Bahwa yang dimaksud pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 5
Tahun 1999 adalah orang perorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha
dalam bidang ekonomi; -----------------------------------------------------11.3.2. Bahwa Terlapor XI, PT Linus Airways tidak memenuhi Unsur Pelaku
Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 5
Tahun 1999 karena secara de facto sudah dicabut seluruh Ijin
Operasinya oleh Departemen Perhubungan dan sudah tidak
menjalankan kegiatan usaha di bidang Angkutan Udara Niaga
Berjadwal, sehingga pemenuhan unsur-unsur Pasal 5 untuk Terlapor
XI, PT Linus Airways tidak perlu dibuktikan lebih lanjut;-------------11.3.3. Bahwa yang dimaksud pelaku usaha dan pelaku usaha pesaing dalam
perkara a quo adalah Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero);
Terlapor II, PT Sriwijaya Air; Terlapor III, PT Merpati Nusantara
Airlines (Persero), Terlapor IV, PT Mandala Airlines; Terlapor V, PT
Riau Airlines; Terlapor VI, PT Travel Express; Terlapor VII, PT Lion
Mentari Airlines; Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines; Terlapor
IX, PT Metro Batavia; Terlapor X, PT Kartika Airlines; Terlapor XII,
PT Trigana Air Service, dan Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia

313

SALINAN
sebagaimana dimaksud dalam Bagian Tentang Hukum butir 5
Tentang Pelaku Usaha dan Pelaku Usaha Pesaing di atas; -------------11.3.4. Bahwa dengan demikian, Unsur Pelaku Usaha dan Pelaku Usaha
Pesaing terpenuhi; ----------------------------------------------------------11.4. Unsur Perjanjian; ---------------------------------------------------------------------11.4.1

Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU No. 5/1999, definisi


perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha
untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain
dengan nama apa pun, baik tertulis maupun tidak tertulis; -----------

11.4.2

Bahwa yang dimaksud dengan perjanjian dalam perkara a quo bukan


merupakan suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan
atau suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku; -

11.4.3

Bahwa yang dimaksud dengan perjanjian dalam perkara a quo adalah


perjanjian tidak tertulis untuk menetapkan besaran fuel surcharge
secara bersama-sama yang dilakukan oleh para Terlapor yaitu
Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero); Terlapor II, PT Sriwijaya
Air; Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), Terlapor
IV, PT Mandala Airlines; Terlapor VI, PT Travel Express Aviation
Service; Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines; Terlapor VIII, PT
Wings Abadi Airlines; Terlapor IX, PT Metro Batavia; Terlapor X,
PT Kartika Airlines; pada Periode I (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk
zona penerbangan dengan waktu tempuh 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan
2 s/d 3 jam sebagaimana diuraikan dalam Bagian Tentang Hukum
butir 7 Tentang Perjanjian dan butir 8 tentang Penetapan Harga di
atas; -----------------------------------------------------------------------------

11.4.4

Bahwa dengan demikian Unsur Perjanjian terpenuhi; ------------------

11.5. Unsur Penetapan Harga; ------------------------------------------------------------11.5.1. Bahwa yang dimaksud dengan harga yang ditetapkan atas suatu
barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau
pelanggan dalam perkara a quo adalah fuel surcharge; ----------------11.5.2. Bahwa formula perhitungan fuel surcharge, asumsi harga avtur,
asumsi konsumsi avtur dan asumsi load factor yang dibuat oleh

314

SALINAN
masing-masing Terlapor berbeda-beda, maka seharusnya pergerakan
fuel surcharge yang ditetapkan oleh masing-masing Terlapor juga
berbeda-beda berdasarkan pertimbangan ekonomi dari masingmasing perusahaan;----------------------------------------------------------11.5.3. Bahwa berdasarkan analisis pergerakan fuel surcharge, yang
dilakukan oleh Majelis Komisi yaitu uji korelasi dan homogenity
variance test, menunjukkan adanya trend yang sama, korelasi positif
dan variasi yang sama di antara para Terlapor yaitu Terlapor I, PT
Garuda Indonesia (Persero); Terlapor II, PT Sriwijaya Air; Terlapor
III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), Terlapor IV, PT
Mandala Airlines; Terlapor VI, PT Travel Express; Terlapor VII, PT
Lion Mentari Airlines; Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines;
Terlapor IX, PT Metro Batavia; Terlapor X, PT Kartika Airlines;
dalam menetapkan besaran fuel surcharge untuk periode Mei 2006
s/d Maret 2008 untuk zona waktu tempuh 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan
2 s/d 3 jam, meskipun formula perhitungan fuel surcharge, asumsi
harga avtur, asumsi konsumsi avtur dan asumsi load factor yang
dibuat oleh masing-masing Terlapor berbeda-beda; --------------------11.5.4. Bahwa adanya trend yang sama, korelasi positif dan variasi yang
sama dalam pergerakan fuel surcharge di antara para Terlapor
membuktikan adanya penetapan harga fuel surcharge oleh para
Terlapor tersebut sebagaimana diuraikan dalam Bagian Tentang
Hukum butir 8 Tentang Penetapan Harga di atas; -----------------------11.5.5. Bahwa dengan demikian Unsur Penetapan Harga terpenuhi;---------11.6. Unsur Pasar Bersangkutan;---------------------------------------------------------11.6.1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 UU No 5 Tahun
1999, definisi pasar bersangkutan adalah pasar yang berkaitan
dengan jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku
usaha atas barang dan atau jasa yang sama atau sejenis atau
substitusi dari barang dan atau jasa tersebut; -------------------------11.6.2. Bahwa yang dimaksud dengan pasar bersangkutan yang sama dalam
perkara a quo adalah layanan jasa penerbangan penumpang berjadwal

315

SALINAN
dari satu titik keberangkatan ke titik kedatangan di catchment area
pada setiap bandar udara sebagaimana diuraikan dalam Bagian
Tentang Hukum butir 6 Tentang Pasar Bersangkutan di atas; ---------11.6.3. Bahwa dengan demikian Unsur Pasar Bersangkutan terpenuhi; -----12. Tentang Pemenuhan Unsur Pasal 21 UU No. 5/1999; --------------------------------12.1

Menimbang bahwa Pasal 21 UU Nomor 5 Tahun 1999 berbunyi sebagai


berikut: Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan
biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen
harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat; -----------------------------------------------------

12.2

Menimbang bahwa untuk membuktikan terjadi atau tidak terjadinya


pelanggaran Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999, maka Majelis Komisi
mempertimbangkan unsur-unsur pasal sebagai berikut:--------------------------

12.3

Unsur Pelaku Usaha; ---------------------------------------------------------------12.3.1. Bahwa yang dimaksud pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 5
Tahun 1999 adalah orang perorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha
dalam bidang ekonomi; -----------------------------------------------------12.3.2. Bahwa Terlapor XI, PT Linus Airways tidak memenuhi Unsur Pelaku
Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 5
Tahun 1999 karena secara de facto sudah dicabut seluruh Ijin
Operasinya oleh Departemen Perhubungan dan sudah tidak
menjalankan kegiatan usaha di bidang Angkutan Udara Niaga
Berjadwal, sehingga pemenuhan unsur-unsur Pasal 21 untuk Terlapor
XI, PT Linus Airways tidak perlu dibuktikan lebih lanjut;-------------12.3.3. Bahwa yang dimaksud pelaku usaha dalam perkara a quo adalah
Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero); Terlapor II, PT Sriwijaya
Air; Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), Terlapor
IV, PT Mandala Airlines; Terlapor V, PT Riau Airlines; Terlapor VI,

316

SALINAN
PT Travel Express; Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines; Terlapor
VIII, PT Wings Abadi Airlines; Terlapor IX, PT Metro Batavia;
Terlapor X, PT Kartika Airlines; Terlapor XII, PT Trigana Air
Service, dan Terlapor XIII, PT Indonesia Air Asia sebagaimana
dimaksud dalam Bagian Tentang Hukum butir 5 Tentang Pelaku
Usaha dan Pelaku Usaha Pesaing di atas; --------------------------------12.3.4. Bahwa dengan demikian, Unsur Pelaku Usaha terpenuhi; ------------12.4

Unsur Penetapan Biaya Secara Curang; ---------------------------------------12.4.1 Bahwa yang dimaksud dengan biaya yang ditetapkan secara curang
dalam perkara a quo adalah fuel surcharge yang ditetapkan oleh para
Terlapor; ----------------------------------------------------------------------12.4.2 Bahwa fuel surcharge merupakan kompensasi dari kenaikan harga
avtur (aviation turbin) yang dimasukkan ke dalam komponen tarif
tiket pesawat penerbangan yang dibebankan kepada konsumen;------12.4.3 Bahwa berdasarkan analisis sebagaimana diuraikan dalam bagian
Tentang Hukum butir 9 Tentang Penetapan Biaya Secara Curang,
tidak terbukti adanya penetapan biaya secara curang dalam penerapan
fuel surcharge oleh masing-masing Terlapor; ---------------------------12.4.4 Bahwa dengan demikian, Unsur Penetapan Biaya Secara Curang
tidak terpenuhi;-------------------------------------------------------------12.4.5 Bahwa oleh karena salah satu unsur Pasal tidak terpenuhi, maka
unsur-unsur lainnya tidak perlu dipertimbangkan; -----------------------

13. Tentang Kesimpulan; -----------------------------------------------------------------------Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan dan uraian di atas, Majelis Komisi
sampai pada kesimpulan sebagai berikut:--------------------------------------------------13.1 Bahwa telah terbukti terjadi penetapan harga yang dilakukan oleh Terlapor I,
PT Garuda Indonesia (Persero); Terlapor II, PT Sriwijaya Air; Terlapor III,
PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), Terlapor IV, PT Mandala Airlines;
Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Service; Terlapor VII, PT Lion
Mentari Airlines; Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines; Terlapor IX, PT
Metro Batavia; Terlapor X, PT Kartika Airlines; yang terbukti dengan: --------

317

SALINAN
13.1.1

Adanya perjanjian penetapan harga sesuai dengan Berita Acara


Persetujuan Pelaksanaan Fuel Surcharge (Ref. Berita Acara
INACA Nomor 9100/53/V/2006 tanggal 4 Mei 2006), yang
kemudian dibatalkan dengan keluarnya Notulen Rapat INACA No.
9100/57/V/2006 pada tanggal 30 Mei 2006; ----------------------------

13.1.2

Adanya penetapan fuel surcharge secara terkoordinasi (concerted


actions) dalam zona penerbangan 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d
3 jam; ------------------------------------------------------------------------

13.1.3

Adanya hubungan positif dengan korelasi yang tinggi (nilai r ratarata di atas 0,95) antara fuel surcharge yang diterapkan para
Terlapor; ---------------------------------------------------------------------

13.1.4

Hasil Uji Homogenity of Variance dengan pendekatan Bartletts


terhadap fuel surcharge 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam
periode Mei 2006 s/d Oktober 2009 menunjukkan bahwa variasi
dari fuel surcharge masing-masing maskapai yang diuji adalah
sama; -------------------------------------------------------------------------

13.1.5

Terjadinya excessive price dalam penerapan fuel surcharge


berdasarkan perbandingan antara fuel surcharge aktual dengan fuel
surcharge acuan estimasi, dan perbandingan antara fuel surcharge
aktual dengan fuel surcharge acuan Dephub;---------------------------

13.1.6

Terjadinya excessive fuel surcharge yang dinikmati oleh 9


(sembilan) Terlapor yaitu Terlapor I, PT Garuda Indonesia
(Persero); Terlapor II, PT Sriwijaya Air; Terlapor III, PT Merpati
Nusantara Airlines (Persero), Terlapor IV, PT Mandala Airlines;
Terlapor VI, PT Travel Express; Terlapor VII, PT Lion Mentari
Airlines; Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines; Terlapor IX, PT
Metro Batavia; Terlapor X, PT Kartika Airlines; ----------------------

13.2 Bahwa tidak terbukti terjadi penetapan biaya secara curang dalam penerapan
fuel surcharge oleh para Terlapor yaitu Terlapor I, PT Garuda Indonesia
(Persero); Terlapor II, PT Sriwijaya Air; Terlapor III, PT Merpati Nusantara
Airlines (Persero), Terlapor IV, PT Mandala Airlines; Terlapor V, PT Riau
Airlines; Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Services; Terlapor VII, PT

318

SALINAN
Lion Mentari Airlines; Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines; Terlapor IX,
PT Metro Batavia; Terlapor X, PT Kartika Airlines; Terlapor XII, PT Trigana
Air Service, dan Terlapor XIII, PT Indonesia Air Asia; --------------------------14. Tentang Pertimbangan Majelis Komisi Sebelum Memutus;------------------------Menimbang bahwa sebelum memutuskan, Majelis Komisi mempertimbangkan halhal sebagai berikut:----------------------------------------------------------------------------14.1 Bahwa Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan bagi
para Terlapor sebagai berikut: -------------------------------------------------------14.1.1

Bahwa Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) sudah beberapa


kali terbukti melanggar hukum persaingan usaha; ---------------------

14.1.2

Bahwa Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines, Terlapor VIII, PT


Wings Abadi Airlines, dan Terlapor IX, PT Metro Batavia dinilai
tidak kooperatif karena tidak memberikan keterangan dan dokumen
yang memadai selama proses pemeriksaan ; ----------------------------

14.1.3

Bahwa sampai saat Putusan ini dibacakan, Terlapor I, PT Garuda


Indonesia (Persero), Terlapor II, PT Sriwijaya Air, Terlapor III, PT
Merpati Nusantara Airlines (Persero), Terlapor IV, PT Mandala
Airlines, Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Service,
Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines, Terlapor VIII, PT Wings
Abadi Airlines, Terlapor IX, PT Metro Batavia, Terlapor X, PT
Kartika Airlines, Terlapor XII, PT Trigana Air Service masih
memberlakukan fuel surcharge meskipun telah terbit KM No. 26
Tahun 2010 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan
Penetapan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi
Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri yang mulai
berlaku sejak tanggal 14 April 2010, dimana seharusnya fuel
surcharge sudah tidak diberlakukan lagi ; ------------------------------

14.2 Bahwa Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal yang meringankan bagi


para Terlapor sebagai berikut: -------------------------------------------------------14.2.1

Bahwa Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero), Terlapor II, PT


Sriwijaya Air, Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines
(Persero), Terlapor IV, PT Mandala Airlines, Terlapor V, PT Riau

319

SALINAN
Airlines, Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Service,
Terlapor X, PT Kartika Airlines, Terlapor XII, PT Trigana Air
Service dan Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia yang telah
kooperatif karena memberikan keterangan dan dokumen yang
memadai selama proses pemeriksaan; ----------------------------------14.2.2

Bahwa Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Service dan


Terlapor X, PT Kartika Airlines tidak ikut menandatangani
perjanjian penetapan fuel surcharge pada tanggal 4 Mei 2006; ------

15. Tentang Perhitungan Denda;--------------------------------------------------------------Menimbang bahwa dalam mengenakan sanksi denda bagi para Terlapor, Majelis
Komisi memperhitungkan hal-hal sebagai berikut: ---------------------------------------15.1 Bahwa berdasarkan Pasal 36 huruf l jo. Pasal 47 ayat (1) UU No. 5 Tahun
1999, Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif
terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU No. 5 Tahun 1999; ----15.2 Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 47 ayat (2) huruf g, UU No. 5 Tahun
1999, Komisi berwenang menjatuhkan sanksi tindakan administratif berupa
pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,- (satu

miliar

rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.0000,- (dua puluh lima miliar


rupiah); ----------------------------------------------------------------------------------15.3 Bahwa Majelis Komisi mempertimbangkan nilai excessive FS Terlapor I, PT
Garuda Indonesia (Persero) sebagai acuan tertinggi dalam menetapkan denda
maksimum Rp 25.000.000.000,- (Dua Puluh Lima Miliar Rupiah), maka
denda terhadap Terlapor lainnya adalah proporsional terhadap nilai excessive
FS masing-masing Terlapor atau serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,(Satu Miliar Rupiah);------------------------------------------------------------------16. Tentang Perhitungan Ganti Rugi;--------------------------------------------------------16.1 Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 36 huruf j dan l jo. Pasal 47
huruf f, Komisi berwenang memutuskan dan menetapkan ada atau tidak
adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat dan berwenang
menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif penetapan pembayaran
ganti rugi terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU No. 5 Tahun
1999;--------------------------------------------------------------------------------------

320

SALINAN
16.2 Menimbang bahwa Majelis Komisi menetapkan adanya kerugian di pihak
masyarakat dan menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif penetapan
pembayaran ganti rugi kepada masyarakat melalui pemerintah sebesar 10%
(sepuluh persen) dari excessive fuel surcharge masing-masing Terlapor
dengan perkecualian kepada Terlapor VI (PT. Travel Express Aviation) dan
Terlapor X (PT. Kartika Airlines) yang ditetapkan sebesar 5% (lima persen)
dengan mempertimbangkan bahwa kedua Terlapor tersebut merupakan
perusahaan yang masih akan berkembang, skala usaha kecil dengan jumlah
armada pesawat yang terbatas, dan beroperasi pada jalur perintis di luar kotakota besar; ------------------------------------------------------------------------------17. Tentang Saran dan Pertimbangan kepada Pemerintah;-----------------------------Menimbang bahwa sebelum memutus perkara ini, Majelis Komisi memandang perlu
untuk memberikan rekomendasi kepada Komisi untuk menyampaikan saran dan
pertimbangan kepada Pemerintah sebagai berikut: ---------------------------------------17.1 Pemerintah c.q. Kementerian Perhubungan Republik Indonesia agar tidak
memberikan kewenangan kepada asosiasi atau perhimpunan pelaku usaha
untuk menetapkan harga atau tarif;--------------------------------------------------17.2 Bahwa pembayaran ganti rugi dari Terlapor yang disetor ke APBN agar
digunakan sebesar-besarnya untuk meningkatkan fasilitas bandara dan
pelayanan umum kepada masyarakat;-----------------------------------------------18. Tentang Diktum Putusan dan Penutup;-------------------------------------------------Menimbang bahwa berdasarkan fakta dan kesimpulan di atas, serta dengan
mengingat Pasal 43 ayat (3) Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1999, Majelis

Komisi: ------------------------------------------------------------------------------------------

MEMUTUSKAN

1. Menyatakan bahwa Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero); Terlapor II,


PT Sriwijaya Air; Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero);
Terlapor IV, PT Mandala Airlines; Terlapor VI, PT Travel Express Aviation
Service; Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines; Terlapor VIII, PT Wings
Abadi Airlines; Terlapor IX, PT Metro Batavia; Terlapor X, PT Kartika

321

SALINAN
Airlines terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 UU No. 5
Tahun 1999;-----------------------------------------------------------------------------------2. Menyatakan bahwa Terlapor V, PT Riau Airlines; Terlapor XI, PT Linus
Airways; Terlapor XII, PT Trigana Air Service; dan Terlapor XIII, PT
Indonesia AirAsia tidak terbukti melanggar Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999; ---3. Menyatakan bahwa Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero); Terlapor II,
PT Sriwijaya Air; Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero);
Terlapor IV, PT Mandala Airlines; Terlapor V, PT Riau Airlines; Terlapor VI,
PT Travel Express Aviation Services; Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines,;
Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines; Terlapor IX, PT Metro Batavia;
Terlapor X, PT Kartika Airlines; Terlapor XI, PT Linus Airways; Terlapor
XII, PT Trigana Air Service; dan Terlapor XIII, PT Indonesia AirAsia tidak
terbukti melanggar Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1999; ---------------------------------4. Menetapkan adanya kerugian masyarakat setidak-tidaknya sebesar Rp
5.081.739.669.158,- (lima triliun delapan puluh satu miliar tujuh ratus tiga
puluh sembilan juta enam ratus enam puluh sembilan ribu seratus lima puluh
delapan rupiah) sampai dengan Rp 13.843.165.835.099,- (tiga belas triliun
delapan ratus empat puluh tiga miliar seratus enam puluh lima juta delapan
ratus tiga puluh lima ribu sembilan puluh sembilan rupiah) selama periode
2006 s/d 2009;---------------------------------------------------------------------------------5. Memerintahkan pembatalan perjanjian penetapan fuel surcharge baik secara
tertulis maupun tidak tertulis yang dilakukan oleh Terlapor I, PT Garuda
Indonesia (Persero); Terlapor II, PT Sriwijaya Air; Terlapor III, PT Merpati
Nusantara Airlines (Persero); Terlapor IV, PT Mandala Airlines; Terlapor VI,
PT Travel Express Aviation Services; Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines;
Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines; Terlapor IX, PT Metro Batavia; dan
Terlapor X, PT Kartika Airlines;---------------------------------------------------------6. Menghukum Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) membayar denda
sebesar Rp. 25.000.000.000,- (duapuluh lima milyar rupiah) yang harus disetor
ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang
persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui

322

SALINAN
bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda
Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); --------------------------------------------7. Menghukum Terlapor II, PT Sriwijaya Air membayar denda sebesar
Rp. 9.000.000.000,- (sembilan milyar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara
sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha
Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah
dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang
Persaingan Usaha); --------------------------------------------------------------------------8. Menghukum Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero)
membayar denda sebesar Rp. 8.000.000.000,- (delapan milyar rupiah) yang
harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di
bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha
melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda
Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); --------------------------------------------9. Menghukum Terlapor IV, PT Mandala Airlines membayar denda sebesar Rp.
5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai
setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan
Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan
kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang
Persaingan Usaha); --------------------------------------------------------------------------10. Menghukum Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Service membayar
denda sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) yang harus disetor ke
Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang
persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui
bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda
Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha); --------------------------------------------11. Menghukum Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines membayar denda sebesar
Rp. 17.000.000.000,- (tujuhbelas milyar rupiah) yang harus disetor ke Kas
Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan
usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank
Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran
di Bidang Persaingan Usaha); --------------------------------------------------------------

323

SALINAN
12. Menghukum Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines membayar denda
sebesar Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) yang harus disetor ke Kas
Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan
usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank
Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran
di Bidang Persaingan Usaha); -------------------------------------------------------------13. Menghukum Terlapor IX, PT Metro Batavia membayar denda sebesar Rp.
9.000.000.000,- (sembilan milyar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara
sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha
Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah
dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang
Persaingan Usaha); --------------------------------------------------------------------------14. Menghukum Terlapor X, PT Kartika Airlines membayar denda sebesar Rp
1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai
setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan
Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan
kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang
Persaingan Usaha); --------------------------------------------------------------------------15. Menghukum Terlapor I, PT Garuda Indonesia (Persero) membayar ganti rugi
sebesar Rp. 162.000.000.000,- (seratus enam puluh dua milyar rupiah) yang
harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan ganti rugi
pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas
Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755;
16. Menghukum Terlapor II, PT Sriwijaya Air membayar ganti rugi sebesar
Rp. 60.000.000.000,- (enam puluh milyar rupiah) yang harus disetor ke Kas
Negara sebagai setoran pendapatan ganti rugi pelanggaran di bidang
persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui
bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755; ---------------------------------17. Menghukum Terlapor III, PT Merpati Nusantara Airlines (Persero)
membayar ganti rugi sebesar Rp. 53.000.000.000,- (lima puluh tiga milyar
rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan ganti

324

SALINAN
rugi pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas
Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755;
18. Menghukum Terlapor IV, PT Mandala Airlines membayar ganti rugi sebesar
Rp. 31.000.000.000,- (tiga puluh satu milyar rupiah) yang harus disetor ke Kas
Negara sebagai setoran pendapatan ganti rugi pelanggaran di bidang
persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui
bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755; ---------------------------------19. Menghukum Terlapor VI, PT Travel Express Aviation Service membayar
ganti rugi sebesar Rp.1.900.000.000,- (satu miliar sembilan ratus juta rupiah)
yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan ganti rugi
pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas
Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755;
20. Menghukum Terlapor VII, PT Lion Mentari Airlines membayar ganti rugi
sebesar Rp. 107.000.000.000,- (seratus tujuh milyar rupiah) yang harus disetor
ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan ganti rugi pelanggaran di bidang
persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui
bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755; ---------------------------------21. Menghukum Terlapor VIII, PT Wings Abadi Airlines membayar ganti rugi
sebesar Rp. 32.500.000.000,- (tiga puluh dua milyar lima ratus juta rupiah)
yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan ganti rugi
pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas
Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755;
22. Menghukum Terlapor IX, PT Metro Batavia membayar ganti rugi sebesar Rp.
56.000.000.000,- (lima puluh enam milyar rupiah) yang harus disetor ke Kas
Negara sebagai setoran pendapatan ganti rugi pelanggaran di bidang
persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui
bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755; ---------------------------------23. Menghukum Terlapor X, PT Kartika Airlines membayar ganti rugi sebesar Rp
1.600.000.000,- (satu miliar enam ratus juta rupiah) yang harus disetor ke Kas
Negara sebagai setoran pendapatan ganti rugi pelanggaran di bidang
persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui
bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755; ----------------------------------

325

SALINAN
Bahwa setelah Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor VI, Terlapor
VII, Terlapor VIII, Terlapor IX, Terlapor X melakukan pembayaran denda dan ganti
rugi, maka salinan bukti pembayaran denda dan ganti rugi tersebut dilaporkan dan
diserahkan ke KPPU.

Bahwa sebelum Putusan ini ditetapkan, salah satu anggota Majelis Komisi
menyampaikan dissenting opinion sebagai berikut:

Bahwa saya, Dr. A.M. Tri Anggraini, S.H., M.H. sebagai salah satu Majelis
Komisi Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 menyatakan berbeda pendapat dengan
pertimbangan Majelis Komisi dalam hal perintah pembayaran ganti rugi. Hal ini
didasarkan pertimbanganpertimbangan yang terdapat dalam beberapa aturan hukum,
antara lain Pasal 36 huruf j UU No. 5 Tahun 1999 yang menyatakan, bahwa wewenang
Komisi meliputi memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di
pihak pelaku usaha lain atau masyarakat. Disamping itu, Pasal 47 ayat (2) huruf f UU
No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa tindakan administratif sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat berupa penetapan pembayaran ganti rugi. Meskipun Komisi
memiliki kewenangan untuk memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya
kerugian di pihak lain atau masyarakat, tetapi tidak dapat diartikan bahwa Komisi dapat
membebankan tindakan administratif berupa penetapan pembayaran ganti rugi terhadap
Terlapor yang melanggar UU No. 5 Tahun 1999 dan mengakibatkan kerugian
masyarakat, dengan cara menetapkan pembayaran ganti rugi tersebut kepada Negara.
Penetapan ganti rugi berdasarkan Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1999 yang
ditentukan dalam Pedoman Pasal 47 tentang Tindakan Adminstratif oleh KPPU adalah
jenis ganti rugi aktual (actual damages) dengan menerapkan prinsip-prinsip penetapan
ganti rugi sesuai konteks Hukum Perdata, dimana beban pembuktian berada pada pelaku
usaha yang meminta ganti kerugian.9
Selain itu, prosedur mengenai ganti rugi kepada pihak yang dirugikan sebagai
akibat terjadinya pelanggaran terhadap UU diatur dalam Pasal 38 ayat (2) UU No. 5
Tahun 1999 yang menyatakan bahwa pihak yang dirugikan sebagai akibat terjadinya
9

Lihat Keputusan KPPU Nomor 252/KPPU/Kep/VII/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan


Ketentuan Pasal 47 UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat Bagian B Huruf f tentang Penetapan Ganti Rugi, hal. 7.

326

SALINAN
pelanggaran terhadap UU ini dapat melaporkan secara tertulis kepada Komisi dengan
keterangan yang lengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian
yang ditimbulkan, dengan menyertakan identitas Terlapor. Ketentuan ini menunjukkan
bahwa penetapan ganti rugi yang diakui dalam UU tersebut adalah ganti rugi terhadap
pihak yang dirugikan sebagai akibat pelanggaran atas UU No. 5 Tahun 1999. Oleh
karena itu, penetapan dan pembayaran ganti rugi adalah ditujukan kepada pihak yang
dirugikan, bukan kepada Negara.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, saya menyatakan tidak
sependapat dengan Amar Putusan KPPU Perkara Nomor 25/KPPU-I/2009 Nomor 15
sampai dengan 23.

Demikian putusan ini ditetapkan melalui musyawarah dalam Sidang Majelis Komisi
pada hari Selasa tanggal 04 Mei 2010 dan dibacakan di muka persidangan
yang dinyatakan terbuka untuk umum pada hari dan tanggal yang sama oleh Majelis
Komisi yang terdiri dari Dr. A.M. Tri Anggraini, S.H., M.H, sebagai Ketua Majelis, Ir.
M. Nawir Messi, M.Sc. dan Benny Pasaribu, Ph.D masing-masing sebagai Anggota
Majelis, dengan dibantu oleh Firman Budiana Nugraha, S.E. dan Rosanna Sarita, S.H.
masing-masing sebagai Panitera.

Ketua Majelis,

Dr. A.M. Tri Anggraini, S.H., M.H

Anggota Majelis,

Ir. M. Nawir Messi, M.Sc.

Anggota Majelis,

Benny Pasaribu, Ph.D

327

SALINAN
Panitera,

Firman Budiana Nugraha, S.E.

Rosanna Sarita, S.H.

Salinan sesuai dengan aslinya:


SEKRETARIAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
Plt. Sekretaris Jenderal,

Mokhamad Syuhadhak

328

Anda mungkin juga menyukai