Anda di halaman 1dari 267

APLIKASI TERAPI UNTUK ANAK AUTIS

DENGAN METODE LOVAAS

BERBASIS MULTIMEDIA INTERAKIF

(Studi Kasus: SD Yayasan Pantara)

Oleh:

MUHAMMAD SYAH REZA


204091002578

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M / 1432 H
APLIKASI TERAPI UNTUK ANAK AUTIS

DENGAN METODE LOVAAS

BERBASIS MULTIMEDIA INTERAKIF

(Studi Kasus: SD Yayasan Pantara)

Oleh:

MUHAMMAD SYAH REZA


204091002578

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M / 1432 H
i
APLIKASI TERAPI UNTUK ANAK AUTIS

DENGAN METODE LOVAAS

BERBASIS MULTIMEDIA INTERAKIF

(Studi Kasus: SD Yayasan Pantara)

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Komputer

Disusun oleh:

MUHAMMAD SYAH REZA


204091002578

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M / 1432 H

ii
APLIKASI TERAPI UNTUK ANAK AUTIS

DENGAN METODE LOVAAS

BERBASIS MULTIMEDIA INTERAKIF

(Studi Kasus: SD Yayasan Pantara)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Komputer

Pada Fakultas Sains dan Teknologi

Oleh:

Muhammad Syah Reza


204091002578

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Qurratul Aini, MT Dra. Nani Radiastuti, M.Si


NIP 19730325 200901 2001 NIP 19650902 200112 2001

Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Informatika
Fakultas Sains dan Teknologi

Yusuf Durrachman, M.Sc., M.IT


NIP 19710522 200604 1002

iii
PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “Aplikasi Terapi Untuk Anak Autis Dengan Metode

Lovaas Berbasis Multimedia Interaktif (Studi Kasus: SD Yayasan Pantara)” yang

ditulis oleh Muhammad Syah Reza, NIM 204091002578 telah diuji dan dinyatakan

LULUS dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 16 Juni 2011. Skripsi ini telah

diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Program Studi Teknik Informatika.

Jakarta, 16 Juni 2011

Menyetujui,

Penguji I Penguji II

Viva Arifin, MMSI Hendra Bayu Suseno, M.Kom


NIP 19730810 200604 2 001 NIP 19821211 200912 1 002

Pembimbing I Pembimbing II

Qurratul Aini, MT Dra. Nani Radiastuti, M.Si


NIP 19730325 200901 2 001 NIP 19650902 200112 2 001

Mengetahui,

Dekan Ketua
Fakultas Sains dan Teknologi Program Studi Teknik Informatika

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis Yusuf Durrachman, M.Sc, M.IT


NIP 19680117 200112 1 001 NIP 19710522 200604 1 002
iv
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR

HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI

SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Juni 2011

Muhammad Syah Reza


NIM. 2040 9100 2578

v
ABSTRAK

MUHAMMAD SYAH REZA, Aplikasi Terapi Untuk Anak Autis Dengan


Metode Lovaas Berbasis Multimedia Interaktif. (Di bawah bimbingan Ibu
QURROTUL AINI, MT dan Ibu Dra. NANI RADIASTUTI M.Si).

Penyebab Autisme masih menjadi spekulasi di kalangan medis. Begitupun


di kalangan masyarakat awam juga masih banyak yang memiliki pemahaman
salah mengenai Autisme. Salah satu yang menyebabkan Autisme pada anak
adalah dampak dari banyaknya polusi seperti yang terjadi di Indonesia.
Ketidakpahaman mengenai Autisme ini diperparah dengan penanganan yang tidak
tepat dan lamban sehingga keadaan penderita Autisme kian buruk. Penanganan
Autisme dapat dilakukan dengan terapi. Salah satunya terapi dengan metode
Lovaas dengan kurikulum ABA (Applied Behavior Application)-nya. Terapi
dengan metode Lovaas dapat diaplikasikan pada terapi berbasis multimedia
interaktif. Metode Lovaas telah banyak mendapat pengakuan sebagai metode
terapi yang efektif dalam penanganan autisme. Di samping itu, metode Lovaas
adalah satu-satunya metode dalam penanganan autisme yang memungkinkan
untuk mengadopsi elemen-elemen dalam multimedia. Dengan pemanfaatan
teknologi informasi dan pengembangan aplikasi multimedia dapat memungkinkan
dibuatnya alat terapi yang menghibur sekaligus memiliki nilai fungsionalitas dan
fleksibilitas dalam penggunaannya.
Berdasarkan pada permasalahan tersebut, peneliti hendak mengembangkan
aplikasi terapi multimedia interaktif bagi anak Autis dengan metode Lovaas
sebagai media terapi alternatif yang dapat diterapkan pada anak Autis. Aplikasi ini
dibuat dengan Adobe Director 11.5 yang dibantu dengan Adobe Flash, serta
Adobe Photoshop. Untuk pengembangan aplikasi ini menggunakan empat metode
pengumpulan data yaitu wawancara, studi lapangan, studi pustaka dan kuesioner
serta metode pengembangan multimedia menurut Suyanto (2003). Dari hasil
penyebaran kuesioner dan uji coba aplikasi kepada 20 responden yang terdiri dari
orang tua, terapis dan shadow teacher, disimpulkan bahwa aplikasi terapi
multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode Lovaas (Cleverland) ini
efektif dan dapat dijadikan sebagai media terapi alternatif dalam penanganan anak
penderita Autisme. Hasil dari pembuatan skripsi ini adalah CD interaktif dengan
kapasitas 35 MB aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis dengan
metode Lovaas.

Kata kunci: Multimedia, Autis, Terapi, Lovaas.

vi
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, puji syukur yang mendalam penulis

haturkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat, kasih sayang, petunjuk dan

bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini

yang berjudul, “Aplikasi Terapi Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas

Berbasis Multimedia Interaktif”. Shalawat serta salam tercurah kepada

junjungan Baginda Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan

para pengikutnya hingga akhir zaman kelak.

Penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu tugas akademis yang

harus dilakukan mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Sains

dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, guna

memenuhi syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan “Sarjana Komputer”.

Selama penulisan skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan,

bimbingan dan dukungan baik moril, materil maupun spirituil dari berbagai pihak.

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. DR. Komarudin Hidayat selaku Rektor Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah, Jakarta. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis

selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah, Jakarta.

2. Ibu Qurrotul Aini, MT, selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dra. Nani

Radiastuti, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan

vii
bimbingan dan perhatiannya dengan sabar kepada penulis dalam penyusunan

skripsi ini.

3. Ibu Viva Arifin, MMSI selaku dosen penguji I dan Bapak Hendra Bayu

Suseno, M.Kom selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan

masukan bagi penyusunan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan pelajaran dan materi kuliah

yang sangat berguna sebagai bekal penulis untuk menyongsong masa depan.

5. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Sains dan Teknologi.

6. Segenap pengurus dan jajaran pengajar SD Yayasan Pantara, yang telah

membuka pintu selebar-lebarnya dan memberikan kesempatan kepada penulis

untuk menimba ilmu dalam penelitian yang penulis lakukan untuk memenuhi

kebutuhan penulisan skripsi ini.

Akhirul kalam, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan

terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang banyak membantu

penulis dalam penyusunan skripsi ini. Mohon maaf atas segala kekurang dan

kekhilafan. Penulis berharap semoga skripsi yang penulis susun ini memiliki

manfaat bagi siapa pun yang membacanya.

Jakarta, Juni 2011

Muhammad Syah Reza


NIM: 204091002578

viii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i


HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………… iii
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………. iv
LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………… v
ABSTRAK…………………………………………………………………… vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………... xii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. xvii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. xviii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….. xxiv
DAFTAR ISTILAH ………………………………………………………... xxv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………… 1
1.2 Identifikasi Masalah …………………………………… 4
1.3 Rumusan Masalah ……………………………………... 4
1.4 Batasan Masalah ……………………………………….. 5
1.5 Tujuan Penelitian ………………………………………. 7
1.6 Manfaat Penelitian …………………………………….. 8
1.7 Metode Penelitian………………………………………. 10
1.7.1 Metode Pengumpulan Data ………………..… 10
1.7.2 Metode Pengembangan Aplikasi Multimedia.... 10
1.8 Sistematika Penulisan ………………………………….. 11

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 Computer Software (Aplikasi Komputer) ……………… 12

xii
2.2 Software Development Proccess (Proses Pengembangan
Aplikasi) ………………………………………..……… 12
2.3 Terapi ………………………………………………….. 13
2.4 Multimedia …………………………………………….. 14
2.4.1 Sejarah Multimedia …………………………. 15
2.4.2 Definisi Multimedia ………………………… 16
2.4.3 Kegunaan Multimedia ……………………… 16
2.4.4 Siklus Pengembangan Sistem Multimedia ….. 17
2.4.5 Jenis Aplikasi Multimedia ………………….. 29
2.4.6 Perangkat Keras Aplikasi Multimedia ……… 23
2.4.7 Perangkat Lunak Aplikasi Multimedia ……... 23
2.5 Multimedia Interaktif ………………………………….. 24
2.5.1 Definisi Multimedia Interaktif ……………… 24
2.5.2 Elemen Multimedia Interaktif ……………… 25
2.6 Desain Komunikasi Visual …………………..………… 36
2.6.1 Definisi Desain Komunikasi Visual ………… 36
2.6.2 Fungsi Desain Komunikasi Visual ………….. 37
2.6.3 Elemen Desain Komunikasi Visual…………. 38
2.7 Software Perancang Terapi Multimedia Interaktif …….. 40
2.7.1 Adobe Photoshop …………………………… 41
2.7.2 Adobe Flash CS3 ……………………………. 44
2.7.3 Adobe Director 11.5 ………………………… 45
2.8 Autisme ……………………………………………… 46
2.8.1 Definisi Autisme ……………………………. 48
2.8.2 Penyebab Autisme ………………………….. 50
2.8.3 Ciri-ciri dan Karakteristik Anak Autis ……... 54
2.8.4 Kriteria Diagnostik Autisme ………………... 58
2.8.5 Penanganan Autisme………………………… 60
2.9 Metode Lovaas ………………………………………… 72
2.9.1 Kurikulum ABA (Applied Behavior
Application) …………………………………. 80

xiii
2.9.2 Pelatihan Anak Autis Secara Visual………… 87
2.9.3 Pelatihan Anak Autis Secara Audio ………… 88
2.10 Literatur Sejenis ………………………………………. 89
2.10.1 Kindergarten City…………………………… 89
2.10.2 Facial Emotion ……………………………… 91
2.10.3 Whizkid Gamesi …………………………….. 92
2.10.4 Cleverland…………………………………… 93
2.11 Interaksi Manusia dan Komputer ……………………… 95
2.11.1 Definisi Interaksi Manusia dan Komputer ….. 95
2.11.2 Antarmuka Pemakai (User Interface) ………. 96
2.12 Graphical User Interface/GUI ……………………….. 97
2.12.1 Desain User Interface ………………………. 98
2.12.2 Object-based User Interface ………………... 99
2.12.3 Komponen GUI …………………………….. 100
2.13 Perancangan Sistem …………………………………… 102
2.13.1 Alat Perancangan Sistem …………………… 102
2.13.2 State Transition Diagram/STD ……………... 102
2.13.3 Flowchart …………………………………… 105
2.14 Gambaran Umum Yayasan Pantara ……………………. 108
2.14.1 Sejarah/Latar Belakang ……………………... 108
2.14.2 Visi dan Misi………………………………… 109
2.14.3 Struktur Organisasi …………………………. 110

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Metode Pengumpulan Data ……………………………. 111
3.1.1 Studi Pustaka ……….……………………….. 111
3.1.2 Studi Lapangan……………………………… 112
3.1.3 Wawancara …………………………………. 114
3.1.4 Kuesioner ……………………………………. 115
3.2 Metode Pengembangan Aplikasi Multimedia..……….... 116
3.2.1 Konsep (Concept)……………………………. 118

xiv
3.2.2 Perancangan (Design)……………….……….. 118
3.2.3 Pengumpulan Bahan (Materal Collecting).….. 119
3.2.4 Pembuatan (Assembly)….……………………. 119
3.2.5 Pengujian (Testing)………..…………………. 119
3.2.6 Distribusi (Distribution)………..…………….. 120

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Analisis Perancangan…………………………………… 121
4.1.1 Identifikasi Masalah ………………………… 121
4.1.2 Hasil Studi Kelayakan ……………………… 123
4.1.3 Hasil Analisis Kebutuhan Sistem …………… 125
4.2 Pengembangan Aplikasi Multimedia…………………… 126
4.2.1 Konsep (Concept)……………………………. 127
4.2.2 Perancangan (Design)……………………….. 128
4.2.3 Pengumpulan Bahan (Material Collecting)…. 173
4.2.4 Pembuatan (Assembly)………………………. 181
4.2.5 Pengujian (Testing) …………………………. 193
4.2.6 Distribusi (Distribution) …………………….. 200
4.3 Tampilan Halaman-halaman Pengembangan Aplikasi
Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis
Dengan Metode Lovaas ……………………………….. 201

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan……………………………………………... 216
5.2 Saran……………………………………………………. 217

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 218

LAMPIRAN ………………………………………………………………… 223

xv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kurikulum ABA Tahap Awal (Beginner) ……………………. 89


Tabel 2.2 Kurikulum ABA Tahap Menengah (Intermediate)…………… 90
Tabel 2.3 Kurikulum ABA Tahap Lanjut (Advanced) ………………….. 91
Tabel 2.4 Komponen GUI……………………………………………….. 109
Tabel 2.5 Bagan Alir Sistem…………………………………………….. 116
Tabel 2.6 Bagan Alir Program…………………………………………... 117
Tabel 2.7 Bagan Alir Proses …………………………………………….. 117
Tabel 2.8 Simbol Pembantu……………………………………………... 118
Tabel 4.1 Deskripsi Konsep Aplikasi…………………………………… 127
Tabel 4.2 File Gambar Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk
Anak Autis Dengan Metode Lovaas ……………………… 177
Tabel 4.3 Hasil Kuesioner Kategori Pertanyaan No. 1 …………………. 195
Tabel 4.4 Hasil Kuesioner Kategori Pertanyaan No. 2………………….. 196
Tabel 4.5 Hasil Kuesioner Kategori Pertanyaan No. 3………………….. 197
Tabel 4.6 Hasil Kuesioner Kategori Pertanyaan No. 4 …………………. 198
Tabel 4.7 Hasil Kuesioner Kategori Pertanyaan No. 5………………….. 199

xvii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Rincian Siklus Pengembangan Aplikasi Multimedia .............. 19


Gambar 2.2 Informasi Linier dan Non-Linier ............................................. 20
Gambar 2.3 Diagram Alur Produksi Multimedia Linier ............................. 21
Gambar 2.4 Diagram Alur Produksi Multimedia Interaktif ........................ 22
Gambar 2.5 Unsur Perangkat Keras Multimedia ........................................ 23
Gambar 2.6 Teks Cetak……………………………………………………. 26
Gambar 2.7 Teks Hasil Scan….……………………………………………. 27
Gambar 2.8 Teks Elektronik………………………………………………. 27
Gambar 2.9 Hypertext……………………………………………………… 28
Gambar 2.10 Bitmap………………………………………………………… 29
Gambar 2.11 Vector Image…………………………………………...……… 29
Gambar 2.12 Clip Art………………………………………………………... 30
Gambar 2.13 Digitized Picture………………………………………………. 30
Gambar 2.14 Hyperpicture…………………………………………………... 31
Gambar 2.15 Area kerja Adobe Photoshop CS3……………………………... 44
Gambar 2.16 Area kerja Adobe Flash CS3………………………………….. 45
Gambar 2.17 Tampilan kerja Adobe Director 11.5………………………….. 46
Gambar 2.18 Aplikasi Kindergarten City ................................................... 91
Gambar 2.19 Aplikasi Facial Emotion ........................................................... 92
Gambar 2.20 Aplikasi Whizkid Games .......................................................... 93
Gambar 2.21 Aplikasi Cleverland ................................................................. 94
Gambar 2.22 Antarmuka Pemakai ................................................................ 96
Gambar 2.23 Pendekatan Untuk Membuat STD ........................................... 103
Gambar 2.24 Notasi STD .............................................................................. 104
Gambar 2.25 Kondisi dan Aksi ..................................................................... 105
Gambar 2.26 Struktur Organisasi Yayasan Pantara…………………………. 110
Gambar 3.1 Tahapan Pengembangan Multimedia ........................................ 116

xviii
Gambar 3.2 Rincian Tahapan Pengembangan Aplikasi Multimedia ……… 117
Gambar 4.1 Flowchart Terapi untuk Anak Autis Berbasis Multimedia
Interaktif ……………………………………………………… 130
Gambar 4.2 Flowchart Intro……………………………………………….. 131
Gambar 4.3 Flowchart Halaman Utama (HOME) ………………..………. 132
Gambar 4.4 Flowchart Halaman Informasi ……………………………… 134
Gambar 4.5 Flowchart Halaman Terapi Musik……………………………. 136
Gambar 4.6 Flowchart Halaman Cetak ………………………………….. 138
Gambar 4.7 Flowchart Halaman Pemula ………………………….……… 140
Gambar 4.8 Flowchart Halaman Lanjutan………………………………… 142
Gambar 4.9 Flowchart Halaman EXIT……………………………………. 143
Gambar 4.10 Storyboard Layar Intro ……………………………………….. 144
Gambar 4.11 Storyboard Layar Menu Utama (Home)……………………… 145
Gambar 4.12 Storyboard Sub-menu Informasi …………………………….. 145
Gambar 4.13 Storyboard Sub-menu Musik ………………………………… 146
Gambar 4.14 Storyboard Sub-menu Cetak ………………………………… 146
Gambar 4.15 Storyboard Terapi Bagi Pemula ……………………………… 147
Gambar 4.16 Storyboard Terapi Bagi Lanjutan ……………………………. 147
Gambar 4.17 Storyboard Layar Keluar (Exit) ……………………………... 148
Gambar 4.18 Struktur Menu Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk
Anak Autis Dengan Metode Lovaas………………………….. 149
Gambar 4.19 STD Layar Intro………………………………………………. 151
Gambar 4.20 STD Layar Menu Utama (HOME) …………………………… 152
Gambar 4.21 STD Layar Menu Informasi ………………………………….. 153
Gambar 4.22 STD Layar Informasi…………………………………………. 154
Gambar 4.23 STD Layar Sub-menu Informasi Autisme …………………… 155
Gambar 4.24 STD Sub-menu Informasi Yayasan Autisma Indonesia
(Y.A.I) ………………………………………………………... 155
Gambar 4.25 STD Layar Sub-menu Informasi Yayasan Pantara …………... 156
Gambar 4.26 STD Layar Sub-menu Informasi CLEVERLAND ……………. 157
Gambar 4.27 STD Layar Menu Cetak………………………………………. 157

xix
Gambar 4.28 STD Layar Cetak …………………………………………….. 158
Gambar 4.29 STD Layar Sub-menu P.E.C Card …………………………… 159
Gambar 4.30 STD Layar Sub-menu Games Therapy ………………………. 160
Gambar 4.31 STD Layar Sub-menu Panduan ………………………………. 161
Gambar 4.32 STD Layar Sub-menu Tentang Aplikasi Cleverland ………… 161
Gambar 4.33 STD Layar Terapi Musik……………………………………... 162
Gambar 4.34 STD Layar Menu Games Pemula…………………………….. 163
Gambar 4.35 STD Layar Menu Games Lanjutan…………………………… 164
Gambar 4.36 Rancangan Layar Intro ……………………………………….. 166
Gambar 4.37 Rancangan Layar Halaman Utama…………………………… 167
Gambar 4.38 Rancangan Layar Halaman Informasi………………………… 168
Gambar 4.39 Rancangan Layar Halaman Terapi Musik……………………. 169
Gambar 4.40 Rancangan Layar Halaman Cetak ……………………………. 170
Gambar 4.41 Rancangan Layar Halaman Pemula…………………………… 171
Gambar 4.42 Rancangan Layar Halaman Lanjutan…………………………. 172
Gambar 4.43 Rancangan Layar Exit………………………………………… 173
Gambar 4.44 Animasi Smiley ……………………………………………… 174
Gambar 4.45 Animasi Boneka (Angel)……………………………………… 175
Gambar 4.46 Animasi Boneka (Girl) ………………………………………. 175
Gambar 4.47 Animasi Boneka (Rabbit) ……………………………………. 175
Gambar 4.48 Animasi Boneka (Dog) ……………………………………… 176
Gambar 4.49 Animasi Tombol……………………………………………… 176
Gambar 4.50 Animasi Teks…………………………………………………. 176
Gambar 4.51 File Video …………………………………………………….. 181
Gambar 4.52 Pembuatan Background Aplikasi ….………………………… 184
Gambar 4.53 Memasukkan Gambar Ke Layar Kerja ………………………. 184
Gambar 4.54 Menyimpan File Background.PSD…………………………… 185
Gambar 4.55 Oval Tool …………………………………………………….. 186
Gambar 4.56 Pembuatan Tombol Menu Menggunakan Adobe Flash CS3… 186
Gambar 4.57 Pembuatan Gambar Animasi ……………………………….... 187
Gambar 4.58 Property Inspector ………………………………………….. 188

xx
Gambar 4.59 Mengimpor File Ke Area Kerja Adobe Director 11.5 ………. 188
Gambar 4.60 Pembuatan Animasi Dengan Adobe Director 11.5…………… 189
Gambar 4.61 Memasukkan File Video ………………………..…………… 190
Gambar 4.62 Cast Member …………………………………………………. 191
Gambar 4.63 Area Kerja Pembuatan Halaman Utama Cleverland …………. 191
Gambar 4.64 Pembuatan Halaman Utama Cleverland ……………………. 192
Gambar 4.65 Memasukkan Musik …………………………………………. 192
Gambar 4.66 Diagram Tingkat Konsentrasi Dan Kefokusan Sebelum dan
Sesudah Menggunakan Aplikasi …………………………….. 195
Gambar 4.67 Diagram Tingkat Pengenalan Terhadap Benda-benda, Bentuk
Dan Warna Sebelum dan Sesudah Menggunakan Aplikasi…… 196
Gambar 4.68 Diagram Tingkat Kemampuan Berinteraksi Sebelum
dan Sesudah Menggunakan Aplikasi ………………...……….. 197
Gambar 4.69 Diagram Tingkat Kemampuan Anak Autis Dalam Berbaur
Dengan Anak-anak Lain Secara Normal Sebelum dan
Sesudah Menggunakan Aplikasi …………………………….. 199
Gambar 4.70 Diagram Tingkat Anak Autis Dalam Menggunakan Komputer
Sebelum dan Sesudah Menggunakan Aplikasi……………….. 200
Gambar 4.71 Halaman Intro ……………………………….……………….. 202
Gambar 4.72 Halaman Utama (Home) ………………………..……………. 202
Gambar 4.73 Halaman Informasi ……………………………..……………. 203
Gambar 4.74 Halaman Terapi Musik …………………………………….… 203
Gambar 4.75 Halaman Cetak …………………………………………….… 204
Gambar 4.76 Halaman Pemula …………………………….………………. 204
Gambar 4.77 Halaman Lanjutan ……………………………………………. 205
Gambar 4.78 Halaman Exit…………………………………………………. 205
Gambar 4.79 Games Mengenal Ekspresi Bagi Pemula 1…………………… 206
Gambar 4.80 Games Mengenal Ekspresi Bagi Pemula 2…………………… 206
Gambar 4.81 Games Padanan Bentuk Bagi Pemula 1………………………. 207
Gambar 4.82 Games Padanan Bentuk Bagi Pemula 2………………………. 207
Gambar 4.83 Games Puzzle Bagi Pemula 1…………………………………. 208

xxi
Gambar 4.84 Games Puzzle Bagi Pemula 2………………………………… 208
Gambar 4.85 Games Puzzle Bagi Pemula 3…………………………………. 208
Gambar 4.86 Games Padanan Gambar Bagi Pemula 1……………………… 209
Gambar 4.87 Games Padanan Gambar Bagi Pemula 2……………………… 209
Gambar 4.88 Games Puzzle Bagi Lanjutan 1……………………………….. 210
Gambar 4.89 Games Puzzle Bagi Lanjutan 2………………………………… 210
Gambar 4.90 Games Puzzle Bagi Lanjutan 3……………………………….. 211
Gambar 4.91 Games Konsentrasi Bagi Lanjutan 1 …………………………. 211
Gambar 4.92 Games Konsentrasi Bagi Lanjutan 2 …………………………. 212
Gambar 4.93 Games Mengenal Gambar dan Bentuk Bagi Lanjutan 1……… 212
Gambar 4.94 Games Mengenal Gambar dan Bentuk Bagi Lanjutan 2……… 213
Gambar 4.95 Games Mewarnai Bagi Lanjutan……………………………… 213
Gambar 4.96 Games Mengenal Emosi Wajah Bagi Lanjutan 1…………….. 214
Gambar 4.97 Games Mengenal Emosi Wajah Bagi Lanjutan 2 ……………. 214

xxii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Wawancara Materi Terapi Multimedia Bagi Anak Autis


Dengan Metode Lovaas……………………………….……… 224

Lampiran 2 Wawancara dan Kuesioner Hasil Penelitian dan


Aplikasi Terapi Multimedia Untuk Anak Autis Dengan
Metode Lovaas ……………………………………………….. 229

Lampiran 3 Source Code…………………………………………………… 237

xxiv
DAFTAR ISTILAH

No Istilah Keterangan

1. ABA ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai, telah
(Applied dilakukan penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan
Behavior autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus
Analysis) pada anak dengan memberikan positive reinforcement
(hadiah/pujian).
Jenis terapi ini bisa diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah
yang paling banyak dipakai di Indonesia.
(http://www.autism.com/index.asp)

2. Autisme Gangguan perkembangan yang disebabkan oleh adanya


interferensi pada perkembangan otak pada masa prenatal atau
selama satu atau dua tahun awal kehidupan anak, yang autisme
ini adalah manifestasi perilaku yang timbul dari disfungsi yang
terjadi pada maturasi neurobiologist dan fungsi sistem saraf
pusat. (Understanding Autism: The Physiological Basis and
BiomedicalIntervention Options of Autism Spectrum
Disorders)
3. Echolalia Pengulangan atau menirukan kata, frasa atau kalimat yang
diucapkan oleh orang lain dengan berkali-kali.
(www.about.com/bipolar)
Metode pengajaran yang dilakukan berulang-ulang sampai
anak berespon tanpa bantuan.
4. Hipoplasia Keadaan di mana ukuran otak lebih kecil dari ukuran otak yang
Cerebellum normal. (http://medlineplus.gov/)

5. Imunologi Studi tentang semua aspek dari sistem kekebalan tubuh

xxv
termasuk struktur dan fungsi, gangguan sistem kekebalan
tubuh, darah perbankan, imunisasi dan transplantasi organ.
(www.about.com/imun-logy)
6. JPEG Jenis format file gambar yang dapat menampilkan gambar
(Joint dengan kualitas 16,7 juta warna.
Photographics (http://www.desainmultimedia.com/cetak.php?id=103)
Experts Group)
7. Limbic System Pusat emosi di otak.
(http://www.thefreedictionary.com/)
8. Lingo Bahasa pemrograman yang dirancang membangun dan
menyelesaikan model-model linear atau pun linear yang
terdapat pada Adobe atau Macromedia Director. (Adobe
Director: Help)
9. Lovaas Metode Lovaas adalah metode yang diperkenalkan oleh Dr O.
(Metode) Ivar Lovaas yang dikenal juga sebagai metode UCLA, karena
memang pertama kali metode ini diperkenalkan di Universitas
California, Los Angeles. Metode Lovaas ini merupakan terapi
perilaku yang intensif dengan pendekatan terhadap anak-anak
yang dapat diterapkan ke dalam beberapa jenis terapi gangguan
saraf otak seperti autisme dan gangguan bipolar.
( http://www.nas.org.uk/)
10. MP3 Jenis format file suara yang memiliki tingkat kompresi suara
(MPEG Audio yang baik tetapi tidak menurunkan kualitas suara yang
Layer 3) dihasilkan.
(http://www.desainmultimedia.com/cetak.php?id=103)
11. Neurexin Bagian dari keluarga gen yang membantu komunikasi sel
syaraf. (Dictionary: WordNet)
12. Neurobiologi Cabang studi Biologi yang mempelajari jaringan sel-sel yang
menghantarkan rangsangan ke seluruh tubuh.
(http://medlineplus.gov/)

xxvi
13. Neurotransmitter Neurotransmiter merupakan zat kimia yang memungkinkan
pergerakan informasi dari satu neuron melintasi kesenjangan
antara itu dan neuron yang berdekatan. Pelepasan
neurotransmiter dari satu daerah dari sebuah neuron dan
pengakuan dari bahan kimia oleh reseptor situs pada neuron
yang berdekatan menyebabkan reaksi listrik yang memfasilitasi
pelepasan neurotransmitter dan gerakan seluruh celah.
(http://translate.googleusercontent.com/translate
=http://www.answers.com/library/NeurologicalBEncyclopedia-
cid)
14. Pervasif Menjalar atau merembet. (Dictionary: WordNet)
15. Stereotifik / Perilaku yang berulang-ulang. (Dictionary: WordNet)
Stereotipikal
16. Temper Tantrum Kondisi saat emosi tidak stabil yang ditunjukkan dalam
ekspresi luapan kemarahan yang meluap-luap.
(http://medlineplus.gov/)
17. Terapi Perawatan ayang diberikan secara komprehensif dan
berkesinambungan untuk penyembuhan dari penyakit atau
suatu kecacatan (disability). (Kamus Istilah Psikologi)
18. Thalidomide Sejenis obat yang dapat memberikan efek menenangkan.
(http://www.thefreedictionary.com/)
19. Thimerosal Sebuah pengawet yang mengandung merkuri yang digunakan
dalam beberapa vaksin dan produk lainnya sejak 1930-an.
Tidak ada efek yang merugikan yang dilaporkan dari
thimerosal pada dosis yang digunakan dalam vaksin, kecuali
kecil reaksi lokal seperti kemerahan dan bengkak di tempat
suntikan. Secara khusus tidak ada bukti bahwa thimerosal
meningkatkan risiko berkembangnya autisme atau gangguan
perilaku lainnya. Namun, pada tahun 1999 disepakati bahwa
thimerosal harus dikurangi atau dihilangkan pada vaksin

xxvii
sebagai tindakan pencegahan. Hari ini, semua
direkomendasikan secara rutin vaksin pediatrik di Amerika
Serikat tidak mengandung thimerosal atau hanya jumlah jejak.
(http://www.medicinenet.com/script/main/)
20. Vaksinasi Injeksi mikroba yang terbunuh dalam rangka untuk
merangsang sistem kekebalan terhadap mikroba, sehingga
mencegah penyakit. Vaksinasi, atau imunisasi, bekerja dengan
merangsang sistem kekebalan, alami melawan penyakit sistem
tubuh. Sistem kekebalan yang sehat dapat mengenali bakteri
dan virus dan menghasilkan zat (antibodi) untuk
menghancurkan atau menonaktifkan mereka. Imunisasi
menyiapkan sistem kekebalan tubuh untuk menangkal suatu
penyakit. (http://www.medicinenet.com/script/main/)

xxviii
LEMBAR PERSEMBAHAN

A Golden Tribute,

To my greatest and unforgettable mother, with whom I have the great luxury of

working: Sri Maimunah Siregar. I would like to express my immense gratitude for

her love to me since I was a kid until now and forever.

Dalam perjalanan penyelesaian skripsi ini, teramat banyak pelajaran,

pengalaman, hikmah, petuah dan nasihat yang mentransformasikan peneliti

menjadi pribadi yang lebih baik. Tentu kesemuanya ini tidak terlepas dari orang-

orang di sekitar peneliti yang senantiasa mendukung dan tidak pernah lelah-

lelahnya memberikan semangat serta doa yang tulus. Berikut merupakan

persembahan bagi mereka, orang-orang hebat dan luar biasa itu.

1. A zillion greatest thanks to Papa (Zainal Arifin) and Mama (Sri Maimunah

Siregar, S.Pd) for so many genuine prayers, the insatiable spirits, loves,

supports, and for motivating me everyday. Remember when I had dropped,

you both raised me up. There are so many the best things, Mom-Dad. So

many, and I just can‟t pin even one. I dedicate this to both of you, without

whom this wouldn‟t have been possible. I love you!

2. My number one supporters, splashy motivators, my best priority and

sensational creatures of Holy God, the silliest siblings on Earth: Rizky

ix
Andrafiana Rahmi, Muhammad Luthfi Al-Fariz and Fathya Arifiani Rahma.

Love you much-much-much! You rock, guys!!

3. Bobby—thank you for being my best Xanax, Prozac and during I‟m working

in this final assignment, you are even my Ritalin. Remember you company me

when I got the silly-as-hell insomnia, don‟t know what I‟d do without your

unimportant, childish, screwy but funny-as-hell text messages and phone calls

every night.

4. Fila Anggraeny, and Hadi Wibowo my favorite partners in crime! Partner

paling suportif dan produktif. (Especially, partner ‘nyela-orang’ paling

mantap!). I‟d really rather not mention and jeopardize our opportunity to be

a CEO of a brothel *laugh*. Iyas, Hamimah, Yudianto Saputra, Gressia dan

Fay, after all, kalian adalah bagian kehidupan yang masih hidup yang sulit

dilewatkan begitu saja. Again, so many! So many guys, such as clubbing

moments, gym moments, swimming moments, slumber parties... I just can‟t

over them, indeed!

5. Friends in the same struggle of TI-C in class of 2004 yang menginsipirasikan

banyak hal bagi peneliti. I‟m here in the Lembar Persembahan of this

„minithesis‟, to thank the people like you guys whom I‟ve learned so much

from, and whose silly things that we‟ve shared together will always put a

smile on my face. So here they are, in no particular order whatsoever: Mas

Agus, Dafy, Yayan, Acho, Ozi, Adiria, Anton, Sandi, Bajuri, Ari, Mas Dien,

Wangsa, Dida, Eka, Darwin, Munandar, Ibnu, Dhimas, Ilman, Angga dan

nama-nama lain yang tidak mungkin peneliti sebut satu per satu.

x
6. Iwan—whatsoever the reason you pin ‘Sistematix’ or ‘Zarathustra’ on your

name, I really thank you for every coolest things that you do to me such as

teach me and whatever it is: You rock, Brother! Here is my advice for you to

represent my appreciation for all the things you do to me so far: “Marry the

one who loves you more, the richer one, and of course, who‟s good in bed!”

Dan, Ratna Muliasari, I‟m really thanking for many favors you give to me and

may Allah SWT bestow upon you heavenly happiness forever.

7. Anne, Imam, Qiqit, Lia, Mas Eko, Mbak Heni—for having fulfilled a part of

my life. Sahabat-sahabat Eks-Yushu; Ella, Rudi, Riha, Olive, Nisa dan

Jakur—may whatever this friendship takes us, we still have the time to

explore our crazy, fun and inner self. And last but not least, my virtual friends

on Facebook, my devoted followers on Twitter that always give me supports, I

only can say thank you so much! All of you, instantly have been colored my

days in life.

8. There are two Johns in my life who are company me all night long with their

sleeky voices and genius songs, John Mayer and John Legend. In my only

deepest heart, I really thank you, Guys. Much and much, you both have given

me the best time with your inspirational songs.

9. Toshiba 15.6” that the most capable computer I ever had, so shatterproof and

so malleable to me so far. Thank you for your loyalty, Buddy!

10. Kepada semua pihak yang tidak mungkin peneliti sebut satu per satu, yang

telah banyak berkontribusi positif kepada peneliti sehingga terwujudnya

skripsi ini.

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyebab Autisme masih menjadi spekulasi di kalangan medis. Begitupun

di kalangan masyarakat awam juga masih banyak yang memiliki pemahaman

salah mengenai Autisme. Dari serangkaian penelitian ditemukan bahwa salah satu

yang menyebabkan Autisme pada anak adalah dampak dari banyaknya polusi

seperti yang banyak dialami oleh negara maju dan berkembang seperti Indonesia

sebagai salah satu negara yang dilanda polusi paling mengkhawatirkan. Polusi

dianggap sebagai salah satu penyebab menurunnya kecerdasan anak yang dapat

menimbulkan gangguan pertumbuhan pervasif yaitu Autisme. (Arn, 2008)

Zat-zat beracun dari polusi udara seperti timah (Pb) dari knalpot mobil,

cerobong pabrik, cat tembok, cadmium dari batu batere, serta turunan air raksa

(Hg) yang digunakan untuk imunisasi, menjadi penyebab gejala Autis. Autisme

mempunyai penyebab neurobiologist yang sangat kompleks yang dapat

disebabkan oleh interaksi faktor genetik dan lingkungan seperti pengaruh negatif

selama masa perkembangan otak. (Viana, 2005)

Penyebab lainnya dari Autisme yaitu suntikan vaksinasi yang mengandung

zat pengawet thimerosal. Suntikan vaksinasi ini terdapat pada vaksin Hepatitis B

dan vaksin HiB. Vaksin Thimerosal ini terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi

penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder yang meledak pada sejak

awal tahun 1990-an. (McCandless, 2004)

1
2

Gangguan Autis menyerang bagian otak kecil yang memproduksi hormon,

hal ini menyebabkan ketidakseimbangan neurotransmitter serotoniin. Akibatnya

transmisi pesan dari satu neuron ke neuron lain terhambat. Indera persepsi

penyandang Autis berfungsi dengan baik namun rangsangan yang ditangkap tidak

dapat diproses dengan baik, hal ini menyebabkan anak Autis hidup di dunianya

sendiri. (Sicile-Kira, 2005)

Namun pada kenyataannya di tengah-tengah masyarakat yang terjadi

adalah kekeliruan mengenai apa dan bagaimana sebenarnya Autisme itu.

Kesalahpahaman mengenai Autisme ini secara signifikan bisa mempengaruhi

tingkat kenaikan jumlah penderita Autisme.

Autisme sebenarnya penyakit yang tidak dapat disembuhkan (not curable)

namun dapat diterapi (treatable). Artinya, kelainan yang terdapat di dalam otak

tidak dapat diperbaiki, namun gejala-gejala yang ada dapat dikurangi secara

signifikan dan semaksimal mungkin, sehingga si anak yang menderita Autisme

tersebut dapat berbaur dengan anak-anak lain secara nornal. Secara umum anak-

anak dengan gangguan perkembangan ini minimal memerlukan terapi intensif

awal selama 2 tahun. Dengan merujuk pada data yang ada maka akan ada 1000

anak setiap tahun yang tidak dapat mengikuti terapi tersebut. Akibatnya, sekitar

75% anak Autis yang tidak tertangani akhirnya menjadi tuna grahita.

Menurut data dari Yayasan Autisma Indonesia, kasus kecenderungan

Autisme di Indonesia terus meningkat. Bila merujuk pada prevalensi di dunia, saat

ini terdapat 15-20 kasus per 10.000 anak atau 0,15%-0,20%. Artinya, jika

kelahiran di Indonesia sebanyak 4,6 juta bayi per tahun maka jumlah penyandang
3

Autis di Indonesia bertambah 0,15% atau sekitar 9200 dari mereka mungkin

menyandang Autisme.

Banyak penanganan yang bisa digunakan untuk terapi bagi anak Autis ini.

Terapi yang diterapkan pada penderita Autisme yang satu bisa berbeda dengan

penderita Autis yang lainnya. Untuk itu perlu observasi lebih mendalam lagi.

Namun realitanya, pengetahuan tentang bagaimana mendiagnosa dan

mengobservasi Autisme masih rendah di kalangan masyarakat. Salah satu metode

yang sering digunakan karena terbukti efektif adalah terapi metode Lovaas, yaitu

terapi yang dikembangkan dari terapi ‘Applied Behaviour Application’ (ABA).

Inti dari metode Lovaas adalah program one-on-one therapy, maksudnya

penangangan satu terapis dan satu pasien. (Edelson, 2008)

Alat atau media terapi Autisme kini dijual di pasaran dengan beragam

metode dan jenis terapinya. Namun harganya kebanyakan sulit terjangkau bagi

semua kalangan. Di Indonesia masih jarang produsen atau pengembang software

yang menyediakan perangkat aplikasi terapi Autisme, khususnya terapi

multimedia interaktif. Kurangnya alat, sarana dan infrastruktur yang memadai dan

secara terintegrasi dengan unsur-unsur yang disebutkan di atas hingga harus

didatangkan dari luar negeri dengan harga yang mahal dan sulit terjangkau dan ini

jelas tidak praktis. Untuk itu dibutuhkan sebuah alat yang mampu

mengintegrasikan unsur-unsur visual dan audio yang dapat berinteraksi untuk

menunjang pelatihan komunikasi pada anak Autis.

Sebagai solusi dan usaha pemecahan, teknologi multimedia mampu

mengemas dan mengintegrasikan unsur visual dan audio secara interaktif untuk
4

mendidik anak Autis. Mengingat bahwa, multimedia memiliki peran yang sangat

penting dalam kehidupan. Selain itu metode Lovaas pada penerapan treatment-

nya pada intervensi penanganan anak autis juga mengadopsi elemen atau unsur-

unsur multimedia. (Andeson, 2007) Oleh karena itu peneliti mengusulkan

Aplikasi terapi bagi anak autis dengan metode Lovaas berbasis multimedia

interaktif.

1.2 Identifikasi Masalah

Sangat minimnya informasi yang benar mengenai Autisme, penyebab dan

penanganannya yang membuat angka penderita Autisme tiap tahun terus

bertambah. Selain itu juga, masih kurangnya alat terapi multimedia yang dapat

menunjang pengajaran bagi anak Autis yang bisa didapat tanpa biaya yang tinggi

dan juga dengan pengoperasian yang mudah sehingga dapat diterapkan tidak

hanya oleh para terapis Autisme saja tapi juga oleh para orang tua atau

pendamping penderita Autisme.

Oleh karena itu, perlu dihadirkan sebuah aplikasi berbasis multimedia

untuk terapi bagi anak Autis yang user friendly dan affordable sehingga bisa

dimanfaatkan dan diterapkan di segala kalangan.

1.3 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang tersebut, maka diperlukan sebuah aplikasi

multimedia interaktif untuk terapi pada anak Autis yang dapat menerapkan
5

metode Lovaas di dalam perancangan Desain Komunikasi Visual. Adapun

permasalahan yang akan dibahas adalah:

1. Bagaimana merancang sebuah aplikasi multimedia interaktif ditunjang user

interface yang tepat, tidak rumit dan terintegrasi dengan beberapa macam

terapi sehingga dapat dioperasikan oleh penyandang Autis dan

pendampingnya?

2. Bagaimana langkah-langkah perancangan aplikasi multimedia interaktif

sebagai terapi untuk anak Autis ini?

3. Apakah aplikasi multimedia interaktif ini dapat diterapkan dan dijadikan

sebagai alat atau media terapi alternatif dalam penangan anak penderita

Autisme?

1.4 Batasan Masalah

Agar permasalahan yang diangkat tidak menjadi terlalu luas dan

mendapatkan pencapaian hasil yang optimal, maka permasalahan dan ruang

lingkup bahasan peneliti batasi menjadi sebagai berikut:

1. Aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis ini hanya akan

ditinjau dari karakteristik pengajaran melalui metode terapi Lovaas,

sebuah metode terapi Autisme yang dapat menunjang pengajaran karena

efektifitasnya yang teruji tinggi.

2. Perancangan aplikasi terapi multimedia untuk anak Autis ini haruslah

menyertakan kaidah-kaidah Desain Komunikasi Visual, konsep Interaksi

Manusia dan Komputer (IMK) serta ditunjang oleh graphic user interface
6

(GUI) yang tepat dan memudahkan (user friendly) sehingga dapat

dioperasikan oleh penyandang Autis yang dikemas dalam compact disk

atau CD.

3. Pengembangan rancangan terapi multimedia interaktif untuk anak Autis

ini menggunakan Adobe Director 11.5 yang dibantu dengan software lain

seperti Photoshop CS3 dan Adobe Flash CS3.

4. Pengembangan rancangan terapi multimedia interaktif anak Autis ini

menggunakan metode pengembangan aplikasi multimedia dan tidak

dilakukan perbandingan dengan metode lainnya.

5. Program aplikasi multimedia interaktif ini akan digunakan oleh seorang

terapis atau pendamping penyandang Autis (dalam hal ini adalah orang

tua) yang diaplikasikan kepada penyandang Autis. Meskipun demikian,

dalam pengaplikasiannya kepada penyandang Autis, demi terwujudnya

kelancaran terapi dan program pembelajaran ini, penyandang Autis

hendaknya sudah harus memiliki syarat-syarat minimal sebagai berikut:

a. Dapat duduk secara mandiri di kursi

b. Melakukan kontak mata ketika dipanggil namanya

c. Melakukan kontak mata ketika diberi perintah

d. Memberi tanggapan terhadap arahan terapis.

Pengguna dari aplikasi ini adalah penderita Autis yang sudah memasuki

tahap lanjut dalam terapinya atau untuk penderita Autisme ringan.

Sedangkan, usia yang tepat dan ideal bagi penderita Autis yang

menggunakan aplikasi multimedia interaktif ini adalah 6-12 tahun, namun


7

ini tidak baku karena terapis dapat menilai bahwa seorang penderita Autis

sudah dapat menggunakan aplikasi ini atau belum. Karena ada beberapa

kasus Autisme ada penderita yang usianya baru 5 tahun sudah mampu

berinteraksi dengan komputer namun ada pula yang sudah berusia 12

tahun baru bisa. Jadi semuanya tergantung dari diagnosis terapis, namun

secara umum adalah usia yang tersebut di atas.

6. Aplikasi multimedia interaktif ini juga dibatasi karena hanya akan dibuat

dalam beberapa seri. Hal ini dikarenakan banyaknya materi yang

dibutuhkan dalam proses terapi menggunakan aplikasi multimedia

interaktif ini. Sedangkan seri yang dibuat masih terbatas pada pengenalan

benda-benda di dalam dan sekitar rumah. Obyek yang akan dikenalkan

dibatasi karena terbatasnya sumber data dan waktu yang tersedia. Adapun

obyek yang akan dikenalkan antara lain: Meja, kursi, pintu, tempat tidur,

lemari dan beberapa lagi lainnya.

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini yang mengangkat tentang perancangan terapi multimedia

interaktif untuk anak Autis memiliki beberapa tujuan, yaitu:

1. Menganalisis proses pengembangan perancangan terapi untuk anak

Autis yang dapat menunjang terapi metode Lovaas dengan

menggunakan media audio visual interaktif.

2. Merancang atau membuat suatu aplikasi terapi untuk anak Autis

yang secara efektif dan efisien dapat mengakomodasi kebutuhan


8

metode Lovaas dalam pemberian terapi dan pembelajaran bagi

penyandang Autis dengan menerapkan konsep Desain Komunikasi

Visual, Interaksi Manusia dan Komputer dan Graphical User

Interface hingga mudah dioperasikan oleh terapis, pendamping

(orang tua) dan penyandang Autis itu sendiri.

3. Menampilkan, menerapkan dan mendistribusikan aplikasi terapi

multimedia interaktif untuk anak Autis sebagai media atau alat yang

praktis dan dapat digunakan di mana saja dengan menggunakan

fasilitas komputer dan kapan saja bila dibutuhkan sebagai bagian dari

usaha terapi dan pembelajaran yang berkelanjutan.

1.6 Manfaat Penelitian

Aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis dalam penelitian ini

memiliki beberapa manfaat, yaitu:

1. Bagi Peneliti

a. Merancang suatu aplikasi yang berguna sebagai media terapi bagi anak

autis dengan presentasi yang lebih menarik, lebih mudah digunakan

dan interaktif yang mudah didapatkan dengan harga yang lebih

terjangkau.

b. Membantu terapis, shadow teacher dan orang tua yang memiliki anak

autis dalam memberikan penanganan yang terpadu bagi anak autis

sebagai alat bantu terapi.


9

2. Bagi Universitas

a. Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam menguasai materi teori

yang telah diperoleh selama kuliah.

b. Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam menerapkan ilmunya dan

menjadi sebagai bahan evaluasi.

c. Memberikan gambaran tentang kesiapan mahasiswa dalam

menghadapi dunia kerja dari hasil yang diperoleh selama berkuliah.

3. Bagi Terapis

Aplikasi ini dapat meningkatkan efektifitas pembelajaran karena

digunakannya berbagai macam media yaitu audio, visual serta dengan

adanya unsur interaktifitas. Serta dapat memantau sejauh mana

perkembangan pasien Autisme.

4. Bagi Pendamping Penyandang Autis

Aplikasi ini bermanfaat untuk melanjutkan terapi yang telah dilakukan

oleh terapis sehingga terapi yang diberikan kepada penyandang Autis

dapat berjalan secara berkesinambungan. Hal ini dimungkinkan karena

memang aplikasi ini dibuat dengan tampilan yang memudahkan

penggunannya sehingga bagi pendamping, dalam hal ini adalah orang tua

penyandang Autis dapat menggunakan dan menerapkannya juga.

5. Bagi Penyandang Autis

Aplikasi ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan

berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya.


10

1.7 Metode Penelitian

Dalam penelitiani ini diperlukan data-data dan informasi yang lengkap,

akurat, valid dan terukur agar dapat mendukung kebenaran materi uraian dan

pembahasan hingga menjadi sebuah hasil penelitian yang dapat dipertanggung-

jawabkan.

1.7.1 Metode Pengumpulan Data

1. Metode Wawancara

2. Metode Studi Lapangan

3. Metode Studi Pustaka

4. Metode Kuesioner

1.7.2 Metode Pengembangan Aplikasi Multimedia

Peneliti melakukan pengembangan aplikasi multimedia menurut Luther

(Soetopo, 2003) berdasarkan 6 (enam) tahapan, yaitu:

1. Konsep (Concept)

2. Perancangan (Design)

3. Pengumpulan Bahan (Material Collecting)

4. Pembuatan (Assembly)

5. Pengujian (Testing)

6. Distribusi (Distribution)
11

1.8 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini terbagi menjadi 5 (lima) bab dengan

beberapa sub pokok bahasan. Adapun secara singkat sistematika diuraikan sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan

masalah, tujuan, manfaat, metode penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini membahas teori-teori yang menjadi landasan dalam

pembuatan program aplikasi terapi multimedia interaktif untuk

anak Autis. Selain itu juga menguraikan mengenai multimedia

dan 11 (sebelas) tahapan pengembangan sistem multimedia.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi uraian metode penelitian yang digunakan dalam

menganalisis, merancang hingga menggunakan aplikasi.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini peneliti menerangkan uraian hasil penelitian,

identifikasi masalah dan solusinya serta penerapan 6 (enam)

tahapan pengembangan aplikasi multimedia.

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dan

saran untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Computer Software (Aplikasi Komputer)

Sebuah definisi formal dari aplikasi adalah instruksi-instruksi yang

dieksekusi untuk menyediakan fungsi-fungsi tertentu. Lebih jauh dijelaskan

bahwa aplikasi/ perangkat lunak komputer merupakan sebuah produk yang

dikembangkan oleh pengembang perangkat lunak (software engineer) yang

mencakup program yang dapat dieksekusi oleh komputer dengan berbagi ukuran

dan arsitekturnya. (Pressman, 2001)

Aplikasi atau perangkat lunak komputer sangat penting karena memiliki

pengaruh yang cukup dekat akan berbagai aspek dalam kehidupan dan telah

menyerap ke dalam budaya dan aktifitas keseharian manusia. Aplikasi harus

dirancang agar dapat digunakan pada berbagai keperluan.

2.2 Software Development Process (Proses Pengembangan Aplikasi)

Pengembangan aplikasi adalah sebuah proses pembelajaran sosial karena

aplikasi seperti penanaman model yang mengandung berbagai pengetahuan. Pada

prosesnya pengembangan melibatkan interaksi antara user dan pengembang, user

dengan teknologi dan pengembang dengan teknologi. (Pressman, 2001)

Dari sudut pandang pengembang, produk dari proses ini dapat berupa

program/aplikasi, dokumen dan berbagai data yang diproduksi sebagai

konsekuensi dari aktifitas proses pengembangan ini.

12
13

Pengembangan aplikasi dapat berarti menyusun suatu aplikasi yang baru

untuk menggantikan aplikasi secara keseluruhan atau memperbaiki sistem yang

telah ada. Namun tidak menutup kemungkinan aplikasi yang baru dibuat karena

suatu kebutuhan. Berikut ini adalah beberapa alasan perlunya aplikasi

dikembangkan. (Jogiyanto, 1999)

1. Adanya masalah

Permasalahan yang timbul dapat berupa ketidakberesan dari sistem

atau aplikasi yang lama sehingga tidak dapat beroperasi seperti yang

diharapkan. Selain itu juga dapat disebabkan karena pertumbuhan

organisasi yang menuntut adanya sesuatu yang baru.

2. Untuk meraih kesempatan-kesempatan (Opportunities)

Aplikasi yang dibuat karena adanya kesempatan baru untuk

bersaing dan memperoleh nilai-nilai tertentu. Hal ini antara lain

dikarenakan pesatnya kemajuan berbagai bidang, terutama teknologi

informasi.

3. Adanya instruksi-instruksi (Directives)

Aplikasi yang baru juga dapat terjadi karena adanya instruksi-

instruksi baik dari internal perusahaan seperti pimpinan ataupun eksternal,

misalnya peraturan pemerintah.

2.3 Terapi

Terapi berarti usaha untuk memulihkan kesehatan orang yg sedang sakit

atau pengobatan penyakit atau bisa juga diartikan sebagai perawatan penyakit.
14

(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008) Sedangkan, pengertian istilah terapi dalam

Autisme menurut Kamus Istilah Psikologi (Dali, 1982), yaitu penanganan atau

intervensi terhadap penyandang autis yang diberikan secara intensif dan terpadu

dan memerlukan kerjasama tim yang berasal dari berbagai disiplin ilmu antara

lain, psikiater, psikolog, neurolog, dokter anak, terapi bicara dan pendidik.

2.4 Multimedia

Menurut IBM Multimedia adalah gabungan video, audio, grafik dan teks

dalam suatu produksi bertingkat berbasis komputer yang dapat dialami secara

interaktif atau menurut McCormick multimedia secara umum merupakan

kombinasi tiga elemen yaitu suara, gambar dan teks atau menurut Robin dan

Linda multimedia merupakan alat yang dapat menciptakan presentasi yang

dinamis dan interaktif yang mengkombinasikan teks, grafik, animasi, audio dan

gambar video. (Juhaeri, 2008)

Pengguna aplikasi multimedia akan berkembang semakin pesat dan

menjadi sama pentingnya dengan belajar membaca. Bahkan multimedia merubah

cara dari membaca. Membaca teks dalam buku dan adalah kegiatan yang bersifat

linier dan satu arah, multimedia memberikan pilihan banyak. Sebagai contoh

sebuah kata dalam aplikasi multimedia bisa dibuat menjadi sebuah tombol yang

bisa membawa pembaca kepada dokumen yang menjelaskan apa arti dari kata

tersebut, didukung dengan gambar, audio, musik dan video. (McGloughlin, 2001)

Multimedia adalah media yang tingkat efektifitasnya sangat tinggi. Sebuah

perusahaan riset Computer Technology Research (CTR) melaporkan, orang hanya


15

bisa mengingat 20% dari apa yang mereka lihat dan 30% dari apa yang mereka

dengar. Namun mereka dapat mengingat 50% dari apa yang mereka lihat dan

dengar, hasil sebanyak 80% didapat dari apa yang mereka lihat, dengar, dan

dilakukan berulang-ulang, karena itu multimedia adalah alat yang sangat efektif

untuk belajar dan mengajar. (Hofstetter, 2001)

Sebuah studi lain yang dilakukan oleh 3M Corporation dan University of

Minnesota didapatkan bahwa sebuah presentasi yang dilakukan dengan

menggunakan visual dari film 35mm, transparansi film dan grafis berwarna,

ternyata lebih efektif 43% digunakan pada audience dibanding dengan yang tidak.

Kajian tersebut menghasilkan sebuah kesimpulan yang mana penggunaan visual

menjadikan suatu presentasi menjadi lebih mudah diingat, peningkatan ingatan

audience terhadap bahan naik hingga 10,01%, persepsi audience terhadap bahan

naik menjadi 11%, pemahaman 8,5%, perhatian 7,5% dan kesepahaman menjadi

5,5%.

Pada penelitian yang lebih lanjut dilakukan oleh Management Information

Systems Departement pada University of Arizona. Penelitian ini membahas

perbedaan dari penggunaan visual statis dengan statis dengan hubungannya

kepada peningkatan persepesi. Hasilnya, persepsi naik menjadi 16% bila

digunakan animasi dan transisi pada presentasi, bila menggunakan visual statis,

hasilnya hanya meningkat sebanyak 6%.

2.4.1 Sejarah Multimedia

Istilah multimedia berawal dari teater, bukan komputer. Pertunjukan yang

memanfaatkan lebih dari satu medium sering kali disebut pertunjukan multimedia.
16

Pertunjukan multimedia mencakup monitor video dan karya seni manusia sebagai

bagian dari pertunjukan. Sistem multimedia dimulai pada akhir 1980-an, sejak

permulaan tersebut hampir setiap pemasok perangkat keras dan lunak melompat

ke multimedia. Pada tahun 1994 diperkirakan ada lebih dari 700 produk dan

sistem multimedia dipasaran. (Suyanto, 2003)

2.4.2 Definisi Multimedia

Dalam industri elektronika menurut Suyanto (2003), Multimedia adalah

kombinasi dari komputer dan video (Rosch, 1996) atau multimedia secara umum

merupakan kombinasi tiga elemen, yaitu suara, gambar dan teks (McCormick,

1996) atau multimedia adalah kombinasi dari paling sedikit dua media input atau

output dari data, media ini dapat audio (suara, musik), animasi, video, teks, grafik

dan gambar (Turban dkk, 2002) atau multimedia merupakan alat yang dapat

menciptakan presentasi yang dinamis dan interaktif yang mengkombinasikan teks,

grafik, animasi, audio dan gambar video (Robin dan Linda, 2001)

Definisi yang lain dari multimedia, yaitu dengan menempatkan dalam

konteks, seperti yang dilakukan oleh Hofstetter (2001), multimedia adalah

pemanfaatan komputer untuk membuat dan menggabungkan teks, grafik, audio,

gambar bergerak (video dan animasi) dengan menggabungkan link dan tool yang

memungkinkan pemakai melakukan navigasi, berinteraksi, berkreasi dan

berkomunikasi.

2.4.3 Kegunaan Multimedia

Menurut Sutopo (2003), multimedia dapat digunakan untuk bermacam-

macam bidang pekerjaan, tergantung dari kreatifitas untuk mengembangkannya.


17

Setelah mengetahui defenisi dari multimedia serta elemen-elemen multimedia

yang ada, serta aplikasi-aplikasi yang saat ini digunakan pada bidang kehidupan

manusia, maka dapat diketahui bahwa tujuan dari penggunaan multimedia adalah

sebagai berikut:

1. Multimedia dalam penggunaannya dapat meningkatkan efektivitas dari

penyampaian suatu informasi.

2. Penggunaan multimedia dalam lingkungan dapat mendorong partisipasi,

keterlibatan serta eksplorasi pengguna tersebut.

3. Aplikasi multimedia dapat meransang panca indera, karena dengan

penggunaannya multimedia akan meransang beberapa indera penting

manusia, seperti: Penglihatan, pendengaran, aksi maupun suara.

4. Dalam pengaplikasiannya multimedia akan sangat membantu

penggunanya, terutama bagi pengguna awam.

2.4.4 Siklus Pengembangan Sistem Multimedia

Menurut Luther (Soetopo, 2003), agar multimedia dapat menjadi alat

keunggulan bersaing perusahaan, pengembangan sistem multimedia harus

berdasarkan 6 (enam) tahapan, yaitu:

1. Konsep (Concept)

Tahap konsep (concept) yaitu menentukan tujuan dan siapa pengguna

program (identifikasi audiens). Selain itu, tahap ini juga menetukan jenis

aplikasi (presentasi, interaktif, dan lain-lain) dan juga tujuan aplikasi

(hiburan, pelatihan, pembelajaran, dan lain-lain), dan spesifikasi umum.


18

Dasar aturan untuk perancangan juga ditentukan pada tahap ini, misalnya

ukuran aplikasi, target dan lain-lain.

2. Perancangan (Design)

Maksud dari tahap perancangan (design) adalah membuat spesifikasi

secara rinci mengenai arsitektur proyek, gaya dan kebutuhan material

untuk proyek.

3. Pengumpulan Bahan (Material Collecting)

Pada tahap pengumpulan bahan (material collecting) dilakukan

pengumpulan bahan seperti clip art image, animasi, audio, video, berikut

pembuatan gambar, grafik, foto dan lain-lain yang diperlukan untuk tahap

berikutnya.

4. Pembuatan (Assembly)

Tahap pembuatan (assembly) merupakan tahap di mana seluruh obyek

multimedia dibuat. Pembuatan aplikasi berdasarkan storyboard, flowchart

view, struktur navigasi atau diagram objek yang berasal dari tahap desain.

5. Pengujian (Testing)

Tahap pengujian (testing) dilakukan setelah selesai tahap pembuatan dan

seluruh data telah dimasukkan. Pertama-tama dilakukan testing secara

modular untuk memastikan apakah hasilnya seperti yang diinginkan.

Beberapa sistem mempunyai fitur yang dapat memberikan informasi bila

terjadi kesalahan pada program.


19

6. Distribusi (Distribution)

Pada tahap ini akan dilakukan implementasu serta evaluasi terhadap

aplikasi multimedia dan setelah semuanya selesai aplikasi multimedia

akan diperbanyak menggunakan DVD-R. Suatu aplikasi biasnaya

memerlukan banyak file yang berbeda dan kadang-kadang mempunyai

ukuran sangat besar. File akan lebih baik bila ditempatkan dalam media

penyimpanan yang memadai.

Gambar 2.1 Rincian Siklus Pengembangan Aplikasi Multimedia

2.4.5 Jenis Aplikasi Multimedia

Media presentasi pada umumnya tidak dilengkap alat untuk mengontrol

yang dilakukan oleh user. Presentasi yang berjalan sekuensial sebagai garis lurus

disebut dengan multimedia linier (multimedia linear). Contoh jenis ini adalah

program TV dan film. Tetapi bila presentasi menggunakan satu komputer untuk

satu orang, maka diperlukan untuk kontrol dengan keyboard, mouse atau alat input
20

lainnya. Hal ini disebut sebagai multimedia non-linier atau multimedia interaktif

karena presentasi multimedia seperti ini melibatkan user untuk mengendalikan,

memilih dan menjalankan fungsi aplikasi presentasi multimedia. (Sutopo, 2002)

Gambar 2.2 Informasi Linier (kiri) dan Non-Linier (kanan)

Jenis aplikasi multimedia sangatlah beragam dan banyak, klasifikasi

multimedia dapat digolongkan dari cara penyajian dan tujuan. Dilihat dari cara

penyajiannya program multimedia, proses produksi program multimedia tersebut

dapat digolongkan menjadi:

1. Linear Program atau Continuous Program

Linear program atau continuous program yaitu sebuah program yang

berkesinambungan dari awal sampai akhir karena informasinya disusun

berurutan dari awal hingga akhir, sehingga penayangannya tidak mungkin

dihentikan pada suatu saat secara acak, karena informasi yang

disampaikan akan menjadi tidak lengkap dan tidak jelas. Secara garis besar

linear program terdiri dari pembukaan, kemudian diikuti bagian isi atau

uraian apa yang dikemukakan pada pendahuluan dan terakhir adalah

bagian penutup. Penutup ini dapat berupa kesimpulan atau ringkasan


21

seluruh uraian tersebut. Program multimedia dengan bentuk linear

program, dapat berupa program audio visual statis seperti multi image

slide program, audio visual gerak, animasi film, maupun gabungan ketiga

media tersebut.

Gambar 2.3 Diagram Alur Produksi Multimedia Linier

2. Non-Linear Program atau Interactive Program

Non-Linear Program atau Interactive Program yaitu sebuah aplikasi

yang dapat masing-masing berdiri sendiri sehingga aplikasi tersebut

dihentikan pada suatu saat secara acak dan tetap memberikan informasi

yang dibutuhkan yang merupakan bagian atau unit terkecil dari


22

keseluruhan aplikasi. Aplikasi interaktif memberikan banyak pilihan

kepada audience untuk memilih sendiri informasi yang diinginkan, dan

dari mana akan dimulai serta diakhiri, ataukah hanya sebagian saja dari

keseluruhan informasi yang dibutuhkan.

Gambar 2.4 Diagram Alur Kerja Multimedia Interaktif

Dalam hal ini, yang diterapkan oleh peneliti adalah presentasi multimedia

yang bersifat non-linier atau multimedia interaktif, yaitu sebuah aplikasi yang

dapat masing-masing berdiri sendiri sehingga aplikasi tersebut dihentikan pada

suatu saat secara acak dan tetap memberikan informasi yang dibutuhkan yang

merupakan bagian atau unit terkecil dari keseluruhan aplikasi.


23

2.4.6 Perangkat Keras Aplikasi Multimedia

Perangkat keras (komputer) multimedia adalah alat pengolah data (teks,

gambar, audio, video, animasi) yang bekerja secara elektronis dan otomatis.

Sistem perangkat keras multimedia terdiri atas empat unsur utama dan satu unsur

tambahan. Keempat unsur utama itu yaitu: Input Unit, Central Processing Unit

(CPU), Storage/Memory dan Output Unit. Sedangkan yang merupakan unit

tambahan yaitu Communication Link.

CENTRAL
PROCESSING UNIT

CONTROL UNIT

COMMUNICATI
ON LINK
ARITHMETIC &
LOGIC UNIT
SECONDARY
MEMORY

INPUT PRIMARI MEMORY OUTPUT


UNIT UNIT

Gambar 2.5 Unsur Perangkat Keras Multimedia

2.4.7 Perangkat Lunak Aplikasi Multimedia

Perangkat lunak aplikasi multimedia ialah program-program yang dibuat

oleh personal atau pabrik komputer untuk user yang dipakai atau beroperasi dalam

bidang-bidang multimedia yang spesifik, misalnya perangkat lunak pengolah teks,

perangkat lunak pengolah grafik 2D, perangkat lunak modelling dan animasi,

perangkat lunak pengolah video dan perangkat lunak berbasis web.


24

2.5 Multimedia Interaktif

2.5.1 Definisi Multimedia Interaktif

Menurut pendapat-pendapat ahli dalam mendefinisikan multimedia seperti

yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa multimedia

merupakan perpaduan antara berbagai elemen/media (format file) yang berupa

teks, gambar (vektor atau bitmap), grafik, sound, animasi, video, interaksi, dan

lain-lain. yang telah dikemas menjadi file digital (komputerisasi), digunakan

untuk menyampaikan pesan kepada publik. Dan apabila pengguna akhir (user)

mendapatkan keleluasaan dalam mengontrol apa dan kapan elemen-elemen

multimedia tersebut, maka hal ini disebut multimedia interaktif. Sistem yang

menggunakan lebih dari satu media presentasi (teks, suara, citra, animasi, video)

secara bersamaan dan melibatkan keikutsertaan pemakai untuk memberi perintah,

mengendalikan dan memanipulasi. (Vaughan, 2006)

„Interaktif‟ sendiri memiliki pengertian menerima masukan dari manusia

(PC Webopædia, 2006). Atau interaksi bisa juga diartikan sebagai dialog sensorik

yang terjadi antara manusia dan program komputer (Mifflin, 2009)

Setidaknya ada 6 (enam) kriteria multimedia dikatakan interaktif (Thorn,

2006) yaitu:

1. Kemudahan navigasi.

Sebuah program harus dirancang sesederhana mungkin sehingga dalam

pengoperasian multimedia tidak perlu belajar komputer lebih dahulu.


25

2. Kandungan kognisi.

3. Presentasi informasi.

Kedua kriteria di atas (poin 2 dan 3) adalah untuk menilai isi dari program

itu sendiri, apakah program telah memenuhi kebutuhan user atau belum.

4. Integrasi media.

Yaitu di mana media harus mengintegrasi aspek dan isi materi multimedia

yang dibangun.

5. Artistik dan estetika.

Kriteria ini dimaksudkan untuk menarik minat pengguna program

multimedia.

6. Fungsi secara keseluruhan.

Program yang dikembangkan harus memberikan fungsi dan manfaat yang

diinginkan oleh pengguna program multimedia. Sehingga pada waktu

seorang selesai menjalankan sebuah program multimedia dia akan merasa

telah belajar sesuatu.

2.5.2 Elemen Multimedia Interaktif

Dalam buku Sutopo (2003), multimedia terdiri dari beberapa

elemen/objek, yaitu:

1. Teks

Hampir semua orang yang biasa menggunakan komputer sudah terbiasa

dengan teks. Teks merupakan dasar dari pengolahan kata dan informasi

berbasis multimedia (Sutopo, 2003). Kebanyakan sistem multimedia

menggunakan teks sebab teks sangat efektif untuk menyampaikan ide serta
26

memberikan panduan kepada pengguna. Secara umum ada 4 (empat)

macam teks (Suyanto, 2003), yaitu:

a. Teks Cetak

Teks hasil cetakan yang akan dimasukkan ke dalam sistem multimedia

harus ditransformasikan ke bentuk yang dapat dibaca oleh komputer. Cara

yang biasa digunakan adalah dengan mengetikkan teks tersebut dengan

pengolah kata atau teks editor.

Gambar 2.6 Teks Cetak

b. Teks Hasil Scan

Untuk men-scan teks yang diinginkan, dapat menggunakan scanner yang

tersedia dengan berbagai tipe. Setelah teks tersebut kita scan, kita dapat

mengeditnya dengan pengolah data atau teks editor.


27

Gambar 2.7 Teks Hasil Scan

c. Teks Elektronik

Teks elektronik adalah teks yang dapat dibaca oleh komputer dan dapat

ditransmisikan secara elektronis melalui jaringan.

Gambar 2.8 Teks Elektronik

d. Hypertext

Kata hypertext diciptakan oleh Ted Nelson pada tahun 1965 yang berarti

teks yang telah dihubungkan. Bila sebuah hypertext diklik, maka sebuah

objek yang telah dihubungkan akan dijalankan oleh komputer.


28

Gambar 2.9 Hypertext

Dalam hal ini yang penulis gunakan dalam merancang aplikasi

terapi untuk anak autis dengan metode Lovaas berbasis multimedia

interaktif adalah jenis teks cetak.

2. Image

Secara umum image atau grafik adalah still image (gambar yang tidak

bergerak/diam) seperti foto dan gambar. Manusia sangat berorientasi pada

visual dan gambar merupakan sarana yang baik untuk menyajikan

informasi (Sutopo, 2003)

Macam-macam image dalam buku Suyanto (2003), antara lain:

a. Bitmap

Bitmap adalah gambar yang disimpan sebagai satuan pixel (titik) yang

berkorespondesi dengan titik-titik garis pada sebuah layar komputer.

Bitmap dapat dibuat dengan menggunakan program Paint, Adobe

Photoshop dan lain-lain.


29

Gambar 2.10 Bitmap

b. Vector Image

Vector image disimpan sebagai sekumpulan persamaan matematika yang

disebut algoritma yang mendefinisikan kurva, garis dan bentuk dalam

sebuah gambar.

Gambar 2.11 Vector Imaage

c. Clip Art

Membuat sendiri sejumlah gambar tentunya akan menghabiskan banyak

waktu. Untuk menghemat waktu dapat menggunakan clip art, yaitu

sekumpulan gambar yang telah disediakan oleh Microsoft Office yang bisa

digunakan dalam membuat sistem multimedia.


30

Gambar 2.12 Clip Art

d. Digitized Pictures

Digitized pictures adalah gambar yang diperoleh melalui grabbing atau

proses penangkapan gambar dari kamera video yang terhubung ke

komputer.

Gambar 2.13 Digitized Picture

e. Hyperpicture

Hyperpictures adalah gambar yang telah dihubungkan. Bila sebuah

hyperpictures diklik, maka sebuah objek yang telah dihubungkan akan

dijalankan oleh komputer.


31

Gambar 2.14 Hyperpicture

Beberapa format file grafik yang umum yaitu (Suyanto, 2003):

a. PICT: Standar grafik pada Apple Mac.

b. BMP: Standar grafik pada Windows.

c. Joint Photographic Expert Graphic (JPEG): Standar format foto dan juga

populer dalam file format web.

d. Graphic Interchange File (GIF): Grafik yang sudah dikompres untuk

penggunaan internet. Dengan kedalaman warna 256 (16 bit)

e. Tagged Interchange File Format (TIFF): Format filenya terkompresi yang

biasa digunakan pada paket desktop dan umumnya untuk perusahaan

percetakan. File .TIFF masih dapat diedit.

f. Encapsulated Post Script (EPS): Format yang digunakan oleh Photoshop

dan dapat terdiri dari vector maupun bitmap.

g. PSD: Format yang digunakan oleh Photoshop saat menyimpan atau

memanipulasi grafik.

h. Format khusus: Selain format file di atas, masih ada beberapa format

lainnya, seperti FH8 (pada Freehand v8) dan CDR (pada CorelDRAW)
32

Dalam hal ini yang peneliti gunakan adalah gambar/image vektor

dan raster. Format gambar yang peneliti pakai yaitu .JPEG, .PSD, .BMP

dan .PNG.

3. Animasi

Animasi adalah pembentukan gerakan dari berbagai media atau objek yang

divariasikan dengan gerakan transisi, efek-efek, juga suara yang selaras

dengan gerakan animasi tersebut atau animasi merupakan penayangan

frame-frame gambar secara cepat untuk menghasilkan kesan gerakan

(Sutopo, 2003).

Animasi yang peneliti buat antara lain berupa tombol-tombol, boneka,

hewan dan awan. Animasi-animasi itu dapat bergerak dan berganti-ganti

gambar, hal ini diperlukan untuk menarik perhatian.

4. Audio

Penyajian audio atau suara merupakan cara lain untuk lebih memperjelas

pengertian suatu informasi. Contohnya, narasi merupakan kelengkapan

dari penjelasan yang dilihat melalui video. Suara dapat lebih lebih

menjelaskan karakteristik suatu gambar, misalnya musik dan suara efek

(effect sound). Salah satu bentuk bunyi yang bisa digunakan dalam

produksi multimedia adalah Waveform Audio yang merupakan format file

audio yang berbentuk digital. Kualitas produknya bergantung pada

sampling rate (banyaknya sampel per detik). Waveform (wav) merupakan

standar untuk Windows PC (Sutopo, 2003)

Dalam buku Suyanto (2003), ada beberapa jenis format suara, antara lain:
33

a. Waveform Audio

Format suara ini dapat digunakan untuk merekam berbagai suara yang

diinginkan. Setiap suara yang direkam dengan format Waveform, dapat

diperoleh informasi mengenai frekuensi, amplitudo dan harmoninya.

b. MIDI

MIDI merupakan singkatan dari Musical Instrument Digital Interface.

MIDI menyediakan cara merekam musik yang sangat efisien daripada

merekam suara berformat WAV yang membutuhkan tempat penyimpanan

yang besar dalam penyimpanannya. Format MIDI mempunyai ekstensi

.mid dan tidak membutuhkan tempat tempat penyimpanan yang besar.

c. Audio CD

Audio CD dapat menampung rekaman dengan suara yang sangat jernih.

Sampling rate-nya adalah 44100 sampel per detik, yang cukup cepat untuk

merekam segala macam suara yang dapat didengar oleh manusia.

d. CD Plus, CD Extra dan Enhanced CD

Adalah CD musik yang dapat berfungsi sebagai CD-ROM dengan data

komputer yang terdapat dalam sebuah disc musik. Jika sebuah CD Plus

dimasukkan ke dalam PC (personal computer) multimedia, komputer akan

menyajikan tampilan grafis yang menarik dan tepat untuk bernavigasi dan

berinteraksi.

e. MP3

Singkatan dari MPEG Audio Layer 3. MP3 dapat mengkompres sebuah

track CD audio ke dalam sebuah file yang ukurannya kecil.


34

f. Hyperaudio

Hyperaudio adalah audio yang digunakan untuk menggerakkan obyek-

obyek multimedia.

Dalam hal ini, jenis audio yang peneliti gunakan dalam pembuatan

aplikasi terapi bagi anak autis ini yang itu MP3 dan Waveform Audio.

5. Video

Video merupakan sumber daya yang kaya dan hidup bagi aplikasi

multimedia karena penyampaian yang komunikatif dibandingkan gambar

biasa (Suyanto, 2003). Ada empat macam video yang dapat digunakan

sebagai objek link dalam aplikasi multimedia, yaitu:

a. Live Video Feeds

Live Video Feeds menyediakan obyek-obyek realtime yang menarik

dari sistem multimedia. Beberapa channel TV atau live camera feed

dapat menjadi objek suatu link.

b. Video Tape

Video tape merupakan video yang paling tersebar luas. Hampir semua

orang memiliki sebuah VCR (video cinematic recording) dan hampir

di setiap pusat perbelanjaan terdapat toko video yang menyewakan

film dalam bentuk video tape.

c. Video Disc

Ada 2 (dua) format untuk video disc, yakni CAV (cinematic average

video) dan CLV (cinematic long video). CAV disc dapat menyimpan
35

hingga 54000 frame. Sedangkan CLV disc dapat menyimpan video

dua kali lebih besar daripada CAV disc.

d. Digital Video

Digital video adalah media penyimpanan yang paling menarik dan

menjanjikan. Digital video disimpan dalam bentuk file pada hard disc,

CD-ROM atau DVD.

Dalam hal ini, jenis video yang peneliti gunakan adalah Digital

video karena dapat disimpan dalam media penyimpanan secara efisien

dan selain itu juga dapat disunting secara instan dengan software-

software pengolah video.

6. Interactive Link

Sebagian dari multimedia adalah interaktif, di mana pengguna dapat

menekan mouse atau objek pada screen seperti button atau teks dan

menyebabkan program melakukan perintah tertentu.

Interactive link dengan informasi yang dihubungkannya sering kali

dihubungkan secara keseluruhan sebagai hypermedia. Secara spesifik,

dalam hal ini termasuk hypertext (hotword), hypergraphics dan

hypersound menjelaskan jenis informasi yang dihubungkan.

Interactive link diperlukan bila pengguna menunjuk pada suatu objek atau

button agar dapat mengakses program tertentu. Interactive link diperlukan

untuk menggabungkan beberapa elemen multimedia sehingga menjadi

informasi yang terpadu.


36

2.6 Desain Komunikasi Visual

2.6.1 Definisi Desain Komunikasi Visual

Desain komunikasi visual adalah desain yang mengkomunikasikan

informasi dan pesan yang ditampilkan secara visual (Saleh, 2006). Desain grafis

menerapkan elemen-elemen dan prinsip-prinsip desain (komposisi) dalam

memproduksi sebuah karya visual. Karya visual, seiring berkembangnya tuntutan

industri, tidak lagi terbatas pada media cetak dalam penyampaian visualnya.

Melainkan juga pada media-media elektronik. Inilah yang menyebabkan

terminologi Desain Grafis terkikis secara teknologi dan digantikan dengan

terminologi baru yakni Desain Komunikasi Visual. Namun demikian, persoalan

pergantian terminologi ini tidak serta merta melemahkan posisi Desain Grafis

sebagai dasar penerapan elemen dan prinsip dalam perancangan sebuah karya

visual. (Sitepu, 2003)

Pekerjaan desain grafis menuntut pemahaman terhadap esensi dunia visual

dan seni (estetika). Dengan menggunakan istilah Desain Komunikasi Visual,

maka seorang desainer grafis dituntut juga untuk menguasai bidang-bidang lain

dan melakukan pendekatan-pendekatan dengan disiplin ilmu yang lebih luas

terutama ilmu komunikasi.

Ilmu komunikasi kini lazim menyebut desain grafis sebagai desain

komunikasi visual. Sebab desain grafis pada dasarnya adalah pekerjaan

berkomunikasi di mana pesan yang disampaikan adalah visual (grafis: gambar dan

tipografi atau elemen-elemen desain dalam seni). Dan beberapa penelitian


37

membuktikan media komunikasi visual lebih efektif ketimbang media lainnya

yang hanya mengandalkan teks. (Pujrianto, 2005)

2.6.2 Fungsi Desain Komunikasi Visual

Dalam perkembangannya selama beberapa abad, desain komunikasi visual

mempunyai tiga fungsi dasar, yaitu sebagai sarana identifikasi, sebagai sarana

informasi dan instruksi, dan yang terakhir sebagai sarana presentasi dan promosi.

(Zaidanrizky, 2008)

a. Desain Komunikasi Visual sebagai sarana identifikasi

Fungsi dasar yang utama dari desain komunikasi visual adalah sebagai sarana

identifikasi. Identitas seseorang dapat mengatakan tentang siapa orang itu, atau

dari mana asalnya. Demikian juga dengan suatu benda atau produk, jika

mempunyai identitas akan dapat mencerminkan kualitas produk itu dan mudah

dikenali, baik oleh produsennya maupun konsumennya.

b. Desain Komunikasi Visual sebagai sarana informasi dan instruksi

Sebagai sarana informasi dan instruksi, desain komunikasi visual bertujuan

menunjukkan hubungan antara suatu hal dengan hal yang lain dalam petunjuk,

arah, posisi dan skala; contohnya peta, diagram, simbol dan penunjuk arah.

Informasi akan berguna apabila dikomunikasikan kepada orang yang tepat,

pada waktu dan tempat yang tepat, dalam bentuk yang dapat dimengerti, dan

dipresentasikan secara logis dan konsisten. Simbol-simbol yang kita jumpai

sehari-hari seperti tanda dan rambu lalu lintas, simbol-simbol di tempat-tempat

umum seperti telepon umum, toilet, restoran dan lain-lain harus bersifat

informatif dan komunikatif, dapat dibaca dan dimengerti oleh orang dari
38

berbagai latar belakang dan kalangan. Inilah sekali lagi salah satu alasan

mengapa desain komunikasi visual harus bersifat universal.

c. Desain Komunikasi Visual sebagai sarana presentasi dan promosi

Tujuan dari desain komunikasi visual sebagai sarana presentasi dan promosi

adalah untuk menyampaikan pesan, mendapatkan perhatian (atensi) dari mata

(secara visual) dan membuat pesan tersebut dapat diingat; contohnya poster.

Penggunaan gambar dan kata-kata yang diperlukan sangat sedikit, mempunyai

satu makna dan mengesankan. Umumnya, untuk mencapai tujuan ini, maka

gambar dan kata-kata yang digunakan bersifat persuasif dan menarik, karena

tujuan akhirnya adalah menjual suatu produk atau jasa.

2.6.3 Elemen Desain Komunikasi Visual

Untuk dapat berkomunikasi secara visual, seorang desainer menggunakan

elemen-elemen untuk menunjang desain tersebut. Elemen-elemen yang sering

digunakan dalam desain komunikasi visual antara lain adalah tipografi,

simbolisme, ilustrasi dan fotografi. Elemen-elemen ini bisa digunakan sendiri-

sendiri, bisa juga digabungkan. (Santosa, 2000)

1. Desain dan Tipografi

Tipografi adalah seni menyusun huruf-huruf sehingga dapat dibaca

tetapi masih mempunyai nilai desain. Tipografi digunakan sebagai metode

untuk menerjemahkan kata-kata (lisan) ke dalam bentuk tulisan (visual).

2. Desain dan Simbolisme

Simbol sangat efektif digunakan sebagai sarana informasi untuk

menjembatani perbedaan bahasa yang digunakan, contohnya sebagai


39

komponen dari signing systems sebuah pusat perbelanjaan. Untuk

menginformasikan letak toilet, telepon umum, restoran, pintu masuk dan

keluar, dan lain-lain digunakan simbol.

Bentuk yang lebih kompleks dari simbol adalah logo. Logo adalah

identifikasi dari sebuah perusahaan, karena itu suatu logo mempunyai

banyak persyaratan dan harus dapat mencerminkan perusahaan itu.

3. Desain dan Ilustrasi

Ilustrasi adalah suatu bidang dari seni yang berspesialisasi dalam

penggunaan gambar yang tidak dihasilkan dari kamera atau fotografi

(nonphotographic image) untuk visualisasi. Dengan kata lain, ilustrasi

yang dimaksudkan di sini adalah gambar yang dihasilkan secara manual.

4. Desain dan Fotografi

Ada dua bidang utama di mana seorang desainer banyak

menggunakan elemen fotografi, yaitu penerbitan (publishing) dan

periklanan (advertising). Beberapa tugas dan kemampuan yang diperlukan

dalam kedua bidang ini hampir sama. Menurut Margaret Donegan dari

majalah GQ, dalam penerbitan (dalam hal ini majalah) lebih diutamakan

kemampuan untuk bercerita dengan baik dan kontak dengan pembaca;

sedangkan dalam periklanan (juga dalam majalah) lebih diutamakan

kemampuan untuk menjual produk yang diiklankan tersebut.


40

2.7 Software Perancang Terapi Multimedia Interaktif

Aplikasi pengolah multimedia ada bermacam-macam, namun berdasarkan

proses pembuatannya aplikasi pengolah multimedia dapat dibagi menjadi 2

macam yaitu: (Suyanto, 2004)

1. Multi layer based application

Aplikasi multi layer memungkinkan sebuah obyek memiliki track atau

alur tersendiri terpisah dari obyek lainnya, yang memungkinkan obyek

untuk dimanipulasi secara tersendiri terpisah dari obyek lainnya. Contoh

aplikasi misalnya: Macromedia Director, Flash, Swish, Adobe Premiere,

After Effect dan sebagainya.

2. Single Layer based application

Berbeda dengan aplikasi multi layer, obyek yang sudah diletakkan dalam

layer tidak memungkinkan untuk diedit, kalaupun bisa, sangat terbatas

tidak dapat dimanipulasi secara bebas. Aplikasi semacam ini digunakan

untuk membuat sebuah program interaktif sederhana. Misalnya untuk

membuat VCD interaktif, DVD interaktif dan presentasi sederhana.

Contoh aplikasinya adalah Microsoft Power Point, U-lead DVD Creator,

Nero Burning Interactive VCD Creator dan sebagainya.

Secara umum, aplikasi pengolah ini dikategorikan berdasar pada

tingkat profesionalitas, multi layer based application digunakan

kebanyakan oleh profesional dan tingkat mahir karena fleksibilitasnya.

Sedangkan untuk pemula atau pengguna biasa sering menggunakan single

layer based appliucation karena sederhana dan mudah dipakai.


41

2.7.1 Adobe Photoshop

Adobe Photoshop, atau biasa disebut Photoshop, adalah perangkat lunak

editor citra buatan Adobe Systems yang dikhususkan untuk pengeditan foto atau

gambar dan pembuatan efek. Perangkat lunak ini banyak digunakan oleh

fotografer digital dan perusahaan iklan sehingga dianggap sebagai pemimpin

pasar (market leader) untuk perangkat lunak pengolah gambar dan bersama Adobe

Acrobat, dianggap sebagai produk terbaik yang pernah diproduksi oleh Adobe

Systems. Versi ke delapan aplikasi ini disebut dengan nama Photoshop CS, versi

sembilan disebut Photoshop CS2 dan terakhir ini adalah Adobe Photoshop CS3

(Creative Suite). (Widianto, 2010)

Photoshop tersedia untuk Microsoft Windows, Mac OS X dan Mac OS

versi 9 ke atas juga dapat digunakan oleh sistem operasi lain seperti Linux dengan

bantuan perangkat lunak tertentu seperti CrossOver.

Meskipun pada awalnya Photoshop dirancang untuk menyunting gambar

untuk cetakan berbasis-kertas, Photoshop yang ada saat ini juga dapat digunakan

untuk memproduksi gambar untuk World Wide Web. Beberapa versi terakhir juga

menyertakan aplikasi tambahan, Adobe ImageReady, untuk keperluan tersebut.

Photoshop juga memiliki hubungan erat dengan beberapa perangkat lunak

penyunting media, animasi dan authoring buatan Adobe lainnya.

A. Kelebihan Adobe Photoshop CS3

Photoshop mempunyai banyak fasilitas yang memungkinkan seorang

designer menciptakan efek-efek tertentu dan bisa menggunakan banyak


42

variasi dari fasilitas yang disediakan oleh Photoshop. Beberapa

diantaranya yaitu:

a. Membuat tulisan dengan efek tertentu.

Photoshop dapat mengubah bentuk tulisan menjadi lebih kreatif dan

inovatif dengan tool effect yang ada di dalamnya.

b. Membuat tekstur dan material yang beragam.

Dengan langkah-langkah tertentu, seorang designer bisa membuat

gambar misalnya daun, logam, air, dan bermacam gambar lainnya.

c. Mengedit foto dan gambar yang sudah ada.

Dengan Photoshop kita dapat merubah gambar yang kualitasnya

tampak jelek menjadi bagus ataupun sebaliknya. Selain itu juga

Photoshop dapat merubah foto seseorang menjadi sebuah gambar

kartun atau dalam design grafis disebut vector and pixel (vexel).

d. Memproses materi web.

Photoshop juga digunakan untuk keperluan web, misalnya: Kompresi

file gambar agar ukurannya lebih kecil, memotong gambar kecil-kecil

(slice), dan membuat web photo gallery. Dengan Adobe Image Ready,

gambar yang sudah ada bisa dibuat untuk keperluan web, misalnya

menjadi rollover dan animasi GIF. Untuk keperluan tersebut bisa

menggunakan Macromedia Fireworks di samping Adobe Image Ready.

B. Kelemahan Photoshop

Kelemahan Photoshop dalam menciptakan image adalah Photoshop hanya

bisa digunakan untuk menciptakan image yang statis, dan juga dengan
43

berkembangnya versi Photoshop sekarang ini spesifikasi komputer untuk

menjalankan Photoshop juga harus sudah tinggi dan yang pasti harga

computer tersebut mahal.

C. Area kerja Photoshop CS3

Secara garis besar, area kerja Photoshop CS3 terdiri dari beberapa

komponen utama seperti yang tampak pada Gambar 2.5 di bawah ini.

a. Baris Menu, merupakan bagian yang berisi daftar menu perintah.

b. Toolbox, merupakan palet yang berisi tombol-tombol perintah, seperti

tombol perintah untuk menyeleksi, memotong, menyunting, melukis,

menggambar, menulis teks dan berbagai fungsi lainnya.

c. Baris Options, merupakan bagian yang berisi daftar perintah tambahan

yang isinya akan selalu berubah bergantung pada tombol perintah yang

terpilih pada bagian Toolbox.

d. Dokumen, merupakan file lembar kerja utama yang berisi gambar,

objek atau teks yang sedang diolah.

e. Panel, merupakan bagian yang terdiri dari beberapa palet. Palet-palet

tersebut memuat beberapa perintah untuk memanipulasi dokumen.


44

Gambar 2.15 Area kerja Adobe Photoshop CS3

2.7.2 Adobe Flash CS3

Adobe Flash CS3 adalah software aplikasi untuk animasi yang digunakan

untuk internet. Dengan Adobe Flash CS3, aplikasi web dapat dilengkapi dengan

beberapa macam animasi, audio, interaktif animasi dan lain-lain. Macromedia

Flash memiliki pemrograman ActionScript dan merupakan authoring tool berbasis

timeline dan terstruktur. Adobe Flash CS3 dapat digunakan untuk pengembangan

multimedia interaktif untuk produksi CD, jaringan, maupun penggunaan pada

web. Dalam multimedia dapat dilihat teks, gambar, animasi, audio dan digital

video bersama-sama tampil pada satu saat dan penggunaan button sebagai alat

interaktif. Perkembangan multimedia yang pesat dapat dilihat dengan makin

diperlukannya presentasi bisnis, menampilkan newsletter dalam internet,

menambahkan audio dan lain-lain. Tampilan Adobe Flash CS3 dapat dilihat pada

Gambar 2.16.
45

Gambar 2.16 Area kerja Adobe Flash CS3


2.7.3 Adobe Director 11.5

Director adalah software yang awalnya buatan Macromedia (seperti Flash

dan Dreamweaver) lalu diakuisisi oleh Adobe yang biasa digunakan untuk

pembuatan CD interaktif, media pembelajaran (edukasi), katalog produk, game,

presentasi berbasis multimedia. Adobe Director ini bukanlah software yang segala

bisa. Adobe Director hanyalah software untuk merangkai komponen multimedia

dan grafis. (Hendratman, 2008)

Tampilan kerja/User Interface Adobe Director menggunakan istilah

seperti pada dunia perfilman atau sinetron, antara lain sebagai berikut:

a. Stage, tampilan untuk menunjukkan hasil tata letak objek pada waktu

(frame) tertentu. Analoginya seperti tampilan di layar TV/panggung

pertunjukan.

b. Score, untuk mengatur urutan objek yang tampil agar sesuai cerita/naskah,

analoginya seperti storyboard dan storyline. Di Score inilah kita

menentukan mana yang tampil lebih dahulu dan mana yang akan tampil

belakangan.
46

c. Cast member, untuk menampung objek apa saja yang siap dan bisa

ditampilkan. Analoginya seperti artis yang sedang menunggu giliran

tampil di panggung (stage). Satu artis bisa saja tampil berkali-kali di Stage

dalam waktu yang sama atau berbeda untuk menghemat jumlah pemain

(cast member).

d. Panel Property Inspector, untuk mengatur sifat/parameter yang ada pada

objek. Setiap objek mempunyai keistimewaan sendiri. Analoginya seperti

artis yang mempunyai sifat dan kemampuan yang khusus dan berbeda

dengan artis lainnya.

e. Director, pengarah cerita/sutradara.

Gambar 2.17 Tampilan kerja Adobe Director 11.5

2.8 Autisme

Penyakit Autis, yang lebih tepat disebut gangguan perkembangan pervasif,

sudah ditemukan sejak 1943. Hanya saja belum banyak masyarakat awam, bahkan

dokter, yang mengetahuinya karena orangtua atau dokter mengira anak hanya

mengalami keterlambatan perkembangan (terutama berbicara) yang sementara

saja. Anggapan itu tentu saja membuat Autisme yang diderita anak semakin parah.
47

Semakin hari jumlah penderita Autisme semakin bertambah. Di Kanada

dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri

pada tahun 2002 disimpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Dengan adanya

metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang

ditemukan terkena Autisme akan semakin besar. Jumlah tersebut diatas sangat

mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab Autisme masih misterius

dan menjadi bahan perdebatan di antara para ahli dan dokter di dunia.

(Puterakembara, 2003)

Sedangkan menurut data dari Dep-Kes RI (2010), jumlah penderita autis

tercatat sebanyak 475 ribu jiwa pada tahun 2009 dan diperkirakan setiap 1 (satu)

dari 150 anak yang lahir, menderita Autisme. Tentu angka ini sangat

mengkhawatirkan dan sudah sangat perlu diperhatikan dari berbagai kalangan,

termasuk pemerintah dalam penyediaan sarana terapi untuk menangani Autisme

ini.

Penyandang autis sebenarnya mengalami gangguan di pusat emosi.

Akibatnya, kalau keinginan tidak terpenuhi dia bisa temper tantrum, mengamuk,

menjerit, dan berguling-guling. Penyandang autis sangat sensitif terhadap cahaya,

suara, maupun sentuhan. Penyandang autis juga mengalami kesulitan mengukur

ketinggian atau kedalaman. Karenanya mereka sering takut melangkah pada lantai

yang berbeda tinggi. Penyandang autis diberi obat untuk menyeimbangkan

neurotransmitter agar lebih responsif dan hati-hati dengan dunia luar.

Biro sensus Amerika mendata di tahun 2009 ada 475.000 penyandang

Autis di Indonesia. Ditengarai, setiap hari, satu dari 150 anak yang lahir menderita
48

autis. Padahal, pada tahun 1970-an anak penyandang autis satu dibanding 10.000

kelahiran.

2.8.1. Definisi Autisme

Istilah Autisme pertama kali diperkenalkan oleh Leo Kanner pada tahun

1943 (Handoyo, 2004; Hidayat, 2006). Saat itu Leo Kanner dalam

mendeskripsikan gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi

dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan

yang tertunda, echolalia, pembalikan kalimat, adanya aktifitas bermain yang

repetitif dan stereotipik, rute ingatan yang kuat, dan keinginan obsesif untuk

mempertahankan keteraturan di dalam lingkunganya. Dari deskripsi tersebut

muncullah istilah Autisme. Istilah Autisme itu sendiri berasal dari kata “auto”

yang berarti sendiri (Handoyo; 2004). Jadi anak autis seakan-akan hidup di

dunianya sendiri. Mereka cenderung menarik diri dari lingkungannya dan asyik

bermain sendiri.

Autisme sebenarnya merupakan gangguan perkembangan yang disebabkan

oleh adanya interferensi pada perkembangan otak pada masa prenatal atau selama

satu atau dua tahun awal kehidupan anak, yang Autisme ini adalah manifestasi

perilaku yang timbul dari disfungsi yang terjadi pada maturasi neurobiologist dan

fungsi sistem saraf pusat. Gangguan perkembangan ini menyebabkan kekurangan

pada tiga area yaitu area interaksi sosial, area komunikasi serta area perilaku.

Keterlambatan atau fungsi abnormal pada salah satu dari ketiga area tersebut

muncul sebelum usia tiga tahun. Kekurangan pada area interaksi sosial ini

merupakan hal yang amat menjadi keluhan orang tua dan merupakan ciri utama
49

yang menyadarkan orang tua untuk curiga mengenai kemungkinan adanya

gangguan pada anaknya. (Jepson, 2003)

Autisme infantil atau autisme masa kanak adalah gangguan perkembangan

yang muncul pertama kali pada anak-anak berusia enam bulan hingga tiga tahun.

Seorang anak autistik tidak mampu mengadakan interaksi sosial, dan seolah-olah

hidup dalam dunianya sendiri. Seorang anak dapat dikatakan termasuk Autisme,

bila ia memiliki hambatan perkembangan dalam tiga aspek, yakni hambatan

dalam interaksi sosial-emosional, dalam komunikasi timbal balik, dan minat yang

terbatas disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan, gejala-gejala tersebut

sudah terlihat sebelum usia 3 tahun (Siegel, 1996; Moetrasi, 2000; Pusponegoro,

2003; Hidayat, 2006; Erlani, 2007). Ketiga aspek tersebut harus dipenuhi dan

harus secara ketat dalam penerapannya, agar tidak sembarangan dalam

menentukan apakah seorang anak itu termasuk kategori anak autis atau bukan.

Ciri yang sangat menonjol dari penderita Autisme adalah tidak adanya atau sangat

kurangnya kontak mata dengan orang lain. Penyandang Autisme bersikap acuh tak

acuh bila diajak bicara atau bergurau. la seakan-akan menolak semua usaha

interaksi dari orang lain, termasuk dari ibunya. la lebih suka dibiarkan main

sendiri dan melakukan sebuah perbuatan yang tidak lazirn secara berulang-ulang.

Sebagian kecil penyandang Autisme berhasil berkembang normal, namun sebelum

mencapai umur tiga tahun perkembangannya terhenti, kemudian timbul

kemunduran dan mulai tampak gejala-gejala Autisme. Hingga kini belum

diketahui secara pasti penyebab gangguan Autisme.


50

Autisme diklasifikasikan sebagai ketidaknormalan perkembangan neuro

yang menyebabkan interaksi sosial yang tidak normal, kemampuan komunikasi,

pola kesukaan, dan pola sikap. Autisme bisa terdeteksi pada anak berumur paling

sedikit 1 tahun. Autisme empat kali lebih banyak menyerang anak laki-laki dari

pada anak perempuan. Selain itu, Autisme disebut juga sebagai gangguan

„spektrum‟ yang artinya bahwa gejala dan karakteristiknya ditampilkan dalam

kombinasi dan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Pada ujung spektrum, kita

dapat menemukan seorang anak penyandang Autisme yang tidak berbicara, duduk

di sudut ruangan, memutar-mutar penjepit kertas berulang-ulang selama berjam-

jam, di ujung lain dari spektrum, kita menemukan seorang penyandang Autisme

yang bekerja sebagai peneliti di universitas, selama pekerjaan itu tidak

mensyaratkannya untuk berinteraksi dengan orang-orang. Orang yang memiliki

kesulitan dalam area komunikasi nonverbal (termasuk di dalamnya keinginan dan

kemampuan menggunakan bahasa dalam konteks sosial) dikategorikan memiliki

Autistic Spectrum Disorder (ASD). (Juanita, 2003)

2.8.2. Penyebab Autisme

Banyak spekulasi mengenai penyebab dari penyakit autis, baik karena

faktor genetik, lingkungan, hingga imunisasi. Ada pula pendapat yang

mengatakan bahwa terlalu banyak vaksin Hepatitis B yang termasuk dalam MMR

(Mumps, Measles dan Rubella ) bisa berakibat anak mengidap penyakit Autisme.

Hal ini dikarenakan vaksin ini mengandung zat pengawet Thimerosal, yang terdiri

dari Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autism Spectrum

Disorder. Tapi hal ini masih diperdebatkan oleh para ahli. Hal ini diperdebatkan
51

karena tidak adanya bukti yang kuat bahwa imunisasi ini penyebab dari Autisme,

tetapi imunisasi ini diperkirakan ada hubungannya dengan Autisme.

Kendati demikian, seiring perkembangan ilmu pengetahuan, penyebab dari

penyakit Autis ini kian dapat dipastikan setelah melalui penelitian yang panjang.

Seperti dilaporkan dalam jurnal Nature Genetics, penelitian yang dilakukan

terhadap 1200 keluarga dengan melibatkan 120 ilmuwan dari 50 lembaga di lebih

dari 19 negara berhasil menemukan kromosom 11 dan gen khusus yang bernama

neurexin 11 sebagai biang keladi penyebab Autis. Sebelumnya para ahli menduga

kesalahan dalam cetak biru genetis sebagai penyebab Autis. Neurexin merupakan

bagian dari keluarga gen yang membantu komunikasi sel syaraf. Menurut para

ilmuwan gen ini memainkan peran penting dalam terjadinya sindrom autis. Di

dalam sel manusia, DNA ada di dalam inti sel dan mitokondria. Di dalam inti sel,

DNA membentuk untaian kromosom. Setiap sel manusia normal memiliki 46

kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom somatik dan sepasang

kromosom seks.

Namun demikian, menyelidiki penyebab Autis tidaklah semudah yang

dibayangkan. Amat rumit, karena interaksi antara beberapa gen, sehingga jika satu

gen berhasil ditemukan belum cukup untuk menjawab teka-teka ini. Tapi

setidaknya hasil ini bisa dapat dijadikan langkah yang terang untuk

pengembangan obat yang spesifik. (Burn, 2007)

Terdapat juga penelitian yang mengatakan bahwa zat-zat beracun seperti

timah (Pb) dari knalpot mobil, cerobong pabrik, cat tembok, kadmium dari batu

baterai, serta turunan air raksa (Hg) yang digunakan untuk menjinakkan kuman
52

yang digunakan untuk imunisasi, dituding menimbulkan gejala seperti autis.

Dimana logam-logam berat tersebut menumpuk di tubuh wanita dewasa masuk ke

janin lewat demineralisasi tulang dan juga tersalur ke bayi lewat ASI (air susu

ibu). Demikian pula antibiotika yang memusnahkan hampir semua kuman, baik

dan buruk, di saluran pencernaan, sehingga jamur merajalela di usus. (Budhiman,

2003)

Dr. Bernard Rimland dari Autism Research Institution, San Diego (AS),

memaparkan tentang hal itu. Hasil analisis mineral rambut anak AS menunjukkan,

kadar Pb dan Hg-nya tinggi. Anak yang keracunan logam berat, enzimnya

berkurang, sehingga pencernaannya buruk. Beberapa jenis makanan, misalnya

susu, tepung gandum, mengandung protein yang sulit dicerna; yaitu kasein dan

glutein. Kekurangan enzim membuat kedua jenis protein tidak bisa dipecah

sempurna. Sisa rantai asam amino yang tidak terpecah (peptida) normalnya keluar

lewat urine, tetapi seringkali terserap tubuh. Jika sampai ke otak akan berubah

menjadi morfin (kaseomorfin atau gluteomorfin).

Banyak pula ahli melakukan riset dan menyatakan bahwa bibit Autisme

telah ada jauh hari sebelum bayi dilahirkan bahkan sebelum vaksinasi dilakukan.

Kelainan ini dikonfirmasikan dalam hasil pengamatan beberapa keluarga melalui

gen Autisme. Patricia Rodier, ahli embrio dari Amerika bahwa korelasi antara

Autisme dan cacat lahir yang disebabkan oleh thalidomide menyimpulkan bahwa

kerusakan jaringan otak dapat terjadi paling awal 20 hari pada saat pembentukan

janin. Peneliti lainnya, Minshew menemukan bahwa pada anak yang terkena

Autisme bagian otak yang mengendalikan pusat memori dan emosi menjadi lebih
53

kecil dari pada anak normal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa gangguan

perkembangan otak telah terjadi pada semester ketiga saat kehamilan atau pada

saat kelahiran bayi.

Karin Nelson, ahli neurology Amerika mengadakan penyelidikan terhadap

protein otak dari contoh darah bayi yang baru lahir. Empat sampel protein dari

bayi normal mempunyai kadar protein yang kecil tetapi empat sampel berikutnya

mempunyai kadar protein tinggi yang kemudian ditemukan bahwa bayi dengan

kadar protein otak tinggi ini berkembang menjadi Autisme dan keterbelakangan

mental. Nelson menyimpulkan Autisme terjadi sebelum kelahiran bayi.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Eric Courchesne dari Universitas

California - San Diego menemukan, sebagian besar penyandang Autisme

mempunyai otak kecil yang lebih kecil dibandingkan ukuran normal (hipoplasia

cerebellum). Pengecilan otak kecil ini terjadi pada masa janin. Selain berfungsi

sebagai pengatur keseimbangan, otak kecil juga berperan dalam proses sensorik,

berpikir, daya ingat, belajar bahasa, dan juga perhatian (konsentrasi). Hasil otopsi

penyandang Autisme yang dilakukan para ahli menunjukkan adanya keganjilan

pada sistem limbic (pusat emosi di otak), dan kurangnya jumlah sel pada lobus

parietalis di otak. Akibatnya, terjadi kekacauan sistem di otak.

Saat ini, para peneliti dan orang tua anak penyandang Autisme boleh

merasa lega mengingat perhatian dari negara besar di dunia mengenai kelainan

Autisme menjadi sangat serius. Sebelumnya, kelainan Autisme hanya dianggap

sebagai akibat dari perlakuan orang tua yang otoriter terhadap anaknya. Di

samping itu, kemajuan teknologi memungkinkan untuk melakukan penelitian


54

mengenai penyebab Autisme secara genetik dan metabolik. Pada bulan Mei 2000

para peneliti di Amerika menemukan adanya tumpukan protein didalam otak bayi

yang baru lahir yang kemudian bayi tersebut berkembang menjadi anak Autisme.

Temuan ini mungkin dapat menjadi kunci dalam menemukan penyebab utama

Autisme sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahannya.

2.8.3 Ciri-ciri dan Karakteristik Anak Autis

Karakteristik autis yang utama seperti yang dijelaskan Leo Kanner (1943),

seorang psikolog yang membagi kriteria anak-anak berkebutuhan khusus menjadi

beberapa pengamatan, yaitu:

1. Ketidakmampuan dalam berhubungan dengan orang lain.

2. Keterlambatan perkembangan bahasa, yaitu kegagalan perkembangan

dalam tinjauan komunikasi.

3. Perkembangan dan pertumbuhan fisik.

4. Perilaku akibat lingkungan.

5. Memiliki suatu keasyikan dan daya tarik yang lebih pada suatu objek.

6. Perilaku yang berulang-ulang (stereotifik) dan memiliki stimulasi-

stimulasi lain.

Sedangkan menurut Asosiasi Psikiater Amerika dalam Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorder (2000), merinci kembali kriteria anak-anak

berkebutuhan khusus menurut Kanner tersebut menjadi beberapa kategori

karakteristik yang terdapat pada anak penyandang autis, yaitu:

1. Mengalami penurunan kualitatif dalam interaksi sosial.


55

2. Mengalami penurunan berbagai perilaku non-verbal, seperti kontak mata,

ekspresi wajah, perawakan badan dan isyarat dalam interaksi sosial.

3. Memiliki sorot mata yang tidak jernih, tidak fokus dan tidak bersinar.

4. Kegagalan untuk mengembangkan hubungan kerjasama sesuai dengan

tingkatan perkembangannya.

5. Tidak adanya timbal balik emosional.

6. Penurunan secara kualitatif dalam komunikasi, yang dapat diamati dari

hal-hal seperti:

a. Kesulitan atau tidak adanya perkembangan bahasa bicara (verbal)

seperti menggunakan alternatif komunikasi yaitu menggunakan isyarat

atau mimik.

b. Penggunaan bahasa yang diulang-ulang, tanpa memahami maknanya.

c. Komunikasi yang terjalin tidak berjalan dua arah.

7. Ketertarikan pada satu hal dengan intensitas yang berlebihan.

8. Perulangan aktifitas yang berkali-kali.

Namun sejauh ini, belum ditemukan tes klinis yang dapat mendiagnosa

secara langsung Autisme. Diagnosa yang paling tepat adalah dengan cara seksama

mengamati perilaku anak dalam berkomunikasi, bertingkah laku dan tingkat

perkembangannya. (Puterakembara, 2003)

Karena karakteristik dari penyandang Autisme ini banyak ragamnya,

sehingga cara yang paling ideal adalah dengan memeriksakan anak pada beberapa

tim dokter ahli seperti ahli neurologis, ahli psikologi anak, ahli penyakit anak, ahli

terapi bahasa, ahli pengajar dan ahli lainnya di bidang Autisme. Karena pada
56

umumnya anak yang terkena Autisme, sejak lahir sampai dengan umur 24-30

bulan terlihat normal, maka barulah orang tua mulai melihat perubahan seperti

keterlambatan berbicara, bermain dan bersosialisasi (bergaul). Meskipun

sebenarnya, gejala Autisme itu sendiri bisa diperhatikan mulai dari sejak usia 0

bulan. Tapi pada usia dia atas 2 tahun, anak autis semakin tampak jelas gejalanya.

Autisme merupakan kombinasi dari beberapa kelainan perkembangan otak.

Kemampuan dan perilaku di bawah ini adalah beberapa kelainan yang disebabkan

oleh Autisme.

1. Komunikasi

Kemampuan berbahasa mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak dapat

berbicara. Menggunakan kata-kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang

lazim digunakan. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan

hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat.

2. Bersosialisasi (bergaul)

Anak autis umumnya lebih banyak menghabiskan waktunya sendiri daripada

dengan orang lain. Tidak tertarik untuk berteman. Tidak bereaksi terhadap

isyarat dalam bersosialisasi atau berteman seperti misalnya tidak menatap

mata lawan bicaranya atau tersenyum.

3. Kelainan Penginderaan

Sensitif terhadap cahaya, pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa (lidah)

dari mulai ringan sampai berat.


57

4. Bermain

Tidak spontan/refleks dan tidak dapat berimajinasi dalam bermain. Tidak

dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang

bersifat pura-pura.

5. Perilaku

Perilaku anak autis dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif

(pendiam). Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh

perhatian pada satu benda, ide, aktifitas atau pun orang. Tidak dapat

menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya

sendiri. Seringkali sulit mengubah rutinitas sehari.

Dan yang berikut ini merupakan ciri-ciri anak Autisme menurut usianya.

1. Usia 0 – 6 bulan. Apabila anak anda terlalu tenang dan jarang menangis,

terlalu sensitif, gerakan tangan dan kaki yang terlalu berlebihan terutama

pada saat mandi. Tidak pernah terjadi kontak mata atau senyum yang

secara social, dan digendongakan mengepal tangan atau menegangkan

kaki secara berlebihan.

2. Usia 6 – 12 bulan. Kalau digendong kaku/tegang dan tidak berenterasi

atau tidak tertarik pada mainan atau tidak beraksi terhadap suara dan kata-

kata. Dan juga selalu memandang suatu benda atau tangannya sendiri

secara lama. Hal itu diakibatkan terlambatnya dalam perkembangan

motorik halus dan kasar.


58

3. Usia 2 - 3 tahun. Tidak berminat atau bersosialisasi terhadap anak-anak

lain dan kontak mata tidak fokus. Dan juga kaku terhadap orang lain,

masih senang digendong dan malas mengerakan tubuhnya.

4. Usia 4 – 5 tahun. Sukanya anak ini berteriak-teriak dan suka membeo

atau menirukan suara orang dan mengeluarkan suara-suara aneh. Dan

mudah marah apabila rutinitasnya diganggu dan kemauannya tidak

dituruti. Anak autis juga cenderung agresif dam mudah menyakiti diri

sendiri.

2.8.4 Kriteria Diagnostik Autisme

Autisme adalah gangguan perkembangan, oleh karena itu diagnosis

ditegakkan dari gejala klinis yang tampak, yang menunjukkan adanya

penyimpangan dari perkembangan normal yang sesuai umurnya.

International Classification of Diseases (ICD) 1993 maupun Diagnostic

and Statistical Manual (DSM-IV) 1994, merumuskan kriteria diagnosis untuk

Autisme infantil adalah:

A. Harus ada 6 gejala dari (1),(2) dan (3), dengan minimal dua gejala dari (1)

dan masing-masing satu gejala dari (2) dan (3).

(1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal

harus ada 2 dari gejala berikut:

a. Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai: kontak

mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik kurang

tertuju.

b. Tak bisa bermain dengan teman sebaya.


59

c. Tak ada empati (tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain).

d. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang

timbal balik.

(2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada satu

dari gejala-gejala berikut:

a. Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang.

Anak tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal.

b. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk

berkomunikasi.

c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.

d. Cara bermain yang kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang

dapat meniru.

(3) Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku,

minat dan kegiatan. Minimal harus ada satu dari gejala-gejala berikut:

a. Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas

dan berlebihan.

b. Terpaku pada kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada

gunanya.

c. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang.

d. Seringkali terpukau pada bagian-bagian benda.

B. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam

bidang interaksi sosial, bicara dan berbahasa dan cara bermain yang

monoton, kurang variatif.


60

C. Bukan disebabkan oleh sindroma Rett atau gangguan disintegratif masa

kanak.

2.8.5 Penanganan Autisme

Makin banyaknya fenomena anak autis belakangan ini, membuat para ahli,

baik itu peneliti, dokter atau psikiater anak berkutat mencari penanganan atas

penyakit autis ini. Seperti yang telah dijelaskan di atas, Autisme adalah gangguan

perkembangan yang disebabkan oleh adanya interferensi pada perkembangan otak

pada masa prenatal atau selama satu atau dua tahun awal kehidupan anak. Selain

itu Autisme juga merupakan manifestasi perilaku yang timbul dari disfungsi yang

terjadi pada maturasi neurobiologis dan fungsi sistem saraf pusat. Gangguan

perkembangan inilah yang menyebabkan kekurangan pada tiga area yaitu area

interaksi sosial, area komunikasi serta area perilaku. Keterlambatan atau fungsi

abnormal pada salah satu dari ketiga area tersebut muncul sebelum usia tiga tahun.

Kekurangan pada area interaksi sosial ini merupakan hal yang amat menjadi

keluhan orang tua dan merupakan ciri utama yang menyadarkan orang tua untuk

curiga mengenai kemungkinan adanya gangguan pada anaknya. Perincian

gangguan pada interaksi sosial di antaranya:

a. Adanya kerusakan yang nyata pada penggunaan perilaku non-verbal,

terutama pada imajinasi, komunikasi dan sosialisasi.

b. Kegagalan membentuk hubungan dengan peer. Untuk itu intervensi

perilaku dan pendidikan yang terus-menerus sangat berguna dan menjadi

inti dari perawatan yang dilakukan terhadap penyandang Autisme.


61

Menurut para ahli, psikiater anak atau pun para dokter yang menggeluti

penyakit autis ini, Autisme bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan melainkan

hanya dapat dikurangi kelemahannya. Sehingga pengertian „sembuh‟ dalam hal

ini yaitu dimana kondisi penderita autis sudah mampu berpikir serta bertingkah

laku seperti anak-anak lainnya tanpa pertolongan dari para ahli, tanpa metode

khusus dan tidak menjalani terapi yang diperlukan. Namun definisi „sembuh‟ ini

pun kemungkinannya sangat kecil sekali. tetapi secara umum, penyandang autis

dikatakan “sembuh” bila ia mampu hidup mandiri (sesuai dengan tingkat usianya),

berperilaku normal, berkomunikasi dan bersosialisasi dengan lancar serta

memiliki pengetahuan akademis yang memadai untuk anak seusia mereka.

Banyak faktor yang menentukan seorang penyandang autis bisa

dikategorikan berhasil „sembuh‟, di antaranya tingkat keparahan dari kondisi

autis, usia anak, tingkat kecerdasan dan kemampuan bahasa dari sang anak,

fasilitas penunjang seperti dokter, terapi, dan sekolah khusus, kesiapan orang tua

dalam membantu untuk mencari yang terbaik bagi sang anak, serta dukungan

masyarakat luas.

Menurut psikiater anak, baik yang tergabung dalam Yayasan Autisme

Indonesia yang berkedudukan di Jakarta maupun ahli psikiater anak di RSUD dr.

Soetomo Surabaya, Autisme dapat dikurangi kelemahannya. Walaupun autis tidak

dapat disembuhkan seratus persen, tetapi penyandang autis dapat dilatih melalui

terapi, sehingga ia bisa tumbuh normal seperti anak sehat lainnya. Dalam hal ini,

terapi saja tidak akan berhasil karena diperlukan peran orang tua dalam melihat
62

perkembangan anaknya. Oleh karena itu, kunci kesembuhan autis adalah orang

tua dan terapi tata laksana perilaku.

Penanganan perilaku, pendidikan dan medikasi terbukti dapat

meningkatkan kemampuan belajar dan berperilaku anak penyandang autis, bahkan

memungkinkan beberapa anak penyandang autis untuk berfungsi mendekati

normal, belum ada obat yang dapat „menyembuhkan‟ gangguan ini. Penanganan

pada anak penyandang autis diarahkan untuk memaksimalkan potensi yang

dimiliki anak serta menolong anak dan keluarga untuk mengatasi dan hidup

dengan gangguan ini secara lebih efektif.

Penanganan yang diberikan, disesuaikan dengan gejala yang diperlihatkan

oleh penyandang autis. Anak penyandang autis yang memiliki inteligensi rata-

rata, mampu berkomunikasi dan tidak memiliki perilaku repetitif atau melukai diri

sendiri maupun orang lain akan berbeda fokus penanganannya dengan anak

penyandang autis yang memiliki mental retardasi, tidak berbicara, serta memiliki

perilaku melukai diri sendiri maupun orang lain.

Anak penyandang autis yang memiliki mental retardasi akan

membutuhkan pengawasan dan bantuan untuk menjalani rutinitas sehari-hari

seumur hidupnya. Strategi penanganan untuk anak-anak ini biasanya menekankan

pada menghilangkan perilaku yang berbahaya, melukai diri sendiri maupun orang

lain. Mendorong keterampilan bantu diri (misalnya membersihkan diri setelah

buang air kecil/besar atau cara menggunakan kamar mandi, mandi/merawat,

tubuh/berpakaian, makan dan minum sendiri), kepatuhan pada peraturan atau


63

permintaan sederhana, munculnya perilaku emosional dan sosial yang sederhana,

mengkomunikasikan/ mengutarakan kebutuhannya, bermain.

Seiring dengan anak bertambah dewasa, penanganan berfokus pada

pengajaran mengenai keterampilan domestik (rumah tangga) atau yang

berhubungan dengan pekerjaan sederhana untuk menyiapkan mereka hidup

sendiri dengan pengawasan. Dalam menghadapi orangtua dari anak penyandang

autis yang low-functioning ini, kita mesti berhati-hati untuk tidak mendorong

pengharapan yang berlebihan akan ada kemajuan yang pesat dari anak dan tidak

juga mendorong pesimisme yang berlebihan. Yang penting menghargai setiap

kemajuan anak, betapapun perlahan-lahannya, serta menikmati hidup bersama

anak yang memiliki keunikan ini.

Untuk penyandang autis ringan, hasil penanganan bisa sangat bervariasi,

bergantung pada anaknya sendiri, orangtua, kualitas dari penanganan dan

pendidikan dini, serta kesempatan-kesempatan yang ada di kemudian hari. Berikut

adalah terapi-terapi yang sedikitnya dapat dilakukan dan biasa diterapkan di

yayasan-yayasan yang bergerak dalam memberikan terapi dan pembelajaran

sebagai penanganan terhadap anak penyandang autis:

1. Terapi Perilaku

Terapi perilaku, berupaya untuk melakukan perubahan pada anak autistik

dalam arti perilaku yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang

berkekurangan (belum ada) ditambahkan. Terapi perilaku yang dikenal di

seluruh dunia adalah Applied Behavioral Analysis yang diciptakan oleh

O.Ivar Lovaas PhD dari University of California Los Angeles (UCLA).


64

Dalam terapi perilaku, fokus penanganan terletak pada pemberian

reinforcement (penguatan) positif setiap kali anak berespons benar sesuai

instruksi yang diberikan. Tidak ada hukuman (punishment) dalam terapi

ini, akan tetapi bila anak berespons negatif (salah/tidak tepat) atau tidak

berespons sama sekali maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif

yang ia sukai tersebut. Perlakuan ini diharapkan meningkatkan

kemungkinan anak untuk berespons positif dan mengurangi kemungkinan

ia berespons negatif (atau tidak berespons) terhadap instruksi yang

diberikan. Secara lebih teoritis, prinsip dasar terapi ini dapat dijabarkan

sebagai A-B-C; Yakni A (antecedent) yang diikuti dengan B (behavior)

dan diikuti dengan C (consequence). „Antecedent‟ (hal yang mendahului

terjadinya perilaku) berupa instruksi yang diberikan oleh seseorang kepada

anak autis. Melalui gaya pengajarannya yang terstruktur, anak autis

kemudian memahami „Behavior‟ (perilaku) apa yang diharapkan

dilakukan olehnya sesudah instruksi tersebut diberikan, dan perilaku

tersebut diharapkan cenderung terjadi lagi bila anak memperoleh

„Consequence‟ (konsekuensi perilaku, atau kadang berupa imbalan) yang

menyenangkan. Tujuan penanganan ini terutama adalah untuk

meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak terhadap aturan. Terapi ini

umumnya mendapatkan hasil yang signifikan bila dilakukan secara

intensif, teratur dan konsisten pada usia dini.


65

2. Terapi Wicara

Terapi Wicara adalah terapi yang dilakukan pada prinsip-prinsip di mana

timbul kesulitan berkomunikasi atau ganguan pada berbahasa dan

berbicara bagi orang dewasa maupun anak. Terapis Wicara (orang yang

memberikan terapi berbicara) dapat diminta untuk berkonsultasi dan

konseling, mengevaluasi, memberikan perencanaan maupun penanganan

untuk terapi, dan merujuk sebagai bagian dari tim penanganan kasus.

Ganguan Komunikasi pada Autistic Spectrum Disorders (ASD) bersifat,

verbal, non-Verbal dan kombinasi.

3. Terapi Biomedik

Penanganan biomedika atau intervensi biomedis merupakan terapi yang

menuntut anak untuk menjalani diet tertentu. Intervensi biomedis

diperlukan untuk membenahi kerusakan sel-sel tubuh akibat keracunan

logam berat dan mengusir kendala-kendala yang menghalangi masuknya

nutrisi ke otak.

4. Terapi Medikamentosa

Terapi jenis ini dilakukan dengan menggunakan obat-obatan. Pemakaian

obat-obat ini akan sangat membantu untuk memperbaiki respon anak

terhadap lingkungan sehingga ia lebih mudah menerima tata laksana terapi

yang lain. Obat yang selama ini cukup sering di gunakan dan memberikan

respon yang baik adalah riperidone. Menurut penjelasan dari para peneliti

pada 101 anak-anak (82 anak laki-laki 19 anak perempuan) usia 5-17

tahun. Hasilnya mereka yang diterapi dengan riperidone setelah 6 bulan


66

terbukti tidak menunjukkan gejala berulang agresifitas dan kebiasaan

mengacau yang lebih parah lagi.

5. Pendidikan Khusus

Tata laksana perilaku yang lainnya adalah teknik memecah perilaku atau

aktivitas yang kompleks menjadi bagian yang kecil-kecil. Bagian yang

kecil-kecil ini diajarkan sendiri-sendiri secara sistematik, terstruktur, dan

terukur. Misalnya, instruksi kompleks seperti, “Ambilkan baju coklat di

atas meja, lalu lipat dengan baik, dan simpan di lemari” tentu tidak

mungkin dikerjakan anak. Apalagi bila ia belum menguasai konsep

“ambil”, “lipat”, dan “simpan”. Selain itu, anak belum menguasai konsep

baju dan warna. Para orang tua dan terapis harus mengajarkan satu persatu

pengetahuan itu, lalu digabungkan dalam rangkaian kecil-kecil.

Selanjutnya rangkaian kecil-kecil ini digabungkan menjadi satu kesatuan

yang kompleks. Cara pengajarannya antara orang tua dan terapis harus

sama. Ini untuk membantu anak lebih mudah mempelajarinya.

Cara pengajaran ini dimulai dengan sistem satu guru satu murid dalam

satu ruangan yang bebas distraksi (pengalih perhatian). Pengajaran

dilakukan berulang-ulang sampai anak berespon tanpa bantuan (frompi).

Baik dirumah maupun ditempat terapi orang tua atau terapis harus pula

menyediakan gambar-gambar atau alat bantu lain yang memudahkan anak

belajar. Seperti untuk mengenal buah jeruk, orang tua harus menyediakan

buah jeruk atau gambar jeruk. Ini juga membantu anak mengenalkan

benda dengan dimensi yang berbeda. Secara bertahap anak dibawa ke


67

kelompok kecil, lalu ke kelompok besar. Anak dicoba untuk dimasukkan

ke sekolah umum. Di kelas mulanya anak didampingi oleh orang tua/

terapis (shadow) yang tugasnya menjembatani instruksi dari guru ke anak,

dan juga membantu respon anak, shadow mula-mula lekat dengan anak,

secara bertahap jarak semakin diperbesar bersamaan dengan semakin

kurangnya intensitas dan frekuensi frompi. Target perilaku yang bisa

dicapai anak harus ditetapkan secara realistis dan sesuai dengan

kemampuan anak. Jangan menargetkan terlalu tinggi karena akhirnya akan

membuat anak frutasi dan kecil hati. Bila anak berhasil melakukan

sesuatu, orang tua dan terapis akan semakin termotivasi mengajarkan

sesuatu yang lebih baru lagi. Anak pun menjadi lebih senang beraktivitas,

dan otomatis perilaku yang aneh semakin berkurang, meski belum

sepenuhnya menghilang.

6. Terapi Okupasi

Biasanya sebagian dari penderita autis mengalami gangguan pada gerak

ototnya sehingga perlu dilakukan terapi okupasi. Terapi okupasi dapat

dilakukan dengan melatih gerak motorik otot, misalnya anak disuruh

melepas baju, menaruh tas, dan lain-lain. Dalam melakukan terapi ini anak

tidak dibiarkan begitu saja melakukan pekerjaan yang kita suruh, tetapi

harus ada bantuan dan bimbingan secara pelan-pelan dari orang tua. Orang

tua tidak dapat memaksa anak karena itu malah membuat anak

memberontak. Terapi ini sebaiknya dilakukan tahap demi tahap. Jika anak

sudah dapat melakukan satu pekerjaan, ia dibimbing untuk melakukan


68

pekerjaan lainnya. Dalam hal ini, orang tua harus memiliki kesabaran

dalam memantau perkembangan anaknya sehingga hasil yang dicapai

dapat maksimal.

7. Terapi Musik

Sejak tahun 1880-an, musik diyakini dapat digunakan sebagai sarana

untuk penyembuhan karena musik dianggap sebagai suatu alat yang dapat

membelokkan perhatian dari rasa sakit dan ketidaknyamanan. Musik tidak

hanya membawa dampak positif bagi perkembangan otak tetapi juga bagi

perkembangan emosi karena musik dapat membantu manusia

mengekspresikan atau melepas emosinya. Selain itu musik juga dapat

digunakan untuk relaksasi, meringankan stress, dan menghilangkan

kecemasan.

8. Terapi Ruhiyah

“Manusia diciptakan oleh Allah, sehingga apapun yang terjadi semuanya

kembali pada Allah”, begitulah kutipan singkat dari wawancara yang

dilakukan oleh peneliti terhadap seorang ibu yang memiliki anak penderita

autis.. Ibu tersebut menjelaskan bahwa kebanyakan dari anak autis sulit

untuk mengenal sesuatu yang abstrak. Beliau juga mengungkapkan bahwa

anak autis sulit untuk menghadirkan adanya Allah dalam pikiran mereka.

Sedangkan, kebanyakan dari terapi-terapi yang dilakukan untuk anak autis

adalah tidak adanya pengajaran untuk mengenal sang Pencipta.


69

9. Terapi Integrasi Sensoris

Dalam bukunya “Sensory Integration and the Child” (Western

Psychological Services, 1994), dr. Jean Ayres, Ph.D, terapis anak dari

Amerika Serikat, mendefinisikan integrasi sensory atau sensory

integration sebagai “pengaturan input sensor”. Untuk lebih mudah

memahaminya, perhatikan contoh berikut. Setiap saat, anak akan

menerima beragam input yang disampaikan ke otak melalui kelima panca

inderanya. Informasi tersebut bisa secara tidak sengaja diperoleh (seperti

suara-suara di sekitarnya) atau sengaja dicari (seperti membaca buku).

Pada prinsipnya, dengan terapi ini, anak disuruh melakukan serangkaian

aktivitas dengan memakai alat-alat tertentu dibawah bimbingan seorang

terapis. Semua alat-alat yang dipakai dalam terapi ini secara khusus

dirancang untuk memberikan rangsangan pada lokasi-lokasi sensor.

Sekilas, bagi yang pertama kali melihatnya, terapi ini tampak seperti

permainan saja.

Lima tahap proses integrasi sensorik, yaitu:

1. Registration: otak menyadari datangnya suatu input. Misalnya, anak yang

sedang bermain mendengar suara ibunya memanggil. Di sini, di dalam

otak anak terdaftar adanya input yang masuk, yaitu suara ibu.

2. Orientation: otak memperhatikan atau mengabaikan input. Misalnya, anak

kemudian memperhatikan suara ibu.

3. Interpretation: otak mengartikan input. Dalam proses ini, anak

membandingkan input yang sedang diperhatikannya dengan pengalaman


70

lalu atau membandingkan pengalaman yang lalu dengan hal yang sedang

terjadi. Misalnya, anak teringat bahwa pada kejadian yang lalu, ibu

memanggilnya untuk memberi susu.

4. Organization: otak memutuskan input dan apa yang dilakukan terhadap

input tersebut. Misalnya, anak kemudian bereaksi, yakni berhenti bermain,

serta memutuskan akan melaksanakan suatu tindakan, yaitu menoleh

kearah ibu sembari mengangkat tangannya. Ini dilakukannya karena

kejadian sebelumnya, dia ingat bahwa ibu memanggil untuk memberinya

susu dan tindakannya pada waktu itu adalah menoleh dan mengangkat

tangannya untuk menerima susu.

5. Execution: tindakannya nyata terhadap input tersebut. Tindakan yang

dilakukan bisa berupa respon motorik, emosi maupun kognitif. Di sini,

anak kemudian melaksanakan tindakan nyata, berupa menoleh dan

mengangkat tangannya.

10. Terapi Bermain

Sebagian besar teknik terapi bermain yang dilaporkan dalam literatur

menggunakan basis pendekatan psikodinamika atau sudut pandang

analitis. Hal ini sangat menarik karena pendekatan ini secara tradisional

dianggap membutuhkan komunikasi verbal yang tinggi, sementara

populasi Autisme tidak dapat berkomunikasi secara verbal. Namun

terdapat juga beberapa hasil penelitian yang menunjukkan penggunaan

terapi bermain pada penyandang Autisme dengan berdasar pada

pendekatan perilakuan (Landreth, 2001). Salah satu contoh penerapan


71

terapi bermain yang menggunakan pendekatan perilakuan adalah The

ETHOS Play Session dari Bryna Siegel (Schaefer, Gitlin, and Sandgrund,

1991).

11. Terapi Multimedia

Salah satu indera yang paling kuat menangkap sinyal eksternal dari anak

autis adalah indera penglihatan. Mereka dapat dengan cepat merekam

dalam memori mereka dalam waktu yang sebentar saja warna-warna,

bentuk maupun gambar-gambar. Individu autistik lebih mudah belajar

dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian

dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui

gambar-gambar, misalnya dengan metode multimedia interaktif dan PECS

(Picture Exchange Communication System). Beberapa video games bisa

juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi. (Haryanto,

2010).

Terapi multimedia menggunakan Picture Exchange Communication

(PEC) atau Computer Pictograph for Communication (COMPIC) atau

Communication Through Picture sebagai metode pembelajaran atau

terapinya. Gambar-gambar tersebut yang sebelumnya disusun di papan

komunikasi manual dengan teknologi multimedia dapat digunakan melalui

komputer (Isni, 2009). Kelebihannya terapi multimedia yaitu karena

multimedia dapat mengintegrasikan audio (musik) pada saat bersamaan

sehingga bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi anak autis.


72

Konten terapi multimedia bisa dimodifikasi perancangannya menurut

keperluan. Yang banyak beredar di pasaran, terapi multimedia untuk anak

autis berisi simulasi-simulasi permainan yang sangat baik untuk

merangsang syaraf otak dengan stimulus berupa warna dan bentuk-bentuk

yang menarik. Permainan-permainannya berupa menyusun gambar yang

acak (jigsaw) sederhana, memadu-padankan warna, bentuk atau gambar

dengan diiringi musik-musik ceria yang dapat membangkitkan gairah si

anak. Untuk tingkatan yang lebih tinggi, intensitas kerumitan permainan

ditingkatkan. Hal ini dianggap perlu untuk melatih si anak untuk belajar

fokus pada sesuatu hal. Seperti permainan membidik sasaran dan

mewarnai. Permainan jigsaw sederhana pun masih disertakan namun si

anak autis diberi tantangan berupa batasan waktu menyelesaikan gambar

acak tersebut.

2.9 Metode Lovaas

Metode Lovaas merupakan terapi perilaku intensif dengan pendekatan

kepada anak-anak dengan penyakit autis atau gangguan pervasif lainnya yang

berhubungan dengan Autisme tersebut. Metode Lovaas ini juga dikenal sebagai

UCLA Programme atau Program UCLA (University of California Los Angeles)

yang pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Ivar O. Lovaas.

Sekitar tahun 1970, Prof. Ivar O. Lovaas memulai eksperimen dengan cara

mengaplikasikan teori B.F. Skinner, seorang psikolog, yaitu „Operant

Conditioning‟. Di dalam teori ini, Skinner secara ilmiah mendemonstrasikan


73

bahwa consequences (konsekuensi atau akibat) memiliki pengaruh yang kuat dan

dapat diperkirakan (predictable) terhadap perilaku. Sebuah consequences atau

event (kejadian) yang memperkuat perilaku disebut reinforcer (penguat atau

imbalan). Contoh dari reinforcer misalnya adalah makanan/minuman, sentuhan,

pelukan, ciuman, pujian atau aktivitas yang disukai. Pada operant conditioning,

jika perilaku diikuti oleh reinforcer terjadi probibilitas (peningkatan

kemungkinan) bahwa perilaku yang sama akan terulang lagi pada keadaan yang

sama. Jika perilaku tidak diikuti oleh reinforcer (penguat atau imbalan), maka

perilaku akan menurun atau tidak terjadi lagi. Dan menyebutkan pula bahwa suatu

pola perilaku akan menjadi mantap jika perilaku itu diperoleh si pelaku (penguat

positif) karena mengakibatkan hilangnya hal-hal yang tidak diinginkan (penguat

negatif). Sementara suatu perilaku tertentu akan hilang bila perilaku itu diulang

terus-menerus dan mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan (hukuman) atau

hilangnya hal-hal yang menyenangkan si pelaku (penghapusan).

Lovaas melakukan eksperimen, dengan meminjam teori psikologi B.F.

Skinner dengan sejumlah treatment pada anak autistik. Hasil eksperimen itu

dipublikasikan dalam buku Behavioral Treatment and Normal Educational and

Intellectual Functioning in Young Autistic Children sekitar tahun 1987. Model

terapi dengan menggunakan metode Lovaas, disebut juga Applied Behavior

Analysis (ABA). Di mana secara aplikatif, terapi ini berpegang pada psikologi

yang menuntut perubahan perilaku dan melatih anak bekemampuan bahasa, sosial,

akademis dan kemampuan membantu diri.


74

Pemulihan dari Autisme adalah mungkin jika tatalaksana dimulai dari usia

dini. Penelitian yang dilakukan oleh Ivar O. Lovaas (1967) dengan menggunakan

metode modifikasi perilaku 40 jam seminggu selama 2 tahun, dari 19 anak autistik

berumur di bawah 4 tahun, 9 anak (47%) mencapai “fungsi kognitif normal”. Pada

uji dengan semua standar pengukuran IQ, hasilnya normal. Saat ini anak-anak

tersebut sudah remaja berusia belasan, kesembilan anak tersebut tampak normal,

tidak dapat dibedakan dengan teman sebayanya, baik dari sudut keterampilan

sosial maupun keterampilan akademik. Pada sampel penelitiannya tersebut,

Lovaas juga menemukan bahwa semakin muda usia anak-anak dimulainya

tatalaksana perilaku secara intensif, maka hasil yang diperoleh semakin baik.

Dari penelitiannya Lovaas mendapatkan suatu konsensus bahwa variabel

yang merupakan hal penting dalam menunjang optimalisasi hasil ialah intervensi

dini, keterlibatan orang tua, fokus masyarakat, dan intensitas tatalaksana. Selain

itu Lovaas juga menyatakan bahwa anak autistik perlu mendapat sebanyak

mungkin tatalaksana jika ingin mengejar ketertinggalannya (catching up to

“normal” or “average” children), yaitu belajar sepanjang waktu “meleknya”

(during all their waking hours). Pada penelitian berikutnya Lovaas mendapatkan

hasil 19 anak di kelompok tatalaksana 40 jam seminggu selama 2 tahun atau lebih

menunjukkan peningkatan IQ yang besar, sedangkan mereka yang mendapat 10

jam atau kurang tidak menunjukkan perbaikan. Hal yang sama juga diperoleh oleh

peneliti lain yang mana anak yg mendapat pelatihan sebanyak 20 jam juga

memperoleh peningkatan IQ namun tidak sebaik anak yng mendapat pelatihan

sebanyak 40 jam.
75

Kesimpulan yang didapat adalah, pelatihan selama 10 jam, tidak

membuahkan hasil, sedangkan 20 jam hanya mendapatkan hasil sedikit, tidak

maksimal, yang terbaik adalah 40 jam, dimana perbaikan yang dihasilkan sangat

besar.

Pada tahun 1967, Lovaas sudah membuktikan ABA bisa memperbaiki

ketidaknormalan anak Autisme dengan tingkat keberhasilan 89 persen. Inti dari

metode Lovaas ini sebenarnya bersumber pada modifikasi perilaku (behavior

modification) dan operating conditioning. Dikarenakan anak autistik mengalami

gangguan perilaku, maka harus digantikan dengan perilaku-perilaku wajar. Terapi

ini adalah aplikasi ilmu pengetahuan mengenai perilaku yang bertujuan

meningkatkan atau menurunkan perilaku tertentu, meningkatkan kualitasnya,

menghentikan perilaku yang tidak sesuai, dan mengajarkan perilaku-perilaku

baru. Terapi ABA mendasarkan proses pengajaran pada pemberian stimulus

(intruksi), respon individu (perilaku) dan konsekuensi (akibat perilaku) menjadi

sasaran proses pengajaran dan bimbingan.

Secara prinsip, terapi ABA meliputi 3 langkah memecah keterampilan

anak autistik menjadi beberapa bagian atau langkah-langkah kecil. Yaitu pertama,

terstruktur, yakni pengajaran menggunakan teknik yang jelas. Kedua, terarah,

yakni ada kurikulum jelas untuk membantu mengarahkan terapi. Ketiga, terukur,

yakni keberhasilan dan kegagalan menghasilkan perilaku yang diharapkan, diukur

dengan berbagai cara, tergantung kebutuhan.

Pada tataran praktis, menurut Ing. Darta R Wijaya, dalam makalah

Kesimpulan Mengenai ABA (2005), terapi Applied Behavior Analysis (ABA)


76

menggunakan teknik “discrete trials”, yaitu seluruh tugas (target-target perilaku)

dipecah dalam tahap kecil. Belajar “diskret” berarti memerinci keterampilan ke

dalam komponen kecil, mengajarnya sampai terkuasai, memberi pengulangan,

menyediakan prompt (bantuan), menghilangkan ketergantungan dan pemberian

pujian (reinforcerment).

Metode Lovaas ini harus diajarkan dengan disiplin, konsisten, dan rutin.

Idealnya metode Lovaas diberikan pada anak usia 2-5 tahun, dengan latihan

sekurangnya 40 minggu. Prinsip dasar metode Lovaas adalah mengurangi perilaku

yang buruk atau berlebihan dengan cara memberikan feed back negative yaitu,

bisa dengan kata “tidak”, raut wajah kecewa, gelengan kepala, atau yang lainnya.

Sementara terhadap perilaku yang baik diberikan feed back positive, seperti kata

"bagus", hadiah, tepuk tangan, peluk cium, atau kata pujian lain. Pada akhirnya

perilaku yang baik akan menggantikan perbendaharaan perilaku yang kurang

pantas. Tata laksana perilaku metode Lovaas adalah orang tua atau terapis

memberikan instruktur kepada anak. Bila anak langsung bisa mengerjakan

instruksi itu dia diberi imbalan. Jika tidak, ulangi kembali instruksi itu. Bila

sampai tiga kali anak belum bisa juga, orang tua atau terapis harus segera

memberikan bantuan. Misalnya mengarahkan wajahnya bila dipanggil. Begitu

terus diulangi hingga anak mengerti dipanggil, dia harus melihat yang memanggil.

Materi pengajaran pada anak autistik harus sesuai dengan perkembangan.

Misalnya, keterampilan yang lebih mudah diajarkan lebih dulu. Sedangkan,

keterampilan rumit jangan dulu diajarkan sebelum anak menguasai syaratnya.

Beberapa ahli terapi anak autis, mengelompokkan keterampilan dan kemampuan


77

anak autistik untuk menyusun kurikulum khusus, di antaranya: Pertama,

kemampuan untuk memperhatikan. Ini adalah sikap belajar yang diperlukan untuk

bersekolah dan bekerja. Apabila seorang anak tidak mampu memperhatikan dalam

rentang waktu beberapa menit, ia akan mengalami kesulitan mencerna pelajaran

atau mendengarkan instruksi. Kedua, meniru atau imitasi. Pada saat anak diminta

meniru, tidak muncul perkataan apapun dari seorang terapis kecuali hanya kata

“tiru”, “lakukan” atau “coba”. Pada posisi ini, anak autistik dituntut

melakukannya seperti yang dicontohkan. Materi imitasi dibagi ke dalam beberapa

tahap, yaitu: imitasi motorik kasar, imitasi motorik halus, imitasi aksi dengan

benda, imitasi suara (sehingga anak belajar berbicara karena diarahkan meniru

kata-kata orang lain), imitasi pola balok (untuk mempersiapkan anak belajar

menulis), sampai imitasi perilaku bermain. Ketiga, memasangkan. Anak autistik

dituntut mengenali sesuatu yang dikelompokkan atas ciri-ciri tertentu.

Kemampuan ini meliputi kemampuan men-sortir dan mengerjakan worksheet.

Misalnya, piring pasangannya gelas, pena merupakan alat tulis, stasiun, hotel,

kolam renang adalah tempat. Instruksi yang diberikan, “pasangkan”, “cari yang

sama”, “mana yang sama” atau kata-kata lain yang bermakna sama, sehingga anak

mencari pasangan yang diperlihatkan. Keempat, identifikasi. Anak autistik

diminta menetapkan pilihan dengan memegang, mengambil, atau menunjuk satu

dari beberapa hal. Teknik ini memungkinkan kita memeriksa apakah anak paham

berbagai konsep (receptive languange) tanpa bergantung pada kemampuan bicara

mereka. Identifikasi tidak terlalu berbeda dengan labeling, tapi identifikasi anak

autistik tidak dituntut secara ekspresif. Pada proses identifikasi, perintah yang
78

diberikan, “pegang”, “tunjuk”, “ambil”, “kasihkan” dan anak diminta memilih

satu dari beberapa stimulus. Kelima, labeling atau ekspresi (bahasa

pengungkapan). Kemampuan ini memang cukup sulit karena mengandalkan

kemampuan pengungkapan bahasa (expressive languange). Biasanya anak diminta

menjawab pertanyaan-pertanyaan, seperti “apa ini?”, “siapa ini?”, dan

“dimana…?”. (Sitta, 2009)

Terapi Applied Behavior Analysis (ABA) anak autistik, harus

mendasarkan proses pengajaran pada pemberian stimulus (instruksi), respon

individu (perilaku) dan konsekuensi (akibat perilaku). Ketika melaksanakan

teknik ini, seorang terapis atau helper mesti konsisten memberikan stimulus,

respon dan konsekuensi yang diberikan. Selain itu, dibutuhkan juga kemampuan

(skill), pengetahuan memadai tentang Autisme dan teknik ABA (knowledge).

Terakhir, bersikap baik, optimis dan memiliki minat perasaan (sense) terhadap

anak spesial autistik sangat menentukan proses terapi yang berkelanjutan.

(Edelson, 2008)

Di dalam terapi Lovaas salah satu pelatihannya adalah pelatihan

komunikasi melalui gambar-gambar, tujuannya selain untuk melatih daya ingat

juga untuk mengenal benda-benda sekitar. Ini dikarenakan anak autis secara

umum memiliki kemampuan yang menonjol di bidang visual. Mereka lebih

mudah untuk mengingat dan belajar, bila diperlihatkan gambar atau tulisan dari

benda-benda, kejadian, tingkah laku maupun konsep-konsep abstrak. Dengan

melihat gambar atau tulisan, anak autis akan membentuk gambaran mental atau

mental image yang jelas dan relatif permanen dalam benaknya.


79

Bila materi tersebut hanya diucapkan saja mereka akan mudah

melupakannya karena daya ingat mereka amat terbatas. Karena itu dalam

melakukan terapi digunakan sebanyak mungkin kartu-kartu bergambar dan alat

bantu visual lain untuk membantu mereka mengingat, hal ini juga berlaku untuk

anak autis yang hanya mengalami gangguan di bidang verbal. (Kompas, 2002)

Untuk melatih penderita agar bisa berkomunikasi, kita harus

menyesuaikan diri dengan gaya komunikasi mereka. Orang tua dan pendidik bisa

menggunakan ekspresi wajah, gerak isyarat, mengubah nada suara, menunjuk

gambar, menunjuk tulisan, menggunakan papan komunikasi dan menggunakan

simbol-simbol. Cara-cara tersebut tidak hanya digunakan secara tersendiri, tetapi

juga dapat digabungkan sehingga membentuk pesan yang lebih kuat.

Masalah yang timbul adalah di Indonesia belum ada alat yang secara

terintegrasi dengan unsur-unsur tersebut diatas. Yang ada adalah alat-alat yang

harus didatangkan dari luar negeri atau dibuat sendiri, ini jelas tidak praktis.

Melihat dengan meningkatnya jumlah penderita autis, maka dibutuhkan sebuah

alat yang mampu mengintegrasikan unsur-unsur visual dan audio yang dapat

berinteraksi untuk menunjang pelatihan komunikasi pada anak autis.

Metode ini sudah melalui berbagai penelitian selama satu abad dan

terdokumentasi dengan baik. Kelebihan metode ini dibanding metode lain adalah

sifatnya yang sangat sistematis, terstuktur, kurikulumnya jelas, dan

keberhasilannya bisa dinilai secara obyektif.

Terapi ABA atau Metode Lovaas ini sangat representatif bagi

penanggulangan anak spesial dengan gejala Autisme. Sebab, memiliki prinsip


80

yang terukur, terarah dan sistematis; juga variasi yang diajarkan luas; sehingga

dapat meningkatkan keterampilan komunikasi, sosial dan motorik halus maupun

kasar.

2.9.1 Kurikulum ABA (Applied Behavior Analysis)

Berikut adalah gambaran secara umum tahapan terapi yang berdasarkan

kurikulum ABA, yang diambil dari dokumen elektronik (e-paper) yang terdapat

di website Asosiasi Autisme Amerika (Autism Society of America), www.autism-

society.org, kurikulum ini adalah basis terapi autis secara umum yang mana terapi

metode Lovaas adalah pengembangan (sub-set) dari terapi ini.

Tabel 2.1 Kurikulum ABA Tahap Awal (Beginner)

Jenis Kemampuan Keterangan


Sits independently, eye
contact.
Attending Skill (dapat duduk secara mandiri,
terdapat kontak mata dengan
orang lain)
Gross, fine and oral motor
skills.
(kemampuan bersuara dengan
Imitation Skill
jelas, kemampuan motorik
kasar yang baik, gerakan
motorik mulut dengan baik)
Body parts, identification, one
step instruction.
Receptive Language Skill (bisa mengenali anggota
tubuh, mampu mengerjakan
satu langkah perintah)
Imitates sounds, labelling,
yes/no, greeting, answer
simple question.
Expresive Language Skill (menirukan suara, menamai
sesuatu, menjawab iya atau
tidak dan menjawab
pertanyaan sederhana)
Pre-Academic Skill Matching, complete activities
81

independently, counting and


identifies shapes, colors and
letter.
(mencocokkan, mengerjakan
secara benar dengan mandiri,
menghitung dan mengenali
bentuk, warna juga huruf)
Get undressed independently,
eats independently, toilet
training.
Self-help Skill (membuka baju sendiri,
makan dengan mandiri,
mengerjakan aktivitas toilet
sendiri)

Tabel 2.2 Kurikulum ABA Tahap Menengah (Intermediate)

Jenis Kemampuan Keterangan


Sustains eye contact, responds
to name.
Attending Skill (Belajar menjaga kontak mata,
menjawab dan menyebutkan
sesuatu)
Imitates sequences, copies
simple drawing, pairs action
with sound.
Imitation Skill (meniru dan mengikuti
gambar sederhana,
mencocokan tindakan dengan
suara)
Two-step instruction,
identifies attributes, pretends,
identifies categories,
pronouns, propositions,
emotions, gender.
Receptive Language Skill (melakukan instruksi dua
langkah, mengenal ciri, diri
sendiri, mengenal kategori,
mengenal kata ganti,
pernyataan, emosi dan jenis
kelamin)
Two and three word phrases,
Expresive Language Skill request desired items, labels
according to function, simple
82

sentences, reciprocates
information, ask “wh-“
questions.
(menguasai dua dan tiga frase,
kalimat permintaan, menamai
benda menurut fungsinya,
berbicara dengan kalimat
sederhana, saling memberi
informasi, bertanya
„mengapa‟, „kapan‟, „di mana‟
dll)
Matches by category, gives
specifies quantity of items,
uppercase/lowercase letters,
more/less, simple worksheets,
copies letter and numbers,
writes name, cuts with
scissors, colors within a
boundary.
Pre-Academic Skill (mencocokkan benda
berdasarkan kategori,
memberi sejumlah barang
spesifik, belajar huruf besar
dan kecil, belajar mengenai
lebih/kurang, tabel sederhana,
menyalin huruf dan angka,
menulis nama, menggunting,
mewarnai di dalam garis)
Get dressed independently,
puts on shoes, puts on coat,
self-initiates toileting.
Self-help Skill (belajar memakai baju sendiri,
memakai sepatu, mengenakan
jas hujan dan berkegiatan
toilet dengan mandiri)

Tabel 2.3 Kurikulum ABA Tahap Lanjut (Advanced)

Jenis Kemampuan Keterangan


Maintains eye contact during
conversation and group
Attending Skill instruction.
(belajar menjaga kontak mata
selama terjadi percakapan dan
83

mendengarkan sejumlah
pertanyaan)
Complex sequencing, peer
play, verbal responses to
peers.
(belajar menirukan perkataan
Imitation Skill
yang beruntun dan kompleks,
bermain dengan teman,
menjawab dengan kata-kata
pada teman-temannya)
Three-step instructions,
same/different, identifies what
doesn‟t belong,
plural/singular,
understanding “ask…”versus
“tell…”.
Receptive Language Skill (menuruti perintah 3 tahap,
memahami persamaan dan
perbedaan, mengenal apa
yang tidak cocok,
jamak/tunggal, mengerti
“bertanya…” dan
“mengucapkan…”
Utilizes “I don‟t know”, retell
story, recall past events, ask
for clarification,advanced
possesive pronouns, verb
tense, asserts knowledge.
(memahami penggunaan kata
Expresive Language Skill “Saya tidak tahu”,
menceritakan ulang cerita,
menceritakan apa yang pernah
terjadi, meminta klarifikasi,
menguasai kata ganti pemilik,
kalimat kerja, pemahaman
pernyataan)
Predict outcomes, take
another‟s perspective,
provides explanations.
Abstract Language (mampu mengerti hasil dari
perkiraan, meminta perspektif
orang lain, menyediakan
penjelasan)
Complete patterns, reading,
Academic Skill names letter sounds,
consonants, spelling, states
84

word meaning, simple


synonyms, ordinal numbers,
identifies rhyming words,
writes simple words from
memory, add single-digit
number.
(membuat pola utuh,
membaca, menyebutkan suara
huruf, mengeja, menyatakan
makna kata, persamaan kata
sederhana)
Follow directions from peers,
answers questions from pers,
responds to play statements to
peers, offers and accepts peer
Social Skill
assistance.
(mengikuti petunjuk dari
orang sekitarm menjawab
pertanyaan)
Wait turns, demonstrates new
responses through
observation, follow group
instruction, sing nursery
rhymes, answer when called
School Readiness on, raises hand, story-time,
show and tell.
(menunggu,
mendemonstrasikan
tanggapan baru melalui
observasi sebelumnya)
Brushes teeth, zippers,
buttons, snaps.
Self-help Skill
(menyikat gigi, meresleting,
mengancing)

Sedangkan kurikulum yang digunakan oleh Yayasan Autisma Indonesia

adalah sebagai berikut:

A. Kemampuan mengikuti tugas/pelajaran

1. Duduk mandiri di kursi

2. Kontak mata saat dipanggil


85

3. Kontak mata ketika diberi perintah, : “Lihat (ke) sini”

4. Berespons terhadap arahan, : “Tangan ke bawah”

B. Kemampuan imitasi (meniru)

1. Imitasi gerakan motorik kasar

2. Imitasi tindakan (aksi) terhadap benda

3. Imitasi gerakan motorik halus

4. Imitasi gerakan motorik mulut

C. Kemampuan Bahasa Reseptif

1. Mengikuti perintah sederhana (satu-tahap)

2. Identifikasi bagian-bagian tubuh

3. Identifikasi benda-benda

4. Identifikasi gambar-gambar

5. Identifikasi orang-orang dekat (familier) / anggota keluarga

6. Mengikuti perintah kata kerja

7. Identifikasi kata-kata kerja pada gambar

8. Identifikasi benda-benda di lingkungan

9. Menunjuk gambar-gambar dalam buku

10. Identifikasi benda-benda menurut fungsinya

11. Identifikasi kepemilikan

12. Identifikasi suara-suara lingkungan

D. Kemampuan bahasa ekspresif

1. Menunjuk sesuatu yang diingini sebagai respons, “Mau apa?”

2. Menunjuk secara spontan benda-benda yang diingini


86

3. Imitasi suara dan kata

4. Menyebutkan (melabel) benda-benda

5. Menyebutkan (melabel) gambar-gambar

6. Menyebutkan (secara verbal) benda-benda yang diinginkan

7. Menyatakan atau dengan isyarat untuk sesuatu yang disukai (diingini)

dan yang tidak disukai (tidak diingini)

8. Menyebutkan (melabel) orang-ornag dekat (familier)

9. Membuat pilihan

10. Saling menyapa

11. Menjawab pertanyaan-pertanyaan sosial

12. Menyebutkan (melabel) kata kerja di gambar, orang lain dan diri

sendiri

13. Menyebutkan (melabel) benda sesuai fungsinya

14. Menyebutkan (melabel) kepemilikan

E. Kemampuan Pre-Akademik

1. Mencocokkan

a. Benda-benda yang identik

b. Gambar-gambar yang identik

c. Benda dengan gambar

d. Warna, bentuk, huruf, angka

e. Benda-benda yang non-identik

f. Asosiasi (hubungan) antara berbagai benda

2. Menyelesaikan aktivitas sederhana secara mandiri


87

3. Identifikasi warna-warna

4. Identifikasi berbagai bentuk

5. Identifikasi huruf-huruf

6. Identifikasi angka-angka

7. Menyebut (menghafal) angka 1 sampai 10

8. Menghitung benda-benda

F. Kemampuan bantu diri

1. Minum dengan gelas

2. Makan dengan menggunakan sendok dan garpu

3. Melepas sepatu

4. Melepas kaos kaki

5. Melepas celana

6. Melepas baju

7. Menggunakan serbet tissue

8. Toilet-training untuk buang air kecil

2.9.2 Pelatihan Anak Autis Secara Visual

Penyandang autis lebih bisa memahami informasi yang diterima dalam

bentuk gambar dibandingkan dengan bahasa lisan ataupun tulisan, oleh karena itu

dalam mengajar mereka dibutuhkan tatalaksana khusus.

Duapuluh persen dari penyandang Autisme tidak akan bicara, bagi mereka

dapat diajarkan ketrampilan komunikasi dengan cara lain, yaitu gambar-gambar

atau Picture Exchange Communication (PEC) atau Computer Pictograph for

Communication (COMPIC) atau Communication Through Picture. Gambar-


88

gambar tersebut dapat disusun di papan komunikasi manual ataupun melalui

komputer.

Secara umum anak autis memiliki kemampuan yang menonjol di bidang

visual. Mereka lebih mudah untuk mengingat dan belajar bila diperlihatkan

gambar atau tulisan dari benda-benda, kejadian, tingkah laku maupun konsep-

konsep abstrak. Dengan melihat gambar atau tulisan, anak autis akan membentuk

gambaran mental atau mental image yang jelas dan relatif permanen dalam

benaknya.

2.9.3 Pelatihan Anak Autis Secara Audio

Pendengaran adalah indera pertama yang dapat berfungsi setelah kelahiran

seorang anak manusia. Indera ini merupakan penyumbang informasi yang sangat

banyak bagi perkembangan seorang anak. Suara memiliki makna serta memiliki

pengaruh emosional. Suara juga dapat menjadi suatu data dalam ingatan manusia.

Banyak ahli yang mengungkapkan bahwa melatih organ pendengaran anak

autis merupakan hal yang penting dalam proses penyembuhan (Surya, 2007).

Untuk itu aplikasi multimedia yang mengakomodasi media audio hadir dengan

membentuk cara yang efektif dalam pemberian terapi pelatihan anak autis.

Untuk melatih penderita agar bisa berkomunikasi, kita harus

menyesuaikan diri dengan gaya komunikasi mereka. Orang tua dan pendidik bisa

menggunakan ekspresi wajah, gerak isyarat, mengubah nada suara, menunjuk

gambar, menunjuk tulisan, menggunakan papan komunikasi dan menggunakan

simbol-simbol. Cara-cara tersebut tidak hanya digunakan secara tersendiri, tetapi

juga dapat digabungkan sehingga membentuk pesan yang lebih kuat.


89

Cara-cara tersebut dapat diintegrasikan dengan menggunakan teknologi

multimedia interaktif. Karakter sebuah aplikasi multimedia interaktif adalah

gabungan dua atau lebih dari beberapa media, yang dapat diakses secara interaktif,

sehingga membentuk sebuah efek komunikasi yang kuat. Sebuah studi yang

dilakukan oleh Software Publisher Association (SPA) tentang keefektifan

penggunaan teknologi menunjukkan manusia mendapat 80 persen pengetahuan

dari melihat, tetapi hanya 11 persen yang teringat. Persentase ini lebih kecil

melalui pendengaran tetapi hasil yang diingat lebih tinggi. Kombinasi keduanya

akan sangat efektif dan menaikkan daya ingat hingga 50 persen. Dengan demikian

aplikasi multimedia merupakan sarana yang tepat untuk pendidikan.

2.10 Literatur Sejenis

Peneliti melakukan perbandingan aplikasi multimedia yang digunakan

sebagai alat terapi, media latihan atau bermain bagi anak penderita autis lain yang

telah ada dari berbagai vendor yang disediakan oleh beberapa yayasan yang

menangani Autisme. Ini bertujuan untuk dijadikan bahan perbandingan dengan

aplikasi yang akan peneliti buat.

2.10.1 Kindergarten City

Kindergarten City merupakan aplikasi yang mengusung platform

„Edutainment‟ yaitu menggabungkan unsur pendidikan dan hiburan yang

dikhususkan bagi pengguna autis. Aplikasi Kindergarten City ini terdiri dari

beberapa versi berdasarkan tingkatan umur dan dijual terpisah pada sebuah situs

perbelanjaan on-line di internet.


90

Adapun aplikasi Kindergarten City ini, dari hasil pengamatan dan

perbandingan yang peneliti lakukan, terdapat beberapa kelebihan dan

kekurangannya.

Berikut adalah kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Kindergarten City,

antara lain:

1. Memiliki penampilan yang menarik, karena menggunakan warna-warna

cerah yang disukai anak-anak.

2. Mudah dalam pengoperasian, karena dibantu oleh gambar dan ikon yang

menunjukkan cara pemakaian.

3. Menggunakan musik yang ceria, sehingga membuat anak tidak cepat

bosan.

Sedangkan yang menjadi kekurangan dari aplikasi Kindergarten City ini

adalah:

1. Terlalu mengedepankan unsur hiburannya dibanding unsur-unsur yang

diperlukan dalam treatment bagi penderita Autisme.

2. Terdiri dari beberapa seri yang terpisah, sehingga dari segi ekonomis,

aplikasi Kindergarten City ini bisa dikatakan memiliki harga yang mahal

dan dalam proses pembeliannya juga kurang praktis, karena harus

memesan via internet terlebih dahulu.


91

Gambar 2.18 Aplikasi Kindergarten City

2.10.2 Facial Emotion

Aplikasi Facial Emotion adalah sebuah aplikasi multimedia yang

menyediakan sarana pembelajaran mengenal emosi wajah orang yang ditujukan

untuk program pembelajaran bagi penderita autis. Aplikasi ini banyak digunakan

di yayasan yang menangani penderita autis. Facial Emotion ini terdiri atas

beberapa seri yang dijual terpisah setiap CD-nya. Sampai saat ini aplikasi Facial

Emotion terdiri dari seri 1 sampai 5.

Kelebihan dari aplikasi Facial Emotion ini adalah:

1. Memiliki seri kumpulan wajah berbagai emosi yang cukup lengkap.

2. Tampilannya sederhana, sehingga memudahkan dalam pengoperasian.

Sedangkan, kekurangan dari aplikasi Facial Emotion ini adalah:

1. Aplikasi Facial Emotion ini tidak menyuguhkan ragam fitur yang lain,

kecuali pengenalan emosi wajah saja.

2. Tidak menyediakan fitur scoring yang bisa dijadikan sebagai indikator

perkembangan penderita autis.


92

3. Tidak disertai musik latar (backsound), yang membuat seorang penderita

autis cepat mengalami kejenuhan. Ditambah pula tampilan yang kurang

atraktif, yang kurang menarik minat si penderita autis.

Gambar 2.19 Aplikasi Facial Emotion

2.10.3 Whizkid Games

Whizkid Games adalah aplikasi permainan yang dikhususkan bagi

penderita autis. Aplikasi ini merupakan buatan Amerika dan hanya dijual dengan

cara yang terbatas. Pemesanan yang dilakukan harus secara langsung ke vendor

penyedia aplikasi ini. Whizkid Games juga tersedia secara on-line yang dapat

diakses di whizkidgames.com.

Kelebihan yang dimiliki aplikasi Whizkid Games ini adalah:

1. Memiliki penampilan yang menarik dan tidak membosankan, karena

menyuguhkan karakter kartun yang lucu.

2. Memiliki beberapa ragam fitur permainan yang dapat dipilih.

3. Diiringi musik latar (backsound) sehingga menjadi daya tarik sendiri bagi

anak autis.
93

Kekurangan yang terdapat pada aplikasi Whizkid Games ini yaitu:

1. Navigasi dan pengoperasian yang cukup rumit apabila penderita autis

harus mengoperasikannya secara mandiri tanpa didampingi pendamping

atau shadow teacher.

2. Bahasa yang membingungkan, sehingga hal ini menyulitkan siapa saja

yang mengoperasikan aplikasi ini terutama bagi mereka yang kurang

mahir dalam bahasa Inggris.

3. Jumlah ikon dan gambar yang banyak, membuat penderita autis harus

terus mendapatkan pendampingan dari shadow teacher untuk diberikan

pengarahan. Hal ini justru hanya akan membuat penderita autis bergantung

pada orang lain dan tidak menjadi mandiri seperti yang diharapkan.

Gambar 2.20 Aplikasi Whizkid Games

2.10.4 Cleverland

Cleverland adalah aplikasi terapi multimedia interaktif yang dikhususkan

bagi penderita autis yang peneliti rancang. Cleverland ini diharapkan dapat

mengakomodasi kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus seperti penderita


94

Autisme dalam mendapatkan pembelajaran yang efektif dari materi terapi yang

diberikan oleh para terapis dan shadow teacher.

Aplikasi Cleverland di dalamnya terdapat pengelompokan level

berdasarkan kemampuan anak penderita autis. Yaitu level pemula dan level

lanjutan. Setiap level disajikan beberapa simulasi permainan yang bersifat

edukatif dan bermuatan program-program terapi yang menggunakan metode

Lovaas sebagai landasannya.

Selain itu, Cleverland juga mengintegrasikan beberapa elemen multimedia

yang dapat membantu proses terapi selama penggunaan aplikasi ini. Elemen suara

dengan menyuguhkan musik-musik yang dapat menstimulus syaraf-syaraf di otak

digabung dengan paduan permainan-permainan yang menggunakan basis

pendidikan dalam pemakaian koleksi gambar. Cleverland juga menggunakan alat

navigasi yang mudah dioperasikan, sehingga anak autis juga diminimalisasikan

kendala dan kesulitannya mengoperasikan aplikasi ini meski tanpa didampingi

secara terus-menerus oleh pendamping atau shadow teacher.

Gambar 2.21 Aplikasi Cleverland


95

2.11 Interaksi Manusia dan Komputer

Bidang ilmu interaksi manusia dan komputer merupakan ilmu yang

mempelajari tentang bagaimana mendesain, mengevaluasi, dan

mengimplementasikan sistem komputer yang interaktif sehingga dapat digunakan

oleh manusia dengan mudah. Interaksi adalah komunikasi dua arah antara

manusia (user) dan sistem komputer. Interaksi menjadi maksimal apabila kedua

belah pihak mampu memberikan stimulan dan respon (aksi dan reaksi) yang

saling mendukung. Jika salah satu tidak bisa, maka interaksi akan mengalami

hambatan atau bahkan menuju pembiasan tujuan. (Santosa, 2006)

2.11.1 Definisi Interaksi Manusia dan Komputer

ACM SIGCHI mendefinisikan Interaksi Manusia dan Komputer atau

(IMK) atau Human-Computer Interaction (HCI) sebagai subjek yang terdiri atas

multi-disiplin yang menerapkan beragam disiplin ilmu yang berhubungan dengan

perancangan, evaluasi dan implementasi sistem komputer interaktif untuk

digunakan oleh manusia, serta studi fenomena-fenomena besar yang berhubungan

dengannya.

Sedangkan menurut Surbakti (2006) tak ada teori umum dan terpadu

mengenainya tetapi Interaksi Manusia dan Komputer (IMK) atau Human-

Computer Interaction (HCI) adalah disiplin ilmu yang berhubungan dengan

perancangan, evaluasi dan implementasi sistem komputer interaktif untuk

digunakan oleh manusia, serta studi fenomena-fenomena besar yang berhubungan

dengannya.
96

Suatu sistem interaktif yang baik akan menghasilkan suatu rancangan yang

baik pula, sehingga pemakai dapat menggunakan sistem interaktif tersebut dengan

lancar. Sebaliknya, sistem interaktif yang kurang baik akan menghasilkan

rancangan yang kurang baik pula, sehingga menyebabkan pemakai mendapatkan

kesulitan dalam menggunakannya karena tampilan yang tidak user friendly. User

friendly maksudnya tampilan yang memudahkan pemakai (user) untuk mengakses

atau berinteraksi secara mudah dan tidak menyusahkan si pemakai.

Interaksi Manusia dan Komputer bertujuan untuk memudahkan manusia

dalam mengoperasikan komputer dan mendapatkan berbagai umpan balik selama

bekerja pada sistem komputer. Pada dasarnya, prinsip kerja sistem komputer itu

sendiri yaitu di mana user memberi perintah pada komputer lalu komputer

mencetak/menuliskan atau menampilkannya pada layar tampilan atau monitor,

yang mana manusia dan komputer itu berinteraksi lewat piranti masukan dan

keluaran melalui antar-muka.

2.11.2 Antarmuka Pemakai (User Interface)

Antarmuka pemakai adalah bagian sistem komputer yang memungkinkan

manusia berinteraksi dengan komputer.

Gambar 2.22 Antarmuka pemakai

Fokus interaksi manusia dan komputer adalah perancangan dan evaluasi

antarmuka pemakai (user interface). Karena antarmuka atau interface yang


97

diinginkan oleh user adalah interface komputer yang user friendly (ramah dengan

pengguna). Kriteria user friendly di sini yaitu: Antarmuka yang bagus, mudah

dioperasikan, mudah dipelajari dan pengguna merasa senang menggunakan

software atau program tersebut.

Jenis-jenis antarmuka atau Interface komputer antara lain, yaitu:

1. Antarmuka berbasis teks

2. Antarmuka berbasis grafis / GUI (Graphical User Interface)

3. Antarmuka berbasis web

4. Antarmuka berbasis mobile.

Ada 4 kriteria yang harus dipenuhi sebagai antarmuka pemakai yang

mudah (user-friendly), yakni :

1. Waktu belajar yang tidak lama.

2. Kecepatan penyajian informasi yang tepat dan jelas.

3. Daya ingat pengguna setelah jangka waktu tertentu.

4. Kepuasan subjektif.

2.12 Graphical User Interface / GUI

Tidak ada multimedia interaktif tanpa GUI. Graphical User Interface

adalah tampilan visual pada layar yang terdiri dari kumpulan obyek grafis yang

dapat dijadikan panduan untuk melakukan interaksi melalui input tool. GUI

merupakan suatu komponen penting di dalam aplikasi komputer modern yang

berperan sebagai suatu perantara atau antar muka (interface) berbentuk grafis

antara pengguna dengan komputer. (Pramono, 2008)


98

GUI selain berfungsi untuk memudahkan pengguna ketika menggunakan

aplikasi juga berfungsi untuk menambah nilai estetika suatu aplikasi. Hampir

semua aplikasi komputer modern berbasi Windows selalu memanfaatlan GUI.

Aplikasi multimedia yang banyak menyertakan interaktifitas tentu saja banyak

menggunakan GUI. (Jo, 2010)

2.12.1 Desain User Interface

Desain interface sangatlah penting, alasannya sebuah user interface yang

intuitif mudah untuk digunakan, sehingga mampu menekan biaya pelatihan.

Walaupun fungsionalitas dari sebuah user interface itu penting, bagaimana cara

agar sebuah aplikasi itu bekerja juga penting. Sebuah aplikasi yang sulit untuk

digunakan (karena User Interface yang buruk) sudah dipastikan aplikasi tersebut

akan ditinggalkan, walaupun hasil yang didapat dari penggunaan aplikasi tersebut

baik. Bila pengguna (user) tidak suka atau kesulitan saat menggunakan jangan

harap mereka akan mau menggunakan aplikasi.

Banyak pengembang aplikasi yang merasa mereka adalah artistic genius

dan membuat user interface mereka tidak sesuai standar yang mana pada akhirnya

justru membuat user kebingungan ataupun kesulitan dalam menggunakan

aplikasinya. Bagi kebanyakan orang user interface adalah keseluruhan dari

aplikasi itu sendiri. Sebuah user interface yang baik dapat dimengerti oleh

penggunanya tanpa harus membaca manualnya atau dilatih terlebih dahulu40.

Sedangkan menurut George Columbo, user interface yang ideal adalah yang berisi

sedikit perintah dan penjelasan serta memungkinkan pemakai untuk

menyelesaikan sesuatu dalam waktu singkat. Lalu agar menjamin sebuah sistem
99

itu bekerja dengan baik dibutuhkan sebuah feedback dari aplikasi melalui user

interface sehingga pengguna mengerti apakah aplikasi itu merespon perintahnya,

Kesimpulannya sebuah user interface yang baik haruslah mudah dimengerti,

mampu membuat pengguna aplikasi mengkakses, berkomunikasi dan memperoleh

hasil maksimal sesuai dengan fungsionalitas aplikasi tersebut.

2.12.2 Object- based User Interface

Menurut Scott W. Ambler (1998), sebuah aplikasi dengan user interface

yang berbasiskan obyek visual, memiliki seperangkat aturan yang harus ditaati

agar dapat digunakan secara baik, adapun aturan tersebut adalah:

1. Konsistensi

Tombol (button) harus ditempatkan pada tempat yang konsisten pada

layar, tema warna (colour schemes) harus tetap sama.

2. Ikuti standar industri

Standar industri yang ada saat ini adalah IBM, Microsoft dan Apple,

dengan mengadaptasi standar secara baik maka secara langsung kita akan

keuntungan dari standart tersebut, pengguna yang telah terbiasa akan

mudah beradaptasi sehingga mengurangi biaya untuk latihan.

3. Terangkan aturan cara bekerja

Jelaskan secara singkat bagaimana aplikasi yang dibangun bekerja, bila

aplikasi yang dibangun bekerja secara konsiten maka cukup terangkan

aturan sekali saja.


100

2.12.3 Komponen GUI

GUI memiliki banyak komponen seperti: Button, radio button, combo box,

menu, tabbed panel, tree, dan sebagainya. Komponen-komponen ini sering

disebut juga sebagai widget, singkatan dari Windows Gadget.

Tabel 2.4 Komponen GUI

N Nama Tampilan Fungsi


o Widget
1 Button Menjalankan suatu aksi.
. Karena itu teks pada button
biasanya berisi kata perintah
(kata kerja) seperti “Enter”,
“Exit”, “Reset”, dan
sebagainya.
2 Radio Memilih hanya satu pilihan di
. Button antara 2 atau lebih pilihan.
Jumlah pilihan pada radio
button umumnya 3 atau 4
pilihan saja. Jika jumlah
pilihan lebih dari 4 maka
combo box merupakan widget
yang lebih tepat digunakan.
3 Check Memilih satu atau lebih di
. Button antara banyak pilihan (terdiri
dari 2 atau lebih pilihan).
Pemanfaatan check button
memungkinkan untuk memilih
semua pilihan.

4 Combo Memilih salah satu diantara


. Box beberapa pilihan di mana
jumlah pilihan cukup banyak
sehingga tidak efisien bila
diberikan dalam bentuk radio
button.

5 Menu Isi dari suatu aplikasi bisa


. ditampilkan dengan bantuan
ikon, namun adakalanya isi
terlalu banyak sehingga lebih
efisien bila ditampilkan
101

dengan bantuan menu.


Umumnya letak menu ada
pada bagian kiri atas dari suatu
tampilan.

6 Tool Bar Toolbar sebenarnya berfungsi


. sebagai pelengkap dari menu.
Isi dari suatu menu mungkin
saja banyak akan tetapi tidak
semuanya diperlukan setiap
saat oleh pengguna. Untuk
memudahkan pengguna
mengakses menu-menu yang
sering digunakan maka
disediakan suatu toolbar yang
umumnya memiliki suatu
simbol yang melambangkan
fungsi dari menu yang
diwakilinya. Simbol ini sering
kali disebut sebagai metafor.

7 Tabbed Adakalanya suatu menu


. Panel memiliki sub-submenu yang
saling berkaitan. Salah satu
cara yang baik untuk
menampilkan sub-submenu
tersebut adalah dengan
bantuan suatu tabbed panel.
Disebut tabbed panel karena
untuk mengaksesnya dapat
digunakan tombol TAB

8 Tree Mungkin saja isi suatu aplikasi


. sangat banyak sehingga tak
dapat ditampilkan oleh menu
dengan efisien. Cara
menampilkan isi semacam ini
adalah dengan bantuan tree.
Ensiklopedia adalah salah satu
program yang banyak
memanfaatkan tree.
102

2.13 Perancangan Sistem

2.13.1 Alat Perancangan Sistem

Alat-alat perancangan sistem diantaranya adalah Flowchart Diagram dan

State Transition Diagram (STD). Ada tiga alasan untuk menggunakan alat

perancangan sistem sebelum membuat suatu sistem (Mardiyah, 2004), yaitu:

1. Agar kita bisa fokus pada bagian sistem yang penting.

2. Agar bisa berdiskusi mengenai perubahan-perubahan dan koreksi sesuai

keinginan pemakai.

3. Untuk meyakinkan bahwa kita mengerti akan lingkungan pemakai dan

memiliki dokumentasi perancangan sistem sehingga programmer bisa

membuat sistem tersebut.

2.13.2 State Transition Diagram/STD

1. Pengertian STD

Menurut Pressman (2002), STD adalah sebuah model tingkah laku yang

bertumpu pada definisi dari serangkaian keadaan sistem.

Berikut merupakan pengertian STD (Mardiyah, 2004) lainnya, yaitu:

a. Menurut Komal. J (1998), STD mulanya digunakan untuk

menggambarkan suatu sistem yang realtime. Realtime system adalah suatu

kondisi untuk mengoperasikan bersama-sama (dalam waktu bersamaan)

dengan waktu relasi yang teratur atau sudah diprediksikan dengan keadaan

sebenarnya

b. Menurut Yourdan (1980). State Transition Diagram adalah salah satu

model yang memberikan gambaran bagaimana sistem bekerja.


103

c. Menurut Kelley (1999). Kita bisa mengkontruksi sebuah diagram untuk

membantu kita menentukan keanggotaan. Diagram demikian berbentuk

graph terarah dengan informasi tambahan tertentu yang dipadukan

kedalamnya dan dinamakan sebuah diagram transisi (Transition Diagram).

Cara kerja sistem pada hakikatnya terbagi menjadi dua bagian:

a. Pasif. Sistem tidak melakukan kontrol terhadap lingkungan tetapi lebih

bersifat memberikan reaksi.

b. Aktif. Sistem melakukan kontrol terhadap lingkungan secara aktif. Sistem

ini sanggup menerima sumber daya eksternal dengan kecepatan tinggi dan

dalam waktu singkat (real time) memberikan respon terhadap lingkungan

sesuai dengan program yang telah ditentukan.

2. Pendekatan untuk membuat STD

Ada dua pendekatan dalam membuat STD, yaitu:

a. Identifikasi setiap kemungkinan state dari sistem dan gambarkan masing-

masing pada state sebuah kotak, kemudian tentukan hubungan antar state

tersebut.

b. Dimulai dengan state P1 dan dilanjutkan dengan state P2, berikutnya

dilanjutkan sesuai flow yang diinginkan.

Gambar 2.23 Pendekatan Untuk Membuat STD


104

2. Notasi State Transition Diagram (STD)

Notasi STD terdiri dari state dan transition state. State adalah kumpulan

keadaan atau atribut yang mencirikan seseorang atau suatu benda pada waktu

tertentu. Bentuk state dibagi menjadi dua, yaitu Initial State dan Final State.

Initial state menyatakan awal dari suatu state (hanya ada satu state), sedang Final

State menyatakan aktif dari suatu state (bisa lebih dari satu state).

Transition State terdiri dari kondisi dan aksi. Kondisi adalah suatu

kejadian pada lingkaran luar yang dapat dideteksi oleh sistem. Sedangkan aksi

adalah yang dilakukan oleh sistem bila terjadi perubahan state atau merupakan

reaksi terhadap kondisi.

 Keadaan sistem

Setiap kotak mewakili suatu keadaan dimana sistem mungkin berada di

dalamnya. State disimbolkan dengan segi empat.

Simbol state:

 Perubahan sistem

Untuk menghubungkan suatu keadaan dengan keadaan lain, digunakan ini

jika sistem memiliki transisi dalam prilakunya, maka hanya suatu keadaan

dapat berubah menjadi keadaan tertentu.

Simbol transition state :

Gambar 2.24 Notasi STD


105

 Kondisi dan aksi

Untuk melangkapi STD, dibutuhkan dua hal tambahan : kondisi

sebelum keadaan berubah dan aksi dari pemakai untuk mengubah keadaan.

Berikut adalah ilustrasi dari kondisi dan aksi yang ditampilkan di sebelah

anak panah yang menghubungkan dua keadaan.

Keadaan 1
Kondisi
Aksi
Keadaan 2

Gambar 2.25 Kondisi dan Aksi

2.13.3 Flowchart.

Flowchart terdiri atas:

1. Bagan Alir Sistem (System Flowchart) yang menunjukan aliran pekerjaan

secara keseluruhan berupa urutan-urutan prosedur yang telah ada. Sistem

flowchart ini meliputi:

Tabel 2.5 Bagan Alir Sistem


No Simbol Penjelasan

01 Simbol dokumen yang berupa


kertas, misalnya : Hasil print
out dan formulir.

02 Simbol disk atau drum yang


merupakan direct acces storage
untuk input atau output.
03 Simbol hard disc yang
merupakan direct acces storage
untuk input atau output.
106

04 Simbol pita magnetik yang


merupakan sequential storage
untuk input atau output.
05 Simbol card punch atau card
reader untuk input atau output.

06 Simbol visual display unit atau


cathode ray tube sebagai input
atau output.

2. Bagan Alir Program (Programme Flowchart) yang menjelaskan secara

rinci langkah-langkah proses program.

Tabel 2.6 Bagan Alir Program

No Simbol Penjelasan

01 Mulai (start) atau selesai (stop)

02 Persiapan

03 Proses

04 Proses input atau output

05 Keputusan

06 Subroutine

3. Bagan Alir Kertas Kerja (Paperwork Flowchart) merupakan bagan alir

yang menunjukan arus dokumen atau laporan dan formulir.


107

4. Bagan Alir Hubungan Basis Data (Database Relationship Flowchart)

merupakan bagan alir yang menunjukan hubungan dari file database yang

digunakan pada sistem yang dirancang.

5. Bagan Alir Proses (Process Flowchart) berguna bagi analisis untuk

menggambarkan proses dalam prosedur.

Tabel 2.7 Bagan Alir Proses

No Simbol Penjelasan

01 Menggambarkan proses

02 Proses penggabungan (merge)

03 Proses pemecahan (extract)

04 Proses pengurutan

05 Proses secara manual

06 Proses pemasukan data melalui


keyboard

Tabel 2.8 Simbol Pembantu

No Simbol Penjelasan

01 Arah data atau arus data


108

02 Sambungan pada halaman yang


sama

03 Sambungan pada halaman yang


berbeda

04 Sambungan komunikasi

2.14 Gambaran Umum Yayasan Pantara

Yayasan Pantara adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang berawal dari

sekumpulan orang-orang yang peduli dan ingin membantu anak berkesulitan

belajar. Didirikan oleh Ibu Karlinah Umar Wirahadikusumah dan Ibu Atie W.

Soekandar pada tanggal 13 September 1996 sesuai akte notaris, walaupun

kegiatan Yayasan telah dimulai sejak 1994.

Hingga saat ini Yayasan Pantara dikembangkan oleh para relawan yang

datang dari berbagai latar belakang, seperti; dokter, pendidik, pelaku bisnis,

designer grafis, artis, humanitarian dan sebagainya.

2.14.1 Sejarah/Latar Belakang

Pendidikan Nasional yang ada saat itu belum menjangkau pendidikan

untuk anak-anak berkesulitan belajar khusus, padahal data penelitian (Jiyono dan

Indryanto, 1996) menunjukkan setiap tahunnya terdapat tentatif 2 juta siswa

mengulang kelas dan gagal sekolah dan sekitar 40% diantaranya mengalami

kesulitan belajar khusus, 20% diantaranya mempunyai IQ tinggi dan 25,4%

mempunyai IQ rata-rata. Tidak semua siswa yang berisiko mengulang kelas atau

gagal sekolah tidak mempunyai kemampuan akademik. Mereka adalah siswa


109

berkesulitan belajar khusus, yang membutuhkan suatu metoda proses belajar

mengajar yang bersifat khusus.

Untuk menanggapi kebutuhan itu pada tanggal 13 September 1996

Ibu Karlinah Umar Wirahadikusumah dan Ibu Atie W. Soekandar membentuk

Yayasan Pantara. Yaitu organisasi sosial yang kegiatan utamanya adalah

penanganan anak-anak dengan kesulitan belajar khusus, sebagai salah satu jalan

keluar agar anak-anak tersebut memperoleh kesempatan untuk mendapatkan

pendidikan yang tepat, sesuai dengan kebutuhannya.

2.14.2 Visi dan Misi

1. Visi: Anak Indonesia yang memiliki kemampuan berfikir kritis, daya

nalar, serta pemecahan masalah yang diperlukan untuk berhasil di

sekolah dan didalam kehidupan bermasyarakat.

2. Misi

a. Memberikan pendidikan yang tepat untuk anak-anak dengan

kebutuhan khusus.

b. Meningkatkan kualitas pendidikan anak Indonesia yang

membutuhkan pendidikan khusus.

c. Memberikan kesempatan bagi anak dengan kebutuhan khusus. untuk

mengembangkan kepribadian dan pengetahuannya melalui program

penanganan secara menyeluruh.


110

4.1.3 Struktur Organisasi

BADAN PEMBINA

BADAN BADAN
PENGAWAS PENGURUS

KETUA BADAN
KETUA UMUM
PENGAWAS

SEKRETARIS BENDAHARA SEKRETARIS


WAKIL KETUA KETUA 1
UMUM UMUM UMUM

Ka. Bagian
Ka. Bagian Ka. Bagian
Pendidikan dan HUMAS
Pelatihan Umum
Pengembangan

Gambar 2.26 Struktur Organisasi Yayasan Pantara


BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penyusunan laporan

tugas akhir yang mengangkat tema mengenai Pengembangan Aplikasi Terapi

Multimedia Interaktif untuk Anak Autis dengan Metode Lovaas meliputi dua metode,

yaitu metode pengumpulan data dan metode pengembangan aplikasi multimedia.

3.1 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini diperlukan data-data dan informasi yang lengkap yang

dapat menunjang terciptanya aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis

dengan kebenaran materi uraian yang benar dan akurat. Oleh karena itu, sebelum

menyusun laporan ini, peneliti melakukan observasi mengumpulkan data dan

informasi atau bahan-bahan materi yang sekiranya diperlukan. Metode pengumpulan

data yang peneliti gunakan ada 3 (tiga), yaitu studi pustaka, studi lapangan,

wawancara dan kuesioner.

3.1.1 Studi Pustaka

Peneliti membaca dan mempelajari literatur seperti buku referensi dan jurnal

secara seksama. Adapun buku yang berkaitan dengan Autisme dan Psikologi

berjumlah 13 (tigabelas) buah. Buku-buku tentang ―Children with Starving Brains",

―Autism: Explaining the Enigma‖ dan ―Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus—

111
112

Autistik‖. Sedangkan buku yang berkaitan dengan Sistem Multimedia dan

Perancangan Sistem Multimedia berjumlah 9 (sembilan) buah, di antaranya tentang

‖Multimedia: Making It Work”, ―Multimedia: Concepts and Practice‖, ―Multimedia

Alat Untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing‖ dan ―Multimedia Interaktif Dengan

Flash‖.

Peneliti juga menggunakan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan dunia

Autisme dan Multimedia sejumlah 5 (lima) buah. Jurnal-jurnal itu antara lain

―Diagnosis and Epidemiology of Autism Spectrum Disorders‖, Journal Psychiatry

vol.48 dan ―Teaching with Multimedia‖, The Internet TESL Journal, Vol. II, No.6.

Di samping itu, sebagai tambahan peneliti juga menggunakan skripsi atau

tesis yang masih berkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan. Tentatif ada 3

(tiga) buah skripsi atau tesis yang peneliti gunakan, antara lain ―Perancangan Aplikasi

Media Pembelajaran Mengenal Huruf, Angka, Warna Dan Cara Menulis Untuk Anak

Usia 4-6 Tahun Berbasis Multimedia‖, ―Pengembangan Aplikasi Pembelajaran

Berbasiskan Teknologi Video On Demand pada Fakultas Sains dan Teknologi UIN

Syarif Hidayatullah, Jakarta‖ serta ―Sistem Pendiagnosa Gangguan Autis Pada

Anak‖. Selengkapnya dapat dilihat di Daftar Pustaka.

3.1.2 Studi Lapangan

Dengan menggunakan metode observasi ini peneliti mengumpulkan data

dengan melakukan pengamatan dan terlibat langsung dalam kegiatan lapangan yang

berhubungan dengan studi kasus yang sedang dihadapi, seperti dengan cara bertanya

langsung dengan nara sumber yang berkompeten, guna mendapatkan data dan
113

informasi yang lengkap dan dapat dipertanggung-jawabkan keakuratannya. Di

samping itu, peneliti juga mengumpulkan gambar dan dokumentasi yang peneliti

peroleh dari tempat penelitian, koleksi gambar pribadi dan pencarian dari internet

yang sesuai untuk dimasukkan ke dalam penelitian ini.

Tempat dan waktu pelaksanaan observasi dilakukan pada: Yayasan Autisma

Indonesia dan SD Pantara sejak Oktober 2009 – November 2009. Dan dalam hal ini

peneliti melakukan pengamatan terhadap beberapa hal, yaitu:

1. Proses pembelajaran dan jalannya terapi di SD Yayasan Pantara, Kebayoran

Baru – Jakarta Selatan.

Peneliti mengamati alur proses terapi dan pembelajaran yang berjalan pada

SD Yayasan Pantara dengan melakukan pengamatan langsung ke dalam kelas

atau ruang konsultasi, sehingga di dapat metode-metode dan perangkat yang

digunakan para pengajar (shadow teacher) dan terapis dalam memberikan

terapi dan pelajaran.

2. Fasilitas dan infrastruktur yang dimiliki SD Yayasan Pantara

Peneliti melakukan pengamatan tentang fasilitas yang tersedia untuk

mendukung proses terapi dan pembelajaran, misalnya ruang kelas, ruang

terapi dan kelengkapan-kelengkapan di ruangan-ruangan tersebut.

Peneliti juga mengamati infrastruktur yang menunjang proses jalannya

terapi serta pembelajaran seperti perangkat terapi dan fasilitas khusus yang

lainnya berupa alat-alat gymnasium, perpustakaan dan perangkat alat musik.


114

3. Pengamatan terhadap beberapa aplikasi yang terkait dengan judul penelitian

peneliti.

Peneliti mengamati beberapa media terapi yang menggunakan metode

Lovaas dan berbasiskan multimedia pada sistemnya seperti Kindergarten

City, Facial Emotion Vol.1-5, Whizkid Games dan beberapa aplikasi lainnya.

Dari aplikasi-aplikasi tersebut, peneliti mengamati arsitektur aplikasi

teknologi yang digunakan serta pemanfaatannya dalam pemberian terapi dan

pembelajaran bagi anak autis sebagai studi perbandingan untuk penelitian yang

peneliti lakukan.

3.1.3 Wawancara

Peneliti mewawancarai shadow teacher atau terapis yang

mendampingi anak penderita autis dalam memberikan terapi yang memahami

mengenai macam-macam metode terapi yang digunakan untuk anak autis.

Wawancara dilakukan pada 13 Oktober 2009 dan 17 Mei 2010 untuk meminta

masukan dan saran berkaitan dengan penyusunan materi terapi untuk anak autis yang

sesuai dengan kaidah-kaidah dan kurikulum dalam metode Lovaas, mengetahui

bagaimana menyusun materi perangkat aplikasi terapi multimedia interaktif untuk

anak autis dengan menggunakan metode Lovaas yang dapat menarik perhatian anak

dalam menggunakan perangkat terapi multimedia interaktif dengan metode Lovaas

ini. Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur. Adapun shadow teacher atau

pendamping anak autis yang peneliti wawancarai adalah:


115

1. Nama: A. Sulasmi Sudirdjo

Status: Ketua Bidang Pelatihan pada SD Yayasan Pantara

2. Nama: Jetti A. Mucsin

Status: Ketua Bidang Pendidikan dan Pengembangan SD Yayasan Pantara

Lembar wawancara dan hasilnya dapat dilihat pada Lampiran.

3.1.4 Kuesioner

Peneliti menyebarkan angket dalam rangka untuk mengetahui seberapa besar

keefektifitasan aplikasi yang peneliti buat kepada 20 (duapuluh) responden (orang tua

dari anak penyandang autis dan terapis atau shadow teacher) yang berperan menjadi

pendamping. Lokasinya di SD Yayasan Pantara, Kebayoran Baru-Jakarta Selatan

pada tanggal 24 April 2010 Pukul 14:00 WIB, tanggal 17 Juli 2010 pukul 14:00 WIB

dan tanggal 19 Februari 2011 Pukul 14:30. Selain itu juga untuk mengetahui apakah

perangkat aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode

Lovaas yang peneliti kembangkan memiliki tampilan yang menarik sekaligus

bermanfaat sebagai alat terapi yang membantu dalam mengurangi tingkat keparahan

autisme seorang anak. Dan dari hasil penelitian tersebut, 93% responden menilai

tampilan dari aplikasinya menarik dan mudah digunakan. 88% menilai bahwa

Aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis dengan metode Lovaas ini

memiliki manfaat dalam memberikan alternatif terapi yang efektif bagi penderita

Autisme.
116

3.2 Metode Pengembangan Aplikasi Multimedia

Untuk pengembangan aplikasi multimedia, peneliti menggunakan metode

pengembangan multimedia menurut Luther (Sutopo, 2003) yang terdiri dari 6 (enam)

tahap, yaitu konsep (concept), perancangan (design), pengumpulan bahan (material

collecting), pembuatan (assembly), pengujian (testing), distribusi dan implementasi

(distribution).

Gambar 3.1 Tahapan Pengembangan Multimedia

Tahap pengembangan aplikasi tersebut akan dijelaskan secara rinci seperti di

bawah ini:
117

concept Fungsionalitas

Identifikasi pengguna

Deskripsi konsep
aplikasi

design Storyboard

Rancangan flowchart

Struktur navigasi

Perancangan diagram
transisi

Perancangan interface

Pengumpulan file teks,


Material gambar, audio dan
collecting animasi

Coding dan
Assembly penerapan warna,
suara dan animasi

Testing Pengujian

Distribution Implementasi

Evaluasi

Gambar 3.2 Rincian Tahapan Pengembangan Aplikasi Multimedia


118

3.2.1 Konsep (Concep)

Tahap konsep (concept) yaitu tahap peneliti akan menentukan tujuan dari

pembuatan aplikasi, termasuk identifikasi masalah, identifikasi penggunaan, jenis

aplikasi (informasi, media pembelajaran, hiburan, pelatihan dan lain-lain). Tujuan dan

penguna akhir program berpengaruh pada nuansa multimedia sebagai pencerminan

dari identitas organisasi yang menginginkan informasi sampai pada pengguna akhir.

Karakteristik pengguna juga perlu dipertimbangkan karena dapat mempengaruhi

pembuatan desain. Masalah dalam sistem multimedia adalah kondisi atau situasi yang

menyimpang dari sasaran sistem multimedia, bahkan menyimpang dari sasaran

organisasi atau perusahaan. Misalnya kinerja mengalami penurunan, informasi tidak

efektif, biaya membengkak dan sistem tidak aman.

Terdapat tiga pertanyaan kunci yang harus dijawab untuk mendefinisikan

masalah, yaitu:

1. Apa masalah yang harus diselesaikan dengan multimedia ?

2. Apa penyebabnya ?

3. Siapa pemakai akhir yang terlibat ?

3.2.2 Perancangan (Design)

Perancangan (Design) adalah tahap pembuatan spesifikasi mengenai arsitektur

program, gaya tampilan dan kebutuhan material/bahan untuk program. Spesifikasi

dibuat serinci mungkin sehingga pada tahap berikutnya, yaitu material collecting dan

assembly, pengambilan keputusan baru tidak diperlukan lagi, cukup menggunakan


119

keputusan yang sudah ditentukan pada tahap ini. Spesifikasi yang akan dibuat

berdasarkan pada langkah berikut:

1. Perancangan storyboard

2. Perancangan bagan alir (flowchart)

3. Desain arsitektur navigasi

4. Perancangan State Transition Diagram (STD)

5. Perancangan antar-muka pengguna (user interface)

3.2.3 Pengumpulan Bahan (Material Collecting)

Material collecting atau pengumpulan bahan adalah tahap pengumpulan

bahan yang sesuai dengan kebutuhan yang dikerjakan. Tahap ini dapat dikerjakan

secara paralel dengan tahap assembly.

3.2.4 Pembuatan (Assembly)

Tahap assembly adalah tahap pembuatan semua objek atau bahan multimedia.

Pembuatan aplikasi didasarkan pada tahap design, seperti storyboard, bagan alir atau

flowchart dan struktur navigasi. Pada tahap ini software yang digunakan untuk

membuat aplikasi adalah Adobe Director 11.5, Adobe Photoshop CS3 dan Adobe

Flash CS3.

3.2.5 Pengujian (Testing)

Tahap pengujian (testing) dilakukan setelah menyelesaikan tahap pembuatan

(assembly) dengan menjalankan aplikasi dan melihatnya apakah ada kesalahan atau

tidak. Pengujian ini dilakukan kepada audiens yang menjadi target dari

aplikasi/program terapi multimedia interaktif untuk anak autis ini yaitu, terapis, orang
120

tua atau shadow teacher yang mendampingi anak autis dalam menjalankan aplikasi

ini.

3.2.6 Distribusi (Distribution)

Pada tahap ini akan dilakukan implementasi serta evaluasi terhadap aplikasi

multimedia. Implementasi aplikasi multimedia dipahami sebagai proses yang akan

menentukan apakah aplikasi multimedia mampu beroperasi dengan baik dan

mengetahui apakah pengguna bisa mandiri dalam pengoperasiannya. Pada tahap ini

pula aplikasi akan disimpan dalam suatu media penyimpanan yang memadai.

Tahapan ini juga dapat disebut tahap evaluasi untuk pengembangan produk

yang sudah jadi supaya menjadi lebih baik. Beberapa tahapan implementasi dan

evaluasi yang penulis lakukan adalah:

1. Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang dibutuhkan untuk

mengeksekusi aplikasi.

2. Cara pengoperasian program.

3. Menjelaskan hasil tampilan.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengembangan aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis

dengan metode Lovaas ini didasarkan pada 6 (enam) tahap seperti yang tercantum

dalam buku Sutopo (2003) dengan menggunakan perangkat lunak Adobe Director

11.5 ini dan peneliti terlebih dahulu memaparkan sub-bahasan yang masih relevan

dengan 6 (tahap) pengembangan aplikasi multimedia.

Di bawah ini merupakan pembahasan secara rinci mengenai

Pengembangan aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis dengan

metode Lovaas.

4.1 Analisis Perancangan

Sebelum membangun pengembangan aplikasi terapi multimedia untuk

anak autis dengan metode Lovaas ini, peneliti terlebih dahulu melakukan analisa

terhadap perancangan yang akan peneliti buat, yaitu antara lain dengan

mengidentifikasi masalah, meninjau hasil studi kelayakan dan hasil analisis

kebutuhan sistem.

4.1.1 Identifikasi Masalah

Pada tahap ini peneliti melakukan analisis atas aplikasi dibuat. Pemecahan

masalah yang diusulkan peneliti yaitu:

1. Dari hasil analisis dan pengamatan yang dilakukan peneliti di SD Yayasan

Pantara, peneliti menyimpulkan bahwa media terapi yang digunakan

121
122

selama ini hanya menitikberatkan nilai fungsionalnya saja tanpa

mempertimbangkan aspek estetika, sehingga seringkali membuat anak

penderita autisnya cepat mengalami kebosanan sehingga membuat

pendamping, terapis atau shadow teacher harus bekerja ekstra keras untuk

mengembalikan mood atau suasana hati si anak. Selain itu, ada juga media

terapi yang hanya mengandalkan bahkan memaksakan segi artistik dan

estetikannya saja dan mengenyampingkan sisi fungsionalitas dan

kemudahan pengoperasian.

Maka peneliti memberikan solusi atas persoalan tersebut dengan membuat

suatu aplikasi terapi interaktif bagi anak autis yang berbasis multimedia

yang memperhatikan aspek fungsionalitas sekaligus aspek artistik dan

estetika dengan menggabungkan elemen-elemen multimedia sehingga

menghadirkan kemudahan dalam pengoperasian yang diharapkan bisa

menjadi sarana yang efektif untuk meringankan atau mengurangi tingkat

keparahan Autisme.

2. Tujuan dari aplikasi ini adalah mengembangkan suatu aplikasi terapi

multimedia interaktif yang diharapkan dapat membantu meringankan level

keparahan autisme yang diderita seorang anak dengan cara yang menghibur

sekaligus efektif.

3. Pengembangan aplikasi terapi multimedia interaktif ini diharapkan bisa

menjadi alternatif media terapi untuk penanganan Autisme yang mudah

digunakan dan bisa menjangkau semua kalangan, terutama dalam hal harga.
123

4. Aplikasi terapi multimedia ini dirancang dengan tampilan layar yang

menarik, tujuannya agar user tidak merasa bosan atau jenuh dan mudah

digunakan.

4.1.2 Hasil Studi Kelayakan

Hal kedua yang peneliti lakukan adalah melakukan studi kelayakan yaitu

mempelajari apakah sistem pengembangan multimedia layak untuk diteruskan

atau tidak. Apakah pengembangan sistem multimedia ini layak atau tidak,

bergantung pada analisis kelayakan dalam pengembangan rancangan desain

komunikasi visual dalam terapi multimedia interaktif untuk anak Autis dengan

metode Lovaas ini. Faktor-faktor analisis kelayakan dalam pengembangan terapi

multimedia interaktif untuk anak autis ini, yaitu:

1. Teknis

Pertanyaan kunci untuk faktor yang pertama (Teknis) ini adalah, dapatkah

sistem multimedia yang diterapkan dalam pengembangan rancangan

aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis ini diterapkan

menggunakan teknologi yang ada? Secara teknis aplikasi terapi

multimedia interaktif untuk anak Autis yang dirancang ini dapat

diterapkan dengan teknologi yang ada, karena telah memiliki perangkat

pendukung PC multimedia.

2. Ekonomi

Faktor yang kedua yang patut dipertimbangkan adalah faktor ekonomi,

apakah aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis yang

dirancang ini dapat menguntungkan secara ekonomi atau tidak. Secara


124

ekonomi, aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis ini

memiliki keunggulan secara ekonomis sekaligus menguntungkan, karena

dengan adanya aplikasi terapi multimedia interaktif ini, user tidak perlu

membeli aplikasi terapi multimedia untuk anak autis buatan luar negeri

yang selain harganya tidak murah juga menggunakan bahasa Inggris,

sehingga bagi yang tidak menguasai bahasa Inggris mengalami kesulitan

dalam mengoperasikannya.

3. Organisasi

Faktor ketiga yang menjadi pertimbangan dalam analisis kelayakan ini

adalah faktor organisasi, yaitu apakah aplikasi terapi multimedia interaktif

untuk anak Autis ini sesuai dengan etika dan aturan yang berlaku atau

tidak, sehingga hal ini menjadi pertimbangan dalam penerapannya di

organisasi atau lembaga yang menggunakan aplikasi terapi multimedia

interaktif untuk anak Autis ini. Dan, setelah dilakukan analisis kelayakan

untuk faktor yang ketiga ini, aplikasi terapi multimedia interaktif untuk

anak Autis ini dapat diterapkan di lembaga-lembaga pendidikan khusus

yang menangani Autisme.

4. Jadwal

Pertanyaan kunci untuk faktor yang keempat ini adalah, apakah mungkin

sistem multimedia yang dirancang ini tidak memiliki kendala dalam hal

waktu? Jawabannya adalah tidak. Karena aplikasi terapi multimedia

interaktif untuk anak Autis ini berbentuk CD interaktif, sehingga


125

penjadwalannya sangat fleksibel, sehingga bisa dilakukan kapan saja

sesuai dengan keinginan user.

5. Strategik

Faktor strategik dalam analisis kelayakan ini yaitu mempertimbangkan dan

mempelajari apakah aplikasi terapi multimedia interaktif ini dapat

meningkatkan keunggulan bersaing atau tidak. Aplikasi terapi multimedia

interaktif untuk anak Autis yang akan peneliti rancang dapat

meningkatkan keunggulan bersaing, karena aplikasi terapi multimedia

interaktif untuk anak Autis ini sesuai dengan standar kurikulum metode

Lovaas, metode terapi Autisme yang mengadopsi desain grafis dan

komunikasi visual sebagai materinya.

4.1.3 Hasil Analisis Kebutuhan Sistem

Pada tahap analisis kebutuhan sistem ini, peneliti melakukan observasi dan

wawancara kepada terapis, shadow teacher di SD Pantara, Kebayoran Baru dan

beberapa orang tua atau pendamping anak Autis mengenai terapi yang selama ini

diberikan kepada para penyandang Autis, kendala dan kekurangan dari pemberian

terapi-terapi tersebut.

Setelah mewawancarai ke beberapa pihak yang peneliti anggap

berkompeten, peneliti dapat menyimpulkan dan mengasumsi bahwa para terapis,

shadow teacher dan pendamping selama ini kerap menemui kendala dalam

pengoperasian alat terapi yang menggunakan teknologi komputer sebagai

medianya. Kendala tersebut antara lain yaitu, harga piranti lunak terapi Autisme

yang mahal, karena sulit didapatkan dan harus dibeli secara langsung di lembaga-
126

lembaga penelitian autisme yang kebanyakan berlokasi di luar negeri. Selain itu,

kendala lainnya yaitu pengoperasian yang membingungkan user pemula, karena

kebanyakan piranti lunak terapi autisme tersebut terlalu menonjolkan aspek

hiburan dan daya tarik estetik saja, tanpa mempertimbangkan kemudahan dalam

penggunaan. Memang ada alat terapi Autisme dengan media komputer yang

unggul dari segi fungsionalitas, tetapi bagi penyandang Autis justru menimbulkan

rasa jenuh dan kebosanan karena dari segi daya tarik visual tidak menarik untuk

anak-anak Autis, sehingga memerlukan kerja ekstra bagi terapis dalam

memberikan terapi, karena penyandang Autis tersebut lambat dalam menyerap

materi-materi terapi.

Bertolak dari persoalan tersebut, peneliti mencoba menghadirkan sebuah

solusi atas permasalahan yang dihadapi, yaitu dengan dibuatkannya sebuah piranti

aplikasi terapi multimedia interaktif yang dikhususkan untuk anak autis dengan

mengadopsi ilmu dari desain grafis dan komunikasi visual yang biasa dipakai

dalam terapi dengan metode Lovaas dalam bentuk CD interaktif. Sehingga

diharapkan dengan pembuatan CD interaktif yang peneliti kembangkan ini,

kendala dan permasalahan yang didapati sebelumnya dapat teratasi dengan baik.

4.2 Pengembangan Aplikasi Multimedia

Untuk pengembangan aplikasi multimedia, peneliti telah melakukannya

berdasarkan 6 (enam) tahap pengembangan multimedia menurut Luther (Sutopo,

2003), yaitu:
127

4.2.1 Konsep (Concept)

Perancangan aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan

Metode Lovaas ini menggunakan manfaat teknologi multimedia. Dengan

mengimplementasikan multimedia sebagai salah satu alat terapi dalam

penanganan autisme dapat membantu proses terapi dan pembelajaran bagi anak

autis itu sendiri tanpa harus selalu mengandalkan terapis atau shadow teacher

karena fleksibilitas waktu belajar yang sesuai dengan keinginan. Secara garis

besar deskripsi konsep aplikasi dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 4.1 Deskripsi Konsep Aplikasi

Judul : Aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis


dengan metode Lovaas.

Jenis Aplikasi : Terapi multimedia interaktif.

Audiensi : Anak autis dan para pendampingnya, yaitu terapis, shadow


teacher, orang tua atau siapa saja yang mendampingi anak
autis menggunakan aplikasi ini.

Gambar : Menggunakan file berformat JPG, PNG, PSD baik dibuat


sendiri dengan menggunakan Adobe Photoshop CS3
maupun yang didapat dari internet.

Audio : Menggunakan file MP3, WAV dan OGG yang dibuat


sendiri menggunakan SoundForge atau didapat dari internet.
128

Animasi : Animasi pada teks dan gambar dibuat oleh peneliti


menggunakan software Adobe Flash CS3 dan Adobe
Director 11.5.

Video : Peneliti menggunakan koleksi video yang diperoleh dari


internet dengan format FLV, MPEG dan AVI.

Interaktif : Menggunakan link-link yang terhubung satu sama lain,


berupa gambar, teks, dan pemanfaatan media suara berupa
sound effect atau musik.

4.2.2 Perancangan (Design)

Pada tahap ini peneliti melakukan perancangan aplikasi berupa

perancangan flowchart, storyboard, desain struktur navigasi berupa hirarki menu,

perancangan diagram transisi atau State Transition Diagram (STD) dan

perancangan antar-muka pengguna (user interface).

A. Perancangan Flowchart

Berikut peneliti tampilkan flowchart dari aplikasi terapi multimedia

interaktif untuk anak Autis yang peneliti buat.

Keterangan Flowchart:

A : Halaman Intro
B : Halaman Utama
C : Halaman Informasi
D : Halaman Terapi Musik
E : Halaman Cetak
F : Halaman Pemula
G : Halaman Lanjutan
H : Halaman EXIT
I : Games Mengenal Ekspresi
129

J : Games Padanan Betuk


K : Games Puzzle (Pemula)
L : Games Padanan Gambar
M : Games Puzzle (Lanjutan)
N : Games Konsentrasi
O : Games Mengenal Gambar dan Bentuk
P : Games Mewarnai
Q : Games Mengenal Emosi Wajah
130

Gambar 4.1 Flowchart Terapi untuk Anak Autis Berbasis Multimedia Interaktif
131

Penjelasan flowchart:

Flowchart ini menggambarkan secara umum alur dari aplikasi terapi

multimedia interaktif untuk anak Autis. Bila aplikasi dijalankan, yang pertama

akan menampilkan layar intro, kemudian layar menu utama. Pada layar menu

utama ini terdapat beberapa pilihan menu, yang apabila memilih salah satu dari

menu-menu utama tersebut maka akan tampil layar menu materi. Pada layar menu

materi terdapat pilihan-pilihan materi yang apabila dipilih salah satu pilihan

materi tersebut maka akan tampil layar materi. Pada setiap layar terdapat tombol

kembali untuk kembali ke layar yang sebelumnya dan juga tombol keluar yang

disediakan untuk keluar dari program aplikasi.

Tidak
Tampilkan Layar Intro

Klik START Ya B

Gambar 4.2 Flowchart Intro

Penjelasan flowchart:

Flowchart di atas menjelaskan bahwa pada halaman Intro terdapat tombol

START yang apabila di-klik maka akan berpindah ke halaman utama (HOME).
132

Tampilkan Halaman Utama

Klik Tombol „Informasi‟ Ya C

Tidak

Klik Tombol „Terapi Musik‟ Ya D

Tidak

E
Klik Tombol „Hal. Cetak‟

Tidak
Tidak

Klik Menu „Hal. Pemula‟ F

Tidak

G
Klik Menu „Hal. Lanjutan‟

Tidak

Klik Tombol „EXIT‟ H

Gambar 4.3 Flowchart Halaman Utama (HOME)

Penjelasan flowchart:

Flowchart „Halaman Utama‟ di atas ini terdiri dari 6 (enam) proses.

Tterdapat tombol „Informasi‟ yang jika di-klik akan berpindah ke Halaman


133

Informasi, tombol „Terapi Musik‟ yang jika di-klik akan berpindah ke Halaman

Terapi Musik, dan tombol „Cetak‟ yang jika di-klik akan berpindah ke Halaman

Cetak. Di Halaman Utama ini juga tersedia menu „Pemula‟ dan menu „Lanjutan‟

yang apabila di-klik maka akan menuju Halaman Pemula dan Halaman Lanjutan.

Proses terakhir adalah tombol EXIT yang jika dipilih maka akan berpindah ke

Halaman EXIT.
134

Tampilkan Halaman Informasi

Klik Tombol „Terapi Musik‟ Ya D

Tidak

Klik Tombol „Hal. Cetak‟ Ya E

Tidak

B
Klik Tombol „Hal. Utama‟ Ya

Tidak

Menampilkan informasi
Klik Menu „Autisme‟ Ya seputar Autisme

Tidak
Tidak

Menampilkan informasi
Klik Menu „Y.A.I‟ Ya seputar Y.A.I

Tidak

Menampilkan informasi
Klik Menu „Yayasan Pantara‟ Ya seputar Yayasan Pantara

Tidak

Menampilkan informasi
Klik Menu „Cleverland‟ Ya mengenai aplikasi
Cleverland

Tidak

Klik Tombol „EXIT‟ Ya H

Gambar 4.4 Flowchart Halaman Informasi


135

Penjelasan flowchart:

Flowchart untuk „Halaman Informasi‟ ini terdapat 5 (lima) proses, yaitu

kembali ke „Halaman Utama‟, menuju ke „Halaman Terapi Musik‟ dan „Cetak‟.

Lalu ada juga proses memilih menu informasi yang disediakan, yang apabila di-

klik tombolnya masing-masing akan ditampilkan informasi yang dipilih tersebut

di sebelah kanan layar. Dan proses yang terakhir adalah menju ke Halaman EXIT.
136

Tampilkan Halaman
Terapi Musik

Klik Tombol „Hal. Cetak‟ Ya E

Tidak

Klik Tombol „Hal. Utama‟ Ya B

Tidak

C
Klik Tombol „Hal. Informasi‟ Ya

Tidak Tidak

Klik Tombol Daftar Lagu Ya Memainkan musik

Tidak

Mengoperasikan fungsi
Pilih Tombol Operasional Ya pemutar musik

Tidak

Klik Tombol „EXIT‟ Ya H

Gambar 4.5 Flowchart Halaman Terapi Musik


137

Penjelasan flowchart:

Pada flowchart „Halaman Terapi Musik‟ ini terdiri dari 5 (lima) proses,

yaitu proses untuk kembali „Halaman Utama‟ dan „Halaman Informasi‟, proses

menuju ke „Halaman Cetak‟, proses mengatur dan memainkan musik dan juga

proses menuju ke „Halaman Exit‟.


138

Tampilkan Halaman Cetak

Klik Tombol „Hal. Utama‟ Ya B

Tidak

Klik Tombol „Hal. Informasi‟ Ya C

Tidak

D
Klik Tombol „Hal. Terapi Musik‟ Ya

Tidak

Muncul halaman baru yang


Pilih Menu „P.E.C Card‟ Ya menampilkan materi P.E.C Card

Tidak

Muncul halaman baru yang


Plih Menu „Games‟ Ya menampilkan materi Games
Tidak

Tidak

Muncul halaman baru yang


Plih Menu „Alfabet‟ Ya menampilkan materi Alfabet

Tidak

Muncul halaman baru yang


Plih Menu „Tentang‟ Ya menampilkan materi Tentang

Tidak

Muncul halaman baru yang


Plih Menu „Panduan‟ Ya menampilkan materi Panduan

Tidak

Klik Tombol „EXIT‟ Ya H

Gambar 4.6 Flowchart Halaman Cetak


139

Penjelasan flowchart:

Flowchart untuk „Halaman Cetak‟ ini terdapat 5 (lima) proses, yaitu

kembali ke „Halaman Utama‟, menuju ke „Halaman Terapi Musik‟ dan „Halaman

Informasi‟. Lalu ada juga proses memilih materi-materi yang disediakan, yang

apabila di-klik tombolnya masing-masing akan tampil jendela baru yang berisi

materi-materi berdasarkan kategorinya dan selanjutnya kemudia bisa dicetak.

Dan proses yang terakhir adalah menju ke Halaman EXIT.


140

Tampilkan Halaman Pemula

Klik Tombol „Games Mengenal I


Ekspresi‟
Ya

Tidak

Klik Tombol „Games J


Ya
Padanan Bentuk‟

Tidak

Klik Tombol „Games K


Puzzle‟
Ya

Tidak

Tidak

Klik Tombol „Games L


Padanan Gambar‟
Ya

Tidak

Klik Tombol „HOME‟ Ya B

Tidak

Klik Tombol „EXIT‟ Ya H

Gambar 4.7 Flowchart Halaman Pemula


141

Penjelasan flowchart:

Pada flowchart „Halaman Pemula‟ ini terdapat 6 (enam) proses, yakni

untuk membuka halaman-halaman games simulasi dengan menge-klik salah satu

tombol pilihannya. Ada 4 (empat) kategori pilihan simulasi permainan yang biasa

dipilih dan jika di-klik akan muncul jendela baru berisi games yang dipilih. Dan

juga tersedia proses untuk menuju ke Halaman Utama (HOME) dan Halaman

EXIT.
142

Tampilkan Halaman Lanjutan

Klik Tombol „Games Puzzle‟ Ya M

Tidak

Klik Tombol „Games N


Ya
Konsentrasi‟

Tidak

Klik Tombol „Games O


Mengenal Gambar dan Bentuk‟
Ya

Tidak

Tidak
Klik Tombol „Games P
Mewarnai‟
Ya

Tidak

Klik Tombol „Games Q


Mengenal Emosi Wajah‟
Ya

Tidak

Klik Tombol „HOME‟ Ya B

Tidak

Klik Tombol „EXIT‟ Ya H

Gambar 4.8 Flowchart Halaman Lanjutan


143

Penjelasan Flowchart:

Pada flowchart „Halaman Lanjutan‟ ini terdapat 7 (tujuh) proses, yakni

untuk membuka halaman-halaman games simulasi dengan menge-klik salah satu

tombol pilihannya. Ada 5 (lima) kategori pilihan simulasi permainan yang biasa

dipilih dan jika di-klik akan muncul jendela baru berisi games yang dipilih. Dan

juga tersedia proses untuk menuju ke Halaman Utama (HOME) dan Halaman

EXIT.

Tampilkan Halaman EXIT

Klik Pilihan „YES Ya Keluar

Tidak
Tidak

Klik Pilihan „NO‟ Ya B

Gambar 4.9 Flowchart Halaman EXIT

Penjelasan flowchart:

Flowchart „Halaman EXIT‟ terdiri dari 1 (satu) proses saja, yaitu jika klik

„YES‟ maka keluar dari aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis
144

Dengan Metode Lovaas (Cleverland) dan apabila klik „NO‟ maka akan kembali

ke „Halaman Utama (HOME)‟.

B. Merancang Storyboard

Storyboard aplikasi terapi aplikasi multimedia interaktif untuk anak autis

yang peneliti buat ini berukuran 640 x 480 pixel. Storyboard aplikasi terapi

multimedia interaktif ini terdiri dari:

1. Storyboard Layar Intro

Storyboard Layar Intro

Project : Pengembangan
Rancangan Desain
Komunikasi Visual
Dalam Terapi
LOGO
Multimedia
Interaktif Untuk Teks
Anak Autis
Modul : Intro
Frame No : 1 ‘Welcome to
Gambar : clip art Cleverland’
Audio : backsound, sound
effect tombol
Navigasi START
Next : Tombol START
Back : Tombol (X) Keluar

Gambar 4.10 Storyboard Layar Intro


145

2. Storyboard Layar Menu Utama

Storyboard Layar Menu Utama (Home)


Project : Pengembangan
Rancangan Desain
Komunikasi Visual X
Dalam Terapi
Multimedia LOGO
Interaktif Untuk
Anak Autis
Modul : Menu Utama
Frame No : 2
Gambar : clip art, cartoon
Audio : backsound, sound PEMULA LANJUTAN
effect tombol
Navigasi
Next : Tombol-tombol
sub-menu (2,3,4,
1 2 3 4
Pemula dan
Lanjutan)
Back : Tombol (X) Keluar

Gambar 4.11 Storyboard Layar Menu Utama (Home)

3. Storyboard Layar Sub Menu 1 (Sub-menu Informasi)

Storyboard Layar Sub-menu Informasi


Project : Pengembangan
Rancangan Desain
Komunikasi Visual X
Dalam Terapi INFORMASI
Multimedia
Interaktif Untuk A
Anak Autis
Modul : Sub-menu B
Informasi
Frame No : 3 C
Gambar : clip art
Audio : backsound, sound D LOGO
effect tombol
Navigasi
Next : Tombol Sub- 1 2 3 4
menu(2, 3, 4, A , B,
C, D)
Back : Tombol (1)
dan/atau (X) Keluar

Gambar 4.12 Storyboard Sub-menu Informasi


146

4. Storyboard Layar Sub-menu 2 (Sub-menu Musik)

Storyboard Layar Sub-menu Musik

Project : Pengembangan
Rancangan Desain X
Komunikasi Visual
MUSIC THERAPY LOGO
Dalam Terapi
LIST
Multimedia LAGU
Interaktif Untuk
Anak Autis
Modul : Sub-menu Cetak EQUALIZER
Frame No : 4
Gambar : clip art
VOLUME
Audio : backsound, sound
effect tombol
Navigasi
Next : Tombol Sub-
1 2 3 4
menu(2, 3, 4) dan
tombol kontrol
music player
Back : Tombol (X) Keluar

Gambar 4.13 Storyboard Sub-menu Musik

5. Storyboard Layar Sub-menu 3 (Sub-menu Cetak)

Storyboard Layar Sub-menu Cetak

Project : Pengembangan
Rancangan Desain
Komunikasi Visual
Dalam Terapi LOGO
Multimedia
Interaktif Untuk
PEC CARD GAMES
Anak Autis
Modul : Sub-menu Cetak
Frame No : 5 TENTANG PANDUAN
Gambar : clip art
Audio : backsound, sound
effect tombol
CETAK
Navigasi
Next : Tombol PEC Card, 1 2 3 4
Games, Tentang,
Panduan
Back : Tombol (X) Keluar

Gambar 4.14 Storyboard Sub-menu Cetak


147

6. Storyboard Layar Materi Terapi Bagi Pemula

Storyboard Layar Terapi Bagi Pemula

Project : Pengembangan
Rancangan Desain
Komunikasi Visual
X
Dalam Terapi LAYAR KETERANGAN LOGO
Multimedia
Interaktif Untuk PEMULA
Anak Autis
Modul : Sub-menu Cetak
Frame No : 4
Gambar : clip art
Audio : backsound, sound
effect tombol GAME 2 GAME 3
Navigasi GAME 1 GAME 4
Next : Tombol Game1, EXIT
Game2, Game 3,
Game4
Back : Tombol (X) Keluar,
EXIT

Gambar 4.15 Storyboard Terapi Bagi Pemula

7. Storyboard Layar Materi Terapi Bagi Lanjutan

Storyboard Layar Terapi Bagi Pemula 2

Project : Pengembangan X
Rancangan Desain PEMULA
Komunikasi Visual LOGO
Dalam Terapi
LAYAR KETERANGAN
GAME1
Multimedia
Interaktif Untuk GAME2
Anak Autis GAME3
Modul : Sub-menu Cetak
Frame No : 4 GAME4
Gambar : clip art GAME5
Audio : backsound, sound
effect tombol
HOME EXIT
Navigasi
Next : Tombol START
Back : Tombol (X) Keluar

Gambar 4.16 Storyboard Terapi Bagi Lanjutan


148

8. Storyboard Layar Exit (X)

Storyboard Layar Exit

Project : Pengembangan
Rancangan Desain
Komunikasi Visual
Dalam Terapi
Multimedia Are You Sure
Interaktif Untuk Want to EXIT?
Anak Autis
Modul : Intro
Frame No : 1
Gambar : clip art YES YES NO
Audio : backsound, sound
effect tombol
Navigasi
Next : Tombol START
Back : Tombol (X) Keluar

Gambar 4.17 Storyboard Layar Keluar (Exit)


149

C. Struktur Navigasi Hirarki Menu

Pengembangan Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif


Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas.

TAMPILAN
LAYAR INTRO

TAMPILAN MENU
UTAMA (HOME)

HALAMAN HALAMAN HALAMAN


INFORMASI TERAPI MUSIK CETAK

INFORMASI PILIHAN LAGU CETAK P.E.C


AUTISME MUSIK P.E.C CARD
AUTISME (PLAYLIST) CARD

INFORMASI MENGATUR OPERASIONAL CETAK GAMES GAMES


Y.A.I THERAPY
Y.A.I MUSIK MUSIC PLAYER THERAPY

VOLUME DAN
INFORMASI YAYASAN PENGATURAN CETAK
BALANCE PANDUAN
PANTARA PANTARA SUARA SUARA PANDUAN

INFORMASI CETAK
CLEVERLAND
CLEVERLAND TENTANG
TENTANG

HALAMAN
HALAMAN
GAMES
GAMES PEMULA
LANJUTAN

MENGENAL
EKSPRESI 1
ARAH
MENGENAL GAMES
EKSPRESI KONSENTRASI
SAVE THE
EKSPRESI 2
BUNNY

PADANAN
PADANAN MENGENAL BENTUK 1
BENTUK BENTUK GAMES
MENGENAL
GAMBAR DAN
PADANAN BENTUK
BENTUK 2
PUZZLE 1

PUZZLE 1
PUZZLE 2 GAMES PUZZLE

PUZZLE 2 GAMES PUZZLE


PUZZLE 3

PUZZLE 3
PADANAN MENGENAL
GAMBAR BENDA
EMOTIONAL
RECOGNITION 1
GAMES
MENGENAL
EMOSI WAJAH
EMOTIONAL
RECOGNITION 2

Gambar 4.18 Struktur Menu Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif


Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas
150

Struktur menu merupakan gambaran urutan-urutan menu pada

pengembangan aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan

metode Lovaas. Di dalam aplikasi terapi ini terdapat tombol-tombol menu pilihan,

yaitu menu Utama, menu Pemula, menu Lanjutan, menu Informasi, menu Cetak,

dan menu Musik.

1. Menu Utama, terdiri dari menu-menu pilihan utama, yaitu menu Pemula,

menu Lanjutan, menu Informasi, menu Cetak dan menu Musik.

2. Menu Pemula, terdiri dari 4 (empat) sub-menu pilihan simulasi

permainan terapi bagi tingkatan Pemula, yaitu Padanan Gambar, Padangan

Bentuk, Memori dan Puzzle.

3. Menu Lanjutan, terdiri dari 5 (lima) sub-menu pilihan terapi bagi

tingkatan Lanjutan, yaitu Padanan, Memori, Puzzle, Facial Recognition

dan Simulasi Konsentrasi.

4. Menu Informasi, terdiri dari 4 (empat) sub-menu sajian informasi, yaitu

informasi mengenai Autisme, Y.A.I (Yayasan Autisma Indonesia),

Yayasan Pantara dan Cleverland.

5. Menu Cetak, terdiri 4 (empat) sub-menu pilihan yang printable (dapat

dicetak) yaitu P.E.C Card, Games Therapy, Panduan dan Tentang.

6. Menu Musik, terdiri dua sub-menu yaitu List Lagu dan Menu kontrol

musik.

7. Menu Exit (X), merupakan pilihan untuk keluar dari aplikasi dengan

menampilkan pertanyaan yang mengkonfirmasi apakah user benar-benar

ingin keluar dari aplikasi atau tidak. Ada dua pilihan yaitu Yes dan No.
151

Kalau menge-klik tombol Yes maka user akan langsung meninggalkan

aplikasi dan aplikasi segera tertutup. Namun bila memilih No, maka user

dikembalikan ke halaman Intro.

D. Aplikasi STD (State Transition Diagram)

STD adalah sebuah model tingkah laku yang bertumpu pada definisi dari

serangkaian keadaan sistem.

1. STD Layar Intro

Klik Icon Aplikasi Terapi Multimedia


SISTEM
Interaktif Untuk Anak Autis Dengan
OPERASI
Metode Lovaas

Tampilan Layar Intro LAYAR INTRO

Klik “Start”

Tampilan Layar Menu LAYAR MENU


Utama (HOME) UTAMA (HOME)

Keluar dari Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif


Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas
KELUAR

Klik “Keluar” (X)

Gambar 4.19 STD Layar Intro

Penjelasan STD Layar Intro:

Pada STD layar intro ini dimulai dengan mengeklik icon aplikasi terapi

multimedia interaktif untuk anak Autis dengan metode Lovaas (aplikasi

cleverland.exe). Maka selanjutnya akan muncul layar intro yang terdapat tombol
152

“Start” untuk masuk ke halaman menu utama (Home) dan tombol “Exit” (X)

untuk keluar dari program aplikasi.

2. STD Layar Menu Utama (HOME)

Klik Icon “Informasi”


MENU INFORMASI
Tampilkan layar Menu
Informasi

Klik Icon “Cetak”


MENU CETAK
Tampilkan Layar Menu
Cetak
Klik “Exit” (X)

Klik Icon “Musik”


MENU UTAMA MENU MUSIK KELUAR
Tampilkan Layar Menu
Musik

Keluar dari
Aplikasi Terapi
Multimedia
Interaktif untuk
Anak Autis
Klik Menu “Pemula” Dengan Medote
MENU PEMULA Lovaas
Tampilkan Layar Menu
Terapi Bagi Tingkat
Pemula

Klik Menu “Lanjutan”


MENU LANJUTAN
Tampilkan Layar Menu
Terapi Bagi Tingkat
Lanjutan

Klik “Exit” (X)

Gambar 4.20 STD Layar Menu Utama (HOME)

Penjelasan STD layar Menu Utama (home):

Pada layar Menu Utama terdapat tombol-tombol menu pilihan yaitu menu

Informasi, Cetak, Musik, Games Pemula dan Lanjutan. Pada tiap-tiap menu

tersebut terdapat sub-menu, seperti apabila mengeklik tombol menu Informasi,


153

maka akan tampil layar sub-menu Informasi yaitu sub-menu Autisme, sub-menu

Yayasan Autisma Indonesia, sub-menu Yayasan Pantara dan sub-menu mengenai

Cleverland (aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis dengan metode

Lovaas).

3. STD Layar Menu Informasi

Gambar 4.21 STD Layar Menu Informasi

Penjelasan STD layar Menu Informasi:

Layar menu Informasi ini akan tampil apabila tombol Informasi pada layar menu

Utama (Home) diklik. Pada layar menu Informasi terdapat 4 (empat) sub-menu

pilihan Informasi yang bisa diklik yaitu informasi Autisme, Yayasan Autisma

Indonesia, Yayasan Pantara dan Cleverland. Pada layar menu Informasi dan sub-

menu Informasi ini terdapat juga tombol Menu Utama (Home) untuk kembali ke
154

layar menu Utama (Home) dan juga tombol Exit (X) untuk keluar dari program

aplikasi.

4. STD Layar Informasi

MENU “INFORMASI”

Klik Ikon “Informasi” Tampilkan Layar


Menu “INFORMASI”

Klik Sub-menu Klik Sub-menu


Yayasan Pantara Autisme Sub-menu
Sub-menu
“Informasi Yayasan
“Informasi Autisme”
Pantara”

Klik Sub-menu Klik Sub-menu Klik Sub-menu


CLEVERLAND Klik Sub-menu
Y.A.I CLEVERLAND
Y.A.I

Klik Sub-menu Klik Sub-menu


Autisme Klik Sub-menu Klik Sub-menu Yayasan Pantara
Yayasan Pantara Autisme
Sub-menu
Sub-menu
“Informasi
“Informasi Y.A.I” Klik Sub-menu Klik Sub-menu CLEVERLAND”
CLEVERLAND Y.A.I

Gambar 4.22 STD Layar Informasi

Penjelasan STD Layar Informasi:

Layar Informasi akan muncul apabila tombol Informasi diklik. Setelah itu, akan

tampil beberapa sub-menu yang terdapat pada halaman Informasi ini, yaitu sub-

menu Informasi Autisme, sub-menu Informasi Y.A.I, sub-menu Informasi

Yayasan Pantara dan sub-menu Informasi Cleverland. Masing-masing sub-menu

tersebut, apabila diklik maka akan tampil tepat di sebelahnya informasi-informasi

yang dimaksud. Dan halaman Informasi ini memberikan kemudahan untuk

berpindah dari satu sub-menu Informasi ke sub-menu Informasi yang lainnya.


155

5. STD Layar Sub-menu Informasi Autisme

Klik “Exit” (X)


MENU INFORMASI

Klik Sub-menu Autisme Tampilkan Layar Menu


INFORMASI

KELUAR

Tampilkan Layar Sub-


menu Informasi Klik Ikon Menu
Keluar dari aplikasi AUTISME INFORMASI
Terapi Multimedia
Interaktif untuk
anak Autis dengan
metode Lovaas Sub-menu Informasi
Klik “Exit” (X) AUTISME

Gambar 4.23 STD Layar Sub-menu Informasi Autisme

Penjelasan STD Layar Sub-menu Informasi Autisme:

Dari halaman Informasi, lalu memilih sub-menu Informasi Autisme, maka

tampillah Informasi yang berkaitan mengenai Autisme pada halaman tersebut.

6. STD Layar Sub-menu Informasi Y.A.I

Klik “Exit” (X)


MENU INFORMASI

Klik Sub-menu Y.A.I Tampilkan Layar Menu


INFORMASI

KELUAR

Tampilkan Layar Sub-


Klik Ikon Menu
menu Informasi Y.A.I
Keluar dari aplikasi INFORMASI
Terapi Multimedia
Interaktif untuk
anak Autis dengan Sub-menu Informasi
metode Lovaas YAYASAN AUTISMA
Klik “Exit” (X) INDONESIA

Gambar 4.24 STD Sub-menu Informasi Yayasan Autisma Indonesia (Y.A.I)


156

Penjelasan STD Sub-menu Informasi Yayasan Autisma Indonesia:

Dari halaman Informasi, lalu memilih sub-menu Informasi Yayasan Autisma

Indonesia (Y.A.I), maka tampillah Informasi yang berkaitan mengenai Yaysan

Autisma Indonesia pada halaman tersebut.

7. STD Layar Sub-menu Informasi Yayasan Pantara

Klik “Exit” (X)


MENU INFORMASI

Klik Sub-menu PANTARA Tampilkan Layar Menu


INFORMASI

KELUAR

Tampilkan Layar Sub-


menu Informasi Klik Ikon Menu
Keluar dari aplikasi Yayasan Pantara INFORMASI
Terapi Multimedia
Interaktif untuk
anak Autis dengan
metode Lovaas Sub-menu Informasi
Klik “Exit” (X) YAYASAN PANTARA

Gambar 4.25 STD Layar Sub-menu Informasi Yayasan Pantara

Penjelasan STD Layar Sub-menu Informasi Yayasan Pantara:

Dari halaman Informasi, lalu memilih sub-menu Informasi Yayasan Pantara,

maka tampillah Informasi yang berkaitan mengenai Yayasan Pantara pada

halaman tersebut.
157

8. STD Layar Sub-menu CLEVERLAND

Klik “Exit” (X)


MENU INFORMASI

Klik Sub-menu
Tampilkan Layar Menu
CLEVERLAND
INFORMASI

KELUAR

Tampilkan Layar Sub-


menu Informasi Klik Ikon Menu
Keluar dari aplikasi CLEVERLAND INFORMASI
Terapi Multimedia
Interaktif untuk
anak Autis dengan
metode Lovaas Sub-menu Informasi
Klik “Exit” (X) CLEVERLAND

Gambar 4.26 STD Layar Sub-menu Informasi CLEVERLAND

Penjelasan STD Sub-menu Informasi CLEVERLAND:

Dari halaman Informasi, lalu memilih sub-menu Informasi Yayasan Pantara,

maka tampillah Informasi yang berkaitan mengenai Yayasan Pantara pada

halaman tersebut.

9. STD Layar Menu Cetak

Gambar 4.27 STD Layar Menu Cetak


158

Penjelasan STD layar Menu Cetak:

Layar menu Cetak ini akan tampil apabila tombol Cetak pada layar menu Utama

(Home) diklik. Pada layar menu Cetak terdapat 4 (empat) sub-menu pilihan Cetak

yang bisa diklik yaitu P.E.C Card, Games Therapy, Panduan dan Tentang. Pada

layar menu Informasi dan sub-menu Informasi ini terdapat juga tombol Menu

Utama (Home) untuk kembali ke layar menu Utama (Home) dan juga tombol Exit

(X) untuk keluar dari program aplikasi.

10. STD Layar Cetak

Gambar 4.28 STD Layar Cetak


159

Penjelasan STD Layar Cetak:

Layar Cetak akan muncul apabila tombol Cetak diklik. Setelah itu, akan tampil

beberapa sub-menu yang terdapat pada halaman Cetak ini, yaitu sub-menu P.E.C

Card, sub-menu Games Therapy, sub-menu Panduan dan sub-menu Tentang.

Masing-masing sub-menu tersebut, apabila diklik maka akan tampil tepat di

sebelahnya informasi-informasi yang dimaksud dan akan dimunculkan tombol

Print untuk mencetak informasi yang keluar dari sub-sub menu tersebut. Dan

halaman Cetak ini memberikan kemudahan untuk berpindah dari satu sub-menu

Cetak ke sub-menu Cetak yang lainnya.

11. STD Layar Sub-menu Cetak P.E.C Card

MENU CETAK
Klik “Exit” (X)

Klik Sub-menu Cetak Tampilkan Layar


P.E.C CARD MENU CETAK
Keluar dari Aplikasi Terapi
Multimedia Interaktif Untuk
Anak Autis Dengan
Metode Lovaas
Tampilkan Layar
Sub-menu Cetak
P.E.C CARD Klik MENU CETAK

Klik “Exit” (X) Sub-menu Cetak


KELUAR
P.E.C CARD

Klik “PRINT” Mencetak P.E.C CARD

PRINT

Gambar 4.29 STD Layar Sub-menu P.E.C Card

Penjelasan STD Layar Sub-menu P.E.C Card:

Layar Sub-menu Cetak P.E.C Card akan muncul ketika tombol ikon Cetak diklik.

Setelah itu akan ada pilihan Print, untuk mencetak P.E.C Card. Ada juga tombol
160

pilihan Exit (X) untuk keluar dan tombol Menu Cetak, untuk kembali ke halaman

Menu Cetak.

12. STD Layar Sub-menu Cetak Games Therapy

MENU CETAK
Klik “Exit” (X)

Klik Sub-menu Cetak Tampilkan Layar


GAMES THERAPY MENU CETAK
Keluar dari Aplikasi Terapi
Multimedia Interaktif Untuk
Anak Autis Dengan
Metode Lovaas
Tampilkan Layar
Sub-menu Cetak
GAMES THERAPY Klik MENU CETAK

Klik “Exit” (X) Sub-menu Cetak


KELUAR
GAMES THERAPY

Mencetak GAMES
Klik “PRINT”
THERAPY

PRINT

Gambar 4.30 STD Layar Sub-menu Games Therapy

Penjelasan STD Layar Sub-menu Games Therapy:

Layar Sub-menu Cetak Games Therapy akan muncul ketika tombol ikon Cetak

diklik. Setelah itu akan ada pilihan Print, untuk mencetak Games Therapy. Ada

juga tombol pilihan Exit (X) untuk keluar dan tombol Menu Cetak, untuk kembali

ke halaman Menu Cetak.


161

13. STD Layar Sub-menu Cetak Panduan

MENU CETAK
Klik “Exit” (X)

Klik Sub-menu Cetak Tampilkan Layar


PANDUAN MENU CETAK
Keluar dari Aplikasi Terapi
Multimedia Interaktif Untuk
Anak Autis Dengan
Metode Lovaas
Tampilkan Layar
Sub-menu Cetak
PANDUAN Klik MENU CETAK

Klik “Exit” (X) Sub-menu Cetak


KELUAR
PANDUAN

Klik “PRINT” Mencetak PANDUAN

PRINT

Gambar 4.31 STD Layar Sub-menu Panduan

Penjelasan STD Layar Sub-menu Panduan:

Layar Sub-menu Cetak Panduan akan muncul ketika tombol ikon Cetak diklik.

Setelah itu akan ada pilihan Print, untuk mencetak Panduan. Ada juga tombol

pilihan Exit (X) untuk keluar dan tombol Menu Cetak, untuk kembali ke halaman

Menu Cetak.

14. STD Layar Sub-menu Cetak Tentang Cleverland

Gambar 4.32 STD Layar Sub-menu Tentang Aplikasi Cleverland


162

Penjelasan STD Layar Sub-menu Tentang Aplikasi Cleverland:

Layar Sub-menu Cetak Tentang akan muncul ketika tombol ikon Cetak diklik.

Setelah itu akan ada pilihan Print, untuk mencetak Tentang. Ada juga tombol

pilihan Exit (X) untuk keluar dan tombol Menu Cetak, untuk kembali ke halaman

Menu Cetak.

15. STD Layar Menu Terapi Musik

Gambar 4.33 STD Layar Terapi Musik

Penjelasan STD Layar Terapi Musik:

Layar Terapi Musik akan muncul apabila tombol Terapi Musik diklik. Setelah itu,

akan tampil beberapa tombol pengaturan alat pemutar musik dan pilihan-pilihan

lagu yang terdapat pada halaman Terapi Musik ini, yaitu Tombol-tombol

Operasional seperti (Play, Stop, Pause, Reverse, Rewind, dan lain-lain), Pilihan

lagu-lagu atau Playlist yang sudah dipersiapkan, dan Pengaturan Volume serta
163

Pengaturan Keseimbangan Suara. Masing-masing tombol-tombol tersebut, apabila

diklik maka akan berjalan sesuai dengan fungsinya masing-masing.

16. STD Layar Menu Games Pemula

Gambar 4.34 STD Layar Menu Games Pemula

Penjelasan STD layar Menu Games Pemula:

Layar menu Games Pemula ini akan tampil apabila tombol Games Pemula pada

layar menu Utama (Home) diklik. Pada layar menu Games Pemula terdapat 4

(empat) sub-menu pilihan Games Pemula, yaitu games-games latihan dasar yang
164

bisa diklik yaitu Games Mengenal Ekspresi, Games Mengenal Bentuk, Games

Puzzle dan Games Mengenal Benda. Apabila masing-masing sub-menu games

tersebut diklik, maka akan tampil halaman pilihan berikutnya yag meminta user

untuk memilih dan menentukan sendiri pilihan games dari kategori yang diklik

itu. Dan ketika salah satu games yang disedikan itu dipilih (diklik) muncullah

jendela baru, yang mana jendela baru itu adalah games yang siap untuk

dijalankan. Pada halaman Games Pemula ini juga terdapat tombol Exit (X) untuk

keluar dari program aplikasi.

17. STD Layar Menu Games Lanjutan

Gambar 4.35 STD Layar Menu Games Lanjutan


165

Penjelasan STD layar Menu Games Lanjutan:

Layar menu Games Lanjutan ini akan tampil apabila tombol Games

Lanjutan pada layar menu Utama (Home) diklik. Pada layar menu Games

Lanjutan terdapat 4 (empat) sub-menu pilihan Games Lanjutan, yaitu games-

games latihan dasar yang sedikit lebih rumit dibandingkan games yang terdapat

pada Games Pemula. Pilihan-pilihan games tingkat lanjut ini yaitu Games

Konsentrasi, Games Mengenal Bentuk, Games Puzzle dan Games Mewarnai,

Games Mengenal Ekspresi Wajah. Apabila masing-masing sub-menu games

tersebut diklik, maka akan tampil halaman pilihan berikutnya yag meminta user

untuk memilih dan menentukan sendiri pilihan games dari kategori yang diklik

itu. Dan ketika salah satu games yang disedikan itu dipilih (diklik) muncullah

jendela baru, yang mana jendela baru itu adalah games yang siap untuk

dijalankan. Pada halaman Games Lanjutan ini juga terdapat tombol Exit (X) untuk

keluar dari program aplikasi.

E. Merancang Antar-Pemuka Pemakai (User Interface)

Pada rancangan layar aplikasi ini ditampilkan dari tiap-tiap halaman

materi yang ada pada aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis

dengan metode Lovaas ini.


166

1. Rancangan Layar Intro

Gambar 4.36 Rancangan Layar Intro

Pada rancangan layar Intro ini peneliti membuat layar dengan ukuran
640x480 pixel dengan latar belakang warna putih (#FFFFFF) dengan
menempatkan gambar kartun clip art untuk mengisi latar belakang tersebut.
Peneliti juga meletakkan nama aplikasi yang peneliti buat beserta logonya. Untuk
tulisan „WELCOME TO‟ peneliti menggunakan jenis huruf Dingle Berries dengan
ukuran 57pt berwarna-warni dan untuk teks tombol START dengan spesifikasi
Font Black Boys on Mopeds dengan ukuran 57pt berwarna-warni.
167

2. Rancangan Layar Halaman Utama

Gambar 4.37 Rancangan Layar Halaman Utama

Pada rancangan layar Halaman Utama ini peneliti membuat layar dengan

ukuran 640x480 pixel dengan latar belakang warna putih (#FFFFFF) dengan

menempatkan gambar kartun clip art untuk mengisi latar belakang tersebut.

Peneliti juga meletakkan nama aplikasi yang peneliti buat beserta logonya. Untuk

tulisan „WELCOME TO‟ peneliti menggunakan jenis huruf Dingle Berries dengan

ukuran 57pt berwarna-warni dan untuk teks tombol START dengan spesifikasi

Font Black Boys on Mopeds dengan ukuran 57pt berwarna-warni.


168

3. Rancangan Layar Halaman Informasi

Gambar 4.38 Rancangan Layar Halaman Informasi

Pada rancangan layar Halaman Informasi ini peneliti membuat layar

dengan ukuran 640x480 pixel dengan latar belakang gambar kartun clip art bunga

matahari. Peneliti juga meletakkan nama aplikasi (Cleverland) yang peneliti buat

beserta logonya. Untuk tulisan pada layar tampilan informasi, peneliti

menggunakan jenis huruf Arial dengan ukuran 12pt berwarna hitam (#000000)

dan untuk teks tombol HOME dengan spesifikasi Font Black Boys on Mopeds

dengan ukuran 57 pt berwarna-warni.


169

4. Rancangan Layar Halaman Terapi Musik

Gambar 4.39 Rancangan Layar Halaman Terapi Musik

Pada rancangan layar Halaman Informasi ini peneliti membuat layar

dengan ukuran 640x480 pixel dengan latar belakang gambar kartun clip art bunga

matahari. Peneliti juga meletakkan nama aplikasi (Cleverland) yang peneliti buat

beserta logonya. Untuk tulisan pada layar tampilan informasi, peneliti

menggunakan jenis huruf Arial dengan ukuran 12pt berwarna hitam (#000000)

dan untuk teks tombol HOME dengan spesifikasi Font Black Boys on Mopeds

dengan ukuran 57 pt berwarna-warni.


170

5. Rancangan Layar Halaman Cetak

Gambar 4.40 Rancangan Layar Halaman Cetak

Pada rancangan layar Halaman Cetak ini peneliti membuat layar dengan

ukuran 640x480 pixel dengan latar belakang gambar kartun clip art bunga

matahari. Peneliti juga meletakkan nama aplikasi (Cleverland) yang peneliti buat

beserta logonya. Untuk tulisan pada layar tampilan informasi, peneliti

menggunakan jenis huruf Arial dengan ukuran 12pt berwarna hitam (#000000)

dan untuk teks tombol HOME dengan spesifikasi Font Black Boys on Mopeds

dengan ukuran 57pt berwarna-warni.


171

6. Rancangan Layar Halaman Pemula

640px

CLEVERLAND

PEMULA

480 px

HOME
Games Puzzle
Padanan
Bentuk
Games
Games Padanan
Mengenal Gambar
Ekspresi EXIT

Gambar 4.41 Rancangan Layar Halaman Pemula

Pada rancangan layar Halaman Pemula ini peneliti membuat layar dengan

ukuran 640x480 pixel dengan latar belakang warna Hijau, Coklat dan Biru.

Peneliti juga meletakkan nama aplikasi (Cleverland) di sudut kanan atas. Untuk

tulisan pada layar tampilan informasi, peneliti menggunakan jenis huruf Billy

Bear’s Crayon dengan ukuran 18pt berwarna Biru (#3300cc) dan untuk teks

tombol HOME dengan spesifikasi font Serpentine berukuran 57pt dengan

pemilihan warna Biru Muda (#3cd4fd) dan Merah Muda (#f1a2ff). Untuk tombol

Exit dengan spesifikasi font Vibocentric berukuran 45pt dengan menggunakan

warna Abu-abu (#575a5d). Untuk tombol-tombol pilihan simulasi permainan

(Games Mengenal Ekspresi, Games Padanan Bentuk, Puzzle dan Games Padanan

Gambar) menggunakan ilustrasi gambar yang dirancang dengan menggunakan

Adobe Photoshop.
172

7. Rancangan Layar Halaman Lanjutan

640px

LANJUTAN
CLEVERLAND

Puzzle

Games Konsentrasi

480 px Games Mengenal


Gambar dan Bentuk

Games Mewarnai

Games Mengenal
Emosi Wajah

HOME

Gambar 4.42 Rancangan Layar Halaman Lanjutan

Pada rancangan layar Halaman Lanjutan ini peneliti membuat layar

dengan ukuran 640x480 pixel dengan latar belakang warna Hijau Muda dan

peneliti beri tambahan animasi serta ilustrasi gambar agar tampak menarik.

Peneliti juga meletakkan nama aplikasi (Cleverland) di sudut kiri atas. Untuk

tulisan pada layar tampilan informasi, peneliti menggunakan jenis huruf Billy

Bear’s Crayon dengan ukuran 18pt berwarna Putih (#ffffff) dan untuk teks tombol

HOME dengan spesifikasi jenis huruf Tondo berukuran 57pt dengan pemilihan

warna Biru Muda (#3cd4fd) dan Merah Muda (#f1a2ff). Untuk tombol Exit

menggunakan ikon (X) yang letaknya di sudut kanan atas layar tampilan

informasi.. Untuk tombol-tombol pilihan simulasi permainan (Puzzle, Games

Konsentrasi, Games Mengenal Gambar dan Bentuk, Games Mewarnai, dan

Games Mengenal Emosi Wajah) menggunakan ilustrasi gambar yang dirancang

dengan menggunakan Adobe Photoshop.


173

8. Rancangan Layar Halaman Exit

640px

Are You Sure Want


To EXIT?

Yes

LOGO
No Cleverland
480 px
Animasi

CLEVERLAND Copyright

Background
ilustrasi gambar

Gambar 4.43 Rancangan Layar Exit

Pada rancangan layar Halaman Exit ini peneliti membuat layar dengan ukuran

640x480 pixel dengan latar belakang gambar ilustrasi taman dengan ditambah

animasi anjing yang bergerak. Peneliti juga meletakkan nama aplikasi

(Cleverland) yang peneliti buat beserta logonya. Untuk tulisan pada instruksi Exit,

peneliti menggunakan jenis huruf Bradley Hand ITC dengan ukuran 24pt

berwarna Putih (#ffffff).

4.2.3 Pengumpulan Bahan (Material Collecting)

Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat aplikasi ini, baik berupa

file-file suara instrumen musik, gambar, animasi, video dan beberapa sumber,

namun sebagian elemen seperti button atau tombol, gambar dan animasi, dibuat

sendiri oleh peneliti dengan menggunakan software pendukung.


174

A. Bahan File Audio

Peneliti mengumpulkan file-file audio yang diperlukan seperti koleksi

musik berformat .MP3, .WMA, .WAV atau .OGG yang disesuaikan dengan

kebutuhan dalam Pengembangan Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk

Anak Autis Dengan Metode Lovaas. Selain itu, ada beberapa file audio yang

peneliti buat sendiri dengan cara merekam bunyi-bunyian yang berfungsi sebagai

suara tombol-tombol dan materi-materi yang ditampilkan di layar aplikasi. Untuk

mengedit file-file audio tersebut, perangkat lunak yang peneliti gunakan adalah

Cool Edit Pro 2.0.

B. Bahan File Animasi

Agar tampilan (interface) dari Pengembangan Aplikasi Terapi Multimedia

Interaktif Bagi Anak Autis Dengan Metode Lovaas ini tampak lebih menarik dan

dinamis, maka peneliti merancang animasi gambar, teks dan tombol yang

kesemuanya itu dibuat dengan menggunakan perangkat lunak Adobe Flash CS3

dan sebagian lagi dibuat dengan menggunakan Adobe Director 11.5.

Frame 1 Frame 2

Frame 3 Frame 4

Gambar 4.44 Animasi Smiley


175

Frame 1 Frame 2

Gambar 4.45 Animasi Boneka (Angel)

Frame 1 Frame 2

Gambar 4.46 Animasi Boneka (Girl)

Frame 1 Frame 2

Gambar 4.47 Animasi Boneka (Rabbit)


176

Frame 1 Frame 2 Frame 3 Frame 4 Frame 5

Frame 6 Frame 7 Frame 8 Frame 9 Frame 10

Frame 11 Frame 12 Frame 13 Frame 14 Frame 15

Gambar 4.48 Animasi Boneka (Dog)

Frame 1 Frame 2

Frame 3 Frame 4

Gambar 4.49 Animasi Tombol

Frame 1 Frame 2 Frame 1 Frame 2

Gambar 4.50 Animasi Teks


177

C. Bahan File Gambar

Peneliti menggunakan file grafik/gambar yang sesuai dengan karakteristik

user dan audience, yaitu anak-anak penderita Autis dan pendampingnya (orang

tua, terapis atau shadow teacher), meliputi grafik dua dimensi rancangan layar

yang dibuat dan diedit menggunakan Adobe Photoshop CS3.

Tabel 4.2 File Gambar Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis
Dengan Metode Lovaas
No Lambang /
Naskah / Narasi Keterangan
Gambar
Untuk memulai
mengoperasikan aplikasi
1. START
Cleverland yang menuju ke
Halaman Utama (HOME)
Untuk keluar dari aplikasi

2. EXIT Cleverland yang menuju ke


Halaman EXIT
Menunjukkan user sedang
Halaman Utama berada di Halaman Utama
3.
(HOME)
(HOME)

Menunjukkan user sedang


Halaman
4.
Informasi berada di Halaman Informasi

Menunjukkan user sedang


Halaman Terapi berada di Halaman Terapi
5.
Musik
Musik
178

Menunjukkan user sedang


6. Halaman Cetak
berada di Halaman Cetak

Tanda tombol aktif yang akan


Tombol Halaman membawa user ke Halaman
7.
Utama (HOME)
Utama (HOME)

Tanda tombol aktif yang akan


Tombol Menu membawa user ke Halaman
8.
Halaman Pemula
Pemula
Tanda tombol aktif yang akan
Tombol Menu membawa user ke Halaman
9.
Halaman Lanjutan
Lanjutan
Tanda tombol aktif yang akan
Tombol Halaman membawa user ke Halaman
10.
Informasi
Informasi
Tanda tombol aktif yang akan
Tombol Halaman membawa user ke Halaman
11.
Terapi Musik
Terapi Musik
Tanda tombol aktif yang bila
Tombol Pilihan di-klik akan memutar sebuah
12.
Musik Terapi
lagu
Tombol Operasi Tanda untuk membuat lagu
13. Pemutar Musik
akan berangsur-angsur hilang
(Fade)

Tombol Operasi Tanda untuk menghentikan


14. Pemutar Musik
lagu sesaat
(Pause)
179

Tombol Operasi
15. Pemutar Musik Tanda untuk memutar lagu
(Play)
Tanda untuk menghidupkan
Tombol Operasi
16. Pemutar Musik dan mematikan semua musik
(Power) yang sedang diputar
Tombol Operasi Tanda untuk mengembalikan
17. Pemutar Musik
lagu kembali ke awal
(Rewind)
Tombol Operasi Tanda untuk menghentikan
18. Pemutar Musik
lagu
(Stop)
Tanda tombol aktif yang akan
Tombol Halaman membawa user ke Halaman
19.
Cetak
Cetak
Tanda tombol aktif untuk
Tombol Sub-menu menampilkan materi Alfabet
20.
Cetak Alfabet
untuk dicetak
Tanda tombol aktif untuk
Tombol Sub-menu menampilkan materi Games
21.
Cetak Games
untuk dicetak
Tanda tombol aktif untuk
Tombol Sub-menu menampilkan materi Panduan
22.
Cetak Panduan
untuk dicetak
Tanda tombol aktif untuk
Tombol Sub-menu menampilkan materi P.E.C
22.
Cetak P.E.C Card
Card untuk dicetak
Tanda tombol aktif untuk
Tombol Sub-menu menampilkan materi Tentang
23.
Cetak Tentang
untuk dicetak

Tombol Sub-menu Tanda tombol aktif untuk


Games Pemula menampilkan layar games
24.
(Mengenal
Ekspresi Wajah) Mengenal Ekpresi Wajah
180

Tombol Sub-menu Tanda tombol aktif untuk


Games Pemula menampilkan layar games
25.
(Mengenal
Bentuk) Mengenal Bentuk
Tanda tombol aktif untuk
Tombol Sub-menu
26. Games Pemula menampilkan layar games
(Puzzle) Puzzle
Tanda tombol aktif untuk
Tombol Sub-menu
27. Games Pemula menampilkan layar games
(Padanan Gambar) Memadankan Gambar
Tanda tombol aktif untuk
Tombol Sub-menu
28. Games Lanjutan menampilkan layar games
(Puzzle) Puzzle untuk tingkat Lanjutan
Tanda tombol aktif untuk
Tombol Sub-menu
menampilkan layar games
Games Lanjutan
29.
(Games Konsentrasi untuk tingkat
Konsentrasi)
Lanjutan
Tanda tombol aktif untuk
Tombol Sub-menu menampilkan layar games
Games Lanjutan
30. (Mengenal Mengenal Gambar dan
Gambar dan Bentuk untuk tingkat
Bentuk)
Lanjutan
Tanda tombol aktif untuk
Tombol Sub-menu menampilkan layar games
31. Games Lanjutan
Mewarnai untuk tingkat
(Mewarnai)
Lanjutan
Tanda tombol aktif untuk
Tombol Sub-menu
menampilkan layar games
Games Lanjutan
32.
(Mengenal Emosi Mengenal Emosi Wajah
Wajah)
untuk tingkat Lanjutan
181

D. Bahan File Video

File video peneliti peroleh dari internet dan koleksi pribadi mengenai

macam-macam ekpresi wajah yang peneliti edit lagi dengan menggunakan

Windows Movie Maker dan peneliti gabungkan ke dalam aplikasi terapi

multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode Lovaas dengan

menggunakan software Adobe Director 11.5.

Gambar 4.51 File Video

4.2.4 Pembuatan (Assembly)

Tahap pembuatan sistem ini merupakan tahap di mana Pengembangan

Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas

ini mulai dibuat sesuai dengan Storyboard, Flowchart dan STD (State Transition

Diagram). Dalam tahap memproduksi sistem ini, peneliti menggunakan perangkat

keras (hardware) dengan spesifikasi sebagai berikut:


182

Processor Intel® Core™2 Duo T6400


Memory 4GB SDRAM
Graphic Card 1024 MB
Harddisk 250 GB
CD ROM DVD RW
Input Tools Mouse, Keyboard
Output Tools Monitor 15.6”, Speaker Active

Produksi sistem ini menggunakan perangkat lunak (software) Adobe

Director 11.5 untuk merancang pengembangan aplikasi terapi multimedia

interaktif bagi anak Autis dengan metode Lovaas ini, di mana di dalamnya

terdapat unsur animasi yang peneliti buat dengan menggunakan software Adobe

Flash CS3 dan Adobe Director 11.5. Untuk membuat dan mengedit gambar-

gambar, peneliti memanfaatkan Adobe Photoshop CS3. Sedangkan untuk

mengolah file suara (audio) peneliti menggunakan Cool Edit Pro 2.0.

Setelah semua spesifikasi pengembangan aplikasi multimedia terpenuhi,

tahap selanjutnya adalah pengembangan program ini ke tahap pembuatannya

menggunakan software yang telah dipersiapkan. Tahapan awal dalam

pengembangan program ini mendesain layout latar belakang masing-masing

halaman dengan menggunakan Adobe Photoshop CS3. Perancangan awal tombol

dan animasi juga dibuat menggunakan Adobe Photoshop CS3

Tahap selanjutnya adalah membuat gambar animasi yang diperlukan untuk

menambah daya tarik aplikasi ini. Tombol yang akan dibuat dengan gaya animasi

juga dibuat pada tahapan ini. Software yang digunakan adalah Adobe Flash CS3

dan Adobe Director 11.5.


183

Setelah melewati tahapan membuat latar setiap halaman aplikasi dan

animasi serta tombol-tombol, selanjutnya adalah mengolah file audio. Pengolahan

dan penyuntingan file-file audio ini memanfaatkan software SoundForge dan Cool

Edit Pro 2.0. Setelah itu, file video yang sudah tersedia, diedit sesuai keperluan.

Penyuntingan file video menggunakan software Windows Movie Maker.

Setelah semua elemen aplikasi tersedia dan diimpor ke dalam Adobe

Director 11.5, langkah selanjutnya adalah menyusun elemen-elemen tersebut ke

dalam masing-masing halaman aplikasi. Pada tahap ini peneliti membuat link

yang menghubungkan satu halaman ke halaman lain, menambahkan efek suara

dan meng-compile-nya menjadi satu file aplikasi terapi multimedia interaktif yang

mengintegrasikan beberapa terapi dan simulasi yang diperlukan dalam

penanganan autisme.

A. Pembuatan Background Aplikasi Cleverland

Untuk tahap awal pembuatan aplikasi ini, peneliti mendesain gambar latar

untuk aplikasi yang peneliti buat. Pembuatannya menggunakan Adobe Photoshop

CS3. Pada tahap ini peneliti menggunakan Pen tool untuk membuat garis tepi

yang melengkung. Selanjutnya peneliti memberikan warna yang bergradasi pada

garis melengkung tersebut menggunakan Gradient Tool. Berikutnya, peneliti

memberikan warna dasar untuk background aplikasi yang peneliti buat dengan

menggunakan Paint Bucket.


184

Gambar 4.52 Pembuatan Background Aplikasi

Setelah tahapan pembuatan background aplikasi, peneliti menambahkan

gambar dan logo dengan cara menggabungkan beberapa gambar ke layar kerja

pembuatan background aplikasi dengan jalan klik FileOpen.

Gambar 4.53 Memasukkan Gambar Ke Layar Kerja


185

Selanjutnya file disimpan dalam tipe file .PSD dengan nama file

Background.PSD.

Gambar 4.54 Menyimpan File Background.PSD

B. Membuat Tombol Menu

Tahap pembuatan tombol menu dibuat dengan menggunakan software

Adobe Flash CS3. Di awali dengan membuat lingkaran menggunakan Oval Tool,

kemudian memberi warna dan efek gradasi dengan menggunakan Paint Bucket

Tool.
186

Gambar 4.55 Oval Tool

Setelah tombol menu dibuat, selanjutnya adalah meng-export file tombol

menu tadi menjadi format .PNG yang latar belakang gambar tombol menu

tersebut transparan. Beri nama tombol menu tersebut dengan nama “info-

on.PNG”. Setelah selesai, masih dengan file yang sama tombol tersebut diberi

efek Glow, lalu disimpan dengan nama “info-on-glow.PNG”.

Gambar 4.56 Pembuatan Tombol Menu Menggunakan Adobe Flash CS3

C. Membuat Gambar Animasi

Tahapan pertama yang peneliti lakukan dalam membuat animasi untuk

aplikasi Cleverland adalah membuat gambar untuk animasinya terlebih dahulu.


187

Peneliti menggunakan Adobe Photoshop CS3 untuk mengedit gambar-gambarnya

lalu disimpan dalam bentuk file .PNG dengan cara klik FileSave As pilih tipe

file PNG klik Save, beri nama Smile.PNG

Gambar 4.57 Pembuatan Gambar Animasi

D. Membuat Halaman Utama Aplikasi Cleverland

Dalam membuat halaman utama aplikasi Cleverland, langkah pertama

yang harus dilakukan adalah mempersiapkan bidang kerja atau Stage-nya. Untuk

ukuran Stage, peneliti menggunakan ukuran 640 x 480 pixel yang pengaturannya

dapat dilakukan di panel Property Inspector.


188

Gambar 4.58 Property Inspector

Tahapan selanjutnya yaitu mengimpor file Background.JPG tadi ke Adobe

Director 11.5 untuk tahap pembuatan animasi. Langkah-langkah mengimpor

gambar ke Adobe Director 11.5 yaitu klik menu FileImport, di kotak dialog

Import, pilih file gambar Background.PSD, lalu klik AddImport. Berikutnya

pilih Color Depth: 24 (Bits) dan klik OK. Setelah file Background.JPG diletakkan

di are kerja (Stage) Adobe Director 11.5, simpan dengan nama Halaman

Utama.DIR.

Gambar 4.59 Mengimpor File Ke Area Kerja Adobe Director 11.5


189

E. Membuat Animasi

Membuat animasi bisa dilakukan menggunakan Adobe Director 11.5.

Tahap pertama yang dikerjakan yaitu mengimpor file gambar animasi ke area

kerja Adobe Director 11.5. Kemudian, letakkan dan atur gambar-gambar tersebut

di bidang/area kerja setelah itu atur frame untuk menentukan waktu atau durasi

animasinya. Setelah animasi “Smiley” dibuat, langkah berikutnya yaitu

menyimpan file animasi tersebut dengan nama Smiley.DIR.

Gambar 4.60 Pembuatan Animasi Dengan Adobe Director 11.5

F. Membuat File Video

Dalam Adobe Director 11.5 terdapat fasilitas untuk membuat aplikasi

pemutar video. Namun, fasilitas ini memiliki keterbatasan, yaitu hanya untuk tipe

file video tertentu yaitu .MOV, .AVI dan .FLV saja. Pada aplikasi Cleverland

yang peneliti buat, tipe file video yang digunakan adalah .MOV. Langkah-

langkahnya sebagai berikut: Klik di Stage yang kosong. Di Property Inspector,


190

peneliti buat ukuran 640x480 pixel. Susun dan atur member ke dalam Sprite. File

video yang digunakan adalah “Video Tutorial Wajah.MOV”

Gambar 4.61 Memasukkan File Video

G. Menggabungkan File Menjadi Aplikasi Cleverland

Untuk menggabungkan beberapa file ke dalam “Halaman Utama.DIR”

pada aplikasi Cleverland ini dilakukan dengan cara mengimpor file-file yang

dibutuhkan. Klik menu FileImport, di kotak dialog import pilih file-file yang

akan di-import. Klik Add untuk memasukkan ke dalam daftar file, lalu klik Import

bisa semua siap.

Data yang sudah di-import otomatis masuk ke dalam Cast Member. Cast

Member berfungsi untuk menyimpan data yang akan dipakai atau ditampilkan

pada aplikasi Cleverland.


191

Gambar 4.62 Cast Member

Selanjutnya yaitu menyusun data-data yang dibutuhkan ke Score. Cara

memasukkan Background.JPG dengan cara men-drag ke Score atau bisa juga ke

Stage.

Gambar 4.63 Area Kerja Pembuatan Halaman Utama Cleverland

Langkah berikutnya yaitu memasukkan data atau file-file lain seperti

animasi “Smiley.DIR” dan tombol-tombol menu, seperti “info-on.PNG” dan

“info-on-glow.PNG”. Hingga akan menjadi seperti gambar berikut.


192

Gambar 4.64 Pembuatan Halaman Utama Cleverland

H. Memasukkan Musik Latar

Aplikasi Cleverland yang peneliti buat ini terdapat musik latar yang

langsung diputar saat aplikasi dijalankan. Cara impor file musik yaitu

FileImport Pilih file musik Klik Import. Lalu drag file musik “Twinkle-

twinkle Little Star” ke Channel suara nomor 1.

Gambar 4.65 Memasukkan Musik


193

4.2.5 Pengujian (Testing)

Langkah setelah aplikasi multimedia diproduksi, berikutnya adalah

langkah pengujian sistem. Fungsi dari pengujian sistem ini untuk memastikan

bahwa hasil produksi aplikasi multimedia sesuai dengan yang direncanakan

sekaligus untuk mengetahui apakah aplikasi terapi multimedia interaktif untuk

anak Autis dapat berjalan dengan baik atau tidak. Maka dari itu, peneliti

melakukan pengujian terhadap aplikasi multimedia yang telah dibuat.

Adapun spesifikasi komputer yang digunakan peneliti untuk melakukan

pengujian adalah sebagai berikut:

Processor Core 2 Duo E7500 (2.93Ghz)


Memory 2 GB
Graphic Card 512 MB 64 Bit
Harddisk 320 GB
Input Tools Mouse, Keyboard
Output Tools Monitor 19”, Speaker Active

Pengujian sistem ini dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu pada tanggal

24 April 2010 Pukul 14:00 WIB, tanggal 17 Juli 2010 pukul 14:00 WIB dan

tanggal 19 Februari 2011 Pukul 14:30 WIB di Sekolah Yayasan Pantara,

Kebayoran baru, Jakarta Selatan. Setelah dilakukan pengujian sebanyak 3 (tiga)

kali tersebut, Pengembangan Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis

Dengan Metode Lovaas ini dapat berjalan dengan baik.

Setelah aplikasi diterapkan dan dicoba oleh pengguna, maka dilakukan

evaluasi Aplikasi Terapi Bagi Anak Autis Dengan Menggunakan Metode Lovaas

Berbasis Multimedia Interaktif. Evaluasi ini dilakukan kepada 20 (dua puluh)


194

orang responden yang terdiri dari terapis, shadow teacher dan orang tua atau

pendamping anak autis setelah pengujian program dengan tujuan untuk dapat

mengetahui perbedaan sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi ini.

A. Kategori Kuesioner Evaluasi

Pertanyaan pada kuesioner evaluasi dapat digolongkan menjadi 5 (lima)

kategori, yaitu:

1. Perbandingan tingkat konsentrasi dan kefokusan anak autis sebelum

dan sesudah menggunakan aplikasi.

2. Perbandingan kemampuan anak autis dalam mengenal benda-benda,

warna dan bentuk sekitar sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi.

3. Perbandingan kemampuan anak autis dalam berinteraksi dengan

sekitarnya sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi.

4. Perbandingan kemampuan anak autis dalam berbaur dengan anak-anak

lain secara normal sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi.

5. Perbandingan tingkat ketertarikan anak autis dalam menggunakan

komputer sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi.

B. Analisa Kuesioner Evaluasi

1. Perbandingan tingkat konsentrasi dan kefokusan anak autis

sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi.

Kategori ini untuk mengukur apakah ada perubahan dari segi

konsentrasi dan kefokusan anak autis setelah menggunakan aplikasi.

Dari responden didapatkan jawaban seperti pada Tabel 4.3.


195

Tabel 4.3 Hasil Kuesioner Kategori Pertanyaan No. 1

Jumlah Jumlah Persentase


Jawaban Responden
Responden Penjawab (%)
(1) Konsentrasi dan
kefokusan anak autis 20 17 85%
semakin terlatih
(2) Konsentrasi dan
kefokusan anak autis 20 2 10%
menurun
(3) Tidak ada perubahan 20 1 5%
apa-apa

1
2
3

Gambar 4.66 Diagram Tingkat Konsentrasi Dan Kefokusan Sebelum dan


Sesudah Menggunakan Aplikasi

Dari hasil evaluasi untuk kategori pertama ini dapat diketahui bahwa

aplikasi yang telah dibuat dapat membuat konsentrasi dan kefokusan

anak autis semakin terlatih dari sebelumnya.


196

2. Perbandingan kemampuan anak autis dalam mengenal benda-

benda, warna dan bentuk sekitar sebelum dan sesudah

menggunakan aplikasi.

Kategori ini untuk mengukur apakah ada penambahan perbendaharaan

bagi anak autis dalam hal pengenalan terhadap benda-benda, warna

dan bentuk setelah menggunakan aplikasi. Dari responden didapatkan

jawaban seperti pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil Kuesioner Kategori Pertanyaan No. 2

Jumlah Jumlah Persentase


Jawaban Responden
Responden Penjawab (%)
(1) Bertambah 20 17 85%
(2)Berkurang 20 0 0%
(3) Tidak ada perubahan 20 3 15%
apa-apa

1
2
3

Gambar 4.67 Diagram Tingkat Pengenalan Terhadap Benda-benda, Bentuk dan


Warna Sebelum dan Sesudah Menggunakan Aplikasi

Dari hasil evaluasi untuk kategori kedua ini dapat diketahui bahwa

aplikasi yang telah dibuat dapat meningkatkan perbendaharaan


197

pengenalan terhadap benda-benda, bentuk dan warna bagi anak autis

dibandingkan sebelumnya.

3. Perbandingan kemampuan anak autis dalam berinteraksi dengan

sekitarnya sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi.

Kategori ini untuk mengukur apakah kemampuan anak autis dalam

berinteraksi dengan sekitarnya ada peningkatan setelah menggunakan

aplikasi. Dari responden didapatkan jawaban seperti pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil Kuesioner Kategori Pertanyaan No. 3

Jumlah Jumlah Persentase


Jawaban Responden
Responden Penjawab (%)
(1) Bertambah 20 16 80%
(2)Berkurang 20 1 5%
(3) Tidak ada perubahan 20 3 15%
apa-apa

1
2
3

Gambar 4.68 Diagram Tingkat Kemampuan Berinteraksi Sebelum dan Sesudah


Menggunakan Aplikasi
198

Dari hasil evaluasi untuk kategori ketiga ini dapat diketahui bahwa

aplikasi yang telah dibuat dapat meningkatkan kemampuan

berinteraksi anak autis dengan sekitarnya dibandingkan sebelumnya.

4. Perbandingan kemampuan anak autis dalam berbaur dengan anak-

anak lain secara normal sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi.

Kategori ini untuk mengukur apakah kemampuan anak autis dalam

berbaur dengan anak-anak lain secara normal mengalami peningkatan atau

tidak setelah menggunakan aplikasi. Dari responden didapatkan jawaban

seperti pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hasil Kuesioner Kategori Pertanyaan No. 4

Jumlah Jumlah Persentase


Jawaban Responden
Responden Penjawab (%)
(1) Bertambah 20 12 60%
(2)Berkurang 20 2 10%
(3) Tidak ada perubahan 20 6 30%
apa-apa

1
2
3

Gambar 4.69 Diagram Tingkat Kemampuan Anak Autis Dalam Berbaur


Dengan Anak-anak Lain Secara Normal Sebelum dan
Sesudah Menggunakan Aplikasi
199

Dari hasil evaluasi untuk kategori keempat ini dapat diketahui bahwa

aplikasi yang telah dibuat dapat meningkatkan kemampuan anak autis

dalam berbaur dengan anak-anak lain secara dibandingkan sebelumnya.

5. Perbandingan tingkat ketertarikan anak autis dalam menggunakan

komputer sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi.

Kategori ini untuk mengetahui apakah aplikasi ini dapat meningkatkan

ketertarikan anak autis dalam menggunakan komputer. Dari responden

didapatkan jawaban seperti pada Tabel 4.6.

Tabel 4.7 Hasil Kuesioner Kategori Pertanyaan No. 5

Jumlah Jumlah Persentase


Jawaban Responden
Responden Penjawab (%)
(1) Meningkatkan
ketertarikan anak autis
20 13 65%
dalam menggunakan
komputer.
(2) Menurunkan
ketertarikan anak autis
20 3 15%
dalam menggunakan
komputer.
(3) Tidak ada pengaruh 20 4 20%
apa-apa
200

1
2
3

Gambar 4.70 Diagram Tingkat Anak Autis Dalam Menggunakan Komputer


Sebelum dan Sesudah Menggunakan Aplikasi

4.2.6 Distribusi (Distribution)

Aplikasi terapi bagi anak autis dengan metode Lovaas berbasis multimedia

interaktif ini diberi nama Cleverland. Aplikasi Cleverland dapat dioperasikan

dengan 2 (dua) cara, yaitu cara otomatis dan cara manual. Cara pengoperasian

secara otomatis sangat mudah karena tidak perlu proses instalasi sebelumnya.

Cukup masukkan CD aplikasi ini ke CD atau DVD ROM maka script Autorun.inf

akan berjalan dan langsung membuka Halaman Intro. Sedangkan untuk

pengoperasian secara manual, juga cukup praktis. Cara pengoperasiannya dengan

mengeklik ganda pada “Aplikasi Cleverland.exe” maka akan terbuka aplikasinya

dan langsung menampilkan Halaman Intro.

Apabila user (pengguna) aplikasi ini ingin langsung memainkan simulasi

permainan-permainan yang terdapat pada aplikasi Cleverland ini, bisa langsung

masuk ke folder-folder games tersebut kemudia mengeklik 2 (dua) kali pada nama

permainannya dan langsung bisa dimainkan tanpa harus membuka aplikasi

Cleverland terlebih dahulu. Karena file ini berbentuk “projector exe” maka
201

keseluruhan halaman pada aplikasi ini dapat digunakan bahkan pada komputer

yang tidak memiliki perangkat lunak Adobe Director 11.5.

4.3 Tampilan Halaman-halaman Pengembangan Aplikasi Terapi

Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas

Hasil akhir dari Pengembangan Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif

Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas berupa CD Interaktif yang memiliki

daftar data dan hasil tampilan sebagai berikut:

1. Dimensi : Lebar (Width) = 640 pixel

Tinggi (Height) = 480 pixel

Frame rate = 30 fps

2. Ukuran : a. *.DIR file = 140 MB

b. *.EXE file = 19 MB

3. Jumlah Halaman : 8 (delapan) halaman

4. Jumlah Halaman Games : a. Pemula = 9 (sembilan) halaman

b. Lanjutan = 10 (sepuluh) halaman

5. Tampilan Pengembangan Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk

Anak Autis Dengan Metode Lovaas:


202

A. Halaman Intro

Gambar 4.71 Halaman Intro

B. Halaman Utama (Home)

Gambar 4.72 Halaman Utama (Home)


203

C. Halaman Informasi

Gambar 4.73 Halaman Informasi

D. Halaman Terapi Musik

Gambar 4.74 Halaman Terapi Musik


204

E. Halaman Cetak

Gambar 4.75 Halaman Cetak

F. Halaman Pemula

Gambar 4.76 Halaman Pemula

G. Halaman Lanjutan
205

Gambar 4.77 Halaman Lanjutan

H. Halaman Exit

Gambar 4.78 Halaman Exit


206

6. Tampilan Simulasi Permainan (Games) Bagi Pemula yang terdapat pada

Pengembangan Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis

Dengan Metode Lovaas:

A. Games Mengenal Ekspresi

Gambar 4.79 Games Mengenal Ekspresi Bagi Pemula 1

Gambar 4.80 Games Mengenal Ekspresi Bagi Pemula 2


207

B. Games Padanan Bentuk

Gambar 4.81 Games Padanan Bentuk Bagi Pemula 1

Gambar 4.82 Games Padanan Bentuk Bagi Pemula 2


208

C. Games Puzzle

Gambar 4.83 Games Puzzle Bagi Pemula 1

Gambar 4.84 Games Puzzle Bagi Pemula 2

Gambar 4.85 Games Puzzle Bagi Pemula 3


209

D. Games Padanan Gambar

Gambar 4.86 Games Padanan Gambar Bagi Pemula 1

Gambar 4.87 Games Padanan Gambar Bagi Pemula 2


210

7. Tampilan Simulasi Permainan (Games) Bagi Lanjutan yang terdapat pada

Pengembangan Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis

Dengan Metode Lovaas:

A. Games Puzzle

Gambar 4.88 Games Puzzle Bagi Lanjutan 1

Gambar 4.89 Games Puzzle Bagi Lanjutan 2


211

Gambar 4.90 Games Puzzle Bagi Lanjutan 3

B. Games Konsentrasi

Gambar 4.91 Games Konsentrasi Bagi Lanjutan 1


212

Gambar 4.92 Games Konsentrasi Bagi Lanjutan 2

C. Games Mengenal Gambar dan Bentuk

Gambar 4.93 Games Mengenal Gambar dan Bentuk


Bagi Lanjutan 1
213

Gambar 4.94 Games Mengenal Gambar dan Bentuk


Bagi Lanjutan 2

D. Games Mewarnai

Gambar 4.95 Games Mewarnai Bagi Lanjutan


214

E. Games Mengenal Emosi Wajah

Gambar 4.96 Games Mengenal Emosi Wajah


Bagi Lanjutan 1

Gambar 4.97 Games Mengenal Emosi Wajah


Bagi Lanjutan 2
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Aplikasi terapi bagi anak autis berbasis multimedia interaktif adalah terapi

yang mengintegrasikan beberapa media kedalam sebuah aplikasi di mana aplikasi

tersebut mengakomodasi metode dan kurikulum yang digunakan dalam proses

terapi bagi penderita Autis.

Dari hasil penelitian dalam pembuatan skripsi ini, peneliti mendapatkan

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Dengan pemanfaatan multimedia dan teknologi komputer dapat

mengembangkan aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak

penderita Autisme dengan menggunakan metode Lovaas.

2. Dalam merancang pengembangan aplikasi terapi multimedia interaktif

untuk anak Autis dengan menggunakan metode Lovaas ini menerapkan

metode pengembangan sistem multimedia milik Luther dalam buku

Sutopo (2003) dengan 6 (enam) langkah atau tahapan. Metode ini

terdiri dari langkah-langkah perancangan aplikasi terapi multimedia

interaktif untuk anak Autis dengan menggunakan metode Lovaas

sebagai berikut; 1. Konsep, 2. Perancangan, 3. Pengumpulan bahan, 4.

Pembuatan, 5. Pengujian, 6. Distribusi. Aplikasi terapi bagi anak autis

dengan metode Lovaas berbasis multimedia interaktif dapat dibuat

216
217

dengan menggunakan perangkat lunak Adobe Director 11.5. Kapasitas

aplikasi ini 35 MB dan berupa CD interaktif.

3. Dari hasil pengujian, aplikasi ini bisa berjalan dengan baik dan sesuai

dengan aturan yang ditentukan, sehingga dapat diterapkan dan

dijadikan sebagai alat atau media terapi alternatif dalam penangan anak

penderita Autisme.

5.2 Saran

Peneliti memberikan saran agar dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang

ingin mengembangkan aplikasi ini, yaitu:

1. Aplikasi ini dapat ditambahkan dengan link-link untuk terhubung ke

website yang menyajikan informasi tentang Autisme lebih lengkap

lagi.

2. Aplikasi ini ke depannya dibuat lebih inovatif lagi dan menambahkan

simulasi permainannya, unsur-unsur multimedia lain seperti audio dan

video yang berisikan panduan terapi, hiburan dan permainan bagi anak

Autis. Dan untuk lebih bisa melihat perkembangan pasien terapi

Autisme, aplikasi ini ke depannya bisa ditambahkan fitur login dan

form data kemajuan kemampuan anak Autis.


DAFTAR PUSTAKA

Ambler, Scott W. 1998. User Interface design & tips. Cambridge University
Press. New York.

Anderson, Margaret. Tales from the Table: Lovaas/ABA Intervention With


Children on the Autistic Spectrum. London & Philadelphia.

Andleigh, Prabhat K. Thakrar, Kiran. 1996. Multimedia System Design. Prentice-


Hall, Inc. USA.

APA. DSM IV. 1995. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder,
Fourth Edition. Washington DC, USA.

Arn. 2008. Meningkatkan komunikasi pada anak autis. Harian Kompas (21): 12.
Jakarta

Arn. 2008. Polusi sebabkan autisma. Harian Kompas (21): 12. Jakarta

Ayres, Jean. 1994. Sensory Integration and the Child. Western Psychological
Services. USA.

Brown, H. Douglas. 1994. Principles of Language Learning and Teaching.


Prentice Hall Regents: New Jersey.

Dali, Gulo. 1982. Kamus Psikologi. Penerbit Tonis. Bandung.

Davis, Ben. 1991. Teaching with Media, a paper presented at Technology and
Education Conference in Athens. Greece.

Edelson, Stephen. 2008. Behavior Modification: The Lovaas Method.


http://www.autism.com/ari/lovaasmethod.html. April 22, 2009, 13:04 WIB

218
219

Elliot, Stephen N et al,. 1996. Educational Psychology, Brown and Benchmark.


Dubuque. Iowa.

Frith, U. 2003. Autism : Explaining the Enigma, Second Edition. Blackwell


Publishing. USA.

Giarratano, J. & Riley, G. 2005. Expert Sistem: Principles and Programming, 4th
Edition. PWS Publishing Company. Boston.

Hadis, A. 2006. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus – Autistik. Alfabeta.


Bandung.

Hadis, A. 2006. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus – Autistik. Alfabeta.


Bandung.

Haryanto, Budi. 2010. Sepuluh Jenis Terapi Autisme.


http://www.autis.info/index.php. Januari, 09, 2010, 22:48 WIB

Hendratman, Hendi. 2008. The Magic of Macromedia Director. Penerbit


Informatika. Bandung.

Hofstetter, Fred T. 2001. Multimedia Literacy. McGraw-Hill Irwin. New York.

Isni, Hardatul. 2009. Beri Penyandang Autisme Kesempatan Di Sekolah Umum.


Harian Kompas(40): 10. Jakarta

Jepson, Bryan MD. 2003. UNDERSTANDING AUTISM: The Physiological Basis


and Biomedical Intervention Options of Autism Spectrum Disorders.
Children’s Biomedical Center of Utah. USA.

Jo. 2010. Usability of GUI for Multimedia.


http://www.sju.edu/jhodgson/guihome.html. Januari, 09, 2010, 23:02 WIB

Lumbantobing, S.M. 2001. Anak Dengan Mental Terbelakang. Balai Penerbit


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
220

Mardiyah, Dini. 2004. Aplikasi Pembelajaran Matematika Berbasis Multimedia.


FST UIN. Jakarta.

Mayer, Richard E and Roxana Moreno. 1997. A Cognitive Theory of Multimedia


Learning: Implications for Design Principles. UCLA. Santa Barbara.

McCandless, Jaquelyn. 2004. Children With Starving Brains. Gramedia. Jakarta.

McGloughlin, Stephen. 2001. Multimedia: Concepts and Practice. Prentice-Hall,


Inc. New Jersey, USA.

Pressman, Roger S. 2001. Software Enginering A Practitioner’s Approach Sixth


Edition. McGraw Hill. Canada.

Puterakembara. 2003. Autisme: Penyebab, Ciri-ciri dan Mitos-mitosnya.


http://www.puterakembara.com/penyebab-ciri-mitos.shtml. April 19,
2009, 09:00 WIB

Qurotaayun, Muhammad. Pengembangan Aplikasi Pembelajaran Berbasiskan


Teknologi Video On Demand Pada Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi. 2008.

Santosa, Insap. 2006. Interaksi Manusia dan Komputer, Teori dan Praktek.
Penerbit Andi. Yogyakarta.

Scott, W. Ambler. 1998. User Interface Design And Tips. Cambridge University
Press. New York.

Sherman, David A. 2007. Autism: Asserting Your Child’s Right to a Special


Education. California.

Sicile-Kira, Chantal. 2005. Autism Spectrum Disorder. Mount Sinai School of


Medicine. New York.
221

Sleeuwen, V. Lieke. 1996. AUTISME. Petunjuk Untuk Orangtua, Guru dan


Psikolog di Indonesia. Yogyakarta

Surbakti, Irfan. 2006. Interaksi Manusia dan Komputer. Balai Kepustakaan


Insititut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.

Sutadi, Rudy. 1998. Makalah: Intervensi Dini Tata Laksana Perilaku Penyandang
Autisme. Surabaya.

Sutopo, A. H. 2002. Analisis Dan Desain Berorientasi Objek. Penerbit Graha


Ilmu. Jakarta.

Sutopo, A. H. 2003. Multimedia Interaktif Dengan Flash. Penerbit Graha Ilmu.


Jakarta.

Suyanto, M. 2003. Multimedia Alat Untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing.


Penerbit Andi. Yogyakarta.

Suyanto, M. 2004. Analisa dan Desain Aplikasi Multimedia untuk Pemasaran.


Penerbit Andi. Yogyakarta.

Tim Peneliti dan Pengembangan Wahana Komputer. 2004. Pembuatan CD


Interaktif Dengan Macromedia Flash MX Profesional 2004. Salemba
Infotek. Jakarta.

Vaughan, Tay. 2006. Multimedia: Making It Work, Edisi 6. Penerbit Andi.


Yogyakarta.

Viana, Suri, Dr. 2005. Penyebab Autisme Anak. http://www.infoibu.com. April


22, 2009, 12:37 WIB

Widians, J.A. 2007. Sistem Pendiagnosa Gangguan Autis Pada Anak, Tesis S2.
Ilmu Komputer Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
222

Widianto, Rahmad. 2010. 129 Teknik Profesional Photoshop CS3. Elex Media
Komputindo : Jakarta.

Yung, Kok. 2005. 161 Teknik Profesional Flash MX 2004. Elex Media
Komputindo : Jakarta.
223
224

LAMPIRAN 1:
WAWANCARA MATERI TERAPI
MULTIMEDIA BAGI ANAK AUTIS
DENGAN METODE LOVAAS
225

WAWANCARA

Responden : Ibu Ade Ruhammah

Jabatan : Shadow Teacher SD Yayasan Pantara

Penanya : Muhammad Syah Reza

Tanggal : 13 Oktober 2009

Tema : Materi-materi yang diperlukan untuk terapi bagi anak autis

Tujuan : Mengetahui seperti apa terapi bagi anak autis yang

menggunakan metode Lovaas, apa saja yang dibutuhkan

dalam terapi tersebut dan mengetahui kekurangan serta

kelebihan alat terapi yang sudah ada.

1. Bisa dijelaskan apa saja program yang disediakan di Yayasan Pantara ini?

“Kami di Yayasan Pantara ini selain memberikan pendidikan,

pengajaran dan pelatihan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, kami

juga memberikan penyuluhan dan konsultasi bagi siapa saja, khususnya

orang tua dari anak-anak berkebutuhan khusus tersebut agar dapat

mengerti betul bagaimana menghadapi anak-anak tersebut dengan baik

dan benar sehingga apa yang menjadi program terapi yang kami berikan

di sekolah dapat berkesinambungan di rumah atau pun di luar

lingkungan sekolah.”
226

2. Dalam memberikan pendidikan, pengajaran maupun pelatihan bagi anak-anak

berkebutuhan khusus, dalam hal ini penyandang autisme, adakah metode

terapi yang diterapkan oleh Yayasan Pantara ini?

“Metode terapi yang kami berikan tentu berbeda antara anak yang satu

dengan anak yang lain, tergantung keperluan si anak tersebut serta

kemampuan masing-masing anak dalam menerima terapi yang memang

berbeda-beda. Namun untuk pendidikan, metode yang diaplikasikan

tidak jauh berbeda dengan sekolah umum pada biasanya, hanya saja

yang berbeda adalah kurikulum dan perlakuan yang memang harus

disesuaikan dengan kondisi dan keadaan murid.

Jumlah murid dalam satu kelas juga kami batasi agar kami para

pengajar dalam fokus mengamati perkembangan masing-masing anak.”

3. Terapi-terapi apa saja itu?

“Di tempat kami, kami menerapkan terapi yang kami aplikasikan dari

beberapa metode yang sudah ada dan sudah terbukti keefektifannya.

Terapi-terapi itu antara lain adalah terapi bermain, terapi musik, terapi

ABA juga ada terapi ruhiyah yang diberikan oleh tenaga ahli yang

memang andal di bidangnya. Fasilitas yang tersedia juga cukup

menunjang kebutuhan terapi yang diberikan, seperti disediakannya

peralatan musik, gymnasium.”

4. Kalau terapi metode Lovaas itu, apa dan bagaimana?

“Metode Lovaas adalah metode yang digunakan untuk terapi perilaku

anak. Dasar metode Lovaas sebenarnya „reward and punishment‟.


227

Tujuannya untuk mengajarkan pada anak autis perbedaan ekspresi,

bagaimana membedakan bentuk, warna dan suara berdasarkan emosi

dan ekspresi.”

5. Pada terapi apa saja Metode Lovaas dapat diterapkan?

“Pada dasarnya, metode Lovaas dapat diterapkan ke banyak jenis

terapi. Tapi tergantung kebutuhan anak sebenarnya. Karena kebutuhan

satu anak autis berbeda dengan anak autis lainnya. Metode Lovaas,

karena sifatnya yang memerlukan interaksi langsung antara terapis dan

penderita autisme, maka Metode Lovaas ini banyak diterapkan pada

terapi-terapi seperti terapi bermain, terapi musik bahkan bisa juga

dipraktekkan pada terapi integrasi sensoris.”

6. Bagaimana dengan terapi bermain yang menggunakan fasilitas multimedia?

Apakah memungkinkan untuk mengadaptasi metode Lovaas ke dalam bidang

multimedia?

“Sangat memungkinkan. Karena pada kurikulum ABA (Applied Behavior

Application) terdapat materi pengenalan benda-benda sekitar. Dengan

audio dan tampilan visual menarik, multimedia bisa dijadikan fasilitas

terapi bagi penderita autisme.”

7. Apakah di Yayasan Pantara sudah menggunakan terapi multimedia yang

menerapkan metode Lovaas?

“Semua terapi multimedia menerapkan metode Lovaas dan memang

sebaiknya begitu karena belum ada metode lain yang dapat mengadopsi

elemen yang terdapat dalam multimedia selain metode Lovaas ini.


228

Yayasan Pantara sudah menerapkan multimedia sejak pertama kali

yayasan ini didirikan. Materi yang kita punyai kebanyakan kami peroleh

dari internet dan membeli dari yayasan autisme di luar negeri. Harga

yang mahal memang menjadi kendala utama bagi kami. Namun ada

kendala lainnya seperti pengoperasian yang tidak langsung mudah

digunakan, bahasa yang rumit dan juga kebanyakan aplikasi terapi

multimedia yang kebanyakan berupa simulasi permainan itu tidak

mengintegrasikan ragam permainan dalam satu buah CD. Mereka

menjualnya secara terpisah. Ini juga kendala bagi kami.”

8. Selama ini, bagaimana tingkat keefektifitasan dari terapi multimedia ini?

“Cukup baik. Anak-anak yang menggunakan terapi multimedia jadi lebih

cepat menangkap pesan dari lawan bicara. Mereka jauh lebih mudah

diarahkan dan bisa fokus. Tentunya, penerapan terapi multimedia harus

dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan agar harapan

keefektifitasan dapat tercapai.”


229

LAMPIRAN 2:
Wawancara dan Kuesioner
Hasil Penelitian dan Aplikasi Terapi Multimedia
Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas
230

WAWANCARA

Responden 1 : Ibu Ade Ruhammah

Responden 2 : Ibu Sri Widiosari

Jabatan : Shadow Teacher SD Yayasan Pantara

Penanya : Muhammad Syah Reza

Tanggal : 17 Mei 2010

Tema : Aplikasi terapi multimedia untuk anak autis dengan metode

Lovaas.

Tujuan : Mengetahui kelebihan dan kekurangan aplikasi terapi

multimedia untuk anak autis dengan metode Lovaas yang

peneliti buat.

1. Bagaimana aplikasi terapi multimedia untuk anak autis dengan metode

Lovaas ini?

Responden 1: Secara umum software-nya menarik. Ada musik dan gambar-

gambarnya juga sesuai dengan kegemaran anak-anak.

Responden 2: Program terapi multimedia ini sepertinya bisa dijadikan

alternatif di tengah-tengah program terapi yang berbasiskan

multimedia lainnya. Tampilan dan warna yang dipakai

adalah warna-warna kesukaan anak-anak dan bisa menjadi

alat daya tarik perhatian penderita Autisme.

2. Apa yang menjadi kelebihan aplikasi ini dibandingkan dengan aplikasi terapi

multimedia interaktif yang sudah pernah ada?


231

Responden 1: Software ini menggabungkan beberapa modul yang dipakai

dalam kurikulum terapi yang menggunakan metode Lovaas,

sehingga dari segi efisiensi, software ini cukup efisien,

apalagi dari nilai ekonomisnya. Tampilan, warna dan

iringan musiknya juga menarik. Anak autis tidak akan mudah

bosan saat menjalankan software ini.

Responden 2: Program komputer untuk terapi bagi anak autis ini cukup

baik, cukup lengkap dan sesuai dengan aturan yang

ditentukan dalam kurikulum terapi ABA. Selain itu, program

ini juga terdapat modul-modul yang cukup lengkap yang

digabung dalam menjadi satu program.

3. Apa kekurangan aplikasi terapi multimedia interaktif ini?

Responden 1: Pertama kali menggunakan, mengalami kesulitan dan butuh

adaptasi dengan software ini. Terutama saat memainkan

simulasi permainan-permainannya. Selain itu juga,

banyaknya tombol-tombol membuat bingung. Dibutuhkan

waktu untuk menguasai pengoperasian software ini.

Responden 2: Karena banyak modul pelatihan dan simulasi yang

dimasukkan, mengakibatkan program komputer untuk terapi

multimedia ini jadi kurang fokus tujuan yang ingin dicapai.

4. Saran dan masukan apa untuk perbaikan aplikasi terapi multimedia interaktif

ini?
232

Responden 1: Agar disediakan juga dalam software ini semacam panduan

singkat mengoperasikannya. Gambar atau simbol yang

digunakan untuk tombol, kalau digunakan yang sudah

familiar bagi penggunanya pasti akan lebih gampang lagi.

Responden 2: Jumlah simulasi permainannya bisa ditambah lagi. Selain itu

hurufnya diperbesar lagi supaya nyaman dibaca. Variasi

musiknya diperkaya lagi agar si anak bisa mengenal lebih

banyak jenis musik.


233

Kuesioner

Responden : 20 Orang Pendamping Anak Autis (Orang tua, Shadow

Teacher, Terapis)

Tanggal : 24 November 2010

Tema : Aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis

dengan metode Lovaas.

Tujuan : Mengetahui seberapa besar pentingnya dan efektifnya

aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis

dengan metode Lovaas ini bagi penderita autisme dan orang

tua.

Nama : …………………………………….
Umur : …………….. Tahun
Pekerjaan: …………………………………….

Pilih salah satu dari pilihan jawaban A, B atau C dengan melingkarinya.

1. Apakah Anda pernah menggunakan komputer sebelumnya?

a. Iya b. Tidak c. Tidak Tahu

2. Seberapa penting peran komputer bagi Anda?

a. Sangat Penting b. Biasa Saja c. Tidak Tahu

3. Apakah Anda pernah mendengar ada aplikasi komputer yang bisa dijadikan

alat terapi bagi penderita autisme?

a. Pernah b. Belum Pernah c. Tidak Tahu


234

4. Apakah Anda pernah menggunakan aplikasi komputer tersebut?

a. Pernah b. Belum Pernah c. Tidak Tahu

5. Apakah Anda merasakan manfaat dari aplikasi komputer tersebut?

a. Iya b. Tidak c. Biasa Saja

6. Apakah aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode

Lovaas (Cleverland) ini dapat memberikan informasi dan memiliki penampilan

yang menarik?

a. Iya b. Tidak c. Biasa Saja

7. Apakah aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode

Lovaas (Cleverland) ini bisa menjadi alternatif pilihan terapi yang dapat

diterapkan pada anak Anda?

a. Iya b. Tidak c. Tidak Tahu

8. Apakah aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode

Lovaas (Cleverland) ini meningkatkan kemampuan anak autis dalam

mengenal benda di sekitar mereka?

a. Iya b. Tidak c. Tidak Tahu

9. Apakah aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode

Lovaas (Cleverland) ini dalam penggunaannya Anda mengalami kesulitan?

a. Iya b. Tidak c. Biasa Saja

10. Apakah aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode

Lovaas (Cleverland) ini dapat digunakan secara luas oleh khalayak banyak?

a. Iya b. Tidak c. Tidak Tahu


235

A. Tabel Skor Jawaban Kuesioner

Soal Jawaban Jawaban Jawaban


No. A B C
1. 2 1 0
2. 3 2 1
3. 2 1 0
4. 3 2 1
5. 2 1 0
6. 3 2 1
7. 3 2 1
8. 3 2 1
9. 1 3 2
10. 3 2 1

B. Keterangan Skor Kuesioner

Total Skor 540 - 341 : Aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak

autis dengan metode Lovaas (Cleverland) ini dapat

dijadikan sebagai media terapi alternatif dalam

penanganan anak penderita Autisme.

Total Skor 340 - 141 : Aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak

autis dengan metode Lovaas (Cleverland) ini cukup

bisa dijadikan sebagai media terapi alternatif dalam

penanganan anak penderita Autisme.

Total Skor 140 - 0 : Aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak

autis dengan metode Lovaas (Cleverland) ini tidak

cukup efektif untuk dijadikan sebagai media terapi


236

alternatif dalam penanganan anak penderita

Autisme.

C. Hasil Kuesioner

Soal Menjawab Menjawab Menjawab


No. A B C
1. 14 4 2
2. 17 2 1
3. 17 1 2
4. 13 7 0
5. 10 3 7
6. 18 2 0
7. 16 2 2
8. 15 2 3
9. 10 8 2
10. 13 6 1

D. Keterangan Hasil Kuesioner

Total Skor Tertinggi = 382, maka: “Aplikasi terapi multimedia interaktif untuk

anak autis dengan metode Lovaas (Cleverland) ini efektif dan dapat dijadikan

sebagai media terapi alternatif dalam penanganan anak penderita Autisme.”


237

LAMPIRAN 3:
Source Code
238

Source code:

1. Tombol Start (Menuju Halaman Utama / HOME)

on mouseEnter me
puppetSound 3, member "bubbles"
end

on mouseUp me
go to "utama"

end

2. Tombol EXIT

on mouseEnter me
puppetSound 3, member "boing02"

end

on mouseUp me
go to "exit"

end

3. Tombol Menuju Halaman Info

on mouseUp me
go to "info"

end

on mouseEnter me
puppetSound 3, member "add"
set the member of sprite the currentSpriteNum to
member "info-on-glow"

end

on mouseLeave me
set the member of sprite the currentSpriteNum to
member "info-on"

end
239

4. Tombol Menuju Halaman Terapi Musik

on mouseUp me
go to "musik"

end

on mouseEnter me
puppetSound 3, member "add"
set the member of sprite the currentSpriteNum to
member "music-on-glow"

end

on mouseLeave me
set the member of sprite the currentSpriteNum to
member "music-on"

end

5. Tombol Menuju Halaman Cetak

on mouseUp me
go to "cetak"

end

on mouseEnter me
puppetSound 3, member "add"
set the member of sprite the currentSpriteNum to
member "print-on-glow"

end

on mouseLeave me
set the member of sprite the currentSpriteNum to
member "print-on"

end

6. Tombol Menuju Halaman Pemula

on mouseUp me
go to "pemula"

end

on mouseEnter me
240

puppetSound 3, member "alienbt1"


set the member of sprite the currentSpriteNum to
member "tombol pemula(png)ON"

end

on mouseLeave me
set the member of sprite the currentSpriteNum to
member "tombol pemula(png)"

end

7. Tombol Menuju Halaman Lanjutan

on mouseUp me
go to "lanjutan"

end

on mouseEnter me
set the member of sprite the currentSpriteNum to
member "tombol lanjutan(png)ON"
puppetSound 3, member "alienbt1"

end

on mouseLeave me
set the member of sprite the currentSpriteNum to
member "tombol lanjutan(png)"

end

8. Tombol Pemutar Musik

on mouseUp me
puppetSound 1, member "1"
sprite(36).movierate=5
sprite(37).visible=true
end
on mouseEnter me
set the member of sprite the currentSpriteNum to
member "tombol pilihan musik_ON"

end

on mouseLeave me
241

set the member of sprite the currentSpriteNum to


member "tombol pilihan musik"

end

9. Tombol Cetak

on mouseUp me
open "pec.pdf" with "SumatraPDF.exe"
end
on mouseEnter me
puppetSound 3, member "clav1"
set the member of sprite the currentSpriteNum to
member "tombolanimasi.dir"

end

on mouseLeave me
set the member of sprite the currentSpriteNum to
member "tombolstill"

end

10. Tombol Keluar Dari Aplikasi Cleverland

on mouseUp me
halt

end

on mouseEnter me
set the member of sprite the currentSpriteNum to
member "Yes_ON"
puppetSound 3, member "sound 355 (idel to over )"

end

on mouseLeave me
set the member of sprite the currentSpriteNum to
member "Yes"

end

Anda mungkin juga menyukai