Anda di halaman 1dari 18

REFLEKS FISIOLOGIS DAN PATOLOGIS

Refeks Fisologis

Refleks Fisiologis adalah reflex regang otot (muscle stretch reflex) yang muncul
sebagai akibat rangsangan terhadap tendon atau periosteum atau kadang - kadang terhadap
tulang, sendi, fasia atau aponeurosis. Refleks yang muncul pada orang normal disebut sebagai
refleks fisiologis. Kerusakan pada sistem syaraf dapat menimbulkan refleks yang seharusnya
tidak terjadi atau refleks patologis. Keadaan inilah yang dapat dimanfaatkan praktisi agar
dapat mengetahui ada atau tidaknya kelainan sistem syaraf dari refleks.
Pemeriksaan reflek fisiologis merupakan satu kesatuan dengan pemeriksaan neurologi
lainnya, dan terutama dilakukan pada kasus-kasus mudah lelah, sulit berjalan,
kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot anggota gerak, gangguan trofi otot anggota
gerak, nyeri punggung/pinggang gangguan fungsi otonom. Interpretasi pemeriksaan refleks
fisiologis tidak hanya menentukan ada/tidaknya tapi juga tingkatannya.

A. Dasar pemeriksaan refleks

1. Pemeriksaan menggunakan alat refleks hammer


2. Penderita harus berada dalam posisi rileks dan santai. Bagian tubuh yang akan diperiksa
harus dalam posisi sedemikian rupa sehingga gerakan otot yang nantinya akan terjadi dapat
muncul secara optimal
3. Rangsangan harus diberikan secara cepat dan langsung;keras pukulan harus dalam batas nilai
ambang, tidak perlu terlalu keras
4. Oleh karena sifat reaksi tergantung pada tonus otot, maka otot yang diperiksa harus dalam
keadaan sedikit kontraksi.

B. Jenis Refleks fisiologis

1. Refleks Biceps (BPR) : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon
m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku. Respon : fleksi lengan pada
sendi siku.
2. Refleks Triceps (TPR) : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi
siku dan sedikit pronasi. Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku.
3. Refleks Periosto Radialis : ketukan pada periosteum ujung distal os symmetric posisi
lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi. Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan
supinasi karena kontraksi m.brachiradialis.
4. Refleks Periostoulnaris : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan
setengah fleksi dan antara pronasi supinasi. Respon : pronasi tangan akibat kontraksi
m.pronator quadrates.
5. Refleks Patela (KPR) : ketukan pada tendon patella dengan hammer. Respon : plantar
fleksi longlegs karena kontraksi m.quadrises femoris.
6. Refleks Achilles (APR) : ketukan pada tendon achilles. Respon : plantar fleksi longlegs
karena kontraksi m.gastroenemius.
7. Refleks Klonus Lutut : pegang dan dorong os patella ke arah distal. Respon : kontraksi
reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus berlangsung.
8. Refleks Klonus Kaki : dorsofleksikan longlegs secara maksimal, posisi tungkai fleksi di
sendi lutut. Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung.
9. Reflek kornea : Dengan cara menyentuhkan kapas pada limbus, hasil positif bila
mengedip (N IV & VII )
10. Reflek faring : Faring digores dengan spatel, reaksi positif bila ada reaksi muntahan ( N
IX & X )
11. Reflek Abdominal : Menggoreskan dinidng perut dari lateral ke umbilicus, hasil negative
pada orang tua, wanita multi para, obesitas, hasil positif bila terdapat reaksi otot.
12. Reflek Kremaster : Menggoreskan paha bagian dalam bawah, positif bila skrotum sisi
yang sama naik / kontriksi ( L 1-2 )
13. Reflek Anal : Menggores kulit anal, positif bila ada kontraksi spincter ani ( S 3-4-5 )
14. Reflek Bulbo Cavernosus : Tekan gland penis tiba-tiba jari yang lain masukkan kedalam
anus, positif bila kontraksi spincter ani (S3-4 / saraf spinal )
15. Reflek Moro : Refleks memeluk pada bayi saat dikejutkan dengan tangan
16. Reflek Babinski : Goreskan ujung reflak hammer pada lateral telapak kaki mengarah ke
jari, hasil positif pada bayi normal sedangkan pada orang dewasa abnormal ( jari kaki
meregang / aduksi ektensi )
17. Sucking reflek : Reflek menghisap pada bayi
18. Grasping reflek : Reflek memegang pada bayi
19. Rooting reflek : Bayi menoleh saat tangan ditempelkan ke sisi pipi.

Refleks Patologis

Refleks patologis merupakan respon yang tidak umum dijumpai pada individu normal.
Refleks patologis pada ekstemitas bawah lebih konstan, lebih mudah muncul, lebih reliable
dan lebih mempunyai korelasi secara klinis dibandingkan pada ekstremitas atas.

A. Dasar pemeriksaan refleks


1. Selain dengan jari - jari tangan untuk pemeriksaan reflex ekstremitas atas,bisa juga
dengan menggunakan reflex hammer.
2. Pasien harus dalam posisi enak dan santai
3. Rangsangan harus diberikan dengan cepat dan langsung

B. Jenis Refleks Patologis


 Jenis Refleks Patologis Untuk Ekstremitas Superior adalah sebagai berikut :

1. Refleks Tromner
Cara: pada jari tengah gores pada bagian dalam
+ : bila fleksi empat jari yang lain
2. Refleks Hoffman
Cara : pada kuku jari tengah digoreskan
+ : bila fleksi empat jari yang lain
3. Leri : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengan diluruskan dengan
bagian ventral menghadap ke atas. Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku.
4. Mayer : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapak tangan. Respon : tidak terjadi
oposisi ibu jari.
 Jenis RefleksPatologis Untuk Ekstremitas Inferior adalah sebagai berikut :
1. Babinski : gores telapak kaki di lateral dari bawah ke atas ==> + bila dorsofleksi ibu jari,
dan abduksi ke lateral empat jari lain
2. 2. Chaddok : gores bagian bawah malleolus medial ==> + sama dengan babinski
3. Oppenheim : gores dengan dua sendi interfalang jari tengah dan jari telunjung di
sepanjang os tibia/cruris==> + sama dgn babinski
4. Gordon : pencet/ remas m.gastrocnemeus/ betis dengan keras==> + sama dengan
babinski
5. Schaeffer : pencet/ remas tendo achilles ==> + sama dengan babinski
6. Gonda : fleksi-kan jari ke 4 secara maksimal, lalu lepas ==> + sama dengan babinski
7. Bing : tusuk jari kaki ke lima pada metacarpal/ pangkal ==> + sama dengan babinski
8. Stransky : penekukan (lateral) jari longlegs ke-5. Respon : seperti babinsky.
9. Rossolimo : pengetukan ada telapak kaki. Respon : fleksi jari-jari longlegs pada sendi
interfalangeal.
10. Mendel-Beckhterew : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum. Respon :
seperti rossolimo.
PENGKAJIAN SISTEM TUBUH (JANTUNG, DADA, AKSILA,
DAN ABDOMEN)

A. Pengkajian jantung

Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di rongga dada, di bawah
perlindungan tulang iga, sedikit sebelah kiri sternum (Elizabeth J. Corwin 2009 : 441). Sebelum melakukan
pengkajian kita terlebih dahulu harus menyiapkan alat dan mempertimbangkan beberapa hal.

1. Alat :

a. Stetoskop

b. Timer

2. Pertimbangan umum :

a. Pakaian atas klien harus disiapkan dalam keadaan terbuka.

b. Ruang pemeriksaan harus tenang untuk menampilkan auskultasi yang adekuat.

c. Tetap selalu menjaga privasi klien

d. Prioritaskan dan perhatikan untuk tanda-tanda kegawatan.

Teknik pengkajian yang digunakan untuk melakukan pengkajian jantung adalah inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi.

1. Inspeksi jantung

a. Tanda-tanda yang diamati :

1) bentuk prekordium

Pada umumnya kedua belah dada adalah simetris

Prekordium yang cekung dapat terjadi akibat perikarditis menahun, fibrosis atau atelektasis paru, skoliosis
atau kifoskoliosis

Prekordium yang gembung dapat terjadi akibat dari pembesaran jantung, efusi epikardium, efusi pleura, tumor
paru, tumor mediastinum

2) Denyut pada apeks jantung

Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus terlihat didalam ruangan
interkostal V sisi kiri agak medial dari linea midklavicularis sinistra
Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV

Sifat iktus :

Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang sifatnya lokal. Pada pembesaran yang
sangat pada bilik kiri, iktus akan meluas.

Iktus hanya terjadi selama sistole. Oleh karena itu, untuk memeriksa iktus, kita adakan juga palpasi pada
carotis comunis untuk merasakan adanya gelombang yang asalnya dari sistole.

3) Denyut nadi pada dada

Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya kelainan pada aorta

Aneurisma aorta asenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal II kanan, sedangkan denyutan
dada di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya dilatasi. Pulmonalis dan aneurisma aorta
desenden .

4) Denyut vena

Vena yang tampak pada dada dan punggung tidak menunjukkan denyutan.

Vena yang menunjukkan denyutan hanyalah vena jugularis interna dan eksterna.

2. Palpasi jantung

Urutan palpasi dalam rangka pemeriksaan jantung adalah sebagai berikut :

a. Pemeriksaan iktus kordis

Hal yang dinilai adalah teraba tidaknya iktus, dan apabila teraba dinilai kuat angkat atau tidak

Kadang-kadang kita tidak dapat melihat, tetapi dapat meraba iktus

Pada keadaan normal iktus cordis dapat teraba pada ruang interkostal kiri V, agak ke medial (2 cm) dari linea
midklavikularis kiri.

b. Pemeriksaan getaran / thrill

1) Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katub bawaan atau penyakit jantung kongenital.

2) Disini harus diperhatikan :

a) Lokalisasi dari getaran

b) Terjadinya getaran : saat sistole atau diastole

c) Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang tersebut melakukan pekerjaan fisik karena
frekuensi jantung dan darah akan mengalir lebih cepat.

d) Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising jantung

c. Pemeriksaan gerakan trakea


Pada pemeriksaan jantung, trakea harus juga diperhatikan karena anatomi trakea berhubungan dengan arkus
aorta

Pada aneurisma aorta denyutan aorta menjalar ke trakea dan denyutan ini dapat teraba

3. Perkusi jantung

Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung

a. Batas kiri jantung

1) Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.

2) Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai batas jantung kiri

3) Normal

Atas : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung)

Bawah: SIC V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri ( tempat iktus)

b. Batas kanan jantung

1) Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.

2) Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari dinding depan thorak

3) Normal

Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-IV kanan,di linea parasternalis kanan

Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea parasternalis kanan

Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi perikardium dan
aneurisma aorta.

4. Auskultasi jantung

Pada auskultasi akan diperhatikan 2 hal, yaitu :

a. Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan II

BJ I : Terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikularis, yang terjadi pada saat
kontraksi isometris dari bilik pada permulaan sistole

BJ II : Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katup aorta dan pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi
kira-kira pada permulaan diastole.

BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I

b. Bising jantung / cardiac murmur


B. Pengkajian Dada

1. Alat

a. Baju periksa

b. Selimut

c. Stetoskop

d. Pena

e. Penggaris

f. Handscoon

g. Masker

2. Pertimbangan umum :

a. Menjelaskan prosedur kepada klien

b. Pastikan ruang periksa cukup terang dan hangat

c. Mencuci tangan dan menggunakan handscoon serta masker

d. Anjurkan klien untuk menanggalkan baju sampai ke pinggang dan mengenakan baju periksa

Teknik pengkajian yang digunakan untuk melakukan pengkajian dada adalah inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi.

1. Inspeksi Dada

a. Inspeksi dada posterior dan anterior

1) Inspeksi penampilan, ekspresi, posisi klien, usaha bernafas, warna kulit, bibir, otot-otot yang digunakan,
pergerakan dada dalam tiga bagian toraks.

2) Hitung pernafasan selama 1 menit penuh, observasi laju pernafasan, ritme dan kedalaman siklus pernafasan.

3) Minta klien untuk menarik nafas dalam dan observasi keterlibatan otot-otot bantu pernafasan.

4) Inspeksi warna kulit dada, samakan dengan warna kulit tubuh bagian lainnya.

5) Inspeksi konfigurasi dada.

6) Inspeksi struktur skeletal.

7) Inspeksi ukuran payudara, kesimetrisa, dan bentuknya.

8) Inspeksi kulit dari hiperpigmentasi, tetraksi atau kerutan akibat invasi tumor, hipervaskuler dan bengkak.

2. Palpasi dada
a. Palpasi daerah dada posterior dan anterior

1) Gunakan telapak tangan untuk palpasi besarnya otot daerah posterior, scapula sampai dengan tulang rusuk ke-
12 dan lanjutkan sejauh mungkin pada garis midaksila pada kedua sisi.

2) Hitung jumlah rusuk serta sela interkostal tetap dekat pada garis vertebra.

3) Palpasi tiap-tiap processus spinal dengan gerakan kearah bawah.

b. Palpasi toraks posterior untuk mengukur ekspansi pernafasan

Letakkan tangan setingkat dengan tulang rusuk ke-8 sampai ke-10, letakkan kedua ibu jari dekat dengan garis
vertebral dan tekan kulit secara lembut diantara kedua ibu jari, pastikan telapak tangan bersentuhan dengan
punggung klien, mintalah klien untuk menarik nafas dalam. Pemeriksa seharusnya merasakan tekanan yang
sama dikedua tangan dan tangan pemeriksa menjauhi garis vertebra, jarak kedua ibu jari normalnya 3-5 cm.

c. Palpasi untuk menilai taktil fremitus

Fremitus adalah vibrasi yang dirasakan diluar dinding dada saat klien bicara. Vibrasi paling besar dirasakan
didaerah saluran nafas yang diameternya besar (trakea), dan hamper tidak ada pada alveoli paru-paru.
Gunakan daerah sendi metacarpophalangeal atau permukaan luar dari tangan saat pemeriksaan fremitus.
Mintalah klien untuk mengulangi kata “Sembilan puluh sembilan atau tujuh puluh tujuh” normalnya vokal
fremitus bilateral dan simetris.

d. Palpasi pada bagian torak anterior

Mintalah klien untuk berbaring dan letakkan tangan pada dinding anterior tepat dibawah kosta, tekan kulit
diantara ibu jari seperti pada waktu melakukan palpasi toraks posterior. Mintalah klien untuk menarik nafas
dalam, amati pergerakan ibu jari dan tekanan yang dikeluarkan terhadap tangan pemeriksa. Palpasi untuk
mengetahui taktil fremitus, gunakan sendi metacarpophalangeal, mintalah klien untuk mengucapkan
“Sembilan puluh sembilan atau tujuh puluh tujuh” sama halnya dengan bagian anterior, normalnya vokal
fremitus bilateral simetris dan menurun pada jantung dan jaringan mammae.

e. Palpasi payudara dari masa dan pengeluaran cairan dari putting susu

Klien dapat berbaring atau duduk, lakukan palpasi bimanual pada payudara. Normalnya tidak ada massa, nodul
atau pengeluaran cairan abnormal. Palpasi aerola dan putting susu untuk mengetahui adanya nyeri, massa,
nodul atau aliran abnormal. Palpasi payudara pria untuk mengetahui adanya nyeri atau nodul.

3. Perkusi dada

Teknik perkusi dapat dipraktikkan pada setiap permukaan. Ketika mempraktikkan perkusi, dengarkan
perubahan bunyi yang ditimbulkan oleh perkusi pada berbagai bagian tubuh. Singkatnya, gerakan terjadi pada
pergelangan tangan. Gerakan mengetuk itu harus terarah, cepat, tetapi rileks dan sedikit memantul. (Lynn S.
Bickley 2009 : 227-228)

a. Perkusi toraks posterior dan anterior


Atur posisi klien, bantu klien untuk membungkuk kedepan sedikit dan melebarkan bahu. Mulailah perkusi pada
daerah apeks paru-paru dan bergerak ke apeks paru-paru kanan. Perkusi sampai tulang rusuk yang paling
bawah dan pastikan untuk melakukan sampai garis midaksila kiri dan kanan.

b. Perkusi untuk menentukan pergerakan diafragma

Mulailah perkusi pada sela interkostal ke-7 kearah bawah sepanjang garis skapula sampai batas diafragma,
beri tanda pada kulit dengan pena. Mintalah klien untuk menarik nafas dalam dan menahannya, perkusi
kembali kearah bawah dari kulit yang diberi tanda sampai terdengar lagi suara dullness. Beri tanda pada kulit
untuk kedua kalinya, anjurkan klien untuk menarik nafas secara normal lalu keluarkan nafas sebanyak-
banyaknya dan kemudian tahan nafas. Perkusi kearah atas sampai pemeriksa mendengar suara resonan, beri
tanda dan anjurkan klien untuk bernafas secara normal. Setelah mendapat tiga tanda pada sepanjang garis
skapula, ulangi hal yang sama pada sisi yang lain. Jarak antara tanda nomor 2 dan 3 dapat berkisar antara 3-6
cm pada orang dewasa yang sehat.

Untuk perkusi daerah anterior, mulailah perkusi pada daerah apeks dan lanjutkan sampai setinggi diafragma,
lanjutkan perkusi ke garis midaksila pada masing-masing sisi. Hindari perkusi diatas sternum, klavikula, tulang,
dan jantung.

Pada klien wanita, mintalah klien untuk mengatur posisi payudaranya kesamping selama prosedur ini
dilakukan.

4. Auskultasi

a. Auskultasi posterior, meliputi :

1) Bunyi nafas (bunyi paru). Bunyi nafas normal adalah vesikular, bronkovesikular, dan bronchial. Dengarkan
bunyi nafas dengan menggunakan membran (diafragma) stetoskop sesudah meminta klien untuk menarik
nafas melalui mulut yang terbuka. Gunakan pola yang dianjurkan untuk perkusi. Jika mendengar bunyi-bunyi
yang abnormal, lakukan auskultasi pada daerah didekatnya agar dapat menjelaskan luasnya abnormalitas
tersebut. Dengarkan sedikitnya satu siklus respirasi yang penuh pada setiap lokasi.

2) Bunyi tambahan (adventitious sounds). Bunyi tambahan adalah cracles atau rales, mengi dan ronchi. Cracles
dapat disebabkan oleh abnormalitas pada pada paru atau saluran pernafasan, bunyi ini dapat terdengar pada
dasar paru di sebelah anterior sesudah ekspirasi maksimal. Mengi menunjukan penyempitannsaluran
pernafasan. Ronchi menunjukan adanya secret dalam saluran nafas yang besasr.

3) Bunyi suara yang ditransmisikan. Dengan stetoskop, dengarkan bunyi di daerah-daerah yang simetris pada
dinding dada ketika :

a) Meminta pada klien untuk mengucapkan “tujuh-tujuh.” Normalnya, bunyi yang ditransmisikan melalui dinding
dada akan terdengar seperti terendam dan tidak jelas.

b) Meminta klien untuk mengatakan “iii.” Akan terdengar bunyi normal I yang terendam.

c) Meminta klien untuk membisikan kata “tujuh-tujuh.” Suara yang dibisikan itu secara normal akan terdengar
samar-samar dan tidak jelas jika suara tersebut dapat didengar.
b. Auskultasi anterior

Dengarkan dada di sebelah anterior dan lateral ketika klien melakukan pernafasan dengan mulut terbuka yang
agak lebih dalam daripada pernafasan normal. Bandingkan daerah-daerah paru yang simetris, dengan
menggunakan pola yang dianjurkan untuk perkusi dan lanjutkan pemeriksaan auskultasi ini ke daerah-daerah
di sekitarnya sebagaimana diperlukan.

C. Pengkajian Aksila

Dalam pengkajian aksila hanya digunakan teknik inspeksi dan palpasi. Serta handscoon.

1. Inspeksi aksila

a. Ruam

b. Infeksi

c. Pigmentasi yang abnormal

2. Palpasi aksila

a. Minta klien agar rileks dengan lengan kiri tergantung. Bantu klien menahan tangannya dengan salah satu
tangan pemeriksa, lalu yang satunya lagi coba menjangkau apeks aksila setinggi-tingginya dengan posisi jari
tangan dirapatkan. Jari-jari tangan berada langsung dibawah muskulus pektoralis dengan mengarah ke daerah
midklavikula.

b. Tekan jari tangan ke dinding dada dan kemudian gerakan kebawah dengan mencoba meraba nodus limfatikus
sentral pada dinding dada.

c. Jika nodus limfatikus sentralnya teraba besar, keras, dan nyeri tekan atau jika terdapat kecurigaan lesi pada
daerah drainase getah bening untuk nodus limfatikus aksilaris, lakukan palpasi untuk meraba kelompok nodus
limfatikus aksilaris yang lain.

D. Pengkajian abdomen

1. Alat

a. Stetoskop

b. Selimut

c. Baju periksa
d. Timer

2. Pertimbangan umum

a. Klien dalam keadaan rileks

b. Kandung kemih harus kosong.

c. Klien berbaring terlentang dengan bantal dibawah kepala dan lutut.

d. Kedua tangan disamping badan atau menyilang dada, jangan meletakkan tangan diatas kepala.

e. Ajaklah klien berbicara bila perlu dan mintalah klien untuk menunjukan daerah nyeri.

f. Perhatikanlah ekspresi dari muka klien selama pemeriksaan

Teknik pengkajian yang digunakan untuk melakukan pengkajian abdomen adalah inspeksi, auskultasi,
perkusi, dan palpasi.

1. Inspeksi abdomen

a. Mintalah klien berbaring terlentang dengan kedua tangan di sisi tubuh. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan
dibelakang kepala untuk melemaskan/relaksasi otot- otot abdomen.

b. Perhatikan ada tidaknya penegangan abdomen.

c. pemeriksa berdirilah pada sisi kanan klien dan perhatikan kulit dan warna abdomen, bentuk perut, simetrisitas,
jaringan parut, luka, pola vena, dan striae serta bayangan vena dan pergerakan abnormal.

d. Perhatikan posisi, bentuk, warna, dan inflamasi dari umbilikus

e. Perhatikan pula gerakan permukaan, massa, pembesaran atau penegangan. Bila abdomen tampak menegang,
minta klien untuk berbalik kesamping dan inspeksi mengenai ada tidaknya pembesaran area antara iga-iga dan
panggul, tanyakan kepada klien apakah abdomen terasa lebih tegang dari biasanya.

f. Inspeksi abdomen untuk gerakan pernapasan yang normal.

g. Mintalah klien mengangkat kepalanya dan perhatikan adanya gerakan peristaltik atau denyutan aortik.

2. Auskultasi abdomen

Pemeriksaan auskultasi abdomen berguna untuk memperkirakan gerakan usus dan adanya gangguan
pembuluh darah. Bunyi usus akan terdengar tidak teratur seperti orang berkumur dengan frekwensi 5 – 35 kali
permenit. Cara auskultasi :

a. Mintalah klien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan
dibelakang kepala.
b. Letakkan kepala stetoskop sisi diafragma yang telah dihangatkan di daerah kuadran kiri bawah. Berikan
tekanan ringan, minta klien agar tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit terus menerus untuk
mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya bising usus.

c. Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada bising usus dan perhatikan
frekwensi/karakternya.

d. Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan sistematis dan dengarkan tiap kuadran
abdomen.

e. Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi desiran dibagian epigastrik dan pada tiap
kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral dan aorta torakal. Pada orang kurus mungkin dapat terlihat
gerakan peristaltik usus atau denyutan aorta.

3. Perkusi abdomen

Lakukan perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada saat melakukannya dan bedakan
batas-batas dari organ dibawah kulit. Organ berongga seperti lambung, usus, kandung kemih berbunyi
timpani, sedangkan bunyi pekak terdapat pada hati, limfa, pankreas, ginjal.

a. Perkusi batas hati

1) Posisi klien tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah disisi kanan klien

2) lakukan perkusi pada garis midklavikular kanan setinggi umbilikus, geser perlahan keatas, sampai terjadi
perubahan suara dari timpani menjadi pekak, tandai batas bawah hati tersebut.

3) Ukur jarak antara subkostae kanan kebatas bawah hati. Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah
tulang iga kanan.Batas hati bagian atas terletak antara celah tulang iga ke 5 sampai ke 7. Jarak batas atas
dengan bawah hati berkisar 6 – 12 cm dan pergerakan bagian bawah hati pada waktu bernapas yaitu berkisar
2 – 3 cm.

b. Perkusi lambung

1) Posisi klien tidur terlentang

2) Pemeriksa disamping kanan dan menghadap klien

3) Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan bagian epigastrium kiri.

4) Gelembung udara lambung bila di perkusi akan berbunyi timpani

c. Perkusi ginjal

1) Posisi klien duduk atau berdiri.

2) Pemeriksa dibelakang klien

3) Perkusi sudut kostovertebral di garis skapular dengan sisi ulnar tangan kanan

4) Normal perkusi tidak mengakibatkan rasa nyeri


4. Palpasi abdomen

a. Palpasi hati

1) Posisi klien tidur terlentang.

2) Pemeriksa disamping kanan dan menghadap klien.

3) etakkan tangan kiri pemeriksa dibawah torak/dada kanan posterior klien pada iga kesebelas dan keduabelas
dan tekanlah kearah atas.

4) Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala/superior klien dan ekstensikan
sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah batas bawah hati.

5) Kemudian tekanlah dengan lembut ke dalam dan atas.

6) Minta klien menarik napas dan cobalah meraba tepi hati saat abdomen mengempis.

b. Palpasi kandung empedu

1) Posisi klien tidur terlentang

2) Pemeriksa disamping kanan dan menghadap klien

3) letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dibawah dada kanan posterior klien pada iga kesebelas dan keduabelas
dan tekananlah kearah atas.

4) Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala/superior klien dan ekstensikan
sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah batas bawah hati.

5) Kemudian tekan lembut ke dalam dan atas.

6) Mintalah klien menarik napas dan coba meraba tepi hati saat abdomen mengempis.

7) Palpasi di bawah tepi hati pada sisi lateral dari otot rektus.

8) Bila diduga ada penyakit kandung empedu, minta klien untuk menarik napas dalam selama palpasi.

c. Palpasi limpa

1) Posisi klien tidur terlentang

2) Pemeriksa disamping kanan dan menghadap klien

3) Letakkan secara menyilang telapak tangan kiri pemeriksa di bawah pinggang kiri klien dan tekanlah keatas

4) Letakkan telapak tangan kanan dengan jari-jari ektensi diatas abdomen dibawah tepi kiri kostal.

5) Tekanlah ujung jari kearah limpa kemudian minta klien untuk menarik nafas dalam.

6) Palpasilah tepi limpa saat limpa bergerak ke bawah kearah tangan pemeriksa.
7) Apabila dalam posisi terlentang tidak bisa diraba, maka posisi klien berbaring miring kekanan dengan kedua
tungkai bawah difleksikan.

d. Palpasi aorta

1) Posisi klien tidur terlentang

2) Pemeriksa disamping kanan dan menghadap klien

3) Pergunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan

4) Palpasi dengan perlahan namun dalam kearah abdomen bagian atas tepat garis tengah.

DAFTAR PUSTAKA
Bickley, Lynn S. (2009). Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Bates. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Hartiningsih, Sri Nur. (2010). Teknik Pengkajian Fisik


Keperawatan.http://hartiningsih26.blogspot.com/2010/09/teknik-pengkajian-fisik-
keperawatan.html. Diperoleh Pada Tanggal 10 November 2011. Pukul 10.40 WIB

Setiawati, Santun. Darmawan, Agus Citra. (2008). Panduan Praktis Pengkajian Fisik
Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media
PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN
1. DEFENISI

=> Pemeriksaan yang dialkukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kelaina organ / sistem
dalam bagian perut.
Pemeriksaan fisik abdomen dilakukan dengan 4 (empat) tehnik/cara yaitu
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi

1. INSPEKSI

dilakukan untuk mengetahui kesimetrisan dinding perut saat respirasi, mengkaji tanda luka,
umbilical, kult dinding perut.

Abdomen dibagi dalam 4 kwadran yaitu:

1. kwadran I => kanan atas

2. kwadran II => kanan bawah

3. kwadran III => kiri atas

4. kwadran IV => kiri bawah

dengan sembilan bagian yaitu :

1. Epigastrik

2. umbilical

3. hipogastrik

4. hipokondrial kanan

5. hipokondrial kiri

6. lumbal kanan

7. lumbal kiri

8. Inguinal kanan

9. Inguinal kiri

2. PALPASI

=> untuk memperkirakan gerakan usus dan kemungkinan adanya gangguan vaskular
=> dilakukan sebelum perkusi dan palpasi karena dapat mempegaruhi kualitas dan
kuantitas bising usus.

=> auskultasi dapat dilakukan dengan meletakkan diafragma stetoskop pada semua
kwadran atau salah satu kwadran.

3. PERKUSI

=> Untuk memperkirakan ukuran hepar, adanya udara pada lambung dan usus (timpani
atau redup)

=> Untuk mendengarkan atau mendeteksi adanya gas, cairan atau massa dalam perut

=> bunyi perkusi pada perut yang normal adalah timpani, tetapi bunyi ini dapat berubah
pada keadaan-keadaan tertentu misalnya apabila hepar danlimpa membesar, maka bunyi
perkusi akanmenjadi redup, khususnya perkusi di daerah bawah arkus kosta kanan dan kiri.

4. PALPASI

=> Palpasi merupakan metode yang dilakukan paling akhir pada pengkajian perut

=> Palpasi dapat dilakukan secara palapsi ringan atau palpasi dalam tergantung pada
tujuannya

=> Palpasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bentuk, ukuran, dan konsistensi
organ-organ dan struktur-struktur dalam perut (intra abdominal)

=> Palpasi ringan dilakukan untuk mengetahui area-area nyeri tekan, nyeri superficial, dan
adanya massa

=> Palpasi dalam dilakukan untuk mengetahui keadaan hepar, lien, ginjal, dan kandung
kemih.

PERSIAPAN

1. ruang pemeriksaan dengan penerangan yang memadai


2. menyuruh penderita berbaring dan membuat penderita dalam keadaan rileks
3. menyuruh penderita membuka pakaina bagian atas sehingga daerah dari px
ke simpisis pubis harus terbuka
4. pemeriksaan dilakukan disebelah kanan penderita dengan urutan inspeksi,
auskultasi, perkusi dan palpasi
5. penderita telentang dengan bantal yang tipis di bawah kepala dan bnatal yang
tebal di bawah lutut dan lutut menekuk
6. kedua tangan diletakkan disamping badan atau menyilang di dada penderita
7. gunakan tangan yang hangat dan diafragma stetoskop yang hangat dengan
cara menggosokkan kedua telapak tangan dan menggosokkan bagian diafragma
stetoskop
8. suruhlah penderita mengatakan bagian mana yang sakit dan pantaulah
ekspresi muka penderita pada saat pemeriksaan

INSPEKSI
1. pemeriksa berada di sebelah kanan penderita
2. perhatikan kesimetrisan abdomen pada saat respirasi
3. inspeksi tanda luka, umbilical, dan dinding abdomen.

AUSKULTASI

1. tentukan bagian stetoskop yang akan digunakan (bagian diafragma)


2. tanya pasien tentang waktu terakhir makan, suara usus meningkat pada
orang setelah makan
3. letakkkan diafragma stetoskop dengan tekanan ringan pada setiap area empat
kwadaran abdomen dan dengan suara peristaltik aktif dan suara mendeguk
(gurgling) yang secara normal terdengar setiap 5 sampai 20 detik dengan durasi
kurang atau lebih dari satu detik
4. frekuensi suara tergantung pada status pencernaan atau ada dan tidaknya
makanan dalam saluran pencernaan. dalam pelaporannya suara usus dapat
dinyatakan dengan : terdengar, tidak ada /hipoaktif, sangat lambat (misalnya hanya
terdengar sekali setiap satu menit), dan hiperaktif atau meningkat (misalnya
terdengar setiap 3 detik).
5. bila suara usus terdengar jarang sekali / tidak ada maka sebelum dipastikan
dengarkan dahulu selama tiga sampai lima menit

PERKUSI

1. perkusi dimulai dari kwadran kanan atas kemudian bergerak searah jarum
jam
2. perhatikan reaksi pasien dan catat bila pasien merasa nyeri atau nyeri tekan
3. lakukan perkusi pada area timpani dan redup
4. suara timpani memiliki ciri nada lebih tinggi dari pada resonan, yang mana
suara ini dapat didengarkan pada rongga atau organ yang berisi udara
5. suara redup mempunyai ciri nada lebih rendah atau lebih datar dari pada
resonan. suara ini dapat didengarkan pada masa padat misalnya keadaan acites,
keadaan distensi kandung kemih, serta pada pembesaran atau tumor hepar dan
limfe.

PALPASI

A. Palpasi Hepar

1. berdirilah disamping kanan pasien


2. letakkan tangan kiri anda pada torak posterior kira-kira pada tulang rusuk ke
11 atau 12
3. tekankan tangan kiri tersebut keatas sehingga sedikit mengangkat dinding
dada
4. letakkan tangan kanan pada atas bawah tulang rusuk sisi kanan dengan
membentuk sudut kira-kira 450 dengan otot rektus abdominal dengan jari-jari
kearah tulang rusuk
5. sementara pasien ekhalasi, lakukan penekanan sedalam 4-5 kearah bawah
pada batas bawah tulang rusuk
6. jaga posisi tangan anda dan suruh pasien inhalasi / menarik nafas dalam
7. sementara pasien inhalasi, rasakan batas hepar bergerak menentang tangan
anda yang secara normal terasa dengan kontur regular. bila hepar tak terasa/teraba
dengan jelas, maka suruh pasien untuk menarik nafas dalam, sementara anda tetap
mempertahankan posisi tangan atau memberikan tekanan sedikit lebih dalam.
kesulitan dalam merasakan hepar ini sering dialami pada pasien obesitas
8. bila hepar membesar, maka lakukan palpasi di batas bawah tulang rusuk
kanan. catat pembesaran tersebut dan nyatakan dengan berapa cm pembesaran
terjadi di bawah batas tulang rusuk

B. Palpasi Ginjal

secara anatomis lobus atas kedu ginjal menyentuh diafragma dan ginjal turun sewaktu
inhalasi. ginjal kanan normalnya lebih mudah dipalpasi dari pada ginjal kiri. ginjal kanan
terletak sejajar dengan tulang rusuk ke 12 dan ginjal kiri sejajar dengan tulang rusuk ke 11.
ginjal orang dewasa pada umumnya mempunyai ukuran panjang 11 cm, lebar 4-7 cm, dan
tebal 2,5 cm. dalam melakukan palpasi ginjal maka posisi pasien diatur supinasi dan
perawat yang melakukan palpasi berdiri di sisi kanan pasien.

langkah kerja palpasi ginjal adalah :

1. dalam melakukan palpaso ginjal kanan, letakkan tangan kiri anda dibawah
panggul dan elevasikan ginjal ke arah anterior.
2. letakkan tangan kanan anda pada dinding perut anterior pada garis
midklavikularis dari pada tepi bawah batas kosta
3. tekankan tangan kanan anda secara langsung keatas sementara pasien
menarik nafas panjang. pada orang dewasa yang normal ginjal tidak teraba tetapi
pada orang yang snagat kurus bagian bawah ginjal kanan dapat dirasakan
4. bila ginjal teraba rasakan mengenai kontur (bentuk), ukuran, dan adanya
nyeri tekan
5. untuk melakukan palpasi ginjal kiri, lakukan disisi seberang tubuh pasien,
dan letakkan tangan kiri anda dibawah panggul kemudian lakukan tindakan seperti
pada palpasi ginjal kanan.

Anda mungkin juga menyukai