Anda di halaman 1dari 30

PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Hukum Lingkungan
yang diampu oleh Hermanto Silalahi, S.H., M.Hum.

Disusun Oleh:
Aurelia Rachel (201541008)
Eprisia Priska Y. (201541010)
Karolus Lorosae Agung (201541014)
Rachmawati Suryani Y.N. (201541016)
Stefani Ovinka P. (201541021)
Yolanda Lorenza (201541023)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA KARYA MALANG
MEI 2017
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan karunia-Nya saya
dapat menyelesaikan makalah Pengelolaan Limbah Rumah Sakit dapat selesai
dengan baik dan saya juga berterima kasih kepada Hermanto Silalahi, S.H.,
M.Hum. selaku dosen mata kuliah Hukum Lingkungan yang telah memberikan
tugas ini kepada saya.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan makalah ini.

Malang, Mei 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

PRAKATA ............................................................................................................... i

daftar isi ................................................................................................................... ii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................... 3

Bab II....................................................................................................................... 4

Karakteristik Teknologi Limbah Medis .................................................................. 4

Bab III ................................................................................................................... 13

Pengelolaan Limbah Rumah Sakit ........................................................................ 13

Bab IV ................................................................................................................... 26

simpulan ................................................................................................................ 26

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Agar tercipta lingkungan rumah sakit yang bersih, sehat dan ramah
lingkungan (green hospital), Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mendorong
agar dalam pengelolaan lingkungannya rumah-rumah sakit tidak hanya bersifat
reaktif tetapi juga proaktif. Umumnya rumah sakit dalam mengelola
lingkungannya hanya mengandalkan kecanggihan teknologi end of pipe treatment
dan belum memaksimalkan pengelolaan dengan prinsip produksi bersih berupa
pencegahan dan minimisasi limbah.
Gagasan rumah sakit ramah lingkungan, pada tahap berikutnya menghendaki
tidak hanya sekedar mengelola limbahnya hingga sesuai baku mutu sesuai
peraturan, tetapi juga menerapkan prinsip 3R (reuse, reduce, recycle) terhadap
limbah yang dihasilkan. Penghematan dalam penggunaan sumber daya alam dan
energi seperti a.l: air, listrik, bahan kimia, obat-obatan kadaluwarsa dan lain-lain
juga akan menjadi perhatian, karena mereduksi potensi timbulnya limbah.
Selanjutnya, pengelola rumah sakit ramah lingkungan juga harus senantiasa
berinovasi meningkatkan pengorganisasian dan pengelolaan kesehatan lingkungan
rumah sakit secara efisien dan efektif. Namun realitasnya, hingga saat ini masih
banyak rumah-rumah sakit yang kurang memberikan perhatian serius terhadap
pengelolaan limbahnya, bahkan pada level dasar end of pipe treatment sekalipun.
Kesadaran, pemahaman ataupun pengetahuan tentang persyaratan dalam
pengelolaan limbah medis baik dalam minimisasi limbah, pemilahan, penanganan
awal, penyimpanan, pengolahan/pemanfaatan hingga penimbunan akhir, serta
pengelolaan lingkungan lainnya masih sangat dibutuhkan dan terus
disosialisasikan, tentu saja selain aspek penegakan hukum.
Dalam kegiatan pelayanan kesehatan, rumah sakit menghasilkan limbah yang
dikenal sebagai limbah medis baik berbentuk padat, gas maupun limbah cair.
Selanjutnya, untuk penyamaan persepsi, limbah medis perlu didefinisikan, yakni:
limbah yang berasal dari kegiatan rumah sakit, laboratorium klinik, puskesmas,

1
klinik, rumah bersalin, praktek dokter, praktek bidan, industri farmasi dan
kegiatan pelayanan kesehatan lainnya. Limbah- limbah yang dihasilkan dari
kegiatan-kegiatan tersebut ada yang bersifat limbah B3 infeksius, limbah B3 non-
infeksius, dan juga limbah medis non-B3, jika tidak dikelola dengan baik dan
benar tentu akan menimbulkan ancaman pencemaran lingkungan dan gangguan
kesehatan bagi pasien, pengunjung, masyarakat sekitar, dan bahkan dokter,
perawat dan manajemen rumah sakit itu sendiri.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 juncto Peraturan
Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3), dalam Tabel 2 Daftar Limbah B3 dari sumber spesifik
disebutkan bahwa limbah dari kegiatan rumah sakit termasuk kategori limbah
B3 dengan kode limbah 227.
Sementara itu Departemen Kesehatan sebagai induk organisasi pelayanan
kesehatan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204 Tahun 2004
tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, mengatur
penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit sesuai dengan persyaratan
kesehatan termasuk pengelolaan limbah medis padat. Dalam Keputusan menteri
Kesehatan tersebut dijelaskan bahwa limbah medis padat adalah limbah padat
yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah
sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan
limbah dengan kandungan logam berat.
Sampai saat ini alternatif terbaik teknologi pengolahan limbah medis padat
(infeksius) adalah insinerator, namun demikian hingga saat ini hanya sekitar 49 %
rumah sakit yang memiliki insenerator dengan sebagian besar temperatur
pembakaran masih kurang dari 800⁰C. Menurut WHO (tahun 2000) insinerator
dengan temperatur pembakaran kurang dari 800⁰C dapat menimbulkan produksi
dioksin, furan dan polutan toksik lainnya. Oleh karena itu diperlukan penyusunan
pedoman kriteria teknologi pengelolaan limbah medis ramah lingkungan yang
dapat mencakup prinsip teknologi ramah lingkungan yang diantaranya taat
terhadap peraturan, efisien (energi, air dan bahan), aman untuk kesehatan. Ruang
lingkup pedoman harus dapat memuat subtansi kriteria insenerator yang ramah

2
lingkungan, kriteria pemilihan insenerator sesuai dengan limbah yang akan
dibakar, pengoperasian insenerator yang mencakup tahap pra pembakaran,
pembakaran dan pasca pembakaran serta contoh aplikasi teknologi insenerator
yang tersedia di lapangan.
Kriteria teknologi pengelolaan limbah medis ramah lingkungan disusun
sebagai tindak lanjut komitmen KLH dengan pelaku usaha kegiatan pelayanan
kesehatan dalam menerapkan teknologi ramah lingkungan untuk pengelolaan
limbah medis; Mengembangakan perangkat perangkat produksi bersih (cleaner
production) dan teknologi pada kegiatan pelayanan kesehatan; Mendukung upaya-
upaya penerapan konsumsi dan produksi berkelanjutan; Tersedianya informasi
mengenai penerapan produksi bersih dan teknologi ramah lingkungan bagi pelaku
kegiatan pelayanan kesehatan.
Dengan tersedianya kriteria teknologi pengelolaan limbah medis ramah
lingkungan maka akan mendukung pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU)
Kementerian Lingkungan Hidup yakni dalam penurunan beban pencemaran,
pencegahan kerusakan lingkungan dan peningkatan kualitas lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah-masalah
sebagai berikut.
1. Apa karakteristik limbah rumah sakit?
2. Bagaimanakah pengelolaan limbah rumah sakit?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, makalah ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui karakteristik limbah rumah sakit.
2. Untuk mengetahui pengelolaan limbah rumah sakit.

3
BAB II
KARAKTERISTIK TEKNOLOGI LIMBAH MEDIS

Kriteria Teknologi Pengelolaan Limbah Medis, yakni:


 Kriteria Teknologi, adalah prinsip atau aturan standar untuk memproduksi,
menguji atau mengevaluasi teknologi tertentu (a standard of judgment or
criticism; a rule or principle for evaluating or testing certain technology).
 Pengelolaan, adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan
sementara, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan
penimbunan akhir limbah B3.
 Limbah Medis, adalah limbah (padat) B3 keluaran kegiatan rumah sakit yang
terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah
farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah
kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
(berdasar: KEPMEN 1204/MENKES/SK/X/2004)
 Ramah Lingkungan, adalah kegiatan-kegiatan yang berdampak baik bagi
lingkungan atau produk-produk yang tidak membahayakan lingkungan ketika
dibuat atau digunakan. (activities which are good for the environment.
Products that are environmentally friendly do not harm the environment
when they are made or when use them).
Maka, secara ringkas didapat pengertian bahwa Kriteria Teknologi
Pengelolaan Limbah Medis Ramah Lingkungan adalah prinsip atau aturan standar
untuk memproduksi, menguji dan mengevaluasi teknologi pengelolaan limbah
medis agar produk dan penggunaan teknologi tersebut tidak membahayakan
bahkan bermanfaat bagi lingkungan hidup.

2.2 Sumber, Jenis dan Karakteristik Limbah Rumah Sakit


Rumah sakit adalah tempat pelayanan kesehatan yang seharusnya dirancang,
dioperasikan dan dipelihara dengan sangat memperhatikan aspek kebersihan pada
bangunan-bangunan utama, unit-unit instalasi dan halaman lingkungan sekitar,
yakni kebersihan bangunan fisik, kebersihan halaman dari sampah, kepastian

4
kualitas dan kuantitas air bersih, pengelolaan air limbah yang memenuhi baku
mutu, dan pencegahan serangga/binatang penganggu, serta terutama pengelolaan
yang baik dan benar terhadap limbah medis yang berkategori limbah B3.
Namun menciptakan kebersihan lingkungan di rumah sakit merupakan upaya
dan tantangan yang cukup sulit dan kompleks berkaitan dengan berbagai aspek,
yakni visi dan misi rumah sakit, komitmen manajemen dan staf rumah sakit,
kondisi sosial-ekonomi masyarakat, tingkat pendidikan, perilaku, kebiasaan dan
budaya masyarakat.
Munculnya berbagai konflik antara rumah sakit dengan masyarakat seputar
isu lingkungan hidup, mengindikasikan bahwa ada sesuatu yang salah dalam
pengelolaan lingkungan hidup pada rumah-rumah sakit di Indonesia, termasuk
persoalan tata-ruang dan pengelolaan limbah medisnya. Sudah menjadi rahasia
umum, banyak rumah-rumah sakit, puskesmas atau poliklinik yang dibangun
sangat dekat dengan kawasan pemukiman atau sebaliknya, justru pemukimlah
yang mendekati kawasan rumah sakit, sehingga dari sisi peruntukan tata-ruang
saja sudah berpotensi menimbulkan konflik. Pengelolaan limbah medis dan air
limbah rumah sakit yang buruk juga sering menimbulkan konflik, karena
mengandung berbagai jasad renik yang berpotensi sebagai penyebab berbagai
penyakit pada manusia, seperti demam thypoid, cholera, disentri dan hepatitis.

2.3 Klasifikasi Rumah Sakit Di Indonesia


Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Di Indonesia, rumah sakit berdasar
jenis pelayanannya, dibagi menjadi 2 kategori, yakni: rumah sakit umum (RSU)
dan rumah sakit khusus (RSK). RSU adalah rumah sakit yang memberi pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit, sedangkan RSK adalah rumah
sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit
tertentu, berdasar disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit.
Berdasarkan PERMEN 340/MenKes/PER/III/2010, rumah-rumah sakit umum
di Indonesia diklasifikasi menjadi 4 kelompok kelas, berdasar kualitas, sumber

5
daya manusia, peralatan, sarana dan prasarana, adminstrasi dan manajemen, serta
kemampuan pelayanan, yakni: Kelas A, B, C dan D. Adapun RSK secara informal
dikenal juga sebagai Kelas E. Selain itu terdapat pula puskesmas dan poliklinik
dengan sarana dan kemampuan pelayanan yang jauh lebih kecil. Berikut adalah
beberapa parameter pembandin berbagai kelas rumah sakit berdasar kelengkapan
fasilitas dan kemampuan pelayanan, yakni :

No PARAMETER Kelas Kelas Kelas Kelas Puskesmas /


. A B C D Poliklinik
1. Jumlah tempat >400 >300 >200 >100
tidur pasien rawat
inap
2. Pelayanan Medik >4 >4 >4 >2
Spesialis Dasar
3. Pelayanan Spesialis >5 >4 >4 -
Penunjang Medik
4. Pelayanan Medik >12 >8 - -
Spesialis Lain
5. Pelayanan Medik >13 >2 - -
Sub Spesialis
Pada tahun 1970, ketika dilangsungkan Rapat Kerja Kesehatan Nasional
dirasakan pembagian Puskesmas berdasarkan kategori tenaga ini kurang sesuai,
karena untuk Puskesmas tipe B dan tipe C tidak dipimpin oleh dokter penuh atau
sama sekali tidak ada tenaga dokternya, sehingga dirasakan sulit untuk
mengembangkannya. Sehingga mulai tahun 1970 ditetapkan hanya satu macam
Puskesmas dengan wilayah kerja tingkat Kecamatan atau pada suatu daerah
dengan jumlah penduduk antara 30.000 sampai 50.000 jiwa. Konsep ini tetap
dipertahankan sampai dengan akhir Pelita II pada tahun 1979 yang lalu, dan ini
lebih dikenal dengan Konsep Wilayah.
Sesuai dengan perkembangan dan kemampuan pemerintah dan
dikeluarkannya Inpres Kesehatan Nomor 5 Tahun 1974, Nomor 7 Tahun 1975 dan
Nomor 4 Tahun 1976, dan berhasil mendirikan serta menempatkan tenaga dokter
di semua wilayah tingkat kecamatan di seluruh pelosok tanah air, maka sejak
Repelita III konsep wilayah diperkecil yang mencakup suatu wilayah dengan
penduduk sekitar 30.000 jiwa.

6
Dan sejak tahun 1979, mulai dirintis pembangunan Puskesmas di daerah-
daerah tingkat Kelurahan atau Desa yang memiliki jumlah penduduk sekitar
30.000 jiwa. Dan untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan yang berada di suatu
kecamatan, maka salah satu Puskesmas tersebut ditunjuk sebagai penanggung
jawab dan disebut dengan namaPuskesmas Tingkat Kecamatan atau Puskesmas
Pembina. Sedang Puskesmas yang ada di tingkat Kelurahan atau Desa disebut
Puskesmas Kelurahan atau Puskesmas Pembantu. Pengkategorian Puskesmas
seperti ini, hingga sekarang masih digunakan.

2.4 Sumber-sumber Limbah Rumah Sakit


Limbah (padat) rumah sakit, berasal dari berbagai unit kegiatan yang ada di
dalam kawasan rumah sakit, semakin banyak aktivitas dan tinggi kelasnya,
semakin banyak unit-unit yang menghasilkan berbagai jenis limbah medis dan
non-medis. Berikut adalah salah satu contoh berbagai macam limbah medis dan
non-medis (sampah) padat yang di dapat dari salah satu RSUdi Indonesiadari
berbagai ruangan:
Rumah sakit yang berbeda tentu bisa memiliki variasi jenis dan juga
komposisi jumlahlimbah medis dan non-medis yang berbeda. Bahkan untuk RSU
yang sama pun, pada hari yang berbeda, variasi dan komposisi limbahnya juga
bisa berbeda.

2.5 Karakteristik Limbah Rumah Sakit


Limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh
kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila dibanding dengan
kegiatan instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah
rumah sakit dapat dikategorikan kompleks. Meskipun secara umum limbah rumah
sakit dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu limbah non-medis (sampah
domestik) atau limbah medis yang berkategori sebagai limbah B3. Dari sisi
bentuk, limbah-limbah tersebut bisa beraneka macam, meskipun secara garis
besar bentuk fisiknya dapat dibagi sebagai: limbah padat, cair maupun gas.
Berikut adalah penjelasan berbagai karakter limbah medis rumah sakit:

7
a. Limbah Medis
Limbah medis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi,
veterinari, farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan
yang menggunakan bahan-bahan beracun dan infeksius berbahaya atau bisa
membahayakan, kecuali jika mendapat perlakukan khusus tertentu. Kategori
limbah medis meliputi:
1. Limbah benda tajam;
2. Limbah infeksius;
3. Limbah bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa kemasana;
4. Limbah patologis;
5. Limbah radioaktif;
6. Limbah farmasi;
7. Limbah sitotoksik;
8. Limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi; dan
9. Limbah tabung gas (kontainer bertekanan).
Bentuk limbah medis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang
terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Limbah benda tajam
Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,
ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti
jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau

8
bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan
cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin
terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau
radio aktif. Singkatnya, limbah benda tajam yaitu limbah yang dapat menusuk
atau menimbulkan luka dan telah mengalami kontak dengan agen penyebab
infeksi. Termasuk limbah benda tajam antara lain Jarum hipodermis, Jarum
intravena, Vial, Lanset (lancet), Siringe, Pipet pasteur, Kaca preparat, Skalpel,
Pisau, Kaca, dll.
2. Limbah infeksius
Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi mikroorganisme
patologi yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam
jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.
Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
a. Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit
menular (perawatan intensif);
b. Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari
poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.
Termasuk dalam kategori limbah infeksius yaitu :
1. Darah dan cairan tubuh.
2. Limbah laboratorium yang bersifat infeksius,
3. Limbah yang berasal dari kegiatan isolasi, dan
4. Limbah yang berasal dari kegiatan yang menggunakan hewan uji.
Limbah infeksiun berupa darah dan cairan tubuh meliputi:
1. Darah atau produk darah ialah Serum, Plasma, dan Komponen darah lainnya.
2. Cairan tubuh ialah Semen, Sekresi vagina, Cairan serebrospinal, Cairan
pleural, Cairan peritoneal, Cairan perkardial, Cairan amniotik, dan Cairan
tubuh lainnya yang terkontaminasi darah.
Tidak termasuk dalam kategori cairan tubuh yaitu Urin, kecuali terdapat
darah; Feses, kecuali terdapat darah; dan Muntah, kecuali terdapat darah.
3. Limbah jaringan tubuh

9
Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan
tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
4. Limbah sitotoksik
Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari
persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang
mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel
hidup. Limbah sitotoksik juga bisa berarti bahan yang terkontaminasi atau
mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan
atau tindakan terapi sitotoksik. Termasuk dalam kategori limbah sitotoksik adalah
limbah genotoksik (genotoxic) yang merupakan limbah bersifat sangat berbahaya,
mutagenik (menyebabkan mutasi genetik), teratogenik (menyebabkan kerusakan
embrio atau fetus), dan / atau karsinogenik (menyebabkan kanker).
 Genotoksik berarti toksik terhadap asam deoksiribo nukleat (DNA), dan
 Sitotoksik berarti toksik terhadap sel.
Beberapa contoh obat sitotoksik dari fasilitas pelayanan kesehatan antara lain:

Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang
terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang
terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh
masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan
dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.

10
5. Limbah kimia
Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia
dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
6. Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop
yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat
berasal dari antara lain : tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan
bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas.

b. Limbah Non-Medis
Selain limbah medis, dari berbagai kegiatan penunjangnya, rumah sakit juga
menghasilkan limbah non-medis atau biasa disebut sebagai sampah domestik.
Limbah non-medis ini bisa berasal dari kantor/administrasi berupa kertas bekas,
unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa
makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan / bahan
makanan, sayur dan lain-lain).
Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu
baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-
macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan
yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik
dll). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat
patologis.
Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-
bahan organic dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan
dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik,
dan lain-lain.
Berbagai jenis limbah cairan atau air limbah rumah sakit tersebut harus diolah
menggunakan instalasi pengolah air limbah (IPAL) memadai, karena bila tidak
dikelola dengan baik bisa mempengaruhi kualitas lingkungan dan kesehatan dan
menimbulkan berbagai masalah seperti:
a. Gangguan kenyamanan dan estetika berupa warna yang berasal dari sedimen,
larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organik.

11
b. Kerusakan harta benda, dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut
(korosif, karat), air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan
kualitas bangunan di sekitar rumah sakit.
c. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang, dapat disebabkan oleh virus,
senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien tertentu dan fosfor.
d. Gangguan terhadap kesehatan manusia, dapat disebabkan oleh berbagai jenis
bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb,
dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi.
e. Gangguan genetik dan reproduksi. Meskipun mekanisme gangguan belum
sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa dapat
menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi
manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif.
Jika pihak manajemen dan staf di rumah sakit menyadari adanya berbagai
ancaman bahaya limbah tersebut tentu upaya pengelolaan limbah yang baik dan
benar akanselalu dikedepankan dan menjadi prioritas.

12
BAB III
PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT

3.1 Jenis-jenis Limbah ialah :


1. Limbah padat
Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu
dilakukan penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah medis
dikategorikan menjadi 5 golongan sebagai berikut :
 Golongan A :
a. Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah.
b. Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi.
c. Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak),
bangkai/jaringan hewan dari laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan swab dan dreesing.
 Golongan B: Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda
tajam lainnya.
 Golongan C: Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang
termasuk dalam golongan A.
 Golongan D: Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.
 Golongan E: Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-
pad, dan stomach.
Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan pemisahan
penampungan, pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan.
a. Pemisahan
 Golongan A
Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari
ruang pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah
medis yang mudah dijangkau bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis
pada tempat produksi sampah. Kantong plastik tersebut hendaknya diambil
paling sedikit satu hari sekali atau bila sudah mencapai tiga perempat penuh.

13
Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak
sampah klinis.
Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga
perempat penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut
kemudian dibuang dengan cara sebagai berikut :
1) Sampah dari haemodialisis
Sampah hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga
digunakan autoclaving, tetapi kantung harus dibuka dan dibuat sedemikian
rupa sehingga uap panas bisa menembus secara efektif.
2) Limbah dari unit lain:
Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak mungkin
bisa menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang
aman. Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung
pada bak limbah medis atau kantong lain yang tepat kemudian
dimusnahkan dengan incinerator. Perkakas laboratorium yang terinfeksi
hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Incinerator harus
dioperasikan di bawah pengawasan bagian sanitasi atau bagian
laboratorium.
 Golongan B
Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan
tertutup. Sampah ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam
yang bilamana penuh (atau dengan interval maksimal tidak lebih dari satu
minggu) hendaknya diikat dan ditampung di dalam bak sampah klinis
sebelum diangkut dan dimasukkan denganincinerator.
b. Penampungan
Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan
kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau
pengangkutan oleh dinas kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah
tersebut hendaknya :
1) Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.

14
2) Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan
dengan frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah
ditentukan secara terpisah.
3) Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak rembes,
dan disediakan sarana pencuci.
4) Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan
bebas dari infestasi serangga dan tikus.
5) Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin).
Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi bisa
digolongkan dalam sampan klinis), dapat ditampung bersama sampah lain sambil
menunggu pengangkutan.
c. Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan
eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat
pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan
internal biasanya digunakan kereta dorong.
Kereta atau troli yang digunakan untuk pengangkutan sampah klinis harus
didesain sedemikian rupa sehingga :
1) Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus
2) Tidak akan menjadi sarang serangga
3) Mudah dibersihkan dan dikeringkan
4) Sampah tidak menempel pada alat angkut
5) Sampah mudah diisikan, diikat, dan dituang kembali
Bila tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus diangkut ke
tempat lain :
a. Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut.
Dan harus dilakukan upaya untuk men-cegah kontaminasi sampah lain yang
dibawa.
b. Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak
terjadi kebocoran atau tumpah.
2. Limbah Cair

15
Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-
bahan organik dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan
Limbah (UPL) di rumah sakit antara lain sebagai berikut:
a. Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)
Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan,
karena kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya
dianjurkan untuk rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang biasanya masih
mempunyai lahan yang cukup. Sistem ini terdiri dari bagian-bagian yang cukup
sederhana yakni :
1) Pump Swap (pompa air kotor).
2) Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah.
3) Bak Klorinasi
4) Control room (ruang kontrol)
5) Inlet
6) Incinerator antara 2 kolam stabilisasi
7) Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.
b. Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)
Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena
tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air
limbah dialirkan secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak
dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah dialirkan ke bak
sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan lumpur. Selanjutnya air yang
sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan umum atau
sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge
drying bed (tempat pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :
1) Pump Swap (pompa air kotor)
2) Oxidation Ditch (pompa air kotor)
3) Sedimentation Tank (bak pengendapan)
4) Chlorination Tank (bak klorinasi)
5) Sludge Drying Bed ( tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak).
6) Control Room (ruang kontrol)

16
c. Anaerobic Filter Treatment System
Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui
filter/saringan, air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment
dengan septic tank (inchaff tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya akan
menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam organik dan senyawa
anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses oksidasinya. Oleh
sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak klorida ditampung dulu di bak
stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut di atas,
sehingga akan menurunkan jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses klorinasi
nanti. Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain
sebagai berikut :
1) Pump Swap (pompa air kotor)
2) Septic Tank (inhaff tank)
3) Anaerobic filter.
4) Stabilization tank (bak stabilisasi)
5) Chlorination tank (bak klorinasi)
6) Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur)
7) Control room (ruang kontrol)
Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari
besar kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic
Filter Treatment Systemdapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya :
1) Volume septic tank
2) Jumlah anaerobic filter
3) Volume stabilization tank
4) Jumlah chlorination tank
5) Jumlah sludge drying bed
6) Perkiraan luas lahan yang diperlukan

3.6 Pengelolaan Dan Pembuangan Limbah Medis


1) Pengumpulan (Pemisahan dan Pengurangan)

17
Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang
kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan kelancaran penanganan
dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan
limbah B3 dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia B3,
pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk
efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.
2) Penampungan
Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor
atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak
overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan
standarisasi kantong dan kontainer seperti dengan menggunakan kantong yang
bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes RI no.
986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang
biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol
citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol
radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan
“domestik”
3) Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan
eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat
pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan
internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan
dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi
dan pakaian kerja khusus. Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah
medis ketempat pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal
memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang
terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah
medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.
4) Pengolahan dan Pembuangan
Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis
tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan

18
dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap
masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin
diterapkan adalah :
 Incinerasi
 Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu
121 C)°
 Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau
formaldehyde)
 Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia
sebagai desinfektan)
 Inaktivasi suhu tinggi
 Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60
 Microwave treatment
 Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah)
 Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang
terbentuk.
5) Incenirator
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di
rumah sakit antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan
volume sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan
pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur
pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu,
serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran.
Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume
sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik
menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan
relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu
dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya adalah
tidak semua jenis sampah dapat dimusnahkan terutama sampah dari logam dan
botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan
pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu).
Hasil pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dan
ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui
cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar udara yang sesuai.

19
Pengelolaan limbah dengan menggunakan incinerator harus memenuhi
beberapa persyaratan seperti yang tercantum dalam Keputusan Bapedal No 03
tahun 1995. Peraturan tersebut mengatur tentang kualitas incinerator dan emisi
yang dikeluarkannya. Incinerator yang diperbolehkan untuk digunakan sebagai
penghancur limbah B3 harus memiliki efisiensi pembakaran dan efisiensi
penghancuran / penghilangan (Destruction Reduction Efisience) yang tinggi.
Proses insenerasi akan berlangsung melalui 3 tahapan, yaitu:
1. Tahapan pertama adalah limbah atau sampah dalam sampah menjadi uap air,
hasilnya limbah menjadi kering dan siap terbakar.
2. Selanjutnya terjadi proses pirolisis, yaitu pembakaran tidak sempurna, dimana
temperature belum terlalu tinggi.
3. Fase berikutnya adalah pembakaran sempurna. Ruang bakar pertama
digunakan sebagai pembakar limbah, suhu dikendalikan antara 400 C ~ 600
C. Ruang bakar kedua digunakan sebagai pembakar asap dan bau dengan
suhu antara antara 600 C ~ 1200 C.
Suplay oksigen dari udara luar ditambahkan agar terjadi oksidasi sehingga
materi-materi limbah akan teroksidasi dan menjadi mudah terbakar, dengan terjadi
proses pembakaran yg sempurna, asap yg keluar dari cerobong menjadi
transparan.
Insinerator dilengkapi mesin pembakar dengan suhu tinggi yang dalam waktu
relative singkat mampu membakar habis semua sampah tersebut hingga menjadi
abu. Pembakaran sampah ini digunakan dengan sistem pembakaran bertingkat
(double chamber), sehingga emisi yang melalui cerobong tidak berasap dan tidak
berbau, dan menggunakan sitem cyclon yang pada akhirnya hasil pembakaran
tidak memberikan pengaruh polusi pada lingkungan.
Keseluruhan kinerja incinerator yang saat ini diterapkan di beberapa negara
maju dapat dibagi pada beberapa tahapan proses yaitu :
1. Proses penyimpanan sampah dan pengumpanan sampah
2. Proses pembakaran;
3. Proses penanganan sisa pembakaran;
4. Proses pembersihan asap.

20
SKEMA/PRINSIP KERJA INCENERATOR

Dalam ruang bakar utama proses karbonisasi dilakukan dengan “defisiensi


udara” dimana udara yang dimasukkan didistribusikan dengan merata kedasar
ruang bakar untuk membakar karbon sisa. Gas buang yang panas dari
pembakaran, keluar dari sampah dan naik memanasinya sehingga mengasilkan
pengeringan dan kemudian membentuk gas-gas karbonisasi. Sisa padat dari
pembentukan gas ini yang sebagian besar terdiri atas karbon, dibakar selama
pembakaran normal dalam waktu pembakaran.
Pada ruang bakar ini secara terkontrol dengan suhu 800-1.0000C dengan
sistem close loop sehingga pembakaran optimal. Distribusi udara terdiri dari
sebuah blower radial digerakan langsung dengan impeller, dengan casing
almunium dan motor listrik, lubang masuk udara dari pipa udara utama
didistribusikan ke koil.
Ruang bakar tingkat kedua dipasang diatas ruang bakar utama dan terdiri dari
ruang penyalaan dan pembakaran, berfungsi membakar gas-gas karbonisasi yang
dihasilkan dari dalam ruang bakar utama. Gas karbonisasi yang mudah terbakar

21
dari ruang bakar utama dinyalakan oleh Burner Ruang Bakar Dua, kemudian
dimasukan udara pembakar, maka gas-gas karbonisasi akan terbakar habis. Ruang
Bakar Dua bekerja seperti sebuah after burner, yaitu mencari, gas-gas yang
belum terbakar kemudian membawanya kedalam temperatur lebih tinggi sehingga
terbakar sampai habis, dimana suhunya mencapai 1.100 0C dengan sistem close
loop sehingga optimal. Pemasukan sampah ke ruang pembakaran dilakukan secara
manual atau menggunakan lift conveyor.
Diperlukan suatu panel kontrol digital dalam operasionalnya untuk setting
suhu minimum dan maksimum didalam ruang pembakaran dan dapat dikontrol
secara “ automatic “ dengan sistem close loop. Pada panel digital dilengkapi
dengan petunjuk suhu, pengatur waktu (digunakan sesuai kebutuhan), dan
dilengkapi dengan tombol pengendali “burner dan “blower” dengan terdapatnya
lampu isyarat yang memadai dan memudahkan operasi.
Cerobong cyclon dipasang setelah ruang bakar dua, yang bagian dalamnya
dilengkapi water spray berguna untuk menahan debu halus yang ikut terbang
bersama gas buang, dengan cara gas buang yang keluar dari Ruang Bakar
Dua dimasukan melalui sisi dinding atas sehingga terjadi aliran siklon di dalam
cerobong. Gas buang yang berputar didalam cerobong siklon akan menghasilkan
gaya sentripetal, sehingga abu yang berat jenisnya lebih berat dari gas buang akan
terlempar kedinding cerobong siklon. Dengan cara menyemburkan butiran air
yang halus kedinding, maka butiran-butiran abu halus tersebut akan turun
kebawah bersama air yang disemburkan dan ditampung dalam bak penampung.
Bak penampung dapat dirancang tiga sekat, dimana pada sekat pertama
berfungsi mengendapkan abu halus, pada bak selanjutnya air abu akan disaring,
dan air ditampung dan didinginkan pada sekat ketiga, siap untuk dipompakan ke
cerobong siklon kembali. Dengan pembakaran sampah secara sempurna
temperatur operasi relatif lebih tinggi, relatif lebih kecil hidrokarbon yang lolos ke
luar cerobong, dan asap berwana bening, sehingga emisi dari gas buang tersebut
ramah terhadap lingkungan.
a. Pengolahan air Limbah Dengan Proses Biofilter Anerob-Aerob

22
Seluruh air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit, yakni yang
berasal dari limbah domestik maupun air limbah yang berasal dari kegiatan klinis
rumah sakit dikumpulkan melalui saluran pipa pengumpul. Selanjutnya dialirkan
ke bak kontrol. Fungsi bak control adalah untuk mencegah sampah padat
misalnya, plastic, kaleng, kayu agar tidak masuk kedalam unit pengolahan limbah,
serta mencegah padatan yang tidak bisa teruarai misalnya lumpur, pasir, abu
gosok, dan lainnya agar tidak masuk kedalam unit pengolahan limbah. Dari bak
control, air limbah dialirkan ke bak pengurai anerob. Bak pengurai anerob dibagi
menjadi bak pengendapan atau bak pengurai awal, biofilter anerob tercelup
dengan aliran dari bawah ke atas. Air limpasan dari bak pengurai anaerob
selanjutnya dialirkan ke unit pengolahan lanjut. Unit pengoilahan lanjut tersebut
terdiri dari beberapa buah ruangan yang berisi media dari bahan PVC bentuk
sarang tawon untuk pembiakan mikro-organisme yangakan menguraikan senyawa
polutan yang ada di dalam air limbah.
Setelah melalui unit pengolahan lanjut, air hasil olahan dialirkan ke bak
khlorinasi. Di dalam bak khlorinasi air limbah dikontakan denngan khlor tablet
agar seluruh mikroorganisme pathogen dapat dimatikan. Dari bak khlorinasi air
limbah sudah dapat dibuang langsung ke sungai atau saluran umum. Air limbah
yang dihasilkan dari proses kegiatan rumah sakit atau puskesmas dikumpulkan
melalui saluran air limbah, kemudian dialirkan ke bak kontrol untuk memisahkan
kotoran padat. Selanjutnya, sambil dibubuhi dengan larutan kapur atau larutan
NaOH air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob. Di dalam bak pengurai
anaerob tersebut polutan organik yang ada di dalam air limbah akan diuraikan
oleh mikroorganisme secara anaerob, menghasilkan gas methan dan H2S. Dengan
proses tahap pertama konsentrasi COD dalam air limbah dapat diturunkan sampai
kira-kira 400-500 ppm (efisiensi pengolahan ±60-70%). Air olahan tahap awal ini
selanjutnya diolah dengan proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter
anaerob-aerob.
Proses pengolahan lanjut dilakukan dengan sistem biofilter anaerob-aerob.
Pengolahan air limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob terdiri dari beberapa
bagian yakni bak pengendap awal, biofilter anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak

23
pengendap akhir, dan jika perlu dilengkapi dengan bak kontraktor khlor. Air
limbah yang berasal dari proses penguraian anaerob dialirkan ke bak pengendap
awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain
sebagai bak pengendapan, juga berfungsi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak
pengurai senyawa organic yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai
lumpur) dan penampung lumpur.
Air limpasan dari pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontraktor
anaerob dengan arah aliran dari atas ke dan bawah ke atas. Di dalam bak
kontraktor anaerob tersebut diisi dengan media plastik berbentuk sarang tawon.
Jumlah bak kontraktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan
kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat organik yang
ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobic atau fakultatif aerobik.
Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan
film mikroorganisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik
yang belum sempat terurai pada bak pengendap.
Air limpasan dari bak kontraktor anaerob dialirkan ke bak kontraktor aerob.
Di dalam bak kontraktor aerob ini diisi dengan media dari bahan kerikil, plastik
(polyethylene), batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus
dengan udara sehingga mikro organism yang ada akan menguraikan zat organik
yang ada di dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media.
Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-organisme yang
tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana
hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, serta
mempercepat proses nitirfikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi
lebih besar. Proses ini sering dinamakan Aerasi Kontak. Dari bak aerasi, air
dialirkan ke bak pengendap akhir yang mengandung massa mikroorganisme
diendapkan dan dipomba kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa
sirkulasi lumpur.
Sedangkan air limpasan dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontraktor
khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh
mikroorganisme pathogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses

24
khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan
kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organic
(BOD, COD), ammonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS), phospat dan lainnya.

25
BAB IV
SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:


1. Kriteria Teknologi Pengelolaan Limbah Medis Ramah Lingkungan adalah
prinsip atau aturan standar untuk memproduksi, menguji dan mengevaluasi
teknologi pengelolaan limbah medis agar produk dan penggunaan teknologi
tersebut tidak membahayakan bahkan bermanfaat bagi lingkungan hidup.
2. Pengelolaan limbah dibagikan menjadi 2 yaitu :
 Pengelolaan secara Biofilter : Seluruh air limbah yang dihasilkan oleh
kegiatan rumah sakit, yakni yang berasal dari limbah domestik maupun air
limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit dikumpulkan melalui
saluran pipa pengumpul. Selanjutnya dialirkan ke bak kontrol. Fungsi bak
control adalah untuk mencegah sampah padat misalnya, plastic, kaleng,
kayu agar tidak masuk kedalam unit pengolahan limbah, serta mencegah
padatan yang tidak bisa teruarai misalnya lumpur, pasir, abu gosok, dan
lainnya agar tidak masuk kedalam unit pengolahan limbah.
 Pengelolaan secara incenerasi : Keuntungan menggunakan incinerator
adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat membakar beberapa jenis
sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius
menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas,
pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat
digunakan untuk mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya
adalah tidak semua jenis sampah dapat dimusnahkan terutama sampah dari
logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak
dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara berputar)
ataubag filter (penghisap debu).

26
DAFTAR PUSTAKA

Prihadi, Waluyo. 2009. Kajian Teknologi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit
dan SNI Terkait. JAI. Vol 5. No. 1.
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.986/Menkes/Per/XI/1992 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.928 tahun 1995 tentang Penyusunan AMDAL
Di Bidang Kesehatan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-58/MenLH/12/1995
tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Rumah Sakit
Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan
Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya
dan Beracun

27

Anda mungkin juga menyukai