A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Gagal jantung pada anak merupakan kegawat-daruratan yang sering dijumpai oleh petugas
kesehatan dan merupakan penyulit utama dari segala jenis penyakit jantung pada bayi dan anak
dengan mortalitas yang tinggi, dan sayangnya karena keluhan dan gejalanya yang tidak khas dan
sangat bervariasi sehingga sulit dibedakan dengan akibat penyakit di luar jantung. Gagal jantung
diartikan sebagai ketidakmampuan jantung memompa darah sesuai dengan kebutuhan jaringan
tubuh atau jantung kehilangan kemampuan untuk memompa darah secara efisien. Manifestasi
klinik gagal jantung merupakan gambaran dari kejadian gangguan hemodinamik dan mekanisme
kompensasi yang sedang terjadi, dapat berupa : nafas cepat dan pendek, takikardia, tampak
kelelahan saat minum dan makan, batuk dan wheezing, berkeringat banyak, ekstrimitas teraba
dingin, kulit pucat/cyanosis, mual dan nafsu makan menurun (Prof. Dr. Dr. Teddy Ontoseno,
SpAK, SpJP, FIHA).
Di antara berbagai kelainan bawaan (congenital anomaly) yang ada, penyakit jantung
bawaan (PJB) merupakan kelainan yang paling sering ditemukan. Di Amerika Serikat, insidens
penyakit jantung bawaan sekitar 8-10 dari 1000 kelahiran hidup, sepertiga di antaranya
bermanifestasi sebagai kondisi kritis pada tahun pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan pada
bulan pertama kehidupan berakhir dengan kematian penderita. Di Indonesia, dengan populasi 200
juta penduduk dan angka kelahiran hidup 2%, diperkirakan terdapat sekitar 30.000 penderita PJB
(Widyantoro, Bambang, 2009, 1 , http:// ppi-jepang.org, diperoleh tanggal 1 juli 2009).
Tetralogi Fallot merupakan salah satu penyakit jantung bawaan tipe sianostik yang
digambarkan dengan 4 macam kelainan, yaitu : Stenosis pulmonal, Defek Septum Ventrikel,
Hipertrofi Ventrikel kanan, overriding aorta pada septum ventrikel. Pada penyakit ini yang
memegang peranan penting adalah defek septum ventrikel dan stenosis pulmonal. Tata laksana
yang paling efisien adalah dengan dilakukannya operasi. Tetapi sayangnya tidak mudah untuk
dapatnya dilakukan operasi, disamping biayanya mahal operasipun harus dilakukan dengan
berbagai syarat. Bila berat badan anak < 10 Kg Tetralogi fallot dengan keluhan yang sudah jelas
(derajat III dan IV) hanya dapat dilakukan operasi paliatif saja, yaitu mengatasi penyebab yang
memegang peranan penting dalam munculnya masalah, dipilih beberapa penyebab dari 4 kelainan
untuk dikoreksi apakah defek septum ventrikel dan atau stenosis pulmonalnya, baru setelah anak
mencapai Berat badan > 10 Kg dapat dilakukan koreksi total (Standart Pelayanan Medis RSP dr.
Sardjito Yogyakarta).
Tentunya sebelum adanya kemampuan untuk dilakukan operasi, baik karena masalah biaya
maupun kondisi umum klien, seorang perawat harus mampu memberikan pertolongan untuk
membantu klien saat terjadinya serangan hipoksia spell. Salah satu tindakan tatalaksana dalam
mengatasi kegawatan noninvasive yang mudah dan segera dapat dilaksanakan sendiri oleh klien
dan keluarganya adalah melakukan knee chest position saat terjadinya serangan hipoksia spell
tersebut. Penatalaksanaan posisi ini lebih faali dan rasional bila dicermati dari kompleksitas etiologi
dan patofisiologi dari Tetralogi of Fallot. Dan sesuai dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan
Teknologi dunia kedokteran dan keperawatan tentunya intervensi ini perlu didukung dengan
evidence base serta kajian yang perlu ditingkatkan untuk meninjau efektifitasnya, maka dari itu
dalam praktek profesi Ners di Poli Anak RSD dr. Soebandi ini penulis tertarik untuk menerapkan
intervensi Positioning saat terjadinya serangan hipoksia Spell pada penderita tetralogi of fallot
dengan pendekatan evidence based practice.
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengajarkan dan menerapkan atur posisi yang benar saat terjadinya serangan
spell pada kasus Tetralogi of Fallot dengan menggunakan pendekatan evidence based practice
b. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi data evidence based pada klien dengan kasus Tetralogi of Fallot
2. Mengidentifikasi kebutuhan perubahan berdasar evidence based pada kasus kelolaan dengan
penyakit Tetralogi of Fallot
3. Menentukan perencanaan potitioning berdasarkan analisis data evidence based pada kasus
kelolaan dengan penyakit Tetralogi of Fallot
4. Melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan strategi perencanaan yang telah disusun
5. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan.
EVIDENCE BASE PRACTICE
Model IOWA diawali dengan adanya trigger atau masalah. Trigger bisa berupa knowledge focus
atau problem focus. Jika masalah yang ada menjadi prioritas organisasi, maka baru dibentuklah
tim. Tim terdiri atas dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang tertarik dan paham dalam
penelitian. Langkah berikutnya adalah minsintesis bukti-bukti yang ada.Apabila bukti yang kuat
sudah diperoleh, maka segera dilakukan uji coba dan hasilnya harus dievaluasi dan
didiseminasikan.
3. Pentingnya EBP
Mengapa EBP penting untuk praktik keperawatan:
a. Memberikan hasil asuhan keperawatan yang lebih baik kepada pasien.
b. Memberikan kontribusi perkembangan ilmu keperawatan.
c. Menjadikan standar praktik saat ini dan relevan.
d. Meningkatkan kepercayaan diri dalam mengambil keputusan.
e. Mendukung kebijakan dan rosedur saat ini dan termasuk menjadi penelitian terbaru.
f. Integrasi EBP dan praktik asuhan keperawatan sangat penting untuk meningkatkan kualitas
perawatan pada pasien.
4. Hambatan Untuk Menggunakan EBP
Hambatan dari perawat untuk menggunakan penelitian dalam praktik sehari-hari telah dikutip
dalam berbagai penelitian, diantaranya (Clifford &Murray, 2001) antara lain:
a. Kurangnya nilai untuk penelitian dalam praktek.
b. Kesulitan alam mengubah praktek.
c. Kurangnya dukungan administrative.
d. Kurangnya mentor berpengetahuan.
e. Kurangnya waktu untuk melakukan penelitian.
f. Kurangnya pendidikan tentang proses penelitian.
g. Kurangnya kesadaran tentang praktek penelitian atau berbasis bukti.
h. Laporan Penelitian/artikel tidak tersedia.
i. Kesulitan mengakses laporan penelitian dan artikel.
j. Tidak ada waktu dalam bekerja untuk membaca penelitian.
k. Kompleksitas laporan penelitian.
l. Kurangnya pengetahuan tentang EBP dan kritik dari artikel
m. Merasa kewalahan.
C. Isu-Isu Yang Terkait Dengan EBP, Penelitian Keperawatan Dan Aplikasi Dalam Pelayanan EBP
Penelitian keperawatan dan aplikasi merupakan rangkaian proses yang saling berkesinambungan.
Sebelum melakukan penelitian keperawatan khususnya di area klinik, dibutuhkan data-data atau
bukti-bukti dari hasil penelitian terdahulu yang mendukung masalah yang akan kita teliti. Hasil
penelitian yang telah dilakukan, akan menjadi evindence dalam pengambilan keputusan klinis,
sehingga tindakan yang dilakukan sudah berdasar hasil penelitian yang teruji.
1. Mengidentifikasi Masalah Praktik Klinis
Langkah pertama adalah mengidentifikasi masalah atau isu praktek klinis. Sebagai
konsekuensinya, ini adalah langkah yang paling sulit karena dibutuhkan banyak pemikiran
danu paya untuk menyempurnakan pernyataan masalah untuk mengembangkan bukti-praktik
keperawatan berdasar projects.
2. Pengumpulan dan Penilaian Bukti Evidance
Langkah ke dua adalah mengumpulkan dan menilai bukti, bukti empiris (penelitian) dan bukti
non empiris. Bukti nonempiris penting untuk mendukung perubahan praktik, sedangkan bukti
empiris adalah dengan evidence termasuk uji klinis, non eksperimental dan meta analisis. Harus
dibedakan studi penelitian yang sebenarnya dengan yang bukan penelitian.Jurnal keperawatan
sangat baik dimana mengarahkan pengarang untuk memberikan judul sehingga pembaca dapat
menemukan komponen penting dari sebuah artikel penelitian.Bukti non empiris meliputi
ulasan literatur yang diterbitkan, pendapat dari artikel dan protocol/pedoman serta literature
review penelitian yang dipublikasikan.
3. Membaca dan Analisa Penelitian Empiris
Langkah pertama adalah dengan melihat abstract untuk menyaring artikel yang relevan,
kemudian membaca hasil penelitian sehingga didapatkan suatu ide penelitian dan pengaruhnya
terhadap implikasi keperawatan.
4. Meringkas Bukti Evidance
Langkah ini sangat penting untuk keberhasilan peubahan praktik keperawatan yang kita
usulkan.Sintesis temuan pada kelompok studi penelitian empiris dianggap kredibel. Halini
dilakukan dengan melakukan analisis, pada analisis isi memeriksa temuan untuk dijadikan
tema.
5. Mengintegrasikan Evidance dan Referensi Klinis
Tahap berikutnya yang perlu disintesis adalah keahlian klinis dan preferensi dari
nilainilai.Diperlukan seseorang yang memiliki keahlian klinis di bidang atau topic tertentu.
Dengan pendekatan multidisiplin akan memastikan analisis mendalam tentang hasil penelitian
yang dianalisis.
Kriteria Struktur :
Ada kebijakan pimpinan rumah sakit yang mengatur kualifikasi perawat yang bertugas di
instalasi gawat darurat:
1. Perawat Pelaksana
Kualifikasi :
Pendidikan D3 keperawatan dengan pengalaman klinik dua (2) tahun Ners dengan
pengalaman klinik 1 tahun di Rumah Sakit dan sudah tersertifikasi emergency
nursing 2
Kompetensi yang harus dimiliki :
a) Mampu menguasai basic assessment primary survey dan secondary
survey.
b) Mampu memahami triase dan retriase.
c) Mampu memberikan asuhan keperawatan kegawatdaruratan; pengkajian,
diagnosa, perencanaan, memberikan tindakan keperawatan, evaluasi dan
tindak lanjut.
d) Mampu melakukan tindakan keperawatan: live saving antara lain
resusitasi dengan atau tanpa alat, stabilisasi.
e) Mampu memahami terapi definitif.
f) Mampu menerapkan aspek etik dan legal.
g) Mampu melakukan komunikasi terapeutik kepada pasien/ keluarga.
h) Mampu bekerjasama didalam tim.
i) Mampu melakukan pendokumentasian/ pencatatan dan pelaporan
2. Ketua Tim (Penanggung jawab Shift)
Seorang perawat yang bertanggung jawab dan berwenang terhadap tenaga
pelaksana keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien di
gawat darurat, yang bertanggung jawab kepada kepala ruangan IGD
Kualifikasi Ketua Tim IGD Level III dan IV :
a) D3 keperawatan dengan pengalaman lima (5) tahun di IGD dan sudah
tersertifikasi emergency nursing basic 2 dan pelatihan gawat darurat
advance lainnya.
b) Ners dengan pengalaman tiga (3) tahun di IGD dan sudah memiliki
sertifikat emergency nursing basic 2 dan pelatihan gawat darurat advance
lainnya.
c) S2 keperawatan dengan pengalaman satu (1) tahun di IGD dan sudah
tersertifikasi emergency nursing basic 2 dan pelatihan gawat darurat
advance lainnya
Kriteria Proses :
Kriteria Hasil :
Pernyataan :
Sarana, prasarana dan peralatan merupakan bagian yang akan memfasilitasi dan
mendukung semua kegiatan pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit,
sehingga dapat menjamin terlaksananya kegiatan dengan lancar dan terstandar.
Sedangkan pengelolaan sarana, prasarana, peralatan kesehatan dan logistik yang
tepat dan cepat, mendukung terwujudnya pelayanan keperawatan gawat darurat di
rumah sakit yang berkualitas.
Rasional :
Kriteria Struktur :
Kriteria Hasil :
Kriteria Hasil :
4. Standar IV
Asuhan keperawatan Gawat Darurat
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan
kegawat daruratan, diberikan oleh perawat yang kompeten untuk memberikan asuhan
keperawatan di IGD rumah sakit . Proses keperawatan terdiri atas lima langkah meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan keperawatan, intervensi
keperawatan dan evaluasi.
1) Pengkajian keperawatan
Pernyataan :
Proses pengumpulan data primer dan sekunder terfokus tentang status kesehatan
pasien gawat darurat di rumah sakit secara sistematik, akurat, dan
berkesinambungan.
Rasional:
Pengkajian primer dan sekunder terfokus, sistematis, akurat, dan berkesinambungan
memudahkan perawat untuk menetapkan masalah kegawatdaruratan pasien dan
rencana tindakan cepat, tepat, dan cermat sesuai standar.
Kriteria struktur :
1) Ada format pengkajian yang baku untuk pengkajian keperawatan gawat darurat , di
rumah sakit.
2) Ada petunjuk teknis penggunaan formulir pengkajian keperawatan gawat darurat di
rumah sakit
3) Ada sistem triase yang dapat digunakan pada pengkajian keperawatan gawat darurat
di rumah sakit sehari-hari, baik bencana internal maupun eksternal.
4) Ada alat untuk pengkajian keperawatan gawat darurat meliputi : jam dengan jarum
detik, stetoskop, termometer, tensimeter, pen light (lampu senter), defibrilator, pulse
oxymetry, & EKG.
Kriteria Proses :
1) Melakukan triase
2) Melakukan pengumpulan data melalui primary dan secondary survey pada kasus
gawat darurat di rumah sakit, serta bencana internal dan eksternal.
1) Primary survey :
Airway atau dengan kontrol servikal
Breathing dan ventilasi
Circulation dengan kontrol perdarahan
Dissability pada kasus trauma, “Defibrilation, Drugs,Differential Diagnosis”
pada kasus non trauma
Exposure pada kasus trauma, EKG , “Electrolite Imbalance” pada kasus non
trauma.
2) Secondary survey :
Pengkajian head to toe terfokus, adalah pengkajian komprehensif sesuai
dengan keluhan utama pasien.
Kriteria hasil :
1) Adanya dokumen pengkajian keperawatan gawat darurat yang telah
terisi dengan benar ditandatangani, nama jelas, diberi tanggal dan
jam pelaksanaan.
2) Adanya rumusan masalah / diagnosa keperawatan gawat darurat.
3) Masalah/ diagnosa keperawatan
Pernyataan :
Masalah/ diagnosa keperawatan gawat darurat merupakan keputusan klinis
perawat tentang respon pasien terhadap masalah kesehatan aktual maupun
resiko yang mengancam jiwa.
Rasional :
Masalah/ diagnosa keperawatan yang ditegakkan merupakan dasar
penyusunan rencana keperawatan dalam penyelamatan jiwa dan mencegah
kecatatan.
Kriteria struktur :
Ada daftar masalah/ diagnosa keperawatan gawat darurat.
Kriteria proses :
Menetapkan masalah/diagnosa keperawatan mencakup : masalah, penyebab,
tanda dan gejala (PES/ PE) berdasarkan prioritas masalah.
1) Gangguan jalan nafas
2) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
3) Pola nafas tidak efektif
4) Gangguan pertukaran gas
5) Penurunan curah jantung
6) Gangguan perfusi jaringan perifer
7) Gangguan rasa nyaman
8) Gangguan volume cairan tubuh
9) Gangguan perfusi serebral
10) Gangguan termoregulasi
Kriteria hasil :
4) Perencanaan
Pernyataan :
Serangkaian langkah yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah/
diagnose keperawatan gawat darurat berdasarkan prioritas masalah yang
telah ditetapkan baik secara mandiri maupun melibatkan tenaga kesehatan
lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Rasional :
Rencana tindakan keperawatan gawat darurat digunakan sebagai pedoman
dalam melakukan tindakan keperawatan yang sistematis dan efektif.
Kriteria struktur :
1) Adanya rumusan tujuan dan kriteria hasil
2) Adanya rumusan rencana tindakan keperawatan
Kriteria proses :
1) Menetapkan tujuan tindakan keperawatan penyelamatan jiwa dan
pencegahan kecacatan sesuai dengan kriteria SMART
2) Menetapkan rencana tindakan dari tiap-tiap diagnosa keperawatan
3) Mendokumentasikan rencana keperawatan.
Kriteria hasil :
Pernyataan :
Rasional :
Kriteria Struktur :
1) Melakukan triase
2) Melakukan tindakan penanganan masalah penyelamatan jiwa
dan pencegahan kecacatan
3) Melakukan tindakan sesuai dengan masalah keperawatan yang
muncul.
Mandiri :
Kriteria Hasil :
Evaluasi
Pernyataan :
Rasional :
Kriteria Struktur :
Kriteria Hasil :
5. Standar V
Pembinaan pelayanan Keperawatan Gawat Darurat
Pernyataan :
Pembinaan pelayanan keperawatan gawat darurat meliputi pembinaan terhadap
manajemen keperawatan, penerapan asuhan keperawatan, peningkatan pengetahuan
serta keterampilan keperawatan gawat darurat di RS dan berkesinambungan.
Rasional :
Pembinaan pelayanan keperawatan gawat darurat dapat meningkatkan profesionalisme
perawat sehingga menjamin tercapainya pelayanan keperawatan yang berkualitas
Kriteria Struktur :
1) Adanya kebijakan pimpinan tentang pembinaan pelayanan keperawatan gawat
darurat.
2) Adanya mekanisme bimbingan teknis pelayanan keperawatan gawat darurat
3) Adanya program peningkatan pengetahuan dan ketrampilan perawat gawat darurat
( formal dan Informal )
4) Adanya reward dan punishment (penghargaan dan sanksi) bagi perawat di gawat
darurat
Kriteria Proses :
Kriteria hasil :
6. Standar VI :
Pengendalian Mutu Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat
Pernyataan :
Pemantauan, penilaian pelayanan keperawatan serta tindak lanjutnya yang dilakukan
secara terus menerus untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan gawat darurat.
Rasional :
Pengendalian mutu pelayanan keperawatan menjamin keselamatan, menurunkan angka
kematian dan kecacatan serta meningkatkan kepuasan pasien.
Kriteria Struktur :
1. Adanya kebijakan pimpinan sarana kesehatan tentang program keselamatan pasien
(Patient safety).
2. Adanya kebijakan tentang program pengendalian mutu keperawatan gawat
darurat.
3. Adanya indikator kinerja klinis pelayanan gawat darurat :
4. Waktu tanggap pelayanan di gawat darurat ( response time )
5. Angka kematian pasien ≤ 24 jam
6. Kepuasan pelanggan
Kriteria Proses :
Kriteria Hasil
1. Evidence Based
a. Data Umum
Tanggal kunjungan : 30 Juni 2009, klien merupakan pasien tetap (kontol rutin bila obat jantung
habis)
b. Data Demografi
An. R. Reg : 154985, Laki- laki, Umur 8 tahun, belum sekolah, Berat badan 19 Kg, Alamat :Curah
Bumbu II/4 Tanggul, suku madura, pembiayaan ditanggung oleh Jamkesmas.
c. Riwayat Keperawatan
Keluhan Utama :
Post MRS 5 hari yang lalu di Ruang Anak RSUD dr. Soebandi Jember saat ini obat habis.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: lemah, anemis -/icterus -/ cyanosis +/ dyspneu + , Suhu : 36,5 ° C, Nadi :
92 x/mnt, RR: 24 x/mnt. Thorax: Pulmo: simetris, Retraksi Inter Costal Ө, Fremitus raba normal,
sonor, suara vesikuler, Ronchi -/-, whezing -/-. Cor: Suara Gallop, Ictus cordis tampak jelas pada
ICS 4. Abdomen : flat, soepel, tympani, bising usus +. Extrimitas : Akral hangat, jari tabuh +,
oedem Ө
Pemeriksaan Penunjang (yang terakhir)
Laborat Tgl 16 Juni 2009 : Hb: 21,2 gr %, LED: 1/ 2, Leukosit: 5.200, Hj: 1/-/-/60/34/5, PCV: 72
%, Trombosit: 135.000
Photo Thorax Tgl 16 Juni 2009 : Cardiomegali, gambaran Tetralogi Fallot
d. Teraphy
Propanolol 10 mg 2 x 1 tab
2. Identifikasi Kebutuhan
Klien dengan kasus Tetralogi of Fallot perlu mendapatkan pelayanan keperawatan berdasarkan
evidence based, dari data yang telah dikumpulkan antara lain:
1. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan aliran darah ke pulmonal
2. Penurunan cardiac output b/d adanya kelainan structural jantung
3. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah
4. Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan pemenuhan O2 terhadap kebutuhan tubuh
5. Risiko infeksi b/d daya tahan tubuh tidak adekuat
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d fatigue selama makan, penurunan nafsu
makan, peningkatan kebutuhan kalori.
7. Gangguan tumbuh kembang b/d oksigenasi tidak adekuat, kebutuhan nutrisi jaringan tubuh
kurang, adanya isolasi social
8. Koping keluarga tidak efektif b/d kurang pengetahuan keluarga tentang diagnosis/pragnosis
penyakit anak.
Walaupun Gangguan pertukaran gas b/d penurunan aliran darah ke pulmonal merupakan masalah
utama yang sering muncul pada kasus Tetralogi of Fallot, pada kasus kelolaan ini penulis menetapkan
masalah risiko penurunan cardiac output b/d adanya kelainan structural jantung menjadi suatu problem
utama berdasarkan pertimbangan: kondisi klien masih relatif baik, tidak memerlukan rawat inap dan
tanda-tanda gangguan pertukaran gas b/d penurunan aliran darah ke pulmonal belum didapatkan, alasan
yang kedua penurunan cardiac out put adalah cord problem dari segala masalah yang muncul
selanjutnya termasuk pada akhirnya gambaran kondisi klien yang lebih buruk termasuk Gangguan
pertukaran gas, intoleransi aktifitas,gangguan tumbuh kembang, dll.
1) Pathological Pathway Tetralogi of Fallot (Carpenito 1987, Komite Medik RSUP dr. Sardjito 2000,
PICU GBST RSUP dr. Sardjito 2006)
Pengembalian vena sistemis
(vena kava superior&inferior)
3) Strategi perencanaan
Melihat kajian teori dan hasil riset yang telah ditelaah tentang knee chest position, karena klien
dalam perawatan di poli rawat jalan maka strategi perencanaan yang diberikan pada pasien adalah:
a. Tujuan : Ibu & klien dapat mengatasi serangan kegawatan jantung (hipoksiaSpell) dengan tindakan
noninvasive/nonfarmakologi
b. Kriteria hasil :
Ibu & klien mengetahui maksud Positioning Hipoksia Spell
Ibu & klien mengetahui macam-macam Positioning Hipoksia Spell
Ibu & klien dapat memperagakan Positioning Hipoksia Spell
Ibu & klien segera melakukan Knee Chest Position pada kondisi yang tepat (saat serangan
Hipoksia Spell)
c. Intervensi
Mengkaji tindakan yang telah dilakukan klien dan ibu saat terjadi serangan Hipoksia Spell
Menjelaskan pengertian dan maksud Knee Chest Position
Ibu & klien diberikan contoh Knee Chest Position saat klien tidur dan saat berdiri
Ibu & klien diminta memperagakan apa yang dicontohkan.
4) Pelaksanaan
Tanggal 30 Juni 2009, klien An. R. kontrol ke poli rawat jalan RSD dr. Soebandi Jember
untuk melanjutkan pengobatan propanolol, sambil menunggu antrean pemeriksaan dilakukan
kajian tentang seberapa jauh pengetahuan dan kemampuan klien dan ibu tentang Positioning saat
terjadinya Hipoksia Spell, ternyata Knee Chest Position yang diketahui ibu adalah saat kondisi tidur
saja, sementara squating Position yang dapat dilakukan bila serangan saat klien tidak tidur belum
diketahui. Klien mengatakan informasi pertama yang mengatakan dan memberikan contoh bahwa
posisi tersebut dapat mengurangi keluhan adalah dokter saat klien berobat ke poli anak RSD dr.
Soebandi Jember 5 tahun yang lalu.
Selanjutnya dari pengetahuan yang dimilikinya, diberikan tambahan pengetahuan pada ibu
tentang Knee Chest Position dan macamnya. Diperagakan pada klien secara langsung tentang Knee
Chest Position saat kondisi tidur (dilakukan diatas meja tindakan), dan Squating Position saat posisi
pasien berdiri → ibu klien aktif berpartisipasi terhadap intervensi yang diberikan
5) Evaluasi
Telah tercapai tambahan koqnitif dan psikomotor tentang Positioning Hipoksia Spell, ibu
klien dapat mengulang manfaat knee chest position dan memperagakannya, dan saat itu juga setelah
mendapat resep obat klien diperbolehkan pulang. Tujuan tercapai bila ibu dan klien mampu
mengenali secara awal tanda-tanda kegawatan dan segara melaksanakan Positioning Hipoksia Spell
dengan knee chest position, sehingga dengan demikian kegawatan jantung yang terjadi selanjutnya
diharapkan dapat diatasi tanpa memerlukan rawat inap.
3. PEMBAHASAN
Pada kasus kelolaan An R, umur 8 tahun, mendapat perawatan di poli rawat jalan RSD dr.
Soebandi Jember berdasar evidence based leaning pada klien sebagai kasus kelolaan yang sesuai
dengan teori ada 5 diagnosa yang diangkat yaitu: risiko penurunan cardiac output b/d adanya
kelainan structural jantung, Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan pemenuhan O2 terhadap
kebutuhan tubuh, risiko infeksi b/d daya tahan tubuh tidak adekuat, perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d peningkatan kebutuhan kalori, gangguan tumbuh kembang b/d kebutuhan
nutrisi jaringan tubuh kurang dan adanya isolasi sosial. Dari kelima diagnosa yang ditemukan
penulis memprioritaskan risiko penurunan cardiac output b/d adanya kelainan structural jantung
sebagai diagnosa utama.
Intervensi noninvasive yaitu Knee Chest Position secara Evidence base terbukti membantu
meningkatkan cardiac output, hal ini terbukti selama 8 tahun an. R. menderita penyakit jantung
bawaan tipe sianostik yaitu Tetralogi of fallot baru bulan terakhir kali ini klien mendapat perawatan
rawat inap, dan dari anamnesa yang dilakukan penyebab serangan hipoksia spell yang
menyebabkan klien membutuhkan MRS adalah akibat klien menangis terlalu lama karena ditinggal
ibu foto copy persyaratan Jamkesmas. Menangis merupakan aktivitas dan ternyata tidak dapat
ditolelir oleh tubuh klien, sehingga klien yang juga mengalami masalah intoleransi terhadap
aktifitas, dengan adanya menangis yang terlalu lama mengakibatkan timbulnya serangan Hipoksia
Spell. Sementara itu pengetahuan klien saat itu tentang Knee Chest Position bila serangan hipoksia
spell saat klien tidak dalam kondisi tidur yaitu dengan cara squating Position belum dimiliki.
Knee Chest Position dalam beberapa literatur memang direkomendasikan untuk dilakukan
saat terjadinya serangan Hipoksia Spell dengan tujuan mempercepat venous return sehingga cardiac
output sebagai cord problem pada kasus Tetralogi of Fallot dapat ditingkatkan. Tetapi dalam
penelitian terkait belum pernah dibahas sejauh mana klien mampu bertahan dengan hanya Knee
Chest Position tanpa bantuan medikamentosa atau berapa lama jangka waktu kemampuan klien
menahan rasa sakit/tidak sampai klien mengalami neurogenik syock tanpa intervensi medika
mentosa misalnya Morfin 0,125 mg– 0,25 mg/KgBB (mengendurkan otot infundibulum) dan
Propanolol (beta Bloker) untuk mengurangi kontraktilitas miokart dengan dosis oral : 0,5 – 1
mg/kgBB/6 jam atau i.v : 0.01 – 0,15 mg/kgBB/6 – 8 jam diberikan pelan-pelan selama 10 menit
(Standart Pelayanan Medis RSP dr. Sardjito Yogyakarta). Hingga saat ini tindakan pembedahan
baik paliatif maupun koreksi total yang masih direkomendasikan karena terbukti paling efisien
dalam menangani kasus Tetralogi of Fallot, dan tindakan pembedahan tersebut bila dilakukan lebih
dini sebelum timbulnya komplikasi memiliki angka keberhasilan 99 % (http:// ppi-jepang.org,
diperoleh tanggal 1 juli 2009).
Dalam penerapan Knee Chest Position saat terjadinya serangan hipoksia spell pada
penderita Tetralogi of Fallot dengan pendekatan evidence based practice yang penulis lakukan saat
ini perlu mendapat kajian yang lebih mendalam, mengingat dalam terapan ini ada keterbatasan
yaitu hanya menggunakan 1 sampel saja, sehingga belum jelas diketahui apakah keberhasilan yang
dicapai murni karena intervensi yang diberikan ataukah karena berat ringannya kelainan yang
didapatkan, sehingga nantinya dengan penambahan jumlah sampel sekaligus akan dapat diketahui
efektifitas intervensi Knee Chest Position sekaligus akan diketahui toleransinya, kapan klien harus
mendapatkan pertolongan medika mentosa sehingga klien tidak terlambat mendapatkan
pertolongan selanjutnya.
4. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Evidence based pada klien dengan kasus kelolaan yang sesuai dengan teori ada 5 yaitu: risiko
penurunan cardiac output b/d adanya kelainan structural jantung, Intoleransi aktifitas b/d
ketidakseimbangan pemenuhan O2 terhadap kebutuhan tubuh, risiko infeksi b/d daya tahan
tubuh tidak adekuat, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan kebutuhan
kalori, gangguan tumbuh kembang b/d kebutuhan nutrisi jaringan tubuh kurang dan adanya
isolasi social
b. Kebutuhan perubahan yang paling prioritas berdasar evidence based pada kasus kelolaan
adalah risiko penurunan cardiac output b/d adanya kelainan structural
c. Intervensi Potitioning yang sesuai saat terjadinya serangan hipoksia spell berdasarkan analisis
data evidence based pada kasus kelolaan adalah knee Chest Position
d. Pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan strategi perencanaan yang telah disusun dan
dari kajian pengetahuan yang telah dimiliki ibu dan klien berupa penambahan kognitif dan
psikomotor yaitu dengan pemberian informasi dan peragaan ulang terhadap sesuatu yang telah
diajarkan.
e. Asuham Keperawatan dikatakan berhasil, bila klien dapat mempertahankan kondisinya sampai
jadwal kontrol selanjutnya.
2. Saran
a. Untuk Institusi Pendidikan
1. Penerapan pendekatan evidence based practice dalam pelaksanaan praktik profesi Ners
perlu ditingkatkan agar tercipta habituasi keilmuan dalam dunia keperawatan yang dapat
dipertanggung jawabkan
2. Mahasiswa perlu difasilitasi dengan literatur up to date, diberikan bimbingan yang lebih
intensive agar selama praktik profesi ners dapat menciptakan kreasi, dan lebih familiar
dalam menerapkan Asuhan Keperawatan berdasar evidence base leaning.
b. Untuk peneliti keperawatan
Perlu dikaji ulang dengan menambah jumlah sampel kasus kelolaan, sehingga diketahui
seberapa jauh efektifitas yang sebenarnya tindakan noninvasive knee Chest Position dalam
mengatasi serangan hipoksia spell dan toleransi lama waktu yang relatif masih aman tanpa
diberikan bantuan obat-obatan, sehingga klien tidak terlambat meminta pertolongan.
DAFTAR PUSTAKA
Ontoseno, Teddy 2009 Diagnosis dan Penatalaksanaan terkini Gagal Jantung Pada Anak dalam kumpulan
materi Simposium Penatalaksanaan Terkini Kegawatdaruratan Anak, IDAI cabang jawa Timur, Jember
Widyantoro Bambang, 2009, Jantung Bawaan, 1 , http:// ppi-jepang.org, diperoleh tanggal 1 juli 2009
Brunner, Suddarth. (2002), Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, EGC, Jakarta.
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta.
Komite Medik RSUP dr. Sardjito, 2000, Standart Pelayanan Medis, Medika FKU gajah mada, Jogyakarta
Picu GBST RSUP dr. Sardjito, 2006, Kumpulan Materi Pelatihan Keperawatan kritis Anak bagi Perawat,
Tidak diterbitkan
Ontoseno, Teddy, 2007, Tetralogi Fallot dan Serangan Sianosis, http://cc.bingj.com , diperoleh tanggal 1
Juli 2009