PENDAHULUAN
Kebakaran hutan dan lahan adalah terbakarnya kawasan hutan dan lahan
baik dalam luas yang besar maupun kecil. Kebakaran hutan dan lahan seringkali
tidak terkendali dan bila ini terjadi maka api akan membakar apa saja di dekatnya
dan menjalar mengikuti arah angin. Kebakaran itu sendiri dapat terjadi karena
dua hal yaitu kebakaran secara alamiah dan kebakaran yang disebabkan oleh
manusia Kebakaran hutan semula dianggap terjadi secara alami, walaupun pada
kenyataannya manusia mempunyai peran dalam memulai kebakaran di milenium
terakhir ini, pertama untuk memudahkan perburuan dan selanjutnya untuk
membuka lahan garapan di dalam hutan (Irwanto, 2006). Kebakaran-kebakaran
yang sering terjadi kerap digeneralisir sebagai kebakaran hutan, padahal sebagian
besar (99,9%) kebakaran tersebut adalah pembakaran yang sengaja dilakukan
maupun akibat kelalaian, sedangkan sisanya (0,1%) adalah karena alam (petir,
larva gunung berapi). Areal HTI, hutan alam, dan perladangan dapat dikatakan
99% penyebab kebakaran hutan di Indonesia yang berasal dari ulah manusia,
baik itu sengaja dibakar atau karena penjalaran api yang terjadi akibat kelalaian
pada saat penyiapan lahan (Saharjo 1999, yang dikutip oleh Adinugroho, 2009).
Kebakaran buatan yang disengaja oleh manusia salah satunya adalah
pembakaran yang digunakan masyarakat sekitar hutan untuk membuka atau
membersihkan lahan pertanian atau perkebunan, cara ini telah dilakukan
masyarakat sejak turun-temurun (Syumanda, 2010). Masyarakat merasa bahwa
pembukaan lahan dengan api tidak memerlukan waktu yang cukup lama dan
lebih ekonomis, apabila penggunaan api tidak digunakan secara baik dan benar
maka dapat menyebabkan terjadinya kebakaran hutan (Tatra, 2009). Penggunaan
api yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan untuk pembersihan lahan, telah
memiliki cara dalam rangka mencegah kebakaran. Sekat bakar merupakan
bagian dari cara pengendalian pembakaran yang umumnya digunakan
masyarakat. Cara ini menurut masyarakat dapat mengatasi permasalahan tersebut
1
(Sunanto dkk., 2009). Namun setiap daerah yang pembukaan lahannya dengan
pembakaran telah memiliki pola tersendiri dan setiap daerah tersebut belum tentu
memiliki pola yang sama. Hal ini disebabkan adanya latar belakang budaya yang
tidak sama.
1.2 TUJUAN
Kebakaran hutan yang sering terjadi saat ini dengan berbagai faktor penyebabnya
menjadi ide pembuatan makalh ini. Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah
sebagai berikut
1. Untuk mengetahui petir dan aktivitas vulkanik penyebab dari kebakaran hutan
2. Untuk mengetahui perilaku manusia yang dapat menyebabkan kebakaran hutan.
3. Untuk mengetahui seberapa besar presentase kebakaran hutan yang terjadi yang
diakibatkan oleh ulah manusia.
4. Untuk mengetahui alasan dan akibat manusia melakukan pembakaran hutan.
2
BAB I
PEMBAHASAN
3
2.2Pembahasaan Kedua
Bencana kabut asap yang disebabkan oleh kebakaran hutan
merupakan bencana tahunan yang telah terjadi di Indonesia sejak
lama. Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah nyatanya
belum mampu mencegah bencana serupa terulang di tahun berikutnya.
Lalu faktor apa saja yang dapat menyebabkan kebakaran hutan bila
ditinjau dari faktor manusia itu sendiri? Berikut ini penjelasan
mengenai penyebab kebakaran hutan akibat faktor manusia.
4
akan lebih mudah merebut lahan dari masyarakat yang memiliki
lahan.
Protes oleh penduduk lokal. Penduduk lokal yang merasa lahannya
direbut juga sering melakukan pembakaran lahan sebagai bentuk
protes karena perusahaan perkebunan merebut lahan milik mereka.
Faktor ekonomi masyarakat lokal. Masyarakat lokal yang ingin
membuka lahan dan hanya memiliki sedikit biaya biasanya melakukan
cara instan untuk membuka lahan. Mereka membakar hutan untuk
membuka lahan baru. Cara tersebut dianggap lebih mudah dan murah
meski akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya bagi lingkungan dan
kesehatan dan akan lebih mudah menjadi penyebab pencemaran
udara.
Kurangnya penegakan hukum. Meskipun aturan mengenai
pembakaran hutan jelas-jelas dilarang, namun karena hukum yang
diberikan bagi yang melanggar masih sangat lemah, akibatnya banyak
juga oknum yang melanggar aturan dan membakar hutan secara
besar-besaran untuk membuka lahan. Hal tersebut biasanya dilakukan
oleh perusahaan-perusahaan besar.
Meninggalkan bekas api unggun atau membuang puntung rokok di
hutan. Hal ini biasa terjadi ketika seorang pendaki gunung atau
seseorang yang melakukan perjalanan dalam hutan. Api unggun yang
dinyalakan biasanya ditinggalkan begitu saja sehingga berpotensi
menyebabkan kebakaran.
5
2.3 pembahasan ketiga.
Setiap tahun, Indonesia kehilangan hutan seluas 684.000 hektar akibat pembalakan liar,
kebakaran hutan, perambahan hutan dan alih fungsi hutan. Menurut data yang dirilis
Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) berdasarkan data dari Global Forest Resources
Assessment (FRA), Indonesia menempati peringkat kedua dunia tertinggi kehilangan hutan
setelah Brasil yang berada di urutan pertama. Padahal, Indonesia disebut sebagai
megadiverse country karena memiliki hutan terluas dengan keanekaragaman hayatinya
terkaya di dunia. "Menurut data terbaru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan di Indonesia, total luas hutan saat ini mencapai 124 juta hektar. Tapi sejak
2010 sampai 2015, Indonesia menempati urutan kedua tertinggi kehilangan luas hutannya
yang mencapai 684.000 hektar tiap tahunya," beber Deputi FAO Representative bidang
program di Indonesia, Ageng Herianto, dalam seminar dengan Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan serta Pemerintah Provinsi Sulsel di Hotel Dalton, Selasa
(30/8/2016). Selain itu Sejumlah provinsi di Sumatera dan Kalimantan tengah
dikepung asap lantaran terjadinya kebakaran hutan. Pihak Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) menjelaskan 90 persen kebakaran hutan
terjadi karena ulah manusia.
"90 persen itu kebakaran hutan karena dibakar orang," ujar Direktur Tanggap
Darurat BNPB, Junjungan Tambunan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta
Selatan, Kamis (10/9/2015).
Junjungan meminta pemerintah berkomitmen menindak tegas pelaku
pembakaran hutan. Hukuman yang berat akan menimbulkan efek jera bagi
para pelaku.
"Kebakaran hutan ini bisa ulah dari perorangan, kelompok atau sebuah
perusahaan. Tapi paling besar itu ulah dari perorangan," ungkapnya.
"Pengembangan penyelidikan selanjutnya baru ketemu kalau perorangan yang
tertangkap itu ada bagian dari kelompok yang tersebar dan bisa juga terindikasi
itu corporate," sambungnya.
Sedangkan ebakaran hutan dan lahan di Indonesia telah menjadi krisis
lingkungan tahunan. Namun, kondisi kering akibat El Niño tahun 2015
menjadikan musim kebakaran di tahun itu sebagai yang terburuk
dalam dua puluh tahun: di mana sekitar 2,6 juta hektar lahan
terbakar antara bulan Juni dan Oktober, yang merupakan musim
kemarau di Indonesia.
6
Apa yang paling banyak
menyebabkan kebakaran
hutan di Indonesia?
Lebih dari 90 persen kebakaran hutan disebabkan karena manusia, atau sengaja
dibakar.
Ari Susanto
Published 6:42 PM, September 04, 2015
Updated 10:49 AM, September 05, 2015
Facebook
Twitter
Reddit
Email
KEBAKARAN HUTAN. Petani membuka hutan di dekat hutan Bukit Tiga Puluh, Riau, 2008. Foto oleh
EPA
7
Berdasarkan laporan sebuah lembaga riset, faktor manusia merupakan penyebab
kebakaran hutan di sejumlah provinsi. Lebih dari 90 persen kebakaran hutan
disebabkan karena manusia, atau sengaja dibakar.
Meskipun cuaca panas dan kering memperparah dan memperluas titik api di sejumlah
provinsi seperti Riau, Jambi, dan Pontianak dan menyebabkan kabut asap pekat,
pemantik apinya adalah manusia.
“Kebakaran hutan adalah kejahatan terorganisasi karena lebih dari sembilan puluh
persen disebabkan manusia atau sengaja dibakar. Tujuannya membuka lahan
perkebunan,” kata peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR) Herry
Purnomo di sela-sela Konferensi Jurnalis Sains Indonesia di Bogor, pekan lalu.
Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) itu mengatakan pembakaran hutan
merupakan cara yang paling murah untuk mengubah lahan hutan menjadi kebun
kelapa sawit, sekaligus mendongkrak harga lahan.
Riset CIFOR mencatat bahwa terjadi kenaikan harga lahan sekitar Rp 3 juta setelah
pembakaran lahan.
Sebelum terbakar, harga lahan berkisar Rp 8 juta, dan setelah terbakar menjadi Rp 11
juta per hektar.
Setelah ditanami sawit, harganya berlipat lagi, sekitar Rp 50 juta, dan bisa mencapai
Rp 100 juta per hektar apabila ditanami sawit bibit unggul.
Karenanya, kata Herry, di luar masyarakat yang menderita kerugian akibat kabut
asap, sekelompok orang justru menikmati hasil dari kebakaran hutan. Mereka adalah
orang pengejar keuntungan ekonomi dari pembakaran seperti kelompok tani,
pengklaim lahan, perantara penjual lahan, dan investor sawit.
Saat ini kelapa sawit menjadi "emas hijau" yang banyak diincar investor, dari mulai
perusahaan raksasa hingga investor perorangan karena merupakan investasi paling
menguntungkan.
8
Selain itu pemerintah seharusnya memberikan alokasi dana yang lebih besar untuk
pencegahan kebakaran jangka panjang, bukan pada pemadaman api.
“Rekayasa hujan buatan itu proyek mahal tetapi tidak menyelesaikan masalah,” kata
Herry.
Berdasarkan pantauan Rappler di Riau dan Jambi beberapa waktu lalu, industri
kelapa sawit masih merupakan primadona ekonomi. Tak hanya perusahaan besar
yang memiliki jutaan hektar kebun, masyarakat kecil juga ikut bermain dalam bisnis ini
dari mulai puluhan hingga ratusan hektar
9
3) Berkurangnya sumber air bersih dan menyebabkan kekeringan karena
kebakaran hutan menyebabkan hilangnya pepohonan yang menampung
cadangan air.
a) Bidang Ekonomi
10
panjangnya untuk kesehatan belum sepenuhnya diketahui namaun
diperkirakan akan sangat signifikan.
c) Bidang Lingkungan
Lebih dari 2,6 juta hektar hutan, lahan gambut dan lahan lainnya
terbakar pada tahun 2015 – 4,5 kali lebih luas dari Pulau Bali. Dampak pada
wilayah yang terbakar termasuk hilangnya kayu atau produk non-kayu, serta
sebagai habitat satwa. Meski belum dianalisa secara penuh, kerugian
lingkungan terkait keanekaragaman hayati diperkirakan bernilai sekitar $295
juta pada tahun 2015. Dampak jangka panjang terhadap kehidupan alam bebas
dan biodiversitas belum sepenuhnya dikaji. Ribuan hektar habitat orangutan
dan hewan yang hampir punah lainnya pun ikut hancur.
Pada tingkat global, kebakaran hutan dan lahan gambut menjadi sumber
utama emisi gas rumah kaca. Pada bulan Oktober 2015, emisi per hari
kebakaran hutan di Indonesia melebihi emisi perekonomian Amerika Serikat,
atau lebih dari 15,95 juta ton emisi CO2 per hari. Jika Indonesia bisa
menghentikan kebakaran, Indonesia dapat mencapai target penurunan emisi
gas rumah kaca sebesar 29% pada 2030.
11
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Dari uraian dia atas yang telah kami paparkan beserta bukti dan argumen
pendukung untuk membahas rumusan masalah yang kami pilih. Dengan ini Simpulan
yang dapat kita ambil dari pembahasan diatas meliputi:
1) dampak dari kebakaran hutan dapat meusak ekoisitem yang ada dihutan sehingga
mengakibatkan kepunahan flora dan fauna di dalamnya serta dapat menimbulkan
kerugian dalam kehidupan manusia
2) kebakaran hutan dapat diatasi dengan berbagai cara salah satunya tidak
membuang putung rokok sembarangan terutama dilahan gambut yang berpotensi
terjadi kebakaran lahan.
3) Hukuman yang diberikan kepada pelaku kebakaran hutan yaitu dengan denda 5M
dan kurungan penjara selama 15 tahun. Jika terdapat perusahaan yang melakukan
pembakaran hutan atau lahan pemerintah akan memblacklist
4) Peraturan tentang pengendalian kebakaran hutan dan lahan, kehutanan dimana
kekuatan hukumnya relative lemah, karena hanya dapat berlaku dalam wilayah
kerja Dapartemen kehutanan saja, sementara kebakaran tidak hanya terjadi
dihutan tetapi juga di lahan. dengan sistem ini memungkinkan pelaku mendapat
hukuman lebih ringan dari yang seharusnya ia terima bahkan mungkin dapat lepas
dari tindakah hukum
12
DAFTAR PUSTAKA
Bukti buktio yang tersurat diatas diambil dari berbagai sumber melalui media elektronik
dan cetak. Berikut daftar pustaka yang mendukung makalh kami:
http://www.worldbank.org/in/news/feature/2015/12/01/indonesias-fire-and-haze-crisis
13
LAMPIRAN
14