Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

SISTEMATIKA HEWAN VERTEBRATA


MELACAK JEJAK

OLEH :

NAMA : NINDY IKA WAHYUNI


NO. BP : 1510421024
KELOMPOK : II ( DUA ) B
ANGGOTA : 1. ADE ANGGINA ( 1510421020 )
2. RINI SIMANJUNTAK ( 1510421036 )
3. UMMI KURNIA PUTRI ( 1510422010 )
4. PUTRI ARIF REZDA (1510422020 )

ASISTEN : 1. CITRA SALENDRA


2. GIOVANI ANJASMARA

LABORATORIUM PENDIDIKAN 1
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2016
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Para ilmuan pada umumnya melakukan pengamatan jejak mamalia besar
menggunakan metode melacak jejak. Mamalia besar mudah dideteksi dengan
menggunakan jejak dan tanda-tanda keberadaannya (Francis, 2008). Tidak hanya
jejak yang dapat dijadikan tanda keberadaan hewan namun kotoran juga bisa
dijadikan metode untuk mengetahui dengan keberadaan atau ketidakadaan hewan
mamalia. Contohnya pada pengamatan berang-berang bisa dilacak dengan adanya
penemuan kotoran berang-berang di lapangan. Hal ini sangat membantu tetapi juga
memiliki keterbatasan (Kruuk, 2006).
Semua hewan hidup dengan berbagai pertanda yang mereka perlihatkan baik
berupa jejak seperti bekas telapak kaki di permukaan tanah, feses yang ditinggalkan
dan bagian-bagian yang ditinggalkan seperti sarang dan bau-bauan yang juga perlu
dipelajari secara seksama. Jejak ataupun tanda-tanda yang di ada di lapangan dapat
dipergunakan sebagai indikator ada tidaknya hewan yang bersangkutan
(Brotowidjoyo, 1989). Dalam metode melacak jejak, morfologi dan ekologi yang
memungkinkan diperoleh dari pengamatan yaitu sebagai berikut karakter (spesies,
genus, kelamin, ukuran tubuh, dan berat), gaya berjalan, kajian populasi, tingkah laku
makan dan pola lintasan. Kajian populasi digunakan untuk mengetahui jumlah
minimal individu serta range (daerah jelajah), (Djuhanda, 1983).
Mengetahui keberadaan hewan mamalia besar dan buas akan sangat beresiko
tinggi bagi para peneliti. bila dilakukan dengan cara pengamatan langsung
berhadapan dengan mamalia tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama
hewan tersebut akan ketakutan dan lari saat melihat ada manusia disekelilingnya.
Kedua hewan tersebut malah berbalik menerkan si peneliti. Oleh karena itu perlu
melakukan percobaan bagaiman melacak jejak hewan dan mengukur jejak dengan
menggunakan parameter yang sudah ditentukan.
Hal yang melatarbelakangi dilakukan praktikum melacak jejak ini adalah agar
mampu melacak jejak hewan mamalia di lapangan, serta mampu melakukan
pengukuran terhadap jejak yang ditemukan di lapangan. Berdasarkan tipe jejak yang
ditemukan di lapangan diharapan kitadapat mengetahui keberadaan suatu hewan liar.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan praktikum tentang pengamatan jejak ini adalah untuk membandingkan
pola jejak yang berbeda berdasarkan substrat, ukuran berat tubuh, serta mengetahui
perubahan atau lama perubahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
pada jejak tersebut.
II TINJAUAN PUSTAKA

Jejak mamalia merupakan cetakan kaki atau kuku dari hewan mamalia pada substrat
tertentu sesuai dengan kebiasaan atau perilaku yang dimaksud misalnya aktivitas
kehidupan, seperti sifat kelompok, waktu aktif, wilayah pergerakan,cara mencari
makanan, cara membuat sarang, hubungan sosial, tingkah laku bersuara dan lain-lain
(Djuanda,1983). Tempat terbaik untuk melacak jejak dan menemukan jejak adalah
pada tanah bersih atau berlumpur, pada muara sungai, di sungai, tepi danau, tempat
berkubang atau tempat minum, tempat-tempat lorong antara bambu dan tanah terluar
yang merupakan tempat-tempat yang sering dilalui hewan untuk mendapatkan air
atau berkubang. Berdasarkan struktur kakinya, cetakan kaki dapat dibedakan 2
golongan, yaitu jejak kaki yang dibuat oleh hewan yang mempunyai cakar dan kuku,
dan jejak kaki hewan ungulata. Seorang peneliti harus mampu mengenali tipe jejak
hewan tersebut (Rahmat, 1995).
Jejak-jejak ataupun tanda lainnya yang ada dilapangan dapat dipergunakan
sebagai indikator ada atau tidaknya satwa liar yang bersangkutan, contohnya tapak
kaki. Bekas tapak kaki dipermukaan tanah penting untuk diketahui bentuk, ukuran
dan umurnya. Tempat-tempat untuk menemukan jejak antara lain pantai dan semak
belukar (Jasin, 1992).
Kondisi jejak yang ditinggalkan sangat tergantung pada kondisi keadaan
permukaan tanah apakah pasir, tanah liat ataupun batu karang. Pada umumnya diatas
tanah dapat diperoleh jejak yang baik dan mudah untuk dicetak. Kelemahan dalam
melacak jejak ini adalah kemungkinan keadaan jejak berubah dari segi ukuran,
bentuk akibat tercuci oleh air hujan yang besar (Van, 1983). Ada kesulitan untuk
menentukan identifikasi individu-individu suatu kumpulan jejak yang ditinggalkan.
Penyebaran jejak lebih erat hubungannya dengan kondisi dan pergerakan, kurang erat
hubunganya dengan ukuran populasi. Hal-hal tersebut merupakan kelemahan dalam
melacak jejak (Djuanda,1983).
Diantara beberapa jenis satwa liar ada yang mempunyai kebiasaan untuk
meninggalkan atau melepaskan bagian-bagian seperti tanduk, tulang, bulu-bulu
rambut, kulit dan duri. Dari bagian ini dapat diketahui wilayah penyebarannya. Cara
lain adalah dengan suara dan bunyi-bunyian. Suara adalah sesuatu yang kita dengar
sebagai akibat dari tingkah laku (Jasin,1992).
Melacak jejak juga dapat dilakukan dengan acuan bau. Bau yang khas dan
mencolok yang ditimbulkan oleh suatu jenis satwa liar yang dapat dicium oleh
manusia. Bau tersebut berasal dari suatu kelenjar yang dimilikinya seperti trenggiling,
musang, rusa, kalelawar, dan badak (Brotowidjoyo, 1989). Identifikasi terutama pada
melacak jejak dilakukan untuk jejak kaki satwa liar untuk golongan mamalia besar.
Identifikasi pengukuran yang normal. Dalam penelitian jejak perlu dikenal posisi kaki
depan dan kaki belakang serta bentuk ujung jari kaki depan dan jari kaki belakang
(Van,1983)
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum melacak jejak ini dilaksanakan pada Selasa, 24 Oktober 2016- 30 Oktober
2016, di Arboretum, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Andalas, Padang.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah cangkul, sekop,
tanah pasir, tanah humus,tanah biasa, kaliper, rol plastik, kamera digital, plastik
transparan, s pidol permanen.

3.3 Cara Kerja

Disiapkan satu bidang tanah dengan ukuran 1 x 1,5 m. Bidang tanah tersebut
dibersihkan dari sisa-sisa daun, batu dan akar tanaman. Tanah tersebut digemburkan
dan dibagi menjadi 3 bagian plot. Plot pertama ditambah tanah humus, plot kedua
ditambah dengan pasir dan dicampur hingga rata, sedangkan plot ketiga ditambah
dengan tanah lempung dicampur hingga rata. Kemudian lakukan pencetakan kaki
pada substrat tanah tersebut. Sebaiknya kaki yang digunakan untuk mencetak jejak
adalah kaki yang sama. Pada tiap substrat dibuat 3 cetakan kaki. Setelah jejak dibuat,
dilakukan pengukuran awal terhadap parameter seperti panjang kaki, lebar kaki,
kedalaman jejak, panjang step, straddle serta stride. Kemudian jejak yang baru dibuat
tersebut difoto dan dicimplak pada kertas OHP. Pengambilan foto diusahakan
mengambil objek yang sama. Pengamatan dilakukan selama 13 hari dengan
melakukan pengukuran serta mengamati kondisi jejak pada hari ke-1, 2, 3, 4, 5, 7, 9
dan 13. Selanjutnya dibuat laporan berdasarkan hasil yang didapatkan dengan
mempertimbangkan faktor lingkungan terhadap struktur morfologi jejak.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Plot Terbuka


4.1.1 Tanah Humus
Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Data Pengamatan Jejak pada Substrat Tanah Humus
Hari Ukuran Jejak (cm)
ke-
Step Stride Staddle Panjang Lebar Kedalaman

1 25 58 27 23 9 3

2 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang

3 24 55 27 23 9 2

4 24 55 22 23 9 2

5 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang

6 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang

7 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang

4.1.2 Tanah Pasir


Tabel 2. Data Pengamatan Jejak pada Substrat Tanah Pasir

Hari Ukuran Jejak (cm)


ke-
Step Stride Staddle Panjang Lebar Kedalaman

1 25 58 27 23 9 3

2 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang


3 24 55 27 23 9 2

4 24 55 27 23 9 2

5 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang

6 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang

7 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang

4.1.3 Tanah Lempung


Tabel 3. Data Pengamatan Jejak pada Substrat Tanah Lempung

Hari Ukuran Jejak (cm)


ke-
Step Stride Staddle Panjang Lebar Kedalaman

1 25 58 27 23 9 3

2 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang

3 24 55 27 23 9 2

4 24 55 27 23 9 2

5 25 30 50 25 9 3

6 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang

7 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang


4.2 Plot Tertutup
4.2.1 Tanah Humus
Tabel 1. Data Pengamatan Jejak pada Substrat Tanah Humus
Hari Ukuran Jejak (cm)
ke-
Step Stride Staddle Panjang Lebar Kedalaman

1 25 58 27 23 9 3

2 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang

3 24 55 27 23 9 2

4 24 55 22 23 9 2

5 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang

6 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang

7 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang

4.2.2 Tanah Pasir


Tabel 2. Data Pengamatan Jejak pada Substrat Tanah Pasir

Hari Ukuran Jejak (cm)


ke-
Step Stride Staddle Panjang Lebar Kedalaman

1 25 58 27 23 9 3

2 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang

3 24 55 27 23 9 2

4 24 55 27 23 9 2
5 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang

6 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang

7 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang

4.2.3 Tanah Lempung


Tabel 3. Data Pengamatan Jejak pada Substrat Tanah Lempung

Hari Ukuran Jejak (cm)


ke-
Step Stride Staddle Panjang Lebar Kedalaman

1 25 58 27 23 9 3

2 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang

3 24 55 27 23 9 2

4 24 55 27 23 9 2

5 25 30 50 25 9 2

6 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang

7 Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang Hilang

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat kondisi cetakan jejak pada tanah pasir yang
ternaungi terlihat sangat jelas. Sedangkan cetakan jejak yang ada pada daerah tidak
ternaungi tidak jelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Van (1983) bahwa pada daerah
terbuka kondisi tanah dapat berubah secara signifikan dan menimbulkan perubahan
pada jejak kaki. Didaerah terbuka faktor lingkungan dapat dengan bebas
mempengaruhi kondisi cetakan jejak di tanah. Salah satu contoh gangguan alam ini
adalah hujan dan hewan-hewan lain.
Bentuk jejak yang ditinggalkan tergantung pada kondisi keadaan permukaan
tanah. Biasanya diatas tanah pasir diperoleh jejak yang baik dan mudah untuk
dicetak. Namun kelemahan dari tanah pasir adalah ada kemungkinannya objek jejak
berubah bentuk dan ukurannya dikarenakan tercuci oleh air hujan yang besar. Hal ini
sesuai dengan pendapat dari Jasin (1992) yaitu pada pengukuran step, stride dan
streddle data yang didapatkan perhari berubah-ubah ada yang makin panjang ada
yang makin pendek, ini dikarenakan ada kemungkinan terjadi karena kesalahan
pengukuran, ataupun ada faktor lain yang mengganggu cetakan jejak tersebut.
Pada tanah humus cetakan jejak terlihat sangat jelas dan kedalaman jejak lebih
dalam daripada jejak yang ada pada tanah pasir. Pengukuran jejak pada tanah humus
juga dilakukan seperti pada tanah pasir. Yang berbeda hanya jenis substrat tanah serta
keadaan tanah.pada tanah yang ternaungi jejak terlihat jelas bentuknya. Sedangkan
pada tanah humus yang tidak ternaungi agak samar bentuk jejak yang ditemukan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Jejak mudah terlihat pada tempat yang
ternaungi karena kondisi tanah ditempat ternaungi lebih lembab dan lebih banyak
mengandung air dibandingkan tanah yang tidak ternaungi. Tanah yang tidak
ternaungi partikel tanahnya terpisah-pisah dan tidak menyatu mengakibatkan jejak
susah terbentuk. Tetapi pada tanah ternaungi jejak mudah dibentuk karena partikel
tanahnya menyatu (Djuhanda, 1983).
Jejak pada tanah lempung yang ternaungi lebih jelas daripada jejak yang ada
pada tanah tidak ternaungi. Jejak yang terbentuk pada tanah ternaungi lebih dalam
dibandingkan jejak pada tanah tidak ternaungi. Hal ini menunjukkan bahwa tanah
yang ternaungi lebih cocok dijadikan lokasi pengamatan jejak hewan. Hal ini sesuai
dengan pendapat dari Jasin, (1992) jejak yang tercetak pada tanah yang ternaungi
lebih jelas morfologinya. Pada tanah tidak ternaungi susah untuk melakukan
pengamatan jejak kaki hewan yang melintasnya karena tanah ternaungi cenderung
lebih keras teksturnya dibandingkan tanah ternaungi.
V PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari hasil praktikum pengamatan jejak adalah :
1. Substrat yang baik digunakan untuk mencetak jejak adalah tanah humus.
Hasil pengamatan cetakan kaki berbeda untuk tiap substrat yang ada.
2. Pada substrat tanah humus masih dapat terlihat jejak namun parameter yang
digunakan hampir tidak bisa lagi diamati yaitu jarak antara ibu jari.
3. Kelemahan dalam melacak jejak yaitu, kemungkinan keadaan jejak berubah
maupun ukuran dan bentuknya.
4. Pengamatan jejak dipengaruhi oleh keadaan cuaca seperti angin dan hujan.

5.2 Saran
Sebaiknya praktikan melakukan pengamatan jejak dengan serius dan teliti sehingga
bisa mengatur waktu untuk melakukan pengamatan dengan baik. Sehingga hasil yang
didapat juga akurat dan sebaiknya dalam pencetakkan jejak dilakukan oleh satu orang
saja bentuk dan posisi jejak tetap sama serta harus dilakukan pengulangan cetakan
jejak apabila jejak tersebut rusak.
DAFTAR PUSTAKA

Brotowidjoyo, D. M. 1989. Zoologi Dasar. Erlangga. Jakarta.


Djuanda, 1983. Anatomi Struktur Vertebrata Jilid I. Armico. Bandung.
Francis, C. M. 2008. A Field Guide To The Mammals of Thailand and South East
Asia. New Holland Publishers (UK) Ltd. Bangkok
Jasin, Maskoeri. 1992. Zoologi Vertebrata. Sinar Wijaya. Surabaya.
Kruuk, H. 2006. Otters: Ecology, Behaviour, and Conservation. Oxford University
Press. New York.
Nowak dan Paradiso, 1983. Walker’s Mammals of the a word 4 th Edition Volume II.
The Jhon Hopkins University Press. Baltimora. London.
Prawirohartono, S. 1995. Biologi 2 b. Bumi Aksara. Jakarta.
Rahmat. 1995. Jejak Kaki Hewan Liar. Erlangga. Jakarta.
Van, Strien. 1983. Menghitung Populasi Berdasarkan Jejak. Bina Cipta. Bandung.
Lampiran gambar
HASIL MELACAK JEJAK KELOMPOK 2 B

A B C
Gambar 1.Substrat jejak ternaungi, (a) pasir, (b) tanah biasa, (c) tanah humus

A B C
Gambar 2.Substrat jejak tidak ternaungi, (a) pasir, (b) tanah biasa, (c) tanah
humus

Anda mungkin juga menyukai