Lambertus 1
Lambertus 1
Dalam Perpres dijelaskan bahwa fokus PPK adalah nilai-nilai Pancasila. “PPK
dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter
terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial,
dan bertanggungjawab”.
Namun secara praktis, tiga pendekatan ini sesungguhnya dapat beririsan satu sama lain.
Misalnya, ketika seorang guru dalam mengajar memberikan tugas kepada peserta didik
untuk melakukan wawancara dengan masyarakat setempat, atau melakukan kunjungan
situs-situs resmi benda cagar budaya, maka selain terdapat implementasi pendidikan
karakter berbasis kelas, juga terdapat implementasi pendidikan karakter berbasis
masyarakat. Jadi sesungguhnya, dalam praksis, ketiga pendekatan itu bisa beririsan
satu sama lain.
Dalam integrasi PPK pada pembelajaran dalam konteks implementasi Kurikulum 2013,
beberapa hal ini perlu diperhatikan oleh para pendidik:
1. Tidak ada parsialitas dalam penyebutan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
seperti RPP PPK, RPP literasi, RPP HOTS, dan lain-lain. Yang ada adalah RPP
Kurikulum 2013. Karena PPK memperkuat Kurikulum 2013, maka yang ada adalah
RPP Kurikulum 2013. Tidak ada penyebutan nama RPP selain RPP Kurikulum 2013.
2. PPK berbasis kelas lebih pada aksi guru di kelas dalam membentuk karakter, bukan
pada persoalan perumusan dan penulisan nilai karakter dalam kolom RPP. Karena
itu, apakah dalam RPP guru akan menambah kolom, membuat keterangan
tersendiri, atau lainnya, yang penting adalah bagaimana seorang pendidik dapat
mengintegrasikan proses pembelajaran itu dalam rangka pembentukan karakter
peserta didik, baik melalui pilihan metode pengajaran, pengelolaan kelas, dan fokus
integrasi nilai pada isi muatan kurikulum tertentu.
3. Kurikulum 2013 mendukung desain besar Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter
sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental. PPK memperkuat Kurikulum
2013. Namun Kurikulum 2013 tidak sama dengan PPK, sebab PPK memiliki cakupan
lebih luas daripada sekedar Kurikulum 2013.
4. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) juga perlu diletakkan dalam kerangka penguatan
pendidikan karakter bagi peserta didik sesuai dengan tiga basis pendekatan utama
dalam PPK.
Penguatan Pendidikan karakter merupakan platform pendidikan nasional dan jiwa utama
dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Karena itu, para pelaku dalam ekosistem
pendidikan diharapkan dapat memahami konsep besar ini sehingga bisa melakukan
sinkronisasi dan harmonisasi dengan kebijakan pemerintah berupa Penguatan
Pendidikan Karakter sesuai dengan tupoksinya masing-masing.
Salah satu upaya menyeluruh yang diprogramkan secara nasional dalam melaksanakan
pendidikan di sekolah agar semua warganya tumbuh sebagai pembelajar sepanjang
hayat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan suatu gerakan yang
disebut GerakanLiterasi Sekolah (GLS). Demikian pentingnya, program nasional ini
dikukuhkan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No.
23 Tahun 2015.
Literasi adalah keberaksaraan, yaitu kemampuan membaca dan menulis. Budaya literasi
dimaksudkan untuk melakukan kebiasaan berfikir yang diawali dengan kegiatan
membaca dan menulis hingga tercipta sebuah karya bahkan terjadinya perubahan
tingkah laku dan budi pekerti yang baik.
Pengertian Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah sebuah upaya yang dilakukan secara
menyeluruh dan berkelanjutan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi
pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik mulai dari
semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan, dari tingkat pusat, provinsi,
kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan (peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga
kependidikan, pengawas sekolah) juga melibatkan Komite Sekolah, orang tua/wali murid
peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat yang
dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dll.)
Mengacu pada metode pembelajaran Kurikulum 2013 yang menempatkan peserta didik
sebagai subjek pembelajaran dan guru sebagai fasilitator, kegiatan literasi tidak lagi
berfokus pada peserta didik semata. Guru, selain sebagai fasilitator, juga menjadi subjek
pembelajaran. Akses yang luas pada sumber informasi, baik di dunia nyata maupun
dunia maya dapat menjadikan peserta didik lebih tahu daripada guru. Oleh sebab itu,
kegiatan peserta dalam berliterasi semestinya tidak lepas dari kontribusi guru, dan guru
sebaiknya berupaya menjadi fasilitator yang berkualitas. Guru dan pemangku kebijakan
sekolah merupakan figur teladan literasi di sekolah.
Salah satu hal baru dalam Pembelajaran dengan Kurikulum 2013 setelah revisi adalah
dengan diterapkannya Konsep Higher Order Thinking Skills atau disingkat HOTS. Jika
diartikan dalam bahasa Indonesia mungkin bisa dikatakan sebagai Keterampilan Berpikir
Tingkat Tinggi.
Anderson & Krathwohl mengkategorikan tingkat berpikir kurang lebih seperti berikut ini.
Berdasarkan tingkat berpikir yang tercantum di atas, ada kemampuan berpikir yang
lebih tinggi [higher order thinking skills - HOTS] yang harus dikuasai oleh peserta didik
yaitu kemampuan untuk Menganalisis, Mengevaluasi, dan Mencipta.
Oleh sebab itu, maka dalam pembelajaran dianjurkan untuk mendorong peserta didiknya
memiliki kemampuan tersebut dengan menyajikan pembelajaran yang variatif serta
pemberian materi yang “tidak biasa” yang dikembangkan dari Kompetensi Dasar -
Kompetensi Inti [KD - KI 3].
Communication (komunikasi).
Komunikasi adalah sebuah kegiatan mentransfer sebuah informasi baik secara lisan maupun
tulisan. Namun, tidak semua orang mampu melakukan komunikasi dengan baik. Terkadang
ada orang yang mampu menyampaikan semua informasi secara lisan tetapi tidak secara
tulisan ataupun sebaliknya.
Supaya komunikasi antar manusia terjalin secara efektif dibutuhkan teknik berkomunikasi
yang tepat. Teknik komunikasi adalah suatu cara yang digunakan dalam menyampaikan
informasi dari komunikator ke komunikan dengan media tertentu. Dengan adanya teknik ini
diharapkan setiap orang dapat secara efektif melakukan komunikasi satu sama lain dan secara
tepat menggunakannya.
Collaborative (kolaborasi)
Adalah kemampuan berkolaborasi atau bekerja sama, saling bersinergi, beradaptasi dalam
berbagai peran dan tanggungjawab; bekerja secara produktif dengan yang lain; menempatkan
empati pada tempatnya; menghormati perspektif berbeda. Kolaborasi juga memiliki arti
mampu menjalankan tanggung jawab pribadi dan fleksibitas secara pribadi, pada tempat
kerja, dan hubungan masyarakat; menetapkan dan mencapai standar dan tujuan yang tinggi
untuk diri sendiri dan orang lain; memaklumi kerancuan.
Critical thinking and Problem Solving (Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah)