Anda di halaman 1dari 6

1.

Mengenal Konsep PPK dalam Pembelajaran Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 menjadi bagian inti dalam Penguatan Pendidikan Karakter.


Perpres No.87 Tahun 2017 tentang PPK mendefinisikan PPK sebagai “Gerakan
pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter
peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan
pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai
bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM)”.

Dalam Perpres dijelaskan bahwa fokus PPK adalah nilai-nilai Pancasila. “PPK
dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter
terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai
prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial,
dan bertanggungjawab”.

Tiga pendekatan dalam PPK secara konseptual bisa dibedakan, misalnya:


1. Pendidikan karakter berbasis kelas terbatas pada relasi antara guru dan siswa di
dalam kelas dalam proses pembelajaran.
2. Pendidikan karakter berbasis budaya sekolah merupakan pembentukan karakter
yang dilakukan melalui berbagai macam kegiatan yang melibatkan seluruh anggota
komunitas sekolah, namun masih terbatas sebagai kegiatan sekolah di lingkungan
sekolah.
3. Pendidikan karakter berbasis masyarakat adalah berbagai macam bentuk kolaborasi
antara sekolah dengan pihak lain di luar lingkungan sekolah, terutama orang tua,
dalam bentuk komite sekolah, atau kerjasama sekolah dengan lembaga-lembaga
dan komunitas lain yang mendukung proses pembentukan karakter peserta didik.
Fokus pendekatan PPK dalam implementasi Kurikulum 2013 adalah pada pendidikan
karakter berbasis kelas. Pendidikan karakter berbasis kelas merupakan keseluruhan
interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran untuk memenuhi
tuntutan minimal dalam kurikulum yang disepakati.

Namun secara praktis, tiga pendekatan ini sesungguhnya dapat beririsan satu sama lain.
Misalnya, ketika seorang guru dalam mengajar memberikan tugas kepada peserta didik
untuk melakukan wawancara dengan masyarakat setempat, atau melakukan kunjungan
situs-situs resmi benda cagar budaya, maka selain terdapat implementasi pendidikan
karakter berbasis kelas, juga terdapat implementasi pendidikan karakter berbasis
masyarakat. Jadi sesungguhnya, dalam praksis, ketiga pendekatan itu bisa beririsan
satu sama lain.

Dalam integrasi PPK pada pembelajaran dalam konteks implementasi Kurikulum 2013,
beberapa hal ini perlu diperhatikan oleh para pendidik:
1. Tidak ada parsialitas dalam penyebutan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
seperti RPP PPK, RPP literasi, RPP HOTS, dan lain-lain. Yang ada adalah RPP
Kurikulum 2013. Karena PPK memperkuat Kurikulum 2013, maka yang ada adalah
RPP Kurikulum 2013. Tidak ada penyebutan nama RPP selain RPP Kurikulum 2013.
2. PPK berbasis kelas lebih pada aksi guru di kelas dalam membentuk karakter, bukan
pada persoalan perumusan dan penulisan nilai karakter dalam kolom RPP. Karena
itu, apakah dalam RPP guru akan menambah kolom, membuat keterangan
tersendiri, atau lainnya, yang penting adalah bagaimana seorang pendidik dapat
mengintegrasikan proses pembelajaran itu dalam rangka pembentukan karakter
peserta didik, baik melalui pilihan metode pengajaran, pengelolaan kelas, dan fokus
integrasi nilai pada isi muatan kurikulum tertentu.
3. Kurikulum 2013 mendukung desain besar Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter
sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental. PPK memperkuat Kurikulum
2013. Namun Kurikulum 2013 tidak sama dengan PPK, sebab PPK memiliki cakupan
lebih luas daripada sekedar Kurikulum 2013.
4. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) juga perlu diletakkan dalam kerangka penguatan
pendidikan karakter bagi peserta didik sesuai dengan tiga basis pendekatan utama
dalam PPK.
Penguatan Pendidikan karakter merupakan platform pendidikan nasional dan jiwa utama
dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Karena itu, para pelaku dalam ekosistem
pendidikan diharapkan dapat memahami konsep besar ini sehingga bisa melakukan
sinkronisasi dan harmonisasi dengan kebijakan pemerintah berupa Penguatan
Pendidikan Karakter sesuai dengan tupoksinya masing-masing.

2. Memahami Pengertian dan Program Gerakan Literasi Sekolah (GLS)

Salah satu upaya menyeluruh yang diprogramkan secara nasional dalam melaksanakan
pendidikan di sekolah agar semua warganya tumbuh sebagai pembelajar sepanjang
hayat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan suatu gerakan yang
disebut GerakanLiterasi Sekolah (GLS). Demikian pentingnya, program nasional ini
dikukuhkan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No.
23 Tahun 2015.

Literasi adalah keberaksaraan, yaitu kemampuan membaca dan menulis. Budaya literasi
dimaksudkan untuk melakukan kebiasaan berfikir yang diawali dengan kegiatan
membaca dan menulis hingga tercipta sebuah karya bahkan terjadinya perubahan
tingkah laku dan budi pekerti yang baik.

Pengertian Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah sebuah upaya yang dilakukan secara
menyeluruh dan berkelanjutan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi
pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik mulai dari
semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan, dari tingkat pusat, provinsi,
kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan (peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga
kependidikan, pengawas sekolah) juga melibatkan Komite Sekolah, orang tua/wali murid
peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat yang
dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dll.)

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti


sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Permendikbud) No. 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan di dalam gerakan tersebut
adalah kegiatan 15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta
meningkatkan keterampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih
baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global
yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik.

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) diharapkan mampu menggerakkan warga sekolah,


pemangku kepentingan, dan masyarakat untuk bersama-sama memiliki, melaksanakan,
dan menjadikan gerakan ini sebagai bagian penting dalam kehidupan.

Mengacu pada metode pembelajaran Kurikulum 2013 yang menempatkan peserta didik
sebagai subjek pembelajaran dan guru sebagai fasilitator, kegiatan literasi tidak lagi
berfokus pada peserta didik semata. Guru, selain sebagai fasilitator, juga menjadi subjek
pembelajaran. Akses yang luas pada sumber informasi, baik di dunia nyata maupun
dunia maya dapat menjadikan peserta didik lebih tahu daripada guru. Oleh sebab itu,
kegiatan peserta dalam berliterasi semestinya tidak lepas dari kontribusi guru, dan guru
sebaiknya berupaya menjadi fasilitator yang berkualitas. Guru dan pemangku kebijakan
sekolah merupakan figur teladan literasi di sekolah.

Tujuan Umum Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah Menumbuhkembangkan budi


pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan
dalam Gerakan Literasi Sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Sedangkan Tujuan Khusus Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah:
1. Menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah.
2. Meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat.
3. Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak
agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan.
4. Menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan
dan mewadahi berbagai strategi membaca.
Tahapan Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran: menggunakan buku
pengayaan dan strategi membaca di semua mata pelajaran
2. Meningkatkan kemampuan literasi melalui kegiatan menanggapi buku pengayaan
Penumbuhan minat baca melalui kegiatan 15 menit membaca.

3. Mengenal Konsep HOTS dalam Pembelajaran Kurikulum 2013

Salah satu hal baru dalam Pembelajaran dengan Kurikulum 2013 setelah revisi adalah
dengan diterapkannya Konsep Higher Order Thinking Skills atau disingkat HOTS. Jika
diartikan dalam bahasa Indonesia mungkin bisa dikatakan sebagai Keterampilan Berpikir
Tingkat Tinggi.

Tujuan diterapkannya HOTS dalam Pembelajaran pada Kurikulum 2013 adalah


mengkondisikan peserta didik untuk dapat berpikir kritis, logis, dan sistematis sesuai
dengan karakteristik mata pelajaran, serta memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Anderson & Krathwohl mengkategorikan tingkat berpikir kurang lebih seperti berikut ini.

HOTS [Higher Order Thinking Skills]


1. Mencipta[Create] = Mengembangkan hipotesis [generating], merencanakan
penelitian [planning/designing], mengembangkan produk baru
[producing/constructing].
2. Mengevaluasi [Evaluate] = Menentukan apakah kesimpulan sesuai dengan
uraian/fakta [checking/coordinating/detecting/monitoring/testing], menilai metode
mana yang paling sesuai untuk menyelesaikan masalah [critiquing/judging].
3. Menganalisis [Analyze] = Mengelompokkan informasi/fenomena dalam bagian-
bagian penting [differentiating/discriminating/focusing/selecting], menentukan
keterkaitan antar komponen [organizing/finding
coherence/integrating/outlining/structuring], menemukan pikiran pokok/bias/nilai
penulis [attributing/deconstructing].
MOTS [Midle Order Thinking Skills]
1. Menerapkan [Apply] = Melaksanakan [executing], menggunakan prosedur
[implementing] untuk suatu situasi baru [melakukan, menerapkan].
2. Memahami [Understand] = Memaknai materi yang dipelajari dengan kata-
kata/kalimat sendiri [interpretasi/interpreting, memberi contoh/illustrating,
mengklasifikasi/classifying/categorizing, meringkas/summarizing/abstracting,
menyimpulkan/concluding/ektrapolating/interpolating, predicting,
membandingkan/comparing/contrasting/mapping/matching,
menjelaskan/constructing model e.g. cause-effect].
LOTS [Lower Order Thinking Skills]
Mengingat [Remember] = Menyajikan fakta dari ingatan [mengenai fakta
penting/recognizing; memanggil/recalling/retrieving]

Berdasarkan tingkat berpikir yang tercantum di atas, ada kemampuan berpikir yang
lebih tinggi [higher order thinking skills - HOTS] yang harus dikuasai oleh peserta didik
yaitu kemampuan untuk Menganalisis, Mengevaluasi, dan Mencipta.
Oleh sebab itu, maka dalam pembelajaran dianjurkan untuk mendorong peserta didiknya
memiliki kemampuan tersebut dengan menyajikan pembelajaran yang variatif serta
pemberian materi yang “tidak biasa” yang dikembangkan dari Kompetensi Dasar -
Kompetensi Inti [KD - KI 3].

Contoh kegiatan pembelajaran untuk mendorong peserta didik memilki keterampilan


berpikir tingkat tinggi [HOTS].
1. Guru menugaskan peserta didik untuk menganalisis permasalahan yang disajikan
melalui lembar kerja berkaitan dengan materi persamaan dan pertidaksamaan nilai
mutlak dalam bentuk linear satu variabel;
2. Peserta didik menganalisa permasalahan tersebut melalui kegiatan diskusi
kelompok, yang diawali dengan mengidentifikasi variabel-variabel
3. yang ditemukan dalam permasalahan;
4. Peserta didik mengumpulkan berbagai informasi berkaitan dengan permasalahan
yang disajikan dari berbagai sumber belajar, kemudian bersama kelompoknya
mengolah data yang terkumpul untuk dianalisis sehingga menghasilkan rumusan
penyelesaian masalah;
5. Melalui diskusi dan tanya jawab bersama kelompoknya, peserta didik melakukan
evaluasi terhadap rumusan penyelesaian masalah yang diperolehnya;
6. Peserta didik mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, kemudian membuat
kesimpulan bersama;
7. Selama kegiatan berlangsung, guru melakukan pengamatan dan pendampingan.

4. Mengenal Konsep 4C dalam Pembelajaran Kurikulum 2013

Berdasarkan “21stCentury Partnership Learning Framework”, terdapat beberapa kompetensi


dan/atau keahlian yang harus dimiliki oleh Sumber Daya Manusia (SDM) pada Abad 21.
Kompetensi tersebut wajib dikuasai dan dimiliki setiap manusia agar mampu menjadi bagian
dari kehidupan di Abad 21. Oleh karena itu, sejak dini harus dilatihkan melalui Pelaksanaan
Pembelajaran di kelas. Kurikulum 2013 mencoba untuk mempersiapkan SDM abad 21 pada
peserta didik sejak dini melalui pembelajaran. Keterampilan tersebut antara lain adalah:
1. Kemampaun berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking and Problem-
Solving Skills) - mampu berfikir secara kritis, lateral, dan sistemik, terutama dalam
konteks pemecahan masalah
2. Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama (Communication and Collaboration Skills)
- mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan berbagai pihak
3. Kemampuan mencipta dan membaharui (Creativity and Innovation Skills) - mampu
mengembangkan kreativitas yang dimilikinya untuk menghasilkan berbagai terobosan
yang inovatif
4. Literasi teknologi informasi dan komunikasi (Information and ommunications
Technology Literacy) - mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
untuk meningkatkan kinerja dan aktivitassehari-hari
5. Kemampuan belajar kontekstual (Contextual Learning Skills) - Kemampuan menjalani
aktivitas pembelajaran mandiri yang kontekstual sebagai bagian dari pengembangan
pribadi
6. Kemampuan informasi dan literasi media (Information and Media Literacy Skills) -
mampu memahami dan menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyampaikan
beragam gagasan dan melaksanakan aktivitas kolaborasi serta interaksi dengan beragam
pihak.
Dalam Konteks Pembelajaran Kurikulum 2013, keterampilan abad ke-21 hanya diistilahkan
dengan 4C (Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, dan
Creativity and Innovation) dan merupakan kemampuan sesungguhnya yang ingin dituju
dengan Kurikulum 2013. Sehubungan dengan hal tersebut, berikut penjelasan mengenai 4C;

Communication (komunikasi).

Komunikasi adalah sebuah kegiatan mentransfer sebuah informasi baik secara lisan maupun
tulisan. Namun, tidak semua orang mampu melakukan komunikasi dengan baik. Terkadang
ada orang yang mampu menyampaikan semua informasi secara lisan tetapi tidak secara
tulisan ataupun sebaliknya.

Supaya komunikasi antar manusia terjalin secara efektif dibutuhkan teknik berkomunikasi
yang tepat. Teknik komunikasi adalah suatu cara yang digunakan dalam menyampaikan
informasi dari komunikator ke komunikan dengan media tertentu. Dengan adanya teknik ini
diharapkan setiap orang dapat secara efektif melakukan komunikasi satu sama lain dan secara
tepat menggunakannya.

Collaborative (kolaborasi)
Adalah kemampuan berkolaborasi atau bekerja sama, saling bersinergi, beradaptasi dalam
berbagai peran dan tanggungjawab; bekerja secara produktif dengan yang lain; menempatkan
empati pada tempatnya; menghormati perspektif berbeda. Kolaborasi juga memiliki arti
mampu menjalankan tanggung jawab pribadi dan fleksibitas secara pribadi, pada tempat
kerja, dan hubungan masyarakat; menetapkan dan mencapai standar dan tujuan yang tinggi
untuk diri sendiri dan orang lain; memaklumi kerancuan.

Critical thinking and Problem Solving (Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah)

Adalah kemampuan untuk memahami sebuah masalah yang rumit, mengkoneksikan


informasi satu dengan informasi lain, sehingga akhirnya muncul berbagai perspektif, dan
menemukan solusi dari suatu permasalahan. Critical thinking dimaknai juga kemampuan
menalar, memahami dan membuat pilihan yang rumit; memahami interkoneksi antara sistem,
menyusun, mengungkapkan, menganalisis, dan menyelesaikan masalah.

Creativity and Innovation (Kreativitas dan Inovasi)

Adalah kemampuan untuk mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-


gagasan baru kepada yang lain; bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan
berbeda.
Kreativitas juga didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam menciptakan
penggabungan baru. Kreativitas akan sangat tergantung kepada pemikiran kreatif seseorang,
yakni proses akal budi seseorang dalam menciptakan gagasan baru. Kreativitas yang bisa
menghasilkan penemuan-penemuan baru (dan biasanya bernilai secara ekonomis) sering
disebut sebagai inovasi.

Anda mungkin juga menyukai