Anda di halaman 1dari 4

.

Kesulitan siswa dalam memahami matematika, tentunya akan mempengaruhi


kemampuannya dalam mengkomunikasikan ide matematika (Harahap et al, 2012).
Pembelajaran yang melibatkan siswa aktif akan membuat kelas jauh lebih hidup dan siswa
mampu mengembangkan kemampuan komunikasinya secara maksimal ( Rahman et al, 2012)
Rahman, R. A,, Yusof, Y.M., Kashefi , H., & Baharun, S. (2012). Developing mathematical
communication skills of engineering students. ProcediaSocial and Behavioral Sciences, 46, 5541–
5547. Diunduh dari:http://www. sciencedirect.com/.

Kom matis kemampuan peserta didik dalam

mengungkapkan atau mengekspresikan ide-ide matematika secara lisan

maupun tulisan,

untuk memahami, memperjelas, dan menyelesaikan suatu

permasalahan matematika.

Kartu masalah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan salah satu

media yang mendukung dan memfasilitasi kebutuhan siswa dalam memahami,

menggali dan mengembangkan ilmu yang sedang dipelajari serta mendukung

jalannya model pembelajaran TSTS dalam bertukar informasi. Keunggulan kartu

masalah pada penelitian ini adalah tampilannya menarik yaitu berbentuk beberapa

tokoh kartun dan soal-soal yang disajikan kontekstual. Tokoh kartun dipilih untuk

menarik perhatian siswa agar semangat mengerjakan soal-soal yang disediakan.

Soal pada kartu masalah merupakan soal kontekstual yang memenuhi indikator

koneksi matematis.

komunikasi matematis merupakan kemampuan siswa untuk

dapat menyatakan dan menjelaskan ide-ide matematika secara lisan

maupun tulisan, dan dapat menyampaikan gagasannya melalui gambar,

diagram, tabel, menggunakan benda nyata atau menggunakan simbol

matematika sebagai suatu isi pesan yang harus disampaikan

Teori Ausubel

Teori ini dikenal dengan belajar bermakna dan pentingnya pengulangan

sebelum belajar dimulai. Ausubel membedakan antara belajar menemukan dengan


belajar menerima. Pada belajar menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal

menghapalkannya, tetapi pada belajar menemukan, konsep ditemukan oleh siswa

jadi siswa tidak hanya menerima pelajaran begitu saja. Pada pembelajaran

menghafal, siswa hanya diberi rumus oleh guru kemudian disuruh mengerjakan

soal yang serupa, sementara pada pembelajaran bermakna materi yang diperoleh

dikembangkan dengan keadaan lain, sehingga materi pembelajaran dapat mudah

dimengerti (Suherman, 2003: 32). Menurut David Ausubel sebagaimana dikutip

oleh Rifa‟i &Anni (2011: 210-211) mengajukan empat prinsip pembelajaran

yaitu, sebagai berikut.

1. Kerangka cantolan (Advance Organizer) menjelaskan bahwa pada saatmengawali pembelajaran


dengan presentasi suatu pokok bahasan sebaiknya pendidik mengaitkan konsep lama dengan
konsep baru yang lebih tinggi maknanya, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.

2. Diferensiasi progresif dimana proses pembelajaran dimulai dari umum ke khusus. Jadi unsur yang
paling umum dan inklusif diperkenalkan dahulu kemudian baru yang lebih mendetail.

3. Belajar superordinate menjelaskan bahwa proses struktur kognitif mengalami pertumbuhan


kearah deferensiasi. Hal ini akan terjadi bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya
merupakan unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas dan inklusif.

4. Penyesuaian integratif dimana pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga pendidik dapat
menggunakan hierarkhi-hierarkhi konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan.

Teori belajar David Ausubel ini sejalan dengan inti pokok pembelajaran

model kontruktivisme. Teori ini menekankan pentingnya siswa mengasosiasikan

pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke dalam sistem pengertian yang

telah dipunyai. Menurut Trianto (2009: 25), dalam membantu siswa menanamkan

pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan konsep-konsep awal yang

dimiliki siswa yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Sehingga jika

dikaitkan dengan model pembelajaran berdasarkan masalah, dimana siswa mampu

mengerjakan permasalahan yang autentik sangat memerlukan konsep awal yang

sudah dimiliki siswa sebelumnya untuk suatu penyelesaian nyata dari suatu

permasalahan yang nyata. Jadi, belajar haruslah bermakna, siswa mampu

mengkonstruk pengetahuannya sendiri dan mampu mengaitkan apa yang telah


dipelajari dengan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan realistik yaitu

pembelajaran bermula dari masalah nyata yang ada dalam kehidupan sehari-hari,

sehingga teori ini memberikan kontribusi bagaimana siswa membawa

permasalahan nyata ke dalam pembelajaran matematika. Sehingga siswa akan

belajar untuk menemukan konsep. Disamping itu juga adanya penekanan terhadap

keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan

karakteristik yang ada pada model pembelajaran CPS yang mengajak siswa

berdiskusi untuk menemukan konsep serta memecahkan masalah.

Trianto. 2007. Model – Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi
PustakaTrianto. 2007. Model – Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta:
Prestasi Pustaka

Suyono & Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ausubel yang mengungkapkan bahwa belajar dikatakan bermakna apabila informasi yang akan
dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa sehingga siswa dapat
mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Hal ini memiliki keterkaitan
dengan model AIR, dimana dalam pembelajaran siswa dihadapkan pada permasalahan untuk
menemukan konsep dan pengulangan sehingga siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan yang
diperoleh sebelumnya untuk memecahkan masalah agar mendapat pemahaman yang lebih
bermakna (Sumarni et al, 2016)

Sumarni, Sugiarto, & Sunarmi. 2016. IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN AUDITORY INTELLECTUALY


REPETITION (AIR) TERHADAP KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS PESERTA
DIDIK PADA MATERI KUBUS DAN BALOK. UJME, 5(2): 1-9.

Pada tahap pengenalan konsep, peserta didik berdiskusi menyelesaikan soal-soal pada LKPD yang
telah diberikan guru. Dengan LKPD tersebut, peserta didik diberikan langkah-langkah dalam
menemukan konsep dan kemudian digunakan untuk menyelesaikan soal-soal berpikir kreatif yang
diberikan. Dalam kelompok terjadi aktivitas peserta didik sesuai dengan model pembelajaran CIRC
yaitu peserta didik secara aktif saling mengungkapkan ide-ide kreatifnya, saling merevisi, menulis
ringkasan, memberikan tanggapan, dan menyelesaiakan soal-soal yang diberikan. Guru mengawasi
jalannya diskusi dengan memeriksa perkembangan setiap kelompok dan memberikan arahan-arahan
kepada kelompok yang mengalami kendala dalam diskusi. Hal tersebut sesuai dengan teori belajar
Vygotsky bahwa pembelajaran harus menekankan peserta didik untuk belajar dalam kelompok.
Dengan demikian peserta didik dapat saling memberikan masukan dengan teman satu kelompok,
membantu teman yang belum paham sehingga peserta didik yang pengetahuannya masih kurang
dapat termotivasi untuk belajar(aprilia, D. Et al,2014)
Aprilia, D., Chotim, M., Agoestanto, A. 2014. STUDI KOMPARATIF MODEL CIRC DAN MMP TERHADAP
KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PESERTA DIDIK. UJME, 3(3): 1-8.

teori belajar dari Jerome Bruner yang menyatakan bahwa pembelajaran itu harus menumbuhkan
pengalaman baru dan dapat menarik peserta didik. Model pembelajaran CPS berbantuan CD
pembelajaran merupakan model pembelajaran serta media yang belum pernah mereka temui
sebelumnya, itu menjadi pengalaman baru bagi peserta didik yang membuat mereka lebih tertarik
dan termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran (Maftukhin, M. Et al, 2014)

Anda mungkin juga menyukai