Anda di halaman 1dari 11

2019

Makalah Puasa & Tarawih


NAMA : M.NABIL RACHMAN
KELAS : V.A
Puasa

Puasa atau saum adalah tindakan sukarela dengan berpantang dari makanan,
minuman, atau keduanya, perbuatan buruk dan dari segala hal yang membatalkan puasa
untuk periode waktu tertentu. Puasa mutlak biasanya didefinisikan sebagai berpantang
dari semua makanan dan cairan untuk periode tertentu, biasanya selama satu hari (24
jam), atau beberapa hari. Puasa lain mungkin hanya membatasi sebagian, membatasi
makanan tertentu atau zat. Praktik puasa dapat menghalangi aktivitas seksual dan
lainnya serta makanan. Puasa, sering dilakukan dalam rangka menunaikan ibadah, juga
dilakukan di luar kewajiban ibadah untuk meningkatkan kualitas hidup spiritual seseorang
yang melakukannya. Hal semacam ini sering ditemukan dalam diri pertapa atau rahib.
Inti dari maksud dan tujuan puasa itu adalah pengekangan diri dari sebuah keinginan
untuk mencapai sebuah tujuan. Oleh karenanya, puasa dapat didefinisikan sebagai
usaha pengekangan diri dari sebuah keinginan yang dilarang untuk mencapai sebuah
tujuan.

Puasa dalam Islam

Dalam Islam, puasa (disebut juga Shaum) yang bersifat wajib dilakukan pada
bulan Ramadhan selama satu bulan penuh dan ditutup dengan Hari Raya Idul Fitri. Puasa
dilakukan dengan menahan diri dari makan dan minum dan dari segala perbuatan yang
bisa membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat
sesuai perintah dalam kitab suci umat Islam Al Quran. Puasa juga menolong menanam
sikap yang baik dan kesemuanya itu diharapkan berlanjut ke bulan-bulan berikutnya dan
tidak hanya pada bulan puasa. Jika didasarkan pada ritual puasa itu sendiri, maka jika
kita hendak mengakhirinya atau berbuka, maka terasa bertolak belakang jika kita tidak
berbuka sekedarnya saja.

Puasa dan kesehatan


Menurut penelitian, puasa menyehatkan tubuh.

Makanan berkaitan erat dengan proses metabolisme. Oleh sebab itu, dalam
pemeriksaan medis tertentu yang berhubungan dengan proses metabolisme, misalnya
pemeriksaan kadar glukosa darah, pasien seringkali disyaratkan untuk berpuasa dahulu.

Puasa menggantikan sel-sel yang rusak di dalam tubuh dan menggantinya dengan
sel-sel yang baru. Selain itu, puasa mampu meningkatkan kembali hormon pertumbuhan
hingga 2000% pada laki-laki dan 1300% pada perempuan. Hormon pertumbuhan ini akan
memfasilitasi pembakaran cadangan lemak dalam tubuh selama berpuasa. Peningkatan
kembali hormon pertumbuhan dalam tubuh juga bermanfaat dalam melawan
penuaan.dini.

Saum dibagi menjadi dua hukum, wajib dan sunnah (dianjurkan). Berikut penjelasan
lebih rincinya:

Saum wajib

Saum yang hukumnya wajib adalah saum yang harus dikerjakan dan akan
mendapatkan pahala, kemudian jika tidak dikerjakan akan mendapatkan dosa. Saum-
saum wajib adalah sebagai berikut:

 Saum Ramadan;
 Saum (karena) nazar;
 Saum kifarat atau denda.

Saum sunnah

Saum yang hukumnya sunnah adalah saum yang jika dikerjakan mendapatkan pahala
dan jika tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Saum-saum sunnah adalah sebagai
berikut:

 Saum 6 hari di bulan Syawal selain hari raya Idul Fitri,


 Saum Arafah pada tanggal 9 Dzulhijah bagi orang-orang yang tidak menunaikan
ibadah haji,
 Saum Tarwiyah pada tanggal 8 Dzulhijah bagi orang-orang yang tidak
menunaikan ibadah haji,
 Saum Senin dan Kamis,
 Saum Daud (sehari puasa, sehari tidak), bertujuan untuk meneladani puasanya
Nabi Daud,
 Saum Tasu'a (pada bulan Muharram) dilakukan pada tanngal 9, sebelum Saum
'Asyura
 Saum 'Asyura (pada bulan Muharram) dilakukan pada tanggal 10,
 Saum 3 hari pada pertengahan bulan (menurut kalender islam)(Yaumul Bidh),
tanggal 13, 14, dan 15,
 Saum Sya'ban (Nisfu Sya'ban) pada awal pertengahan bulan Sya'ban,
 Saum bulan Haram (Asyhurul Hurum) yaitu bulan Dzulkaidah, Dzulhijjah,
Muharram dan Rajab.

Syarat dan rukun saum


Dalam menjalankan saum ini ada beberapa syarat wajib dan syarat syah yang
harus diperhatikan menurut syariat Islam.

Syarat wajib saum

1. Beragama Islam,
2. Berakal sehat,
3. Baligh (sudah cukup umur),
4. Mampu melaksanakannya.

Syarat sah saum

1. Islam (tidak murtad),


2. Mummayiz (dapat membedakan yang baik dan yang buruk),
3. Suci dari haid dan nifas (khusus bagi wanita),
4. Mengetahui waktu diterimanya puasa.

Rukun saum

1. Islam,
2. Niat,
3. Meninggalkan segala hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga
terbenam matahari.

Waktu haram dan makruh bersaum


Artikel utama: Waktu haram puasa

Umat Islam diharamkan bersaum pada waktu-waktu berikut ini:

 Hari raya Idul Fitri, yaitu pada (1 Syawal),


Tanggal 1 Syawwal telah ditetapkan sebagai hari raya sakral umat Islam. Hari itu
adalah hari kemenangan yang harus dirayakan dengan bergembira. Karena itu
syariat telah mengatur bahwa pada hari itu tidak diperkenankan seseorang untuk
bersaum sampai pada tingkat haram. Meski tidak ada yang bisa dimakan, paling
tidak harus membatalkan saumnya atau tidak berniat untuk saum.

 Hari raya Idul Adha, yaitu pada (10 Dzulhijjah),

Hal yang sama juga pada tanggal 10 Zulhijjah sebagai hari raya kedua bagi umat
Islam. Hari itu diharamkan untuk bersaum dan umat Islam disunnahkan untuk
menyembelih hewan Qurban dan membagikannya kepada fakir msikin dan
kerabat serta keluarga. Agar semuanya bisa ikut merasakan kegembiraan
dengan menyantap hewan qurban itu dan merayakan hari besar.

 Hari-hari tasyrik, yaitu pada 11, 12, dan 13 Dzulhijjah,


 Hari syak, yaitu pada 30 Syaban,
 Saum selamanya,
 Wanita saat sedang haid atau nifas,
 Saum sunnah bagi wanita tanpa izin suaminya.

Kemudian waktu makruh untuk bersaum adalah ketika saum dikhususkan pada hari
Jumat,[3][4] tanpa diselingi saum sebelumnya atau sesudahnya.

Hal-hal yang membatalkan saum


Saum akan batal jika;

1. Masuknya benda (seperti nasi, air, asap rokok dan sebagainya) ke dalam rongga
badan dengan disengaja,
2. Bersetubuh,
3. Muntah dengan disengaja,
4. Keluar mani (istimna' ) dengan disengaja,
5. Haid (datang bulan) dan Nifas (melahirkan anak),
6. Hilang akal (gila atau pingsan),
7. Murtad (keluar dari agama Islam).

Dari kesemua pembatal saum ada pengecualiannya, yaitu makan, minum dan
bersetubuhnya orang yang sedang bersaum tidak akan batal ketika seseorang itu lupa
bahwa ia sedang bersaum.

Orang yang boleh membatalkan saum


Berikut ini adalah orang yang boleh membatalkan saum wajib (saum Ramadhan):

 Wajib mengqadha
Orang-orang yang tersebut di bawah ini, boleh tidak bersaum, tetapi wajib
mengganti saumnya pada hari lain (qada), sebanyak hari yang ditinggalkan.

1. Orang yang sakit, yang ada harapan untuk sembuh,


2. Orang yang bepergian jauh (musafir) sedikitnya 89 km dari tempat tinggalnya,
3. Orang yang hamil, yang khawatir akan keadaannya atau bayi yang
dikandungnya,
4. Orang yang sedang menyusui anak, yang khawatir akan keadaannya atau
anaknya,
5. Orang yang sedang haid (datang bulan), melahirkan anak dan nifas,
6. Orang yang batal saumnya dengan suatu hal yang membatalkannya selain
bersetubuh,

 Wajib mengqadha dan wajib fidyah

Orang-orang di bawah ini tidak wajib qada (menggantikan saum pada hari lain),
tetapi wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin setiap hari
yang ia tidak bersaum, berupa bahan makanan pokok sebanyak 1 mud (576
gram),

1. Orang yang sakit yang tidak ada harapan akan sembuhnya,


2. Orang tua yang sangat lemah dan tidak kuat lagi bersaum.

 Wajib mengqadha dan kifarat

Orang yang membatalkan saum wajibnya dengan bersetubuh, wajib melakukan


kifarat dan qadha. Kifarat ialah memerdekakan hamba sahaya yang mukmin.
Jika tidak ada hamba sahaya yang mukmin maka wajib bersaum dua bulan
berturut-turut (selain qadha' menggantikan hari yang ditinggalkan), jika tidak bisa,
wajib memberi makan 60 orang miskin, masing-masing sebanyak 1 mud (576
gram) berupa bahan makanan pokok.
Keutamaan dan hikmah saum
Keutamaan

Ibadah saum Ramadhan yang diwajibkan Allah kepada setiap mukmin adalah
ibadah yang ditujukan untuk menghamba kepada Allah seperti yang tertera dalam
sebuah surah dalam al-Qur'an, yang berbunyi:


Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu bersaum
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa, (Al-Baqarah 2:183) ”
Keutamaan saum menurut syariat Islam adalah, orang-orang yg bersaum akan
melewati sebuah pintu surga yang bernama Rayyan,[8] dan keutamaan lainnya adalah
Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka, sejauh 70 tahun perjalanan.[9]

Hikmah

Hikmah dari ibadah saum itu sendiri adalah melatih manusia untuk sabar dalam
menjalani hidup. Maksud dari sabar yang tertera dalam al-Quran adalah gigih dan ulet
seperti yang dimaksud dalam Ali ‘Imran/3: 146. Di antara hikmah dan faedah saum
selain untuk menjadi orang yang bertakwa adalah sebagai berikut:

 Pendidikan/latihan rohani,
o Mendidik jiwa agar dapat menguasai diri,
o Mendidik nafsu agar tidak senantiasa dimanjakan dan dituruti,
o Mendidik jiwa untuk dapat memegang amanat dengan sebaik-baiknya,
o Mendidik kesabaran dan ketabahan.
 Perbaikan pergaulan

Orang yang bersaum akan merasakan segala kesusahan fakir miskin yang banyak
menderita kelaparan dan kekurangan. Dengan demikian akan timbul rasa suka
menolong kepada orang-orang yang menderita.

 Kesehatan

Ibadah saum Ramadhan akan membawa faedah bagi kesehatan rohani dan jasmani
jika pelaksanaannya sesuai dengan panduan yang telah ditetapkan, jika tidak maka
hasilnya tidaklah seberapa, malah mungkin ibadah saum kita sia-sia saja.


Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Al-A'Raaf 7:31)
Salat Tarawih

Salat Tarawih (kadang-kadang disebut Teraweh atau Taraweh) adalah salat


sunnat yang dilakukan khusus hanya pada bulan ramadan. Tarawih dalam bahasa Arab
adalah bentuk jama’ dari ٌ‫ ت َْر ِو ْي َحة‬yang diartikan sebagai "waktu sesaat untuk istirahat".
Waktu pelaksanaan salat sunnat ini adalah selepas isya', biasanya dilakukan secara
berjamaah di masjid. Fakta menarik tentang salat ini ialah bahwa rasulullah hanya
pernah melakukannya secara berjama'ah dalam 3 kali kesempatan. Disebutkan bahwa
rasulullah kemudian tidak melanjutkan pada malam-malam berikutnya karena takut
hal itu akan menjadi diwajibkan kepada ummat muslim (lihat sub seksi hadits tentang
Tarawih).

Raka'at salat
Terdapat beberapa praktik tentang jumlah raka'at dan jumlah salam pada salat
Tarawih. Pada masa Nabi Muhammad salat Tarawih hanya dilakukan tiga atau empat
kali saja, tanpa ada satu pun keterangan yang menyebutkan jumlah raka'atnya.
Kemudian salat Tarawih berjamaah dihentikan, karena ada kekhawatiran akan
diwajibkan. Barulah pada zaman khalifah Umar salat Tarawih dihidupkan kembali
dengan berjamaah, dengan jumlah 20 raka'at dilanjutkan dengan 3 raka'at witir.

Sejak saat itu umat Islam di seluruh dunia menjalankan salat Tarawih tiap malam-
malam bulan Ramadhan dengan 20 raka'at. Empat mazhab yang berbeda, yaitu mazhab
Al-Hanafiyah (8 rakaat), Al-Malikiyah (sebagian 8 atau 20 rakaat) , Asy-Syafi'iyah (20
rakaat) serta Al-Hanabilah (sebagian 8 atau 20 rakaat). Sedangkan Umar bin Abdul Aziz
sebagai khalifah dari Bani Umayyah di Damaskus menjalankan salat Tarawih dengan 36
raka'at. Dan Ibnu Taimiyah menjalankan 40 raka'at.

Yang pertama kali menetapkan salat Tarawih hanya 8 raka'at dalam sejarah
adalah pendapat orang-orang di akhir zaman, seperti Ash-Shan’ani (w.1182 H), Al-
Mubarakfury (w. 1353 H) dan Al-Albani. Ash-Shan’ani Penulis Subulus-salam
sebenarnya tidak sampai mengatakan salat Tarawih hanya 8 raka'at, Sedangkan Al-
Mubarakfury memang lebih mengunggulkan salat Tarawih 8 raka'at, tanpa menyalahkan
pendapat yang 20 raka'at.

Perbedaan pendapat menyikapi boleh tidaknya jumlah raka'at yang mencapai


bilangan 20 itu adalah tema klasik yang bahkan bertahan hingga saat ini, seperti yang
dilakukan sebagian besar pengikut Nahdlatul Ulama[butuh rujukan]. Sedangkan mengenai
jumlah salam praktik umum adalah salam tiap dua raka'at namun ada juga yang salam
tiap empat raka'at. Sehingga bila akan menunaikan Tarawih dalam 8 raka'at maka
formasinya adalah salam tiap dua rakaat dikerjakan empat kali, atau salam tiap empat
raka'at dikerjakan dua kali dan ditutup dengan witir tiga raka'at sebagaimana yang
dilakukan sebagian besar pengikut Muhammadiyah[butuh rujukan].

Niat salat
Niat salat ini, sebagaimana juga salat-salat yang lain cukup diucapkan di dalam
hati, yang terpenting adalah niat hanya semata karena Allah Ta'ala semata dengan hati
yang ikhlas dan mengharapkan ridhoNya
Beberapa Hadits Terkait
 “Sesungguhnya Rasulullah pada suatu malam salat di masjid lalu para sahabat
mengikuti salat Dia, kemudian pada malam berikutnya (malam kedua) Dia salat
maka manusia semakin banyak (yang mengikuti salat nabi), kemudian mereka
berkumpul pada malam ketiga atau malam keempat. Maka rasulullah tidak
keluar pada mereka, lalu ketika pagi harinya Dia bersabda: ‘Sungguh aku telah
melihat apa yang telah kalian lakukan, dan tidaklah ada yang mencegahku keluar
kepada kalian kecuali sesungguhnya aku khawatir akan diwajibkan pada kalian,’
dan (peristiwa) itu terjadi di bulan Ramadhan.” (Muttafaqun ‘alaih)
 "Artinya: Dari Jabir bin Abdullah radyillahu 'anhum, ia berkata: Rasulullah
pernah salat bersama kami di bulan Ramadhan (sebanyak) delapan raka'at dan
witir (satu raka'at). Maka pada hari berikutnya kami berkumpul di masjid dan
mengharap dia keluar (untuk salat), tetapi tidak keluar hingga masuk waktu pagi,
kemudian kami masuk kepadanya, lalu kami berkata: Ya Rasulullah ! Tadi malam
kami telah berkumpul di masjid dan kami harapkan engkau mau salat bersama
kami, maka sabdanya "Sesungguhnya aku khawatir (salat itu) akan diwajibkan
atas kamu sekalian".(Hadits Riwayat Thabrani dan Ibnu Nashr)
 "Aku perhatikan salat malam rasulullah , yaitu (Ia) salat dua raka'at yang ringan,
kemudian Ia salat dua raka'at yang panjang sekali, kemudian salat dua raka'at,
dan dua raka'at ini tidak sepanjang dua raka'at sebelumnya, kemudian salat dua
raka'at (tidak sepanjang dua raka'at sebelumnya), kemudian salat dua raka'at
(tidak sepanjang dua raka'at sebelumnya), kemudian salat dua raka'at (tidak
sepanjang dua raka'at sebelumnya), kemudian witir satu raka'at, yang demikian
adalah 13 raka'at".Diriwayatkan oleh Malik, Muslim, Abu Awanah, Abu Dawud dan
Ibnu Nashr.
 "Artinya: Dari Abi Salamah bin Abdurrahman bahwasanya ia bertanya kepada
'Aisyah radyillahu anha tentang salat rasulullah di bulan Ramadan. Maka ia
menjawab ; Tidak pernah Rasulullah kerjakan (tathawwu') di bulan Ramadan
dan tidak pula di lainnya lebih dari sebelas raka'at 1) (yaitu) Ia salat empat (raka'at)
jangan engkau tanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian ia salat empat
(raka'at) 2) jangan engkau tanya panjang dan bagusnya kemudian ia salat tiga
raka'at".[Hadits Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim]

Anda mungkin juga menyukai