Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis,
logis, kreatif, bernalar, danbekerjasama secara efektif sehingga dapat berkembang
maju di masa globalisasi Ini. Berdasarkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki
tersebut, manusia dapat memanfaatkan informasi-informasi dari berbagai sumber
menjadi sesuatu yang berguna dalam kehidupan. Pentingnya kemampuan penalaran
matematis bagi siswa tercantum dalam tujuan pembelajaran matematika
di sekolah, yaitu melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan,
mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, serta mengembangkan
kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui
lisan, tulisan, gambar, grafik, peta, diagram, dan sebagainya.
Matematika merupakan ilmu yang mempunyai sifat khas jika dibandingkan
dengan ilmu yang lain. Karena itu kegiatan belajar mengajar matematika
seharusnya tidak disamakan dengan ilmu yang lain, karena peserta didik yang
belajar matematika mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. maka kegiatan
belajar mengajar haruslah diatur sekaligus memperhatikan kemampuan yang
belajar.
Pelajaran matematika diberikan di setiap jenjang pendidikan dengan bobot
yang kuat, menunjukkan bahwa matematika adalah salah satu pelajaran yang
mempunyai peranan yang sangat penting. Dalam kondisi tersebut, seharusnya hasil
belajar matematika peserta didik menunjukkan hasil yang cukup baik, akan tetapi
hal tersebut sangat bertolak belakang dengan keadaan yang terjadi di lapangan. Ada
banyak faktor yang mengakibatkan hasil belajar peserta didik rendah, diantaranya
perilaku-perilaku negatif siswa dalam belajar matematika yang memungkinkan
siswa tidak bersemangat dalam belajar matematika. Kegiatan pembelajaran di
sekolah biasanya hanya menekankan pada transformasi informasi faktual, guru
cenderung menuliskan definisi atau teorema beserta buktinya di papan tulis
dilanjutkan contoh penerapan teorema tersebut dalam penyelesaian soal, siswa

1
mencatat apa yang dijelaskan guru dan contoh penyelesaian soal yang ditulis. Selain
itu, guru menuliskan soal-soal di papan tulis dan siswa diminta mengerjakan, serta
guru meminta siswa untuk menuliskan hasil pekerjaannya di papan tulis.
Perbaikan hasil pembelajaran matematika perlu dilakukan melalui
perbaikan kondisi yang mendukung peningkatan kecerdasan/kemampuan peserta
didik, perubahan sikap siswa terhadap matematika serta kemampuan dan kemauan
guru dalam mengubah paradigma pendidikan. Tujuan pembelajaran matematika
harus dipahami dengan baik oleh guru agar proses pembelajaran sesuai dengan apa
yang diharapkan. kemampuan penalaran matematis siswa perlu ditingkatkan.
Dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematis, guru dituntut agar memilih
suatu model pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk terlibat secara aktif
dalam pengalaman belajarnya, baik dalam membangun konsep, mengemukakan ide
atau gagasan.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana pelaksanaan pembelajaran matematika pada siswa untuk dapat
meningkatkan kemampuan penalaran matematika.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kemampuan penalaran matematis


1. Matematika
Menurut (Erman Suherman, 2003: 16), matematika Secara
etimologis berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Dalam hal ini
bukan berarti ilmu lain tidak diperoleh melalui penalaran, akan tetapi dalam
matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan
dalam ilmu lain lebih menekankan pada hasil observasi atau eksperimen di samping
penalaran.
Menurut (Herman Hudojo 2005: 10 103) menyatakan matematika sebagai
ilmu yang menelaah bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan
hubungan antara hal-hal itu. Objek penelaahan matematika tidak sekedar kuantitas,
tetapi lebih dititik beratkan kepada hubungan, pola, bentuk dan struktur. Menurut
James dan James yang dikutip Muh. Athar (2009), matematika adalah ilmu tentang
logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan
satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga
bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Berdasarkan beberapa pengertian di
atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh
dengan bernalar yang menelaah bentuk, struktur, susunan, besaran, dan konsep-
konsep yang abstrak yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
2. Penalaran
Menurut (Soekadijo 1997: 6) menyatakan bahwa penalaran merupakan
suatu proses menarik kesimpulan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar.
Menurut (Fajar Shadiq 2004: 2) penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses
atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu
pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya
telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu
aktivitas berpikir yang sistematik untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu

3
pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya
telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.
Adapun ciri-ciri penalaran yaitu :
a. Adanya suatu pola pikir yang disebut logika. Dalam hal ini dapat dikatakan
bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis. Berpikir
logis ini diartikan sebagai berpikir menurut suatu pola tertentu atau menurut
logika tertentu
b. Proses berpikirnya bersifat analitik. Penalaran merupakan suatu kegiatan yang
mengandalkan diri pada suatu analitik, dalam kerangka berpikir yang
dipergunakan untuk analitik tersebut adalah logika penalaran yang
bersangkutan.
c. Kemampuan
Menurut (KBBI, 2005: 308), kata kemampuan berasal dari kata mampu
yang berarti kuasa, sanggup melakukan sesuatu atau dapat. Kemudian mendapatkan
imbuhan ke-an sehingga kata kemampuan berarti kesanggupan melakukan sesuatu
hal. Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam
tugas dalam suatu pekerjaan.
3. Kemampuan Penalaran Matematis
Kemampuan penalaran matematis adalah salah satu proses berfikir yang
dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan dimana kesimpulan tersebut
merupakan kesimpulan yang sudah valid atau dapat dipertanggung jawabkan. salah
satu tujuan terpenting dari pembelajaran matematika adalah mengajarkan kepada
siswa penalaran logika. Bila kemampuan bernalar tidak dikembangkan pada siswa,
maka bagi siswa matematika hanya akan menjadi materi yang mengikuti
serangkaian prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya. Pada
dasarnya setiap penyelesaian soal matematika memerlukan kemampuan penalaran.
Melalui penalaran, siswa diharapkan dapat melihat bahwa matematika merupakan
kajian yang masuk akal atau logis. Dengan demikian siswa merasa yakin bahwa
matematika dapat dipahami, dipikirkan, dibuktikan, dan dapat dievaluasi. Dan
untuk mengerjakan hal-hal yang berhubungan diperlukan bernalar.

4
Kemampuan penalaran matematis meliputi:
1. Penalaran umum yang berhubungan dengan kemampuan untuk menemukan
penyelesaian atau pemecahan masalah
2. Kemampuan yang berhubungan dengan penarikan kesimpulan, seperti pada
silogisme, dan yang berhubungan dengan kemampuan menilai implikasi dari
suatu argumentasi.
3. Kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan, tidak hanya hubungan antara
benda-benda tetapi juga hubungan antara ide-ide, dan kemudian
mempergunakan hubungan itu untuk memperoleh benda-benda atau ide-ide lain.
Adapun tujuan pembelajaran matematika menurut (Asep Jihad 2008: 153)
yakni agar siswa memiliki kemampuan dalam:
a. Menggunakan algoritma (prosedur pekerjaan)
b. Malakukan manipulasi secara matematika
c. Mengorganisasi data
d. Memanfaatkan simbol, diagram dan grafik 12
e. Mengenal dan menemukan pola
f. Menarik kesimpulan
g. Membuat kalimat atau model matematika \
h. Membuat interpretasi bangun dalam bidang dan ruang
i. Memahami pengukuran dan satuan-satuannya
j. Menggunakan alat hitung dan alat bantu matematika

4. Kemampuan Penalaran Deduktif dan kemampuan Induktif.


Menurut (Sri Wardani 2008: 12) menyatakan bahwa ada dua cara untuk
menarik kesimpulan yaitu secara induktif dan deduktif, sehingga dikenal istilah
penalaran induktif dan penalaran deduktif. Berikut merupakan perbedaan antara
penalaran induktif dan deduktif.
a. Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah proses yang berpangkal dari peristiwa yang
khusus yang dihasilkan berdasarkan hasil pengamatan impirik dan menghasilkan
suatu kesimpulan atau pengetahuan yang bersifat umum. Dalam hal ini telah terjadi
proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta. Penalaran

5
induktif sering juga disebut penalaran induksi, Penalaran induktif
diantaranya meliputi: analogi, generalisasi, dan hubungan kausal.
Analogi adalah proses penyimpulan berdasarkan kesamaan data atau fakta.
Analogi dapat juga dikatakan sebagai proses membandingkan dari dua hal yang
berlainan berdasarkan kesamaannya, kemudian berdasarkan kesamaannya itu
ditarik suatu kesimpulan.
Generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau
sebagian besar gejala yang diminati generalisasi mencakup ciri – ciri esensial,
bukan rincian. Dalam pengembangan karangan, generalisasi dibuktikan dengan
fakta, contoh, data statistik, dan lain-lain.
Hubungan kausal penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling
berhubungan. Hubungan kausal ( kausalitas) merupakan prinsip sebab-akibat yang
sudah pasti antara segala kejadian, serta bahwa setiap kejadian memperoleh
kepastian dan keharusan eksistensinya dari sesuatu atau berbagai hal lainnya yang
mendahuluinya merupakan hal-hal yang diterima tanpa ragu dan tidak memerlukan
sanggahan. Keharusan dan keaslian system kausal merupakan bagian dari ilmu-
ilmu manusia yang telah dikenal bersama dan tidak diliputi keraguan apapun.
Macam-macam hubungan kausal :
1) Sebab-akibat
Contoh : penebangan liar dihutan mengakibatkan tanah longsor.
2) Akibat-sebab
Contoh : Andri juara kelas disebabkan dia rajin belajar dengan baik.
3) Akibat-akibat
Contoh : Toni melihat kecelakaan di jalan raya, sehingga Toni beranggapan adanya
korban kecelakaan.
b. Penalaran Deduktif
Merupakan proses berpikir untuk menarik kesimpulan tentang hal khusus
yang berpijak pada hal umum atau hal yang sebelumny telah dibuktikan
(diasumsikan) kebenarannya. Penalaran deduktif disebut juga penalaran deduksi.
Deduksi berhubungan dengan kesalihan argument. Penalaran deduktif diantaranya
meliputi : modus ponens, modus tollens dan silogisme.

6
1) Modus Ponens

premis 1 : p →q

premis 2 : p

Kesimpulan: q

Arti Modus Ponens adalah “jika diketahui p → q dan p, maka bisa ditarik
kesimpulan q“. sebagai contoh :
premis 1 : Jika bapak datang maka adik akan senang

premis 2 : bapak datang

Kesimpulan : Adik senang

2) Modus Tollens

premis 1 : p →q

premis 2 : ~q

Kesimpulan: ~p

Modus Tollens berarti “jika diketahu p → q dan ~q, maka bisa ditarik kesimpulan
~p“. sebagai contoh :
premis 1 : Jika hari hujan, maka adik memakai payung

premis 2 : Adik tidak memakai payung

Kesimpulan : Hari tidak hujan

3) Silogisme

premis 1 : p→q

premis 2 : q → r
Kesimpulan: p →r
Silogisme berarti “jika diketahu p → q dan q→r, maka bisa ditarik
kesimpulan p→r“. sebagai contoh :
Premis 1 : Jika harga BBM naik, maka harga bahan pokok naik.
Premis 2 : Jika harga bahan pokok naik maka semua orang tidak senang.
Kesimpulan : Jika harga BBM naik, maka semua orang tidak senang.

7
B. Masalah Penalaran Matematis
Suatu pertanyaan merupakan suatu masalah hanya jika seseorang tidak
mempunyai aturan/hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan
untuk menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut. Pertanyaan itu dapat
juga tersembunyi dalam suatu situasi sehingga situasi itu sendiri perlu mendapat
penyelesaian. Nampak di sini bahwa menyelesaikan masalah itu merupakan
aktivitas mental yang tinggi. Perlu diketahui bahwa suatu pertanyaan merupakan
masalah bergantung kepada individu dan waktu. Artinya, bahwa suatu pertanyaan
merupakan suatu masalah bagi seorang siswa, tetapi mungkin bukan
merupakan suatu masalah bagi siswa yang lain. Pertanyaan yang dihadapkan
kepada siswa yang tidak bermakna akan bukan merupakan masalah bagi siswa
tersebut.
Dengan perkataan lain, pertanyaan yang dihadapkan kepada siswa haruslah
dapat diterima oleh siswa tersebut. Jadi pertanyaan itu harus sesuai dengan struktur
kognitif siswa. Demikian juga, pertanyaan merupakan suatu masalah bagi seorang
siswa pada suatu saat, tetapi bukan merupakan suatu masalah lagi bagi siswa
tersebut pada saat berikutnya, bila siswa tersebut sudah mengetahui cara atau
proses mendapatkan penyelesaian masalah tersebut. Syarat suatu masalah
bagi seorang siswa adalah sebagai berikut:
1. Pertanyaan yang dihadapkan kepada seorang siswa haruslah dapat
dimengerti oleh siswa tersebut, namun pertanyaan itu harus
merupakan tantangan baginya untuk menjawabnya.
2. Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang
telah diketahui siswa. Karena itu, faktor waktu untuk menyelesaikan
masalah janganlah dipandang sebagai hal yang esensial.

Masalah matematika dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu masalah rutin
dan masalah nonrutin. Masalah rutin dapat dipecahkan dengan mengikuti prosedur
yang mungkin sudah pernah dipelajari. Masalah rutin sering disebut sebagai
masalah penerjemah karena deskripsi situasi dapat diterjemahkan dari kata-
kata menjadi simbol-simbol.

8
Masalah nonrutin mengarah kepada masalah proses, membutuhkan lebih
dari sekedar menerjemahkan masalah menjadi kalimat matematika dan penggunaan
prosedur yang sudah diketahui. Masalah nonrutin mengharuskan pemecah masalah
untuk membuat metode pemecahan sendiri. Misalnya kita perhatikan soal berikut.
Berapa banyak segmen garis paling banyak yang dapat ditarik untuk
menghubungkan titik yang terletak di sebuah lingkaran. Soal tersebut akan
merupakan masalah bagi seorang siswa sekolah menengah, bila siswa itu belum
pernah menyelesaikan soal semacam itu. Masalah semacam itu memerlukan
penganalisaan dan setelah pola diketahui dapatlah diketemukan formulanya.
Selanjutnya formula ini perlu dibuktikan. Tetapi soal semacam itu akan menjadi
bukan masalah lagi bagi seorang siswa yang sudah pernah menyelesaikannya.

C. Profil Kemampuan Penalaran Siswa.


Kemampuan siswa merupakan gambaran tentang kecakapan, kesanggupan,
serta kapasitas siswa dalam menyelesaikan soal, tugas, atau masalah yang
diberikan kepada siswa. Profil kemampuan penalaran matematika siswa adalah
gambaran kemampuan penalaran matematika siswa dalam menyelesaikan masalah
matematika. Masalah matematika yang digunakan adalah materi persamaan garis
lurus kelas VIII.
Indikator sebagai berikut :
1. Melakukan manipulasi matematika
2. Menarik kesimpulan dari pernyataan
3. Memberikan alasan atau bukti terhadap satu atau beberapa solusi.
4. Memeriksa kesahihan suatu argumen
Berdasarkan indikator tersebut, maka karakteristik soal matematika yang
tergabung dalam kemampuan penalaran matematika adalah sebagai berikut:
1. Soal yang meminta siswa untuk melakukan manipulasi matematika.
Memanipulasi adalah mengatur (mengerjakan) dengan cara yang pandai
sehingga tercapai tujuan yang dikehendaki. Karakteristik soal ini memungkinkan
siswa melakukan apapun yang menurut siswa perlu yang dapat membantunya
mengingat kembali konsep yang telah dimengerti.

9
Contoh: Siswa diberi PLSV: n + 5 > −4, maka siswa mampu memanipulasi
variabel n untuk menunjukkan pernyataan yang benar dan pernyataan yang salah.
2. Soal yang mengharuskan siswa menarik kesimpulan dari suatu pernyataan.
Karakteristik soal jenis ini adalah menekankan pada kejelian siswa dalam
menentukan kebenaran dari suatu pernyataan yang diberikan.
Contoh: Siswa diberi pernyataan: “Tepat dua tahun yang lalu umur Amir dua kali
umur Dewi. Sekarang umur Amir 8 tahun. Orang tua Dewi mempunyai kebiasaan
menimbang berat badan semua anak anaknya yang masih balita ke Posyandu.
Apakah sekarang Dewi masih ditimbang berat badannya di Posyandu?”Siswa
mampu menjawab pertanyaan dengan cara mencari umur Dewi sekarang dan
membuat kesimpulan terkait dengan kebiasaan orang tua Dewi.
3. Soal yang mengharuskan siswa memberikan alasan atau bukti terhadap satu
atau beberapa solusi.
Karakteristik soal ini setidaknya dapat menggugah siswa untuk
menyelesaikan permasalahan dengan model yang dikembangkan siswa sendiri.
Contoh : diketahui barisan 5, -2, -9, -16,...,Tentukan Rumus suku ke-n, suku ke-25.
4. Soal yang memungkinkan siswa untuk memeriksa kesahihan argumen.
Karakteristik dari soal ini biasanya dimulai dengan menyebutkan jawaban
suatu masalah atau pernyataan yang sengaja dibuat salah. Tujuannya hanyalah
memancing ketelitian siswa dalam mengecek kesahihan suatu argumen.
Contoh : Siswa mampu menyelidiki benar-tidaknya argumen. Contoh argumen:
‘Besar suatu sudut lancip sama dengan selisih dari pelurusnya dengan dua kali
penyikunya.

D. Indikator Penalaran Kemampuan Matematis


Siswa dikatakan mampu melakukan penalaran matematika bila ia mampu
menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika. Dalam kaitan ini, pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen
Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November
2004 yang dikutip (Sri Wardani 2005: 1) tentang penilaian perkembangan anak

10
didik SMP dicantumkan indikator dari kemampuan penalaran sebagai hasil belajar
matematika, yaitu siswa mampu:
a. Mengajukan dugaan.
Kemampuan mengajukan dugaan merupakan kemampuan siswa dalam
merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya.
b. Melakukan manipulasi matematika.
Kemampuan manipulasi matematika merupakan kemampuan siswa dalam
mengerjakan atau menyelesaikan suatu permasalahan dengan menggunakan cara
sehingga tercapai tujuan yang dikehendaki.
c. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap
kebenaran solusi.
Siswa mampu menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan
atau bukti terhadap kebenaran solusi apabila siswa mampu menunjukkan lewat
penyelidikan.
d. Menarik kesimpulan dari pernyataan.
Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan merupakan proses
berpikir yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk
menghasilkan sebuah pemikiran.
e. Memeriksa kesahihan suatu argumen.
Kemampuan memeriksa kesahihan suatu argumen merupakan kemampuan
yang menghendaki siswa agar mampu menyelidiki tentang kebenaran dari suatu
pernyataan yang ada.
f. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.
Kemampuan menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk
membuat generalisasi merupakan kemampuan siswa dalam menemukan pola atau
cara dari suatu pernyataan yang ada sehingga dapat mengembangkannya ke dalam
kalimat matematika.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kemampuan penalaran matematis adalah salah satu proses berfikir yang
dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan dimana kesimpulan tersebut
merupakan kesimpulan yang sudah valid atau dapat dipertanggung jawabkan.
Kemampuan penalaran matematis meliputi:
1. Penalaran umum yang berhubungan dengan kemampuan untuk menemukan
penyelesaian atau pemecahan masalah
2. Kemampuan yang berhubungan dengan penarikan kesimpulan, seperti pada
silogisme, dan yang berhubungan dengan kemampuan menilai implikasi dari
suatu argumentasi.
3. Kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan, tidak hanya hubungan
antara benda-benda tetapi juga hubungan antara ide-ide, dan kemudian
mempergunakan hubungan itu untuk memperoleh benda-benda atau ide-ide
lain.
Menurut (Sri Wardani 2008: 12) menyatakan bahwa ada dua cara untuk
menarik kesimpulan yaitu secara induktif dan deduktif, sehingga dikenal istilah
penalaran induktif dan penalaran deduktif. Berikut merupakan perbedaan antara
penalaran induktif dan deduktif.
a. Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah proses yang berpangkal dari peristiwa yang
khusus yang dihasilkan berdasarkan hasil pengamatan impirik dan menghasilkan
suatu kesimpulan atau pengetahuan yang bersifat umum.
b. Penalaran Deduktif
Merupakan proses berpikir untuk menarik kesimpulan tentang hal khusus
yang berpijak pada hal umum atau hal yang sebelumny telah dibuktikan
(diasumsikan) kebenarannya.
Dalam Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004
tanggal 11 November 2004 yang dikutip (Sri Wardani 2005: 1) tentang penilaian

12
perkembangan anak didik SMP dicantumkan indikator dari kemampuan penalaran
sebagai hasil belajar matematika, yaitu siswa mampu:
1. Mengajukan dugaan.
2. Melakukan manipulasi matematika.
3. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti
terhadap kebenaran solusi.
4. Menarik kesimpulan dari pernyataan.
5. Memeriksa kesahihan suatu argumen.
6. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat
generalisasi.

B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat, semoga bermanfaat bagi pembaca.
Apabila dalam penulisan dan penyusunan makalah ini terdapat kekurangan, maka
kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan. Sehingga makalah ini menjadi
lebih.

13
DAFTAR PUSTAKA
Himmi, Nailul. 2017. Korelasi Self Efficacy Terhadap Kemampuan Penalaran
Matematis Mahasiswa Semester Pendek Mata Kuliah Trigonometri
Unrika T.A. 2016/2017. Pythagoras. Vol 6. No 2. Hal 143-150
Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: JICA UPI
Hudojo, Herman. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.
Malang: Universitas Negeri Malang
Athar, Muhammad. 2009. Pengertian Matematika. Yogyakarta: UNY
Soekadijo. 1997. Logika Dasar Tradisional, Simbolik, dan Induktif. Jakarta:
Gramedia.
Shadiq, Fadjar. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi. Makalah.
Disampaikan dalam Diklat Instruktur/ Pengembang Matematika Jenjang
Dasar. Yogyakarta: PPPG Matematika
Jihad, Asep. 2008. Pengembangan Kurikulum Matematika. Yogyakarta: Multi
Pressindo
Wardani, Sri. 2005. Pembelajaran dan Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP.
Yogyakarta: PPPG Matematika

14

Anda mungkin juga menyukai