Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

NAMA : MUSLIMIN R. PAKKA


NIM : 14120160109
KELAS : C1 (AKK) 2016

1. Upaya pengendalian kasus lumpur lapindo


Pemerintah telah membentuk Tim yang ditugaskan untuk
penanggulangan semburan dan luapan lumpur di Sidoarjo. Dalam laporannya, terlihat
bahwa Tim tersebut telah melakukan berbagai upaya untuk penanggulangan
semburan dan luapan lumpur, meskipun belum memperoleh hasil sebagaimana yang
diharapkan. Dalam melakukan upaya-upaya tersebut Tim telah dihadapkan pada
kontroversi penyebab semburan lumpur, yaitu antara disebabkan oleh alam, atau
disebabkan oleh kesalahan manusia (man made error), yang ditengarai sebagai
kesalahan pemboran. Upaya-upaya penghentian semburan yang telah dilakukan
didasari atas pemahaman saat itu bahwa penyebab semburan adalah underground
blow out seperti layaknya yang sering terjadi di kegiatan perminyakan. Namun
ternyata perkembangan semburan sedemikian cepat, eskalasi laju semburan naik
drastis, diikuti oleh deformasi geologi yang sangat aktif di sekitar pusat semburan yang
mengakibatkan upaya penghentian semburan tidak dapat dilanjutkan. Mengacu pada
pengalaman tersebut, semakin memberikan keyakinan kepada BPLS bahwa yang
sedang dihadapi adalah sesuatu yang lain, sesuatu yang luar biasa dari sekedar
underground blow out. Fakta-fakta lapangan, data dan informasi ilmiah yang diberikan
oleh para pakar geologi Indonesia dan internasional, sebagaimana telah dibahas di
atas, mengarahkan BPLS untuk membangun skenario penanganan masalah lumpur
di Sidoarjo ini.
asaran utama dilakukan Snubbing unit adalah mendapatkan data (gyro-survey)
sedalam mungkin. Data ini digunakan oleh relief Well-1 sebagai target untuk
melakukan pencarian dan pendekatan terhadap lubang sumur Banjarpanji-1. Maka
dilakukan pembersihan semen di dalam pipa selubung 13 3/8 inchi maupun di dalam
Pipa pemboran yang tertinggal (fish). Sasaran berikutnya adalah membersihkan
rangkaian pipa pemboran yang tertinggal (fish) dari cement plug. Diharapkan setelah
itu ada komunikasi antara lubang di atas fish dengan lubang di bawahnya, sehingga
bisa dilakukan usaha mematikan semburan tanpa harus menunggu relief well.
Sasaran ketiga adalah untuk mengetahui apakah fish masih tertinggal di dalam
lubang. Jika sudah jatuh, maka ada kemungkinan rangkaian bor dapat masuk
sedalam-dalamnya dan kemudian dapat dilakukan usaha mematikan semburan.
Sasaran keempat adalah untuk mengetahui apakah semburan berasal dari sekitar
lubang dengan menggunakan “sonan-temp survey.
Relief Well-1 dilakukan untuk pemboran menuju Sumur Banjarpanji-1 dan
target selanjutnya adalah kedalaman 7000-9000 ft dengan memasang casing 9 5/8
inchi. Sumur ini direncanakan untuk sumur injeksi lumpur berat. Sedangkan Relief
Well-2 direncanakan untuk injeksi lumpur berat dan menggunakan Relief Well-1
sebagai panduan untuk ranging. Relief Well-1 akhirnya gagal melakukan ranging ke
Sumur Banjarpanji-1 karena rangkaian pipa selubung berukur 9 5/8 inchi putus.
Akhirnya operasi pemboran dihentikan karena faktor teknik dan kondisi lapangan yang
sudah tergenang lumpur.
Metoda insersi HDCB (High Density Chained balls) diusulkan oleh FMIPA ITB
tahun 2007 (19 Februari – 27 Maret 2007), dengan tujuan mengurangi debit dan
energi semburan lumpur di kawah utama. HDCB adalah sebuah untaian empat bola
yang terbuat dari bahan rapat massa tinggi, yaitu beton dengan spesifikasi K350
dengan rapat massa 2,4 gr/cc. Dua bola berdiameter 40 cm dan dua bola lainnya
berdiameter 20 cm. Keempat bola ini dihubungkan dengan kabel baja. Metoda insersi
bola ini berdasarkan model tertutup, tidak ada pasokan energi dari luar dan sistem
memiliki tekanan residual pori yang tetap. Maka laju lumpur juga dianggap tetap.
Akibatnya debit sepenuhnya bergantung pada luas permukaan yang dilalui lumpur.
Dengan mengurangi luas permukaan ini, maka debit akan menurun.
Rangkaian bola ditujukan berada dalam saluran lumpur sehingga akan
mengubah energi semburan menjadi energi mekanik, maka akan terjadi friksi dengan
jejak aliran lumpur panjang. Mekanisme ini akan menyebabkan kehilangan tekanan
(head pressure loss) yang cukup besar sehingga akan mengurangi energi lumpur dan
tekanan di dalam saluran lumpur. Sebanyak hampir 500 buah bola-bola beton telah
dimasukkan ke dalam saluran lumpuselama hampir 1 bulan. Target posisi kedalaman
adalah, dangkal adalah <300 meter, dalam adalah 500meter. Pengamatan selama
kurang lebih seminggu, setelah pelaksanaan insersi bola, dilaporkan bahwa intensitas
dan frekwensi semburan sedikit menurun. Dilaporkan pula bahwa dampak dariinsersi
bola adalah naiknya uap air dan kadar H2S, yang mengindikasikan turunnya tekanan
pusat semburan. Konsep dasar yang dipergunakan adalah statis dan linear, yaitu
untuk energi dorong dan tekanan pori, sehingga laju lumpurpun dianggap tetap.
Penggunaan konsep ini tidak sesuai dengankondisi lapangan, yang dinamis, non-
linear, dan bisa berubah setiap saat. Laju lumpur dari awal hingga pelaksanaan insersi
bola beton, cenderung naik. Debit lumpur yang keluarkpermukaansangat tergantung
pada energi dorongnya, volume sumber lumpur, dan tentu saja luas permukaan
saluran.
2. Dampak lingkungan dari kasus lumpur lapindo
Bencana lumpur lapindo telah memberi banyak dampak pada
masyarakat sekitar dan aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Dampak – dampak
yang didapat bukan hanya dampak negatif, namun juga ada dampak positif yang
didapatkan dari terjadinya bencana ini. Adapun dampak negatif yang didapat yaitu:
a. Bencana lumpur lapindo Dalam area yang tergenangi ini tidak hanya
terdapat rumah penduduk saja, namun ada sarana pendidikan,
pabrik, dan kantor pemerintahan yang juga ikut tergenang. Dengan
keadaan ini secara otomatis akan banyak penduduk yang bukan
hanya kehilangan tempat tinggalnya namun juga kehilangan mata
pencahariannya dan akan ada banyak anak yang kehilangan tempat
mereka untuk menuntut ilmu.
b. Bencana lumpur lapindo juga telah mencemari lingkungi sekitar dari
wilayah yang digenangi, seperti areal persawahan dan ladang milik
warga. Banyak ternak milik warga yang ikut mati dalam bencana ini.
Menurut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), secara umum pada
area luberan lumpur dan sungai Porong telah tercemar oleh logam
kadmium (Cd) dan timbal (Pb) yang cukup berbahaya bagi manusia
apalagi dengan kadar yang jauh di atas ambang batas. Lumpur
lapindo juga memiliki kadar PAH (Chrysene dan Benz(a)anthracene)
dalam lumpur Lapindo yang mencapai 2000 kali di atas ambang
batas bahkan ada yang lebih dari itu. Kandungan PAH sangat
berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Berikut akibat yang dapat
diakibatkan oleh zat PAH bagi manusia da lingkungan ,yaitu: Kulit
merah, iritasi, melepuh, dan kanker kulit, jika terjadi kontak langsung
dengan zat PAH, Memperbesar kemungkinan terkena kanker
c. Terjadinya bencana lumpur lapindo ini juga telah menggangu
aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Hal ini dikarenakan
ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak
ditentukan. Seperti yang kita tahu, kota Surabaya merupakan ibukota
dari Jawa Timur, sehingga banyak sekali aktivitas perekonomian
yang berjalan disana. Dengan ditutupnya jalan tol Surabaya-Gempol,
secara otomatis mengakibatkan banyak kemacetan yang terjadi,
terutama di jalan alternatif menuju Surabaya. Penutupan jalan tol ini
juga berdampak pada aktivitas produksi di kawasan Mojokerto dan
Pasuruan yang merupakan salah satu kawasan industri utama yang
ada di Jawa Timur. Bencana lumpur lapindo ini juga telah membuat
tanah di wilayah yang tergenangi menjadi ambles dan merusak
beberapa pipa air milik PDAM. Sebuah sutet milik PLN juga ikut
terendam dalam bencana ini. Hal ini mengakibatkan warga di sekitar
jalan raya porong kesulitan dalam mendapatkan air bersih, listrik,
dan jaringan telepon. Dapat dilihat bahwa bencana lumpur lapindo
telah memberikan banyak dampak negatif bagi masyarakat sekitar
dan aktivitas perekonomian Jawa Timur. Namun seperti pepatah
yang mengatakan bahwa dibalik kesulitan pasti ada kemudahan,
bencana lumpur lapindo juga memiliki beberapa dampak positif, yaitu
: Mineral Lumpur lapindo tersebut dapat digunakan untuk pembuatan
bodi keramik dengan pembakaran antara suhu 800-900oC dan untuk
pembuatan keramik hias dengan pembakaran suhu 1400oC serta
pembuatan batu bata, batako dan genteng.
3. Teori Jhon Gordon
Teori John Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit
sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (Agent), pejamu (Host),
dan lingkungan (Environment)
a. Agent
Agent (A) adalah penyebab yang essensial yang harus ada,
apabila penyakit timbul atau manifest, tetapi agent sendiri tidak
sufficient/memenuhi/mencukupi syarat untuk menimbulkan
penyakit. Agent memerlukan dukungan faktor penentu agar
penyakit dapat manifest. Di kasus lumour lapindo kasus
penyakitnya ialah banyaknya masyarakat terkena ssak nafas
yang diakibatkkan oleh lumpur yang mengandung logam berat
dan terhirup oleh masyarakat sekitar
b. Host
Menurut Nor Nasry Noor (1997, h.17) bahwa :“Host atau pejamu
: manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan arthropoda
yang dapat memberikan tempat tinggal atau kehidupan untuk
agent menular dalam kondisi alam. (lawan dari percobaan)”. Host
dalam kasus ini adalah masyarakat yang tinggal di sekitar
semburan lumpur lapindo, dan telah di rugikan oleh perushaan,
masyarakat telah kehilangan tempat tinggal, mereka terkenan
dampak dari semburan lumpur panas tersebut sehingga
menimbulkan penyakit pada masyarakat, akibat terpapar oleh
logam berat, dan dari masyarakat ada yang terkena penyakit
kanker dan sesak nafas.
c. Environment
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada diluar
host baik benda mati, benda hidup, nyata atau
abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat
interaksi semua elemen-elemen, termasuk host
yang lain. Kasus ini lingkungannya ialah berada
dalam lingkungan kasus bencana yang di akibatkan
oleh ulah manusia, sehinggs menimbulkan korban
jiwa serta kerugian yang besar, lingkungan
masyarakat banyak terendam oleh lumour tersebut,
sekitar 3 kecamatan yang terendam lumpur lapindo.
4. Teori Simpul
Simpul 1
Sumber penyakit adalah sesuatu yang secara konstan mengeluarkan agent
penyakit. Agent penyakit merupakan komponen lingkungan yang dapat
menimbulkan gangguan penyakit baik melalui kontak secara langsung maupun
melalui perantara.
Pada kasus lumpur lapindo agent penyakitnya adalah zat zat logam berat yang
terkandung dalam lumpur lapindo tersebut.
Simpul 2
Komponen lingkungan berperan dalam patogenesis penyakit, karna dapat
memindahkan agent penyakit. Komponen lingkungan yang lazim dikena
sebagai media transmisi adalah:
Media dari kasus lumpur lapindo adalah, udara dan air, dimana lumpur
tersebut terhirup oleh masyarakat sekitar melalui udadra
Simpul 3 ( penduduk )
Komponen penduduk yang berperan dalam patogenesis penyakit antara lain:
Perilaku masyarakat dalam menangani kasus tersebut ialah dengan
melakukan penuntutan pada perusahaan lapindo tersebut, dan pmerintah telah
melakukan pengendalian dengan pengetahuan yang telah dimiliki, dalam
penanggullangan kasus lampur lapindo tersebut.

Anda mungkin juga menyukai