Pemerintah telah membentuk Tim yang ditugaskan untuk penanggulangan semburan dan luapan lumpur di Sidoarjo. Dalam laporannya, terlihat bahwa Tim tersebut telah melakukan berbagai upaya untuk penanggulangan semburan dan luapan lumpur, meskipun belum memperoleh hasil sebagaimana yang diharapkan. Dalam melakukan upaya-upaya tersebut Tim telah dihadapkan pada kontroversi penyebab semburan lumpur, yaitu antara disebabkan oleh alam, atau disebabkan oleh kesalahan manusia (man made error), yang ditengarai sebagai kesalahan pemboran. Upaya-upaya penghentian semburan yang telah dilakukan didasari atas pemahaman saat itu bahwa penyebab semburan adalah underground blow out seperti layaknya yang sering terjadi di kegiatan perminyakan. Namun ternyata perkembangan semburan sedemikian cepat, eskalasi laju semburan naik drastis, diikuti oleh deformasi geologi yang sangat aktif di sekitar pusat semburan yang mengakibatkan upaya penghentian semburan tidak dapat dilanjutkan. Mengacu pada pengalaman tersebut, semakin memberikan keyakinan kepada BPLS bahwa yang sedang dihadapi adalah sesuatu yang lain, sesuatu yang luar biasa dari sekedar underground blow out. Fakta-fakta lapangan, data dan informasi ilmiah yang diberikan oleh para pakar geologi Indonesia dan internasional, sebagaimana telah dibahas di atas, mengarahkan BPLS untuk membangun skenario penanganan masalah lumpur di Sidoarjo ini. asaran utama dilakukan Snubbing unit adalah mendapatkan data (gyro-survey) sedalam mungkin. Data ini digunakan oleh relief Well-1 sebagai target untuk melakukan pencarian dan pendekatan terhadap lubang sumur Banjarpanji-1. Maka dilakukan pembersihan semen di dalam pipa selubung 13 3/8 inchi maupun di dalam Pipa pemboran yang tertinggal (fish). Sasaran berikutnya adalah membersihkan rangkaian pipa pemboran yang tertinggal (fish) dari cement plug. Diharapkan setelah itu ada komunikasi antara lubang di atas fish dengan lubang di bawahnya, sehingga bisa dilakukan usaha mematikan semburan tanpa harus menunggu relief well. Sasaran ketiga adalah untuk mengetahui apakah fish masih tertinggal di dalam lubang. Jika sudah jatuh, maka ada kemungkinan rangkaian bor dapat masuk sedalam-dalamnya dan kemudian dapat dilakukan usaha mematikan semburan. Sasaran keempat adalah untuk mengetahui apakah semburan berasal dari sekitar lubang dengan menggunakan “sonan-temp survey. Relief Well-1 dilakukan untuk pemboran menuju Sumur Banjarpanji-1 dan target selanjutnya adalah kedalaman 7000-9000 ft dengan memasang casing 9 5/8 inchi. Sumur ini direncanakan untuk sumur injeksi lumpur berat. Sedangkan Relief Well-2 direncanakan untuk injeksi lumpur berat dan menggunakan Relief Well-1 sebagai panduan untuk ranging. Relief Well-1 akhirnya gagal melakukan ranging ke Sumur Banjarpanji-1 karena rangkaian pipa selubung berukur 9 5/8 inchi putus. Akhirnya operasi pemboran dihentikan karena faktor teknik dan kondisi lapangan yang sudah tergenang lumpur. Metoda insersi HDCB (High Density Chained balls) diusulkan oleh FMIPA ITB tahun 2007 (19 Februari – 27 Maret 2007), dengan tujuan mengurangi debit dan energi semburan lumpur di kawah utama. HDCB adalah sebuah untaian empat bola yang terbuat dari bahan rapat massa tinggi, yaitu beton dengan spesifikasi K350 dengan rapat massa 2,4 gr/cc. Dua bola berdiameter 40 cm dan dua bola lainnya berdiameter 20 cm. Keempat bola ini dihubungkan dengan kabel baja. Metoda insersi bola ini berdasarkan model tertutup, tidak ada pasokan energi dari luar dan sistem memiliki tekanan residual pori yang tetap. Maka laju lumpur juga dianggap tetap. Akibatnya debit sepenuhnya bergantung pada luas permukaan yang dilalui lumpur. Dengan mengurangi luas permukaan ini, maka debit akan menurun. Rangkaian bola ditujukan berada dalam saluran lumpur sehingga akan mengubah energi semburan menjadi energi mekanik, maka akan terjadi friksi dengan jejak aliran lumpur panjang. Mekanisme ini akan menyebabkan kehilangan tekanan (head pressure loss) yang cukup besar sehingga akan mengurangi energi lumpur dan tekanan di dalam saluran lumpur. Sebanyak hampir 500 buah bola-bola beton telah dimasukkan ke dalam saluran lumpuselama hampir 1 bulan. Target posisi kedalaman adalah, dangkal adalah <300 meter, dalam adalah 500meter. Pengamatan selama kurang lebih seminggu, setelah pelaksanaan insersi bola, dilaporkan bahwa intensitas dan frekwensi semburan sedikit menurun. Dilaporkan pula bahwa dampak dariinsersi bola adalah naiknya uap air dan kadar H2S, yang mengindikasikan turunnya tekanan pusat semburan. Konsep dasar yang dipergunakan adalah statis dan linear, yaitu untuk energi dorong dan tekanan pori, sehingga laju lumpurpun dianggap tetap. Penggunaan konsep ini tidak sesuai dengankondisi lapangan, yang dinamis, non- linear, dan bisa berubah setiap saat. Laju lumpur dari awal hingga pelaksanaan insersi bola beton, cenderung naik. Debit lumpur yang keluarkpermukaansangat tergantung pada energi dorongnya, volume sumber lumpur, dan tentu saja luas permukaan saluran. 2. Dampak lingkungan dari kasus lumpur lapindo Bencana lumpur lapindo telah memberi banyak dampak pada masyarakat sekitar dan aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Dampak – dampak yang didapat bukan hanya dampak negatif, namun juga ada dampak positif yang didapatkan dari terjadinya bencana ini. Adapun dampak negatif yang didapat yaitu: a. Bencana lumpur lapindo Dalam area yang tergenangi ini tidak hanya terdapat rumah penduduk saja, namun ada sarana pendidikan, pabrik, dan kantor pemerintahan yang juga ikut tergenang. Dengan keadaan ini secara otomatis akan banyak penduduk yang bukan hanya kehilangan tempat tinggalnya namun juga kehilangan mata pencahariannya dan akan ada banyak anak yang kehilangan tempat mereka untuk menuntut ilmu. b. Bencana lumpur lapindo juga telah mencemari lingkungi sekitar dari wilayah yang digenangi, seperti areal persawahan dan ladang milik warga. Banyak ternak milik warga yang ikut mati dalam bencana ini. Menurut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), secara umum pada area luberan lumpur dan sungai Porong telah tercemar oleh logam kadmium (Cd) dan timbal (Pb) yang cukup berbahaya bagi manusia apalagi dengan kadar yang jauh di atas ambang batas. Lumpur lapindo juga memiliki kadar PAH (Chrysene dan Benz(a)anthracene) dalam lumpur Lapindo yang mencapai 2000 kali di atas ambang batas bahkan ada yang lebih dari itu. Kandungan PAH sangat berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Berikut akibat yang dapat diakibatkan oleh zat PAH bagi manusia da lingkungan ,yaitu: Kulit merah, iritasi, melepuh, dan kanker kulit, jika terjadi kontak langsung dengan zat PAH, Memperbesar kemungkinan terkena kanker c. Terjadinya bencana lumpur lapindo ini juga telah menggangu aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Hal ini dikarenakan ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol hingga waktu yang tidak ditentukan. Seperti yang kita tahu, kota Surabaya merupakan ibukota dari Jawa Timur, sehingga banyak sekali aktivitas perekonomian yang berjalan disana. Dengan ditutupnya jalan tol Surabaya-Gempol, secara otomatis mengakibatkan banyak kemacetan yang terjadi, terutama di jalan alternatif menuju Surabaya. Penutupan jalan tol ini juga berdampak pada aktivitas produksi di kawasan Mojokerto dan Pasuruan yang merupakan salah satu kawasan industri utama yang ada di Jawa Timur. Bencana lumpur lapindo ini juga telah membuat tanah di wilayah yang tergenangi menjadi ambles dan merusak beberapa pipa air milik PDAM. Sebuah sutet milik PLN juga ikut terendam dalam bencana ini. Hal ini mengakibatkan warga di sekitar jalan raya porong kesulitan dalam mendapatkan air bersih, listrik, dan jaringan telepon. Dapat dilihat bahwa bencana lumpur lapindo telah memberikan banyak dampak negatif bagi masyarakat sekitar dan aktivitas perekonomian Jawa Timur. Namun seperti pepatah yang mengatakan bahwa dibalik kesulitan pasti ada kemudahan, bencana lumpur lapindo juga memiliki beberapa dampak positif, yaitu : Mineral Lumpur lapindo tersebut dapat digunakan untuk pembuatan bodi keramik dengan pembakaran antara suhu 800-900oC dan untuk pembuatan keramik hias dengan pembakaran suhu 1400oC serta pembuatan batu bata, batako dan genteng. 3. Teori Jhon Gordon Teori John Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (Agent), pejamu (Host), dan lingkungan (Environment) a. Agent Agent (A) adalah penyebab yang essensial yang harus ada, apabila penyakit timbul atau manifest, tetapi agent sendiri tidak sufficient/memenuhi/mencukupi syarat untuk menimbulkan penyakit. Agent memerlukan dukungan faktor penentu agar penyakit dapat manifest. Di kasus lumour lapindo kasus penyakitnya ialah banyaknya masyarakat terkena ssak nafas yang diakibatkkan oleh lumpur yang mengandung logam berat dan terhirup oleh masyarakat sekitar b. Host Menurut Nor Nasry Noor (1997, h.17) bahwa :“Host atau pejamu : manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan arthropoda yang dapat memberikan tempat tinggal atau kehidupan untuk agent menular dalam kondisi alam. (lawan dari percobaan)”. Host dalam kasus ini adalah masyarakat yang tinggal di sekitar semburan lumpur lapindo, dan telah di rugikan oleh perushaan, masyarakat telah kehilangan tempat tinggal, mereka terkenan dampak dari semburan lumpur panas tersebut sehingga menimbulkan penyakit pada masyarakat, akibat terpapar oleh logam berat, dan dari masyarakat ada yang terkena penyakit kanker dan sesak nafas. c. Environment Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada diluar host baik benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen, termasuk host yang lain. Kasus ini lingkungannya ialah berada dalam lingkungan kasus bencana yang di akibatkan oleh ulah manusia, sehinggs menimbulkan korban jiwa serta kerugian yang besar, lingkungan masyarakat banyak terendam oleh lumour tersebut, sekitar 3 kecamatan yang terendam lumpur lapindo. 4. Teori Simpul Simpul 1 Sumber penyakit adalah sesuatu yang secara konstan mengeluarkan agent penyakit. Agent penyakit merupakan komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit baik melalui kontak secara langsung maupun melalui perantara. Pada kasus lumpur lapindo agent penyakitnya adalah zat zat logam berat yang terkandung dalam lumpur lapindo tersebut. Simpul 2 Komponen lingkungan berperan dalam patogenesis penyakit, karna dapat memindahkan agent penyakit. Komponen lingkungan yang lazim dikena sebagai media transmisi adalah: Media dari kasus lumpur lapindo adalah, udara dan air, dimana lumpur tersebut terhirup oleh masyarakat sekitar melalui udadra Simpul 3 ( penduduk ) Komponen penduduk yang berperan dalam patogenesis penyakit antara lain: Perilaku masyarakat dalam menangani kasus tersebut ialah dengan melakukan penuntutan pada perusahaan lapindo tersebut, dan pmerintah telah melakukan pengendalian dengan pengetahuan yang telah dimiliki, dalam penanggullangan kasus lampur lapindo tersebut.