Anda di halaman 1dari 3

Nama Penyusun : - Nur Firda Trianda/1611012220014

- Puput Novitasari/1611012220017

“Efek Baik dan Buruk Batubara”


Batubara merupakan material padat yang rumus dan struktur kimianya sangat
kompleks. Berdasarkan komponen yang dikandungnya, batubara sebagian besar dibentuk
oleh komponen organik yaitu karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), dan sulfur
(S). Disamping komponen organik, batubara juga mengandung komponen anorganik berupa
abu yang terdiri dari oksida-oksida mineral. Batubara adalah batuan yang mudah terbakar,
terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak
pengendapannya mengalami proses fisika dan kimia, sehingga terjadi pengayaan pada
komposisi karbonnya. Potensi batubara Indonesia cukup banyak, dengan sumber daya sekitar
128 miliar ton dan cadangannya sekitar 40 miliar ton. Zaman karbon kira-kira 340 juta tahun
yang lalu adalah masa pembentukan batu bara yang paling produktif. Cadangan batubara total
Indonesia tahun 2008 diperkirakan mencapai 104,76 milyar ton, tersebar dalam 12 lapisan
batubara di lebih dari 6 propinsi. Simpanan batubara besar di Indonesia terdapat di Sumatra
(50.1 %) dan Kalimantan (49.6 %). Selebihnya terdapat di Jawa, Sulawesi, Maluku dan
Papua.
Batubara menjadi salah satu sumber energi terbaik yang bisa didapatkan dengan
sumber yang cukup mudah. Selain itu ketersediaan batubara bersifat cukup panjang dan
bertahan dalam waktu lama sehingga mendukung berbagai macam proyek industri dan juga
ekonomi. Batubara sangat berperan penting bagi kehidupan manusia, mulai dari bahan bakar
transportasi, sebagai pembangkit tenaga listrik, penghasil produk gas, bahan pembuat plastik,
dan lain sebagainya. Dampak positif dari kegiatan pertambangan batubara selain merupakan
sumber pendapatan asli daerah dan sumber devisa negara juga memberikan peran dalam
membangun daerah di Indonesia, yaitu dengan terbukanya jalan didaerah yang terisolasi
akibat adanya kegiatan pertambangan. Selain itu adanya kegiatan pertambangan akan
membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat didaerah pertambangan tersebut.
Walaupun Indonesia dianugerahi sumber daya alam yang melimpah termasuk bahan
galian tambang seperti batubara tetapi juga Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi
terhadap pemanfaatan bahan galian tambang tersebut sebagai modal pembangunan.
Keberadaan tambang batu bara telah memberikan kontribusi terhadap perekonomian
Indonesia yang cukup signifikan. Adanya peningkatan jumlah penduduk menyebabkan
semakin tingginya tingkat eksploitasi terhadap sumberdaya alam batubara. Sejalan dengan
peningkatan permintaan batubara dunia yang terus melaju cepat, pertumbuhan produksi
perusahaan pertambangan batubara di Indonesiapun meningkat pesat. Saat ini Pemerintah
Indonesia berencana untuk mengurangi penggunaan minyak bumi dan bergeser ke batubara
dan gas sebagai sumber utama untuk menghasilkan listrik. Tahapan pertama dari program ini
adalah rencana dibangunnya beberapa PLTU (pembangkit listrik bertenaga uap) dengan
bahanbakar batubara sebesar 10.000 Megawatt.
Kegiatan pertambangan akan berdampak terhadap lingkungan seperti penurunan
produktivitas tanah, pemadatan tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi serta terganggunya
flora fauna serta kenyamanan penduduk. Selain itu kegiatan pertambangan yang dilakukan di
wilayah berpenduduk atau lokasi tempat mencari nafkah penduduk akan menimbulkan
dampak terhadap kondisi sosial ekonomi di wilayah tersebut, seperti perubahan pendapatan
keluarga, pola pemilikan lahan, pemanfaatan dan penguasaan sumberdaya alam, serta
pengembanan fasilitas sosial dan aksesibilitas wilayah.
Kerusakan yang diakibatkan oleh pertambangan batubara sudah dimulai sejak awal
rantai kepemilikannya. Penambangan batubara juga menyebabkan kerusakan yang tak dapat
diperbaiki terhadap tanah masyarakat, sumber air, udara, dan juga membahayakan kesehatan,
keamanan, dan penghidupan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pertambangan. Di
Indonesia, penambangan batubara juga bertanggungjawab pada terjadi pembukaan hutan.
Hampir seluruh perusahaan pertambangan batubara besar di Indonesia, beroperasi dengan
metode pertambangan terbuka (open pit mining). Dengan metode penambangan terbuka, tak
pelak lagi pertambangan batubara menjadi salah satu penyebab utama meluasnya deforestasi
di negeri ini.
Samarinda, ibu kota provinsi yang sangat besar galain tambang batubaranya,
merupakan satu contoh tentang seberapa besar daya rusak pertambangan merusak kehidupan
masyarakat. Bencana banjir, sebagian besar diakibatkan oleh deforestasi sejak pertambangan
batubara. Sawah dan lahan pertanian masyarakat di sekitar kota juga terkena dampak buruk
penambangan batubara. Desa Makroman, Samarinda Ilir dahulu dikenal sebagai lumbung
beras bagi Kota Samarinda, namun predikat lumbung beras tersebut pudar sejak perusahaan
pertambangan mulai beroperasi di sekitar desa tersebut. Belasan hektar lahan pertanian
penduduk mengalami kerusakan parah karena sumber air bagi sawah mereka tercemar oleh
limbah pertambangan batubara yang seenaknya dibuang ke sungai yang selama ini menjadi
sumber air bagi masyarakat setempat. Berbagai masalah kesehatan juga dialami masyarakat
yang menetap di sekitar lokasi pertambangan. Data kesehatan dari Puskesmas Kecamatan
Bengalon, Kabupaten Sangatta, lokasi dimana perusahaan tambang terbesar di Asia Tenggara
beroperasi, PT. Kaltim Prima Coal, juga menunjukkan kondisi serupa. Penyakit yang paling
menjadi momok bagi masyarakat Bengalon adalah penyakit-penyakit yang terkait dengan
pernapasan yang diduga akibat dampak dari pertambangan batubara, seperti ISPA, asma,
bronchitis dan radang paru-paru akibat debu batubara.. Masyarakat adat Dayak Basap yang
sejatinya terbiasa memenuhi kebutuhan hidup mereka dari hasil berburu dan berladang, kini
kehilangan itu semua setelah PT. Kaltim Prima Coal mulai beroperasi di tanah mereka sejak
tahun 1992. Pembakaran batubara juga melepas jumlah zat beracun lain seperti merkuri dan
arsenik yang membahayakan kesehatan manusia dan menyebabkan dampak sangat buruk
pada ekonomi negara berkembang. PLTU bertenaga batubara adalah sumber utama
pengemisi polutan seperti sulfur dioksida, nitrogen oksida yang menyebabkan hujan asam
dan pencemaran udara. Dengan adanya perusahaan batu bara yang beroperasi di Kelurahan
Sempaja Selatan menyebabkan wilayah hutan yang ada di sana akan berkurang. Areal
perusahaan batu bara yang ada di Kelurahan Sempaja Selatan berada di hutan yang ada di
Kelurahan Sempaja Selatan. Penebangan hutan untuk kegiatan pertambangan dapat
mengurangi fungsi hutan itu sendiri. Hutan yang berfungsi untuk menjaga ekosistem
lingkungan dan sebagai sumber kehidupan bagi sebagian masyarakat yang tinggal di sana,
dengan menurunnya fungsi hutan menyebabkan menurunnya fungsi hutan untuk menjaga
ekosistem dan memaksa masyarakat tradisional untuk dapat bertahan hidup dengan pola
kehidupan baru. Dampak yang paling sering dijumpai dalam kegiatan pertambangan adalah
lubang bekas galian penambangan batu bara yang dibiarkan setelah selesai melakukan
kegiatan.
Lubang galian yang ditinggalkan juga menyebabkan penurunan tanah, kerusakan pada
struktur rumah, gedung, prasarana seperti jalan dan jembatan. Usaha-usaha untuk
memperbaiki kerusakan yang ditinggalkan setelah tambang ditutup tidak ada yang
mencukupi. Bahkan jika lubang tambang “direklamasi” kembali tidak akan sepenuhnya
pulih; masyarakat yang teracuni akan tetap terkontaminasi.
Untuk meminimalisir penggunaan batubara dapat menggunakan energi lainnya yang
dapat mengurangi dampak negatif dari penggunaan batubara, diantaranya adalah :
 Energi air, Indonesia secara teoritis memiliki potensi energi air sebesar 75 GW.
Pembangkit listrik tenaga air skala kecil, yang secara umum siap diaplikasikan pada
lansekap sungai-sungai alami dibandingkan PLTA skala besar, saat ini mencakup
kapasitas terpasang sebesar 84 MW. PLTA skala kecil ini dibedakan menjadi PLTA
mikrohidro dengan output sampai dengan 25 kW, dan PLTA minihidro dengan output
sampai dengan 500 kW.
 Energi angin, kecepatan angin rata-rata di Indonesia adalah 3-5 m/detik. Di wilayah
timur Indonesia, kecepatan angin bisa mencapai di atas 6,5 m/detik. Dengan
demikian, sumber energi angin lebih cocok diaplikasikan pada turbin pembangkit
listrik berukuran kecil atau sedang, yang memerlukan angin berkecepatan 2,5-4
m/detik dan 4-5 m/detik berturut-turut, dengan output sampai dengan 10 kW dari
turbin ukuran kecil, dan 10-100 kW dari turbin ukuran menengah. Hanya ada sedikit
tempat di Indonesia yang bisa memproduksi listrik lebih dari 100 kW yang
memerlukan kecepatan angin lebih dari 5 m/detik.
 Biomassa, Indonesia memiliki potensi teoretis yang cukup besar untuk memproduksi
energi dari biomassa, yaitu sebesar 50.000 MW. Setiap tahunnya Indonesia
menghasilkan limbah atau sisa buangan pertanian, kehutanan dan perkebunan serta
sampah domestik sebesar 200 juta ton. Berdasarkan perkiraan resmi, sekitar 35%
energi yang dikonsumsi di Indonesia, terutama di wilayah pedesaan, berasal dari
terutama dari kayu bakar.
 Energi surya, sebagai negeri tropis dengan radiasi matahari sebesar 4,8 kWh/m2 dan
300 hari bermatahari setiap tahunnya, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar
untuk memanfaatkan tenaga surya. Sistem photovoltaic (PV), terutama sistem tenaga
surya rumah tangga (SHS, solar home systems), dapat digunakan di wilayah pedesaan
untuk memproduksi listrik bagi kebutuhan penerangan rumah, pompa air, peralatan
telekomunikasi, dan sistem pendingin medis di puskesmas.
 Energi panas bumi (geothermal), menurut perkiraan Kementerian Energi dan
Sumberdaya Mineral (ESDM) negara Indonesia memiliki 217 lokasi panas bumi
potensial, terutama di Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Potensi teoretis panas bumi
Indonesia diperhitungkan sebesar 27.000 MW. Pada akhir tahun 2004 hanya 807 MW
atau sekitar 3% dari potensi tersebut yang telah dimanfaatkan.

Referensi :
Fiyanto, A., dkk. 2010. Batubara Mematikan; Bagaimana Rakyat Indonesia Membayar
Mahal untuk Bahan Bakar Terkotor di Dunia. greenpeace.org/seasia.

Rois, M., & Andrizal. 2018. Dampak Penambangan Batubara terhadap Kualitas Air Sungai
Batang Manggilan di Jorong Sebrang Pasar Kenagarian Manggilang
Kabupaten 50 Kota. Jurnal Geografi, 1(2) : 184-190.

Sabarudi, dkk. 2016. Kebijakan Resolusi Konflik Tambang Batu Bara di Kawasan Hutan di
Kalimantan Timur (Conflict Resolution Policy On Coal Mining Businesses In
Forest Areas In East Kalimantan. Jurnal Analisis Kebijakan, 13(1) : 53-71.

Anda mungkin juga menyukai