Anda di halaman 1dari 6

DISUSUN OLEH

FRANKY BOY
VIKHA RIAHNA
ERLIASNA BR BARUS
RESTU PRAYOGI
RINALDI BARUS

SMA NEGERI 1 BARUS JAHE


ANATOLIA PRASEJARAH DAN TRAKIA TIMUR
Semenanjung Anatolia adalah salah satu wilayah berpenduduk yang tertua di dunia.
Berbagai populasi Anatolia kuno menetap di Anatolia, dimulai pada periode Neolitikum
hingga ditaklukkan oleh Alexander Agung. Bahasa yang digunakan adalah bahasa
Anatolia, cabang bahasa dari rumpun bahasa Indo-Eropa. Bahkan, para peneliti telah
mengusulkan Anatolia sebagai pusat hipotesis, di mana bahasa Indo-Eropa menyebar.
Bagian wilayah Turki di Eropa disebut Trakia Timur. Wilayah ini tidak berpenduduk
sejak empat ribu tahun yang lalu, dan memasuki masa Neolithikum sekitar tahun 6000
SM dengan penduduknya yang mulai bercocok tanam.
Göbekli Tepe adalah sebuah situs yang dikenal sebagai struktur tempat suci tertua yang
dibuat oleh manusia sekitar 10.000 SM, sementara Çatalhöyük yang merupakan
pemukiman Neolitikum dan Kalkolitikum di Anatolia selatan, sekitar tahun 7500 SM
sampai 5700 SM.
Pada Juli 2012, kedua situs ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO.
Pemukiman di Troya dimulai pada Zaman Neolitikum dan terus berlanjut sampai Zaman
Besi.
Catatan penduduk Anatolia yang paling awal adalah Bangsa Hatti dan Bangsa Huri,
bangsa-bangsa non-Indo-Eropa yang dihuni Anatolia tengah dan timur, masing-masing
pada awal 2300 SM. Bangsa Het datang ke Anatolia pada tahun 2000-1700 SM.
Kerajaan besar pertama di daerah tersebut didirikan oleh bangsa Het, dari abad
kedelapan belas hingga abad ke-13 SM. Asiria menaklukkan wilayah bagian tenggara
Turki dan menetap di sana pada awal 1950 SM sampai tahun 612 SM.
Setelah runtuhnya kerajaan Het pada tahun 1180 SM, Kerajaan Frigia berkuasa di
Anatolia sampai kerajaan mereka dihancurkan oleh Suku Kimmeri pada abad ke-7 SM

NTIKUITAS DAN PERIODE BIZANTIUM


Sekitar tahun 1200 SM, pantai Anatolia dikuasai oleh suku Aiolia dan suku Ionia
Yunani. Banyak kota-kota penting yang didirikan, seperti Miletos, Ephesos, Smirna, dan
Bizantium, dan yang terakhir didirikan adalah Megara pada tahun 657 SM. Negara
pertama yang disebut Armenia oleh wilayah lain adalah negara dinasti Orontid Armenia,
yang termasuk bagian dari Turki timur yang dimulai pada abad ke-6 SM. Di Turki barat
daya, kelompok suku yang paling berpengaruh di Trakia adalah suku Odyrisia, yang
didirikan oleh Teres I.
Anatolia ditaklukkan oleh Kekaisaran Akhemeniyah dari Persia selama abad ke-6 dan
ke-5 SM lalu kemudian jatuh ke tangan Aleksander Agung pada tahun 334 SM, yang
menyebabkan meningkatnya homogenitas kebudayaan dan Helenisasi di wilayah
tersebut. Setelah kematian Aleksander pada tahun 323 SM, Anatolia kemudian dibagi
menjadi beberapa kerajaan Helenistik, yang semuanya menjadi bagian dari Republik
Romawi pada pertengahan abad ke-1 SM.
Proses Helenisasi yang dimulai dengan penaklukan Aleksander dipercepat saat berada di
bawah kekuasaan Romawi, sehingga pada awal abad Masehi bahasa Anatolia dan
budaya setempat telah punah digantikan oleh bahasa Yunani. Pada tahun 324,
Konstantinus I memilih Bizantium menjadi ibu kota baru Kekaisaran Romawi, kemudian
diubah menjadi Roma Baru. Setelah kematian Theodosius I pada tahun 395 dan
pembagian permanen Kekaisaran Romawi antara kedua putranya, Konstantinopel
menjadi ibu kota Kekaisaran Bizantium, yang akan memerintah sebagian besar wilayah
Turki sampai Akhir Abad Pertengahan.

SELJUK DAN KESULTANAN UTSMANIYAH


Dinasti Seljuk adalah cabang dari Kinik Oğuz Turki yang tinggal di Khagan Yabghu
wilayah persekutuan Oğuz, sebelah utara Laut Kaspia dan Laut Aral, pada abad ke-9.
Pada abad ke-10, bangsa Seljuk mulai bermigrasi dari tanah air leluhur mereka ke Persia,
yang menjadi awal dari Kesultanan Seljuk Raya.
Pada paruh kedua abad ke-11, Seljuk mulai menembus ke wilayah timur Anatolia. Pada
1071, Seljuk Turk mengalahkan Bizantium dalam Pertempuran Manzikert, sekaligus
dimulainya Turkifikasi di wilayah tersebut, bahasa Turki dan Islam diperkenalkan ke
Anatolia secara bertahap menyebar dan transisi yang lambat dari Anatolia yang
didominasi Kristen dan berbahasa Yunani menjadi didominasi Muslim dan berbahasa
Turki yang terus berlangsung.
Pada tahun 1243, tentara Seljuk dikalahkan oleh bangsa Mongol, menyebabkan kekuatan
Dinasti Seljuk perlahan-lahan hancur. Salah satu beylik yang diperintah oleh Osman I
kelak selama 200 tahun ke depan akan mengembangkannya menjadi Kesultanan
Utsmaniyah, serta memperluas wilayah ke seluruh Anatolia, Balkan, Levant dan Afrika
Utara. Pada tahun 1453, Kekaisaran Utsmaniyah menaklukkan Kekaisaran Bizantium
dengan menguasai ibu kotanya, Konstantinopel.
Pada tahun 1514, Sultan Selim I (1512-1520) berhasil memperluas wilayah perbatasan
selatan dan timur dengan mengalahkan Shah Ismail I dari dinasti Safawiyah dalam
Pertempuran Chaldiran. Pada 1517, Selim I memperluas pemerintahan Ottoman ke
Aljazair dan Mesir, dan menciptakan angkatan laut di Laut Merah.
Selanjutnya, persaingan dimulai antara pihak Utsmaniyah dan kerajaan Portugis untuk
menjadi kekuatan laut yang dominan di Samudra Hindia, dengan berbagai pertempuran
angkatan laut di Laut Merah, Laut Arab dan Teluk Persia. Kehadiran Portugis di
Samudera Hindia itu dianggap sebagai ancaman bagi monopoli Utsmaniyah atas rute
perdagangan kuno antara Asia Timur dan Eropa Barat (dikenal dengan nama Jalan
Sutera). Monopoli ini semakin terganggu menyusul penemuan Tanjung Harapan oleh
penjelajah Portugis Bartolomeu Dias pada tahun 1488, yang berdampak cukup besar
terhadap perekonomian Utsmaniyah.
Kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah dan prestisi mencapai puncaknya pada abad ke-16
dan ke-17, khususnya selama pemerintahan Suleiman I. Kesultanan ini sering berseteru
dengan Kekaisaran Romawi Suci. Di laut, Angkatan Laut Utsmaniyah berseteru dengan
beberapa Liga Kudus (saat itu terdiri dari Habsburg Spanyol, Republik Genoa, Republik
Venesia, Knights of St John, Negara-negara Kepausan, Grand Duchy of Tuscany dan
Kadipaten Savoy) untuk mengendalikannya dari Laut Mediterania. Di timur, Utsmaniyah
yang kadang-kadang berperang dengan pihak Safawiyah Persia atas konflik yang timbul
dari sengketa teritorial atau perbedaan agama antara abad ke-16 dan abad ke-18.
Dimulai pada awal abad ke-19 dan seterusnya, Kesultanan Utsmaniyah mulai melemah.
Seperti wilayah, kekuatan militer dan kekayaan yang menurun, bahkan banyak Muslim
Balkan yang bermigrasi ke jantung Kekaisaran di Anatolia, bersama dengan bangsa
Sirkassia yang melarikan diri dari penaklukan Rusia di Kaukasus. Melemahnya
Kesultanan Utsmaniyah menyebabkan meningkatnya sentimen nasionalis di antara
masyarakat yang menyebabkan peningkatan ketegangan etnis yang kadang-kadang
berubah menjadi kekerasan, seperti pembantaian etnis Hamid.
Kesultanan Utsmaniyah memasuki Perang Dunia I di sisi Blok Sentral dan akhirnya
kalah. Selama perang, diperkirakan 1.500.000 warga Armenia dideportasi dan dibunuh
saat Genosida Armenia berlangsung. Pemerintah Turki menyangkal bahwa terdapat
Genosida Armenia dan mengklaim bahwa Armenia hanya dipindahkan dari zona perang
timur.
Pembantaian besar-besaran juga dilakukan terhadap kelompok minoritas lainnya seperti
bangsa Yunani dan bangsa Assyria. Setelah Gencatan Senjata Mudros pada tanggal 30
Oktober 1918, kemenangan Blok Sekutu berusaha untuk membagi wilayah Utsmaniyah
melalui Persetujuan Sèvres pada tahun 1920.
EPUBLIK TURKI
Pendudukan Konstantinopel dan Smyrna oleh Sekutu pada masa setelah Perang Dunia I
mendorong pembentukan Gerakan Nasional Turki. Di bawah kepemimpinan Mustafa
Kemal Pasha, seorang komandan militer yang telah membedakan dirinya selama
Pertempuran Gallipoli, Perang Kemerdekaan Turki dilancarkan dengan tujuan mencabut
ketentuan Persetujuan Sèvres.
Pada 18 September 1922, tentara pendudukan dikalahkan, dan rezim Turki yang berbasis
di Ankara, yang menyatakan diri sebagai pemerintah yang sah pada bulan April 1920,
mulai meresmikan transisi hukum dari Utsmaniyah yang lama ke sistem politik Republik
yang baru. Pada tanggal 1 November, parlemen baru didirikan dan secara resmi
menghapuskan sistem Kesultanan, sehingga mengakhiri 623 tahun pemerintahan
Utsmaniyah. Perjanjian Lausanne tanggal 24 Juli 1923 mendapat pengakuan
internasional terhadap kedaulatan negara "Republik Turki" yang baru dibentuk sebagai
negara penerus dari Kesultanan Utsmaniyah, dan secara resmi dinyatakan pada tanggal
29 Oktober 1923 di Ankara, ibu kota Turki yang baru.
Perjanjian Lausanne menetetapkan adanya pertukaran populasi antara Yunani dan Turki,
dimana 1,1 juta orang Yunani meninggalkan Turki menuju Yunani dan 380.000 umat
Muslim dipindahkan dari Yunani ke Turki. Mustafa Kemal menjadi Presiden pertama
dan kemudian melakukan banyak reformasi radikal dengan tujuan mengubah negara
Utsmaniyah-Turki menjadi republik sekuler baru.[46] Dengan adanya UU Pemberian
Julukan tahun 1934, Parlemen Turki memberikan gelar Atatürk (Bapak Bangsa Turki)
kepada Mustafa Kemal.
Turki tetap netral selama Perang Dunia II, namun masuk pada saat akhir perang di pihak
Sekutu pada tanggal 23 Februari 1945. Pada tanggal 26 Juni 1945, Turki menjadi
anggota piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.[4] Setelah perang, Yunani menghadapi
kesulitan dalam mengatasi pemberontakan komunis, bersamaan dengan tuntutan Uni
Soviet untuk membangun pangkalan militer di Selat Turki. Hal itu mendorong Amerika
Serikat untuk menyatakan Doktrin Truman pada tahun 1947, untuk menjamin keamanan
Turki dan Yunani. Yunani dan Turki tergabung dalam Rencana Marshall dan OEEC
untuk membangun kembali ekonomi Eropa pada tahun 1948, dan kemudian menjadi
anggota pendiri OECD pada tahun 1961.
Setelah ikut serta dengan pasukan PBB dalam Perang Korea, Turki bergabung dengan
NATO pada tahun 1952, dan menjadi benteng untuk melawan ekspansi Soviet ke
Mediterania. Setelah satu dekade kekerasan antarkomunitas Siprus dan kudeta di Siprus
pada 15 Juli 1974 yang dilakukan organisasi paramiliter EOKA B, untuk menggulingkan
Presiden Makarios III dan menerapkan pro-Enosis (persatuan dengan Yunani) dengan
Nikos Sampson sebagai diktator, Turki menginvasi Siprus pada tanggal 20 Juli 1974.
Sembilan tahun kemudian, Republik Turki Siprus Utara, yang hanya diakui oleh Turki,
didirikan.

Periode sistem satu partai berakhir pada tahun 1945. Hal ini diikuti oleh transisi menjadi
demokrasi multipartai selama beberapa dekade mendatang, yang terganggu oleh kudeta
militer pada tahun 1960, 1971, 1980 dan 1997. Pada tahun 1984, kelompok separatis
Kurdi (PKK) memulai kampanye perlawanan terhadap pemerintah Turki, yang sampai
saat ini telah merenggut lebih dari 40.000 jiwa. Namun, proses perdamaian sedang
berlangsung. Sejak liberalisasi ekonomi Turki selama tahun 1980, negara ini telah
mengalami pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik yang kuat. Pada tahun 2013,
sejumlah protes terjadi di banyak provinsi di Turki, yang dipicu oleh rencana untuk
menghancurkan Taman Taksim Gezi.

Anda mungkin juga menyukai