Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
1
1. Untuk penulis sendiri makalah ini bermanfaat untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan dosen kepada mahasiswa.
2. Untuk orang lain makalah ini dapat menjadi sumber referensi untuk menjadi
bahan penulisan lebih lanjut.
3. Untuk ilmu pengetahuan makalah ini dapat memperkaya pengetahuan terkait
dengan globalisasi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
b. Malcom Waters : Globalisasi adalah sebuah proses sosial yang berakibat bahwa
pembatasan geografis pada keadaan sosial budaya menjadi kurang penting, yang
terjelma didalam kesadaran orang .
c. Emanuel Ritcher: Globalisasi adalah jaringan kerja global secara bersamaan
menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencar – pencar dan terisolasi kedalam
saling ketergantungan dan persatuan dunia .
d. Achmad Suparman: Globalisasi adalah sebuah proses menjadikan sesuatu benda atau
perilaku sebagai ciri dan setiap individu di dunia ini tampa dibatasi oleh wilayah .
e. Martin Albrown: Globalisasi menyangkut seluruh proses dimana penduduk dunia
terhubung ke dalam komunitas dunia tunggal, komunitas global .
f. Laurence E. Rothenberg : Globalisasi adalah percepatan dan intensifikasi interaksi
dan integrasi antara orang-orang, perusahaan, dan pemerintah dari negarayang
berbeda.
g. Selo Soemardjan : globalisasi adalah suatu proses terbentuknya sistem organisasidan
komunikasi antarmasyarakat di seluruh dunia. Tujuan globalisasi adalahuntuk
mengikuti sistem dan kaidah-kaidah tertentu yang sama misalnya terbentuknya PBB,
OKI
h. Scholte: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional.Dalam
hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing,
namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
i. KESIMPULAN: Globalisasi secara singkat adalah ” Sebuah proses dimana antar
individu / kelompok menghasilkan suatu pengaruh terhadap dunia “
4
5) Keberhasilan perjuangan prodemokrasi di beberapa negara di dunia
sedikit banyak memberi inspiransi bagi munculnya tuntutan
tranparansi dan globalisasi di sebuah negara.
6) Meningkatnya peran dan fungsi lembaga-lembaga internasional.
7) Perkembangan HAM.
b. Faktor Intern
Faktor intern munculnya globalisasi berasal dalam negeri. Berikut faktor-
faktor intern tersebut.
1) ketergantungan sebuah negara terhadap negara-negara lain di dunia.
2) Kebebasan pers.
3) Berkembangnya transparansi dan demokrasi pemerintahan.
4) Munculnya berbagai lembaga politik dan lembaga awadaya
masyarakat.
5) Berkembangnya cara berpikir dan semakin majunya pendidikan
masyarakat.
a. Memperoleh informasi dan penambahan ilmu pengetahuan alam maupun sosial akan
mudah dijangkau bagi setiap individu di berbagai belahan dunia manapun
b. Jalinan komunikasi akan semakin mudah dan semakin canggih
c. Mobilitas yang tinggi akan memudahkan siapapun di era globalisasi akan mudah
dalam melakukan perjalanan baik perjalanan jauh maupun perjalanan pendek dengan
adanya alat transportasi yang semakin beragam
d. Sikap kosmopolitan ataupun toleransi antara satu individu dengan yang individu lain
akan meningkat
e. Perkembangan ekonomi, sosial dan budaya dengan globalisasi ini akan membawa
individu semakin semangat dalam meningkatkan potensi dirinya
f. Pemenuhan kebutuhan yang semakin kompleks dan tidan terbatas sedikit demi sedikit
akan mulai terpenuhi secara berkala pada era globalisasi
5
Dampak Negatif:
2. Segala informasi tidak tersaring untuk informasi baik maupun informasi buruk
4. Lebih condong pada budaya barat sehingga budaya pribadi sering ditinggalkan
5. Sikap individualis dan menutup diri sering terjadi pada individu yang mengikuti arus
globalisasi secara terus-menerus
Remaja yang menjadi korban paling banyak dalam globalisasi ini. Gaya hidup
“pop” yang mulai membudaya semakin memperburuk keadaan moral remaja.
Sekarang ini, tawuran antar pelajar sudah menjadi berita yang biasa. Pornografi dan
kekerasan yang mereka lakukan juga tak luput merupakan efek dari globalisasi ini.
Canggihnya koneksi akses internet tanpa batas semakin mempermudah para remaja
untuk terjangkit dampak negatif itu. Remaja saat ini juga lebih mementingkan
penampilan semata. Mereka menjadi korban iklan dan mode yang sebenarnya
merupakan penjajahan besar-besaran. Akan tetapi sayangnya hanya sedikit sekali
diantara mereka yang menyadari semua itu. Kebanyakan dari mereka justru terbawa
arus hedonisme. Pendidikan seakan-akan bukan lagi menjadi kebutuhan, namun
hanya menjadi pelengkap saja.
6
B. Dampak globalisasi dalam beragama
Di sisi lain, dengan adanya globalisasi ini, ada perkembangan bidang agama
juga yang cukup menguntungkan. Misalnya saja dalam kaitannya dengan teknologi
bidang astronomi. Ilmu pengetahuan astronomi yang semakin berkembang
memudahkan para ulama dalam menetapkan waktu-waktu hari besar dan sebagainya
7
D. Dampak Globalisasi Bidang Sosial Budaya
1. Dampak Negatif Globalisasi Bidang Sosial Budaya
Pengaruh Globalisasi bidang Sosial Budaya yang paling dapat kita rasakan
adalah “Masuknya Budaya Barat” (westernisasi). Budaya barat sangat
bertentangan dengan Bangsa Asia khusunya Indonesia yang dianggap
Budaya Timur. Di era Globalisasi ini, dengan mudahnya Budaya Barat
masuk melalui media internet, tv, ataupun media cetak yang kemudian diserap
oleh banyak anak-anak muda di Indonesia. Hal ini saling berkesinambungan
dengan pengaruh buruk lainnya dari globalisasi.
Bagi Bangsa Indonesia, Masuknya Budaya Barat dapat menyebabkan:
Aculturasi Biasanya ditandai dengan perubahan budaya maupun kebiasaan dalam
masyarakat. Norma masyarakat yang sebelumnya menjadi pedoman bagi
seseorang bertindak perlahan-lahan berubah menjadi tidak dipedulikan lagi.
Misalnya kebiasaan memberikan salam dan mencium tangan pada orang tua sudah
pudar di kalangan generasi muda.
Budaya atau kebiasaan pada masyarakat seperti memberikan salam
dan mencium tangan pada orang tua sudah pudar di kalangan generasi muda
sebagian besar disebabkan oleh masuknya budaya Barat.
Memberi salam atau mencium tangan orang tua sudah tergantikan oleh
“Cipika-Cipiki” yang diperkenalkan budaya Barat. Padahal ini tidak sesuai dengan
Bangsa Timur yang lebih mengedepankan etika dalam bermasyarakat. Terlebih
dalam Agama Islam “Cipika-Cipiki” dianggap dosa bila dengan lawan jenis.
a. Sikap Meniru
Meniru perilaku yang buruk
Banyak sekali adegan dalam film Barat yang tidak sepatutnya dicontoh oleh
kaum muda. Misalnya, perkelahian antar pelajar dan adegan-adegan kekerasan
lainnya serta pelajar yang terintimidasi atau sering ejek dan diganggu dalam sekolah,
sifat tawuran dan saling mengejek Antara sesama pelajar di Indonesia sudah sering
terjadi belakangan ini, padahal kalau kita lihat pada masa-masa lalu tidak ada yang
namanya tawuran maupun saling mengejek Antara pelajar di Indonesia.
Meniru Idola
8
Seseorang yang mengidolakan suatu tokoh seperti aktris/actor atau penyanyi,
pasti ingin sama persis menjadi seperti idolanya, setidaknya dalam hal bergaya atau
berpakaian. Cara berpakaian para aktris/actor atau penyanyi dari barat (luar
Indonesia) sangat bertentangan dengan cara berpakaian di Indonesia bahkan ada yang
bahkan dianggap tak lazim bahkan mungkin dapat dikatakan “gila”. Tapi semua itu
seolah tak berarti dan tak diindahkan oleh kaum muda di Indonesia, dan tetap diikuti.
Cara berpakaian
Barat yang identik dengan liberalisme, sangat bebas dalam berpakaian. Dan
karena tren pakaian dunia berkiblat pada bangsa Barat, maka style/cara berpakaian
bangsa Barat pun perlahan masuk dalam budaya kita dan berpakaian sangat sexy
dengan rok pendek sudah mejadi hal yang lumrah. Padahal berpakaian seperti itu di
Indonesia sangat bertentangan dengan budaya dan adat, apa lagi kalau di masukkan
dalam peraturan agama islam yang mengharuskan kita berpakaian sopan dan menutup
semua aurat kita, jadi ini sangat bertentangan dengan gaya berpakaian orang
Indonesia.
Sekularisme
Selain Masuknya Budaya Barat yang menjadi akar dari semua dampak negatif
Globalisasi bidang sosial budaya, ada unsur lain yang ikut berperan dalam hal ini
yaitu “Kemajuan IPTEK”. Kemajuan IPTEK adalah dampak positif dari globalisasi
dalam bidang Teknologi, namun ini sedikit banyak membawa dampak negatif bidang
Sosial Budaya yang diantaranya melahirkan gaya hidup yang :
9
b. Individualistis
Dulu sosialisasi hanya dapat terjadi jika kita pergi keluar rumah, menyapa
tetangga ataupun mengobrol. Namun dizaman modern ini, hanya dengan duduk
dialam rumah dengan internet, bahkan kita bisa bersosialisasi dengan orang-orang
yang berada sangat jauh. Inilah akar dari individualistis yang tercipta karena tidak
bersosialisasi secara langsung. Hal ini akan sangat merusak karena menciptakan
seseorang dengan sikap yang tidak memperdulikan orang lain selain dirinya.
c. Pragmatisme
Pragmatisme adalah sikap yang menilai sesuatu dari untung ruginya bagi diri
sendiri. Padahal menolong tanpa pamrih adalah pelajaran dasar dalam bermasyarakat.
Tapi semakin majunya jaman, menyebabkan lunturnya nilai-nilai gotong royong dan
tolong-menolong dalam hal-hal kebaikan. Individu lebih mengarahkan pada kegiatan
yang menguntungkan dirinya saja.
d. Materialisme
Materialsme adalah doktrin yang menyatakan bahwa kenyamanan,
kesenangan, dan kekayaan merupakan satu-satunya tujuan atau nilai tertinggi.
materialisme adalah kecenderungan untuk lebih peduli dengan materi dari pada rohani
atau tujuan dan nilai intelektual.
Materialisme adalah pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang
termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata-mata dengan
mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra. Ini sesuai dengan
kaidah dalam bahasa indonesia. Jika ada kata benda berhubungan dengan kata isme
maka artinya adalah paham atau aliran.
Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang
dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas
materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi material. Materi adalah satu-
satunya substansi. Sebagai teori materialisme termasuk paham ontologi monistik.
Materialisme berbeda dengan teori ontologis yang didasarkan pada dualisme atau
pluralisme. Dalam memberikan penjelasan tunggal tentang realitas, materialisme
berseberangan dengan idealisme.
Materialisme tidak mengakui entitas-entitas nonmaterial seperti : roh, hantu,
setan dan malaikat. Pelaku-pelaku immaterial tidak ada. Tidak ada tuhan (Allah) atau
10
dunia adikodrati/supranatural. Realitas satu-satunya adalah materi dan segala sesuatu
merupakan manifestasi dari aktivitas materi. Materi dan aktivitasnya bersifat abadi.
Tidak ada Penggerak Pertama atau Sebab Pertama. Tidak ada kehidupan, tidak ada
pikiran yang kekal. Semua gejala berubah, akhirnya melampaui eksistensi, yang
kembali lagi ke dasar material primordial, abadi, dalam suatu peralihan wujud yang
abadi dari materi.
Jadi materialism tidak mengakui adanya tuhan dan berpikir bahwa semua di
dunia ini hanya materi. Ini bertentangan dengan nilai agama di Indonesia dimana
agama mengatakan ada entitas selain entitas material yaitu roh, jin, setan dan
malaikat, serta meyakini adanya tuhan (Allah).
e. Hedonisme
Hedonisme adalah pandangan hidup atau pola hidup yang menganggap bahwa
kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Bagi para penganut
paham ini, bersenang-senang, pesta pora, dan berpoya-poya merupakan tujuan utama
hidup, entah itu menyenangkan bagi orang lain atau tidak. Karena mereka
beranggapan hidup ini hanya satu kali, sehingga mereka merasa ingin menikmati
hidup senikmat-nikmatnya. di dalam lingkungan penganut paham ini, hidup dijalani
dengan sebebas-bebasnya demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas. Dari
golongan penganut paham inilah muncul Nudisme (gaya hidup bertelanjang).
Pandangan mereka terangkum dalam pandangan Epikuris yang menyatakan,
"Bergembiralah engkau hari ini, puaskanlah nafsumu, karena besok engkau akan
mati".
f. Konsumerisme
Konsumerisme merupakan paham dimana seseorang atau kelompok
melakukan atau menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang barang hasil
produksi secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan
berkelanjutan. Dan inilah hal yang paling sering terjadi seperti berbelanja pakaian
terlalu banyak. Padahal pakaian tersebut tidak semuanya dipakai dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Pengaruh Positif Globalisasi Bidang Sosial Budaya
11
Banyak sekali pengaruh buruk akibat Globalisasi yang kita rasakan. Namun
tentunya masih ada pengaruh positif Globalisasi Bidang Sosial Budaya yang dapat
kita rasakan, atau mungkin bagi sebagian banyak orang sudah mengalaminya.
Meningkatkan pembelajaran mengenai tata nilai sosial budaya, cara hidup,
pola pikir yang baik, maupun ilmu pengetahuan dan teknologi dari bangsa lain yang
telah maju.
Meningkatkan etos kerja yang tinggi, suka bekerja keras, disiplin, mempunyai
jiwa kemandirian, rasional, sportif, dan lain sebagainya.
12
Globalisasi juga makin terjadi oleh adanya integrasi ekonomi dunia.
Berbanding terbalik dengan era sebelumnya, perkonomian global tidak hanya
didasarkan pada pertanian dan industri, melainkan makin didominasi oleh kegiatan
perekonomian tanpa bobot (weightless economy).
Globalisasi merupakan keadaan yang akan sulit terhindarkan. Dunia menjadi
demikian terbuka tanpa proteksi. Dengan globalisasi akan terjadi apa yang disebut era
pasar bebas, yaiutu ketika semua negara dengan bebas memasarkan produknya ke
negara-negara lain dan setiap orang bebas mencari pekerjaan ke negara lain. Semua
itu merupakan tantangan bagi setiap bangsa dan rakyat Indonesia karena kualitas
produk dan sumber daya manusia akan sangat menentukan, apakah dapat bersaing
dengan negara-negara lain lebih maju atau, apakah akan menjadi penonton di negara
sendiri?
13
Terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan
meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan
kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa. Juga
masyarakat mengenal kemajuanteknologi, serta pusat perbelanjaan yang modern
mempermudah masyarakat untuk memperoleh barang yang dibutuhkannya.
14
4. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri
sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang
oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
10. Makin menurunnya sumber daya alam yang vital seperti air, hutan, dan
terjadinya pencemaran global.
15
1. Bidang Politik
Penyebaran nilai-nilai politik barat baik secara langsung atau tidak langsung
dalam bentuk unjuk rasa, demonstrasi yang semakin berani dan terkadang
”mengabaikan kepentingan umum” dengan cara membuat kerusuhan dan anarkis.
Semakin lunturnya nilai-nilai politik yang berdasarkan semangat kekeluargaan,
masyarakat mufakat dan gotong royong. Semakin menguatnya nilai-nilai politik
berdasarkan semangat individual, kelompok, oposisi, rofessi mayoritas atau tirani
minoritas.
2. Bidang Ekonomi.
Berlakunya the survival oe the fittest sehingga siapa yang memiliki modal
yang besar akan semakin kuat dan yang lemah tersingkir. Pemerintah hanya sebagai
regulasi dalam pengaturan ekonomi yang mekanismenya akan ditentukan oleh pasar.
Sektor-sektor ekonomi rakyat yang diberikan subsidi semakin berkurang, koperasi
semakin sulit berkembang, dan penyerapan tenaga kerja dengan pola padat karya
sudah semakin ditinggalkan.
4. Bidang Informasi
Kemajuan iptek dan arus komunikasi global yang makin canggih, cepat, dan
berkapasitas tinggi. Laju pertumbuhan dan akumulasi pengetahuan serta informasi
meningkat sangat cepat secara tajam (eksponensial)
5. Bidang Hukum, Pertahanan dan Keamanan
Semakin menguatnya supremasi rofe, demokratisasi, dan tuntutan terhadap
dilaksanakannya hak-hak asasi manusia. Menguatnya regulasi rofe dan pembuatan
peraturan perundang-undangan yang memihak dan bermanfaat untuk kepentingan
rakyat.
16
Semakin menguatnya tuntutan terhadap tugas-tugas penegak rofe (polisi, jaksa, dan
hakim) yang lebih rofessional, transparan dan akuntabel.
17
diri. Dalam upaya untuk meletakan dasar-dasar masyarakat modern, bangsa Indonesia
bukan hanya menyerap masuknya modal, teknologi, ilmu pengetahuan, dan
ketrampilan, tetapi juga terbawa masuk nilai-nilai sosial politik yang berasal dari
kebudayaan bangsa lain. Yang terpenting adalah bagaimana bangsa dan rakyat
Indonesia mampu menyaring agar hanya nilai-nilai kebudayaan yang baik dan sesuai
dengan kepribadian bangsa saja yang terserap. Sebaliknya, nilai-nilai budaya yang
tidak sesuai apalagi merusak tata nilai budaya nasional mesti ditolak dengan tegas.
Kunci jawaban dari persoalan tersebut terletak pada Pancasila sebagai pandangan
hidup dan dasar negara. Bila rakyat dan bangsa Indonesia konsisten menjaga nilai-
nilai luhur bangsa, maka nilai-nilai atau budaya dari luar yang tidak baik akan tertolak
dengan sendirinya. Cuma, persoalannya, dalam kondisi yang serba terbuka seperti
saat ini justeru jati diri bangsa Indonesia tengah berada pada titik nadir.
Bangsa dan rakyat Indonesia kini seakan-akan tidak mengenal dirinya sendiri
sehingga budaya atau nilai-nilai dari luar baik yang sesuai maupun tidak sesuai
terserap bulat-bulat. Nilai-nilai yang datang dari luar serta-merta dinilai bagus,
sedangkan nilai-nilai luhur bangsa yang telah tertanam sejak lama dalam hati sanubari
rakyat dinilai usang. Lihat saja sistem demokrasi yang kini tengah berkembang di
Tanah Air yang mengarah kepada faham liberalisme. Padahal, negara Indonesia—
seperti ditegaskan dalam pidato Bung Karno di depan Sidang Umum PBB—menganut
faham demokrasi Pancasila yang berasaskan gotong royong, kekeluargaan, serta
musyawarah dan mufakat.
Sistem politik yang berkembang saat ini sangat gandrung dengan faham
liberalisme dan semakin menjauh dari sistem politik berdasarkan Pancasila yang
seharusnya dibangun dan diwujudkan rakyat dan bangsa Indonesia. Terlihat jelas
betapa demokrasi diartikan sebagai kebebasan tanpa batas. Hak asasi manusia (HAM)
dengan keliru diterjemahkan dengan boleh berbuat semaunya dan tak peduli apakah
merugikan atau mengganggu hak orang lain. Budaya dari luar, khususnya faham
liberalisme, telah merubah sudut pandang dan jati diri bangsa dan rakyat Indonesia.
Pergeseran nilai dan tata hidup yang serba liberal memaksa bangsa dan rakyat
Indonesia hidup dalam ketidakpastian. Akibatnya, seperti terlihat saat ini, konstelasi
politik nasional serba tidak jelas. Para elite politik tampak hanya memikirkan
kepentingan dirinya dan kelompoknya semata.
Dalam kondisi seperti itu—sekali lagi—peran Pancasila sebagai pandangan
hidup dan dasar negara memegang peranan penting. Pancasila akan menilai nilai-nilai
18
mana saja yang bisa diserap untuk disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila sendiri.
Dengan begitu, nilai-nilai baru yang berkembang nantinya tetap berada di atas
kepribadian bangsa Indonesia. Pasalnya, setiap bangsa di dunia sangat memerlukan
pandangan hidup agar mampu berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas arah dan
tujuan yang hendak dicapai. Dengan pandangan hidup, suatu bangsa mempunyai
pedoman dalam memandang setiap persoalan yang dihadapi serta mencari solusi dari
persoalan tersebut .
Dalam pandangan hidup terkandung konsep mengenai dasar kehidupan yang
dicita-citakan suatu bangsa. Juga terkandung pikiran-pikiran terdalam dan gagasan
suatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dicita-citakan. Pada akhirnya
pandangan hidup bisa diterjemahkan sebagai sebuah kristalisasi dari nilai-nilai yang
dimiliki suatu bangsa yang diyakini kebenarannya serta menimbulkan tekad bagi
bangsa yang bersangkutan untuk mewujudkannya. Karena itu, dalam pergaulan
kehidupan berbangsa dan bernegara, bangsa Indonesia tidak bisa begitu saja
mencontoh atau meniru model yang dilakukan bangsa lain, tanpa menyesuaikan
dengan pandangan hidup dan kebutuhan bangsa Indonesia sendiri.
19
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Banyak pola hidup negatif akibat Globalisasi seperti konsumerisme,
pragmatism, hedonism, matrealisme dan lain-lain. Semua sikap tersebut akan
melunturnya semangat gotong royong, solidaritas, kepedulian, & kesetiakawanan
sosial serta nilai-nilai agama. Nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan masyarakat,
bangsa dan Negara pun akan pudar karena dianggap tidak ada hubungannya.
terjadinya proses globalisasi dalam aspek sosial terjadi dengan cara melalui berbagai
macam media salah satunya adalah media elektronik seperti televisi,internet,hp dll
baik secara langsung maupun tidak langsung, serta melalui interaksi yang terjadi
dimasyarakat.
Namun juga terdapat beberapa dampak positif yang dapat kita rasakan:
Berdasarkan fakta yang ada, dapat dilihat bahwa terjadi kemerosotan nilai
moral, seperti tingkat kriminalitas yang tinggi, tingkat aborsi yang tinggi, dan lain-
lain. Jika hal-hal seperti ini tidak diperbaiki, hal ini akan menyebabkan rusaknya
generasi masyarakat di masa yang akan datang. Sehingga tidak mungkin zaman akan
berganti lagi seperti zaman jahiliyah dahulu.
Setelah mengungkapkan berbagai macam pengaruh Globalisasi, pengaruhnya
yang merujuk pada sisi negatif yaitu:
1. Aculturasi
2. Individualistis
3. Pragmatis
4. Materialistis
20
5. Hedonism
6. Konsumerisme
Bahwa dampak yang ditimbulkan era globalisasi pada aspek sosial yaitu
terjadi perubahan ciri kehidupan masyarakat desa yang tadinya menjunjung tinggi
gotong royong menjadi individual, serta sifat ingin selalu instant pada diri individu
tersebut.
21
BAB I
PENDAHULUAN
22
1.3 . Tujuan Makalah
1. Mengetahui sejarah pemikiran masyarakat madani.
2. Mengetahui karakteristik ciri-ciri masyarakat madani dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
3. Mengetahui perkembangan masyarakat madani serta bagaimana cara mewujudkan
masyarakat madani di Indonesia.
1.4 Manfaat Penulisan
2. Menambah wawasan baru dan lebih memperdalam teori mengenai masyarakat
madani.
3. Mempelajari karakteristik masyarakat madani agar dapat diterapkan di kehidupan
sehari.
4. Sebagai media untuk mengungkapkan inspirasi untuk mengetahui sejauh mana
sejarah perkembangan masyarakat madani di Indonesia
23
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Masyarakat Madani
Pengertian Masyarakat Madani menurut para ahli:
a. Mun’im (1994) mendefinisikan istilah civil society sebagai seperangkat
gagasan etis yang mengejawantah dalam berbagai tatanan sosial, dan yang paling
penting dari gagasan ini adalah usahanya untuk menyelaraskan berbagai konflik
kepentingan antarindividu, masyarakat, dan negara.
b. Hefner menyatakan bahwa masyarakat madani adalah masyarakat modern
yang bercirikan demokratisasi dalam beriteraksi di masyarakat yang semakin plural
dan heterogen. Dalam keadan seperti ini masyarakat diharapkan mampu
mengorganisasi dirinya, dan tumbuh kesadaran diri dalam mewujudkan peradaban.
Mereka akhirnya mampu mengatasi dan berpartisipasi dalam kondisi global,
kompleks, penuh persaingan dan perbedaan.
c. Mahasin (1995) menyatakan bahwa masyarakat madani sebagai terjemahan
bahasa Inggris, civil society. Kata civil society sebenarnya berasal dari bahasa Latin
yaitucivitas dei yang artinya kota Illahi dan society yang berarti masyarakat. Dari
katacivil akhirnya membentuk kata civilization yang berarti peradaban. Oleh sebab
itu, kata civil society dapat diartikan sebagai komunitas masyarakat kota yakni
masyarakat yang telah berperadaban maju.
d. Istilah madani menurut Munawir (1997) sebenarnya berasal dari bahasa
Arab,madaniy. Kata madaniy berakar dari kata kerja madana yang berarti mendiami,
tinggal, atau membangun. Kemudian berubah istilah menjadi madaniy yang artinya
beradab, orang kota, orang sipil, dan yang bersifat sipil atau perdata. Dengan
demikian, istilah madaniy dalam bahasa Arabnya mempunyai banyak arti. Konsep
masyarakat madani menurut Madjid (1997) kerapkali dipandang telah berjasa dalam
menghadapi rancangan kekuasaan otoriter dan menentang pemerintahan yang
sewenang-wenang di Amerika Latin, Eropa Selatan, dan Eropa Timur.
2.2 Manfaat Masyarakat Madani
Manfaat yang diperoleh dengan terwujudnya masyarakat madani ialah
terciptanya masyarakat Indonesia yang demokratis sebagai salah satu tuntutan
reformasi di dalam negeri dan tekanan-tekanan politik dan ekonomi dari luar negeri.
Di samping itu, melalui masyarakat madani akan mendorong munculnya inovasi-
inovasi baru di bidang pendidikan. Selanjutnya, dengan terwujudnya masyarakat
24
madani, maka persoalan-persoalan besar bangsa Indonesia seperti: konflik-konflik
suku, agama, ras, etnik, golongan, kesenjangan sosial, kemiskinan, kebodohan,
ketidakadilan pembagian "kue bangsa" antara pusat dan daerah, saling curiga serta
ketidakharmonisan pergaulan antarwarga dan lain-lain yang selama Orde Baru lebih
banyak ditutup-tutupi, direkayasa dan dicarikan kambing hitamnya itu diharapkan
dapat diselesaikan secara arif, terbuka, tuntas, dan melegakan semua pihak, suatu
prakondisi untuk dapat mewujudkan kesejahteraan lahir batin bagi seluruh rakyat.
Dengan demikian, kekhawatiran akan terjadinya disintegrasi bangsa dapat dicegah.
Guna mewujudkan masyarakat madani dibutuhkan motivasi yang tinggi dan
partisipasi nyata dari individu sebagai anggota masyarakat. Hal ini intinya
menyatakan bahwa untuk mewujudkan masyarakat madani diperlukan proses dan
waktu serta dituntut komitmen masing-masing warganya untuk mereformasi diri
secara total dan selalu konsisten dan penuh kearifan dalam menyikapi konflik yang
tak terelakan. Tuntutan terhadap aspek ini sama pentingnya dengan kebutuhan akan
toleransi sebagai instrumen dasar lahirnya sebuah konsensus atau kompromi.
2.3 Sejarah Pemikiran Masyarakat Madani
Istilah masyarakat madani dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah civil
society pertama kali dikemukan oleh Cicero dalam filsafat politiknya dengan istilah
societies civilis yang identik dengan negara. Rahadrjo (1997) menyatakan bahawa
istilah civil society sudah ada sejak zaman sebelum masehi. Orang yang pertama kali
mencetuskan istilah civil society adalah Cicero (104-43 SM), sebagai oratur
yunani. Civil society menurut Cicero ialah suatu komunitas politik yang beradab
seperti yang dicontohkan oleh masyarakat kota yang memiliki kode hukum sendiri.
Dengan konsep civility (kewargaan) dan urbanity (budaya kota), maka dipahami
bukan hanya sekadar konsentrasi penduduk, melainkan juga sebagai pusat peradaban
dan kebudayaan.
Filsuf yunani Aristoteles (384-322 M) yang memandang masyarakat sipil
sebagai suatu sistem kenegaraan atau identik dengan negara itu sendiri, pandangan ini
merupakan Fase pertama sejarah wacana civil society, yang berkembang dewasa ini,
yakni masyarakat sivil diluar dan penyeimbang lembaga negara, pada masa ini civil
society dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia
politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam
berbagai percaturan ekonomi-politik dan pengambilan keputusan.
25
Fase kedua, pada tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil
society, dengan konteks sosial dan politik di Skotlandia. Berbeda dengan
pendahulunya, ia lebih menekankan visi etis pada civil society, dalam kehidupan
sosial, pemahaman ini lahir tidak lepas dari pengaruh revolusi industri dan
kapitalisme yang melahirkan ketimpangan sosial yang mencolok.
Fase ketiga, berbeda dengan pendahulunya, pada tahun 1792 Thomas Paine
memaknai wacana civil society sebagai suatu yang berlawanan dengan lembaga
negara, bahkan ia dianggap sebagain anitesis negara, bersandar pada paradigma ini,
peran negara sudah saatnya dibatasi, menurut pandangan ini, negara tidak lain
hanyalah keniscayaan buruk belaka, konsep negera yang absah, menurut pemikiran ini
adalah perwujudkan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi
terciptanya kesejahteraan bersama.
Fase keempat, wacana civil society selanjutnya dikembangkan oleh G.W.F
Hegel (1770-1831 M), Karl Max (1818-1883 M), dan Antonio Gramsci (1891-1837
M). dalam pandangan ketiganya, civil society merupakan elemen ideologis kelas
dominan, pemahaman ini adalah reaksi atau pandangan Paine, Hegel memandang civil
society sebagai kelompok subordinatif terhadap negara, pandangan ini, menurut pakar
politik Indonesia Ryass Rasyid, erat kaitannya dengan perkembangan sosial
masyarakat borjuasi Eropa yang pertumbuhannya ditandai oleh pejuang melepaskan
diri dari cengkeraman dominasi negara.
Fase kelima, wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab Hegelian
yang dikembangkan oleh Alexis dengan Tocqueville (1805-1859), bersumber dari
pengalamannya mengamati budaya demokrasi Amerika, ia memandang civil society
sebagai kelompok penyeimbang kekuatan negara, menurutnya kekuatan politik dan
masyarakat sipil merupakan kekuatan utama yang menjadikan demokrasi Amerika
mempunyai daya tahan yang kuat.
Di Indonesia, pengertian masyarakat madani pertama kali diperkenalkan oleh
Anwar Ibrahim (mantan Deputi PM Malaysia) dalam festival Istiqlal 1995. Oleh
Anwar Ibrahim dinyatakan bahwa masyarakat madani adalah: Sistem sosial yang
subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara
kebebasan perorangan dan kestabilan masyarakat. Masyarakat mendorong daya usaha
serta inisiatif individu baik dari segi pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintahan,
mengikuti undang – undang dan bukan nafsu atau keinginan individu, menjadikan
keterdugaan serta ketulusan.
26
Perjuangan masyarakat madani di Indonesia pada awal pergerakan kebangsaan
dipelopori oleh Syarikat Islam (1912) dan dilanjutkan oleh Soeltan Syahrir pada awal
kemerdekaan (Norlholt, 1999). Jiwa demokrasi Soeltan Syahrir ternyata harus
menghadapi kekuatan represif baik dari rezim Orde Lama di bawah pimpinan
Soekarno maupun rezim Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto, tuntutan perjuangan
transformasi menuju masyarakat madani pada era reformasi ini tampaknya sudah tak
terbendungkan lagi dengan tokoh utamanya adalah Amien Rais dari Yogyakarta.
27
kesetaraan, dan kemandirian serta kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada
orang lain dan menerima perlakuan demokratis dari orang lain.
3. Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-
pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda dalam masyarakat, sikap saling
menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh
orang/kelompok lain.
4. Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat
yang majemuk disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif
dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
5. Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang
proporsiaonal antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap
lingkungannya.
6. Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih
dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga
masyarakat memiliki kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang
bertanggungjawab.
7. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya
keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki
kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
28
dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran dalam hidup berbangsa dan
bernegara.
2. Pandangan reformasi sistem politk demokrasi, yakni pandangan yang
menekankan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah terlalu bergantung pada
pembangunan ekonomi, dalam tataran ini, pembangunan institusi politik yang
demokratis lebih diutamakan oleh negara dibanding pembangunan ekonomi.
3. Paradigma membangun masyarakat madani sebagai basis utama
pembangunan demokrasi, pandangan ini merupakan paradigma alternatif di antara dua
pandangan yang pertama yang dianggap gagal dalam pengembangan demokrasi,
berbeda dengan dua pandangan pertama, pandangan ini lebih menekankan proses
pendidikan dan penyadaran politik warga negara, khususnya kalangan kelas
menengah.
29
masyarakat melalu prinsip pendidikan demokratis, yakni pendidikan dari, oleh dan
untuk warga negara.
Kondisi Indonesia yang dilanda euforia demokrasi, semangat otonomi daerah
dan derasnya globalisasi membutuhkan masyarakat yang mempunyai kemauan dan
kemampuan hidup bersama dalam sikap saling menghargai, toleransi, dalam
kemajemukan yang tidak saling mengeksklusifkan terhadap berbagai
suku, agama, bahasa, dan adat yang berbeda. Kepedulian, kesantunan, dan
setiakawan merupakan sikap yang sekaligus menjadi prasarana yang diperlukan
bangsa Indonesia.
Pengembangan masyarakat madani di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari
pengalaman sejarah bangsa Indonesia sendiri. Kebudayaan, adat istiadat, pandangan
hidup, kebisaan, rasa sepenanggungan, cita-cita dan hasrat bersama sebagai warga dan
sebagai bangsa, tidak mungkin lepas dari lingkungan serta sejarahnya. Keunggulan
bangsa Indonesia, adalah berhasilnya proses akulturasi dan inkulturasi yang kritis dan
konstruktif. Pada saat ini, ada pertimbangan lain mengapa pengembangan masyarakat
madani secara khusus kita beri perhatian.
30
1. Beberapa faktor pendorong timbulnya masyarakat madani:
a. Adanya penguasa politik yang cenderung mendominasi (menguasai)
masyarakat agar patuh dan taat pada penguasa.
b. Masayarakat diasumsikan sebagai orang yang tidak memilkik kemampuan
yang baik (bodoh) dibandingkan dengan penguasa ( pemerintah).
c. Adanya usaha untuk membatasi ruang gerak dari masyarakat dalam
kehidupan poitik. Keadaan ini sangat menyulitkan bagi masyarakat
untuk mengemukakan pendapat, karena ruang publik yang bebaslah individu berada
dalam posisi setara, dan melakukan transaksi.
2. Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di
Indonesia diantaranya :
a. Kualitas Sumber Daya Manusia yang belum memadai karena pendidikan
yang belum merata.
b. Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat.
c. Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter.
d. Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang
terbatas.
e. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar.
f. Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi.
31
pada gilirannya akan menyebabkan peserta didik akan terlepas dari akar budaya dan
masyarakatnya. Demokrasi sendiri adalah suatu bentuk pemerintahan dengan
kekuasaan di tangan rakyat. Dalam perkembangannya, demokrasi bermakna semakin
spesifik lagi yaitu fungsi-fungsi kekuasaan politik merupakan sarana dan prasarana
untuk memenuhi kepentingan rakyat.
Dengan demokrasi, rakyat boleh berharap bahwa masa depannya ditentukan
oleh dan untuk rakyat, sedangkan demokratisasi ialah proses menuju demokrasi.
Tujuan demokratisasi pendidikan ialah menghasilkan lulusan yang merdeka, berpikir
kritis dan sangat toleran dengan pandangan dan praktik-praktik demokrasi.
Generasi penerus sebagai anggota masyarakat harus benar-benar disiapkan
untuk membangun masyarakat madani yang dicita-citakan. Masyarakat dan generasi
muda yang mampu membangun masyarakat madani dapat dipersiapkan melalui
pendidikan. Salah satu cara untuk mewujudkan masyarakat madani adalah melalui
jalur pendidikan, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Generasi penerus merupakan anggota masyarakat madani di masa mendatang.
Oleh karena itu, mereka perlu dibekali cara-cara berdemokrasi melalui demokratisasi
pendidikan. Dengan demikian, demokratisasi pendidikan berguna untuk menyiapkan
peserta didik agar terbiasa bebas berbicara dan mengeluarkan pendapat secara
bertanggung jawab, turut bertanggung jawab, terbiasa mendengar dengan baik dan
menghargai pendapat orang lain, menumbuhkan keberanian moral yang tinggi,
terbiasa bergaul dengan rakyat, ikut merasa memiliki, sama-sama merasakan suka dan
duka dengan masyarakatnya, dan mempelajari kehidupan masyarakat. Kelak jika
generasi penerus ini menjadi pemimpin bangsa, maka demokratisasi pendidikan yang
telah dialaminya akan mengajarkan kepadanya bahwa seseorang penguasa tidak boleh
terserabut dari budaya dan rakyatnya, pemimpin harus senantiasa mengadakan kontak
dengan rakyatnya, mengenal dan peka terhadap tuntutan hati nurani rakyatnya, suka
dan duka bersama, menghilangkan kesedihan dan penderitaan-penderitaan atas
kerugian-kerugian yang dialami rakyatnya. Upaya ke arah ini dapat ditempuh melalui
demokratisasi pendidikan. Dengan komunikasi struktural dan kultural antara pendidik
dan peserta didik, maka akan terjadi interaksi yang sehat, wajar, dan bertanggung
jawab.
32
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Masyarakat madani bermakna ganda yaitu suatu tatanan masyarakat yang
menekankan pada nilai-nilai: demokrasi, transparansi, toleransi, potensi, aspirasi,
motivasi, partisipasi, konsistensi, komparasi, koordinasi, simplifikasi, sinkronisasi,
integrasi, emansipasi, dan hak asasi. Masyarakat madani merupakan sistem sosial
yang subur berdasarkan prinsip-prinsip moral yang menjamin kesimbangan antara
kebebasan individu dengan kestabila masyarakat, inisiatif dari individu dan
masyarakat akan berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan
undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu.
2. Masyarakat madani memiliki karakteristik Free public sphere (ruang
publik yang bebas), Demokratisasi, Toleransi, Pluralisme, Keadilan sosial (social
justice), Partisipasi sosial, Supremasi hukum.
3. Perwujudan masyarakat madani ditandai dengan karakteristik masyarakat
madani, diantaranya wilayah publik yang bebas, demokrasi, toleransi, kemajemukan
dan keadilan sosial. Strategi membangun masyarakat madani di indonesia dapat
dilakukan dengan integrasi nasional dan politik, reformasi sistem politik demokrasi,
pendidikan demokratisasi dan penyadaran politik.
3.2 Saran
Sebaiknya penerapan masyarakat madani di Indonesia dapat lebih
dikembangkan dalam aspek pendidikan, politik, sosial, dan budaya danmasyarakat
madani perlu segera diwujudkan karena bermanfaat untuk meredam berbagai tuntutan
reformasi dari dalam negeri maupun tekanan-tekanan politik dan ekonomi dari luar
negeri sehingga dapat tecapainya cita-cita sesuai dengan harapan masyarakat madani.
Masyarakat Madani yang diidamkan bukan semata-mata milik suatu
komunitas tertentu, tetapi itu merupakan pemaknaan dari sebuah pemahaman tentang
civil society. Dengan demikian, di Indonesia diharapkan dapat menegakkan hukum
yang sehat dan demokrasi. Masyarakat juga harus mengontrol kinerja pemerintah dan
para wakilnya, agar tidak bertentangan dengan kehendak masyarakat madani. Baik
menjadi anggota masyarakat madani maupun perangkat negara hendaknya dapat
mewujudkan demokrasi.
33
DAFTAR PUSTAKA
Azizi, A Qodri Abdillah. 2000. Masyarakat madani Antara Cita dan Fakta: Kajian
Historis-Normatif. Dalam Ismail SM dan Abdullah Mukti, Pendidikan Islam, Demokratisasi
dan Masyarakat Madani. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Daliman, A. 1999. Reorientasi Pendidikan Sejarah melalui Pendekatan Budaya
Menuju Transformasi Masyarakat Madani dan Integrasi Bangsa, Cakrawala
Pendidikan. Edisi Khusus Mei Th. XVIII No. 2.
Ismail SM. 2000. Signifikansi Peran Pesantren dalam Pengembangan Masyarakat
madani. Dalam Ismail SM dan Abdullah Mukti, Pendidikan Islam, Demokratisasi dan
Masyarakat Madani. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Madjis, N. 1977. Dinamika Budaya Pesisir dan Pedalaman: Menumbuhkan
Masyarakat Madani, dalam HMI dan KAHMI Menyongsong Perubahan Menghadapi
Pergantian Zaman. Jakarta: Majelis Nasional KAHMI.
Marzuki. 1999. Membangun Masyarakat Madani melalui Pendidikan Islam Sebuah
Refleksi Pendidikan Nasional, Cakrawala Pendidikan. Edisi Khusus Mei Th. XVIII No. 2.
Rahardjo, D. 1997. Relevansi Iptek Profetik dalam Pembangunan Masyarakat
Madani, Academika, Vol. 01, Th. XV, halaman 17-24.
Suwardi, 1999. Demokratisasi Pendidikan dalam Pengajaran Pragmatik Sastra
Sebagai Wahana Penciptaan "Masyarakat Madani" Cakrawala Pendidikan, Edisi Khusus
Mei. Th. XVIII, No. 2.
Ubaedillah, Abdul Rozak.2008., Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: ICCE UIN,
Syarif Hidayatullah.
Retno Lisyarti, Setiadi.2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Erlangga : PT. Gelora
Aksara Pratama
34