PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui klasifikasi hadits berdasarkan kuantitas
periwayatannya
1.3.2 Untuk mengetahui klasifikasi hadits berdasarkan sumber
penyandarannya
1.3.3 Untuk mengetahui klasifikasi hadits berdasarkan kualitasnya
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Rahman, Facthur. Ikhtishar Mushtalatul Hadis. (Bandung: PT Alma’arif.1991). Hlm 59
3
menentukan minimal rawinya berjumlah 40 orang, berdasar QS. Al-Anfal 64,
yaitu jumlah orang mukmin ketika itu.
Hadits mutawatir ma’nawi ialah hadits yang berbeda bunyi lafalnya dari
beberapa jalur periwayatan, tetapi mempunyai kesamaan dalam hal makna, isinya
mengandung suatu hal, suatu sifat, atau suatu perbuatan. Misalnya hadits yang
2
Ibid. Hal : 60-62
4
menjelaskan tentang Nabi Muhammad mengangkat tangannya ketika berdo’a.3 Ada
sekitar 100 hadits yang menceritakan hal tersebut, tetapi mempunyai versi lafal yang
berbeda.4
Jalal ad-Din ‘Abd al-Rahman ibn Abi Bakr al-Suyuthi dalam
kitabnya Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib an-Nawawi, mendefinisikan
hadits mutawatir ma’nawi sebagai berikut:
.ان ينقل جماعة يستحيل تواطؤهم على الكذب وقائع مختلفة تشترك في امر
“Hadits yang dinukilkan oleh banyak orang yang menurut adat mustahil
mereka bersepakat untuk berdusta atas kejadian yang berbeda-beda tetapi
bertemu pada titik persamaan”.
Contoh hadits mutawatir ma’nawi adalah hadits-hadits tentang
mengangkat tangan ketika berdo’a yang diriwayatkan dalam lebih dari 100
hadits. Meskipun redaksi hadits berlainan tetapi isinya sama. Demikian pula
hadits tentang rukyat, bilangan rakaat dalam shalat, membaca al-qur’an dengan
nyaring pada waktu shalat maghrib, isya’, subuh, tawaf di baitullah, melempar
jumrah, melakuan sya’i, antara shafa dan marwah, dan manasik haji lainnya. 5
Hadits tentang mengangkat tangan ketika berdo’a tersebut adalah.
3
M. Alfatih Suryadilaga, Ulumul Hadits, (Yogyakarta: Teras, 2010), h. 228.
4
Ibrahim Dasuki As-Syahrawi, Musthalah Al-Hadits (Mesir: Syirkah At-Thiba’ah Al-
Fanniyah Al-Muttahidah, t. th), h. 10.
5
Idri, Op. Cit., h. 139.
5
2.1.2 Hadits Ahad
Ahad jamak dari “Ahada”, menurut bahasa “al-wahid” yang
berarti satu.Dengan demikian hadis ahad adalah Hadis yang diriwayatkan
oleh satu orang. Sedangkan Hadis ahad menurut istilah dan banyak
didefinisikan oleh para ulama adalah sebagai berikut:
“Hadits yang mempunyai jalan yang terhingga, tetapi lebih dari dua jalan
dan tidak sampai kepada batas hadits yang mutawatir.” Hadits ini dinamakan
masyhur karena popularitasnya di masyarakat, walaupun tidak mempunyai
sanad sama sekali, baik berstatus shahih atau dha’if.
Contohnya:
6
“Bagi siapa yang hendak pergi melaksanakan shalat jum’at, hendaknya ia
mandi”. (HR. Bukhari).
“Hadits yang diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua orang rawi
tersebut terdapat pada satu thabaqat saja, kemudian setelah itu, orang-orang
pada meriwayatkannya.”
Jadi hadits aziz tidak hanya diriwayatkan oleh dua orang rawi pada setiap
thabaqah, yakni sejak dari thabaqah pertama sampai terakhir harus terdiri dari
dari dua oprang, tetapi selagi salah satu thabaqah (lapisannya) saja, didapati
dua orang rawi, sudah bisa dikatakan hadits aziz.
Contohnya:
b. Hadits Gharib
Hadits Gharib dita’rifkan sebagai berikut:
7
Sedangkan gharib nisby ialah apabila penyendirian itu mengenai sifat-
sifat atau keadaan tertentu seorang rawi. Dan hal ini mempunyai beberapa
kemungkinan, misalnya tentang sifat keadilan dan kedlabitan (ketsiqahan)
rawi tertentu, istilah-istilah muhadditsin yang bersangkutan dengan hadits
gharib, cara-cara untuk menetapkan kaghariban hadits (I’tibar).
Contohnya :
8
ilmu Hadits dan Ushul Fiqh. Para muhaqqin menetapkan bahwa Hadits Ahad
yang shahih diamalkan dalam bidang amaliah, baik masalah-masalah ubudiyah
maupun masalah-masalah mu'amalah, tidak di dalam bidang aqidah/keimanan,
karena keimanan atau keyakinan harus ditegakkan atas dasar atau dalil yang
qath'i, sedangkan Hadits Ahad hanya memberikan faedah dhanni. Oleh karena
itu, mempercayai suatu i'tikad yang hanya berdasarkan dalil dhanni tidak dapat
dipersalahkan. Dan Hadits Ahad tidak dapat menghapuskan hukum dari al-
Qur'an, karena al-Qur'an adalah Mutawatir, demikian pendapat imam Syafi'i.
Dan menurut Ahlu al-Dhahir (pengikut madzhab ad-Dahahiri) bahwa Hadits
Ahad juga tidak boleh dipakai untuk mentakhsiskan ayat-ayat al-Qur'an yang
'am, pendapat ini dikuti oleh sebagian ulama' pengikut Hambali.
6
Syaikh Manna Al-Qaththan.,Pengantar Studi Ilmu Hadits (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar,
2005).hal.25
9
c. Hadist Qudsi mempunyai lafadz berasal dari Nabi Muhammad SAW tapi
maknanya dari Allah SWT, tidak berkala dan dinisbatkan kepada Allah
SWT.
Jumlah Hadîts-Hadîts Qudsiy dibandingkan dengan jumlah hadits-hadits
Nabi, maka Hadîts Qudsiy bisa dibilang tidak banyak. Jumlahnya lebih sedikit
dari 200 hadits. Contoh Hadits Qudsiy seperti hadits yang diriwayatkan Imam
Muslim di dalam kitab Shahîh-nya dari Abu Dzarr radliyallâhu ‘anhu dari Nabi
Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam pada apa yang diriwayatkan beliau dari Allah
Ta’ala bahwasanya Dia berfirman,
7
Syaikh Manna Al-Qaththan.,Pengantar Studi Ilmu Hadits (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar,
2005).hal.28
10
b) Marfu fi’liy, yaitu Hadis yang disandarkan kepada Nabi saw berupa
perbuatan. Misalnya, sahabat Nabi saw, tabi’in, atau yang lainnya,
berkata: “Rasulullah saw melakukan demikian…”
c) Marfu’ taqriri, yaitu Hadis yang disandarkan kepada Nabi saw berupa
ketetapan. Misalnya, sahabat Nabi saw, tabi’in, atau yang lainnya,
berkata: “Telah dilaksanakan dihadapan Nabi saw demikian…”, serta
tidak ada yang meriwayatkan bahwa perbuatan itu diingkarinya.
d) Marfu’ washfiy, yaitu Hadis yang disandarkan kepada Nabi saw seputar
akhlaknya. Misalnya, sahabat Nabi saw atau siapa saja, mengatakan:
“Rasulullah saw merupakan manusia yang paling baik akhlaknya.”
2.2.3 Mawquf
َ َ َوقyang berarti
Secara bahasa, mauquf merupakan isim maf’ul dari kata ف
berdiam atau berdiri. Secara etimologi Al-Mauquf ( ) الموقوفberasal dari kata
waqafa ( ) وقفyang berarti berhenti. Seakan-akan perawi menghentikan
sebuah hadits pada shahabat. Beberapa ulama hadis memberikan terminologi
hadis Mauquf sebagai berikut :
“Yaitu segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat dalam bentuk
perkataan,perbuatan, atau taqrir beliau, baik sanadnya muttashil atau
munqathi.” atau “Sesuatu yang disandarkan kepada sahabat berupa
perkataan, perbuatan, atupun taqrir beliau.”
Hadits mauquf dapat disifati hadits shahih atau hasan tetapi tidak ada
kewajiban untuk menjalankannya, tetapi boleh dijadikan sebagai penguat
dalam beramal karena sahabat dalam hal ini hanya berkata atau berbuat yang
dibenarkan oleh Rasulullah SAW.8
Pembagian Hadis Mauquf menjadi tiga macam:
a) Mauquf qauli. Perhatikan ungkapan Imam Ali bin Abi Thalib ra. berikut:
8
Syaikh Manna Al-Qaththan.,Pengantar Studi Ilmu Hadits (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar,
2005).hal.29
11
b) Mauquf fi’il. Contohnya adalah perbuatan Imam Ibnu Abbas ketika dia
menjadi imam, padahal sebelumnya dia bertayamum. Hadits ini secara engkap
sebagai berikut:
“Debu yang bersih adalah air wudhunya orang musim yang cukup baginya
dari (menggunakan) air. Imam al-Hasan berkata: ‘Tayamum mencukupinya
(dari wudhu) selama dia tidak berhadas. Imam Ibnu Abbas pun menjadi imam
sedang dia (sebelumnya) tayamum.”(HR. al-Bukhari).
c) Mauquf Taqriri. Contohnya adalah uangkapan sebagian tabi’in berikut ini:
2.2.4 Maqthu
Secara bahasa, maqthu’ merupakan bentuk isim maf’ul dari kata َق َط ََعyang
berarti gugur atau terputus. Kata ini merupakan lawan dari kata َص َل
َ َوyang
berarti bersambung.
Sedangkan, secara istilah adalah "Sesuatu yang disandarkan pada Tabiin
baik perkataan maupun perbuatan tabi'in tersebut" atau "Sesuatu yang
disandarkan kepada tabi'i atau generasi yang datang sesudahnya berupa
perkataan atau perbuatan"
Contoh Hadits Maqthu adalah perkataan Haram bin Jubair, seorang
tabi’iy besar, berikut:
12
adalah hadits yang dinukilkan atau diriwayatkan oleh rawi-rawi yang adil,
sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat, dan tidak
janggal.
Dari segi terminology, diartikan dengan definisi sebagai berikut :
9
Nuruddin, ‘ulumul hadits (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012) hlm.240
10
Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadits (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hlm.132
13
• Hadits itu tidak janggal
Arti Adil dalam periwayatan, seorang rawi harus memenuhi 4 syarat
untuk dinilai adil, yaitu :
• Selalu memelihara perbuatan taat dan menjahui perbuatan maksiat.
• Menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun.
• Tidak melakukan perkara-perkara Mubah yang dapat menggugurkan iman
kepada kadar dan mengakibatkan penyesalan.
• Tidak mengikuti pendapat salah satu madzhab yang bertentangan dengan
dasar Syara'.
Contoh Hadits Shahih
Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan sabda Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan
dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim no. 1467) .
2.3.2 Hasan
Menurut bahasa hasan sifat Musyabbahah dari “Al Husn” yang
mempunyai arti “Al Jamal” (bagus), sedangkan secara istilah, para ulama
berbeda pendapat dalam men-definisikannya karena melihat bahwa ia
merupakan pertengahan antara Hadits Shahih dan Dhaif, dan juga karena
sebagian ulama mendefinisikan sebagai salah satu bagiannya.
Secara terminologis hadis hasan didefinisikan sebagai berikut :
14
2. Hasan Lighairihi, suatu hadis yang meningkat kualitasnya menjadi hadis
hasan karena diperkuat oleh hadis lain.11 Contoh dari hadis hasan li
ghairihi antara lain hadis At-Turmudzi.
2.3.3 Dha’if
Dha’if artinya “lemah”. Adapun yang disebut hadis dha’if adalah hadis
yang kehilangan satu atau lebih syarat-syarat hadis shahih atau hadis hasan.
Adapun yang dimaksud dengan hadis dha’if adalah sebagaimana rumusan
sebagai berikut :
الحديث الضعيف ما لم يجمع صفة الحسن بفقد شرط من شروطه
Hadis dha’if adalah hadis yang tidak memiliki syarat sebagai hadis hasan
karena hilangnya sebagian syarat). Pada dasarnya hadis dha’if itu disebabkan
dua alasan, yaitu :
1. Karena sanadnya tidak muttasil (bersambung) seperti; cacatnya seorang atau
beberapa rawi.12
2. Nama hadis dhaif karena alasan / sebab tidak muttasilnya sanad antara lain ;
hadis mursal, hadis munqati’, hadis mu’adhdhal, hadis mudallas, dan hadis
muallal.
Nama hadis dhaif karena alasan / sebab ini antara lain hadis mudha’af,
hadis mudhtharib, hadis maqlub, hadis mungkar, hadis matruk, dan hadis
mathrub.
11
Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 271.
12
A.Qadir Hasan, Ilmu Mushthalaha al-Hadits. (cet. III; Bandung: CV. Diponegoro, 1987)
hlm. 91
15
Contohnya adalah hadis yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam kitab
Sunan-nya. Meriwayatkan kepada kami Abu Ahmad al-Marrar bin Hammuyah,
katanya: meriwayatkan kepada kami Muhammad bin Mushaffa, katanya:
meriwayatkan kepada kami Baqiyyah bin Al-Walid dari Tsaur bin Yazid dari
Khalid bin Mi’dan dari Abu Umamah dari Nabi SAW., bahwa beliau berkata:
2.3.4 Mawdhu’
Hadis mawdhu’secara etimologis bermakna yang disusun, dusta yang
diada-adakandan yang diletakkan. Sedangkan dari segi terminologi ulama
hadis: Sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasul saw, secara mengada-ada dan
dusta, yang tidak beliau sabdakan, beliau kerjakan,dan beliau taqrirkan.
Tanda-tanda hadits mawdhu’:
1. Hadis tersebut mengandung susunan yang kacau (tidak karuan), yang mana
tidak mungkin disabdakan oleh Nabi.
2. Hadis tersebut memiliki kandungan yang berhak mendapatkan celaan.
3. Isinya bertentang dengan ketetapan agama yang kuat dan jelas.
4. Ada beberapa pengakuan yang sah yang menunjukkan kepalsuannya.
5. Bertentang dengan Alquran.
6. Isinya bertentangan dengan akal.13
13
A.Qadir Hasan,op.cit,121.Ajjajal-Khatib,op.cit,h.369
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pembagian
hadits adalah suatu proses, cara atau perbuatan membagi hadits menjadi
beberapa bagian dengan tujuan memisahkan atau mengklasifikasikan suatu
hadits dengan hadits lain berdasarkan sanad, matan serta perawinya
Suatu hadits memiliki klasifikasi yang berbeda, ada klasifikasi hadits
yang ditinjau dari kuantitas periwatannya ynag terdiri dari hadits mutawatir
( mutawatir lafadzh, mutawatir ma’nawi dan mutawatir amali ) dan hadits
ahad ( hadits masyhur dan hadits ghairu masyhur ) dan ada yang ditinjau
dari dari segi sumber penyandaran yaitu hadits qudsi, hadits marfu’, hadits
mawqfu dan hadits maqhtu dan ada juga yang ditinjau dari kualitasnya yaitu
shahih, hasan, ataupun dhaif dan Mawdhu.
3.2 Saran
1. Selalu percaya tanpa ada keraguan terhadap wahyu Allah SWT yang
telah diturunkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah terjamin
kebenarannya.
2. Sebagai umat islam marilah kita selalu mencari informasi atau pun ilmu
pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan kita.
3. Sebagai umat islam marilah kita mencari tahu hadits dan ajaran islam
yang didedikasikan sebagai ibadah atau pengabdian kepada Allah Swt.
17
DAFTAR KEPUSTAKAAN
18
STUDI HADITS
(Klasifikasi Hadits berdasarkan kuantitas periwayatan, sumber
penyandaran serta kualitas)
19