Anda di halaman 1dari 12

TAKHRIJ HADIS

Disusun oleh kelompok 4 :

Wido Dirmawan : 11655100277

Riko Kurniawan : 116551O1338

Anri Syofiansuri : 11455106036

Mhd. Fadli : 11555101746

Muhammad Akmal : 11355105539

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FALKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU


PEKANBARU
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Takhrij Hadits
Secara etimologi kata takhrij berasal dari kata kharaja, yang berarti al-zuhur (tampak)
dan al-buruz (jelas). Takhrij juga bisa berarti al-istinbat (mengeluarkan),al-tadrib (meneliti)
dan al- taujih (menerangkan),Takhrij juga bisa berarti Ijtima’ al-amra’aini al-muttadla diin fi
syai’in wahid (berkumpulnya dua persoalan yang bertentangan dalam suatu hal), al-istinbath
(mengeluarkan dari sumbernya), at-tadrib (latihan), al-taujih (menjelaskan duduk persoalan,
pengarahan).Sedang menurut Syeikh Manna’ Al- Qaththan, takhrij berasal dari kata kharaja
yang artinya nampak dari tempatnya, atau keadaan,terpisah dan kelihatan. Al-kharaja artinya
menampakan dan memperlihatkannya,dan al-makhraja artinya tempat keluar, dan akhraja al-
khadits wa kharrajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadits kepada orang
dengan menjelaskan tempat keluarnya.
Sedang pengertian takhrij al-hadits menurut istilah ada beberapa pengertian,
diantaranya ialah:
1. Suatu keterangan bahwa hadits yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu
terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya. Misalnya,
penyusun hadits mengakhiri penulisan haditsnya dengan kata-kata akhrajahul Bukhari
artinya bahwa hadits yang dinukil itu terdapat dalam kitab Jami’us Shahih Bukhari.
Bila ia mengakhirinya dengan kata akhrajahul muslim berarti hadits tersebut terdapat
dalam kitab Shahih Muslim.
2. Suatu usaha mencari derajat, sanad, dan rawi hadits yang tidak diterangkan oleh
penyusun atau pengarang suatu kitab.
3. Mengemukakan hadits berdasarkan sumbernya atau berbagai sumber dengan
mengikutsertakan metode periwayatannya dan kualitas haditsnya.
4. Mengemukakan letak asal hadits pada sumbernya yang asli secara lengkap dengan
matarantai sanad masing-masing dan dijelaskan kualitas hadits yang bersangkutan.
Dari sekian banyak pengertian takhrij di atas, yang dimaksud takhrij dalam
hubungannya dengan kegiatan penelitian hadits lebih lanjut, maka takhrij berarti
“penelusuran atau pencarian hadits pada berbagai kitab-kitab koleksi hadits sebagai
sumber asli dari hadits yang bersangkutan, yang di dalam sumber tersebut
dikemukakan secara lengkap matan dan matarantai sanad yang bersangkutan.
B. Sejarah Takhrij
Para sejarawan Islam secara berjama’ah menyepakati bahwa usaha pelestarian dan
pengembangan hadits terbagi dalam dua periode besar yaitu periode mutaqaddimin dan
periode mutaakhirin. Periode mutaqaddimin dibagi lagi menjadi beberapa tahap/masa yaitu,
masa turunnya wahyu, masa khulafaurrasyidin (12-40 H), masa sahabat kecil dan tabi’in (40
H – akhir abad I H), masa pembukuan hadits (awal-akhir abad II H), masa pentashihan dan
penyaringan hadits (awal-akhir abad III,) sekitar pada masa yang terakhir inilah Imam
Bukhari menulis kitab yang terkenal dengan nama al-Jami’ al-Shahih (w. 256 H) disusul
Imam Muslim (w.261 H). Kalau para ulama mutaqaddimin menghimpun hadits dengan
menemui sendiri para penghafalnya maka ulama mutaakhirin menukil dari kitab-kitab
susunan ulama mutaqaddimin. Masa inilah para ulama mempergunakan system istidrak dan
istikhraj. Sehingga bermunculan kitab-kitab mustadrak dan mustakhraj. Sampai pada abad
kelima dan abad ke tujuh para ulama hanya berusaha untuk memperbaiki susunan kitab,
mengumpulkan hadits Bukhari dan Muslim dalam satu kitab, mempermudah jalan
pengambilannya. Dalam abad ini pula timbul istilah al-Jami’ al-Jawami dan al-Takhrij.[6]
Ilmu hadits baru berdiri sendiri sebagai sebuah ilmu pada masa al-Qadhi Ibnu Muhammad al-
Ramahurmudzi (265-360 H). Selanjutnya diikuti oleh al-Hakim al-Naisaburi (321-405 H),
Abu Bakr al-Baghdadi (463 H). Para ulama mutaqaddimin menyebutnya dengan ulumul
hadits dan ulama mutaakhirin menyebutnya ilmu musthalahul hadits.[7] Jadi kalau
menganalisa kedua uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa setelah masa inilah muncul ilmu
takhrij hadits sebagai bagian dari ilmu hadits.
C. Tujuan Dan Manfaat Takhrij Hadits
Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat perhatian serius
karena di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui sumber hadis itu berasal.
Disamping itu, didalamnya ditemukan banyak kegunaan dan hasil yang diperoleh, khususnya
dalam menentukan kualitas sanad hadis.
Penguasaan tentang ilmu Takhrij sangat penting, bahkan merupakan suatu keharusan
bagi setiap ilmuwan yang berkecimpung di bidang ilmu-ilmu kasyariahan, khususnya yang
menekuni bidang hadis dan ilmu hadis. Dengan mempelajari kaidah-kaidah dan metode
takhrij, seseorang akan dapat mengetahui bagaimana cara untuk sampai kepada suatu hadis di
dalam sumber-sumbernya yang asli yang pertama kali disusun oleh para Ulama
pengkodifikasi hadis.
Dengan mengetahui hadis tersebut dari sumber aslinya, maka akan dapat diketahui
sanad-sanadnya. Dan hal ini akan memudahkan untuk melakukan penelitian sanad dalam
rangka untuk mengetahui status dan kualitasnya.
Dengan demikian Takhrij hadis bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang di
takhrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui ditolak atau diterimanya hadis-hadis tersebut.
Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadis-hadis yang pengutipannya memperhatikan
kaidah-kaidah ulumul hadis yang berlaku. Sehingga hadis tersebut menjadi jelas, baik asal-
usul maupun kualitasnya.
Adapun manfaat takhrij Hadis antara lain sebagai berikut:
1. Dapat diketahui banyak sedikitnya jalur periwayatan suatu hadis yang sedang menjadi
topik kajian.
2. Dapat diketahui status hadis sahih li zatih atau sahih li ghairih, hasan li zatih, atau
hasan li ghairi. Demikian pula akan dapat diketahui istilah hadis mutawatir, masyhur,
aziz, dan gharibnya.
3. Memperjelas hukum hadis dengan banyaknya riwayatnya, seperti hadis da`if melalui
satu riwayat. Maka dengan takhrij kemungkinan akan didapati riwayat lain yang dapat
mengangkat status hadis tersebut kepada derajat yang lebih tinggi.
4. Memperjelas perawi yang samar, karena dengan adanya takhrij, dapat diketahui nama
perawi yang sebenarnya secara lengkap.
5. Dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran riwayat.
6. Memperjelas perawi hadis yang tidak diketahui namanya melalui perbandingan di
antara sanad-sanadnya.
7. Dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karena mungkin saja ada
perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar. Dengan adanya sanad yang lain,
maka nama perawi itu akan menjadi jelas.
8. Dapat menjelaskan sebab-sebab timbulnya hadis melalui perbandingan sanad-sanad
yang ada.
9. Dapat mengungkap kemungkinan terjadinya kesalahan cetak melalui perbandingan-
perbandingan sanad yang ada.
10. Memberikan kemudahan bagi orang yang hendak mengamalkan setelah mengetahui
bahwa hadis tersebut adalah makbul (dapat diterima). Sebaliknya, orang tidak akan
mengamalkannya apabila mengetahui bahwa hadis tersebut mardud (ditolak).
11. Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadis adalah benar-benar berasal dari Rasulullah
Saw yang harus diikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadis
tersebut, baik dari segi sanad maupun matan.

Abdul majid khon, Takhrij & metode memahami hadis,Amzah,hal 2-4

Metode Takhrij Hadis

Berbagai metode penelitian ilmiah dapat diterapkan dalam penelitian hadis misalnya,
misalnya metode deskriptif, perbandingan, normatif, dan kesejarahan. Adapun penjelasan
dari metode tersebut ialah:

1. Metode Deskriptif
Digunakan untuk menjelaskan makna matan dan lambang ungkapan perawi dalam
Sand sehingga dapat diketahui mana yang diterima dan mana yang ditolak.
2. Metode Perbandingan
Digunakan untuk membandingkan antara satu Sanad dan Sanad lain, atau antara satu
matan dan matan yang lain dalam satu tema untuk memeriksa adanya keganjilan
(syadz) dan cacat (‘illah).
3. Metode Normatif
Digunakan untuk memecahkan satu masalah. Tolak ukur penelitian matan adalah
tidak bertentangan dengan Al-qur’an, hadis yang lebih kuat, akal sehat, indra, sejarah,
dan susunan bahasa.
4. Metode Kesejarahan
Digunakan untuk mengetahui ketersambungan Sanad dan mengetahui kredibilitas
periwayatnya. Para ahli hadis berpendapat bahwa studi matan dan kitab-kitab riwayah
menjadi tidak berarti jika tidak disertai dengan. ‘ilm la-hadis dirayah atau analisis
kesejarahan mengenai perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW, sifat dan keadaan
para periwayat, serta matan hadis.

Salah seorang guru besar hadis dan ilmu hadis di universitas Al-Azhar, Thaha Al-
Dasuqi Hubaisyi, berpendapat bahwa analisis kesejarahan merupakan keharusan bagi
periwayat hadis karena tugas mereka adalah mentransfer informasi dari beberapa
generasi. Sementara itu, tugas peneliti adalah meneliti sifat dan kondisi periwayat hadis.
Karena hadis itu sendiri merupakan dokumentasi sejarah maka pendekatan kesejarahan
mutlak digunakan dalam penelitian hadis, baik itu Sanad yang terdiri atas sejarah para
periwayat hadis maupun matan yang merupakan isi hadis yang diriwayatkan.

Keempat metode diatas sangat diperlukan dalam penelitian hadis. Selanjutnya, setelah
menelusuri Sanad dan matan melalui takhrij, dapat ditemukan beberapa hal berikut.

1. Kualitas hadis apakah sahih, hasan, atau da’if


2. Kuantitas hadis apakah mutawatir, ahad, masyhur, Aziz, atau gharib
3. Sumber berita utama apakah qudsi, marfu’, mauquf, atau maqthu.
Abdul majid khon, takhrij & metode memahami hadis,Amzah.hal5-7

Langkah-langkah penelitian hadits

1. Pengumpulan data hadits


Langkah awal yang dilakukan oleh seorang mukharrij (peneliti hadis) adalah
mengumpulkan data yang terdiri atas matan dan Sand yang lengkap melalui berbagai
jalan Sanad dari berbagai buku induk hadis. Dalam takhrij, usaha menelusuri dan
menyertakan Sanad-sanad lain untuk suatu hadis tertentu disebut i’tibar. i’tibar ini
dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya periwayat lain.

Sebelum masa pengodifikasian hadis, para mukharrij mengumpulkan hadis langsung dari
para penghafal dengan di sertai Sanad. Setelah masa pengodifikasian hadis, mukharrij
mengumpulkan data dari buku-buku induk hadis dengan mengggunakan metode takhrij.
Sehubungan dengan metode takhrij yang menelusuri hadis dari beberapa buku induk ada
Lima metode yang dapat dipergunakan:

a. Takhrij bi al-lafzh, yaitu penelusuran hadis melalui lafal matan, baik di bagian
awal, tengah, maupun akhir. Lafal ini mempunyai akar kata yang dapat di-
tashrif(perubahan bentuk kata).
b. Takhrij bi Al-maudhu yaitu penelusuran hadis yang didasarkan pada topik, seperti
bab shalat, nikah, dan jual beli.
c. Takhrij bi awwal Al-matn,yaitu penelusuran hadis menggunakan permulaan
matan.
d. Takhrij bi Al-rawi Al-a’la, yaitu penelusuran hadis melalui nama perawi pertama
dalam Sanad.
e. Takhrij bi Al-Shifah, yaitu penelusuran hadis berdasarkan status hadis.

2. Pengolahan data
Setelah data terhimpun, maka dapat di ketahui berbagai informasi mengenai hadis
yang di maksud. Untuk mempermudah dalam penelitian ada baiknya sanad direntangkan
dalam bentuk skema.

3. Analisa data hadits


Langkah terakhir adalah menganalisa hadits, setelah mendapatkan sanad dan matan
dari hadits tersebut. Hasil analisisnya disebut kritik hadits, kritik hadits di bedakan
menjadi dua, yaitu kritik matan yang disebut dengan kritik internal dan kritik sanad yang
di sebut dengan kritik eksternal.

a. Kritik internal
Kritik internal ialah kritik pada matan dengan meneliti apakah matan tersebut
bertentangan dengan alquran, hadis yang lebih kuat, atau logika.
b. Kritik eksternal
Yaitu kritik pada sanad dengan meneliti apakah sanad tersebut tersambung
dengan periwayat di atasnya dari awal sampai akhir.

A. Aplikasi sederhana Takhrij Hadis


Praktek takhrij hadis sangat penting untuk menelusuri suatu hadis. Untuk memudah Ian
pemahaman berikut skema yang memaparkan penerapan metode takhrij hadis.

1. Penelusuran Berbagai buku 2.


Hadis. induk hadis, Hasil Penghimpunan
seperti karya penelusuran. hasil
Al-Bukhari, penelusuran
Muslim, Abu hadis.
Daud, dan Ibnu
Majah.

5. Matan.

3.
Analisis Pembuatan
skema
6 4. Sanad. Sanad.
Kesimpulannya
apakah:
mauquf,
marfu’, sahih,
hasan, da’if,
mutawatir, atau
ahad.
Penjelasan dari skema tersebut sebagai berikut:

1. Penelusuran Hadis
Penelusuran Hadis dilakukan ke berbagai buku induk hadis yang masih lengkap Sanad
dan matannya. Dalam menelusuri hadis boleh menggunakan metode takhrij bi la-lafzh,
misalnya hadis berikut:

“ya Allah, sesungguhnya aku mohon perlindungan kepada engkau dari sifat lemah,
malas, rasa takut, dan penyakit pikun.”(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hadis tersebut telah dicari di kitab Al-Mufahras Il Alfazh Al-Hadits Al-Nabawi dan
ditemukan di dalam juz IV halaman 137.

Kode di atas memberikan informasi bahwa hadis tersebut terdapat di berbagai kitab
induk hadis.

2. Penghimpunan hasil Penelusuran Hadis


penghimpunan dan penelusuran hadis dapat menggunakan kitab Al-mu’jam. Berikut ini
contoh hasil penelusuran hadis tentang pemohonan perlindungan dari sifat lemah dan
malas melalui Al-maktabah Al-Syamilah yang hanya diambil sebagian karena tidak
memungkinkan jika diambil seluruhnya.
3. Pembuatan Skema Sanad
setelah hadis terhimpun dari berbagai buku induk hadis, maka skema Sanad di buat
untuk memudahkan analisis. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
skema Sand, yaitu:
a. Jalur seluruh Sand
b. Nama-nama perawi seluruh Sand
c. Metode periwayatan masing-masing perawi1

4. Analisis Hadis
Analisis hadis di atas bergantung pada tujuan awal takhrij, yaitu ingin mengetahui
kuantitas sanad (jumlah periwayat hadis dalam Sanad). Berikut penjelasannya.

a. Sanad hadis diatas marfu’ karena disandarkan kepada Rasulullah SAW.


b. Hadis di atas adalah hadis Aziz karena dikalangan sahabat thabaqah pertama
hanya diriwayatkan oleh dua orang sahabat, yaitu Abu Hurairah dan Anas Bin
Malik. Sementara itu, pada thabaqah berikutnya, yaitu dikalangan tabi’in dan
setelahnya tergolong ke dalam hadis masyhur.
Sementara itu, jika tujuan takhrij adalah mengetahui kualitas Sanad dan matan, keduanya
harus dianalisis sesuai dengan parameter kesahihan.sebagai contoh, hadis diatas
mengenai permohonan perlindungan dari sifat lemah dan malas memiliki Sanad-sanad
yang disandarkan kepada Rasulullah SAW (marfu’).

1
M. Syuhudi Ismail, Metodologi penelitian Hadis Nabi, Bulan Bintang, hal. 52-64
Sementara itu, jalur Al-Bukhari dianalisis melalui musaddad, sekalipun mayoritas
ulama sepakat bahwa semua hadis dalam sahih Al-Bukhari dan sahih Muslim
adalah sahih. Sehubungan dengan analisis jalur bukhari melalui musaddad dapat
disimpulkan sebagai berikut

a. Sanadnya muttashil (bersambung) dari awal sampai akhir. Anas bin Malik adalah
seorang sahabat yang mendengar hadis ini langsung dari nabi. Sulaiman bin
Tharkhan menegaskan dengan kata Sami’tu (mendengar) dari Anas. Demikian
juga dengan mu’tamir menegaskan dengan sami’tu dari ayahnya. Musaddad
merupakan syeikh dari Al-Bukhari. Yang juga menegaskan dengan kata
haddatsana dari mu’tamir. Kemudian Bukhari menegaskan Pula dengan
haddatsana dari syeikhnya.
b. Semua periwayat dalam Sanad hadis di atas menurut ulama al-jarh Kwa al-ta’dil
telah memenuhi syarat, yaitu adil dan kuat hafalannya ulama sepakat bahwa
sahabat bersifat adil sehingga tidak perlu diteliti. Sulaiman bin Tharkhan adalah
orang yang tepercaya dan amat jujur,mu’tamir adalah orang yang terepercaya dan
ahli ibadah, dan musaddad adalah orang yang tepercaya.
c. Antara satu Sanad dan Sanad yang lain tidak dapat keganjilan atau peretentangan.
Demikian juga dengan matannya. Jika terdapat perbedaan hanya pada lafal matan
tetapi maknanya tetap sama.
d. Sanad dan matan tidak terdapat cacat yang tersembunyi.

5. Hasil Takhrij
Hasil takrim berdasarkan analisis Sanad dan matan diatas dapat disimpulkan
bahwa.
a. Dari segi kualitas Sanad dan matan adalah Sahih karena telah memenuhi lima
kriteria hadis sahih, yaitu sanad yang teras,ambung, periwayat yang
adil,periwayat yang dhabith, terbebas dari sifat ganjil dan terbebas pula dari cacat
yang tersembuyi.
b. Dari segi sandaran berita hadis tersebut marfu’ karena disandarkan langsung
kepada Rasulullah.
c. Dari segi kuantitas Sanad, hadis tersebut Aziz dikalangan sahabat karena hanya
diriwayatkan oleh dua orang sahabat saja. Sementara itu, dikalangan tabi’in dan
tabi’ tabi’in disebut masyhur karena perawinya lebih dari tiga orang, tetapi tidak
mencapai mutawatir.
BAB III
takhrij secara etimologi atau bahasa takhrij berarti mengeluarkan, menampakkan,
meriwayatkan, melatih, dan mengajarkan.
Sementara itu menurut terminologi atau istilah, takhrij ialah berkembang sesuai dengan
situasi dan kondisi.
Berbagai metode penelitian ilmiah dapat diterapkan dalam penelitian hadis misalnya,
misalnya metode deskriptif, perbandingan, normatif, dan kesejarahan.

Takrhij hadis mempunyai 4 metode, yaitu

1. Metode deskriptif
2. Metode perbandingan
3. Metode normatif
4. Metode kesejarahan

Hadis memerlukan pemikir-pemikir untuk menggali produk hukum yang sesuai dengan
perkembangan zaman. Demikian lak hadis yang mengenai kehidupan masyarakat yang
sesuai dengan pada zaman rosulullah sehingga pada era sekarang perlu pembaharuan
dalam memahaminya,dan perlu solusi dalam menghadapi berbagai permasalahan.

Anda mungkin juga menyukai