Anda di halaman 1dari 31

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Pengeluaran Pemerintah

Dalam kebijakan fiskal dikenal ada beberapa kebijakan anggaran yaitu

anggaran berimbang, anggaran surplus dan anggaran defisit. Dalam pengertian

umum, anggaran berimbang yaitu suatu kondisi di mana penerimaan sama dengan

pengeluaran (G = T). Anggaran surplus yaitu pengeluaran lebih kecil dari

penerimaan (G < T). Sedangkan anggaran defisit yaitu anggaran pengeluaran

lebih besar dari penerimaan (G > T). Anggaran surplus digunakan jika pemerintah

ingin mengatasi masalah inflasi. Sedangkan anggaran defisit digunakan jika

pemerintah ingin mengatasi masalah pengangguran dan peningkatan pertumbuhan

ekonomi. Jika pemerintah merencanakan peningkatan pertumbuhan ekonomi

untuk mengurangi angka pengangguran maka pemerintah dapat meningkatkan

pengeluarannya. (Mangkoesoebroto, 1994).

Pengeluaran pemerintah terdiri dari :

1. Pengeluaran rutin

Pengeluaran rutin yaitu pengeluaran yang digunakan untuk

pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja

pegawai, belanja barang, pembayaran bunga utang, subsidi dan

pengeluaran rutin lainnya. Melalui pengeluaran rutin, pemerintah dapat

menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan

pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan aset negara,

Universitas Sumatera Utara


pemenuhan kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga, perlindungan

kepada masyarakat miskin dan kurang mampu serta menjaga stabilitas

perekonomian. (Mangkoesoebroto, 1994)

Anggaran belanja rutin memegang peranan penting untuk

menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya

peningkatan efisiensi dan produktivitas yang pada gilirannya akan

menunjang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan.

Besarnya dipengaruhi oleh berbagai langkah kebijakan yang ditempuh

pemerintah dalam rangka pengelolaan keuangan negara dan stabilitas

perekonomian seperti perbaikan pendapatan aparatur pemerintah,

penghematan pembayaran bunga utang dan pengalihan subsidi agar lebih

tepat sasaran. Kenaikan pengeluaran pemerintah biasanya dari pos belanja

pegawai yang dialokasikan untuk menaikan gaji pegawai dan pensiunan.

Selain itu, juga terjadi pada pos pembayaran bunga utang luar negeri dan

dalam negeri. Perbedaan karakteristik yang paling mendasar antara

pinjaman dalam dan luar negeri yaitu pada saat implikasi di saat

pengembalian.

Dalam kasus pinjaman dalam negeri, pembayaran bunga utang

oleh pemerintah akan kembali dinikmati oleh masyarakat Indonesia karena

terjadi transfer pendapatan oleh kelompok masyarakat yang membayar

pajak kepada kelompok masyarakat yang menjadi kreditur. Dampak dari

aliran ini masih berputar di dalam negeri karena masing-masing pihak

adalah warga negara Indonesia. Sedangkan dalam kasus pinjaman luar

negeri, terjadi aliran dampak ekonomi (multiplier effect) yang berbeda.

Universitas Sumatera Utara


Pihak-pihak yang menerima pengembalian pinjaman adalah pihak kreditur

di luar negeri (Mangkroesoeboto, 1994).

Jumlah utang luar negeri yang semakin besar menyebabkan

anggaran yang digunakan untuk membayar bunga utang juga semakin

meningkat. Meningkatnya jumlah pembayaran bunga utang tersebut selain

disebabkan oleh membengkaknya jumlah utang jatuh tempo juga

dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

Selain pengeluaran untuk belanja pegawai dan pembayaran bunga utang,

pos lain yang menarik adalah pengeluaran pemerintah untuk berbagai

subsidi. Satu pos diantaranya yang berperan cukup besar adalah subsidi

bahan bakar minyak (BBM). Subsidi ini muncul pada pada tahun

1997/1998 sebagai akibat dari melonjaknya harga minyak mentah di pasar

dunia menyebabkan meningkatnya biaya pengadaan BBM sehingga

melebihi hasil penjualan BBM itu sendiri. Akibatnya pemerintah terpaksa

memberikan subsidi terutama terhadap minyak tanah dan solar.

Penghematan dan efisiensi pengeluaran rutin perlu dilakukan untuk

menambah besarnya tabungan pemerintah yang diperlukan untuk

pembiayaan pembangunan nasional. Penghematan dan efisiensi tersebut

antara lain diupayakan melalui penajaman alokasi pengeluaran rutin,

pengendalian dan koordinasi pelaksanaan pembelian barang dan jasa

kebutuhan departemen atau lembaga negara non departemen dan

pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap. (Dumairy, 1997)

Universitas Sumatera Utara


2. Pengeluaran pembangunan

Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang digunakan

untuk membiayai pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan umum dan

yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan

baik prasarana fisik maupun non fisik yang dilaksanakan dalam periode

tertentu. Anggaran pembangunan secara fisik maupun nonfisik selalu

disesuaikan dengan dana yang dimobilisasi. Dana ini kemudian

dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah

direncanakan. Peranan anggaran pembangunan lebih ditekankan pada

upaya penciptaan kondisi yang stabil dan kondusif bagi berlangsungnya

proses pemulihan ekonomi dengan tetap memberikan stimulus bagi

pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam kaitan dengan pengelolaan APBN

secara keseluruhan dengan keterbatasan sumber pembiayaan yang tersedia

maka pencapaian sasaran pembangunan harus dilakukan seoptimal

mungkin. (Nota Keuangan dan APBN, 2004)

Sehubungan dengan hal tersebut formulasi distribusi dan alokasi

dari penentuan besarnya pengeluaran memegang peranan penting dalam

pencapaian target kebijaksanaan fiskal. Di samping itu, pengelolaan

anggaran permbangunan juga harus tetap di tempatkan sebagai bagian

yang utuh dari upaya menciptakan anggaran pendapatan dan belanja

negara yang sehat melalui upaya mengurangi secara bertahap peran

pembiayaan yang bersumber dari luar negeri tanpa mengurangi upaya

menciptakan pertumbuhan yang berkesinambungan.

Universitas Sumatera Utara


Pengeluaran pembangunan dibedakan atas pengeluaran

pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek.

Pembiayaan pembangunan rupiah dibiayai dari sumber pembiayaan dalam

negeri dan luar negeri dalam bentuk pinjaman program. Pengelolaan dana

tersebut akan dialokasikan kepada departemen dan dan lembaga

pemerintah non departemen di tingkat pusat termasuk departemen Hankam

dan pemerintah daerah yang diklasifikasikan ke dalam dana pembangunan

yang dikelola instansi pusat dan dana pembangunan yang dikelola daerah.

(Basri, 2005)

Dalam rangka menutupi kesenjangan antara kebutuhan

pembangunan dengan kemampuan dana dalam negeri maka pembiayaan

proyek masih tetap dibutuhkan. Pembiayaan proyek bersumber dari luar

negeri dalam bentuk pinjaman proyek dan dimanfaatkan untuk

pembangunan sumber daya manusia di bidang pendidikan, kesehatan dan

kesejahteraan sosial dalam rangka mendukung program jaringan

pengaman sosial, penyediaan sarana dan prasarana transportasi,

pembangunan dibidang pertanian, tenaga listrik dan pengairan. Di samping

itu juga dilakukan pengadaan prasarana pendukung Hankam,

Telekomunikasi dan pembangunan prasarana perkotaan. (Basri, 2005)

Sebagaimana diamanatkan oleh UU No.17 Tahun 2003, maka sistem

penganggaran mengacu pada praktek-praktek yang berlaku secara internasional.

Menurut GFS (Government Financial Statistics) Manual 2001, sistem

penganggaran belanja negara secara implisit menggunakan sistem unified budget,

Universitas Sumatera Utara


dimana tidak ada pemisahan antara pengeluaran rutin dan pembangunan, sehingga

klasifikasi menurut ekonomi akan berbeda dari klasifikasi sebelumnya. Sejak

tahun 2005 mulai ditetapkan penyatuan anggaran antara pengeluaran rutin dan

pengeluaran pembangunan serta pengklasifikasian anggaran belanja pemerintah

pusat menurut jenis belanja, organisasi dan fungsi. (Nota Keuangan dan RAPBN,

2005).

Dengan berbagai perubahan dan penyesuaian format dan struktur belanja

negara yang baru, maka belanja negara menurut klasifikasi ekonomi (jenis

belanja) terdiri dari (i) belanja pegawai, (ii) belanja barang, (iii) belanja modal,

(iv) pembayaran bunga utang, (v) subsidi, (vi) hibah, (vii) bantuan sosial, dan

(viii) belanja lain-lain. Sedangkan belanja untuk daerah, sebagaimana yang

berlaku selama ini terdiri dari (i) dana perimbangan, dan (ii) dana otonomi khusus

dan penyesuaian. Dengan adanya perubahan format dan struktur belanja negara

menurut jenis belanja maka secara otomatis tidak ada lagi pemisahan antara

belanja rutin dan belanja pembangunan (unified budget). (Suminto, 2004)

Beberapa pengertian dasar terhadap komponen-komponen penting dalam

belanja tersebut antara lain : (Suminto, 2004)

1. Belanja pegawai menampung seluruh pengeluaran negara yang digunakan

untuk membayar gaji pegawai, termasuk berbagai tunjangan yang menjadi

haknya, dan membayar honorarium, lembur, tunjangan khusus dan belanja

pegawai, serta membayar pensiun dan asuransi kesehatan (kontribusi

sosial). Dalam klasifikasi tersebut termasuk pula belanja gaji/upah proyek

yang selama ini diklasifikasikan sebagai pengeluaran pembangunan.

Dengan format ini, maka akan terlihat pos yang tumpang tindih antara

Universitas Sumatera Utara


belanja pegawai yang diklasifikasikan sebagai rutin dan pembangunan. Di

sinilah nantinya efisiensi akan bisa diraih.

2. Demikian juga dengan belanja barang yang seharusnya digunakan untuk

membiayai kegiatan operasional pemerintahan untuk pengadaan barang

dan jasa, dan biaya pemeliharaan aset negara. Demikian juga sebaliknya

sering diklasifikasikan sebagai pengeluaran pembangunan.

3. Belanja modal menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan

untuk pembelian barang-barang kebutuhan investasi (dalam bentuk aset

tetap dan aset lainnya). Pos belanja modal dirinci atas (i) belanja modal

asset tetap/fisik, dan (ii) belanja modal aset lainnya/non-fisik. Dalam

prakteknya selama ini belanja lainnya nonfisik secara mayoritas terdiri

dari belanja pegawai, bunga dan perjalanan yang tidak terkait langsung

dengan investasi untuk pembangunan.

4. Subsidi menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan untuk

membayar beban subsidi atas komoditas vital dan strategis tertentu yang

menguasai hajat hidup orang banyak, dalam rangka menjaga stabilitas

harga agar dapat terjangkau oleh sebagian besar golongan masyarakat.

Subsidi tersebut dialokasikan melalui perusahaan negara dan perusahaan

swasta.

5. Sementara itu, selama ini ada jenis subsidi yang sebetulnya tidak ada unsur

subsidinya, maka belanja tersebut akan dikelompokkan sebagai bantuan

sosial. Bantuan sosial menampung seluruh pengeluaran negara yang

dialokasikan sebagai transfer uang/barang yang diberikan kepada

Universitas Sumatera Utara


penduduk, guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial,

misalnya transfer untuk pembayaran dana kompensasi sosial.

6. Sementara itu, belanja untuk daerah menampung seluruh pengeluaran

pemerintah pusat yang dialokasikan ke daerah, yang pemanfaatannya

diserahkan sepenuhnya kepada daerah.

Tabel 2.1
Konvensi Belanja Negara menurut jenis belanja dalam I-Account
Format lama Format Baru
A. Pendapatan Negara dan Hibah A. Pendapatan Negara dan Hibah
I. Penerimaan Dalam Negeri I. Penerimaan Dalam Negeri
1. Penerimaan Perpajakan 1. Penerimaan Perpajakan
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
II. Penerimaan Hibah II. Penerimaan Hibah
B. Belanja Negara B. Belanja Negara
I. Belanja Pemerintah Pusat I. Belanja Pemerintah Pusat
1. Pengeluaran Rutin 1. Belanja Pegawai
a. Belanja Pegawai 2. Belanja Barang
b. Belanja Barang 3. Belanja Modal
c. Pembayaran Bunga utang 4. Pembayaran Bunga Utang
d. Subsidi 5. Subsidi
e. Pengeluaran Rutin Lainnya 6. Belanja Hibah
2. Pengeluaran Pembangunan 7. Bantuan Sosial
8. Belanja Lain-lain
II. Belanja untuk Daerah II. Belanja untuk Daerah
1. Dana Perimbangan 1. Dana Perimbangan
2. Dana Otonomi Khusus dan 2. Dana Otonomi Khusus dan
Penyesuaian Penyesuaian
C. Keseimbangan Primer C. Keseimbangan Primer
D. Surplus / Defisit Anggaran D. Surplus / Defisit Anggaran
E. Pembiayaan E. Pembiayaan
Sumber : Suminto, 2004

2.2 Teori Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila

pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa,

pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh

pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. (Mangkoesoebroto, 1994)

Universitas Sumatera Utara


Pengeluaran pemerintah mempunyai dasar teori yang dapat dilihat dari

identitas keseimbangan pendapatan nasional yaitu Y = C + I + G + (X-M) yang

merupakan sumber legitimasi pandangan kaum Keynesian akan relevansi campur

tangan pemerintah dalam perekonomian. Dari persamaan diatas dapat ditelaah

bahwa kenaikan atau penurunan pengeluaran pemerintah akan menaikan atau

menurunkan pendapatan nasional. Banyak pertimbangan yang mendasari

pengambilan keputusan pemerintah dalam mengatur pengeluarannya. Pemerintah

tidak cukup hanya meraih tujuan akhir dari setiap kebijaksanaan pengeluarannya.

Tetapi juga harus memperhitungkan sasaran antara yang akan menikmati

kebijaksanaan tersebut. Memperbesar pengeluaran dengan tujuan semata-mata

untuk meningkatkan pendapatan nasional atau memperluas kesempatan kerja

adalah tidak memadai. Melainkan harus diperhitungkan siapa yang akan

terpekerjakan atau meningkat pendapatannya. Pemerintah pun perlu menghindari

agar peningkatan perannya dalam perekonomian tidak melemahkan kegiatan

pihak swasta. (Dumairy, 1997)

Teori mengenai pengeluaran pemerintah juga dapat dikelompokan menjadi

2 bagian yaitu teori makro dan teori mikro. (Mangkoesoebroto, 1994)

2.2.1 Teori Makro Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator

besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah.

Semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah semakin besar pula pengeluaran

pemerintah yang bersangkutan. (Suparmoko,1987)

Universitas Sumatera Utara


Dalam teori ekonomi makro, pengeluaran pemerintah terdiri dari tiga pos

utama yang dapat digolongkan sebagai berikut : (Boediono,1999)

a. Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa.

b. Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai.

Perubahan gaji pegawai mempunyai pengaruh terhadap proses makro

ekonomi, di mana perubahan gaji pegawai akan mempengaruhi tingkat

permintaan secara tidak langsung.

c. Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment.

Transfer payment bukan pembelian barang atau jasa oleh pemerintah

dipasar barang melainkan mencatat pembayaran atau pemberian langsung

kepada warganya yang meliputi misalnya pembayaran subsidi atau

bantuan langsung kepada berbagai golongan masyarakat, pembayaran

pensiun, pembayaran bunga untuk pinjaman pemerintah kepada

masyarakat. Secara ekonomis transfer payment mempunyai status dan

pengaruh yang sama dengan pos gaji pegawai meskipun secara

administrasi keduanya berbeda. (Boediono, 1999)

2.2.1.1 Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran

Pemerintah

Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang

menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahapan-tahapan

pembangunan ekonomi yaitu tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut. Pada

tahap awal perkembangan ekonomi, menurut mereka rasio pengeluaran

pemerintah terhadap pendapatan nasional relatif besar. Hal ini dikarenakan pada

Universitas Sumatera Utara


tahap ini persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sehingga

pemerintah harus menyediakan berbagai sarana dan prasarana seperti pendidikan,

kesehatan, prasarana transportasi dan sebagainya. (Dumairy, 1997)

Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap

diperlukan guna memacu pertumbuhan agar dapat lepas landas. Namun pada

tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin membesar. Peranan pemerintah

tetap besar pada tahap menengah, oleh karena peranan swasta yang semakin besar

ini banyak menimbulkan kegagalan pasar dan juga menyebabkan pemerintah

harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan

kualitas yang lebih baik. Selain itu, pada tahap ini perkembangan ekonomi

menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang semakin rumit. Misalnya

pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri,

menimbulkan semakin tingginya tingkat pencemaran udara dan air sehingga

pemerintah harus turun tangan untuk mengatur dan mengurangi akibat negatif dari

polusi itu terhadap masyarakat. Pemerintah juga harus melindungi buruh yang

berada dalam posisi yang lemah agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.

(Basri, 2005)

Dalam satu proses pembangunan menurut Musgrave, rasio investasi

swasta terhadap GNP semakin besar. Tetapi rasio investasi pemerintah terhadap

GNP akan semakin kecil. Sementara itu, Rostow berpendapat bahwa pada tahap

lanjut pembangunan terjadi peralihan aktivitas pemerintah dari penyediaan

prasarana ekonomi ke pengeluaran untuk layanan sosial seperti program

kesejahteraan hari tua, program pendidikan, program pelayanan kesehatan

masyarakat dan sebagainya. (Dumairy, 1997)

Universitas Sumatera Utara


Teori Rostow dan Musgrave adalah pandangan yang timbul dari

pengamatan atas pengalaman pembangunan ekonomi yang dialami banyak negara

tetapi tidak disadari oleh suatu teori tertentu. Selain tidak jelas apakah tahap

pertumbuhan ekonomi terjadi dalam tahap demi tahap atau beberapa tahap dapat

terjadi secara simultan. (Mangkoesoebroto, 1994)

2.2.1.2 Hukum Wagner

Pengamat empiris oleh Adolf Wagner terhadap negara-negara Eropa,

Amerika Serikat dan Jepang pada abad ke 19 menunjukan bahwa aktivitas

pemerintah dalam perekonomian cenderung semakin meningkat. Wagner

mengukur perbandingan pengeluaran pemerintah terhadap PDB dengan

mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah

yang semakin besar dalam persentase terhadap PDB. (Dumairy, 1997)

Wagner menyatakan bahwa dalam suatu perekonomian apabila

pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun

akan meningkat terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur

hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi,

kebudayaan dan sebagainya. (Mangkoesoebroto, 1994).

Temuannya kemudian oleh Richard A. Musgrave dinamakan Hukum

Pengeluaran Pemerintah yang selalu Meningkat (The Law of Growing Public

Expenditure). Sedangkan Wagner sendiri menamakannya sebagai Hukum Wagner

yaitu Hukum Aktivitas Pemerintah yang selalu Meningkat (The Law of Ever

Increasing State Activity). (Dumairy, 1997)

Universitas Sumatera Utara


Hukum tersebut dapat dirumuskan dengan notasi:

GpCt GpCt-1 GpCt-2 GpCt-n


> > > ……….. >
YpCt YpCt-1 YpCt-2 YpCt-n

Di mana :

GpC : Pengeluaran pemerintah perkapita

YpC : Produk atau pendapatan nasional per kapita

I : Indeks waktu

Hukum tersebut memberi dasar akan timbulnya kegagalan pasar dan

eksternalitas. Sehingga Wagner menyadari bahwa dengan bertumbuhnya

perekonomian akan menyebabkan hubungan antara industri dengan industri dan

hubungan industri dengan masyarakat akan semakin rumit dan kompleks.

Sehingga potensi terjadinya kegagalan eksternalitas negatif semakin besar.

(Mangkoesoebroto, 1994)

Secara grafik rasio pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional

(GpC / YpC) atau (G / Y) ditunjukan oleh sebuah kurva eksponensial berikut.

Gambar 2.1 Kurva Pengeluaran Pemerintah terhadap Pendapatan Nasional


berdasarkan Hukum Wagner
G/Y

0 t
Sumber : Dumairy, 1997

Universitas Sumatera Utara


Persoalan yang belum terpecahkan ialah apakah dalam jangka panjang

kurva tersebut akan berpola gompertsian (berarti sampai dengan suatu titik

tertentu rasio G/Y akan kembali menurun) sebagaimana yang diperlihatkan oleh

gambar kurva Gompertsian di bawah ini. (Dumairy, 1997)

G/Y

Gompertsian

Parabolik

0 t
Sumber : Dumairy, 1997

Hukum Wagner terdapat kelemahan yaitu tidak didasarkan pada suatu

teori pemilihan barang publik. Tetapi Wagner mendasarkan pandangannya pada

suatu teori yang disebut organic theory of state yaitu teori organis yang

menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak terlepas dengan

masyarakat lain. Sebagaimana ditunjukan dalam gambar sebagai berikut : secara

relatif peranan pemerintah semakin meningkat. (Mangkoesoebroto, 1994)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2 Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah menurut Wagner

Pengeluaran
Pemerintah/
GDP
Kurva 1

Kurva 2

0 Waktu

Sumber: Mangkoesoebroto, 1994

Menurut Wagner ada 5 hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah

selalu meningkat yaitu tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan

pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi

pertumbuhan ekonomi, perkembangan ekonomi, perkembangan demokrasi dan

ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintahan.

(Dumairy, 1997).

2.2.1.3 Teori Peacock Wiseman

Peacock dan Wiseman adalah dua orang yang mengemukakan teori

mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Peacock dan

Wiseman mengemukakan pendapat lain dalam menerangkan perilaku

perkembangan pemerintah. Mereka mendasarkannya pada suatu analisis

Universitas Sumatera Utara


penerimaan pengeluaran pemerintah. Pemerintah selalu berusaha memperbesar

pengeluarannya dengan mengandalkan memperbesar penerimaan dari pajak.

Padahal masyarakat tidak menyukai pembayaran pajak yang besar.

(Mangkoesoebroto, 1994)

Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa

masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana

masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh

pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari

bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah

sehingga mereka mempunyai tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar

pajak. Tingkat toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk

menaikkan pemungutan pajak secara semena-mena. Menurut Peacock dan

Wiseman adalah pertumbuhan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak semakin

meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan

pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. (Basri,

2005)

Jadi dalam keadaan normal, kenaikan PDB menyebabkan baik penerimaan

maupun pengeluaran pemerintah. Apabila keadaan normal jadi terganggu,

katakanlah karena perang atau eksternalitas lain, maka pemerintah terpaksa harus

memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan tersebut.

Konsekuensinya timbul tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak lebih besar.

Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana swasta untuk berinvestasi

dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut efek penggantian

Universitas Sumatera Utara


(displacement effect) yaitu adanya gangguan sosial menyebabkan aktivitas swasta

dialihkan pada aktivitas pemerintah. (Basri, 2005)

Pengentasan gangguan tidak hanya cukup dibiayai semata-mata dengan

pajak sehingga pemerintah harus meminjam dana dari luar negeri. Setelah

gangguan teratasi muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga.

Pengeluaran pemerintah yang semakin bertambah bukan hanya karena GNP

bertambah tetapi karena adanya kewajiban baru tersebut. Akibat lebih lanjut

adalah pajak tidak menurun kembali ke tingkat semula meskipun gangguan telah

berakhir. Selain itu, masih banyak aktivitas pemerintah yang baru kelihatan

setelah terjadinya perang dan ini disebut efek inspeksi (inspection effect). Adanya

gangguan sosial juga akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ke

tangan pemerintah yang sebelumnya dilaksanakan oleh swasta. Efek inilah disebut

sebagai efek konsentrasi (concentration effect). (Mangkoesoebroto, 1994)

Dengan adanya ketiga efek tersebut menyebabkan bertambahnya aktivitas

pemerintah sehingga setelah perang selesai tingkat pajak tidak menurun kembali

pada tingkat sebelum terjadi perang. Jadi berbeda dengan pandangan Wagner,

perkembangan pengeluaran pemerintah versi Peacock dan Wiseman tidaklah

berbentuk suatu garis,tetapi seperti tangga. Hal ini dapat dilihat pada gambar

berikut ini : (Mangkoesoebroto, 1994)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3 Kurva Teori Peacock dan Wiseman

Pengeluaran
Pemerintah/
GDP

D Pengeluaran
C F Pemerintah

G Pengeluaran
A
B Swasta

0 t t +1 Tahun

Sumber: Mangkoesoebroto, 1994

Dalam keadaan normal, t ke t+1, pengeluaran pemerintah dalam

persentase terhadap GNP meningkat sebagaimana yang ditunjukan garis AG.

Apabila pada tahun t terjadi perang maka pengeluaran pemerintah meningkat

sebesar AC dan kemudian meningkat seperti yang ditunjukan pada segmen CD.

Setelah perang selesai pada tahun t+1, pengeluaran pemerintah tidak menurun ke

G. Hal ini disebabkan setelah perang, pemerintah membutuhkan tambahan dana

untuk mengembalikan pinjaman pemerintah yang digunakan dalam pembiayaan

pembangunan.

Kenaikan tarif pajak tersebut dimaklumi oleh masyarakat sehingga tingkat

toleransi pajak meningkat dan pemerintah dapat memungut pajak yang lebih besar

tanpa menimbulkan gangguan dalam masyarakat. Secara grafik, perkembangan

Universitas Sumatera Utara


pengeluaran pemerintah versi Peacock dan Wiseman bukanlah berpola seperti

kurva mulus berslope positif sebagaimana tersirat dalam pendapat Rostow dan

Musgrave. Melainkan berslope positif dengan bentuk patah-patah seperti tangga

yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.4 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Berdasarkan Pendapat


Rostow Mugrave dan Peacock Wiseman

Pengeluaran
Pemerintah/
GDP Wagner, Solow, Mugrave

Peacock &
Wiseman

0
Tahun
Sumber : Dumairy, 1997

Bird mengkritik hipotesa yang dikemukakan oleh Peacock dan Wiseman.

Bird menyatakan bahwa selama terjadinya gangguan sosial memang terjadi

pengalihan aktivitas pemerintah dari pengeluaran sebelum gangguan ke

pengeluaran yang berhubungan dengan gangguan tersebut. Hal ini akan diikuti

oleh peningkatan persentase pengeluaran pemerintah terhadap PDB. Akan tetapi

setelah terjadinya gangguan, persentase pengeluaran pemerintah terhadap PDB

akan menurun secara perlahan-lahan kembali ke keadaan semula. Jadi menurut

Universitas Sumatera Utara


Bird, efek pengalihan merupakan gejala dalam jangka pendek, tetapi tidak terjadi

dalam jangka panjang. (Mangkoesoebroto, 1994)

2.2.2 Teori mikro

Tujuan dari teori mikro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah

adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan permintaan akan

barang publik dan faktor-faktor yang mempengaruhi tersedianya barang publik.

Interaksi antara permintaan dan penawaran akan barang publik menentukan

jumlah barang publik yang akan disediakan melalui anggaran belanja. Jumlah

barang publik yang akan disediakan tersebut, selanjutnya akan menimbulkan

permintaan akan barang lain. Sebagai contoh, misalnya pemerintah menetapkan

akan membuat sebuah pelabuhan udara baru. Pelaksanaan pembuatan pelabuhan

baru tersebut menimbulkan permintaan akan barang lain yang dihasilkan oleh

sektor swasta seperti semen, baja, alat-alat pengangkutan dan sebagainya. (Basri,

2005)

Teori mikro mengenai pengeluaran pemerintah dapat dirumuskan sebagai

berikut :

1. Penentuan permintaan

Ui = f (G, X)

Di mana : G = Vektor dari barang publik

X = Vektor dari barang swasta

i = Individu

U = Fungsi utilitas

Universitas Sumatera Utara


Seorang individu mempunyai permintaan akan barang publik dan swasta.

Akan tetapi, permintaan efektif akan barang tersebut (pemerintah dan swasta)

tergantung pada kendala anggaran (budget constraints). Misalkan seorang

individu (i) membutuhkan barang publik (K) sebanyak Gik. Untuk menghasilkan

barang K sebanyak Gk, pemerintah harus mengatur sejumlah kegiatan. Misalnya

pemerintah berusaha untuk meningkatkan penjagaan keamanan. Dalam

pelaksanaan usaha meningkatkan keamanan tersebut tidak mungkin bagi

pemerintah untuk menghapuskan sama sekali angka kejahatan. Karena itu,

pemerintah dan masyarakat harus menetapkan suatu tingkat keamanan yang dapat

ditolerir oleh masyarakat. Suatu tingkat keamanan tertentu dapat dicapai dengan

berbagai kombinasi aktivitas atau dengan menggunakan berbagai fungsi produksi.

(Basri, 2005)

Perkembangan pengeluaran pemerintah dapat dijelaskan dengan beberapa

faktor dibawah ini yaitu : (Mangkoesoebroto, 1994)

 Perubahan permintaan akan barang publik.

 Perubahan dari aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik

dan juga perubahan dari kombinasi faktor produksi yang digunakan dalam

proses produksi.

 Perubahan kualitas barang publik.

 Perubahan harga faktor produksi.

2. Penentuan tingkat output

Barang dan jasa publik yang disediakan oleh pemerintah ditentukan oleh

politisi yang memilih jumlah barang dan jasa yang dihasilkan. Disamping itu, para

Universitas Sumatera Utara


politisi juga menentukan jumlah pajak yang akan dikenakan kepada masyarakat

untuk membiayai barang dan jasa publik tersebut dalam menentukan jumlah

barang dan jasa yang akan disediakan. Para politisi memperhatikan selera atau

keinginan masyarakat, agar masyarakat merasa puas dan tetap memilih mereka

dalam sebagai wakil masyarakat. Fungsi utilitas para politisi adalah sebagai

berikut : (Basri, 2005)

Up = g (X, G, S)

Di mana :

Up = Fungsi utilitas

S = Keuntungan yang diperoleh politisi dalam bentuk materi atau

kedudukan

G = Vektor barang publik

X = Vektor barang swasta

2.3 Pertumbuhan Ekonomi

Secara singkat dapat dikatakan, pertumbuhan ekonomi merupakan suatu

proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang yang ditekankan pada tiga

aspek proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah

suatu proses bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu waktu yang dinamis dari

suatu perekonomian yaitu melihat bagaimana perekonomian berkembang atau

berubah dari waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan

output perkapita. Yang perlu diperhatikan adalah dari sisi output totalnya (GDP)

Universitas Sumatera Utara


dan sisi jumlah penduduknya. Output perkapita adalah kenaikan output total

dibagi jumlah penduduk. (Boediono, 1999)

Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam

perekonomian menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam

masyarakat meningkat. Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai

masalah makro ekonomi dalam jangka panjang. Dari satu periode ke periode

lainnya, kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan

meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor produksi

akan selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan

menambah jumlah barang modal. Teknologi yang digunakan berkembang.

Disamping itu, tenaga kerja bertambah sebagai akibat perkembangan penduduk

dan pengalaman kerja dan pendidikan menambah ketrampilan. (Sadono Sukirno,

2006)

Ada 3 faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari

setiap bangsa yaitu:

1. Akumulasi modal

Meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada

tanah, peralatan fisik dan modal (SDM). Akumulasi modal terjadi apabila

sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan

tujuan memperbesar output dan pendapata dikemudian hari. Investasi

produktif yang bersifat langsung tersebut harus dilengkapi dengan

berbagai investasi penunjang yang disebut investasi infrastruktur ekonomi

dan sosial.

Universitas Sumatera Utara


2. Pertumbuhan penduduk

Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi

beberapa tahun kemudian setelah pertumbuhan penduduk) secara

tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu

pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan

menambah jumlah tenaga produktif sedangkan pertumbuhan penduduk

yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Di mana

positif atau negatifnya pertumbuhan penduduk bagi upaya pembangunan

ekonomi sepenuhnya tergantung pada kemampuan sistem perekonomian

yang bersangkutan. Adapun kemampuan itu sendiri lebih lanjut

dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input

atau faktor penunjang seperti kecakapan manajerial atau administrasi.

3. Kemajuan teknologi

Kemajuan teknologi dapat terbagi menjadi 3 kelompok yaitu :

1) Kemajuan teknologi yang netral

Terjadi apabila teknologi tersebut menungkinkan kita mencapai tingkat

produksi yang lebih tinggi dengan menggunakan jumlah dan

kombinasi faktor input yang sama, inovasi yang sama seperti

pengelompokan tenaga kerja yang dapat mendorong peningkatan

output atau kenaikan output masyarakat.

2) Kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja

Sebagian besar kemajuan teknologi pada abad ke 20 adalah teknologi

yang hemat tenaga kerja. Jumlah pekerja yang dibutuhkan dalam

berbagai kegiatan produksi sudah mulai berkurang. Sehingga dapat

Universitas Sumatera Utara


memungkinkan memperoleh output yang lebih tinggi dari jumlah input

tenaga kerja atau modal yang sama.

3) Kemajuan teknologi yang hemat modal merupakan fenomena yang

relatif langka. Hal ini dikarenakan hampir semua penelitian dalam

dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan di negara-negara

maju dengan tujuan utama menghemat pekerja dan bukan untuk

menghemat modal. (Todaro, 1998)

Di dalam proses pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh 2 macam

faktor yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu

negara tergantung pada sumber alamnya, sumber daya manusia, modal dan

teknologi yang disebut faktor ekonomi. Tetapi pertumbuhan ekonomi tidak

mungkin terjadi selama lembaga sosial, keadaan politik dan nilai moral dalam

suatu bangsa tidak menunjang yang disebut faktor non ekonomi. (Jhingan, 2001)

2.4 Teori Pertumbuhan

Teori pertumbuhan ekonomi menjelaskan mengenai faktor-faktor yang

menentukan pertumbuhan ekonomi dan prosesnya dalam jangka panjang,

penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor itu berinteraksi satu dengan yang

lainnya. Sehingga menimbulkan terjadinya proses pertumbuhan (Todaro, 1998).

Ada beberapa teori pertumbuhan ekonomi, masing-masing teori mengemukakan

faktor-faktor apa saja yang mendorong pertumbuhan.

Universitas Sumatera Utara


2.4.1 Teori Pertumbuhan Kuznet

Menurut Kuznet, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam

jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai

barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri atau

dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusional

(kelembagaan) dan ideology terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada.

Masing-masing dari ketiga komponen pokok dari definisi itu sangat penting yaitu:

1. Kenaikan output secara berkesinambungan adalah manifestasi atau

perwujudan dari apa yang disebut dengan pertumbuhan ekonomi.

Sedangkan kemampuan dalam menyediakan berbagai barang jenis barang

itu sendiri merupakan tanda kematangan ekonomi (economic maturity) di

suatu negara yang bersangkutan.

2. Perkembangan teknologi merupakan dasar atau pra kondisi bagi

berlangsungnya suatu pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan

tetapi tidak cukup itu saja namun masih dibutuhkan faktor-faktor lain.

3. Guna mewujudkan potensi pertumbuhan yang terkandung didalam

teknologi baru, maka perlu diadakan serangkaian penyesuaian

kelembagaan, sikap, dan ideologi. (Todaro, 1998)

2.4.2 Teori Pertumbuhan Neoklasik

Sejak pertengahan tahun 1950-an berkembang serangkaian analisis

mengenai pertumbuhan ekonomi yang didasarkan pada pandangan ahli-ahli

ekonomi klasik. Oleh sebab itu, dewasa ini terori tersebut dikenal sebagai teori

pertumbuhan Neoklasik. Fokus dari teori pertumbuhan neoklasik adalah

Universitas Sumatera Utara


akumulasi stok barang modal dan keterkaitannya dengan keputusan masyarakat

untuk menabung atau melalukan investasi. (Rahardja, 2004)

Dalam analisis Neoklasik, permintaan masyarakat tidak menentukan laju

pertumbuhan. Suatu perekonomian akan berkembang tergantung pada

pertambahan faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi. Sehingga

sumbangan terpenting dari teori pertumbuhan Neoklasik bukanlah dalam

menunjukan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, tetapi

kepada kemungkinan menggunakan teori tersebut untuk mengadakan

penyelidikan empiris dan menentukan peranan sebenarnya dari berbagai faktor

dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Ahli ekonomi yang menjadi perintis

mengembangkan teori tersebut adalah Solow. (Sadono Sukirno, 2006)

2.4.2.1 Robert M. Solow

Dalam teori Solow, model yang dikembangkan memusatkan perhatiannya

pada bagaimana pertambahan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi

dan output saling berinteraksi dalam proses pertumbuhan ekonomi. (Boediono,

1999).

Proses pertumbuhan dilihat sebagai suatu proses yang berlangsung dengan

pertimbangan variabel diantara faktor produksi. Harga faktor produksi adalah

fleksibel sehingga ada kemungkinan substitusi diantara faktor produksi yang

terlibat dalam proses produksi yaitu substitusi anatara kapital (K) dan tenaga kerja

(L). Dalam keadaan di mana jumlah tenaga kerja melebihi pasok modal maka

harga tenaga kerja (tingkat upah) akan menurun terhadap harga modal (tingkat

bunga). Sebaliknya jika pertambahan modal melampaui pertambahan jumlah

Universitas Sumatera Utara


tenaga kerja maka tingkat upah akan meningkat. Dengan adanya perubahan pada

harga faktor produksi dan melalui substitusi satu jenis faktor produksi oleh jenis

faktor produksi lainnya, hal itu satu sama lain dapat membatasi kemungkinan

terjadinya penyimpangan dari equilibrium pertumbuhan. (Sadono Sukirno, 2006)

2.4.2.2 Pendekatan Keynes

Teori klasik yang beranggapan tanpa campur tangan pemerintah dalam

ekonomi maka pembangunan ekonomi berjalan maksimal. Setelah terjadi depresi

ekonomi dunia tahun 1929 -1932, teori Smith kemudian dikoreksi oleh John

Maynard Keynes (1936). Dalam bukunya The General Theory of Employment,

Interest and Money, Keynes melihat perekonomian secara keseluruhan (makro).

Implikasi pandangan Keynes adalah untuk menjamin pertumbuhan yang

stabil diperlukan peranan pemerintah dalam pengelolaan perekonomian baik

melalui kebijakan moneter (tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar) maupun

kebijakan fiskal (perpajakan dan belanja pemerintah).

2.4.3 Teori Pertumbuhan Neokeynes

Teori pertumbuhan Neokeynes dikembangkan oleh 2 orang ahli ekonomi

sesudah Keynes yaitu Evsey D. Domar dan R.F. Harrod. Domar mengemukakan

teori tersebut untuk pertama kalinya dalam tahun 1947 dalam American Economic

Review. Sedangkan Harrod telah mengemukakannya pada tahun 1939 dalam

Economic Journal. Maka pada dasarnya teori tersebut sebenarnya dikembangkan

oleh kedua orang ahli ekonomi secara terpisah. Tetapi karena inti dari teori

tersebut sangat sama maka lebih dikenal sebagai teori Harrod-Domar. Teori

Universitas Sumatera Utara


Harrod – Domar adalah perkembangan langsung dari teori makro Keynes jangka

pendek menjadi suatu teori makro jangka panjang. (Sadono Sukirno, 2006)

2.4.3.1 Teori Harrod-Domar

Perhatian Harrod berkisar pada pertumbuhan ekonomi yang dapat

berlangsung secara terus menerus dalam keadaan equilibrium yang stabil.

Perhatian Harrod dipusatkan pada persyaratan yang harus dipenuhi untuk

memelihara keseimbangan antara tabungan, investasi dan pendapatan dalam

dinamika pertumbuhan ekonomi. Sedangkan gagasan Domar berpangkal tolak

pada berlakunya asas investment multiplier. Laju pertumbuhan pada permintaan

efektif langsung dihadapkan kepada pertumbuhan kapasitas produksi.

Dengan demikian, di dalam teori Harrod-Domar menganggap pula bahwa

pertambahan dan kesanggupan memproduksi tidak secara sendirinya akan

menciptakan pertambahan produksi dan kenaikan pendapatan nasional. Harrod

dan Domar sependapat dengan Keynes bahwa pertambahan produksi dan

pendapatan nasional bukan ditentukan oleh pertambahan dalam kapasitas

memproduksi, tetapi oleh kenaikan pengeluaran masyarakat. Walaupun kapasitas

memproduksi bertambah, pendapatan nasional baru akan bertambah dan

pertumbuhan ekonomi tercipta apabila pengeluaran masyarakat mengalami

kenaikan kalau dibandingkan dengan pada masa sebelumnya.

Bertitik tolak dari pandangan ini, analisis Harrod – Domar bertujuan untuk

menunjukan syarat yang diperlukan supaya dalam jangka panjang kemampuan

memproduksi yang bertambah dari masa ke masa (yang diakibatkan oleh

Universitas Sumatera Utara


pembentukan modal pada masa sebelumnya) akan selalu sepenuhnya digunakan.

(Sadono Sukirno, 2006)

2.5 Penelitian Sebelumnya

Penelitian Ramayandi tahun 2003 berjudul “Economic Growth And

Government Size In Indonesia: Some Lessons For The Local Authorities

Department of Economics” menyatakan bahwa dengan menggunakan metode

ECM antara pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi berhubungan

negatif dan mempunyai hubungan dalam jangka panjang selama periode 1969-

1999.

Dalam penelitian Alfirman dan Sutriono tahun 2005 berjudul “Analisis

Hubungan Pengeluaran Pemerintah dan Produk Domestik Bruto dengan

menggunakan pendekatan Granger Causality dan Vector Autoregression”

menyatakan bahwa terdapat hubungan kausalitas antara total pengeluaran

pemerintah dengan produk domestik bruto. Pengeluaran rutin tidak signifikan

mempengaruhi produk domestik bruto karena lebih bersifat konsumtif dan tidak

produktif serta sebagian besar bersifat kontraktif seperti belanja untuk

pembayaran bunga utang. Sementara pengeluaran pembangunan memiliki

hubungan kausalitas positif dan signifikan terhadap produk domestik bruto. Hal

ini dapat dijelaskan oleh pengaruh positif pengeluaran sektor pertanian,

infrastruktur dan transportasi serta pendidikan terhadap produk domestik bruto

dan pengaruh positif perubahan produk domestik bruto terhadap pengeluaran

pemerintah di sektor infrastruktur dan transportasi.

Universitas Sumatera Utara


Menurut hasil penelitian yang dilakukan Wijayanti tahun 2008 berjudul

“Analisis Kausalitas antara Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi di

Indonesia tahun 1970-2005” menyatakan bahwa dengan menggunakan uji

kointegrasi Engle-Granger dan uji kausalitas Granger, secara empiris kita tidak

bisa menemukan kedua arah hubungan kasusalitas, baik Hukum Wagner maupun

hipotesis Keynes tidak valid untuk kasus Indonesia.

Menurut penelitian Manalu tahun 2004 berjudul “Analisis Pengaruh

Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” menyatakan

bahwa pengeluaran rutin berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi

Indonesia, sementara pengeluaran pembangunan berpengaruh positif terhadap

perekonomian Indonesia dengan menggunakan metode OLS dalam periode 1984-

2003.

Menurut hasil penelitian Jiranyakul tahun 2007 berjudul The Relation

Between Government Expenditure And Economic Growth In Thailand

menunjukan bahwa dengan menggunakan Granger hanya terdapat hubungan satu

arah antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi di Thailand yaitu

kenaikan pengeluaran pemerintah yang menyebabkan kenaikan pertumbuhan

ekonomi. Dalam hasil penelitian ini juga disebutkan tidak terdapat hubungan

jangka panjang antara kedua variabel. Sedangkan dengan menggunakan metode

OLS, menunjukan bahwa antara kedua variabel berhubungan positif selama

periode penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai