2018
LEMBAR PENGESAHAN
0
LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT
2. Bidang : Keperawatan
3. Ketua Tim Pengusul :
a. Nama Lengkap : Riski Oktafia, M.Kep., Ns., Sp.Kep.Mat
b. NIDN/NIK :
c. Jabatan Fungsional :
d. Golongan :
e. Program Studi : Ilmu Keperawatan
f. Bidang Keahlian : Keperawatan Maternitas
g. Nomor HP :
h. Alamat Surel (e-mail) :
4. Anggota Tim Pengusul :
a. Jumlah Tim : 10 orang (mahasiswa)
b. Nama Anggota Tim : Mita Amalia (20170320002)
Baiq Ammania Septiana (20170320015)
Azzahra Dwi Sintaningrum (20170320029)
Fadhlurrahman (20170320049)
Sayuti (20170320068)
Faris Fauzan Bachtiar (20170320080)
Regitha Sincira Primaresha (20170320086)
Intan Aprilia Krismandani (20170320105)
Tria Pratiwi (20170320119)
Rahmadayanti Nur (20170320137)
1
Mengetahui,
Ka. Prodi PSIK FKIK UMY Ketua Tim Pengusul
2
RINGKASAN
Upaya pencegahan postpartum blues ini dapat dilakukan dengan berbagai cara,
salah satunya dengan melakukan edukasi terhadap faktor resiko penyebab
postpartum blues dan meningkatkan peran keluarga dalam pendampingan ibu
postpartum.
Pengkajian Ibu postpartum blues ini dilakukan secara intens dengan berkunjung
ke rumah ibu postpartum. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan pencegahan
pada ibu-ibu Kalirandu, Bangunjiwo, Bantul, Yogyakarta.
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................1
RINGKASAN.........................................................................................................2
DAFTAR ISI ..........................................................................................................4
BAB PENDAHULUAN.......................................................................................5
A. Analisis Situasi...........................................................................................3
B. Permasalahan Mitra....................................................................................7
C. Solusi yang Ditawarkan.............................................................................8
D. Tujuan Kegiatan.........................................................................................8
E. Manfaat Kegiatan.......................................................................................8
F. Target Luaran.............................................................................................8
G. Kegiatan Penunjang...................................................................................8
H. Jadwal Kegiatan.........................................................................................8
I. Rincian Biaya.............................................................................................9
BAB PEMBAHASAN
A. Definisi Postpartum Blues.......................................................................10
B. Klasifikasi Postpartum Blues...................................................................10
C. Etiologi Postpartum Blues........................................................................11
D. Faktor Risiko............................................................................................15
E. Patologi Postpartum Blues.......................................................................15
F. Pencegahan Postpartum Blues.................................................................18
4
BAB I PENDAHULUAN
A. Analisis Situasi
Postpartum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali kedalam normal sebelum hamil. Periode ini biasanya
disebut puerperium atau masa nifas (Bobak, 2005). Perubahan tersebut
merupakan perubahan psikologis yang normal terjadi pada seorang ibu yang
baru melahirkan. Namun hanya sebagian ibu postpartum yang dapat
menyesuaikan diri, sebagian yang lain tidak berhasil menyesuaikan diri dan
mengalami gangguan-gangguan psikologis. Marshall (2006, dalam Miyansaski,
2013), mengungkapkan bahwa ada 3 jenis gangguan afek atau mood pada ibu
yang baru melahirkan dari yang ringan sampai berat yaitu: postpartum blues,
depresi postpartum, dan psikosis postpartum. Menurut penelitian Cury, (2008,
dalam Miyansaski, 2013) gangguan afek atau mood yang paling sering
dijumpai pada ibu yang baru melahirkan adalah postpartum blues. Angka
kejadian postpartum blues di beberapa negara seperti Jepang 15%-50%,
Amerika Serikat 27%, Prancis 31,3% dan Yunani 44,5%. Prevalensi untuk Asia
antara 26-85%, sedangkan prevalensi di Indonesia yaitu 50 – 70%. Postpartum
blues adalah perasaan sedih yang dibawa ibu sejak masa hamil yang
berhubungan dengan kesulitan ibu menerima kehadiran bayinya. Postpartum
blues terjadi pada 14 hari pertama pasca melahirkan puncaknya pada 3 atau 4
hari pasca melahirkan (Pieter, 2011).
Menurut Bobak (2005) postpartum blues adalah suatu tingkat keadaan
depresi bersifat sementara yang dialami oleh kebanyakan ibu yang baru
melahirkan karena perubahan tingkat hormon, tanggung jawab baru akibat
perluasan keluarga dan pengasuhan terhadap bayi. Penyebab postpartum blues
belum diketahui secara pasti. Namun kejadian postpartum blues dipengaruhi
dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang
mempengaruhi terjadinya postpartum blues antara lain fluktuasi hormonal,
faktor psikologis dan kepribadian, adanya riwayat depresi sebelumnya, riwayat
kehamilan dan persalinan dengan komplikasi, persalinan sectio caesarea,
kehamilan yang tidak direncanakan, bayi berat badan lahir rendah (BBLR),
5
pada ibu yang mengalami kesulitan dalam menyusui serta ibu yang tidak
mempunyai pengalaman merawat bayi (Henshaw, 2003). Persalinan sectio
caesaria lebih cenderung mengalami postpartum blues dibandingkan dengan
melahirkan persalinan normal, karena perawatan sectio caesarea memerlukan
waktu yang lama, sedangkan dari 63 perempuan yang dilakukan section
caesarea 25 % mengalami postpartum blues, dan dari 52 perempuan yang
melahirkan pervaginam, hanya 8 % yang mengalami postpartum blues
(Indiarti, 2007). Kondisi lain yang mendukung terjadinya postpartum blues
adalah ketergantungan karena kelemahan fisik, harga diri rendah karena
kelelahan, jauh dari keluarga, ketidaknyamanan fisik dan ketegangan dengan
peran baru terutama pada perempuan yang tidak mendapat dukungan dari
pasangan (Bobak, 2005). Menurut Ambarwati (2009, dalam Mansur, 2009)
gejala-gejala yang dapat timbul saat mengalami postpartum blues adalah: ibu
akan menangis, cemas, kesepian, khawatir dengan bayinya, kurangnya percaya
diri, tersinggung, mood yang labil, gangguan selera makan, merasa tidak
bahagia, tidak mau bicara, mengalami gangguan tidur.
Berdasarkan penelitian Tresya (2010, dalam Mansur, 2009) beberapa
penyebab postpartum blues adalah perubahan hormon, stress, ASI tidak keluar,
frustasi karena bayi tidak mau tidur, kelelahan pasca melahirkan, suami yang
tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya
dengan suami, problem dengan orang tua dan mertua, takut kehilangan bayi,
bayi sakit dan rasa bosan. Postpartum blues dapat terjadi pada semua ibu
postpartum dari etnik dan ras manapun dan dapat terjadi pada ibu primipara
maupun multipara (Henshaw, 2003). Ibu primipara merupakan kelompok yang
paling rentan mengalami depresi postpartum dibanding ibu multipara atau
grandemultipara. Postpartum blues pada ibu primipara dapat dipicu oleh
perasaan belum siap menghadapi lahirnya bayi dan timbulnya kesadaran akan
meningkatnya tanggung jawab sebagai ibu. Menurut Hawari (2001 dalam
Soep, 2009) kondisi ini jika dibiarkan dapat berlanjut menjadi depresi
postpartum. Depresi postpartum diawali dari adanya kelelahan, gangguan tidur,
6
adanya perasaan tidak mampu merawat bayi, adanya perasaan senang yang
berlebihan akibat kelahiran bayi dan gejala stres.
Depresi postpartum merupakan salah satu bagian integral dari
permasalahan gangguan jiwa yang terjadi pada ibu yang melahirkan. Dampak
dari depresi ini dapat menurunkan semangat hidup, bahkan sampai pada
tindakan ekstrem yaitu bunuh diri. Gejala dari depresi postpartum yang terjadi
adalah dipenuhi rasa sedih dan depresi yang disertai dengan menangis tanpa
sebab, tidak memiliki tenaga atau hanya sedikit saja, tidak dapat
berkonsentrasi, ada perasaan bersalah, menjadi tidak tertarik dengan bayi,
gangguan nafsu makan, ada perasaan takut untuk menyakiti diri sendiri atau
bayinya dan gangguan tidur (Mansur, 2009). Pekanbaru sebagai ibu kota
Provinsi Riau, mengalami beberapa kasus ibu postpartum dengan postpartum
blues. Berdasarkan hasil penelitian Misrawati, Lestari & Utami (2014), sekitar
16,7% ibu postpartum di RSUD mengalami postpartum blues. Dari faktor
demografi meliputi (usia, paritas, status pernikahan, tingkat pendidikan dan
status sosial ekonomi), tidak ditemukan hubungan yang berkaitan dengan
kejadian postpartum blues. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh
peneliti pada tanggal 22 Desember 2014 dengan mewawancarai 5 orang ibu
postpartum.
Dari hasil wawancara pada Ibu postpartum di Desa Kalirandu didapatkan
data bahwa 4 orang ibu antaranya mengalami tanda dan gejala postpartum
blues seperti kecemasan sering muncul tanpa sebab dalam merawat bayi,
menjadi tidak nafsu makan dan sulit tidur dan merasa bersalah ketika telah
memarahi anaknya. Berdasarkan fenomena diatas dengan adanya data yang
mendukung, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
“Pencegahan Postpartum Blues”.
B. Permasalahan Mitra
Jumlah penderita Postpartum Blues di Kalirandu melalui sampel yang sudah
dikaji mencapai perbandingan 3 dari 4 ibu pasca melahirkan, dari data tersebut
besar kemungkinan bahwa ibu pasca melahirkan mengalami postpartum blues
yang dipengaruhi beberapa faktor antara lain manajemen waktu yang berubah,
7
peran yang berubah, ketidaksiapan sebagai peran ibu maupun faktor perubahan
fisik.
C. Solusi yang ditawarkan
Jumlah penderita postpartum blues yang mencapai setengah dari sampel
responden maka diperlukan usaha pencegahan salah satunya dengan
mengedukasi peran sebagai orangtua, tanda-tanda postpartum blues dan
pencegahan postpartum blues agar masyarakat dapat melakukan perilaku
pencegahanpostpartum blues untuk mencapai kesejahteraan baik untuk ibu dan
bayi . Solusi yang ditawarkan pada permasalahan ini adalah dengan melakukan
edukasi tanda-tanda dan pencegahan postpartum blues.
D. Tujuan Kegiatan
Tujuan kegiatan ini adalah :
1 Mengetahui jumlah ibu postpartum yang mengalami postpartum blues.
2 Mengedukasi ibu postpartum mengenail cara pencegahan postpartum
blues.
E. Manfaat Kegiatan
1 Ibu postpartum dapat mengetahui terindikasi atau tidak postpartum blues.
2 Ibu postpartum mengetahui cara pencegahan postpartum blues.
F. Target Luaran
Target luaran dari kegiatan ini adalah diketahuinya cara pencegahan
postpartum blues pada ibu postpartum.
G. Kegiatan Penunjang
Kegiatan penunjang akan dilaksanakan dengan cara melakukan skirining
kesehatan, yaitu dengan cara melakukan cek kesehatan ibu postpartum ke
rumah-rumah ibu postpartum.
H. Jadwal Kegiatan
8
Laporan Kegiatan
I. Rincian Biaya
No Penggunaan Jumlah
1 Pembuatan leaflet Rp20.000,00.-
2 Alat tulis (buku, bolpoin) Rp10.000,00.-
3 Konsumsi Rp80.000,00.-
4 Transportasi Rp50.000,00.-
5 Print proposal dan laporan Rp40.000,00.-
Jumlah Rp200.000,00.-
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
10
mengalami premenstrual syndrome. Kemungkinan rekuren pada
kehamilan berikutnya.
Penatalaksanaan depresi berat adalah dukungan keluarga dan lingkungan
sekitar, terapi psikologis dan psikiater dan psikolog, kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian anti depresan (hati – hati) pemberian depresan
pada wanita hamil dan menyusui, pasien dengan percobaan bunuh diri
sebaiknya tidak ditinggal sendirian dirumah, jika diperluakan lakukan
perawatan dirumah sakit, tidak dianjurkan untuk rooming in atau rawat
gabung dengan bayinya. (Sukrisno, 2010)
11
Rasa sakit pada masa nifas awal
12
sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita primipara. Wanita
primipara lebih umum menderita blues karena setelah melahirkan wanita
primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri
sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan menjadi
bingung sementara bayinya harus tetap dirawat.
b) Faktor fisik. Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya
gangguan mental selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor
fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting.
Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan periode laten
selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini
sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang progesteron naik dan
estrogen yang menurun secara cepat setelah melahirkan merupakan faktor
penyebab yang sudah pasti.
c) Faktor psikologis. Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu”
pada akhir kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung
pada penyesuaian psikologis individu. Klaus dan Kennel (Regina dkk,
2014), mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa
peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara ibu dan anak..
d) Faktor sosial. Paykel (Regina dkk, 2014) mengemukakan bahwa
pemukiman yang tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada
ibu – ibu, selain kurangnya dukungan dalam perkawinan.
13
kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental
perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu.
c) Faktor pengalaman. Beberapa penelitian diantaranya adalah pnelitian yang
dilakukan oleh Paykel dan Inwood (Regina dkk, 2001) mengatakan bahwa
depresi pascasalin ini lebih banyak ditemukan pada perempuan primipara,
mengingat bahwa peran seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan
bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi dirinya dan dapat
menimbulkan stres. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Le Masters
yang melibatkan suami istri muda dari kelas sosial menengah mengajukan
hipotesis bahwa 83% dari mereka mengalami krisis setelah kelahiran bayi
pertama.
d) Faktor pendidikan. Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi
tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang
memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar
rumah, dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari
anak–anak mereka (Kartono, 1992).
e) Faktor selama proses persalinan. Hal ini mencakup lamanya persalinan,
serta intervensi medis yang digunakan selama proses persalinan. Diduga
semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat persalinan, maka
akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan kemungkinan
perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi pascasalin.
f) Faktor dukungan sosial. Banyaknya kerabat yang membantu pada saat
kehamilan, persalinan dan pascasalin, beban seorang ibu karena
kehamilannya sedikit banyak berkurang.
D. Faktor Resiko
Secara global diperkirakan terdapat 20% wanita melahirkan menderita post
partum blues, di Belanda diperkirakan sekitar 2-10% ibu melahirkan mengidap
gangguan ini. Beberapa kondisi yang dapat memunculkan depresi post partum
blues, antara lain :
a) Ibu yang pernah mengalami gangguan kecemasaan termasuk depresi
sebelum hamil
b) Kejadian-kejadian sebagai stressor yang terjadi pada ibu hamil, seperti
kehilangan suaminya.
14
c) Kondisi bayi yang cacat, atau memerlukan perawatan khusus pasca
melahirkan yang tidak pernah dibayangkan oleh sang ibu sebelumnya.
d) Melahirkan di bawah usia 20 tahun.
e) Tidak adanya perencanaan kehamilan atau kehamilan yang tidak diharapkan
f) Ketergantungan pada alkohol atau narkoba
g) Kurangnya dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga, suami, dan
teman
h) Kurangnya komunikasi, perhatian, dan kasih sayang dari suami, atau pacar,
atau orang yang bersangkutan dengan sang ibu.
i) Mempunyai permasalahan keuangan menyangkut biaya, dan perawatan
bayi.
j) Kurangnya kasih sayang dimasa kanak-kanak
k) Adanya keinginan untuk bunuh diri pada masa sebelum kehamilan.
15
suasana hati biasa terjadi sesaaat sebelum menstruasi sesaat sebelum
menstruasi (ketegangan pramenstruasi) dan setelah persalinan (depresi post
partum). Perubahan hormone serupa biasa terjadi pada wanita pemakai pil KB
yang mengalami depresi.
Kelainan fungsi tiroid yang sering terjadi pada wanita, juga merupakan
factor factor yang berperan dalam terjadinya depresi. Depresi juga bias terjadi
karena atau bersamaan dengan sejumlah penyakit atau kelainan fisik. Kelainan
fisik bias menyebabkan terjadinya depresi secara ; langsung, misalnya ketika
penyakit tiroid menyebabkan berubahnya kadar hormone. Yang bias
menyebabkan terjadinya depresi tidak langsung, misalnya ketika penyakit
atritis rematoid menyebabkan nyeri dan cacat, yang bias menyebabkan depresi.
Ada pula kelainan fisik menyebabkan depresi secara langsung dan tidak
langsung. Misalnya AIDS; secara langsung menyebabkan depresi jika virus
penyebabnya merusak otak; secara tidak langsung menyebabkan depresi jika
menimbulkan dampak negative terhadap kehidupan penderitanya
Secara umum sebagaian besar wanita mengalami gangguan emosional
setelah melahirkan. Clydde (Regina dkk, 2001), bentuk gangguan postpartum
yang umum adalah depresi, mudah marah dan terutama mudah frustasi serta
emosional. Gangguan mood selama periode postpartum merupakan salah satu
gangguan yang paling sering terjadi pada wanita baik primipara maupun
multipara. Menurut DSM-IV, gangguan pascasalin diklasifikasikan dalam
gangguan mood dan onset gejala adalah dalam 4 minggu pascapersalinan. ada
3 tipe gangguan mood pascasalin, diantaranya adalah maternity blues,
postpartum depression dan postpartum psychosis (Ling dan Duff, 2001).
Depresi postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988.
Pitt (Regina dkk, 2001), depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari
hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu
makan, dan kehilangan libido (kehilangan selera untuk berhubungan intim
dengan suami). Masih menurut Pitt (Regina dkk, 2001) tingkat keparahan
depresi postpartum bervariasi. Keadaan ekstrem yang paling ringan yaitu saat
ibu mengalami “kesedihan sementara” yang berlangsung sangat cepat pada
masa awal postpartum, ini disebut dengan the blues atau maternity blues.
16
Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis postpartum atau
melankolia. Diantara 2 keadaan ekstrem tersebut terdapat kedaan yang relatif
mempunyai tingkat keparahan sedang yang disebut neurosa depresi atau
depresi postpartum.
Menurut Duffet-Smith (1995), depresi pascasalin bisa berkaitan dengan
terjadinya akumulasi stres. Ada stres yang tidak dapat dihindari, seperti
operasi. Depresi adalah pengalaman yang negatif ketika semua persoalan
tamapak tidak terpecahkan. Persoalan juga tidak akan terpecahkan dengan
berpikir lebih positif, tetapi sikap itu akan membuat depresi lebih dapat
dikendalikan.
Monks dkk (1988), menyatakan bahwa depresi postpartum merupakan problem
psikis sesudah melahirkan seperti labilitas afek, kecemasan dan depresi pada
ibu yang dapat berlangsung berbulan – bulan. Sloane dan Bennedict (1997)
menyatakan bahwa depresi postpartum biasanya terjadi pada 4 hari pertama
masa setelah melahirkan dan berlangsung terus 1 – 2 minggu.
Llewellyn–Jones (1994), menyatakan bahwa wanita yang didiagnosa secara
klinis pada masa postpartum mengalami depresi dalam 3 bulan pertama setelah
melahirkan. Wanita yang menderita depresi postpartum adalah mereka yang
secara sosial dan emosional merasa terasingkan atau mudah tegang dalam
setiap kejadian hidupnya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
depresi postpartum adalah gangguan emosional pasca persalinan yang
bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama masa setelah melahirkan dan
berlangsung terus – menerus sampai 6 bulan bahkan sampai satu tahun.
17
Diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan, lakukan usaha yang terbaik
dengan makan dan tidur yang cukup. Keduanya penting selama periode
postpartum.
c) Olahraga
Olahraga adalah kunci untuk mengurangi postpartum. Lakukan peregangan
selama 15 menit dengan berjalan setiap hari, sehingga membuat Ibu
postpartum merasa lebih baik dan menguasai emosi berlebihan dalam diri.
d) Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah melahirkan
Jika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti membeli
rumah atau pindah kerja, sebelum atau setelah melahirkan. Tetaplah hidup
secara sederhana dan menghindari stres, sehingga dapat segera dan lebih
mudah menyembuhkan postpartum yang diderita.
e) Beritahukan perasaan
Jangan takut untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan yang Anda
inginkan dan butuhkan demi kenyamanan Ibu postpartum sendiri. Jika
memiliki masalah dan merasa tidak nyaman terhadap sesuatu, segera
beritahukan pada pasangan atau orang terdekat.
f) Dukungan keluarga dan orang lain diperlukan
Dukungan dari keluarga atau orang yang Ibu postpartum cintai selama
melahirkan, sangat diperlukan. Ceritakan pada pasangan atau orangtua, atau
siapa saja yang bersedia menjadi pendengar yang baik. Yakinkan diri, bahwa
mereka akan selalu berada di sisi Ibu postpartum setiap mengalami
kesulitan.
g) Lakukan pekerjaan rumah tangga
Pekerjaan rumah tangga sedikitnya dapat membantu melupakan golakan
perasaan yang terjadi selama periode postpartum. Kondisi Ibu postpartum
yang belum stabil, bisa Ibu postpartum curahkan dengan memasak atau
membersihkan rumah. Mintalah dukungan dari keluarga dan lingkungan,
meski pembantu rumah tangga telah melakukan segalanya.
h) Dukungan emosional
Dukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga, akan membantu Ibu
postpartum dalam mengatasi rasa frustasi yang menjalar. Ceritakan kepada
mereka bagaimana perasaan serta perubahan kehidupan Ibu postpartum,
hingga merasa lebih baik setelahnya.
i) Dukungan kelompok Postpartum Blues
18
Dukungan terbaik datang dari orang-orang yang ikut mengalami dan
merasakan hal yang sama dengan Ibu postpartum. Carilah informasi
mengenai adanya kelompok Postpartum Blues yang bisa Anda ikuti,
sehingga Ibu postpartum tidak merasa sendirian menghadapi persoalan ini.
19
BAB III METODE DAN MATERI
20