Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENGKAJIAN MASYARAKAT

“KEJADIAN POSTPARTUM BLUES DI DESA KALIRANDU BANTUL :


PENCEGAHAN POSTPARTUM”
PENGUSUL
Riski Oktafia, M.Kep., Ns., Sp.Kep.Mat
Mita Amalia (20170320002)
Baiq Ammania Septiana (20170320015)
Azzahra Dwi Sintaningrum (20170320029)
Fadhlurrahman (20170320049)
Sayuti (20170320068)
Faris Fauzan Bachtiar (20170320080)
Regitha Sincira Primaresha (20170320086)
Intan Aprilia Krismandani (20170320105)
Tria Pratiwi (20170320119)
Rahmadayanti Nur (20170320137)

DIBIAYAI DANA PSIK FKIK UMY


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2018
LEMBAR PENGESAHAN

0
LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT

1. Judul Pengabdian : Kejadian Postpartum Blues di Desa Kalirandu Bantul :


Pencegahan Postpartum

2. Bidang : Keperawatan
3. Ketua Tim Pengusul :
a. Nama Lengkap : Riski Oktafia, M.Kep., Ns., Sp.Kep.Mat
b. NIDN/NIK :
c. Jabatan Fungsional :
d. Golongan :
e. Program Studi : Ilmu Keperawatan
f. Bidang Keahlian : Keperawatan Maternitas
g. Nomor HP :
h. Alamat Surel (e-mail) :
4. Anggota Tim Pengusul :
a. Jumlah Tim : 10 orang (mahasiswa)
b. Nama Anggota Tim : Mita Amalia (20170320002)
Baiq Ammania Septiana (20170320015)
Azzahra Dwi Sintaningrum (20170320029)
Fadhlurrahman (20170320049)
Sayuti (20170320068)
Faris Fauzan Bachtiar (20170320080)
Regitha Sincira Primaresha (20170320086)
Intan Aprilia Krismandani (20170320105)
Tria Pratiwi (20170320119)
Rahmadayanti Nur (20170320137)

5. Waktu Pelaksanaan : 1 bulan

6. Biaya Pengabdian : PSIK FKIK UMY : Rp. 200.000.-

Yogyakarta, 29 Desember 2018

1
Mengetahui,
Ka. Prodi PSIK FKIK UMY Ketua Tim Pengusul

Shanti Wardaningsih, Ns., Riski Oktafia, M.Kep., Ns.,


M.Kep.,Sp.Jiwa Sp.Kep.Mat
NIK: NIK:

2
RINGKASAN

Post partum blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan,


biasanya hanya muncul sementara waktu, yakni sekitar dua hari hingga dua
minggu sejak kelahiran bayi. Tanda dan gejalanya antara lain cemas tanpa sebab,
menangis tanpa sebab, tidak sabar, tidak percaya diri, sensitif atau mudah
tersinggung, serta merasa kurang menyayangi bayinya. Peningkatan dukungan
mental atau dukungan keluarga sangat di perlukan dalam mengatasi gangguan
psikologis yang berhubungan dengan masa nifas ini. (Dahro, 2012)

Upaya pencegahan postpartum blues ini dapat dilakukan dengan berbagai cara,
salah satunya dengan melakukan edukasi terhadap faktor resiko penyebab
postpartum blues dan meningkatkan peran keluarga dalam pendampingan ibu
postpartum.

Pengkajian Ibu postpartum blues ini dilakukan secara intens dengan berkunjung
ke rumah ibu postpartum. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan pencegahan
pada ibu-ibu Kalirandu, Bangunjiwo, Bantul, Yogyakarta.

Sebanyak 4 ibu postpartum dilakukan pengkajian. Sebagian besar usia responden


berada dalam rentang 20-30 tahun dengan hasil 2 ibu mengalami postpartum
blues. Pengkajian ini sangat penting dan bermanfaat sebagai usaha pencegahan
dan penyuluhan postpartum blues pada ibu pasca melahirkan.

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................1
RINGKASAN.........................................................................................................2
DAFTAR ISI ..........................................................................................................4
BAB  PENDAHULUAN.......................................................................................5
A. Analisis Situasi...........................................................................................3
B. Permasalahan Mitra....................................................................................7
C. Solusi yang Ditawarkan.............................................................................8
D. Tujuan Kegiatan.........................................................................................8
E. Manfaat Kegiatan.......................................................................................8
F. Target Luaran.............................................................................................8
G. Kegiatan Penunjang...................................................................................8
H. Jadwal Kegiatan.........................................................................................8
I. Rincian Biaya.............................................................................................9
BAB  PEMBAHASAN
A. Definisi Postpartum Blues.......................................................................10
B. Klasifikasi Postpartum Blues...................................................................10
C. Etiologi Postpartum Blues........................................................................11
D. Faktor Risiko............................................................................................15
E. Patologi Postpartum Blues.......................................................................15
F. Pencegahan Postpartum Blues.................................................................18

BAB III PENUTUP


A. Metode Penerapan Edukasi......................................................................20
B. Alat dan Bahan.........................................................................................20
C. Prosedur Pelaksanaan Kegiatan...............................................................20

4
BAB I PENDAHULUAN

A. Analisis Situasi
Postpartum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali kedalam normal sebelum hamil. Periode ini biasanya
disebut puerperium atau masa nifas (Bobak, 2005). Perubahan tersebut
merupakan perubahan psikologis yang normal terjadi pada seorang ibu yang
baru melahirkan. Namun hanya sebagian ibu postpartum yang dapat
menyesuaikan diri, sebagian yang lain tidak berhasil menyesuaikan diri dan
mengalami gangguan-gangguan psikologis. Marshall (2006, dalam Miyansaski,
2013), mengungkapkan bahwa ada 3 jenis gangguan afek atau mood pada ibu
yang baru melahirkan dari yang ringan sampai berat yaitu: postpartum blues,
depresi postpartum, dan psikosis postpartum. Menurut penelitian Cury, (2008,
dalam Miyansaski, 2013) gangguan afek atau mood yang paling sering
dijumpai pada ibu yang baru melahirkan adalah postpartum blues. Angka
kejadian postpartum blues di beberapa negara seperti Jepang 15%-50%,
Amerika Serikat 27%, Prancis 31,3% dan Yunani 44,5%. Prevalensi untuk Asia
antara 26-85%, sedangkan prevalensi di Indonesia yaitu 50 – 70%. Postpartum
blues adalah perasaan sedih yang dibawa ibu sejak masa hamil yang
berhubungan dengan kesulitan ibu menerima kehadiran bayinya. Postpartum
blues terjadi pada 14 hari pertama pasca melahirkan puncaknya pada 3 atau 4
hari pasca melahirkan (Pieter, 2011).
Menurut Bobak (2005) postpartum blues adalah suatu tingkat keadaan
depresi bersifat sementara yang dialami oleh kebanyakan ibu yang baru
melahirkan karena perubahan tingkat hormon, tanggung jawab baru akibat
perluasan keluarga dan pengasuhan terhadap bayi. Penyebab postpartum blues
belum diketahui secara pasti. Namun kejadian postpartum blues dipengaruhi
dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang
mempengaruhi terjadinya postpartum blues antara lain fluktuasi hormonal,
faktor psikologis dan kepribadian, adanya riwayat depresi sebelumnya, riwayat
kehamilan dan persalinan dengan komplikasi, persalinan sectio caesarea,
kehamilan yang tidak direncanakan, bayi berat badan lahir rendah (BBLR),

5
pada ibu yang mengalami kesulitan dalam menyusui serta ibu yang tidak
mempunyai pengalaman merawat bayi (Henshaw, 2003). Persalinan sectio
caesaria lebih cenderung mengalami postpartum blues dibandingkan dengan
melahirkan persalinan normal, karena perawatan sectio caesarea memerlukan
waktu yang lama, sedangkan dari 63 perempuan yang dilakukan section
caesarea 25 % mengalami postpartum blues, dan dari 52 perempuan yang
melahirkan pervaginam, hanya 8 % yang mengalami postpartum blues
(Indiarti, 2007). Kondisi lain yang mendukung terjadinya postpartum blues
adalah ketergantungan karena kelemahan fisik, harga diri rendah karena
kelelahan, jauh dari keluarga, ketidaknyamanan fisik dan ketegangan dengan
peran baru terutama pada perempuan yang tidak mendapat dukungan dari
pasangan (Bobak, 2005). Menurut Ambarwati (2009, dalam Mansur, 2009)
gejala-gejala yang dapat timbul saat mengalami postpartum blues adalah: ibu
akan menangis, cemas, kesepian, khawatir dengan bayinya, kurangnya percaya
diri, tersinggung, mood yang labil, gangguan selera makan, merasa tidak
bahagia, tidak mau bicara, mengalami gangguan tidur.
Berdasarkan penelitian Tresya (2010, dalam Mansur, 2009) beberapa
penyebab postpartum blues adalah perubahan hormon, stress, ASI tidak keluar,
frustasi karena bayi tidak mau tidur, kelelahan pasca melahirkan, suami yang
tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya
dengan suami, problem dengan orang tua dan mertua, takut kehilangan bayi,
bayi sakit dan rasa bosan. Postpartum blues dapat terjadi pada semua ibu
postpartum dari etnik dan ras manapun dan dapat terjadi pada ibu primipara
maupun multipara (Henshaw, 2003). Ibu primipara merupakan kelompok yang
paling rentan mengalami depresi postpartum dibanding ibu multipara atau
grandemultipara. Postpartum blues pada ibu primipara dapat dipicu oleh
perasaan belum siap menghadapi lahirnya bayi dan timbulnya kesadaran akan
meningkatnya tanggung jawab sebagai ibu. Menurut Hawari (2001 dalam
Soep, 2009) kondisi ini jika dibiarkan dapat berlanjut menjadi depresi
postpartum. Depresi postpartum diawali dari adanya kelelahan, gangguan tidur,

6
adanya perasaan tidak mampu merawat bayi, adanya perasaan senang yang
berlebihan akibat kelahiran bayi dan gejala stres.
Depresi postpartum merupakan salah satu bagian integral dari
permasalahan gangguan jiwa yang terjadi pada ibu yang melahirkan. Dampak
dari depresi ini dapat menurunkan semangat hidup, bahkan sampai pada
tindakan ekstrem yaitu bunuh diri. Gejala dari depresi postpartum yang terjadi
adalah dipenuhi rasa sedih dan depresi yang disertai dengan menangis tanpa
sebab, tidak memiliki tenaga atau hanya sedikit saja, tidak dapat
berkonsentrasi, ada perasaan bersalah, menjadi tidak tertarik dengan bayi,
gangguan nafsu makan, ada perasaan takut untuk menyakiti diri sendiri atau
bayinya dan gangguan tidur (Mansur, 2009). Pekanbaru sebagai ibu kota
Provinsi Riau, mengalami beberapa kasus ibu postpartum dengan postpartum
blues. Berdasarkan hasil penelitian Misrawati, Lestari & Utami (2014), sekitar
16,7% ibu postpartum di RSUD mengalami postpartum blues. Dari faktor
demografi meliputi (usia, paritas, status pernikahan, tingkat pendidikan dan
status sosial ekonomi), tidak ditemukan hubungan yang berkaitan dengan
kejadian postpartum blues. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh
peneliti pada tanggal 22 Desember 2014 dengan mewawancarai 5 orang ibu
postpartum.
Dari hasil wawancara pada Ibu postpartum di Desa Kalirandu didapatkan
data bahwa 4 orang ibu antaranya mengalami tanda dan gejala postpartum
blues seperti kecemasan sering muncul tanpa sebab dalam merawat bayi,
menjadi tidak nafsu makan dan sulit tidur dan merasa bersalah ketika telah
memarahi anaknya. Berdasarkan fenomena diatas dengan adanya data yang
mendukung, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
“Pencegahan Postpartum Blues”.
B. Permasalahan Mitra
Jumlah penderita Postpartum Blues di Kalirandu melalui sampel yang sudah
dikaji mencapai perbandingan 3 dari 4 ibu pasca melahirkan, dari data tersebut
besar kemungkinan bahwa ibu pasca melahirkan mengalami postpartum blues
yang dipengaruhi beberapa faktor antara lain manajemen waktu yang berubah,

7
peran yang berubah, ketidaksiapan sebagai peran ibu maupun faktor perubahan
fisik.
C. Solusi yang ditawarkan
Jumlah penderita postpartum blues yang mencapai setengah dari sampel
responden maka diperlukan usaha pencegahan salah satunya dengan
mengedukasi peran sebagai orangtua, tanda-tanda postpartum blues dan
pencegahan postpartum blues agar masyarakat dapat melakukan perilaku
pencegahanpostpartum blues untuk mencapai kesejahteraan baik untuk ibu dan
bayi . Solusi yang ditawarkan pada permasalahan ini adalah dengan melakukan
edukasi tanda-tanda dan pencegahan postpartum blues.
D. Tujuan Kegiatan
Tujuan kegiatan ini adalah :
1 Mengetahui jumlah ibu postpartum yang mengalami postpartum blues.
2 Mengedukasi ibu postpartum mengenail cara pencegahan postpartum
blues.
E. Manfaat Kegiatan
1 Ibu postpartum dapat mengetahui terindikasi atau tidak postpartum blues.
2 Ibu postpartum mengetahui cara pencegahan postpartum blues.
F. Target Luaran
Target luaran dari kegiatan ini adalah diketahuinya cara pencegahan
postpartum blues pada ibu postpartum.
G. Kegiatan Penunjang
Kegiatan penunjang akan dilaksanakan dengan cara melakukan skirining
kesehatan, yaitu dengan cara melakukan cek kesehatan ibu postpartum ke
rumah-rumah ibu postpartum.
H. Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Desember 2018 Januari


2019
Minggu Minggu Minggu Minggu
2 3 4 1
1 Pengajuan
Proposal
2 Penyuluhan
Kesehatan
3 Penyusunan
Laporan Kegiatan
4 Penyerahan

8
Laporan Kegiatan

I. Rincian Biaya

No Penggunaan Jumlah
1 Pembuatan leaflet Rp20.000,00.-
2 Alat tulis (buku, bolpoin) Rp10.000,00.-
3 Konsumsi Rp80.000,00.-
4 Transportasi Rp50.000,00.-
5 Print proposal dan laporan Rp40.000,00.-
Jumlah Rp200.000,00.-

9
BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Definisi Postpartum Blues

Postpartum blues adalah gangguan suasana hati yang berlangsung selama


3-6 harri pasca melahirkan.Sydrome baby blues ini sering terjadi dalam 14
hari pertama setelah melahirkan,dan cenderung lebih buruk pada hari ke 3
dan 4. (Mansyur 2009)

Post partum blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah


melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu, yakni sekitar dua hari
hingga 2 minggu sejak kelahiran bayi. Tanda dan gejalanya antara lain cemas
tanpa sebab, menangis tanpa sebab, tidak sabar, tidak percaya diri, sensitive
atau mudah tersinggung, serta merasa kurang menyayangi bayinya.
Peningkatan dukungan mental atau dukungan keluarga sangat diperlukan
dalam mengatasi gangguan psikologis yang berhubungan dengan masa nifas.
(Dahro, 2012)

B. Klasifikasi Postpartum Blues

Beberapa klasifikasi postpartum blues, sebagai berikut :


a.) Ringan
Post partum blues atau sering juga disebut maternityblues/ syndroma ibu
baru dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan yang sering
tampak pada minggu pertama setelah persalinan, ditandai dengan gejala –
gejala : Reaksi depresi/ sedih/ disporia, sering mengais, mudah
tersinggung, cemas , labilitas perasaan.
b.) Berat
Depresi berat dikenal sebagai syndroma depresi non psikotik pada
kehamilan namun umumnya terjadi dalam beberapa minggu sampai
beberapa bulan setelah kelahiran. Gejala – gejala depresi berat, seperti
perubahan pada mood, gangguan pada pola tidur dan makan, perubahan
mental dan libido, dapat pula muncul fobia, ketakutan akan menyakiti diri
sendiri dan bayinya, depresi berat akan memiliki resiko tinggi pada wanita
atau keluarga yang pernah mengalami kelainan psikiatrik atau pernah

10
mengalami premenstrual syndrome. Kemungkinan rekuren pada
kehamilan berikutnya.
Penatalaksanaan depresi berat adalah dukungan keluarga dan lingkungan
sekitar, terapi psikologis dan psikiater dan psikolog, kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian anti depresan (hati – hati) pemberian depresan
pada wanita hamil dan menyusui, pasien dengan percobaan bunuh diri
sebaiknya tidak ditinggal sendirian dirumah, jika diperluakan lakukan
perawatan dirumah sakit, tidak dianjurkan untuk rooming in atau rawat
gabung dengan bayinya. (Sukrisno, 2010)

C. Etiologi Postpartum Blues


Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum
diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya
postpartum blues, antara lain :
a) Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen,
progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah
melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum
karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase
yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan
serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi.
b) Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan. Latar belakang
psikososial ibu Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
Ada beberapa hal yang menyebabkan post partum blues, diantaranya :
 Lingkungan melahirkan yang dirasakan kurang nyaman oleh si ibu.
 Kurangnya dukungan dari keluarga maupun suami.
 Sejarah keluarga atau pribadi yang mengalami gangguan psikologis.
 Hubungan sex yang kurang menyenangkan setelah melahirkan
 Tidak ada perhatian dari suami maupun keluarga
 Tidak mempunyai pengalaman menjadi orang tua dimasa kanak-kanak
atau remaja. Misalnya tidak mempunyai saudara kandung untuk
dirawat.
 Takut tidak menarik lagi bagi suaminya
 Kelelahan, kurang tidur
 Cemas terhadap kemampuan merawat bayinya
 Kekecewaan emosional (hamil,salin)

11
 Rasa sakit pada masa nifas awal

Cycde (Regina dkk, 2014) mengemukakan bahwa depresi postpartum


tidak berbeda secara mencolok dengan gangguan mental atau gangguan
emosional. Suasana sekitar kehamilan dan kelahiran dapat dikatakan bukan
penyebab tapi pencetus timbulnya gangguan emosional.

Nadesul (1992 dalam Regina dkk 2014), penyebab nyata terjadinya


gangguan pasca melahirkan adalah adanya ketidakseimbangan hormonal ibu,
yang merupakan efek sampingan kehamilan dan persalinan. Sarafino (Yanita
dan Zamralita, 2001), faktor lain yang dianggap sebagai penyebab munculnya
gejala ini adalah masa lalu ibu tersebut, yang mungkin mengalami penolakan
dari orang tuanya atau orang tua yang overprotective, kecemasan yang tinggi
terhadap perpisahan, dan ketidakpuasaan dalam pernikahan. Perempuan yang
memiliki sejarah masalah emosional rentan terhadap gejala depresi ini,
kepribadian dan variabel sikap selama masa kehamilan seperti kecemasan,
kekerasan dan kontrol eksternal berhubungan dengan munculnya gejala
depresi.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Llewellyn–Jones (1994),


karakteristik wanita yang berisiko mengalami depresi postpartum adalah :
wanita yang mempunyai sejarah pernah mengalami depresi, wanita yang
berasal dari keluarga yang kurang harmonis, wanita yang kurang mendapatkan
dukungan dari suami atau orang–orang terdekatnya selama hamil dan setelah
melahirkan, wanita yang jarang berkonsultasi dengan dokter selama masa
kehamilannya misalnya kurang komunikasi dan informasi, wanita yang
mengalami komplikasi selama kehamilan.

Pitt, 2001 dalam Regina dkk, 2014, mengemukakan 4 faktor penyebeb


depresi postpartum sebagai berikut :

a) Faktor konstitusional. Gangguan post partum berkaitan dengan status


paritas adalah riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai
bersalin serta apakah ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan

12
sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita primipara. Wanita
primipara lebih umum menderita blues karena setelah melahirkan wanita
primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri
sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan menjadi
bingung sementara bayinya harus tetap dirawat.
b) Faktor fisik. Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya
gangguan mental selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor
fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting.
Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan periode laten
selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini
sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang progesteron naik dan
estrogen yang menurun secara cepat setelah melahirkan merupakan faktor
penyebab yang sudah pasti.
c) Faktor psikologis. Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu”
pada akhir kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung
pada penyesuaian psikologis individu. Klaus dan Kennel (Regina dkk,
2014), mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa
peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara ibu dan anak..
d) Faktor sosial. Paykel (Regina dkk, 2014) mengemukakan bahwa
pemukiman yang tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada
ibu – ibu, selain kurangnya dukungan dalam perkawinan.

Menurut Kruckman (Yanita dan zamralita, 2013), menyatakan terjadinya


depresi pascasalin dipengaruhi oleh faktor :

a) Biologis. Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi postpartum sebagai


akibat kadar hormon seperti estrogen, progesteron dan prolaktin yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa nifas atau mungkin
perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalu lambat.
b) Faktor umur. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat
bagi seseorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20–30 tahun,
dan hal ini mendukung masalah periode yang optimal bagi perawatan bayi
oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan yang bersangkutan saat

13
kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental
perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu.
c) Faktor pengalaman. Beberapa penelitian diantaranya adalah pnelitian yang
dilakukan oleh Paykel dan Inwood (Regina dkk, 2001) mengatakan bahwa
depresi pascasalin ini lebih banyak ditemukan pada perempuan primipara,
mengingat bahwa peran seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan
bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi dirinya dan dapat
menimbulkan stres. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Le Masters
yang melibatkan suami istri muda dari kelas sosial menengah mengajukan
hipotesis bahwa 83% dari mereka mengalami krisis setelah kelahiran bayi
pertama.
d) Faktor pendidikan. Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi
tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang
memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar
rumah, dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari
anak–anak mereka (Kartono, 1992).
e) Faktor selama proses persalinan. Hal ini mencakup lamanya persalinan,
serta intervensi medis yang digunakan selama proses persalinan. Diduga
semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat persalinan, maka
akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan kemungkinan
perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi pascasalin.
f) Faktor dukungan sosial. Banyaknya kerabat yang membantu pada saat
kehamilan, persalinan dan pascasalin, beban seorang ibu karena
kehamilannya sedikit banyak berkurang.

D. Faktor Resiko
Secara global diperkirakan terdapat 20% wanita melahirkan menderita post
partum blues, di Belanda diperkirakan sekitar 2-10% ibu melahirkan mengidap
gangguan ini. Beberapa kondisi yang dapat memunculkan depresi post partum
blues, antara lain :
a) Ibu yang pernah mengalami gangguan kecemasaan termasuk depresi
sebelum hamil
b) Kejadian-kejadian sebagai stressor yang terjadi pada ibu hamil, seperti
kehilangan suaminya.

14
c) Kondisi bayi yang cacat, atau memerlukan perawatan khusus pasca
melahirkan yang tidak pernah dibayangkan oleh sang ibu sebelumnya.
d) Melahirkan di bawah usia 20 tahun.
e) Tidak adanya perencanaan kehamilan atau kehamilan yang tidak diharapkan
f) Ketergantungan pada alkohol atau narkoba
g) Kurangnya dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga, suami, dan
teman
h) Kurangnya komunikasi, perhatian, dan kasih sayang dari suami, atau pacar,
atau orang yang bersangkutan dengan sang ibu.
i) Mempunyai permasalahan keuangan menyangkut biaya, dan perawatan
bayi.
j) Kurangnya kasih sayang dimasa kanak-kanak
k) Adanya keinginan untuk bunuh diri pada masa sebelum kehamilan.

E. Patofisiologi Post Partum


Para wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika
mereka terisolasi secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami
peristiwa kehidupan yang menekan. Post partum blues tidak berhubungan
dengan perubahan hormonal, bikimia atau kekurangan gizi. Antara 8% sampai
12% wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi
sangat tertekan sehingga mencari bantuan dokter.
Beberapa dugaan kemunculan ini disebabkan oleh beberapa faktor dari
dalam dan luar individu. Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen
(1985) menunjukkan bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya
bagi perkembangan anak di kemudian hari. De Jonge Andriaansen juga
meneliti beberapa teknologi medis (penggunaan alat-alat obstetrical) dalam
pertolongan melahirkan dapat memicu depresi ini. Misalnya saja pada
pembedahan caesar, penggunaan tang, tusuk punggung, episiotomi dan
sebagainya.
Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat
dianggap pemicu depresi ini. Diperikiran sekitar 50-70% ibu melahirkan
menunjukkan gejala-gejala awal kemunculan depresi post partum blues, walau
demikian gejala tersebut dapat hilang secara perlahan karena proses adaptasi
dan dukungan keluarga yang tepat.
Faktor biologis yang paling banyak terlibat adalah factor hormonal.
Perubahan kadar hormone pada wanita memegang peran penting ; perubahan

15
suasana hati biasa terjadi sesaaat sebelum menstruasi sesaat sebelum
menstruasi (ketegangan pramenstruasi) dan setelah persalinan (depresi post
partum). Perubahan hormone serupa biasa terjadi pada wanita pemakai pil KB
yang mengalami depresi.
Kelainan fungsi tiroid yang sering terjadi pada wanita, juga merupakan
factor factor yang berperan dalam terjadinya depresi. Depresi juga bias terjadi
karena atau bersamaan dengan sejumlah penyakit atau kelainan fisik. Kelainan
fisik bias menyebabkan terjadinya depresi secara ; langsung, misalnya ketika
penyakit tiroid menyebabkan berubahnya kadar hormone. Yang bias
menyebabkan terjadinya depresi tidak langsung, misalnya ketika penyakit
atritis rematoid menyebabkan nyeri dan cacat, yang bias menyebabkan depresi.
Ada pula kelainan fisik menyebabkan depresi secara langsung dan tidak
langsung. Misalnya AIDS; secara langsung menyebabkan depresi jika virus
penyebabnya merusak otak; secara tidak langsung menyebabkan depresi jika
menimbulkan dampak negative terhadap kehidupan penderitanya
Secara umum sebagaian besar wanita mengalami gangguan emosional
setelah melahirkan. Clydde (Regina dkk, 2001), bentuk gangguan postpartum
yang umum adalah depresi, mudah marah dan terutama mudah frustasi serta
emosional. Gangguan mood selama periode postpartum merupakan salah satu
gangguan yang paling sering terjadi pada wanita baik primipara maupun
multipara. Menurut DSM-IV, gangguan pascasalin diklasifikasikan dalam
gangguan mood dan onset gejala adalah dalam 4 minggu pascapersalinan. ada
3 tipe gangguan mood pascasalin, diantaranya adalah maternity blues,
postpartum depression dan postpartum psychosis (Ling dan Duff, 2001).
Depresi postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988.
Pitt (Regina dkk, 2001), depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari
hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu
makan, dan kehilangan libido (kehilangan selera untuk berhubungan intim
dengan suami). Masih menurut Pitt (Regina dkk, 2001) tingkat keparahan
depresi postpartum bervariasi. Keadaan ekstrem yang paling ringan yaitu saat
ibu mengalami “kesedihan sementara” yang berlangsung sangat cepat pada
masa awal postpartum, ini disebut dengan the blues atau maternity blues.

16
Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis postpartum atau
melankolia. Diantara 2 keadaan ekstrem tersebut terdapat kedaan yang relatif
mempunyai tingkat keparahan sedang yang disebut neurosa depresi atau
depresi postpartum.
Menurut Duffet-Smith (1995), depresi pascasalin bisa berkaitan dengan
terjadinya akumulasi stres. Ada stres yang tidak dapat dihindari, seperti
operasi. Depresi adalah pengalaman yang negatif ketika semua persoalan
tamapak tidak terpecahkan. Persoalan juga tidak akan terpecahkan dengan
berpikir lebih positif, tetapi sikap itu akan membuat depresi lebih dapat
dikendalikan.
Monks dkk (1988), menyatakan bahwa depresi postpartum merupakan problem
psikis sesudah melahirkan seperti labilitas afek, kecemasan dan depresi pada
ibu yang dapat berlangsung berbulan – bulan. Sloane dan Bennedict (1997)
menyatakan bahwa depresi postpartum biasanya terjadi pada 4 hari pertama
masa setelah melahirkan dan berlangsung terus 1 – 2 minggu.
Llewellyn–Jones (1994), menyatakan bahwa wanita yang didiagnosa secara
klinis pada masa postpartum mengalami depresi dalam 3 bulan pertama setelah
melahirkan. Wanita yang menderita depresi postpartum adalah mereka yang
secara sosial dan emosional merasa terasingkan atau mudah tegang dalam
setiap kejadian hidupnya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
depresi postpartum adalah gangguan emosional pasca persalinan yang
bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama masa setelah melahirkan dan
berlangsung terus – menerus sampai 6 bulan bahkan sampai satu tahun.

F. Pencegahan Post Partum Blues


Beberapa cara pencegahan postpartum blues, antara lain :
a) Pelajari diri sendiri
Pelajari dan mencari informasi mengenai Postpartum Blues, sehingga Ibu
postpartum sadar terhadap kondisi ini. Apabila terjadi, maka Ibu postpartum
tersebut akan segera mendapatkan bantuan secepatnya.
b) Tidur dan makan yang cukup

17
Diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan, lakukan usaha yang terbaik
dengan makan dan tidur yang cukup. Keduanya penting selama periode
postpartum.
c) Olahraga
Olahraga adalah kunci untuk mengurangi postpartum. Lakukan peregangan
selama 15 menit dengan berjalan setiap hari, sehingga membuat Ibu
postpartum merasa lebih baik dan menguasai emosi berlebihan dalam diri.
d) Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah melahirkan
Jika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti membeli
rumah atau pindah kerja, sebelum atau setelah melahirkan. Tetaplah hidup
secara sederhana dan menghindari stres, sehingga dapat segera dan lebih
mudah menyembuhkan postpartum yang diderita.
e) Beritahukan perasaan
Jangan takut untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan yang Anda
inginkan dan butuhkan demi kenyamanan Ibu postpartum sendiri. Jika
memiliki masalah dan merasa tidak nyaman terhadap sesuatu, segera
beritahukan pada pasangan atau orang terdekat.
f) Dukungan keluarga dan orang lain diperlukan
Dukungan dari keluarga atau orang yang Ibu postpartum cintai selama
melahirkan, sangat diperlukan. Ceritakan pada pasangan atau orangtua, atau
siapa saja yang bersedia menjadi pendengar yang baik. Yakinkan diri, bahwa
mereka akan selalu berada di sisi Ibu postpartum setiap mengalami
kesulitan.
g) Lakukan pekerjaan rumah tangga
Pekerjaan rumah tangga sedikitnya dapat membantu melupakan golakan
perasaan yang terjadi selama periode postpartum. Kondisi Ibu postpartum
yang belum stabil, bisa Ibu postpartum curahkan dengan memasak atau
membersihkan rumah. Mintalah dukungan dari keluarga dan lingkungan,
meski pembantu rumah tangga telah melakukan segalanya.
h) Dukungan emosional
Dukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga, akan membantu Ibu
postpartum dalam mengatasi rasa frustasi yang menjalar. Ceritakan kepada
mereka bagaimana perasaan serta perubahan kehidupan Ibu postpartum,
hingga merasa lebih baik setelahnya.
i) Dukungan kelompok Postpartum Blues

18
Dukungan terbaik datang dari orang-orang yang ikut mengalami dan
merasakan hal yang sama dengan Ibu postpartum. Carilah informasi
mengenai adanya kelompok Postpartum Blues yang bisa Anda ikuti,
sehingga Ibu postpartum tidak merasa sendirian menghadapi persoalan ini.

19
BAB III METODE DAN MATERI

A. Metode Penerapan Edukasi


Pada kegiatan pengkajian masyarakat ini, metode yang dilakukan adalah
wawancara dan edukasi kepada ibu postpartum baik yang mengalami
postpartum blues maupun yang tidak mengalami postpartum blues, tim
melakukan wawancara ke rumah-rumah ibu postpartum yang telah didata
sebelumnya, kemudian meminta persetujuan ibu postpartum untuk
diwawancarai. Setelah ibu postpartum menyetujui untuk dikaji, tim
mewawancarai dan mengedukasi ibu postpartum yang mengalami/tidak
postpartum blues dengan media leaflet dan memonitoring ibu postpartum yang
mengalami/tidak postpartum blues secara berkala.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan adalah :
1. Leaflet
2. Alat tulis
3. Lembar monitoring
C. Prosedur Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan pengkajian ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 15 Desember 2018
pukul 11.00-15.00 WIB bertempat di rumah-rumah ibu postpartum desa
Kalirandu RT 01, RT 02, RT 03, RT 05, dan RT 09.
Tahap pelaksanaan kegiatan meliputi :
1. Pendataan Ibu postpartum.
2. Pengkajian ibu postpartum.
3. Pendidikan mengenai postpartum blues.
4. Pendidikan mengenai pencegahan postpartum blues.

20

Anda mungkin juga menyukai