Anda di halaman 1dari 18

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI


a. Anatomi
Saluran pengantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring,
laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung,
udara tersebut disaring, dilembabkan dan dihangatkan oleh mukosa respirasi, udara
mengalir dari faring menuju ke laring, laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan
yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Trakea disokong oleh cincin
tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci.
Struktur trakea dan bronkus dianalogkan dengan sebuah pohon oleh karena itu
dinamakan Pohon trakeabronkial. Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris,
bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dan merupakan kelanjutan dari trakea yang
arahnya hampir vertikal, sebaliknya bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit dan
merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama
bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan bronkus
segmentalis, percabangan sampai kesil sampai akhirnya menjadi bronkus terminalis.
Setelah bronkus terminalis terdapat asinus yang terdiri dari bronkiolus respiratorius
yang terkadang memiliki kantng udara atau alveolus, duktus alveoli seluruhnya dibatasi
oleh alveolus dan sakus alveolaris terminalis merupakan struktur akhir paru. Alveolus
hanya mempunyai satu lapis sel saja yang diameternya lebih kecil dibandingkan
diameter sel darah merah, dalam setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveolus
(Price dan Wilson,2006). Anatomi
Sumber : Infolungs.com

Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan
suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Ventilasi membutuhkan
gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya yaitu diafragma. Bagian terluar paru-paru
dikelilingi oleh membran halus, licin, yang meluas membungkus dinding anterior toraks dan
permukaan superior diafragma. Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks
menjadi dua bagian, mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks
kecuali paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura. Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus.
Paru kiri terdiri dari lobus bawah dan atas, sementara paru kanan mempunyai lobus atas,
tengah, dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi dua segmen yang dipisahkan
oleh fisura, yang merupakan perluasan pleura. Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap
lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris yaitu tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri.
Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental terdiri dari 10 pada paru kanan dan 8 pada
paru kiri, bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi subsegmental, bronkus ini
dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan saraf. Bronkus segmental
membentuk percabangan menjadi bronkiolus yang tidak mempunyai kartilago pada
dindingnya, bronkus dan bronkiolus juga dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh
“rambut” pendek yang disebut silia.

Bronkiolus kemudian membentuk percabangan yaitu bronkiolus terminalis , kemudian


bronkus terminalis menjadi bronkus respiratori , dari bronkiolus respiratori kemudian
mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli. Paru terbentuk dari
300 juta alveoli, yang tersusun dalamkluster antara 15 – 20 alveoli, begitu banyaknya alveoli
sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter
persegi yaitu seukuran lapangan tenis (Smeltzer dan Bare,2002). Penjelasan tentang anatomi
paru-paru yang telah dipaparkan diatas akan lebih jelas pada gambar 2.2 .

Gambar 2.2

Sumber : www.adam.com

b. Fisiologi
Menurut Price dan Wilson (2006) proses pernafasan dimana oksigen dipindahkan dari
udara ke dalam jaringan-jaringan, dan karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat
dibagi menjadi tiga proses . Proses yang pertama yaitu ventilasi, adalah masuknya campuran
gas-gas ke dalam dan ke luar paru-paru. Proses kedua, transportasi yang terdiri dari beberapa
aspek yaitu difusi gas-gas antar alveolus dan kapiler (respirasi eksternal), distribusi darah
dalam sirkulasi pulmonal. Proses ketiga yaitu reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan
karbondioksida dengan darah.
a. Ventilasi
Ventilasi adalah pergerakan udara masuk dan keluar dari paru karena terdapat
perbedaan tekanan antara intrapulmonal (tekanan intraalveoli dan tekanan intrapleura)
dengan tekanan intrapulmonal lebih tinggi dari tekanan atmosfir maka udara akan
masuk menuju ke paru, disebut inspirasi. Bila tekanan intapulmonal lebih rendah dari
tekanan atmosfir maka udara akan bergerak keluar dari paru ke atmosfir disebut
ekspirasi.
b. Transportasi oksigen
Tahap kedua dari proses pernafasan mencakup proses difusi di dalam paru
terjadi karena perbedaan konsentrasi gas yang terdapat di alveoli kapiler paru, oksigen
mempunyai konsentrasi yang tinggi di alveoli dibanding di kapiler paru, sehingga
oksigen akan berdifusi dari alveoli ke kapiler paru. Sebaliknya, karbondioksida
mempunyai konsentrasi yang tinggi di kapiler paru dibanding di alveoli, sehingga
karbondioksida akan berdifusi dari kapiler paru ke alveoli. Pengangkutan oksigen dan
karbondioksida oleh sistem peredaran dara, dari paru ke jaringan dan sebaliknya,
disebut transportasi dan pertukaran oksigen dan karbondioksida darah. Pembuluh darah
kapiler jaringan dengan sel-sel jaringan disebut difusi. Respirasi dalam adalah proses
metabolik intrasel yang terjadi di mitokondria, meliputi penggunaan oksigen dan
produksi karbondioksida selama pengambilan energi dari bahanbahan nutrisi.
Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan darah. Respirasi
sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir dari respirasi, yaitu saat dimana
metabolit dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan karbondioksida terbentuk sebagai
sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru
1. DEFINISI
Beberapa pengertian tuberkulosis paru dari berbagai sumber, sebagai berikut :

1. Tuberkulosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronik menular yang disebabkan


oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi mungkin
menyerang semua organ atau jaringan ditubuh (Pendit, 2007).

2. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parekim paru.
Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningitis,
ginjal, tulang, dan nodus limfe. Agens infeksius utama Mycobacterium tuberculosis,
adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap
panas dan sinar ultraviolet . Mycobaterium Bovis dan Mycobacterium Avium pernah,
pada kejadian yang jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi tuberkulosis (Smeltzer
dan Bare, 2002).

3. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat
merupakan organisme patogen maupun saprofit (Price dan Wilson, 2006).

Berdasarkan beberapa definisi tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa


tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang terutama menyerang paru-paru, tetapi tidak menutup kemungkinan
juga dapat ditularkan ke organ lain seperti otak, ginjal, tulang dan lainya
Mereka yang paling beresiko tertular basil adalah mereka yang tinggal berdekatan
dengan orang yang terinfeksi aktif khususnya individu yang sistem imunnya tidak
adekuat ( Corwin, 2001)

2. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacerium tuberkulosis, sejenis kuman batang
dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 – 0,6/um, sebagian besar kuman terdiri atas
lemak (lipid), peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih
tahan terhadap asam sehingga disebut Bakteri Tahan Asam (BTA), kuman dapat bertahan
hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin, hal ini karena kuman bersifat
dormant, yaitu kuman dapat aktif kembali dan menjadikan tuberkulosis ini aktif lagi. Sifat
lain adalah aerob, yaitu kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya (Sudoyo,
2007).
Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara. Individu
terinfeksi, melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi, melepaskan droplet
besar (lebih besar dari 100 µ) dan kecil ( 15 µ ). Droplet yang besar menetap, sementara
droplet yang kecil tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang rentan. Mereka yang
kontak dekat dengan seseorang TB aktif, mempunyai resiko untuk tertular tuberkulosis, hal
ini juga tergantung pada banyaknya organisme yang terdapat di udara (Smeltzer dan Bare,
2002)
3. EFIDEMIOLOGI
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena karena kuman
mikrobakterium tuberkulosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program
penanggulangan sangat terpadu baru dilakukan pada tahun 1995 melalui strategi DOSTS
(directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah
dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini didasarkan
pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkolusis tidak
terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama
penderita menular (BTA positif).
Penyakit TB paru merupakan penyakit menahun/kronis ( berlangsung lama), dan
menular. Penyakit ini dapat diderita setiap orang, tetapi paling sering menyerang orang-
orang yang berusia antara 15- 45 tahun, terutama mereka yang bertubuh lemah, kurang gizi
atau yang tinggal satu rumah dan berdesak –desakan bersam pendrita TBC. Lingkungn yang
lembab, gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil bagi besar bagi seseorang
terjangkit TBC.
Penyakit Tuberkolusis dapat disembuhkan. Namun, akibat dari kurangnya informasi
berkaitan cara pencegahan dan pengobatan TBC, kematian akibat penyakit ini memiliki
prevalensi yang besar. Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk didunia untuk
jumlah penderita TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu
lainnya meninggal.
Berdasarkan Global Tuberkolusis Control Tahun 2009 (data tahun 2007) angka
prevalensi semua tipe kasus TB, insidensi semua tipe kasus TB dan kasus baru TB paru
BTA Positif dan kematian kasus TB menunjukan bahwa pada tahun 2007 prevalensi semua
tipe TB negara indonesia sebesar 244 per 100.000 penduduk atau sekitar 565.614 kasus
semua tipe TB, insiden semua tipe TB sebesar 228 per 100.000 penduduk atau sekitar
528.063 kasus tipe TB, insidensi kasus baru TB BTA posistif sebesar 102 per 100.000 atau
sekitar 236.029 kasus baru TB paru BTA positi sedangkan kematian TB 39 per 100.000
penduduk atau 250 orang perhari. Penjarinagn suspek per provinsi tahun 2008-2010,
terdapat 14 provinsi yang mengalami peningkatan angka kejadian suspect TB, salah satunya
Kalimantan Selatan, yang tahun 2009 terjaring 189 kasus dan pada tahun 2010 meningkat
menjadi 199 kasus ( Depkes RI,2010).
Berdasarkan data yang ada di rumah sakit suaka insan banjarmasin tahun 2013 dalam
7 bulan terakhir penderita TB Paru berjumlah 108 kasus terdiri dari 75 kasus pada laki-laki
dan 33 kasus pada perempuan, yaitu pada bulan januari mencapai 13 kasus, bulan Februari
mengalami peningkatan menjadi 18 kasus, bulan maret menjadi 21 kasus, bulan april
mengalami penurunan menjadi 16 kasus, bulan mei ada 16 kasus, bulan juni mengalami
penurunan menjadi 12 kasus dan bulan juli ada 12 kasus.

4. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacammacam atau bahkan
banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan.
Menurut Sudoyo (2007) keluhan yang terbanyak adalah demam, batuk/batuk darah, sesak
nafas, nyeri dada, dan malaise. Berikut penjelasan dari masing-masing keluhan tersebut :
1. Demam
Biasanya subfebril meyerupai demam influenza. Tetapi kadangkadang panas badan
dapat mencapai 40-41oC. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali.
2. Batuk/Batuk darah
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah
timbul peradangan menjadi produktif. Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah
karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
3. Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin
kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll.
Pada stadium dini penyakit tuberkulosis paru biasanya tidak tampak adanya tanda atau
gejala yang khas. Tuberkulosis paru dapat didiagnosis hanya dengan tes tuberkulin,
pemeriksaan radiogram dan pemeriksaan bakteriologik
5. PATOFISIOLOGI
a. Narasi Patofisiologi TB Paru
Mycobacterium tuberkolusis yang biasanya ditularkan melaui inhalasi percikan
ludah ( droplet), orang ke orang dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. Apabila
bakteri tuberculin dalam jumlah yang bermakna berhasil menembus mekanisme
pertahanan siste pernapasan dan berhasil menempati saluran nepas bawah, maka
pejamu akan melakukan respons imun dan peradangan yang kuat. Karena respns yang
hebat ini, akibat di perantarai oleh sel T, maka hanya sekitar 5 % orang yang terpajan
basil tersebut menderita tubercolusis aktif. Penderita TBC yng bersifat menular bagi
orang lain adalah mereka yang mengidap infeksi tubercolusis aktif dan hanya pada masa
infeksi aktif.
Basil mycobacterium tubercolusis sangat sulit dimatikan apabila telah
mengkolonisasi saluran nafas bawah, maka tujuan respon imun adalah lebih untuk
mengepung dan mengisolasi basil bukan untuk mematikannya. Respons selular
melibatkan sel T serta makrofag. Makrofag mengelilingi basil diikuti oleh sel T dan
jaringan fibrosa membungkus kompleks makrofag basil tersebut. Tuberkel akhirnya
mengalami klasifikasi dan disebut kompleks Ghon, yang dapat dilihat pada
pemeriksaan sinar-x toraks. Sebelum ingesti bakteri selesai, bahan mengalami
pelunakan (perkijauan). Mikro-organisme hidup dapat memproses akses kesistem
trakeobronkus dan menyebar melalui udara ke orang lain. Bahkan walaupun telah
dibungkus secara efektif, basil dapat bertahan hidup dalam tuberkel.
Apabila partikel infeksi terisap oleh orang sehat, akan menempel pada jalan
nafas atau paru-paru . kuman menetap dijarigan paru akan tumbuh dan berkembang
biak dalam sitiplasma makrofag. Disini kuman dapat terbawa masuk ke organ tubuh
lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang
tuberkolusis pneumonia kecil dan disebut sarang primer.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai
suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Gumpalan basil yang lebih besar
cendrung bertahan disaluran hidung dan cabang besar bronkus. Basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan.
Kerusakan pada paru akibat infeksi adalah disebabkan oleh basil serta reaksi
imun dam peradangan yang hebat. Edema interstisium dan pembentukan jaringan parut
permanen di alveolus meningkatkan jarak untuk difusi oksigen dan karbondioksida
sehingga pertukaran gas menurun. ( Cprwin, 2001)
b. Skema Patofisiologi

6. COLLABORATIVE CARE MANAGEMENT


a. Diagnostic Test
1) Laboratorium dan darah rutin ( LED normal/meningkat, limpositosis, leukosit
meningkat )
2) Foto thorax Patologi Anatomi dan lateral
Gambaran foto torax yang menunjang diagnosa Tuberkulosis paru adalah :
a) Bayangan lesi terletak dilapanagan atas paru/ segmen apikal lobus bawah
b) Bayangan berawan / patchy atau berberck (modulei)
c) Adanya kelainan kavitas tunggal atau ganda
d) Kelainan bilateral terutama dilapisan atas paru
e) Adanya kalsifikasi.
f) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
g) Bayngan militer.
3) Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum bakteri tahan asam memastikan diagnosa tubercolusis paru,
namun pemeriksaan ini sensitif, karena hanya 30 -70 % diagnosa dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan ini.
4) Tes PAP ( Peroksaidase Anti Peroksidase)
Uji serologi Imunoperoksidase Starning untuk menetukan adanya Imunologi G
spesifik terhadap basil TBC.
5) Test Mantoux / Tuberkulin test.
6) Teknik Polimerase Chain Reaction.
7) Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap
sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada satu mikroorganisme dalam
spesimen, juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
8) Becton dickinson diagnostic instruen system / BACTEC
Deteksi Growt indek berdasarkan CO yang dihasilkan oleh kuman Mycobakterium
Tubercolusis
9) Enzym linked immunosorbent assay
Deteksi respon numoral, respon antigen, antibodi
10) Mycodot
Deteksi antibodi memakai antigen lipoparabinomanon yang direkatkan pada suatu
alat seperti sisir lalau dicelupkan ke serum pasien, bila terdapat antibodi spesifik
dalam jumlah memadai maka sisir akan berubah warna ( Arif Mansjoer, 1999)
b. Surgery
Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat jaringan paru yang
rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk
mengangkat polip granulomatosa tuberkolusis atau untuk reseksi bagian paru yang
rusak.
c. Diet
Asupan makanan pada klien dengan TB paru yaitu meliputi ketersediaan zat gizi energi,
protein, lemak dan karbohidrat (TKTP), dimana semakin baik asupan gizi maka semakin
baik perubahan status gizinya (Retnani,2007). Sebaliknya dengan pemberian makanan
dengan jumlah yang tidak sesuai dengan kebutuhan dapat memperlambat penyembuhan
serta biaya pengobatan akan meningkat, bahkan akibatnya akan lebih fatal terhadap
pasien (Ferry,2006).
d. Activity
Pada penderita TB paru akan mengalami penurunan aktivitas dan latihan dikarenakan
akibat dari dada dan sesak nafas ( Marilyn. E Doenges, 2000). Dianjurkan untuk tidak
melakukan aktivitas semampu penderita dan yang berlebihan , karena dapat
memperberat fungsi pernapasan.
e. Health Education
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tubercolusis, mempertahankan
status kesehatan, dengan asupan nutrisi adequate, minum susu yang telah dilakukan
pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan
pengobatan, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan terhadap infeksi
oleh basil tubercolusis virulen (Depkes,2002).

7. NURSING CARE MANAGEMENT


1. Assessment
a. Data Subjective
1) Kelelahan umum dan kelemahan, cepat lelah, nafas pendek karena kerja, sesak
napas, kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigigl atau
berkeringat, mimpi buruk
2) Adanya/faktor stres lama, masalah keuangan , rumah , perasaan tidak berdaya /
tidak ada harapan
3) Kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat badan
4) Nyeri dada meningkat karena batuk berulang
5) Batuk produktif atau tidak, nafas pendek, riwayat TBC/ terpajan pada individu
terinfeksi
6) Adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker
7) Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa
dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
8) Riwayat keluarga TB , ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk , gagal
untuk membaik, tidak berpatisipasi dalam terapi
b. Data Objektive
1) Takhikardia, takhipnu/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri, irritable, sesak,
demam subpebris (40-410C) hilang timbul.
2) Menyangkal , ansietas, ketakutan dan mudah terangsang.
3) Turgor kulit buruk, bering/ kulit besisik, kehilangan otot/hilang lemak subkutan.
4) Berhati-hati pada are sakit, perilaku distrasi, gelisah.
5) Peningkatan prekuensi pernapasan, tidak perhatian, mudah terangsangyang
nyata, perubahan mental, pembengkakan kalenjer limfe, terdengar bunyi ronci
basah, kasar didaerah apeks paru, takipneu, sesak napas, pengembangan
pernapasantidak simetris (efusi plueral), perkusi pekak dan penurunan fremitus,
deviasi trakeal.
6) Demam rendah atau sakit panas akut.
2. Nursing Diagnosis
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/ darah
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar
kapiler.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ventilasi.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum/batuk, dyspnea atau anoreksi.
f. Nyeri berhubungan dengan pecahnya pembuluh darah pulmonal bila batuk darah.
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk dan nyeri.
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi , terapi dan pencegahan berhubungan dengan
informasi kurang / tidak akurat.
3. Expected Patient Outcomes
a. Tujuan : bersihan jalan nafas efektif
Kriteria hasil:
1) Klien tidak ada suara tambahan .
2) Klien mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran
udara bila diindikasikan.
3) Klien minum banyak ( 1500 – 2000 cc) untuk menurukan kekentalan sekret.
b. Tujuan : pertukaran gas efektif
Kriteria hasil :
1) Klien mengetahui penyebab dari batuk darah
2) Klien tidak sesak nafas lagi (R= normal)
3) Tidak memakai oksigen tambahan
c. Tujuan : perbaikan dalam pola nafas
Kriteria hasil : menunjukan pola nafas efektif
d. Tujuan : menunjukan perbaikan dengan aktivitas intoleran
Kriteria hasil : menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat
diukur dengan adanya dipsnea, kelemahan berlebihan dan tanda vital dalam rentan
normal
e. Tujuan : kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil:
1) Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
2) Menu makanan yang disajikan habis
3) Peningkatan berat badan
f. Tujuan : nyeri menghilang
Kriteria hasil : nyeri menghilang ditandai dengan klien melaporkan nyeri
menghilang, ekspresi wajah rileks, TTV dalam batas normal
g. Tujuan : kebutuhan tidur terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Memahami faktor yang menyebabkan gangguan tidur
2) Dapat menangani penyebab tidur yang tidak adekuat
3) Tanda- tanda kurang tidur dan istirahat tidak ada
h. Tujuan : klien mengetahui informasi tentang penyakitnya
Kriteria hasil : klie memperlihatkan peningkatan tingkah pengetahuan mengenai
perawatan diri.
4. Planning
a. Diagnosa a:
1) Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk agar tidak keras-
keras.
R/: batuk yang keras menyebabkan perdarahan pembuluh darah pada pulmonal
2) Lakukan pernapasan diafragma
R/: pernapasan diafragma menurunkan frek. Nafas dan meningkatkan ventilasi
alveolar
3) Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk
R/: pengkajian ini membantu mengevaluasi kefektifan upaya untuk batuk.
4) Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan
hidrasi yang adejuat; meningkatkan masukan cairan 1000 samapai 1500 cc/hari
bila tidak kontraindikasi
R/: sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan
mukus, yang mengarah pada atelektasis.
5) Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/: Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahtraan dan mencegah bau
mulut.
6) Jelaskan pada klien dan keluarga mematuhi anjuran dari dokter dan perawatan :
seperti menghindari makanan yang menyebabkan batuk, seta bau-bauan .
R/: dengan informasi yang jelas klien diharapkan dapat bekerja sama dalam
perbaikan terapi.
7) Kolaborasi` dengan tim kesehatan lain : denagn dokter, radiologi dan fisiotrapi.
Pemberian obat transamin 3 x 1 amp, codein 3 x 1 tab
R:/ mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas perdrahan klien dari batuk
darahnya
b. Diagnosa b:
1) Berikan posisis yang nyaman, sesuai yang diindikasikan oleh dokter.
R/: meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan eksnsi paru dan ventilasi
pada sisi yang tidak sakit
2) Observasi fungsi pernafasan, catat frekuensi pernafasan, disonea atau perubahan
tanda-tanda vital.
R/: distres pernapasan dan perubahan pada tanda-tanda vital dapat terjadi sebagai
akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukan terjadinya syock
sehubungan dengan hipoksia.
3) Beri oksigen sesuai advis dokter 2` l/m
`R/: dapat mengurangi sesak nafas/menambahi kekurangan oksigennya.
4) Pertahankan prilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
5) Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
sebagai ketakutan /ansietas.
6) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain: dengan dokter, radiologi dan fisiotrafi,
pemberian antibiotika.
R/: mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
c. Diagnosa c:
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat upaya pernapasan, termasuk
penggunaan otot bantu pernafasan.
R/: untuk menentukan intervensi selanjutnya.
2) Auskultasi bunyi napas dan catat adnya bunyi napas seperti ronci
R/: Ronchi menyertai obsruksi jalan napas
3) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun tempat
tidur dan ambulasi sesegera mungkin
R/: duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan.
4) Ajarkan pasien pernapasan diafragmatik dan pernafasan bibir
R/: membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien
akan berafas lebih efisien dan efektif.
5) Dorong/bantu pasien dalam napas dalam dan latihan batuk
R/: untuk mengurangi ketidak nyamanan upaya napas mengurangi penumpukan
sputum
6) Berikan oksigen tambahan
R/: memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas
7) Berikan humidifikasi tambahan mis: nebulizer ultrasonik
R/: memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu
pengenceran sekret untuk memudahkan pembersihan.
d. Diagnosa d:
1) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan
kelemahan dan perubahan tanda vital selama dan stelah aktivitas
R/: menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi
2) Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi. Doron penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat
R/: menurunkan stres dan rangsangan berlebihan , meningkatkan istirahat.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya aktivitas
dan istirahat.
R/: tirah baring diperlukan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolik, menghemat energi untk penyembuhan.
4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat atau tidur
R/: pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur dikursi atau menunduk
kedepan meja atau bantal
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan . berikan kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase penyembuhan.
R/: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
e. Diagnosa e:
1) Awasi masukan/ pengeluaran dan berat badan secara periodik
R/: berguna dalam mengukur keefektipan nutrisi dan dukungan cairan
2) Selidiki anoreksia, mual dan muntah
R/: mengidentifikasi are pemechan masalah untuk meningkatkan pemasukan
nutrien
3) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat
R/: memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu
4) Rujuk keahli diet untuk menentukan komposisi diet
R/: memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat
5) Awasi pemeriksaan laboratorium , contoh: bun, protein, serum, dan albumin
R/: nilai rendah menunjukan mal nutrisi
f. Diagnosa f:
1) Kaji karakteristik, lokasi da intensitas nyeri
R/: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya
2) Observasi TTV
R/: perubahan TTV merupakan indikasi adanya nyeri yang sangat hebat
3) Berikan tindakan distraksi dengan perbincangan
R/: mengalihkan klien dari nyeri yang dirasakan
4) Anjurkan klien menekan daa selama episode batuk
R/: alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada
5) Jelaskan penyebab nyeri dan akibatnya
R/: peningkatan pengetahuan meningkatkan kooperatif klien dalam pemberian
tindakan
6) Kolaborasi
a) Pemberian obat analgetik
R/: untuk mengontrol nyeri
b) Pemberian obat antitusif
R/: untuk menekan batuk
g. Diagnosa g:
1) Lakukan pengkajian masalah gangguan tidur pasien, karakteristik dan penyebab
kurang tidur
R/: memberikan informasi dasar dalam menentkan rencana keperawatan
2) Keadaan tempat tidur, bantal yang nyaman dan bersih
R/: meningkatkan kenyamanan saat tidur
3) Lakukan persiapan untuk tidur malam
R/: mengatur pola tidur
4) Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan tidur
R/: memudahkan klien untuk bisa tidur.
5) Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman
R/: lingkungan dan suasana yang nyaman akan mempermudah penderita untuk
tidur
h. Diagnosa h:
1) Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan,
lingkungan, medis yang terbaik bagi klien.
R/: belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada
tahapan individu.
2) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh : hemoptisis, nyeri
dada, demam, kesulitan bernafas.
R/: dapat menunjukan kemajuan atau pengatifan ulang penyakit atau efek obat
yang memerlukan evaluasi lanjut.
3) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian , kerja yang diharapkan dan alasan
pengobatan lama, kaji potensial interaksi dengan obat lain.
R/: menngkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah
penghentian obat sesuai perbaikan kondisi klien.
4) Kaji potensial efek samping penobatan dan pemecahan masalah.
R/: mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan
meningkatkan kerjasama dengan program.
5) Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut atau masalah, jawab
pertanyaan secara nyata.
R/: memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi /
peningkatan ansietas.
6) Berikan intruksi dan informasi tertulis khusus pada klien untuk rujukan contoh
jawab obat.
R/: informasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk mengingat sejumlah
besar informasi. Pengulangan penguatkan belajar.
7) Evaluasi kerja pada pengecoran logam/tambang gunung, semburan pasir
R/: terpajan pada debu silikon berlebihan dapat meningkatkan resiko silikosis,
yang dapat secara negatif mempengaruhi fungsi pernapasan.

Anda mungkin juga menyukai