Anda di halaman 1dari 24

Konsep Ketuhanan Dalam Islam

Nama Dosen : Moch. Taufiq Ridho, M.Pd

Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam

Kelompok : Kelompok 1 (satu)

Nama Anggota : 1. Dwi Arif Pamungkas 14513140

2. Ahmad Traju P. W 14513142

3. Margita Rahayu Abay 14513144

4. Hermina Intan Bestari 14513146

5. Sally Atika 14513148

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Teknik Lingkungan

Universitas Islam Indonesia

2014
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
taufik dan inayah-Nya serta nikmat sehat sehingga penyusunan makalah guna
memenuhi tugas mata kuliah pendidikan agama Islam ini dapat selesai sesuai
dengan yang diharapkan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda
Nabi Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang teguh pada sunnahnya,
Amin..
Agama Islam adalah agama yang relevan dengan segala zaman yang telah
dibuktikan dalam beberapa kajian ilmiah dan dari berbagai sudut pandang dan
aspek kehidupan.
Makalah ini kami susun dengan tujuan sebagai informasi serta untuk
menambah wawasan khususnya mengenai “Konsep Ketuhanan dalam Islam” dan
adapun metode yang kami ambil dalam penyusunan makalah ini adalah
berdasarkan pengumpulan sumber informasi dari berbagai buku agama Islam dan
karya tulis lainnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan sebagai sumbangsih
pemikiran khususnya untuk para pembaca dan tidak lupa kami mohon maaf
apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan baik dalam kosa kata
ataupun isi dari keseluruhan makalah ini. Kami sebagai penulis sadar bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk itu kritik dan saran sangat
kami harapkan demi kebaikan kami untuk kedepannya.

Pemakalah

Anggota Kelompok 1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................. i

Daftar Isi ...................................................................................................... ii

Bab 1 Pendahuluan ...................................................................................... 1

a. Latar Belakang............................................................................. 1
b. Rumusan Masalah........................................................................ 2
c. Tujuan Penulisan.......................................................................... 2

Bab 2 Pembahasan ...................................................................................... 3

a. Filsafat Ketuhanan....................................................................... 3
b. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan................................. 5
c. Tuhan Menurut Agama-Agama Wahyu...................................... 10
d. Dalil-Dalil Eksistensi Pembuktian Tuhan................................... 12

Bab 3 Penutup ............................................................................................. 20

a. Kesimpulan.................................................................................. 20
b. Kritik dan Saran........................................................................... 20

Daftar Pustaka ............................................................................................. 21


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengetahuan tentang Tuhan dan kesetiaan terhadap aturan-aturan-Nya
merupakan dasar bagi tiap agama, baik agama langit atau pun bumi . Namun
kesadaran manusia akan eksistensinya menggiring ia untuk melihat bahwa
eksistensinya dipengaruhi oleh tiga sifat; faktisitas, transendensi dan kebutuhan
untuk mengerti.Faktisitas berarti, bahwa eksistentsi selalu nampak di depan
kesadaran manusia sebagai sesuatu yang sudah ada.Sedangkan yang dimaksud
dengan transendensi pada eksistensi manusia merupakan sifat yang nampak
secara langsung dalam kesadaran manusia bahwa ia manusia, bukan hanya
sekedar tubuh yang nampak dalam ruang dan waktu bersama “ada” yang lain,
namun manusia adalah makhluk yang dapat melampaui dirinya melebihi dari
batas ruang dan waktu dalam kesadarannya.
Keberadaan kebutuhan untuk mengerti merupakan modus yang paling jelas
dari transendensi kesadaran manusia.Termasuk dalam kesadaran ini adalah bahwa
manusia selalu terdorong untuk selalu mempertanyakan hakikat dirinya dan
dunianya. Karena hal inilah kemudian menimbulkan suatu pertanyaan mengenai
dari mana ia dan dunianya berasal. Dalam filsafat ketuhanan, pertanyaan ini akan
bermuara pada wilayah mengenai eksistensi Tuhan.
Persoalan mengenai eksistensi Tuhan walau kadang suka melingkar pada
pengulangan kata “ada dan tiada” namun dpat diterangkan dengan beberapa
argumentasi, yakni: argumentasi ontology, teologi dan kosmologi. Pendekatan
ontology lebih bersifatapriori, yang mencakup tentang pengetahuan mistik dan
kesadaran manusia, sedangkan argumentasi teologi dan kosmologi merupakan
argumentasi yang bersifat apriost. Setiap yang “ada” memiliki eksistensinya, dan
yang bereksistensi pasti memiliki sebab keberadaannya dalam mengada untuk
sebuah “ada” dari eksistensinya.
Oleh karena hal itu, alam semestapun memiliki sebab dari
bermulanya.Pengejaran sebab atau alasan inilah yang menjadi kajian hangat
dalam argumentasi sebuah penciptaan, baik ari kalangan filsafat ataupunsaintis.
Dalam makalah atau resensi tentang konsep ketuhanan ini akan saya bahas
beberapa aliran, baik aliran yang mempercayai Tuhan ataupun yang semi percaya
Tuhan bahkan yang menolak eksistensiNya.
Tuhan yang hakiki adalah Tuhan yang disampaikan oleh para Nabi dan
Rasul yakni, Tuhan hakiki itu bukan di langit dan di bumi, bukan di atas langit,
bukan di alam, tetapi Dia meliputi semua tempat dan segala realitas wujud.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil permasalahan yang dihadapi,
yaitu :
 Bagaimana konsep KeTuhanan dalam Agama Islam ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
 Untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah pendidikan
Agama
 Untuk mengenal lebih dalam tentang konsep ketuhanan dalam islam
 Untuk memahami filsafat ketuhanan
 Untuk memahami bagaimana pemikiran manusia tentang tuhan
 Untuk mengetahui tuhan menurut wahyu dan dalil-dalil pembuktian
eksistensi tuhan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Filsafat Ketuhanan
 Siapakah Tuhan itu?

Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran


dipakai untuk menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau
dipentingkan manusia, misalnya dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah): 23, yaitu:

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya


sebagai Tuhannya….?”

Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun


untuk dirinya sendiri: “Dan Fir’aun berkata: Wahai pembesar kaumku,
aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku.”

Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa


perkataan ilah bisa mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu
atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang
dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam
bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini), dan
banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin.
Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat,
berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:

Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh


manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai
oleh-Nya.Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas.
Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-
harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan
termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau
kerugian. Ibnu Taimiyah memberikan definisi Al-ilah sebagai berikut:

Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk


kepada-Nya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan
mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam
kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri,
meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di
saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin, 1989:56)

Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “la ilaaha illa Allah”. Susunan
kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”,
kemudian baru diikuti dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal itu
berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala
macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya
ada satu Tuhan, yaitu Allah.

Pengetahuan Menurut Al-Kindi terbagi menjadi dua :

 Pertama, pengetahuan illahi seperti yang tercantum dalam Al-


Qur’an, yaitu pengetahuan langsung yang diperoleh Nabi dari
Tuhan. Dasar pengetahuan itu adalah keyakinan.
 Kedua, pengetahuan manusiawi atau ilmu insanyyataqu filsafat yang
didasarkan atas pemikiran.

Bagi Al-kindi, agrumen yang dibawa Al-Qur’an itu lebih meyakinkan


dari pada agrumen yang dikemukakan oleh filsafat, tetapi filsafat dan Al-
Qur’an tidaklah bertentangan kebenaran yang diberitakan wahyu tidaklah
bertentangan dengan kebenaran yang dibawa filsafat.

Tuhan dalam filsafat Al-kindi tiadalah mempunyai hakikat dalam arti


an-niyah maupun ma-hiyyah.Tuhan bukanlah benda dan tidak termaksuk
benda yang ada dialam.Ia pencipta alam, ia tidak tersusun dari materi dan
bentuk (al hayyuli’ yang wa Al-shurah). Tuhan juga tidak mempunyai
hakikat dalam bentuk ma’hiyyah, karena tuhan tidak merupakan genus
atau spesies. Tuhan hanya satu tidak ada yang serupa dengan-Nya,.Ia
adalah unik, ia adalah yang benar pertama dan yang maha benar. Ia
hanyalah satu dan semata mata Satu. Selain dia, semuanya mengandung
arti banyak.
Sesuai dengan ajaran paham islam, tuhan bagi Al-kindi adalah
pencipta dan bukan penggerak pertama seperti pendapat aristoteles. Alam
bagi Al-kindi bukan kekal di zaman lampau, tetapi mempunyai
permulaan. Karena itu dalam hal ini ia lebih dekat dengan filsafat
plotenus yang mengatakan bahwa yang maha satu adalah sumber dari
alam ini dan sumber dari segala yang ada. Alam ini adalah emanasi atau
pancaran dari Yang Maha Satu.

B. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan

Kepercayaan pada adanya Tuhan adalah dasar yang utama sekali dalam
faham keagamaan. Tiap – tiap agama kecuali Budhisme yang asli dan
beberapa agama lain berdasar atas kepercayaan pada sesuatu kekuatan gaib,
dan cara hidup tiap-tiap manusia yang percaya pada agama di dunia ini amat
rapat hubungannya dengan kepercayaan tersebut. Kekuatan gaib itu, kecuali
dalam agama-agama yang besifat primitif, disebut tuhan. Konsep tentang
tuhan berbagai rupa, diantaranya :

1. Pemikiran Barat

Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia


adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui
pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian
rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama,
dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses
dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat
menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max
Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith,
Lubbock, dan Jevens.

Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori


evolusionisme adalah sebagai berikut:
a. Dinamisme
“Dinamisme” berasal dari kata Yunani dynamis yang dalam bahasa
Indonesia disebut kekuatan. Menurut paham ini, manusia sejak zaman
primitif yang tingkat kebudayaannya masih sangat rendah telah
mengakui adanya kekuatan dalam tiap-tiap benda yang berada di
sekelilingnya yang rahasianya tidak diketahui. Setiap benda
mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan
ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda
disebut dengan nama yang berbeda-beda,
seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu),dansyakti (India). Dalam
ilmu sejarah agama, kekuatan batin itu biasanya disebut mana yang
dalam bahasa Indonesia tuah.Dengan demikian mana adalah suatu
kekuatan yang tak dapat dilihat, suatu kekuatan misterius dan yang
dapat dilihat hanyalah efeknya.
b. Animisme
Di samping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga
mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Paham ini disebut
‘animisme’ dari kata Latin anima yang berarti jiwa. Setiap benda yang
dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh
dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati.
Dalam paham masyarakat primitif ini, roh itu makan, mempunyai
bentuk dan umur, serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan. Roh akan
senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar
manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia
harus menyediakan kebutuhan roh. Sajian yang sesuai dengan advis
dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.

c. Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak
memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan
dan pujaan. Peningkatan mana sebagai sesuatu kekuatan gaib menjadi
roh yang juga mempunyai kekuatan gaib mudah dapat dibayangkan.
Demikian juga peningkatan roh yang lebih dari yang lain kemudian
disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai
dengan bidangnya. Ada Dewa yang bertanggung jawab terhadap
cahaya, ada yang membidangi masalah air, ada yang membidangi
angin dan lain sebagainya, sehingga Politeisme ialah menyembah
tuhan-tuhan yang banyak.

d. Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum
cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan
seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama.
Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih
definitif (tertentu). Jelasnya bagi agama yang bersangkutan hanya ada
satu Tuhan, tetapi agama-agama lain mempunyai tuhan-tuhan yang
lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu agama lain disebut dengan
henoteisme (Tuhan tingkat Nasional).
e. Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi
monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk
seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau
dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham yaitu: deisme,
panteisme, dan teisme.Deisme, berasal dari kata latin deus yang bearti
Tuhan yang menurut paham ini Tuhan berada jauh di luar alam, Tuhan
menciptakan alam dan sesudah alam menciptakan-Nya. Panteisme,
mengandung arti ”seluruhnya Tuhan” dan berpendapat bahwa seluruh
alam ini adalah Tuhan. Sedangkan Teisme sepaham dengan deisme,
berpendapat bahwa Tuhan di luar alam, tetapi sepaham dengan
panteisme yang menyatakan bahwa Tuhan sungguhpun berada di luar
alam namun juga dekat dengan alam.
Dan dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur
golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana
agama terutama di Eropa Barat mulai memperkenalkan teori baru yang
menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi
dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan
pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh
kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-
bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme
dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan. (Zaglul Yusuf,
1993: 26-37).

2. Pemikiran Umat Islam


Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, ilmu
Kalam, atau ilmu Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul
beberapa periode setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Yakni
pada saat terjadinya peristiwa tahkim antara kelompok Ali bin Abi
Thalib dengan kelompok Mu’awiyyah. Secara garis besar, ada aliran
yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara
keduanya.Sebab timbulnya aliran tersebut adalah karena adanya
perbedaan metodologi dalam memahami Al-Quran dan Hadis dengan
pendekatan kontekstual sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional.
Sedang sebagian umat Islam yang lain memahami dengan pendekatan
antara kontektual dengan tektual sehingga lahir aliran yang bersifat
antara liberal dengan tradisional. Aliran-aliran tersebut yaitu :

a. Mu’tazilah

Merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta


menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran
dan keimanan dalam Islam. Dalam menganalisis ketuhanan, mereka
memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu sistem teologi untuk
mempertahankan kedudukan keimanan.Mu’tazilah lahir sebagai
pecahan dari kelompok Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan
dari Khawarij.

b. Qodariah

Berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam


berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah
ia akan kafir atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan manusia
harus bertanggung jawab atas perbuatannya.

c. Jabariah

Berteori bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam


berkehendak dan berbuat.Semua tingkah laku manusia ditentukan dan
dipaksa oleh Tuhan. Aliran ini merupakan pecahan dari Murji’ah

d. Asy’ariyah dan Maturidiyah

Hampir semua pendapat dari kedua aliran ini berada di antara


aliran Qadariah dan Jabariah.

Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam


kalangan umat Islam periode masa lalu.Pada prinsipnya aliran-aliran
tersebut di atas tidak bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Oleh
karena itu umat Islam yang memilih aliran mana saja diantara aliran-
aliran tersebut sebagai teologi mana yang dianutnya, tidak
menyebabkan ia keluar dari Islam. Menghadapi situasi dan
perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, umat Islam perlu
mengadakan koreksi ilmu berlandaskan Al-Quran dan Sunnah Rasul,
tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu.
C. Tuhan Menurut Agama-agama Wahyu

Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas


pengamatan dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah
benar. Sebab Tuhan merupakan sesuatu yang ghaib, sehingga informasi
tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia biarpun dinyatakan sebagai
hasil renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan benar.

Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera


dalam:

1. QS 21 (Al-Anbiya): 92,

“Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah satu, yaitu agama


Tauhid.Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu agama,
tetapi mereka telah berpecah belah.Mereka akan kembali kepada Allah
dan Allah akan menghakimi mereka.”

Ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa


sebenarnya tidak ada perbedaan konsep tentang ajaran ketuhanan sejak
zaman dahulu hingga sekarang. Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah
memperkenalkan dirinya melalui ajaran-Nya, yang dibawa para Rasul,
Adam sebagai Rasul pertama dan Muhammad sebagai terakhir.

Jika terjadi perbedaan-perbedaan ajaran tentang ketuhanan di antara


agama-agama adalah karena perbuatan manusia. Ajaran yang tidak
sama dengan konsep ajaran aslinya, merupakan manipulasi dan
kebohongan manusia yang teramat besar.

2. QS 5 (Al-Maidah):72, “Al-Masih berkata:


“Hai Bani Israil sembahlah Allah Tuhanku dan
Tuhanmu.Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu
dengan) Allah, maka pasti mengharamkan kepadanya syurga, dan
tempat mereka adalah neraka.”
3. QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4,
“Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan
yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan
tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara
dengan Dia.”

Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah


Allah. Kata Allah adalahnama isim jumid atau personal
name.Merupakan suatu pendapat yang keliru, jika nama Allah
diterjemahkan dengan kata “Tuhan”, karena dianggap sebagai isim
musytaq.

Tuhan yang haq dalam konsepal-Quran adalah Allah . Hal ini dinyatakan
antara lain dalam surat-surat berikut yaitu:

 QS Ali Imran ayat 62


 QS Shad ayat 35 dan 65
 QS Muhammad ayat 19.
Dalam al-quran diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang
diberikan kepada Nabi sebelum Muhammad adalahTuhan Allah juga.
Perhatikan antara lain:
 QS Hud ayat 84 dan QS al-Maidah ayat 72.
Tuhan Allah adalah esa sebagaimana dinyatakan dalam
 QS al-Ankabut ayat 46, Thaha ayat 98, dan QS Shad ayat 4.

Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut


informasi al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar
Tuhan adalah sebutan “Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori
evolusi melainkan melalui wahyu yang datang dari Allah. Hal iniberarti
konsep tauhid telah ada sejak datangnya Rasul Adam di muka bumi. Es
menurut al-Quran adalah esa yang sebenar-benarnya esa, yang tidak
berasal dari bagian-bagiandan tidak pula dapat dibagi menjadi bagian-
bagian.
Keesaan Allahadalah mutlak.Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan
dengan yang lain.Sebagai Allah sebagaiprioritasutama dalam setiap
tindakan dan ucapannya. umat Islam, yang mengikrarkan kalimat
syahadat La ilaaha illa Allah harus menempatkan

Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran


memberi petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk
mencari Tuhan yang lain selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam
sikap dan praktik menjalanikehidupan.

Adapun agama-agama yang meyakini bahwa adanya Tuhan tetapi


mereka lebih menjunjung tinggi Nabi yang mereka yakini bahwa Nabi itu
adalah Nabi terakhir,adapula agama yang menjunjung tinggi kepercayaan
bahwa dewa-dewi adalah sesuatu yang telah memberikan mereka
kemakmuran.

Jadi sebagaimana kita tahu bahwa Islam lah agama yang tauhid karna
semua yang ada dimuka bumi ini ada didalam Al-Qur’an dan Hadist.

D. Dalil-Dalil Pembuktian Eksistensi Tuhan


Allah sebagai Tuhan memiliki wujud yang tidak terbatas, maka hakikat
diri-Nya tidak akan pernah dicapai, namun pemahaman Allah dapat dijangkau
sehingga kita dapat mengenal-Nya, melalui jejak dan tanda-tanda yang tak
terhingga jumlahnya. Mengenai hal tersebut, Imam `Ali menjelaskan bahwa
“Allah tidak memberitahu akal bagaimana cara menjangkau sifat-sifat-Nya,
tapi pada saat yang sama tidak menghalangi akal untuk mengetahui-Nya.”

Selain itu, jika kita menyelami diri kita sendiri, maka sebenarnya fitrah
manusia memiliki rasa berketuhanan. Dalil fitrah ini merupakan perasaan
berketuhanan secara langsung yang tertanam pada diri setiap manusia.Dalil
ini menjadi model sekaligus modal khusus bagi manusia.Akan tetapi untuk
memperkuat fitrah itu kita memerlukan dalil-dalil yang argumentatif,
bersandar pada akal, dan wahyu sebagai tambahan serta penguat argumentasi.
Untuk itu di bawah ini akan dijabarkan secara singkat dan sederhana beberapa
argumentasi tentang keberadaan dan ke-Esaan Allah .

Amirul Mukminin al-Imam Ali bin Abi Thalib dengan indah melukiskan
karakteristik Tuhan dengan sempurna dalam lembaran-lembaran Nahj al-
Balaghah sebagai berikut:
“Dia adalah satu, tapi bukan dalam arti jumlah.Dia tidak dibatasi oleh
batasan-batasan ataupun tidak di hitung oleh angka-angka.siapa yang
menunjuk-Nya berarti mengakui batas-batas-Nya, dan yang mengakui batas-
batas-Nya berarti telah menghitung-Nya. Siapa yang menggambarkan-Nya,
berarti membatasi-Nya, memberikan jumlah kepada-Nya, menolak keazalian-
Nya.Segala sesuatu yang disebut satu adalah kurang, kecuali Dia.”
 Dalil Fitrah
Yaitu perasaan alami yang tajam pada manusia mengenai adanya
dzat yang maujud, tidak terbatas, tidak berkesudahan, mengawasi segala
sesuatu, mengurus dan mengatur segala yang ada di alam semesta,
diharapkan kasih sayang-Nya dan ditakuti kemurkaan-Nya.Hal ini
digambarkan oleh Allah SWT dalam QS. Yunus/10:22.
“Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan,(dan
berlayar) di lautan. Sehingga ketika kamu berada di dalam kapal,dan
meluncurlah (kapal) itu membawa mereka (orang-orang yang ada di
dalamnya) dengan tiupan angina yang baik, dan mereka bergembira
karenanya; tiba-tiba datanglah badai dan gelombang menimpanya dari
segenap penjuru, dan mereka berdo’a dengan tulus ikhlas kepada Allah
semata. (seraya berkata), ‘sekiranya Engkau menyelamatkan kamu dari
(bahaya) ini, pasti kami termasuk orang-orang yang bersyukur’”
 Dalil Akal
Yaitu dengan tafakkur dan perenungan terhadap alam semesta yang
merupakan manifestasi dari eksistensi Allah Subhana Wa Ta’ala.
Terdapat empat unsur alam semesta yang terkandung di dalamnya:
1) Ciptaan-Nya
Bila kita perhatikan makhluk yang hidup di muka bumi, kita akan
menemukan berbagai jenis dan bentuk, berbagai macam cara hidup
dan cara berkembang biak (QS. Fatir/35:28)
”Dan demikian (pula) diantara manusia, makhluk bergerak yang
bernyawa dna hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam
warnanya (dan jenisnya)….”
Semua itu menunjukkan adanya zat yang menciptakan,
membentuk, menentukan rizki dan meniupkan ruh kehidupan (QS.
Al-Ankabut/29:19-20)
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah
memulai penciptaan (makhluk), kemudian Dia mengulanginya
(kembali).Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.
Katakanlah, ‘Berjalanlah di bumi, maka perhatikanlah bagaimana
(Allah) memulai penciptaan (makhluk),...’”
Sepintar apapun manusia, tentu ia tidak akan dapat membuat
makhluk yang hidup dari sesuatu yang belum ada. Allah Subhana
Wa Ta’ala menantang manusia untuk meminta sesembahan mereka
membuat seekor lalat jika mereka mampu (QS. Al-Mu’minun/22:73)
“…. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah tidak dapat
menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk
menciptakannya….”
Nyatalah bahwa tiada yang dapat menciptakan alam semesta ini
kecuali Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Hidup.

2) Kesempurnaan
Kalau kita perhatikan, akan terlihat bahwa alam ini sangat tersusun
rapi, diciptakan dalam kondisi yang sangat sempurna tanpa cacat.
Hal ini menunjukkan adanya kehendak agung yang bersumber dari
Sang Pencipta. Sebagai contoh, seandainya matahari memberikan
panasnya pada bumi hanya setengah dari panasnya sekarang, pastilah
manusia akan membeku kedinginan. Dan seandainya malam lebih
panjang sepuluh kali lipat dari malam yang normal tentulah matahari
pada musim panas akan membakar seluruh tanaman di siang hari dan
di malam hari seluruh tumbuhan membeku. Firman Allah:

“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis.Kamu sekali-


kali melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang
tidak seimbang.Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat
sesuatu yang tidak seimbang?Kemudian pandanglah sekali lagi,
niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak
menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam
keadaan payah.” (QS. Al-Mulk/67:3,4)

3) Perbandingan Ukuran Yang Tepat Dan Akurat (QS. Al-Furqan/25:2)

“Yang memiliki kerajaan langit dan bumi, tidak mempunyai anak,


tidak ada sekutu bagi-Nya dalma kekuasaan(-Nya), dan Dia
menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya
dengan tepat”

Alam ini diciptakan dalam perbandingan ukuran, susunan,


timbangan, dan perhitungan yang tepat akurat. Bila tidak, maka tidak
akan mungkin para ilmuwan berhasil menyusun rumus-rumus
matematika, fisika, kimia bahkan biologi. Satukenyataan yang sangat
mengherankan tentang pengetahuan ilmiah ialah bahwa bukti-bukti
ilmiah itu menunjukkan adanya hubungan antara pikiran manusia
dengan susunan alam yang ia pelajari.

4) Hidayah (Tuntunan dan Petunjuk) (QS. 20:50)


“Dia (Musa) menjawab,’Tuhan kami ialah (Tuhan) yangtelah
memberikan bentuk kejadian kepada segala sesuatu, kemudian
memberinya petunjuk”

Allah memberikan hidayah (tuntunan dan petunjuk) kepada


makhluk-Nya untuk dapat menjalankan hidupnya dengan mudah,
sesuai dengan karakteristiknya masing-masing.Pada manusia sering
disebut sebagai ilham dan pada hewan disebut insting/naluri.Seorang
bayi ketika dilahirkan menangis.Siapa yang mengajarkan bayi-bayi
tersebut?Seekor ayam betina membolak-balikkan telur yang tengah
dieramnya, agar zat makanan yang terdapat pada telur itu merata,
juga kehangatan dari induk ayam tersebut, dengan demikian telur
tersebut dapat menetas.Secara ilmiah akhirnya diketahui bahwa
anak-anak ayam yang sedang diproses dalam telur itu mengalami
pengendapan bahan makanan pada tubuhnya di bagian bawah. Jika
telur tersebut tidak digerak-gerakkan maka zat makanan tersebut
tidak merata, dengan demikian ia tidak dapat menetas. Siapa yang
mengajarkan ayam untuk berbuat demikian ?

Kita sering mendengar seseorang ditimpa musibah yang membuat


hatinya hancur luluh, putus harapan, lalu ia berdoa menghadap Allah
Subhana Wa Ta’ala. Tiba-tiba musibah itu hilang, kebahagiaan pun
kembali dan datanglah kemudahan sesudah kesusahan. Siapa yang
mengabulkan doa, siapa pula yang mengajarkan orang, yang kafir
sekalipun, untuk meminta pertolongan pada suatu zat di luar dirinya
yang dirasakannya bersifat Maha Kuasa dan Maha Berkehendak ?
Firman Allah :

“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah


yang kamu seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu
ke daratan, kamu pun berpaling.Dan manusia adalah selalu tidak
berterima kasih.” (QS.Al-Isra/17:67)

Eksistensi Allah terlihat dalam banyak fenomena kehidupan.


Barangsiapa yang membaca alam yang maha luas ini dan
memperhatikan penciptaan langit dan bumi serta dirinya sendiri,
pasti ia akan menemukan bukti-bukti yang jelas tentang adanya
Allah SWT. Firman Allah :
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri,
sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Quran itu adalah
benar.” (QS.Fussilat/41:53)

 Dalil Akhlaq
Secara fitrah manusia memiliki moral (akhlaq).Dengan adanya
akhlaq inilah, secara naluri mau tunduk dan menerima kebenaran agar
hidupnya lurus dan urusannya berjalan teratur dan baik.Zat yang dapat
menanamkan akhlaq dalam jiwa manusia adalah Allah, sumber dari
segala sumber kebaikan, cinta dan keindahan.Keberadaan ‘moral’ yang
mendominasi jiwa manusia merupakan bukti eksistensi Allah.

 Dalil Wahyu
Para rasul diutus ke berbagai umat yang berbeda pada zaman yang
berbeda.Semua rasul menjalankan misi dari langit dengan perantara
wahyu. Dengan membawa bukti yang nyata (kitab/wahyu dan mukzijat)
mengajak umatnya agar beriman kepada Allah, mengesakan-Nya dan
menjalin hubungan baik dengan-Nya, serta memberi peringatan akan
akibat buruk dari syirik/berpaling dari-Nya. Siapa yang mengutus mereka
dengan tugas yang persis sama? Siapa yang memberikan kekuatan,
mendukung dan mempersenjatai mereka dengan mukzijat?Tentu suatu
zat yang eksis (maujud), Yang Maha Kuat dan Perkasa, yaitu
Allah.Keberadaan para rasul ini merupakan bukti eksistensi Allah.

 Dalil Sejarah
Semua umat manusia di berbagai budaya, suku, bangsa dan zaman,
umumnya percaya akan adanya Tuhan yang patut disembah dan
diagungkan. Semuanya telah mengenal iman kepada Allah menurut cara
masing-masing. Konsensus sejarah ini merupakan bukti yang
memperkuat eksistensi Allah. Terdapat beberapa cara mengenal Tuhan
menurut ajaran selain Islam, diantaranya yaitu dengan hanya
mengandalkan panca indera dan sedikit akal, sehingga timbul perkiraan-
perkiraan yang membentuk filsafat-filsafat atau pemikiran tentang
ketuhanan. Filsafat dan pemikiran tersebut justru mendatangkan
keguncangan dan kebingungan dalam jiwa. Sehingga hanya
menanamkan keraguan dan kesangsian terhadap keberadaan Allah. (QS.
Yunus/10:94)

“Maka jika engkau (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang


apa yang kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang
yang membaca kitab sebelummu, sungguh telah datang kebenaran
kepadamu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau termasuk
orang yang ragu”

Jalan yang ditempuh oleh orang-orang kafir tersebut melanggar fitrah


mereka. Sebab mereka mencoba mengenal Allah dengan menggunakan
panca indra saja. Padahal panca indra hanya bisa mendeteksi sesuatu
yang dapat diraba, diukur, disentuh. Sebaliknya untuk mengenal sesuatu
selain Allah mereka menggunakan panca indra dan akal. Jalan yang
ditempuh oleh orang-orang kafir ini pada akhirnya tidak pernah
membawa mereka sampai mengenal siapa Sang Pencipta. Sebaliknya
yang mereka dapatkan adalah ketidaktahuan akan Allah Yang Maha
Mencipta.
Adapun jalan yang ditempuh Islam untuk mengenal Allah ialah
dengan menggunakan keimanan dan dilengkapi dengan akal. Kedua
potensi tersebut dioptimalkan dengan proses tafakkur dan tadabbur.
Tafakkur artinya memikirkan ciptaan atau tanda-tanda kebesaran Allah
(ayat kauniyah).Tadabbur berarti merenungkan ayat-ayat Allah yang
tertulis dalam al-Qur’an (ayat qauliyah).Sehingga timbul keyakinan di
dalam hati tentang keberadaan dan kekuasaan Allah (QS. Yusuf/12:105)

“Dan berapa banyak tanda-tanda (kebesaran Allah) di langit dan di


bumi yang mereka lalui, namun mereka berpaling darinya.”

Jalan yang ditempuh oleh orang mukmin bersandarkan pada fitrahnya


sebagai manusia, yaitu mengoptimalkan akal, pemikiran, ilmu, serta
hatinya untuk mengenal Allah lewat tanda-tanda kebesaran-Nya (ayat-
ayat-Nya), bukan zat-Nya.Baik tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di
alam, mukzijat serta dalm Al Qur’an. Lewat jalan inilah manusia akan
mengenal Allah SWT.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh
manusia sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Dalam
ajaran Islam diajarkan kalimat “la illaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut
dimulai dengan peniadaan. Yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti
dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal ini menunjukkan bahwa seorang
muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu,
sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan yaitu Allah.
Sebagian umat Islam yang memilih aliran mana saja (yang ada dalam
agama Islam) sebagai teologi yang dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar
dari Islam.
Manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan.
Berdasarkan logika didalam Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang
dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya
juga mempunyai Tuhan. Adapun Tuhan mereka adalah ideologi atau angan-
angan (utopia) mereka sendiri.
B. Kritik dan Saran
Pendidikan modern telah mempengaruhi mahasiswa dari berbagai arah dan
pengaruhnya yang telah sedemikian rupa merasuki jiwa generasi penerus.
Jika tidak pandai membina jiwa generasi mendatang, maka mereka tidak akan
selamat dari pengaruh negatif pendidikan modern. Mungkin mereka merasa
ada yang kurang dalam sisi spiritualitasnya dan berusaha menyempurnakan
dari sumber-sumber lain. Bila ini terjadi, maka perlu segera diambil tindakan,
agar pintu spiritualitas yang terbuka tidak diisi oleh ajaran lain yang bukan
berasal dari ajaran spiritualitas Islam.
Daftar Pustaka

1. Sudarsono, Filsafat Islam, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1997) hal. 33-38


2. Nasution, Harun, Filsafat Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 1973) hal 27-45
3. Suryana, Toto, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Tiga Mutiara, 1996), h.
67-77.
4. Daradjat, Zakiah, Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996),
h. 55-152.
5. Jusuf, Zaghlul, Dr, SH., Studi Islam, (Jakarta: Ikhwan, 1993), h. 26-37.
6. Al-Ghazali, Muhammad Selalu Melibatkan Allah, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2001), h. 28-39.
7. Rasjidi, Prof, Dr, H.M, Filsafat Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975) hal.
68

Anda mungkin juga menyukai