Anda di halaman 1dari 22

PENYAKIT HIPERBILIRUBIN PADA NEONATUS

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
KEPERAWATAN ANAK
yang dibina oleh Ibu Dr. Ni Luh Putu Eka Sudiwati, Skp,Mkes

DISUSUN OLEH:

MEGA MUSTIKARETNO (P17210174063)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MALANG
2018
DAFTAR ISI

Kata pengantar ................................................................................................................................ i


Daftar isi......................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hiperbillirubin ...................................................................................................... 3
2.2 Penyebab Hiperbillirubin ........................................................................................................ 3
2.3 Klasifikasi Hiperbillirubin ...................................................................................................... 4
2.4 Patofisiologi Hiperbillirubin ................................................................................................... 6
2.5 Pemeriksaan diagnostik pada Hiperbilirubin………………………………………………....9
2.6 Penanganan pada Hiperbilirubin…………………………………………………………...…9
2.7 Konsep Asuhan Keperawatan pada hiperbilirubin ............................................................... 10

BAB III PENUTUPAN

4.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 17


4.2 Saran ..................................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, dan
hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan
Anak dengan tepat waktu tanpa ada halangan suatu apapun.

Saya berharap semoga makalah ini menjadi sesuatu yang bermanfaat untuk menambah
pemahaman dan ilmu, baik untuk saya pribadi maupun orang lain yang telah membaca makalah
ini. saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dalam penyusunan maupun isi.
Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan bimbingannya kepada dosen pengampu mata
kuliah ini. Semoga dengan bimingan dan arahan ibu dosen menjadikan kedepannya menjadi
lebih baik lagi.

Malang, 29 Agustus 2018


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap ibu yang telah melahirkan menginginkan anaknya lahir dalam keadaan sehat dan tidak ada
kelainan – kelainan pada bayi tersebut. Tetapi keinginan tersebut tidak akan diperoleh oleh setiap
ibu. Karena sebagian kecil ada yang lahir dalam keadaan abnormal. Misalnya anak lahir dengan
BBLR, ikterus, hidrosefalus, dan kelainan – kelainan lainnya. Hal ini di sebabkan oleh banyak
factor pencetusnya. Seperti kurang teraturnya antenatal care ibu saat hamil, asupan gizi yang
kurang baik pada ibu maupun pada janin yang di kandung, atau penyakit yang diturunkan oleh
ibu sendiri. Kemudian kurangnya pengetahuan ibu untuk mengenali tanda – tanda kelainan yang
mungkin timbul pada bayi baru lahir. Seperti bayi dengan hiperbilirubin, dimana kebanyakan ibu
membawa bayinya ke Rumah Sakit dalam derajat yang tinggi. Hiperbilirubinemia adalah suatu
keadaan dimana konsentrasi bilirubin lebih dari normal yang ditandai dengan adanya jaundice
atau ikterus (Wong, 2005).

Hiperbilirubinemia didefinisikan sebagai diskolorasi kulit, mukosa membran dan sklera karena
peningkatan kadar bilirubin dalam serum > 2 mg/dl (Sukadi, 2002). Hiperbilirubinemia
merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin dalam jaringan ekstravaskular, sehingga
konjungtiva, kulit dan mukosa akan berwarna kuning (Azis Alimul, 2005). Sebagaimana kita
ketahui bahwa ikterik itu terjadinya dimulai dari wajah. Di sini jelas bahwa kurangnya
pengetahuan ibu atau orang tua tentang hiperbilirubin tersebut, kemudian kurangnya
memperoleh pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan. Untuk itulah penyusun mengangkat
makalah ini dengan judul Hiperbilirubin pada Bayi.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan hiperbilirubin?

2. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya hiperbilirubin?

3. Ada berapakah klasifikasi dari penyakit hiperbilirubin?

4. Bagaimana patofisiologi terjadinya penyakit hiperbilirubin?

5. Apa saja pemeriksaan diagnostik dengan penyakit hiperbilirubin?

6. Bagaimana penanganan bagi pasien hiperbilirubin?

7. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien hiperbilirubin?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk memahami deskripsi tentang definisi dari penyakit hiperbilirubin

2. Untuk memahami penyebab terjadinya penyakit hiperbilirubin

3. Untuk mengetahu klasifikasi dari penyakit hiperbilirubin

4. Untuk memahami gambaran tentang patofisiologi terjadinya penyakit hiperbilirubin

5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada Hiperbilirubin

6. Untuk mengetahui penanganan bagi pasien Hiperbilirubin

7. Untuk memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada anak Hiperbilirubin


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Bilirubin adalah pigmen berwarna kuning yang merupakan produk utama dari hasil
perombakan heme dari hemoglobin yang terjadi akibat perombakan sel darah merah oleh sel
retikuloendotel. Selain sebagai hasil pemecahan eritrosit, juga di hasilkan dari perombakan zat-
zat lain. Bilirubin disaring dari darah oleh hati, dan dikeluarkan melalui cairan empedu. Tingkat
kelebihan nya dalam darah (hiperbilirubinemia) dapat mengindikasikan kerusakan hati. Tingkat
bilirubin normal adalah di bawah 1.3mg. bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 –
0,4 mg/dl

Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin lebih dari normal
yang ditandai dengan adanya jaundice atau ikterus (Wong, 2005). Hiperbilirubinemia
didefinisikan sebagai diskolorasi kulit, mukosa membran dan sklera karena peningkatan kadar
bilirubin dalam serum > 2 mg/dl (Sukadi, 2002). Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan
meningkatnya kadar bilirubin dalam jaringan ekstravaskular, sehingga konjungtiva, kulit dan
mukosa akan berwarna kuning (Azis Alimul, 2005).

Hiperbilirubin ini tidak bisa dianggap enteng karena bayi yang terkena hiperbilirubin dapat
mengalami kejang-kejang hebat, bahkan fatalnya bisa menjadi penyebab kematian dalam jangka
panjang. Dalam jangka pendeknya, bayi yang terkena hiperbilirubin ini akan bisa mengalami
kegagalan fungsi otak dan dapat menyebabkan kelumpuhan pada bayi karena saraf yang tidak
berfungsi pada tubuh bayi.

2.2 Penyebab Hiperbilirubin

Penyebab pada bayi dengan hiperbilirubin diantaranya :


 Produksi bilirubin berlebihan, yang dapat terjadi karena polycethemia,issoimun,
hemolytic disease, kelainan struktur dan enzim sel darah merah,keracunan obat
(hemolisis kimia : salisilat, kortikosteroid, klorampenikol), hemolisis ekstravaskuler,
cephalhematoma, ecchymosis.
 Gangguan fungsi hati; obstruksi empedu/atresia biliari, infeksi, masalah metabolik;
hypothyroidisme, jaundice ASI.
 Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam hepatosit.
 Gagalnya proses konjugasi dalam mikrosom hepar.
 Gangguan dalam ekskresi.
 Peningkatan reabsorpsi pada saluran cerna (siklus enterohepatik).
(Mitayani, 2012 : 191) dan (Suriadi dan Rita, 2001 : 144)

2.3 Klasifikasi Hiperbilirubin

2.3.1 Penggolongan hiperbilirubin berdasarkan saat terjadi ikterus :

1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.


Penyebab ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat
disusun sebagai berikut :
 Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan darah lain.
 Infeksi intra uterin (virus, toksoplasma, syphilis dan kadang-kadang bakteri)
 Kadang-kadang oleh defisiensi enzim G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
 Periksa kadar bilirubin serum berkala
 Darah tepi lengkap
 Golongan darah ibu dan bayi
 Tes coombs
 Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsy hepar bila perlu
2. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir.
 Biasanya ikterus fisiologis
 Masih ada kemungkinan inkomptabilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini
diduga kalau kenaikan kadar bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
 Defisiensi enzim G6PD atau enzim eritrosit lain juga masih mungkin
 Polisetimia
 Hemolisis perdarahan tertutup (pendarahan hepar, sub kapsula dll)
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan:
 Pemeriksaan darah tepi
 Pemeriksaan darah bilirubin berkala
 Pemeriksaan skrining enzim G6PD
 Pemeriksaan lain bila perlu

3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
 Sepsis
 Dehidrasi dan asidosis
 Defisiensi enzim G6PD
 Pengaruh obat-obat
 Sindroma criggler-najjar, sindroma gilbert
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya.
 Karena ikterus obstruktif
 Hipotiroidisme
 Breast milk jaundice
 Infeksi
 Hepatitis neonatal
 Galaktosemia
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
 Pemeriksaan bilirubin berkala
 Pemeriksaan darah tepi
 Skrining enzim G6PD
 Biakan darah, biopsy hepar bila ada indikasi
2.3.2 Macam- macam ikterus

1. Ikterus fisiologis
Ikterus pada neonates tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah keadaan hiperbilirubin
karena faktor fisiologis yang merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir.
(Ngastiyah : 2005).
 Timbul pada hari kedua-ketiga
 Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10mg% pada neonates cukup bulan dan 12.5mg%
untuk neonates lebih bulan
 Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tak melebihi 5mg% per hari
 Ikterus hilang pada 10 hari pertama
 Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keaadaan patologis tertentu
2. Ikterus patologis
Adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis.
3. Kern Ikterus
Akibat suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada
korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus, hipokampus, nucleus merah, dan nucleus pada
dasar ventrikulus IV.

2.4 Patofisiologi Hiperbilirubin


1. Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin
oleh kerja heme oksidase, biliverdin reduktase dan agen pereduksi nonenzimatik dalam
sistem retikuloendotelial.
2. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein
intraseluler “Y protein” dalam hati. Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatik dan
adanya ikatan protein.
3. Bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam hati dirubah (terkonjugasi) oleh enzim asam
uridin disfosfoglukuronat (UDPGA : Uridin Diphospgoglucuronic Acid) Glukuronil
transferase menjadi bilirubin mono dan diglukuronida yang polar larut dalam air (bereaksi
direk)
4. Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui ginjal. Dengan
konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui membran kanalikular.
5. Akhirnya dapat masuk ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi
urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali menjadi
sirkulasi enteroheptik
6. Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut lemak, tak
terkonjugasi, non-polar (bereaksi indirek).
Pathway

hemoglobin

globin heme

Biliverdin Fe, CO
BBB

Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan konjugasi bilirubin/gangguan transport


bilirubin/peningkatan siklus enterohepatik) Hb dan eritrosit

Pemecahan bilirubin berlebih/bilirubin yang tidak berikatan dengan albumin meningkat

Suplai bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali ke siklus enterohepatik

Peningkatan bilirubin unconjugned dalam darah, pengeluaran mekonium


terlambat/obstruksi usus, tinja berwarna pucat

Gangguan Ikterus pada sclera leher dan badan peningkatan bilirubin indirex
intregitas ˃12 mg/dl
kulit
Indikasi fototerapi

Sinar dengan intensitas tinggi

Kurangnya volume
Gangguan suhu cairan tubuh
tubuh
Resti injury

2.5 Pemeriksaan Diagnostik pada Hiperbilirubin


1. Pemeriksaan fisik
Secara klinis, hiperbilirubin pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah
beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan
terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang
kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap.
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan
sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer(1969). Caranya dengan jari telunjuk
ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, dan
lutut. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada
masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar
bilirubinnya(Mansjoer et al, 2007).
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan bilirubin, pemeriksaan serum bilirubin(direk dan indirek) harus
dilakukan pada neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak
sakit atau bayi-bayi yang tergolong resiko tinggi terserang hiperbilirubin berat.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi antara lain adalah
golongan darah dan ‘Coombs test’, darah lengkap dan hapusan darah, hitung
retikulosit, skrining G6PD dan bilirubin direk.
b. Pemeriksaan radiology, diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau
peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
c. Biopsy hati. Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu
juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.

2.6 Penanganan Hiperbilirubin pada bayi baru lahir


1. Penanganan sendiri di rumah
a) Berikan ASI yang cukup (8-12 kali sehari)
b) Sinar matahari dapat membantu memecah bilirubin sehingga lebih mudah diproses
oleh hati. Tempatkan bayi dekat dengan jendela terbuka untuk mendapat matahari
pagi antara jam 7-8 pagi agar bayi tidak kepanasan, atur posisi kepala agar wajah
tidak menghadap matahari langsung. Lakukan penyinaran selama 30 menit, 15
menit terlentang dan 15 menit tengkurap. Usahakan kontak sinar dengan kulit
seluas mungkin, oleh karena itu bayi tidak memakai pakaian (telanjang) tetapi
hati-hati jangan sampai kedinginan
2. Terapi medis
a) Dokter akan memutuskan untuk melakukan terapi sinar (phototherapy) sesuai
dengan peningkatan kadar bilirubin pada nilai tertentu berdasarkan usia bayi dan
apakah bayi lahir cukup bulan atau prematur. Bayi akan ditempatkan di bawah
sinar khusus. Sinar ini akan mampu untuk menembus kulit bayi dan akan
mengubah bilirubin menjadi lumirubin yang lebih mudah diubah oleh tubuh bayi.
Selama terapi sinar penutup khusus akan dibuat untuk melindungi mata
b) Jika terapi sinar yang standar tidak menolong untuk menurunkan kadar bilirubin,
maka bayi akan ditempatkan pada selimut fiber optic atau terapi sinar
ganda/triple akan dilakukan (double/triple light therapy)
c) Jika gagal dengan terapi sinar maka dilakukan transfuse tukar yaitu penggantian
darah bayi dengan darah donor. Ini adalah prosedur yang sangat khusus dan
dilakukan pada fasilitas yang mendukung untuk merawat bayi dengan sakit kritis,
namun secara keseluruhan, hanya sedikit bayi yang akan membutuhkan transfusi
tukar.

2.7 Konsep Asuhan Keperawatan pada hiperbilirubin


1. Pengkajian
1. Identitas
Berisi biodata bayi dan ibu, diantaranya nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Bayi dengan kesadaran apatis, daya isap lemah atau bayi tak mau minum, hipotonia
letargi, tangis yang melengking, dan mungkin terjadi kelumpuhan otot
ekstravaskular.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Ibu dengan diabetes melitus, mengkonsumsi obat-obatan tertentu, misalnya salisilat,
sulfonamidoral, pada rubella, sitomegalovirus pada proses persalinan dengan
ekstraksi vakum, induksi, oksitoksin, dan perlambatan pengikatan tali pusat atau
trauma kelahiran yang lain
c. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit ini terjadi bisa dengan ibu dengan riwayat hiperbilirubinemia pada
kehamilan atau sibling sebelumnya, penyakit hepar, fibrosiskistik, kesalahan
metabolisme saat lahir (galaktosemia), diskrasiasi darah atau sfeosititas, dan
definisi glukosa-6 fosfat dehidrogenase (G-6P).
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran : apatis sampai koma
b. Keadaan umum : lesu, letargi, koma
c. Tanda – tanda vital :
Pernapasan : 40 kali per menit.
Nadi : 120-140 kali per menit.
Suhu : 36,5-37 oC.

d. Pemeriksaan Head to Toe


1. Daerah kepala dan leher
Kulit kepala ada atau tidak terdapat bekas tindakan persalinan seperti : vakum
atau terdapat kaput, sklera ikterik, muka kuning, leher kaku.
2. Pernapasan
Riwayat asfiksia, mukus, bercak merah (edema pleural, hemoragi pulmonal).
3. Abdomen
Pada saat palpasi menunjukkan pembesaran limpa dan hepar, turgor buruk, bising
usus hipoaktif.
4. Genitalia
Tidak terdapat kelainan.
5. Eliminasi
Buang air besar (BAB): proses eliminasi mungkin lambat, feses lunak cokelat
atau kehijauan, selama pengeluaran bilirubin.
Buang air kecil (BAK): urin berwarna gelap pekat, hitam kecokelatan (sindrom
bayi Gronze).
6. Ekstremitas
Tonus otot meningkat, dapat terjadi spasme otot dan epistotonus.
7. Sistem integumen
Terlihat joundice di seluruh permukaan kulit.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul :
1. Risiko/ defisit volume cairan b.d tidak adekuatnya intake cairan, serta peningkatan
Insensible Water Loss (IWL) dan defikasi sekunder fototherapi.
2. Risiko /gangguan integritas kulit b.d ekskresi bilirubin, efek fototerapi.
3. Risiko hipertermi b.d efek fototerapi.
4. Gangguan parenting ( perubahan peran orang tua ) b.d perpisahan dan
penghalangan untuk gabung.
5. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.
6. Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
7. Risiko tinggi komplikasi (trombosis, aritmia, gangguan elektrolit, infeksi)
berhubungan dengan tranfusi tukar.

3. Intervensi Keperawatan
1. Risiko /defisit volume cairan b/d tidak adekuatnya intake cairan serta peningkatan
IWL dan defikasi sekunder fototherapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak
terjadi deficit volume cairan dengan kriteria :
- Jumlah intake dan output seimbang
- Turgor kulit baik, tanda vital dalam batas normal
- Penurunan BB tidak lebih dari 10 % BBL
Intervensi & Rasional :
a. Kaji reflek hisap bayi
( R : mengetahui kemampuan hisap bayi )
b. Beri minum per oral/menyusui bila reflek hisap adekuat
(R: menjamin keadekuatan intake )
c. Catat jumlah intake dan output , frekuensi dan konsistensi faeces
( R : mengetahui kecukupan intake )
d. Pantau turgor kulit, tanda- tanda vital ( suhu, HR ) setiap 4 jam
(R : turgor menurun, suhu meningkat HR meningkat adalah tanda-tandadehidrasi
)
e. Timbang BB setiap hari
(R : mengetahui kecukupan cairan dan nutrisi).

2. Risiko/hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi


Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
hipertermi dengan kriteria suhu aksilla stabil antara36,5-37C
Intervensi dan rasionalisasi :
a. Observasi suhu tubuh ( aksilla ) setiap 4 - 6 jam
(R : suhu terpantau secara rutin )
b. Matikan lampu sementara bila terjadi kenaikan suhu, dan berikan kompres
dingin serta ekstra minum
( R : mengurangi pajanan sinar sementara )
c. Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap tinggi
( R : Memberi terapi lebih dini atau mencari penyebab lain dari
hipertermi ).
3. Risiko /Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek
fototerapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak
terjadi gangguan integritas kulit dengan kriteria :
· tidak terjadi decubitus
· Kulit bersih dan lembab
Intervensi :
a. Kaji warna kulit tiap 8 jam
(R : mengetahui adanya perubahan warna kulit )
b. Ubah posisi setiap 2 jam
(R : mencegah penekanan kulit pada daerah tertentu dalam waktu
lama ).
c. Masase daerah yang menonjol
(R : melancarkan peredaran darah sehingga mencegah luka tekan di daerah
tersebut ).
d. Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau lotion pelembab
( R : mencegah lecet )
e. Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar bilirubin, bila kadar bilirubin turun
menjadi 7,5 mg% fototerafi dihentikan
(R: untuk mencegah pemajanan sinar yang terlalu lama )

4. Gangguan parenting ( perubahan peran orangtua) b.d perpisahan dan penghalangan


untuk gabung.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan orang tua
dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” orang tua dapat mengekspresikan
ketidak mengertian proses Bounding.
Intervensi :
a. Bawa bayi ke ibu untuk disusui
( R : mempererat kontak sosial ibu dan bayi )
b. Buka tutup mata saat disusui
(R: untuk stimulasi sosial dengan ibu )
c. Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya
(R: mempererat kontak dan stimulasi sosial ).
d. Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan
( R: meningkatkan peran orangtua untuk merawat bayi ).
e. Dorong orang tua mengekspresikan perasaannya
(R: mengurangi beban psikis orangtua)
5. Kecemasan meningkat b.d therapi yang diberikan pada bayi.
Tujuan : Setelah diberikan penjelasan selama 2x15 menit diharapkan orang tua
menyatakan mengerti tentang perawatan bayi hiperbilirubin.
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien
( R : mengetahui tingkat pemahaman keluarga tentang penyakit )
b. Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan
perawatannya
( R: Meningkatkan pemahaman tentang keadaan penyakit )
c. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah
(R : meningkatkan tanggung jawab dan peran orang tua dalam erawat bayi)
6. Risiko tinggi injury b.d efek fototherapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkantidak terjadi
injury akibat fototerapi ( misal ; konjungtivitis, kerusakan jaringan
kornea )
Intervensi :
a. Tempatkan neonatus pada jarak 40-45 cm dari sumber cahaya
( R : mencegah iritasi yang berlebihan).
b. Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang, kecuali pada mata dan daerah
genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya
usahakan agar penutup mata tidak menutupi hidung dan bibir
(R : mencegah paparan sinar pada daerah yang sensitif )
c. Matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya
konjungtivitis tiap 8 jam
(R: pemantauan dini terhadap kerusakan daerah mata )
d. Buka penutup mata setiap akan disusukan.
( R : memberi kesempatan pada bayi untuk kontak mata dengan ibu ).
e. Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan
( R : memberi rasa aman pada bayi ).
7. Risiko tinggi terhadap komplikasi berhubungan dengan tranfusi tukar
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1x24 jam diharapkan tranfusi
tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi :
a. Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan
(R : menjamin keadekuatan akses vaskuler )
b. Basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan
Tindakan
( R : mencegah trauma pada vena umbilical ).
c. Puasakan neonatus 4 jam sebelum tindakan
(R: mencegah aspirasi )
d. Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur
( R : mencegah hipotermi
e. Catat jenis darah ibu dan Rhesus memastikan darah yang akan ditranfusikan
adalah darah segar
( R : mencegah tertukarnya darah dan reaksi tranfusi yang berlebihan 0
f. Pantau tanda-tanda vital, adanya perdarahan, gangguan cairan dan elektrolit,
Kejang selama dan sesudah tranfusi
(R : Meningkatkan kewaspadaan terhadap komplikasi dan dapat melakukan
tindakan lebih dini )
g. Jamin ketersediaan alat-alat resusitatif
(R : dapat melakukan tindakan segera bila terjadi kegawatan)
4. Terapi Kolaboratif
Terapi obat-obatan untuk hiperbilirubin pada bayi :
1. Plasma atau albumin dengan tujuan menghambat matabolisme bilirubin
2. Kolesteramin dengan tujuan mengurangi sirkulasi enterohepatik
3. Fenobarbital, untuk meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin. Pemberian obat ini akan
mengurangi timbulnya ikterus fisiologik pada bayi neonates
4. Transfusi tukar, Dilakukan untuk mempertahankan kadar bilirubin indirek dalam serum bayi
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin lebih dari normal yang
ditandai dengan adanya jaundice atau ikterus. Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana
kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan
Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan
yang patologis.

4.2 Saran

Dengan adanya makalah ini penyusun berharap kepada pembaca supaya lebih mengerti dan
memahami tentang langkah pencegahan dan proses penyakit agar tidak banyak kasus bayi
dengan hiperbilirubin yang akan terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Sukadi. 2002. Ikterus Neonaturum Diktat Kuliah Perinatologi. Bandung, FKUP RSHS.

Ratri, Y. 2012. Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir dengan Hiperbilirubin. Karya Tulis
Ilmiah Persyaratan Ujian Akhir Program Studi DIII Kebidanan. Surakarta : Stikes Kusuma
Husada Surakarta.

Wong, 2005. Clinical Manual of Pediatric Nursing. San Fransisco. Mosby

Anie F. Asuhan Keperawatan Pada Bayi Baru Lahir Dengan Hiperbilirubinemia. [online].

http://aniefafa.blogspot.com/2010/11/asuhan-keperawatan-pada-bayi.html. Diakses pada 29


Agustus 2018.

Eko W. Bab II Makalah Hiperbilirubin Pada Anak. [online].

http://repository.ump.ac.id/2739/3/Eko%20Waluyo%20BAB%20II.pdf. Diakses pada 30


Agustus 2018.

https://www.academia.edu/13119105/ASUHAN_KEPERAWATAN_HIPERBILIRUBIN
_PADA_NEONATUS

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/viewFile/2599/2142

Anda mungkin juga menyukai