BAB 181
KULIT PADA ENDOKARDITIS INFEKTIF, SEPSIS, DAN
SYOK SEPTIK
RINGKASAN
ENDOKARDITIS INFEKTIF
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, insidensi endokarditis katup bawaan adalah 1,7
hingga 6,2 kasus per 100.000 orang/tahun. Insidensi tertinggi dari endokarditis
2
infektif (IE) terdapat pada pengguna obat intravena, dengan kejadian diperkirakan
150 hingga 2000 per 100.000 orang/tahun. Seiring dengan berjalannya waktu
risiko endokarditis infektif pada katup prostetik menurun setelah implantasi katup
dan risiko kumulatif sekitar 2 hingga 3% setelah 60 bulan implantasi.1
TEMUAN KLINIS
Anamnesis
Pasien dengan endokarditis infektif umumnya datang dengan keluhan
bukan pada jantung yakni demam, malaise, dan anoreksia. Sering dijumpai
adanya murmur yang baru atau telah berubah sifatnya. Demam yang tidak dapat
dijelaskan pada pasien dengan katup jantung prostetik harus segera dilakukan
evaluasi untuk endokarditis. Kriteria Duke (Tabel 181-1)2 sangat membantu
dalam membuat diagnosis IE.
Tabel 181-1. Kriteria Duke yang dimodifikasi untuk Endokarditis
Infektif2
● Kasus definitif secara klinis, memenuhi dua kriteria mayor, satu
mayor ditambah tiga minor, atau 5 kriteria minor.
● Kasus klinis yang mencurigakan, memenuhi satu mayor dan satu
minor, atau tiga kriteria minor.
● Kriteria mayor
● Mikrobiologi
▪ Dua kultur darah yang terpisah positif adanya
mikroorganisme tertentu.
Atau
▪ kultur darah positif yang persisten untuk
mikroorganisme tertentu.
Atau
▪ Kultur darah tunggal positif untuk Coxiella burnetii
atau titer antibodi imunoglobulin G fase I untuk
Coxiella burnetii lebih besar dari 1: 800.
● Bukti kelainan di endokardium
▪ Regurgitasi katup baru
4
Atau
▪ Ekokardiogram positif yang menunjukkan osilasi
intracardiac echogenic pada anak-anak dari cedera
endokardial, abses perianular, atau dehisiensi baru dari
katup prostetik
● Kriteria minor
● Predisposisi untuk endokarditis infektif
● Demam
● Gejala vaskular seperti nodus Osler atau Roth spots
● Faktor imunologi seperti faktor reumatoid yang positif atau
glomerulonefritis
● Bukti serologi infeksi aktif tidak memenuhi kriteria mayor
mikrobiologis
Lesi Kulit
Tanda-tanda lesi kulit pada endokarditis infektif tidak spesifik tetapi dapat
membantu dokter dalam membuat diagnosis yang tepat. Temuan kulit dapat
disebabkan baik oleh embolik, trombosis atau vaskulitis fokal.
Perdarahan splinter (Gambar 181-1) merupakan garis linier 1-2mm
berwarna merah-kecoklatan di bawah lempeng kuku. Perdarahan splinter
dijumpai pada sekitar 15% pasien dengan endokarditis infektif dan dianggap
memiliki nilai diagnostik yang lebih besar jika berlokasi di proksimal. Perdarahan
Splinter terkait dengan endokarditis infektif merupakan hasil dari vaskulitis
kapiler kecil atau dari mikroemboli. Tidak adanya tanda-tanda atau gejala lain dari
endokarditis infektif, jika hanya dijumpai adanya perdarahan tidak cukup sebagai
bukti spesifik untuk menjamin suatu pemeriksaan. Timbulnya petekie umumnya
terlihat di membran bukal, palatum mole, dan ekstremitas.
5
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Kultur darah yang positif merupakan pemeriksaan laboratorium yang paling
membantu dalam mendiagnosis endokarditis infektif. Pemeriksaan lain yang
mungkin abnormal pada keadaan ini termasuk faktor reumatoid positif,
peningkatan laju endap darah, protein C-reaktif, leukositosis, atau hematuria pada
urinalisis.
PEMERIKSAAN KHUSUS
Ekokardiografi menunjukkan visualisasi katup dan dapat memberikan
informasi mengenai keterlibatan miokardium. Ekokardiografi transthorakal
7
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding perdarahan splinter dapat dilihat dalam tabel 181-1.
Lesi Janeway dan nodus Osler dapat menyerupai emboli septik dan hidradenitis
ekrin neutrofilik.
Kotak 181-1. Diagnosis Banding Perdarahan Splinter 15
▪ Trauma
▪ Dermatitis Atopik
▪ Psoriasis
▪ Tirotoksikosis
▪ Keganasan organ dalam
▪ Diinduksi oleh obat
▪ Inhibitor reseptor faktor pertumbuhan endotel vaskular 16
▪ Tetrasiklin
▪ Skorbut
▪ Trikinosis
▪ Idiopatik
KOMPLIKASI
Komplikasi jantung pada endokarditis infektif termasuk gagal jantung
kongestif, perluasan penyakit ke miokardium, dan perikarditis. Komplikasi emboli
termasuk stroke, aneurisma intrakranial mikotik, dan abses limpa.1
PENGOBATAN
Terapi antibiotik yang tepat harus dimulai pada kasus dugaan endokarditis
infektif setelah kultur darah. Antibiotik parenteral jangka panjang (4 sampai 6
minggu), biasanya dengan derivat penicillin, digunakan untuk mengobati
endokarditis infektif akibat streptokokus atau stafilokokus. Pengobatan antibiotik
telah terbukti mengurangi risiko emboli berikutnya. Indikasi pembedahan
termasuk bakteremia persisten meskipun telah diberikan tujuh hari terapi
antibiotik parenteral, endokarditis katup prostetik, munculnya vegetasi yang besar,
disfungsi katup berat, dan infeksi dengan Pseudomonas, C. burnetii, atau jamur.3
PENCEGAHAN
Saat ini, antibiotik profilaksis untuk operasi kulit tidak diindikasikan pada
kulit yang tidak terinfeksi, pembedahan kulit tanpa memperhatikan riwayat
jantung. Ketika pasien termasuk ke dalam kategori risiko tinggi atau melibatkan
area tubuh yang bersih dan terkontaminasi (seperti rongga mulut, selangkangan,
atau ketiak) atau luka yang terkontaminasi atau terinfeksi, dianjurkan
menggunakan antibiotik profilaksis.4
imunologi, termasuk peningkatan tumor nekrosis alfa. Hal ini dimediasi oleh
pengikatan molekul-molekul patogen spesifik yang terkait dengan reseptor-
reseptor Toll-like yang ditemukan pada sel-sel sistem imunitas. Reseptor Toll-like
mengaktifkan sinyal melalui faktor transkripsi seperti factor-xB yang
mengaktifkan pengeluaran kaskade sitokin inflamasi. Namun, diikuti oleh
penurunan relatif imunitas dengan gangguan hipersensitivitas tipe lambat,
hilangnya sel-sel kritis dari respon imun termasuk sel B, sel T helper CD4+, dan
sel dendritik, dan ketidakmampuan untuk mengeradikasi infeksi.
Sepsis biasanya dipersulit oleh gangguan fungsi organ. Studi otopsi
menunjukkan bahwa pada disfungsi organ yang dalam, kematian sel minimal dan
tidak cukup untuk menjelaskan gambaran klinis. Dengan demikian, sepsis muncul
mengaktifkan hibernasi seluler di mana sel-sel mengurangi kegiatannya dan hanya
diperlukan untuk kelangsungan hidup sel. Hal ini akan menjelaskan mengapa
fungsi organ biasanya kembali pada pasien yang sembuh dari sepsis.6
TEMUAN KLINIS
Anamnesis
Pasien septik biasanya demam, atau dalam beberapa kasus dapat terjadi
hipotermia, dengan takikardia dan takipnea. Pasien dengan sepsis berat juga dapat
mengalami disfungsi sistem organ vital dan mereka yang mengalami syok septik
mengalami hipotensi yang refrakter terhadap pemberian cairan.
Lesi Kulit
Organisme penyebab pada sepsis tidak selalu dapat diidentifikasi melalui
kultur rutin. Dalam beberapa kasus, pemeriksaan kulit dapat memberikan
petunjuk identitas patogen yang berperan, ketersediaan alat klinis amat penting
dalam pengelolaan pasien septik.
Eritroderma pada pasien sepsis menunjukkan staphylococcal atau
streptococcal toxic shock syndrome (TSS). Pasien dengan TSS biasanya pada usia
muda dan kesehatan menurun. Pasien dengan TSS staphylococcal jauh lebih
mungkin mengalami eritroderma tetapi memiliki kemungkinan lebih kecil
10
memiliki kultur darah positif dibandingkan pasien dengan TSS streptokokus. TSS
Streptokokus umumnya terkait dengan infeksi jaringan lunak.
Temuan pustul pada kulit pasien septik, khususnya pada neonatus atau
individu yang mengalami gangguan sistem imun, dapat menimbulkan dugaan
infeksi jamur, terutama spesies Candida. Kandidiasis kongenital, paling sering
terlihat pada bayi yang lahir dari ibu dengan kandidiasis vagina, umumnya
terbatas pada kulit. Namun, pada bayi sepsis dengan pustul, harus
dipertimbangkan adanya candidemia.
Vaskulitis dan koagulopati yang dapat terjadi pada pasien septik dapat
menyebabkan purpura, kadang-kadang terjadi penonjolan pada lipatan kuku
kapiler kecil (Gambar 181-2). Purpura sangat menonjol pada pasien dengan
trombositopenia. Infeksi semacam ini paling sering terlihat pada pasien onkologi
yang menjalani transplantasi sumsum tulang. Pada host yang mengalami
penurunan sistem imunitas, infeksi jamur oportunistik, seperti dengan Aspergillus
sp., Fusarium sp., dan Candida sp., sering muncul papula eritematosa, petekie,
atau pustula yang berkembang menjadi lesi purpura (Gambar 181-3).
Gambar 181-3. Petekie dari sepsis Fusarium pada pasien dengan imunosupresif
(lihat Bab 1). -3.1 dalam edisi on-line). Pewarnaan Gram dari pustul
menunjukkan diplokokus gram negatif intraseluler. Dalam bentuk yang paling
ekstrim, meningococcemia dapat menyebabkan purpura fulminan (lihat bagian
Lesi kulit). Pustula juga bisa menjadi sekunder pada inokulasi lokal, seperti pada
kasus sepsis stafilokokus.
Infeksi lokal jaringan lunak yang lebih agresif, necrotizing fasciitis, dapat
dikaitkan dengan kultur darah positif di kemudian hari pada perjalanan penyakit
karena penyebaran organisme secara hematogen. Secara klinis, necrotizing
fasciitis berkembang dengan cepat, awalnya terasa nyeri dan disertai demam dan
leukositosis (lihat Bab 179). Kultur darah biasanya positif. Setelah beberapa hari,
area yang terlibat dapat terjadi anestesi sekunder yang merusak saraf kulit.5
Selulitis ditandai oleh inflamasi lokal yang intens terhadap organisme yang relatif
jarang menimbulkan infeksi dan kultur darah jarang positif (lihat Bab 179). Paling
sering terjadi pada kaki, ekstremitas yang terkena biasanya eritematosa,
hiperemis, dan edema. Penyebab selulitis yang paling umum adalah S. aureus dan
Streptokokus grup A. Mikroorganisme penyebab yang jarang, seperti organisme
anaerobik, termasuk spesies clostridium dan spesies bakteri anaerob lainnya
seperti Bacteroides, Peptostreptococcus atau Peptococcus. Pada pasien yang
mengalami penurunan sistem imunitas, Cryptococcus neoformans juga dapat
menyebabkan selulitis, terutama pada pasien AIDS. Pasien dengan penurunan
fungsi hati dapat mengalami selulitis dari Vibrio vulnificus, bakteri gram negatif
hidup di lingkungan laut yang hangat dan terdapat pada kerang. Infeksi terjadi
baik melalui konsumsi organisme yang terkontaminasi seperti tiram mentah, atau
melalui kontak dengan air yang terinfeksi. Angka mortalitas melebihi 40% pada
mereka dengan sepsis V.vulnificus.7
Ektima gangrenosum (lihat Bab. 180) awalnya berasal dari papula
eritematosa yang mengembang dan akhirnya menjadi bula nekrotik. Lesi paling
sering dijumpai antara umbilikus dan lutut. Kultur bakteri pada ektima
gangrenosum biasanya menunjukkan Pseudomonas aeruginosa, dari penyebaran
secara hematogen dan khas pada pasien neutropenia, biasanya dikaitkan dengan
keganasan yang mendasarinya. Kasus-kasus non-klasik telah dilaporkan
12
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pasien septik umumnya memiliki jumlah sel darah putih lebih besar dari
12 x 109 / L atau kurang dari 4 x 109 / L atau bandemia lebih dari 10 persen.
Sering terjadi peningkatan protein C-reaktif dan kadar prokalsitonin. Disfungsi
organ dapat memberikan manifestasi curah jantung yang rendah, peningkatan
kreatinin, trombositopenia, dan peningkatan rasio normalisasi internasional atau
waktu protrombin, atau hiperbilirubinemia.l0 Kultur darah dapat membantu
pengobatan pasien sepsis, namun hanya 30% hingga 50% dari pasien septik yang
memiliki kultur darah positif.11
PEMERIKSAAN SPESIFIK
Pemeriksaan khusus, termasuk pencitraan dan kultur jaringan yang
terkena, kadang-kadang dapat membantu dalam mengidentifikasi sumber infeksi
pada pasien septik.
13
DIAGNOSIS BANDING
Diagnsosis banding temuan kulit pada pasien septik ditinjau dalam kotak
181-2.
Kotak 181-2. Diagnosis Banding Temuan Kulit pada Pasien Septik
▪ Eritroderma
● Staphylococcal atau streptococcal scalded-skin syndrome (SSSS)
● Reaksi obat
● Limfoma sel T kutaneous
● Psoriasis
▪ Pustula
● Reaksi obat
● Dermatitis kontak pustula
● Kandidemia
● Gonokoksemia Diseminata
● Folikulitis
● Miliaria Pustulosis
● Steroid akne
● Pustulosis eksantematosa generalisata akut
▪ Purpura
● Infeksi jamur invasif, terutama pada pasien trombositopenik
● Koagulasi intravaskular diseminata
● Vaskulitis (infeksius, neoplastik, drug-induced, atau autoimun)
● Diinduksi trauma
● Heparin atau nekrosis Coumadin
● Trombotik trombositopenik purpura
● Cryoglobulinemia
▪ Selulitis
● Selulitis infeksius
● Necrotizing fasciitis
● Dermatitis stasis
▪ Ektima gangrenosum
● Ektima gangrenosum pseudomonal
● Ektima gangrenosum bakteri nonpseudomonal atau jamur
● Infeksi herpes simpleks pada pasien imunosupresif
● Necrotizing vasculitis
● Cryoglobulinemia
14
KOMPLIKASI
Komplikasi sepsis termasuk kematian, kehilangan anggota tubuh karena
hipoperfusi, dan disfungi organ secara permanen.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan sepsis biasanya dilakukan di unit perawatan intensif dan
melibatkan penggunaan obat antimikroba, yang dipilih secara empiris atau
berdasarkan kultur mikroorganisme tertentu, dan perawatan suportif untuk
mempertahankan fungsi organ.
PENCEGAHAN
Pencegahan sepsis di rumah sakit dicapai dengan pelaksanaan langkah-
langkah pengendalian infeksi dasar, termasuk mencuci tangan secara rutin dan
meminimalisasi dan mengganti kateter secara teratur. Pada pasien yang
mengalami penurunan sistem imunitas, terutama pada pasien yang menjalani
transplantasi organ atau AIDS, penggunaan antibiotik profilaksis dapat membantu
mengurangi kejadian sepsis.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Mylonakis E, Calderwood CB: Infective endocarditis in adults. Ellgi ) Med
345:1318,2001.
2. Martin GS et al: The epidemiology of sepsis in the United States from
1979 through 2000. Engl J Med 348:1546, 2003.
3. Hotchkiss RS, Karl IE: The pathophysiology and treatment of sepsis. 1
EngI J Med 348:138, 2003.
4. Valeriano-Marcet 1, Carter JD, Vasey FB: Soft tissue disease. Rheum Dis
Clilll onlr Am 29:77, 2003.
5. Reich HL et al: Nonpseudomonal ecthyma gangrenosum. J Am AUld
DermatoI50:S114, 2004.
6. Riedemann NC, Guo RF, Ward PA: The enigma of sepsis. J Clin Invest
112:460, 2003.
7. Levi M: Disseminated intravascular coagulation: What's new? Cril Care
Clin 21:449, 2005.