ASUHAN KEPERAWATAN
Disusun Oleh :
I. DEFINISI
Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system
suplai arteri otak.( Sylvia A. Price, 2006 )
Menurut American Association of Neuroscience Nurses (AANN) pada tahun
2009 mendefinisikan subarakhnoid hemorrhage (SAH) adalah stroke perdarahan dimana
darah dari pembuluh darah memasuki ruang subarachnoid yaitu ruang di antara lapisan
dalam (Pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) dari jaringan selaput otak
(meninges). Penyebab paling umum adalah pecahnya tonjolan (aneurisma) dalam arteri
basal otak atau pada sirkulasi willisii.
II. EPIDEMIOLOGI
Stroke perdarahan subarachnoid memiliki kasus yang signifikan di seluruh dunia,
menyebabkan kecacatan dan kematian. Terjadi sekitar 5-15% dari kejadian seluruh
kejadian stroke. Perdarahan Subarachnoid biasanya didapatkan pada usia dewasa muda
baik pada laki-laki maupun perempuan. Insidens perdarahan subarachnoid meningkat
seiring umur dan lebih tinggi pada wanita daripada laki-laki. Populasi yang terkena kasus
perdarahan subarachnoid bervariasi dari 6 ke 16 kasus per 100.000, dengan jumlah
kasus tertinggi di laporkan di Finlandia dan Jepang. Selama kehamilan, resiko untuk
terjadinya rupture malformasi arteriovenous meningkat, terutama pada trimester ketiga
kehamilan.
III. ETIOLOGI
Dewanto et all (2009) menyebutkan bahwa etiologi perdarahan subarakhnoid
meliputi:
1. Ruptur aneurisma sakular (70-75%)
2. Malformasi arteriovena
3. Ruptur aneurisma fusiform
4. Ruptur aneurisma mikotik
5. Kelainan darah: diskrasia darah, penggunaan antikoagulan, dan gangguan
pembekuan darah
6. Infeksi
7. Neoplasma
8. Trauma
Beberapa faktor risiko yang dihubungkan dengan risiko tinggi aneurisma SAH
menurut Feigin et al. (2005) dan Teunissen et al. (1996) dalam Lemonick (2010)
meliputi:
• Hipertensi
• Merokok
• Atherosklerosis
• Kontrasepsi oral
• Usia lanjut
• Jenis kelamin
V. PATOFISIOLOGI
Menurut Hunt dan Hess (1968) dalam Dewanto G, et al. 2009, gejala CVA SAH
dapat dilihat dari derajat nya, yaitu:
Pasien dengan perdarahan sub arachnoid didapatkan gejala klinis Nyeri kepala
mendadak, adanya tanda rangsang meningeal (mual, muntah, fotofobia/intoleransi
cahaya, kaku kuduk), penurunan kesadaran, serangan epileptik, defisit neurologis fokal
(disfasia, hemiparesis, hemihipestesia (berkurangnya ketajaman sensasi pada satu sisi
tubuh) . Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala/tanda rangsangan
meningeal. Edema papil dapat terjadi bila ada perdarahan sub arachnoid karena
pecahnya aneurisma pada arteri (Dewanto et al., 2009).
Onset dari gejalanya biasanya tiba-tiba perjalanan penyakit perdarahan
subarochnoid yang khas dimulai dengan sakit kepala yang sangat hebat (berbeda
dengan sakit kepala biasa), onset biasanya 1-2 detik hingga 1 menit dan sakit kepalanya
sedemikian rupa sehingga mengganggu aktivitas yang dilaksanakan oleh penderita. Sakit
kepala makin progresif, kemudian diikuti nyeri dan kekakuan pada leher, mual muntah
sering dijumpai perubahan kesadaran (50%) kesadaran hilang umumnya 1-2 jam, kejang
sering dijumpai pada fase akut (sekitar 10-15%) perdarahan subarochnoid sering
diakibatkan oleh arterivena malformasi. Umumnya onset saat melakukan aktivitas 24-36
jam setelah onset dapat timbul febris yang menetap selama beberapa hari.
a. Pemeriksaan Radiologis
- CT Scan
Hasil yang di dapatkan menunjukkan bahwa darah SAH pada CT Scan tanpa
bentuk berarti pada ruang subarakhnoid disekitar otak, kemudian membentuk sesuatu
yang secara normal berwarna gelap muncul menjadi putih. Efek ini secara khas muncul
sebagai bentuk bintang putih pada pusat otak seperti gambar berikut ini.
Sedangkan lokasi darah pada umumnya terdapat di basal cisterns, fisura sylvian,
atau fisura interhemisper yang mengindikasikan ruptur saccular aneurysma. Darah
berada di atas konfeksitas atau dalam parenkim superfisial otak sering mengindikasikan
arteriovenous malformation atau mycotic aneurysm rupture (AANN, 2009).
- Pungsi lumbar
b. Pemeriksaan laboratorium
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Pemeriksaan umum
a) Sistem jalan nafas dan kardiovaskuler. Pantau ketat di unit perawatan intensif atau
lebih baik di unit perawatan neurologis.
c) Nyeri. Morfin sulfat (2-4 mg IV setiap 2-4 jam) atau kodein (30-60 mg IM setiap 4
jam).
f) Tekanan darah. Pertahankan tekanan darah sistolik 90-140 mmHg sebelum terapi
aneurisma, kemudian jaga tekanan darah sistolik < 200 mmHg.
g) Glukosa serum. Pertahankan kadar 80-120 mg/dl; gunakan sliding scale atau infus
kontinu insulin jika perlu
k) Antikonvulsan. Fenitoin (3-5 mg/kg/hari PO atau IV) atau asam valproat (15-45
mg/kg/hari PO atau IV)
m) Nutrisi. Coba asupan oral (setelah evaluasi menelan) untuk alternatif lain, lebih
baik pemberian makanan enteral.
2. Terapi lain
3. Komplikasi umum
a) Hidrosefalus. Masukkan drain ventrikular eksternal atau lumbar.
e) Hiponatremia. Pada SIADH: restriksi cairan; Pada serebral salt wasting syndrome:
secara agresif gantikan kehilangan cairan dengan 0,9% NaCl atau NaCl hipertonis.
g) Edema pulmonal. Berikan suplementasi oksigen atau ventilasi mekanik bila perlu
TERAPI MEDIKAMENTOSA :
1. Edatif – tranquilizer : fenobarbital (luminal) dan diazepam (valium)
Untuk menghindari kegelisahan dan tensi yang
meningkat
2. Antiemetik : dimenhidrat
mengalami perdarahan
I. PENGKAJIAN
Anamnesis
a) Identitas klien mencakup nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan
diagnosa medis.
b) Keluhan utama pada umumnya akan terlihat bila sudah terjadi disfungsi
neurologis. Keluhan yang sering didapatkan meliputi: Nyeri kepala mendadak,
adanya tanda rangsang meningeal (mual, muntah, fotofobia/intoleransi cahaya,
kaku kuduk), penurunan kesadaran, serangan epileptik, defisit neurologis fokal
(disfasia, hemiparesis, hemihipestesia (berkurangnya ketajaman sensasi pada
satu sisi tubuh).
c) Riwayat penyakit sekarang yang mungkin didapatkan meliputi adanya riwayat
trauma, riwayat jatuh, keluhan mendadak lumpuh pada saat klien melakukan
aktivitas, keluhan pada gastrointestinal seperti mual, muntah, bahkan kejang
sampai tidak sadar, di samping gejala kelumpuhan separuh badan atau
ganggguan fungsi otak yang lain, selisah, letargi, lelah, apatis, perubahan pupil,
dll.
d) Riwayat penyakit dahulu meliputi penggunaan obat-obatan (analgesik, sedatif,
antidepresan, atau perangsang syaraf), keluhan sakit kepala terdahulu, riwayat
trauma kepala, kelainan kongenital, peningkatan kadar gula darah dan hipertensi.
e) Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan tentang adanya keluarga yang
menderita hipertensi atau diabetes.
f) Pengkajian psikososial meliputi status emosi, kognitif, dan perilaku klien.
g) Kemampuan koping normal meliputi pengkajian mengenai dampak yang timbul
pada klien seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah.
h) Pengkajian sosioekonomispiritual mencakup pengkajian terhadap fungsi
neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya
hidup individu.
PEMERIKSAAN FISIK
a) Tingkat kesadaran
Tingkat Responsivitas Klinis
Terjaga Normal
Sadar Dapat tidur lebih dari biasanya, sedikit bingung saat pertama
kali terjaga, tetapi berorientasi sempurna ketika terbangun.
Letargi Mengantuk tetapi dapat mengikuti perintah sederhana ketika
dirangsang.
Stupor Sangat sulit untuk dibangunkan, tidak konsisten dalam
mengikuti perintah sederhana atau berbicara satu kata atau
Semikomatosa frase pendek.
Gerak bertujuan ketika dirangsang tidak mengikuti perintah,
koma atau berbicara koheren.
Dapat berespon dengan postur secara refleks ketika
distimulasi atau dapat tidak beresepon pada setiap stimulus.
b) Keadaan umum
penderita dalam kesadaran menurun atau terganggu postur tubuh mengalami
ganguan
akibat adanya kelemahan pada sisi tubuh sebelah atau keseluruhan lemah adanya
gangguan dalam berbicara kebersihan diri kurang serta tanda-tanda vital
(hipertensi)
1. Sistem Integumen
− Kulit tergantung pada keadaan penderita apabila kekurangan O2 kulit akan
kebiruan kekurangan cairan turgor jelek berbaring terlalu lama atau ada penekanan
pada kulit yang lama akan timbul dekubitus.
− Kuku jika penderita kekurangan O2 akan tampak kebiruan
2. Pemeriksaan Kepala atau Leher
Bentuk normal simetris
Bentuk kadang tidak simetris karena adanya kelumpuhan otot daerah muka
tampak gangguan pada mata kadaan onga mulut kotor karena kuang perawatan
diri .
Bentuk normal pembesaran kelenjar thyroid tidak ada .
3. Sistem pernafasan
Adanya pernafasan dispnoe, apnoe atau normal serta obstrusi jalan nafas,
kelumpuhan otot pernafasan penggunaan otot-otot bantu pernafasan, terdapat
suara nafas ronchi dan whezing.
4. Sistem kardio vaskuler
Bila penderita tidak sadar dapat terjadi hipertensi atau hipotensi, tekanan
intrakranial meningkat serta tromboflebitis, nadi bradikardi, takikardi atau normal .
5. Sistem pencernaan
Adanya distensi perut, pengerasan feses, penurunan peristaltik usus, gangguan
BAB baik konstipasi atau diare .
6. Ekstrimitas
Adanya kelemahan otot, kontraktur sendi dengan nilai ROM : 2, serta kelumpuhan.
7. Pemeriksaan urologis
Pada penderita dapat terjadi retensi urine, incontinensia infeksi kandung kencing,
serta didapatkannya nyeri tekan kandung kencing.
c) Saraf Kranial
• Saraf Kranial I (olfaktorius/ penciuman) : Biasanya pada klien stroke tidak ada
kelainan pada fungsi penciuman.
• Saraf Kranial II (optikus/ penglihatan) : Disfungsi persepsi visual karena gangguan
jaras sensorik primer di antara mata dan korteks visual.
• Saraf Kranial III, IV, dan VI (okulomotorius/ mengangkat kelopak mata, troklearis, dan
abdusens) : Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot-otot
okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang
sakit.
• Saraf Kranial V (trigeminus) : paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan
kemampuan koodinasi gerakan mengunyah. Penyimpangan rahang bawah ke sisi
ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus internus dan eksternus.
• Saraf Kranial VII (fasialis) : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
• Saraf Kranial VIII (vestibulokoklearis) : tidak dietmukan tuli konduktif dan tuli
perseptif.
• Saraf Kranial IX dan X (glosofaringeus dan vagus) : Kemampuan menelan
kurang baik, kesukaran membuka mulut.
• Saraf Kranial XI (aksesoris) : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapesius.
• Saraf Kranial XII (hipoglosus) : lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi. Indra pengecap normal.
• Pemeriksaan neurologis
1. Tanda-tanda rangsangan meningen
Kaku kuduk umumnya positif, tanda kernig umumnya positif, tanda brudzinsky I, II, III,
IV umumnya positif, babinsky umumnya positif.
2. Pemeriksaan fungsi sensorik
Terdapat gangguan penglihatan, pendengaran atau pembicaraan.
d) Sistem Motorik
Refleks : pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan
refleks patologis.
Gerakan involunter :pada umumnya kejang.
e) Sistem sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui adanya anemia atau leukositosis
setelah terjadinya bangkitan atau infeksi sistemik
adanya diskrasia darah, polisitemia, trombositopenia atau trombosis
Pemeriksaan koagulasi untuk menentukan riwayat koagulopati sebelumnya.
Ureum dan elektrolit untuk menentukan hiponatremia akibat salt wasting.
Glukosa serum untuk menentukan hipoglikemi
Rotgen toraks untuk melihat adanya edema pulmonal atau aspirasi.
EKG 12 sadapan untuk melihat aritmia jantung atau perubahan segmen ST
(Dewanto et al., 2009)
CT scan kepala tanpa kontras dilakukan < 24 jam sejak awitan.
Pungsi lumbal bila CT scan kepala tampak normal.
CTA (computed tomography angiography) dilakukan jika diagnosis SAH telah
dikonfirmasi dengan CT Scan atau LP
II. PATHWAY
Temporal Parietal
Pembuluh darah
Penekanan
jaringan otak Edema serebri Infark
serebri
Defisit neurologis
Kehilangan
kontrol
volunter
Kerusakan
komunikasi
verbal
Penuruna
n
kesadara
Hemiplegia dan
hemiparese
Ketidakefektifan
bersihan jalan
Kerusakan
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit perawatan diri: nafas
mobilitas
1. Risiko peningkatan dan
Mandi TIK eliminasi
yang berhubungan dengan peningkatan volume
fisik
intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri.
2. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi
sekret, penurunan mobilitas fisik, dan penurunan tingkat kesadaran.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/ hemiplegia,
kelemahan neuromuskular pada ekstremitas.
5. Risiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan sensari, luas lapang
pandang.
6. Defisit perawatan diri : mandi dan eliminasi berhubungan dengan kelemahan
neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan koordinasi
otot.
7. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada
area bicara pada hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan
kelemahan secara umum.
American Association of Neuroscience Nurses (AANN). 2009. Care of the Patient with
Aneurysmal Subarachnoid Haemorrhage. www.aann.org
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. Hal: 58.
Muttaqin A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Weiner, Howard L. 2000. Buku Saku Neurologi. Jakarta: EGC.
Satyanegara, dkk. 2010. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Ed. 4. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Dewanto G, et al. 2009. Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta: EGC.
Price, Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta:EGC