Anda di halaman 1dari 22

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN


KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II
DENGAN DIAGNOSA ANEMIA DI BANGSAL CEMPAKA RSUD
PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Disusun oleh :

Muhammad Naufal Zain (P07120216076)


Muhammad Naufal Zain (P07120216077)
Wike Kurnianingsih (P07120216078)

Diajukan untuk disetujui pada :

Hari :

Tanggal :

Tempat :

Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan

______________________ _______________________

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia adalah kumpulan gejala yang ditandai dengan kulit dan membran
mucosa pucat, dan pada test laboratorium didapatkan Hitung Hemoglobin(Hb),
Hematokrit(Hm), dan eritrosit kurang dari normal. Rendahnya kadar hemoglobin itu
mempengaruhi kemampuan darah menghantarkan oksigen yang dibutuhkan untuk
metabolisme tubuh yang optimal.
Anemia adalah penurunan kuantitas atau kualitas sel-sel darah merah dalam
sirkulasi, yang dapat disebabkan oleh gangguan pembentukan sel darah merah,
peningkatan kehilangan sel darah merah melalui perdarahan kronik atau mendadak, atau
lisis (destruksi) sel darah merah yang berlebihan (Elizabeth Corwin,2002).
Dimana insidennya 30 % pada setiap individu di seluruh dunia. Prevalensi terutama
tinggi di negara berkembang karena faktor defisiensi diet dan atau kehilangan darah
akibat infeksi parasit gastrointestinal.
Umumnya anemia asemtomatid pada kadar hemoglobin diatas 10 gr/dl, tetapi
sudah dapat menyebabkan gangguan penampilan fisik dan mental. Bahaya Anemia yang
sangat parah bisa mengakibatkan kerusakan jantung, otak dan organ tubuh lain, bahkan
dapat menyebabkan kematian.
Sel darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka
mengangkut oksigen dari paru-paru, dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.
Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin
dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah
sesuai yang diperlukan tubuh .
Anemia bukan suatu penyakit tertentu, tetapi cerminan perubahan patofisiologik
yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik, dan
konfirmasi laboratorium (Baldy, 2006).
Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di
seluruh dunia, disamping berbagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di
negara berkembang, yang mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan
ekonomi, serta kesehatan fisik (Bakta, 2006).
Masyarakat Indonesia masih belum sepenuhnya menyadari pentingnya zat gizi,
karena itu prevalensi anemia di Indonesia sekarang ini masih cukup tinggi, terutama
anemia defisiensi nutrisi seperti besi, asam folat, atau vitamin B12. Setelah menentukan
diagnosis terjadinya anemia, maka selanjutnya perlu disimpulkan tipe anemia itu
sendiri. Penatalaksanaan anemia yang tepat sesuai dengan etiologi dan klasifikasinya
dapat mempercepat pemulihan kondisi pasien

B. Rumusan masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan diagnosis medis Anemia ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami keperawatan medikal bedah pada pasien
dengan diagnosa anemia
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami pengertian anemia
b. Mahasiswa mampu memahami etiologi/penyebab anemia
c. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis/tanda dan gejala anemia
d. Mahasiswa mampu memahami komplikasi anemia
e. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan penunjang anemia
f. Mahasiswa mampu memahami pengkajian focus anemia
g. Mahasiswa mampu memahami diagnose keperawatan anemia
h. Mahasiswa mampu memahami intervensi keperawatan anemia

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Anemia berarti kekurangan sel darah merah dapat disebabkan oleh
hilangnya darah terlalu cepatatau kerena terlalu lambatnya produksi sel darah
merah (Guyton, 2007:538)
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan
komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan
untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas
pengangkut oksigen darah (Doenges, 2009:569 ).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah
merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit)
per 100 ml darah (Price, 2006:256).
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar HB
atau hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan
merupakan pencerminan keadaan sutu penyakit atau gangguan fungsi tubuh.
(Smeltzer, 2002:935 ) .
Anemia ialah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa
hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh. (Bakta, 2008:12)
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah
merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2008 :
935).

B. PENYEBAB
Penyebab dari anemia antara lain :
1. Gangguan produksi sel darah merah, yang dapat terjadi karena:
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient
c. Fungsi sel induk (stem sel ) terganggu
d. Inflitrasi sum-sum tulang
2. Kehilangan darah
a. Akut karena perdarahan
b. Kronis karena perdarahan
c. Hemofilia (defisiensi faktor pembekuan darah)
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis) yang dapat terjadi karena
a. Faktor bawaan misalnya kekurangan enzim G6PD
b. Faktor yang didapat, yaitu bahan yang dapat merusak eritrosit
4. Bahan baku untuk membentuk eritrosit tidak ada
Ini merupakan penyebab tersering dari anemia dimana terjadi kekurangan
zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin
B12 dan asam folat.

C. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan Gejala yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari
berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan
neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia
(badan kurus), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak.
Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan
berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L,
yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan
seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat
pada bagian kelopak mata bawah). Anemia bisa menyebabkan kelelahan,
kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah
berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung.(Price ,2000:256-264).
AREA MANIFESTASI KLINIS
Keadaan umum Pucat , penurunan kesadaran, keletihan berat ,
kelemahan, nyeri kepala, demam,
dipsnea, vertigo, sensitive terhadap
dingin, BB turun.
Kulit Jaundice (anemia hemolitik), warna kulit
pucat, sianosis, kulit kering, kuku rapuh,
koylonychia, clubbing finger, CRT > 2
detik, elastisitas kulit munurun,
perdarahan kulit atau mukosa (anemia aplastik)
Mata Penglihatan kabur, jaundice sclera,
konjungtiva pucat.
Telinga Vertigo, tinnitus
Mulut Mukosa licin dan mengkilat, stomatitis,
perdarahan gusi, atrofi papil lidah,
glossitis, lidah merah (anemia deficiency
asam folat)
Paru-paru Dipsneu, takipnea, dan orthopnea
Kardiovaskuler Takikardia, lesu, cepat lelah, palpitasi,
sesak waktu kerja, angina pectoris dan
bunyi jantung murmur, hipotensi,
kardiomegali, gagal jantung
Gastointestinal Anoreksia, mual-muntah, hepatospleenomegali (pada
anemia hemolitik)
Muskuloskeletal Nyeri pinggang, sendi
System persarafan Sakit kepala, pusing, tinnitus, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot,
irritable, lesu perasaan dingin pada
ekstremitas.
(Bakta, 2003:15)

D. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir,
masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan
sel darah merah normal atau akibat beberapa faktor diluar sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi
terutama dalam sistem fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial terutama
dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang
terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan
bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera. (Smeltzer & Bare. 2002 : 935).
E. KLASIFIKASI
Klasifikasi anemia menurut faktor morfologi :
1. Anemia hipokromik mikrositer : MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg
Sel darah merah memiliki ukuran sel yang kecil dan pewarnaan yang
berkurang atau kadar hemoglobin yang kurang (penurunan MCV dan
penurunan MCH)
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalasemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
2. Anemia normokromik normositer : MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg
Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung
jumlah hemoglobin dalam batas normal.
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia leukemia akut
3. Anemia normokromik makrositer : MCV > 95 fl
Sel darah merah memiliki ukuran yang ukuran yang lebih besar dari pada
normal tetapi tetapi kandungan hemoglobin dalam batas normal (MCH
meningkat dan MCV normal).
a. Bentuk megaloblastik
- Anemia defisiensi asam folat
- Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
- Anemia pada penyakit hati kronik
- Anemia pada hipotiroidisme
- Anemia pada sindrom mielodisplastik
Klasifikasi anemia menurut faktor etiologi :
a. Anemia karena produksi eritrosit menurun
1. Kekurangan bahan unuk eritrosit (anemia defisiensi besi, dan anemia
deisiensi asam folat/ anemia megaloblastik)
2. Gangguan utilisasi besi (anemia akibat penyakit kronik, anemia
sideroblastik)
3. Kerusakan jaringan sumsum tulang (atrofi dengan penggantian oleh
jaringan lemak:anemia aplastik/hiplastik, penggantian oleh jaringan
fibrotic/tumor:anemia leukoeritoblastik/mielopstik)
4. Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui. (anemia
diserotropoetik, anemia pada sindrom mielodiplastik)
b. Kehilangan eritrosit dari tubuh.
1. Anemia pasca perdarahan akut.
2. Anemia pasca perdarahan kronik
c. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis)
1. Faktor ekstrakorpuskuler
1) Antibody terhadap eritrosit: (Autoantibodi-AIHA, isoantibodi-HDN)
2) Hipersplenisme
3) Pemaparan terhadap bahan kimia
4) Akibat infeksi
5) Kerusakan mekanik
2. Factor intrakorpuskuler
1) Gangguan membrane (hereditary spherocytosis, hereditary
elliptocytosis)
2) Gangguan enzim (defisiensi piruvat kinase, defisiensi G6PD)
3) Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati structural, thalasemia)
Anemia yang terjadi akibat menurunnya produksi SDM antara lain :
1. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi merupakan gejala kronis dengan keadaan
hipokromik (konsentrasi Hb kurang), mikrositik yang disebabkan oleh suplai
besi kurang dalam tubuh. kurangnya besi berpengaruh dalam pembentukan
Hb sehingga konsentrasinya dalam SDM berkurang, hal ini akan
mengakibatkan tidak adekuatnya pengangkutan oksigen keseluruh jaringan
tubuh. Pada keadaan normal kebutuhan besi orang dewasa adalah 2- 4 gm.
Pada laki-laki kebutuhan besi adalah 50 mg/kgBB dan pada wanita 35
mg/kgBB ( Lawrence M Tierney, 2003) dan hamper 2/3 terdapat dalam Hb.
Absorbsi besi terjadi dilambung, duodenum dan jejunum bagian atas adanya
erosi esofagitis, gaster, ulser duodenum, kanker dan adenoma kolon akan
mempengaruhi absobsi besi.

2. Anemia megaloblastik
Anemia yang disebabkan karena rusaknya sintesis DNA yang
mengakibatkan tidak sempurnanya SDM. Keadaan ini disebabkan karena
defisiensi vitamin B12 dan asam folat.karakteristik SDM ini adalah adanya
megaloblas abnormal, Prematur dengan fungsi yang tidak normal dan
dihancurkan semasa dalam sumsum tulang sehingga terjadinya eritropoeisis
dengan masa hidup eritrosit yang lebih pendek.yang akan mengakibatkan
leucopenia, trombositopenia .
3. Anemia defisiensi vitamin B12
Merupakan gangguan autoimun karena tidak adanya faktor intrinsik yang
diproduksi di sel parietal lambung sehingga terjadi gangguan absobsi vitamin
B12 .
4. Anemia defisiesi asam folat
Kebutuhan folat sangat kecil biasanya terjadi pada orang yang kurang
makan sayuran dan buah-buahan, gangguan pada pencernaan, alkolik dapat
meningkatkan kebutuhan folat, wanita hamil, masa pertumbuhan. Defisiensi
asam folat juga dapat mengakibatkan sindrom malabsorbsi.

5. Anemia aplastik
Terjadi akibat ketidak sanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-
sel darah. Kegagalan tersebut disebabkan oleh kerusakan primer atau zat yang
dapat merusak sumsum tulang (Mielotoksin).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium pada pasien anemia menurut (Doenges, 1999 :572)
a. Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (volume
korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan
mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP).
Pansitopenia (aplastik). Nilai normal eritrosit (juta/mikro lt) : 3,9 juta per
mikro liter pada wanita dan 4,1 -6 juta per mikro liter pada pria
b. Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.
c. Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons
sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
d. Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengindikasikan tipe khusus anemia).
e. LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal :
peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
f. Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa
anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai
waktu hidup lebih pendek.
g. Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
h. SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin
meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik) Nilai normal Leokosit (per
mikro lt) : 6000–10.000 permokro liter
i. Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi
(hemolitik)
Nilai normal Trombosit (per mikro lt) : 200.000–400.000 per mikro liter
darah
Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin
Nilai normal Hb (gr/dl) : Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP,
hemolitik).
j. Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan
dengan defisiensi masukan/absorpsi
k. Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
l. TBC serum : meningkat (DB)
m. Feritin serum : meningkat (DB)
n. Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
o. LDH serum : menurun (DB)
p. Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
q. Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster,
menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB).
r. Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan :
perdarahan GI
s. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam
hidroklorik bebas (AP).
t. Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah
dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia,
misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel
darah (aplastik).

G. KOMPLIKASI
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya,
penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang
flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang
lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan
anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian,
dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa
juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak. Anemia
berat, gagal jantung kongesti dapat terjadi karena otot jantung yang anoksik
tidak dapat beradaptasi terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Selain itu
dispnea, nafas pendek dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani
merupakan manifestasi berkurangnya pengurangan oksigen (Price &Wilson,
2006).

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti
darah yang hilang:
a. Anemia aplastik:
1. Transplantasi sumsum tulang
2. Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
b. Anemia pada penyakit ginjal
1. Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat
2. Ketersediaan eritropoetin rekombinan
c. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan
penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan
yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat
darah, sehingga Hb meningkat.
d. Anemia pada defisiensi besi
1. Dicari penyebab defisiensi besi
2. Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan
fumarat ferosus.
5. Anemia megaloblastik
1. Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila
difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor
intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
2. Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus
diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau
malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
3. Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan
penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan
gangguan absorbsi.

I. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ;
penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah.
Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat.
Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya.
Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak.
Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang
menunujukkan keletihan.
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis,
menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan).
Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan
nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi
segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi
jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit
dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku.
(catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-
abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon
terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian
kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi
kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia)
(DB). Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara
premature (AP).

3) Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan,
misalnya penolakan transfusi darah.
Tanda : depresi.
4) Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi
(DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau
konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
5) Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani
rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah,
kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia,
anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah
atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan
sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan
vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk,
kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis
(status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut
mulut pecah. (DB).
6) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak
mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan
bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ;
parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental :
tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina
(aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik).
Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda
Romberg positif, paralysis (AP).
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
8) Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan
aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9) Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat
terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat
kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi
darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk,
sering infeksi
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati
umum. Ptekie dan ekimosis (aplastik).
10) Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore
(DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.

B. Diagnosa keperawatan
1) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke
sel.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan.
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan mencerna makanan/
absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
normal.
4) Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan sirkulasi dan neurologis, gangguan mobilitas, defisit nutrisi.
5) Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diit,
perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat.
6) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan
hemoglobin, prosedur invasif, kerusakan kulit.

C. Perencanaan (Intervensi)
1. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke
sel.
Tujuan : Perfusi jaringan adekuat
Kriteria hasil :
a. Tanda vital stabil
b. Membran mukosa warna merah muda
c. Pengisian kapiler baik
Intervensi :
1) Ukur tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran
mukosa, dasar kuku.
Rasional : Memberikan informasi tentang derajat/ keadekuatan
perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan
oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
3) Awasi upaya pernapasan, auskultasi bunyi napas, perhatikan bunyi
adventisius.
Rasional : Dispnea, gemericik menunjukkan gagal jantung kanan
karena regangan jantung lama/ peningkatan kompensasi curah
jantung.
4) Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi
Rasional : Iskemia seluler mempengaruhi jaringan
miokardial/potensial risiko infark.
5) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh
hangat sesuai indikasi
Rasional : Vasokontriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi
perifer.
6) Awasi hasil pemeriksaan laboratorium, misalnya hemoglobin/
hematokrit dan jumlah sel darah merah, analisa gas darah
Rasional : Mengidentifikasi definisi dan kebutuhan
pengobatan/respon terhadap terapi.
7) Berikan sel darah merah darah lengkap/packed, produk darah sesuai
indikasi. Awasi ketat untuk komplikasi transfusi.
Rasional : Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki
defisiensi untuk menurunkan perdarahan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan.
Tujuan : Peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
Kriteria hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Tak ada keluhan dalam beraktivitas

Intervensi :
1) Kaji kemampuan klien untuk melakukan tugas normal, catat laporan
kelelahan, keletihan dan kesulitan menyelesaikan tugas.
Rasional : Mempengaruhi pilihan intervensi atau bantuan
2) Awasi tekanan darah, nadi, pernapasan selama dan sesudah aktivitas,
catat respon terhadap aktivitas (misal: peningkatan denyut jantung,
tekanan darah, disritmia, pusing dan sebagainya).
Rasional : Manifestasi kordipulmonal dari upaya jantung dan paru-
paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
3) Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring. Pantau dan
batasi pengunjung.
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan
oksigen tubuh.
4) Ubah posisi klien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
Rasional : Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat
menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan risiko cedera.
5) Berikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi bila perlu, memungkinkan
klien untuk melakukan sebanyak mungkin.
Rasional : Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila klien
melakukan sesuatu sendiri.
6) Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi.
Rasional : Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai
normal dan memperbaiki turus otot/stamina, tanpa kelemahan.
7) Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri
dada, napas pendek, kelemahan atau pusing terjadi
Rasional : Regangan/stress kardiopulmonal berlebihan/ stress dapat
menimbulkan dekompensasi/ kegagalan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna, ketidakmampuan mencerna makanan/
absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
normal.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Berat badan stabil
b. Membran mukosa lembab
c. Peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi :
1) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
Rasional : Mengidentifikasi definisi, menduga kemungkinan
intervensi.
2) Observasi dan catat masukan makanan klien.
Rasional : Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan
konsumsi makanan.
3) Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas
intervensi nutrisi.
4) Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering.
Rasional : Masukan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan
meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster.
5) Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan sesudah
makan
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral,
menurunkan pertumbuhan bakteri.
4. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan sirkulasi dan neurologis, gangguan mobilitas, defisit nutrisi.
Tujuan : Integritas kulit dapat dipertahankan
Kriteria hasil :
a. Membran mukosa lembab
b. Elastisitas kulit kembali dalam satu detik.
c. Pengisian kapiler baik.
Intervensi :
1) Kaji integritas kulit, catat perubahan turgor, gangguan warna, hangat
lokal, eritema, ekskoriasi.
Rasional : Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan
mobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi
dan rusak.
2) Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila klien
tidak bergerak atau di tempat tidur.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit, membatasi
iskemia jaringan/mempengaruhi hipoksia selular.
3) Ajarkan agar permukaan kulit tetap bersih dan kering
Rasional : Area lembab terkontaminasi memberikan media yang
sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik.
4) Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif
Rasional : Menghindari kerusakan kulit dengan
mencegah/menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit
5. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet,
perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat.
Tujuan : Fungsi usus kembali normal
Kriteria hasil :
a. Tidak ada gangguan usus
b. Peningkatan nafsu makan
Intervensi :
1) Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
Rasional : Membantu mengidentifikasi penyebab/faktor pemberat dan
intervensi yang tepat.
2) Auskultasi bising usus.
Rasional : Bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan
menurun pada konstipasi.
3) Awasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada
makanan/cairan.
Rasional : Dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan
atau alat dalam identifikasi defisiensi diit.
4) Dorong masukan cairan 2500-3000 ml/hari.
Rasional : Membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila
konstipasi dan membantu mempertahankan status hidrasi pada diare.
5) Hindari makanan yang membentuk gas.
Rasional : Menurunkan distres gastrik dan distensi abdomen.
6. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin,
prosedur invasif, penyakit kronis.
Tujuan : Mencegah/menurunkan risiko infeksi
Kriteria hasil :
a. Luka bebas drainase, purulen atau eritema dan demam
b. Tanda-tanda vital normal
c. Hemoglobin normal (14 – 16 g%)
Intervensi :
1) Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan klien.
Rasional : Mencegah kontaminasi silang.
2) Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur/perawatan luka.
Rasional : Menurunkan risiko infeksi bakteri.
3) Dorong perubahan posisi atau ambulasi yang sering, latihan batuk dan
napas dalam
Rasional : Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membatu
memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
4) Tingkatkan masukan cairan adekuat.
Rasional : Membantu dalam pengenceran sekret pernapasan untuk
mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh.
5) Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa
demam.
Rasional : Adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi
atau pengobatan.
6) Amati eritema/cairan luka.
Rasional : Indikator infeksi lokal.
7) Beri antibiotik oral selama indikasi.
Rasional : Antibiotik dapat menurunkan risiko infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. (2001). Buku saku diagnosa keperawatan (edisi kedelapan). Jakarta :


EGC.

Doengoes, Marillyn E., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Geissler. (1999).
Rencana asuhan keperawatan (edisi ketiga). Jakarta : EGC.

Hoffbrand, A.V., J.E. Pettit., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Geissler.(1996)
Kapita selekta hematologi (edisi kedua). Jakarta : EGC.

Leeson, C. Rolland., Thomas s. Leeson., & Anthony A. Paparo. (1996) Buku ajar
histologi (edisi kelima). Jarta : EGC.
Mansjoer, Arif., Supiohaita., Wahyu Ika Wardhani., & Wiwiek Setiowulan. (2000).
Kapita selekta kedokteran 2 (edisi ketiga).Jakarta : Media Aesculapius.

Price, Sylvia. A., Lorraine M. Wilson. (1994) Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit 1 (edisi keempat). Jakarta : EGC.

Reeves, Charlene J., Gayle Roux., & Robin Lockhart. (2001). Keperawatan medikal
bedah (edisi pertama). Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer, Suzanne C., Brenda G. Bare. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah
Brunner-Suddart (edisi kedelapan). Jakarta : EGC.

Tjokronegoro., Hendar Utama. (2001). Buku ajar ilmu penyakit dalam 2 (edisi ketiga).
Jakarta : Balai penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai