Anda di halaman 1dari 6

Sahabat Terbaik

Cerpen Karangan: Dellya Citra Safitri


Lolos moderasi pada: 14 August 2015

Hari pertama sekolah pun tiba. Aku seorang murid pindahan dari rumah Nenekku. Aku sangat
senang, untuk sekolah pertamaku. Saat di sekolah aku kenal seorang perempuan yang bernama
Lita, dia adalah anak seorang guru di situ. Dia memang baik sekali kepadaku, namun setelah
beberapa hari kedepan aku sudah hampir berkenalan dengan semua temanku di kelas.

Hari demi hari aku lewati berusaha menemukan seseorang yang bisa aku ajak untuk
mendengarkan ceritaku. Tak disangka ternyata aku sudah mulai dekat dengan dua orang
perempuan namanya, Amel dan Pitri. Mereka sungguh pengertian padaku. Amel orangnya baik,
lucu, pintar dan cantik. Kalau Pitri orangnya baik, cantik, kurus, tidak terlalu pintar. Kalau Amel,
dia sangat mirip denganku, bahkan kami sampai dijuluki si kembar oleh pak kepala sekolahku
yang baru namanya, Pak Mujiman biasa dipanggil Pak Muji.

Persahabatan kami selalu berubah-ubah, pertama kami bertambah, menjadi “DADAPAN”


singkatan dari nama, “Dellya, Azi, Dimas, Adit, Pitri, Amel dan Natan.” Tapi sayangnya
persahabatan ini tidak berlangsung lama. Satu persatu semuanya keluar kecuali Aku, Amel dan
Pitri yang bertahan hingga saatnya kami berpisah.

Ini sangat menyedihkan saat pilihan sekolah menengah pertama yang berbeda. Kami mencoba
bersabar mungkin kami tak kan bisa bertemu, walau bertemu juga itu sangat sulit. Amel ke
SMPN 2 sedangkan aku, dan Pitri ke SMPN 1.

Walau kami berbeda sekolah, tapi kami menjaga persahabatan kami hingga saat ini. Aku dan
Pitri mulai merenggang, tapi kami bersatu kembali. Kami berdua selalu menganggap Amel
sebagai sahabat walau berbeda sekolah. Kami ingin sekali memberi kado untuk ulang tahun
Amel, tapi sayangnya kami telat Amel memang masih bersekolah di SMPN 2, tapi rumah dia
pindah ke kampung halamannya.

Kami tidak mungkin kesana, karena di antara kami berdua, kami tak bisa naik motor. Sedangkan
tidak ada mobil ke arah sana. Tapi untuk diriku aku sangat bahagia karena saat aku libur karena
kelas 9-nya Ujian, aku bisa bertemu dengan Amel, teman lamaku yang baik.

Kami bercerita walau tanpa Pitri, karena dia sedang menjenguk saudaranya. Kami sangat senang
sekali, walau pertemuan itu hanya sebentar.
Bertemu Idola

Cerpen Karangan: Ryan


Lolos moderasi pada: 10 August 2015

Ada seorang anak bernama Gilang. Ia sangat suka dan pandai bermain sepak bola. Ia sering
bermain sepak bola bersama dua sahabatnya yang bernama Ardi dan Alex. Suatu hari Gilang,
Ardi dan Alex berjalan pulang ke rumah sesudah pulang sekolah.

Sambil berjalan Ardi bertanya, “Siapa idolamu Gilang?”


Alex berkata, “Iya aku juga ingin tahu siapa idolanya Gilang”
Gilang menjawab, “Aku mengidolakan Lionel Messi” Ardi dan Alex tersenyum mendengar
jawaban Gilang, lalu mereka berpisah menuju rumah masing–masing.

Sesampainya Gilang di rumah, tiba-tiba ada kertas yang terbang dan menempel di muka Gilang.
Karena kaget Gilang berseru, “Aduh!, kertas apa ini?”

Gilang mengambil kertas itu dan membacanya. Ternyata kertas itu adalah brosur lomba sepak
bola yang diadakan oleh fans club Barcelona di Indonesia. Gilang berkata dalam hati, “Wah aku
bisa ikut nih. Apa ya hadiahnya?”

Sambil berjalan masuk ke rumah, Gilang membaca brosur itu. Ternyata hadiah lomba sepak bola
itu adalah pergi ke Barcelona-Spanyol, mendapat pelatihan di Barcelona oleh pemain Barcelona
dan menonton langsung pertandingan Barcelona.

Gilang semakin tertarik dengan brosur lomba sepak bola itu. Gilang terus membaca sambil
bertanya dalam hati, “Berapa biaya pendaftarannya?”. Ternyata dalam syarat–syarat pendaftaran
disebutkan bahwa biaya pendaftarannya Rp. 1.000.000,00.

Seketika Gilang merasa sedih karena biaya pendaftarannya sangat mahal sedangkan keluarganya
bukanlah orang kaya. Gilang mulai berpikir bagaimana cara mendapat uang Rp.1.000.000,00.
Jika minta ke ibunya pasti dimarahi. Tapi kalau tidak mencoba dan berusaha Gilang merasa
sayang membuang begitu saja kesempatan yang ada.

Akhirnya Gilang nekat memberanikan diri memohon pada ibunya. Sambil membawa brosur
lomba, Gilang berkata pada ibunya, “Ma, boleh tidak aku ikut lomba ini?” Ibu Gilang
mengambil brosur dari tangan Gilang dan mulai membacanya sementara Gilang menunggu
dengan hati cemas.

Setelah membaca, ibu Gilang menjawab, “Kamu gila ya mau ikut lomba mahal seperti ini? Mau
dibayar pakai apa? Pakai daun?”. Gilang terdiam mendengar kata–kata ibunya. Ibu Gilang
dengan wajah sedih melanjutkan kata–katanya, “Gilang, Mama itu pekerjaanya hanya buruh
pabrik! Seandainya papa masih ada dan kita ada uang lebih, Mama pasti akan perbolehkan kamu
ikut lomba. Tapi kondisi sekarang ini untuk membayar sekolahmu saja susah”

Mendengar jawaban ibunya Gilang merasa sedih. Tetapi Gilang juga sadar apa yang dikatakan
ibunya benar. Gilang masuk ke kamar dan kembali merenung bagaimana caranya mendapat uang
untuk pendaftaran lomba. Gilang berpikir untuk mengambil tabungan, tapi kalau mengambil dari
tabungan juga masih banyak kurangnya. Karena belum juga mendapat jalan keluar, Gilang lalu
berbicara pada poster Lionel Messi yang ada di dinding kamarnya, “Messi, aku ingin bertemu
denganmu di Barcelona tetapi bagaimana ya supaya aku bisa mendapat uang Rp.1.000.000,00?
Kalau bekerja aku belum sanggup” Gilang terus memandang poster Lionel Messi sampai ia
tertidur.

Pagi harinya Gilang bangun dan bersiap-siap berangkat sekolah. Di sekolah ia bertemu kedua
sahabatnya Ardi dan Alex. Gilang menunjukkan brosur lomba yang ia temukan pada Ardi dan
Alex sambil menceritakan keinginannya ikut lomba tetapi belum ada uang untuk pendaftarannya.

Ketika pulang sekolah, Ardi dan Alex menunggu Gilang di depan sekolah. Tiba–tiba Ardi
berkata pada Gilang.

“Gilang ini ada uang Rp.700.000,00 dari kami untuk membantumu membayar pendaftaran
lomba. Ini uang dari tabungan kami. Ikutlah lomba itu dan semoga kamu bisa bertemu idolamu”
Gilang merasa terharu dan ingin menangis. Ia sangat berterima kasih kepada dua sahabatnya.

Sesampainya di rumah Gilang langsung memecahkan tabungannya dan berharap uang itu cukup
untuk manambah sisa kekurangan pendaftaran. Ternyata setelah dihitung tabungannya hanya
Rp.250.000,00.

“Bagaimana ini?”, tanya Gilang dalam hati. “Kalau membantu Mama dengan dibayar bagaimana
ya? Oke, aku coba dulu deh”. Lalu Gilang menemui ibunya dan bertanya.

“Ma, kalau aku membantu Mama 1 bulan tapi aku dibayar Rp.50.000,00 bagaimana, Ma?”
Ibunya menjawab, “Oke, Mama setuju”
Gilang berkata, “Makasih, Ma”. Setelah 1 bulan Gilang mendapat uang Rp.50.000,00 lalu ia
mendaftar.

Babak penyisihan 1 dimulai. Gilang harus melewati rintangan dengan secepat mungkin. Setelah
semua peserta melewati rintangan, diumumkan hanya 5 anak yang berhak mewakili kotanya
untuk ikut lomba di Jakarta. Ternyata Gilang urutan ke-6. Gilang sangat sedih.

Keesokan harinya Gilang dikunjungi panitia lomba yang mengatakan bahwa Gilang masuk 5
besar dari kotanya. Itu karena peringkat ke-5 dinyatakan gugur karena sebelum melewati
rintangan meminum-minuman yang dilarang panitia karena minuman itu dapat mempercepat lari
seseorang yang minum-minuman tersebut. Mendengar hal itu Gilang senang dan bersyukur.
Akhirnya ia berangkat ke Jakarta.
Setelah sampai di Jakarta mereka langsung dibagi tim. Suatu tim lolos jika tim itu menang 10
kali dari 15 kali pertandingan. Mereka di sana selama 2 bulan. Pada pertandingan terakhir tim
gilang sudah menang 9 dari 14 kali pertandingan. Itu berarti tim Gilang harus menang.

Pertandingan sangat seru hingga akhirnya harus adu pinalti. Pada tendangan terakhir tim lawan
tidak dapat mencetak gol. Gilang menjadi penendang bola terakhir. Gilang menendang dengan
tenang dan keras. Bola terarah pada pojok kanan atas gawang dan GOL! Gilang digotong dan
mereka mengelilingi lapangan. Mereka masuk final.

Saat pertandingan final, tim Gilang bermain bagus. Pada menit ke 90 Gilang menjadi pahlawan
tim karena ia mencetak gol kemenangan persis di menit ke 90. Seluruh anggota tim berteriak
kegirangan hingga ada yang menangis dan ada yang pingsan. Gilang juga menangis gembira
karena tidak sia–sia perjuangannya selama ini. Ia langsung membayangkan bertemu dengan
idolanya yaitu Lionel Messi di Barcelona.

Akhirnya tiba juga saat keberangkatan. Gilang dijemput panitia untuk pergi ke Jakarta lagi.
Sampai di Jakarta Gilang bersama timnya langsung naik pesawat menuju Barcelona. Setelah tiga
hari perjalanan mereka tiba dan langsung disambut oleh tim Barcelona. Mereka langsung menuju
ke Camp Nou tempat Barcelona berlatih. Di sana Gilang dan timnya mendapat pelatihan selama
4 hari. Pada hari terakhir mereka berkesempatan menonton Barcelona vs AC Milan.

Setelah selesai semua kegiatan di Barcelona, mereka bersiap-siap pulang kembali ke Jakarta
untuk kembali ke rumah masing masing. Gilang merasa sudah tidak sabar ingin bertemu ibu dan
sahabatnya untuk berterima kasih serta menceritakan pengalaman bertemu idolanya pada
mereka.

Bagi Gilang pengalaman ke Barcelona dan bertemu Lionel Messi sungguh sangat berharga.
Walaupun awalnya seperti mimpi yang tidak mungkin tercapai tetapi dengan adanya
kesempatan, perjuangan keras serta bantuan teman–temannya, mimpi itu telah menjadi
kenyataan.
Arti Sebuah Kejujuran

Di sekolah ternama, ada enam siswi yang bersahabat yaitu Rena, Lia, Desy, Unez, Dinda dan
Vony. Mereka sekarang duduk di kelas 9. Suatu hari mereka sedang disibukkan dengan tugas
praktik melukis, jam sudah menunjukan 12.30 tetapi mereka belum selesai, sampai akhirnya
mereka memutuskan untuk giliran shalat dzuhur, yang pertama bagian Lia dan Vony.

Setibanya di masjid airnya gak ada jadi mereka turun ke bawah untuk wudhu, karena mukenanya
ada satu jadi mereka giliran shalatnya itu pun di bagian kepala mukenanya besar, ketika Lia yang
terlebih dahulu tiba-tiba ada Ary (lelaki yang Vony suka) waktu itu Vony jadi salah tingkah
apalagi Ary dan teman-temannya masuk masjid untuk shalat, sewaktu Ary lagi wudhu di bawah
Vony jadi mengurungkan niatnya untuk tidak jadi shalat walaupun dipaksa-paksa oleh Lia tetapi
tetap aja tidak mau dengan alasan mukenanya jelek dan kotor. Lia pun penasaran kenapa Vony
jadi begini tidak seperti biasanya.
Waktu itu Lia menyindir Vony “kamu suka ya sama Ary? sampai-sampai gak mau shalat gara-
gara mukenanya gini?” dengan gugupnya karena takut ketahuan, Vony bilang tidak. Padahal dari
ekspresinya sudah terlihat banget dan itu yang membuat Lia lebih yakin lagi, saat di tempat
penyumpanan sepatu hampir saja Lia mengatakan pada semua orang yang tadi terjadi di masjid,
namun usaha Lia gagal karena Vony membekap mulutnya dengan kertas yang sedang
dipegangnya.

Setelah itu mereka semua berkumpul sambil membicarakan tentang lukisan yang sudah
dibuatnya, tetapi tidak dengan Vony, dia sedang menulis di belakang mereka. Tanpa
sepengetahuan Vony, Lia membicarakan pada semuanya yang terjadi di masjid, “ehh… tau gak,
tadi tuh si Vony gak jadi shalatnya gara-gara malu memakai mukena yang ada di masjid selain
itu dia juga malu sama kamu… Ary!” kata Lia. Mereka semua tertawa sambil memandang ke
arah Vony, dia pun tidak bisa apa-apa hanya diam dan tertunduk malu, dia tidak habis pikir kalau
Lia akan berbuat seperti itu, sekarang yang ada di hati Vony adalah sakit hati dan dendam pada
Lia.

Ketika kembali ke kelas Vony duduk sambil tiduran di atas meja, mereka pikir Vony hanya
sedang tiduran tetapi ketika Lia melihat ke bangkunya sedang nangis, Lia pun melontarkan kata
maafkan beberapa kali tetapi tidak dijawab oleh Vony, kini Lia merasa bersalah dan di situ Lia
ikutan menangis. Namun dengan nangisnya Lia, Vony tetap tidak bicara karena sakit hatinya
yang terlalu dalam. Memang dari awal Vony tidak pernah bicara sama siapapun kalau Dia suka
sama Ary, jadi akibatnya seperti ini. Kalau saja Vony bicara jujur dari awal mungkin teman-
temannya tidak akan bilang apalagi mempermalukan Vony di depan semua orang.

Hari demi hari sudah terlewati, tetapi Vony masih menghindar dari mereka. Akhirnya
persahabatan yang mereka jalani kini sekarang sudah hancur dan berpisah satu sama lainnya.

Anda mungkin juga menyukai