Anda di halaman 1dari 6

PENGELOLAAN SAMPAH DIDARAT

“Analisis Pengelolaan Sampah rumah tangga dan penegakan hukumnya”

Disusun Oleh :

Dilla Hardiyanti

(1774201162)

4.I

Dosen:

Irawan Harahap. S.H., S.E., M. Kn.,CLA

Fakultas Hukum

Universitas Lancang Kuning

2017/2018
Sampah (sering kali juga disebut limbah padat) merupakan persoalan
lingkungan yang tidak hanya terkait dengan kebijakan pemerintah, tetapi juga budaya
dan gaya hidup masyarakat. Karena itu, persoalan lingkungan yang ditimbulkan dari
pengelolaan sampah bukannya hanya terjadi pada tempat pembuangan akhir (TPA)
saja, tetapi juga bahkan dimulai dari rumah kita masing-masing, dalam arti
bagaimana masing-masing rumah tangga meminimalisir sampah, memilah sampah,
sampai membuangnya di tempat dan waktu tertentu. persoalan lingkungan terkait
pengelolaan sampah tidak hanya terkait kegagalan pemerintah untuk membuat hukum
yang baik dan menegakkannya, tetapi juga bagaimana setiap warga negara
menganggap pentingnya kebersihan lingkungan di sekitar tempat tinggalnya pada
khususnya, dan media lingkungan seperti sungai dan tanah pada umumnya.1
Pengelolaan sampah merupakan potret buram penegakan hukum lingkungan
contohnya ketika banjir datang, maka sampah-sampah yang dibawa banjirpun ikut
berserakan dimana-mana, ini akibat dari kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat.2

Dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah tahun 2008,


sampah didefinisikan sebagai “sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam
yang berbentuk padat”. UU No. 18 Tahun 2008 mengelompokkan sampah menjadi 3
bagian yaitu sampah rumah tangga, sampah sejenis rumah tangga, dan sampah
spesifik. Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari
dalam rumah tangga, seperti sisa-sisa makanan, sayuran, potongan hewan dan semua
material yang berasal dari makhluk hidup, dan terkadang ada jugasampah berupa
plastik, kaleng bekas, dan lain-lainnya, tetapi tidak termasuk tinja dan sampah
spesifik. Selanjutnya sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah yang
berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum,
dan/atau fasilitas lainnya. Setelah itu ada sampah spesifik yang merupakan sampah
1
Laode M.Syarif dan Andre G. Wibisana, Hukum Lingkungan Teori, Legislasi, dan Studi Kasus,
Foundation, Kemitraan, 2000, hal.347.
2
Ferdricka Nggeboe, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah :
Perspektif Penerapan Sanksi dan Peraturan Daerah, Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 5 No.3, 2016, hal.
286

1
yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus.
Sampah spesifik ini terdiri atas sampah yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun, sampah yang timbul akibat bencana, puing bongkaran bangunan, sampah
yang secara teknologi belum dapat diolah. Oleh beberapa peraturan daerah salah
satunya perda kota pekanbaru No.8 Tahun 2014 di pasal 2, pengelompokan defisisi
sampah seperti di atas dianggap sebagai pengelompokan berdasarkan sumber
sampah.3 Selanjutnya UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah
kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.
Syarat yang harus terpenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak mencemari udara,
air, dan tanah, tidak menimbulkan bau (segi estetis) dan lain sebagainya.4

UU No.18 Tahun 2008 dibuat salah satunya dengan keinginan untuk


mengubah paradigma pengelolaan sampah yang ada. Menurut undang-undang ini
paradigma yang ada selama ini menanggap sampah sebagai barang sisa yang tidak
berguna, dan bukan dari sumber yang bisa dimanfaatkan. Paradigma yang ada juga
melihat pengelolaan sampah dengan bertumpu pada pendekatan akhir, dimana
sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah.
Undang-undang ini mengusulkan perubahan paradigma pengelolaan sampah dengan
sebuah paradigma baru yang tidak hanya memandang sampah sebagai sumber daya
yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya untuk kompos,
pupuk ataupun untuk bahan baku industri.

Pengelolaan sampah rumah tangga dalam UU No.18 Tahun 2008 pasal 20


dimana pengurangan sampah yang dimaksud meliputi kegiatan pembatasan timbulan
sampah (reduce), pendauran ulang sampah (recycle), dan/atau pemanfaatan kembali
sampah (reuse). Hadiwiyoto jika ditinjau dari segi keseimbangan lingkungan,

3
Peraturan Daerah Kota Pekanbaru No.8 Tahun 2014, pasal 2 ayat 1-4.
4
Irienda Rielasari, Pengelolaan Sampah Kota Pekanbaru, JOM FISIP Vol. 5 No. 1, April 2018, hal.4

2
kesehatan, keamanan dan pencemaran, apabila sampah tidak dikelola degan baik
dapat menimbulkan berbagai gangguan-gangguan.5

Dalam pasal 22 UU No.18 Tahun 2008 diatur mengenai penanganan sampah


yaitu dengan cara pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan
pengelolaan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah,
dan/ atau pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah atau residu
hasil pengelolaan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.6

Pengelolaan sampah sampai saat ini dipandang hanya sebagai tanggung jawab
pemerintahan semata. Masyarakat lebih berperan hanya sebagai pihak yang dilayani,
karena mereka merasa sudah cukup hanya dengan membayar uang retribusi sampah
sehinga penanganan selanjutnya adalah menjadi tanggung jawab pemerintah. Dalam
Dalam Pasal 70 Undang-undang 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup peranserta masyarakat yaitu melakukan pengawasan, pemberian saran,
pendapat, usul, keberatan, pengaduan, dan penyampaian informasi dan laporan 7,
bahwa masyarakat diberi kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk ikut serta
dalam pengelolaan lingkungan hidup tujuanya agar masyarakat mempunyai rasa
kepedulian terhadap lingkungan di sekitarnya sehingga permasalahan mengenai
pengelolaan lingkungan hidup dapat terselesaikan dengan adanya peran serta
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup tentu hal ini tidak lepas dari
pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sebagai fasilitator.8
Berkaitan dengan pengelolaan sampah bagi pemerintah dan pemerintah daerah tidak
terlepas dari asas-asas yang terdapat dalam pasal 2 UUPPLH yang diatur mengenai
asas tanggung jawab negara, asas partisipatif, asas tata kelola pemerintahan yang bai,

5
Ferdricka Nggeboe, Op.Cit., 269.
6
Faizah, Skripsi : “Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis Masyarakat (Studi Kasus di Kota
Yogyakarta)” , (semarang : Universitas Diponegoro, 2008), Hal. 45
7
Prof.DR.Takdir Rahmadi, S.H.,LLM., Hukum Lingkungan di Indonesia Edisi Kedua, (Depok :
Rajawali Pers, 2018), Hal.55
8
Jery Nov Pratama, Tata Kelola Sampah Di Kota Pekanbaru (Studi Kasus Pada Bank Sampah Di
Kota Pekanbaru Tahun 2016), JOM FISIP Vol. 5 No. 1 , April 2018, Hal.8.

3
dan asas otonomi daerah. Oleh karna itu pengelolaan sampah merupakan wujud
tanggungjawab negara melalui pemerintah dan pemerintah daerah. Dimana
dibutuhkan partisipasi masyarakat untuk melakukan pengelolaannya.

Pengelolaan berawal dari partisipasi masyarakat, partisipasi ini dapat


diwujudkan dalam bentuk langsung dan tidak langsung. Partisipasi langsung dapat
diwujudkan dengan uang, tenaga, dan keterampilan. Partisipasi tidak langsung dapat
diwujudkan dalam sebuah ide dan pengambilan keputusan dalam menangani masalah
sampah. Berawal dari partisipasi tersebut, masyarakat dapat membangun sebuah
pengelolaan sampah yang berawal dari pemilahan antara sampah organik dan
anorganik dengan memiliki pewadahan yang berbeda pada setiap jenis. Sampah
organik dapat dijadikan kompos, dan anorganik dapat didaur ulang, diberikan
pemulung dan sisanya dibuang.9

Dalam menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah maka


dibutuhkan adanya sebuah penegakan hukum. Penegakan hukum lingkungan adalah
suatu tindakan dan/atau proses paksaan untuk menaati hukum didasarkan kepada
ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau persyaratan lingkungan.
sehingga penegakan hukum lingkungan di bidang pengelolaan sampah sebagai upaya
menerapkan hukum positif dalam kehidupan masyarakat sehingga adanya UU No.18
Tahun 2008 bertujuan untuk memelihara dan mempertahakan kondisi lingkungan
agar masyarakat mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Menurut soerjono
soekanto penegakan hukum diindonesia belumlah maksimal makannya masyarakat
masih banyak membuang sampah sembarangan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa untuk
menegakan hukum itu memiliki beberapa faktor, yaitu:10

1. Faktor hukumnya sendiri,.

9
Laelia Nurpratiwiningsih dan Purwadi Suhandini, Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis
Masyarakat Di Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati Kota Semarang, Journal of Educational
Social Studies 4, Agustus 2015, Hal.5.
10
Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, Soerjono soekanto. SH., M.A., hal 8

4
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk ataupun
menerapkan hukum.
3. Faktor sarana pendukung penegakann hukum.
4. Faktor masyarakat
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.11
Dalam UU No. 18 Tahun 2008 mengatur sanksi administrasi yang berupa
paksaan pemerintahan; uang paksa; dan/atau pencabutan izin. Sanksi pidana dalam
Pasal 39 yaitu Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan dan/atau
mengimpor sampah rumah tangga dan/atau sampah sejenis sampah rumah tangga ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia diancam dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling
sedikit Rp100.000.000,00(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tigamiliar rupiah).

11
Rosita Candrakirana, Penegakan Hukum Lingkungan Dalam Bidang Pengelolaan Sampah Sebagai
Perwujudan Prinsip Good Environmental Governance Di Kota Surakarta, yustisia, Vol. 4 No.3,
Desember 2015, Hal. 592

Anda mungkin juga menyukai