SLR Anestesi Blok Hard Tissue Surgery
SLR Anestesi Blok Hard Tissue Surgery
TUTOR:
DISUSUN OLEH:
Asa Aolada Akhira
G1B016035
2019
ANESTESI
A. Anestesi Lokal
Menurut Harty dan Ogston (1995), anestesi lokal adalah hilangnya rasa
atau sensasi pada bagian tubuh yang terlokalisir dan disebabkan oleh adanya
blokade impuls secara mekanis atau karena pemakaian obat tanpa disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat reversibel. Obat anestesi lokal
tersebut bekerja didalam akson dengan membentuk beberapa molekul
terionisasi yang akan memblok kanan Na+ sehingga potensial aksi tidak
mungkin terjadi (Rahardjo, 2009).. Terdapat empat manfaat dari anestesi,
yaitu manfaat diagnosis, terapeutik, menimbulkan rasa nyaman selama operasi
(perioperatif), dan mengurangi rasa sakit pada postoperatif.
Menurut Raharjo (2009) terdapat beberapa sifat anestesi lokal,
diantaranya:
a. Tidak iritasi dan merusak jaringan
b. Batas keamanan obat lebar
c. Waktu kerja obat lama
d. Masa pemulihan tidak terlalu lama
e. Larut dalam air
f. Stabil dalam larutan
g. Dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan
Keefektifan anestesi lokal sangat penting dan menjadi dasar penghilangan
rasa sakit di bidang endodontik karena perawatan endodontik tidak dapat
dilakukan tanpa menghilangkan rasa sakit (Reader, 2006). Agar dapat dicapai
anesthesia yang efektif, maka harus diketahui keadaan emosional dan fisik
pasien, pemahaman efek obat-obatan yang diinjeksikan, penggunaan teknik
anestesi yang tepat dan benar, serta keuntungan dan kerugian penambahan
vasokonstriktor (Wilder, 2011).
Anestesi lokal yang diberikan kepada pasien harus dalam dan seringkali
untuk mencapai keadaan ini tidak hanya menggunakan teknik konvensional
saja, tetapi memerlukan anestesi tambahan, seperti anestesi intra osseus,
ligamen periodonsium dan intra pulpa (Wray, 2003). Dengan demikian dapat
dicapai tingkat anestesi yang memadai sehingga dapat memberikan
kenyamanan kepada pasien selama perawatan endodontik berlangsung. Selain
itu prosedur endodontik dapat dilaksanakan dengan baik agar tercapai
keberhasilan perawatan yang diberikan (Walton, 2009).
1. Macam bahan anestesi lokal dan karakteristiknya
Bahan anestesi lokal berdasarkan ikatan kimianya dibagi menjadi dua
golongan besar, yaitu golongan ester (-COO-) dan golongan amida (-
NHCO-). Perbedaan keduanya terletak pada tempat metabolismenya,
dimana golongan ester di metabolisme di plasma, sedangkan golongan
amida di metabolisme di hati. Beberapa bahan anestesi lokal juga
ditambahkan dengan vasokonstriktor untuk mengurangi efek toksiknya
dan membatasi agen anestesi hanya pada daerah yang terlokalisir
walaupun vasokonstriktor memiliki kontraindikasi pada beberapa keadaan
tertentu (Yagiela, 2011).
a. Golongan Ester
Menurut Katzung, dkk (2014), bahan anestesi lokal golongan ester
dihidrolisis di dalam plasma oleh enzim pseudocholinesterase. Kadar
hidrolisis ini akan berpengaruh pada potensi toksisitas dari obat
anestesi. Hasil metabolisme dari golongan ester dapat menghasilkan
PABA yang dapat menimbulkan reaksi alergi. Bahan anestesi yang
termasuk dalam golongan ester, yaitu kokain, prokain, benzokain,
ametocaine, piperokain, tetrakain, dan kloroprokain.
1) Kokain
Pada umumnya, penggunaan kokain hanya terbatas pada anestesi
topikal untuk tindakan hidung, telinga, dan tenggorokan, karena
kokain memiliki efek vasokonstriktor yang kuat sehingga dapat
mengurangi terjadinya perdarahan. Sekarang kokain sudah jarang
digunakan karena digantikan dengan penggunaan bahan anestesi lain
yang dicampur dengan vasokonstriktor agar mengurangi efek
toksisitas secara sistemik (Katzung, dkk., 2014).
2) Prokain
Sejak diperkenalkan pada tahun 1905 dengan nama novokain,
prokain menjadi anestesi yang paling digemari selama lebih dari
lima puluh tahun, akan tetapi kini kegunaan prokain sudah
digantikan dengan lignokain dari golongan amida karena lebih aman
dan durasinya lebih panjang (Yagiela, 2011).
Pada awalnya, prokain digunakan untuk segala jenis anestesi,
namun karena potensinya rendah, onsetnya lambat, dan durasinya
pendek, maka kini penggunaannya sebatas untuk anestesi infiltrasi
saja. Prokain juga memiliki efek samping seperti bisa menimbulkan
reaksi hipersensitivitas, yang terkadang dalam dosis rendah sudah
dapat mengakibatkan kolaps hingga kematian (Yagiela, 2011).
3) Benzokain
Benzokain merupakan turunan dari prokain. Bahan ini tidak bisa
larut sempurna dalam cairan encer. Benzokain memiliki toksisitas
yang rendah karena cenderung bersifat menetap di lokasi aplikasi
dan tidak mudah diserap ke dalam sirkulasi sistemik (Katzung, dkk.,
2014). Benzokain sangat disarankan untuk anestesi pada permukaan
besar dalam rongga mulut. Efek samping yang ditimbulkan
benzokain adalah warna kebiruan pada kuku, bibir, kulit, atau
telapak tangan (Syarif, 2007).
b. Golongan Amida
Golongan amida dihidrolisis oleh degradasi enzim, tepatnya oleh
enzim mikrosomal di hati. Kecepatan metabolisme senyawa amida di
dalam hati sangat bervariasi pada setiap individu, akibatnya toksisitas
dari golongan amida ini akan meningkat pada pasien dengan gangguan
fungsi hati. Bahan anestesi yang termasuk dalam golongan ini, yaitu
lignokain, mepivakain, prilokain, bupivakain, etidokain, dibukain,
ropivakain, dan levobupivakain (Katzung, dkk., 2014).
1) Lignokain (Lidokain)
Lignokain merupakan anestesi lokal yang kuat dan dapat
digunakan secara luas dengan pemberian secara topikal maupun
suntikan. Anestesi ini bereaksi lebih cepat, lebih kuat, dengan durasi
yang lebih panjang daripada prokain. Pada larutan 0,5%
toksisitasnya sama dengan prokain, akan tetapi pada larutan 2%,
lignokain lebih toksik daripada prokain. Kerja lignokain akan lebih
baik apabila ditambahkan dengan vasokonstriktor (Katzung, dkk.,
2014).
Vasokonstriktor yang paling umum digunakan adalah epinefrin
(adrenalin) dengan konsentrasi 1:100.000 atau 1:80.000. sediaan
yang paling umum ditemukan adalah pehacaine yang merupakan
kombinasi dari lignokain, HCL (pelarut), dan vasokonstriktornya
(Howe dan Whitehead, 2013).
2) Mepivakain
Farmakologi dari mepivakain sangat mirip dengan lignokain.
Mepivakain lebih banyak digunakan untuk anestesi secara suntik
karena kurang efektif sebagai bahan anestesi topikal. Mepivakain
juga ditambahkan dengan vasokonstriktor, biasanya dengan
konsentrasi 1:80.000, akan tetapi untuk pasien yang memiliki
kontraindikasi dengan penggunaan vasokonstriktor, mepivakain
juga dipasarkan dalam bentuk larutan 3% tanpa vasokonstriktor
(Howe dan Whitehead, 2013).
3) Prilokain
Prilokain hanya digunakan untuk anestesi secara suntik karena
tidak efektif untuk anestesi topikal. Aksi yang ditimbulkan oleh
prilokain lebih cepat daripada lignokain, akan tetapi efek yang
ditimbulkan tidak terlalu dalam. Penggunaan prilokain
kontraindikasi pada bayi, wanita hamil, penderita
metahaemoglobinemia, gangguan hati, ginjal, dan gagal jantung
(Howe dan Whitehead, 2013).
B. Pembahasan Kasus
Skenario kasus 1A
Seorang pasien anak perempuan berusia 6 tahun datang bersama
ibunya ke RSGM untuk memeriksakan gigi depan bawah kanan yang
sudah goyah dan bisa digerak-gerakkan dengan lidah, serta benih gigi
penggantinya sudah sedikit terlihat dibelakang gigi susu yang goyah..
Pasien terlihat sangat kooperatif dan komunikatif. Setelah dilakukan
pemeriksaan, terlihat gigi 81 yang telah goyah derajat 3 dan gigi 41
terlihat sudah mulai erupsi sebagian pada sisi lingual gigi 81. Dokter
memutuskan untuk mencabut gigi 81 tersebut.
1. Pemeriksaan subjektif, objektif, diagnosis dan rencana perawatan
a. Pemeriksaan subjektif
1) Identitas Pasien
a) Usia : 6 tahun
b) Jenis kelamin: perempuan
2) Anamnesa
a) Chief complain : gigi depan bawah kanan yang sudah goyah
dan bisa digerak-gerakkan dengan lidah.
b) Present illness : benih gigi penggantinya sudah sedikit
terlihat dibelakang gigi susu yang goyah
b. Pemeriksaan objektif
1) Keadaan umum pasien : compos mentis
2) Pemeriksaan ekstraoral : tidak ada keterangan
c. Pemeriksaan intraoral : Terlihat gigi 81 yang telah goyah derajat 3
dan gigi 41 terlihat sudah mulai erupsi sebagian pada sisi lingual gigi
81.
d. Diagnosis
Gigi 81 persistensi
e. Rencana perawatan
1) Anestesi lokal gigi 81 dengan etil klorida spray
2) Ekstraksi gigi 81
3) Medikamentosa berupa analgesik (ibuprofen) selama 3 hari untuk
mengurangi rasa nyeri apabila dan antibiotik (amoxicillin) selama 5
hari untuk mencegah infeksi bakteri. Obat yang diberikan dalam
sediaan syrup atau puyer
4) Edukasi untuk menjaga kebersihan rongga mulut dan penggunaan
obat pada pendamping pasien (ibu)
2. Alat dan bahan anestesi yang digunakan
a. Alat : diagnostic set, cotton roll, kapas/kassa, APD.
b. Bahan :
1) Larutan povidone iodine 10% (larutan antiseptik)
2) Larutan etil klorida (larutan anestesi lokal)
3. Teknik dan prosedur anestesi sesuai kasus
a. Teknik
Teknik anestesi yang dilakukan pada pasien dengan luksasi derajat
2 berupa anestesi topikal. Pada kasus ini diberikan anestesi topikal
berupa spray dengan larutan etil klorida.
b. Prosedur
1) Mengeringkan daerah yang akan dianestesi dan dilanjutkan dengan
melakukan tindakan asepsis pada rongga mulut pasien dengan
povidone iodine 10% bila perlu.
2) Menyemprotkan larutan anestesi berupa etil klorida pada kapas.
3) Meletakkan kapas tersebut pada daerah mukosa sekitar gigi 81,
tunggu sekitar 1 menit sebelum melakukan ekstraksi. Durasi yang
didapatkan sekitar 10 menit.
Skenario kasus 1B
Seorang laki-laki berusia 40 tahun datang ke poli gigi dengan keluhan
gigi geraham kanan bawah yang berlubang besar dan pernah sakit
sebelumnya. Pasien menginginkan gigi tersebut untuk dicabut. Hasil
pemeriksaan intraoral terdapat kavitas pada gigi 46 yang sudah mengenai
kamar pulpa. Tes sensitivitas dengan CE (-), sonde (-), perkusi (-), palpasi
(-). Dokter gigi tersebut mengedukasi pasien untuk mempertahankan gigi
tersebut dengan perawatan saluran akar, namun pasien tersebut menolak
dan tetap ingin gigi tersebut dicabut. Kondisi umum pasien baik dan tidak
memiliki riwayat penyakit sistemik. Pemeriksaan vital sign dalam batas
normal.
Harty, F. J.dan Ogston, R., 1995, Kamus Kedokteran Gigi, EGC, Jakarta.
Yagiela, J. A., 2011, Pharmacology and Therapeutics for Dentistry, Ed. 6, Mosby
Elsevier, USA.
Katzung, B. G., Masters S. B., Trevor A. J., Farmakologi Dasar dan Klinik Vol. 1,
Ed. 12, EGC, Jakarta.
Norton, N. S., 2012, Netter’s Head and Neck Anatomy for Dentistry, Elsevier
Saunders, Philadelphia.
Rao, R.N., 2009, Advanced Endodontics, Jaypee Brothers Medical Publishers (P)
Ltd, Malaysia. .
Walton,R.E., Reader, A,. Nusstein, J.M., 2009, Local anesthesia. In: Torabinejad
M, Walton RE, editors. Endodontics principles and practice 4th edition,
Saunders Elsevier, St. Louis, Missouri.
Wray, D., Stenhouse, D., Lee, D., Clark, A. J. E., 2003, Textbook of General and
Oral Surgery, Elsevier, China.