Anda di halaman 1dari 15

PROGRAM PEMERINTAH TERKAIT KESEHATAN REPRODUKSI

Oleh
Debby Amanda 1840312295
Rahmeidia Audya Yusmi 1840312295

Preseptor :

dr. Syamel Muhammad, Sp.OG(K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSUP DR. M.DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus di

didapatkan oleh masyarakat dan merupakan salah satu indikator kesejahteraan yang

harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang dimaksud

dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) TAHUN

1945. Setiap individu mempunyai hak atas kesehatan, baik dalam memperoleh akses

kesehatan, memperoleh pelayanan kesehatan dan menentukan pelayanan kesehatan yang

di perlukan.1

Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial

yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecatatan, dalam segala aspek yang

berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Oleh karena itu, setiap

orang berhak dalam mengatur jumlah keluarganya termasuk memperoleh penjelasan

yang lengkap tentang cara-cara kontrasepsi sehingga dapat memilih cara yang tepat dan

disukai serta pelayanan kesehatan reproduksi lainnya seperti pelayanan antenatal,

persalinan, nifas, dan lain-lain.2

Pemenuhan kesehatan reproduksi di regulasi oleh pemerintah pusat melalui

kementerian kesehatan dapat berupa kesehatan reproduksi remaja, kesehatan sebelum

kehamilan, kesehatan selama masa kehamilan, kesehatan saat melahirkan, kesehatan

seudah melahirkan, kesehatan seksual, serta upaya-upaya reproduksi dengan bantuan,

termasuk upaya kesehatan reproduksi di masa kritis, seperti kesehatan reproduksi saat

terjadinya bencana.3
1.2 Rumusan Masalah

Penulisan case session science ini membahas mengenai tinjauan pustaka dan laporan

kasus mengenai program pemerintah terkait kesehatan reproduksi.

1.3 Tujuan Penulisan

Case report session ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klini di bagian

Obstetric dan Ginekologi RSUP Dr. M. Djamil Padang dan diharapkan dapat menambah

pengetahuan penulis serta sebagai bahan informasi bagi para pembaca, khusunya

kalangan medis

1.4 Metode Penulisan

Makalah ini disusun dengan metode tinjaun kepustakaan yang merujuk pada

berbagai literatur
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial

yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecatatan, dalam segala aspek yang

berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Oleh karena itu,

kesehatan reproduksi berarti dapat mempunyai kehidupan seks yang aman, dan memiliki

kemampuan untuk bereproduksi termasuk hak pria dan wanita untuk memperoleh

informasi dan mempunyai akses terhadap cara keluarga berencana yang aman, efektif

dan terjangkau, pengaturan fertilitas yang tidak melawan hukum, hak memperoleh

pelayanan pemeliharaan kesehatan yang memungkinkan para wanita dengan selamat

menjalani kehamilan dan melahirkan anak, dan memberikan kesempatan untuk memiliki

bayi yang sehat.2

Pemeliharaan kesehatan reproduksi merupakan suatu kumpulan metode, teknik dan

pelayanan yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan reproduksi melalui

pencegahan dan penyelesaian masalah kesehatan reproduksi. Ini juga mencakup

kesehatan seksual, yang bertujuan meningkatkan status kehidupan dan hubungan

perorangan.2

2.2 Masalah dan Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi


Menurut program kerja WHO ke IX (1996-2001), masalah kesehatan reproduksi

ditinjau dari pendekatan siklus kehidupan keluarga, meliputi : 2

a. Praktek tradisional yang berakibat buruk semasa anak-anak (seperti mutilasi,


genital, deskri minasi nilai anak, dsb)
b. Masalah kesehatan reproduksi remaja (kemungkinan besar dimulai sejak masa
kanak-kanak yang seringkali muncul dalam bentuk kehamilan remaja,
kekerasan/pelecehan seksual dan tindakan seksual yang tidak aman)
c. Tidak terpenuhinya kebutuhan ber-KB, biasanya terkait dengan isu aborsi tidak aman
d. Mortalitas dan morbiditas ibu dan anak (sebagai kesatuan) selama kehamilan,
persalian dan masa nifas, yang diikuti dengan malnutrisi, anemia, berat bayi lahir rendah
e. Infeksi saluran reproduksi, yang berkaitan dengan penyakit menular seksual
f. Kemandulan, yang berkaitan erat dengan infeksi saluran reproduksi dan penyakit
menular seksual
g. Sindrom pre dan post menopause dan peningkatan resiko kanker organ reproduksi
h. Kekurangan hormon yang menyebabkan osteoporosis dan masalah ketuaan lainnya

Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak
buruk bagi keseshatan reproduksi :2
a. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan
yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi,
serta lokasi tempat tinggal yang terpencil)
b. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak
buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki,
informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena
saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb)

c. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena
ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang membeli
kebebasannya secara materi, dsb)
d. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit
menular seksual, dsb).

2.3 Landasan Hukum tentang Peran Pemerintah terkait Kesehatan Reproduksi

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23/1992 dan Undang-Undang Nomor

10/1992, Strategi kesehatan reproduksi nasional diarahkan pada rencana intervensi

untuk mengubah perilaku didalam setiap keluarga. Tujuannya adalah menjadikan

keluarga sebagai pintu masuk utama upaya promosi pelayanan kesehatan reproduksi.2
Peraturan pemerintah RI No 61 tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi :3

Pasal 6 (Pemerintah daerah provinsi bertanggung jawab terhadap) :


a. Penyelerenggara dan fasilitas pelayananan, program, bimbingan, dan koordinasi di
bidang kesehatan reproduksi dalam lingkup provinsi dan lintas kabupaten atau kota
dalam provinsi.
b. Pembinaan dan evaluasi manajemen program kesehatan reproduksi yang meliputi
aspek perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi sesuai standar dalam
lingkup provinsi dan lintas kabupaten/kota dalam provinsi.
c. Pengelolaan, koordinasi dan pembinaan sitem rujukan, sistem informasi, dan sistem
surveilans kesehatan reproduksi dalam lingkup provinsi dan lintas kabupaten/kota
dalam provinsi.
d. Pemetaan dan penyediaan tenaga kesehatan dirumah sakit lingkup provinsi.
e. Penyediaan buffer stock obat esensial dan alat kesehatan sesuai kebutuhan
f. program kesehatan reproduksi dalam lingkup provinsi.
g. Koordinasi dan advokasi dukungan sumber daya di bidang kesehatan serta
h. pendanaan penyelenggaraan upaya kesehatan reproduksi dalam lingkup provinsi dan
lintas kabupaten /kota dalam provinsi;dan
i. Pengelolaan audit maternal perinatal lingkup provinsi.

Pasal 7 (Pemerintah daerah kabupaten/kota bertanggungjawab terhadap):

a. Penyelenggaraan dan fasilitasi pelayanan kesehatan reproduksi di fasilitas


pelayanan kesehatan dasar dan rujukan lingkup kabupaten/kota.
b. Penyelenggaraan manajemen kesehatan reproduksi yang meliputi aspek
perencanaan, implementasi, serta monitoring dan evaluasi sesuai standar dalam
lingkup kabupaten/kota.
c. Penyelenggaraan sistem rujukan,sistem informasi, dan sistem surveilans kesehatan
dalam lingkup kabupaten/kota termasuk fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan milik pemerintah dan swasta.
d. Pemetaan dan penyediaan tenaga kesehatan dirumah sakit lingkup kabupaten/kota.
e. Pemetaan dan penyediaan tenaga dokter, bidan, dan perawat diseluruh puskesmas
dikabupaten/kota.
f. Pemetaan dan penyediaan tenaga bidan didesa bagi seluruh desa/kelurahan di
kabupaten/kota, termasuk penyediaan rumah dinas atau tempat tinggal yang layak
bagi bidan di desa.
g. Penyediaan obat esensial dan alat kesehatan sesuai kebutuhan program kesehatan
reproduksi dalam lingkup kabupaten/kota.

h. Penyediaan sumber daya di bidang kesehatan serta pendanaan penyelenggaraan


upaya kesehatan reproduksi dalam lingkup kabupaten/kota
i. Penyelenggaraan audit maternal perinatal lingkup kabupaten/kota.

2.4 Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi

Sesuai dengan rekomendasi strategi regional WHO untuk negara-negara anggota di


Asia Tenggara, lima kelompok kerja telah sepakat melaksanakan pelayanan dasar
berikut sebagai strategi intervensi nasional penanggulangan masalah kesehatan
reproduksi di Indonesia :2
1. Kesejahteraan Ibu dan Anak
2. Keluarga Berencana
3. Pencegahan dan penanganan ISR (Infeksi Saluran Reproduksi) / PMS (Penyakit
Menular Seksual) / HIV-AIDS
4. Kesehatan reproduksi remaja
5. Pencegahan dan penanganan masalah usia lanjut

2.5 Komponen Kesejahteraan Ibu dan Anak


Upaya kesehatan Ibu harus ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga

mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka

kematian Ibu. Pemerintah menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas, alat dan obat dalam

penyelenggaraan pelayanan kesehatan ibu secara aman, bermutu, dan terjangkau.

Tantangan penurunan AKI telah menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Oleh

karena itu, pada tanggal 1 Agustus 2012, presiden memberikan instruksi agar terkait

merumuskan strategi dan rencana aksi untuk mempercepat penurunan AKI.


Menindak lanjuti instruksi presiden tersebut, Direktorat Bina Kesehatan Ibu

bersama lintas program dan lintas sektor terkait telah merumuskan sasaran strategis

dalam upaya percepatan penurunan AKI, yaitu :4

a. Menyediakan pelayanan KIA di tingkat desa sesuai standar


b. Menyediakan fasyankes di tingkat dasar yang mampu memberikan pertolongan
persalinan sesuai standar selama 24 jam 7 hari seminggu
c. Seluruh Puskesmas Perawatan, Puskesmas PONED dan RS PONEK 24 jam
7 hari seminggu berfungsi sesuai standar
d. Terlaksananya rujukan efektif pada kasus komplikasi
e. Penguatan pemda Kabupaten/Kota dalam tata kelola desentralisasi program
kesehatan (regulasi, pembiayaan)
f. Meningkatkan kemitraan lintas sektor dan swasta
g. Meningkatkan perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat melalui
pemahaman dan pelaksanan P4K serta Posyandu

Ada 2 indikator dalam pemenuhan komponen kesejahteraan Ibu dan anak yaitu:4

1. Penanganan tenaga medis pada proses persalinan

2. Meningkatkan angka imunisasi di Indonesia

2.6 Penanganan Tenaga Medis pada Proses Persalinan

Pada tahun 2000, Pemerintah RI mencanangkan kebijakan Making Pregnancy Safer


(MPS) dengan 3 pesan kunci dalam upaya percepatan penurunan angka kematian ibu
dan bayi baru lahir yaitu :
- Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih
- Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pertolongan yang adekuat
- Setiap perempuan usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan
yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi pasca keguguran
2.7 Meningkatkan angka imunisasi di Indonesia
Pokok-pokok kegiatan imunisasi :4
a. Imunisasi rutin
Vaksin untuk imunisasi rutin yang diwajibkan adalah :

1. BCG (diberikan sekali pada bayi usia 0-11 bulan)


2. DPT (diberikan tiga kali pada bayi usia 2-11 bulan dengan jarak waktu antar
pemberian minimal empat minggu. Kemudian diberikan lagi pada umur 18 bulan
dan 5 tahun.
3. Polio (imunisasi pertama kali dilakukan setelah bayi lahir, dilanjutkan pada usia 2,
4, 6, dan 18 bulan. Yang terakhir, vaksin polio diberikan saat berumur 4 hingga 6 tahun)
4. Campak (satu kali pada bayi usia 9-11 bulan)
5. Hepatitis B (diberikan dalam waktu 12 jam setelah bayi dilahirkan, 7 hari
setelahnya, 1 bulan kemudian, dan 6 bulan setelah pemberian pertama)

b. Imunisasi Tambahan
Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan :
1. Backlog fighting
Adalah upaya aktif melengkapi imunisasi dasar pada anak yang berumur 1-3 tahun,
dilakukan setiap dua tahun sekali.
2. Crash program
Kegiatan ini ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi cepat karena
masalah khusus, seperti :
a. Angka kematian bayi tinggi, angka kematian PD3I tinggi
b. Infrastruktur (tenaga, sarana, dana) kurang
c. Untuk memberikan kekebalan pada kelompok sasaran yang belum
mendapatkan pada saat imunisasi rutin
3. Imunisasi dalam penanganan Kejadian Luar Biasa (Outbreak respons)
4. Kegiatan-kegiatan imunisasi massal untuk antigen tertentu dalam wilayah yang luas
dan waktu tertentu, dalam angka rangka pemutusan mata rantai penyakit. Antara lain :
a. Pekan Imunisasi Nasional (PIN)
Suatu upaya untuk mempercepat pemutusan siklus kehidupan virus polio
importasi dengan memberikan vaksin polio kepada setiap balita termasuk
bayi baru lahir tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.
Pemberian imunisasi dilakukan 2 kali, masing-masing 2 tetes dengan selang
waktu 1 bulan. Pemberian imunisasi polio pada waktu PIN, disamping untuk
memutus rantai penularan, juga berguna sebagai booster atau imunisasi
ulangan polio.

b. Sub PIN
Suat upaya untuk memutus rantai penelaran polio bila ditemukan satu kasus
polio dalam wilayah terbatas (kabupaten) dengan pemberian dua kali
imunisasi polio dalam interval waktu satu bulan secara serentak pada
seluruh sasaran berumur kurang dari satu tahun.
c. Catch up campaign Campak
Suatu upaya untuk pemutusan transmisi penularan virus campak pada anak
sekolah dan balita. Kegiatan ini dilakukan dengan pemberian imunisasi
campak secara serentak pada anak SD tanpa mempertimbangkan status
imunisasi sebelumnya. Pemberian imunisasi campak pada saat catch up
campaign campak di samping untuk memutus transmisi, juga berguna
sebagai booster atau imunisasi ulangan (dosis kedua).

2.8 Komponen Keluarga Berencana5,6

Dalam perkembangannya, program KB ditujukan untuk membudayakan Norma


Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Di samping itu, dilaksanakan tiga
upaya pokok program KB lainnya yaitu:

1. Pendewasaan usia perkawinan


2. Pengaturan kelahiran dan pemberdayaan ekonomi keluarga
3. Peningkatan ketahanan keluarga

Berbagai cara untuk ber-KB telah ditawarkan dan berbagai kotrasepsi disediakan

oleh pemerintah, mulai dari cara tradisional, barier, hormonal (pil, suntukan, susuk KB),

dan sebagainya. Bahkan saat ini juga telah tersedia kontrasepsi permane atau yang

disebut debgan kontrasepsi mantap (vasektomi dan tubektomi). Dari segi hak-hak asasi

manusia, segala jenis kontrasepsi yang ditawarkan haruslah mendapat persetujuan dari

pasangan suami atau istri.


2.9 Komponen Pencegahan dan Penanganan ISR (Infeksi Saluran Reproduksi)/

PMS (Penyakit Menular Seksual) / HIV-AIDS7

Upaya pencegahan dan penanggulangan ISR di tingkat pelayanan dasar masih jauh

dari yang diharapkan. Upaya tersebut baru dilaksanakan secara terbatas di beberapa

provinsi, berupa upaya pencegahan dan penanggulangan PMS dengan pendekatan

melalui pelayanan KIA/KB. Hambatan sosiobudaya sering mengakibatkan ketidak-

tuntasan dalam pengobatannya, sehingga menimbulkan komplikasi ISR yang serius

seperti kemandulan, keguguran, dan kecacatan pada janin.

Adapun kegiatan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut :

a. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) HIV-AIDS dan NAPZA pada kelompok
beresiko tinggi, petugas kesehatan, anak sekolah, Warga Binaan Pemasyarakatan
(WBP), tokoh masyarakat, Karang Taruna.

b. Bekerjasama dengan institusi pendidikan untuk Penyuluhan HIV pada generasi muda
c. Pembinaan di Panti Rehabilitasi
d. Pengurangan dampak buruk (Harm Reduction) pada pengguna Napza suntik.

2.10 Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja5,6,7

Upaya promosi dan pencegahan masalah kesehatan reproduksi juga perlu

diarahkan pada masa remaja, dimana terjadi peralihan dari masa anak menjadi dewasa,

dan perubahan-perubahan dari bentuk dan fungsi tubuh terjadi dalam waktu relatif

cepat. Hal ini ditandai dengan berkembangnya tanda seks sekunder dan berkembangnya

jasmani secara pesat, menyebabkan remaja secara fisik mampu melakukan fungsi proses

reproduksi tetapi belum dapat mempertanggungjawabkan akibat dari proses reproduksi

tersebut. Informasi dan penyuluhan, konseling dan pelayanan klinis perlu ditingkatkan

untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja ini.


Kementerian kesehatan telah mengembangkan model pelayanan kesehtan peduli

remaja (PKPR). Ciri khas pelayanan kesehatan peduli remaja adalah pelayanan

konseling dan peningkatan kemampuan remaja dalam menerapkan pendidikan dan

keterampilan hidup sehat

Kegiatan pelayanan reproduksi remaja juga terdapat dalam program generasi

berencana (GenRe) yang dilaksanakn oleh BKKBN. Pendekatan kepada remaja

dilakukan melalui pengembangan pusat iformasi dan konseling remaja/mahasiswa (PIK

R/M) sedangkan pendekatan kepada keluarga dilakukan melalui pengembangan

kelompok bina ketahanan remaja (BKR).

2.11 Komponen Pencegahan dan Penanganan Masalah Usia Lanjut7

Upaya pemeliharaan kesehatan bagi usia lanjut ditujukan untuk menjaga agar tetap

hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonomi sesuai dengan martabat

kemanusiaan. Pada tahun 2001 Departemen Kesehatan bekerjasama dengan

Perkumpulan Menopause Indonesia (PERMI) telah menerbitkan Buku Pedoman

Penatalaksanaan Masalah Menopause. Diharapakan upaya kesehatan reproduksi bagi

usia lanjut dapat dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan dasar serta rujukannya di

rumah sakit.

Jenis pelayanan kesehatan yang diberikan kepada usia lanjut di Posyandu Lansia :

1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam


kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat
tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.
2. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional.
3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi
badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT).
4. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta
penghitungan denyut nadi selama satu menit.
5. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah.
6. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit gula
(diabetes mellitus).
7. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal
adanya penyakit ginjal.
8. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan atau ditemukan kelainan
pada pemeriksaan butir 1 hingga 7.
9. Penyuluhan bisa dilakukan didalam atau diluar kelompok dalam rangka kunjungan
rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah kesehatan yang
dihadapi oleh individu dan atau kelompok usia lanjut.
10. Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi kelompok usia lanjut yang tidak
dating, dalam rangka kegiatan perwatan kesehatan masyarakat.
BAB 3
KESIMPULAN

Persoalan kesehatan reproduksi mencakup lima kelompok masalah yaitu

kesehatan reproduksi itu sendiri, keluarga berencana, PMS dan pencegahan HIV/AIDS,

seksualitas hubungan manusia dan hubungan gender, dan remaja. Berfungsinya sistem

reproduksi dipengaruhi oleh aspek-aspek dan proses-proses yang terkait pada setiap

tahap dalam lingkungan hidup. Masa kanak-kanak, remaja, pra-nikah, reprodukstif baik

menikah maupun lajang, dan menopause yang pada masa tersebut akan terjadi

perubahan dalam sistem reproduksi.

Pada saat yang bersamaan dimungkinkan adanya faktor-faktor non klinis yang

menyertai perubahan itu, seperti faktor sosial, faktor budaya dan faktor politik yang

berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Peran pemerintah sangat penting dalam

pembuatan berbagai program yang berlaku secara massal terkait kesehatan reproduksi

untuk mengatasi berbagai permasalahan reproduksi dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan


2. Harahap, Juliandi. 2003. KESEHATAN REPRODUKSI. Bagian Kedokteran
Komunitas dan Kedokteran Pencegahan. Naskah Publikasi. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi
4. Prasetyawati, Arsita Eka. 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat untuk Kebidanan
Holistik. Yogyakarta : Nuha Medika.
5. Purwoastuti, TE., Walyani, ES. 2015. Panduan Materi Kesehatan Reproduksi dan
Keluarga Berencana.Yogyakarta : Pustaka Baru Press.
6. Setiyaningrum, Erna dan Zulfa.2014. Pelayanan Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi.Jakarta : Penerbit Buku Kesehatan.
7. Yanti. 2011. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Rihama.
8. Buku Kebijakan dan Streategi Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia tahun
2005.

Anda mungkin juga menyukai