A. Pengaruh Narkoba Bagi Tubuh Serta Resiko Penularan HIV AIDS
Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati, serta perilaku jika masuk kedalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain-lain. Narkoba memiliki sifat adiktif sehingga menyebabkan ketagihan serta ketergantungan bagi penggunanya. Penyebaran dan penyalahgunaan narkoba saat ini telah menjadi suatu ancaman yang serius bagi seluruh negara di dunia tak terkecuali Indonesia. Bagaimana tidak, permasalahan narkoba dapat menyebabkan dampak negatif pada kehidupan sosial, ekonomi dan bahkan ketahanan nasional bangsa. Di bidang sosial, permasalahan narkoba berdampak pada timbulnya kejahatan, pelanggaran hukum, dan turut mempercepat berkembangnya penyakit- penyakit menular seperti HIV/AIDS dan Hepatitis. Berikut adalah pengaruh negatif penyalahgunaan narkoba bagi tubuh : 1. Dampak Fisik a. Gangguan pada sistem saraf (neurologis) seperti: kejang- kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi. b. Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah. c. Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi, eksim. d. Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru. e. Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur. f. Gangguan pada endokrin,seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron,testosteron), serta gangguan fungsi seksual. g. Perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid). h. Bagi pengguna NAPZA melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit shepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya. i. mengkonsumsi NAPZA melebihi kemampuan (over dosis dan menyebabkan kematian). 2. Dampak Psikis a. Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah b. Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga c. Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku brutal d. Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan e. Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri. United Nations Joint Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) memperkirakan bahwa di seluruh dunia terdapat sekitar 10% infeksi HIV yang berasal dari jarum dan alat suntik lainnya yang tercemar. Tahun 2002, dari sejumlah 7,4 juta penduduk di Asia Pasifik kurang lebih 1 juta remaja dan dewasa tertular HIV, sekitar 225.000 diantaranya adalah anak-anak dan remaja (0-14 tahun). Sekitar 8 ribu atau 57,1% kasus HIV/AIDS terjadi pada remaja antara 15-29 tahun. Ada dua penyebab utama terjadinya percepatan penularan HIV/AIDS yaitu perilaku seks bebas (30%) dan peredaran narkoba terutama yang menggunakan jarum suntik (50%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa penyebab terbesar dari HIV justru dari jarum suntik pengguna narkoba daripada seks bebas. Meningkatnya penularan HIV pada pengguna narkoba dengan cara pemakaian suntik disebabkan oleh penggunaan jarum dan alat suntik yang tidak steril selain itu dengan praktek penyuntikan para pengguna narkoba secara berkelompok dengan jarum yang digunakan secara bergantian tanpa sterilisasi yang memadai.
B. Pencegahan Infeksi Silang Pada Dokter dan Pasien HIV AIDS
Pekerjaan sebagai seorang tenaga medis memang rentan terhadap resiko penularan penyakit dari pasien. Namun tidak menjadikan resiko pekerjaan ini sebagai penghambat dalam melayani pasien. Resiko infeksi silang pada dokter dan pasien sangat bisa dicegah dengan melaksanakan secara baik dan benar serta sungguh-sungguh universal precaution. Sejatinya Universal Precautions (UP) adalah suatu cara untuk mencegah penularan penyakit, baik dari pasien ke petugas kesehatan dan sebaliknya juga dari pasien ke pasien lainnya. Lebih jelasnya lagi universal precaution bertujuan : 1. Mengendalikan infeksi secara konsisten. Universal precautions merupakan upaya pengendalian infeksi yang harus diterapkan dalam pelayanan kesehatan kepada semua pasien, setiap waktu, untuk mengurangi risiko infeksi yang ditularkan melalui darah. 2. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak didiagnosis atau tidak terlihat seperti berisiko. Prinsip universal precautions diharapkan akan mendapat perlindungan maksimal dari infeksi yang ditularkan melalui darah maupun cairan tubuh yang lain baik infeksi yang telah diagnosis maupun yang belum diketahui. 3. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien. Universal precautions tersebut bertujuan tidak hanya melindungi petugas dari risiko terpajan oleh infeksi HIV namun juga melindungi klien yang mempunyai kecenderungan rentan terhadap segala infeksi yang mungkin terbawa oleh petugas. 4. Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya Universal precautions ini juga sangat diperlukan untuk mencegah infeksi lain yang bersifat nosokomial terutama untuk infeksi yang ditularkan melalui darah / cairan tubuh. Macam- macam tindakan universal precaution yaitu : 1. Mencuci Tangan Meskipun menggunakan sarung tangan, mencuci tangan tetap harus dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan medis. Mencuci tangan sangat penting untuk mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran infeksi dapat diminimalisir. 2. Penggunaan alat pelindung diri (APD) Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari resiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta kulit yang tidah utuh dan selaput lendir pasien. Penggunaan alat pelindung diri yang sesuai untuk setiap tindakan seperti sarung tangan, masker, penutup kepala, skort, gaun bedah, hingga kacamata google. 3. Pengelolaan dan pembuangan alat benda tajam secara hati-hati. Alat benda tajam sekali pakai (disposable) dipisahkan dalam wadah khusus untuk insenerasi. Bila tidak ada insenerator, dilakukan dekontaminasi dengan larutan chlorine 0,5% kemudian dimasukkan dalam wadah plastik yang tahan tusukan misalnya kaleng untuk dikubur dan kapurisasi. 4. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai dengan cara melakukan dekontaminasi, desinfeksi, sterilisasi. Dekontaminasi dan desinfeksi dilakukan di ruang perawatan dengan menggunakan cairan desinfektan chlorine 0,5%, glutaraldehyde 2%, presept atau desinfektan oleh bagian sterilisasi dengan mesin autoclave. 5. Pengelolaan linen yang tercemar dengan benar. Linen yang basah dan tecemar oleh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, harus dikelola secara hati-hati dengan mencegah pemaparan kulit dan membran mukosa serta kontaminasi pakaian
C. Pembahasan dan Analisis Kasus
Kasus pertama yaitu drg. X adalah seorang dokter gigi yang ditempatkan di Puskesmas sebuah desa terpencil. Sudah beberapa tahun terakhir desa tersebut tidak memberikan pelayanan kesehatan apapun karena tidak adanya dokter dan dokter gigi. Masyarakat harus menempuh jarak puluhan kilometer dan menyebrangi sungai untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Ketika drg. X datang ke desa tersebut dijumpai kenyataan yang mencengangkan akan terjadinya penderita HIV AIDS akibat penggunaan jarum suntik yang tidak steril karena minimnya alat dan tenaga kesehatan. Sebagai dokter gigi, langkah apa yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi kasus yang dapat terjadi di daerah kerja drg. X? Kasus selanjutnya Dokter E adalah seorang kepala puskesmas dari sebuah desa yang merupakan perbatasan dengan negara asing. Desa tersebut disinyalir sebagai kawasan yang rawan penggunaan narkoba. Selain kasus penyalahgunaaan narkoba yang merupakan masalah utama di daerah tersebut, terdapat pula kasus HIV AIDS yang terjadi akibat penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Bagaimana sebenarnya peran kepala puskesmas pada kasus tersebut dan kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat direncananakan terhadap seluruh tenaga kerja yang bertugas? D. Pembahasan Kasus 1. Dalam kasus ini masalah pokok yang terjadi adalah tidak adanya akses masyarakat untuk menjangkau puskesmas karena infra struktur yang kurang memadai serta kurangnya sumber daya manusia dalam hal ini adalah dokter dan dokter gigi karena seharusnya setiap puskesmas mempunyai dokter dan dokter gigi namun kenyataannya sudah bertahun-tahun tidak terdapat komponen tersebut. Oleh karena itu sebagai tenaga medis di puskesmas, saya akan berkoordinasi dengan pemerintah setempat untuk pengadaan akses yang lebih baik untuk menjangkau puskesmas seperti pembangunan jalan dan jembatan. Selain itu juga untuk pengadaan alat-alat medis serta tenaga kesehatan agar alat kesehatan yang seharusnya sekali pakai tidak digunakan bergantian karena dapat menyebabkan penularan berbagai penyakit salah satunya HIV AIDS yang sudah banyak diidap oleh masyarakat daerah tersebut. Dan sebagai dokter gigi, langkah yang harus dilakukan untuk mengantisipasi semakin banyaknnya penularan HIV AIDS, dalam bekerja kita harus sesuai aturan dan menerapkan dengan sungguh-sungguh universal precaution agar melindungi diri sendiri serta pasien lain dari penularan penyakit dan pastikan bahwa alat yang digunakan benar-benar steril dengan begitu resiko penularan HIV AIDS tidak akan semakin meluas. Selain tiu kita juga dapat melakukan sosialisasi dan penyuluhan pada para penderita HIV AIDS dan masyarakat yang tidak terjangkit untuk bekerja sama agar masyarakat yang tidak terjangkit tidak tertular oleh yang sudah terjangkit. 2. Seperti yang kita ketahui bahwa penyalahgunaan narkoba adalah tindakan kriminal dan diatur oleh undang-undang. Sebagai warga negara yang taat undang-undang, kita harus melaporkan apabila terdapat masyarakat yang dicurigai menyalahgunakan narkoba, apalagi jabatan kita sebagai kepala puskesmas yang notabennya bekerja dibidang kesehatan. Puskesmas juga dapat bekerjasama dengan Badan Narkotika Nasional untuk sosialisasi serta penyuluhan bahaya penyalahgunaan narkoba pada masyarakat khususnya seluruh komponen pegawai puskesmas. Dan untuk masalah HIV AIDS akibat penggunaan jarum suntik yang tidak steril apabila hal tersbut terjadi di puskesmas maka pihak puskesmas harus lebih disiplin lagi masalah penggunaan alat medis yang steril dan tidak boleh digunakan bergantian. Namun jika penggunaan jarum suntik yg tidak steril dan digunakan secara bergantian terjadi oleh pelaku penyalahgunaan narkoba sehingga pelaku terkena virus HIV AIDS dan berpotensi menularkannya pada orang lain maka seperti yang telah disebutkan diatas bahwa penyalahgunaan narkoba adalah tindak kriminal dan kita harus melaporkannya pada pihak berwenang agar mata rantai HIV AIDS akibat pecandu narkoba bisa terputus. Puskesmas sebagai sarana kesehatan masyarakat juga perlu mengedukasi masyarakat dengan sosialisasi dan penyuluhan mengenai bahaya penularan HIV AIDS. DAFTAR PUSTAKA Priyantika, Devi., Wida, Antonius., & Maulida, Hana. (2013). Metode Baru Dalam Upaya Penanggulangan Dan Pencegahan Napza Dan HIV/AIDS. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Volume 3:2-5. Besral. Utomo, Budi., Zani, Andri. 2004. Potensi Penyebaran HIV dari Pengguna NAPZA Suntik ke Masyarakat Umum. Fakultas kedokteran. Universitas Indonesia. Vol : 8:53-55 Anggreni, Dewi. Dampak Bagi Pengguna NAPZA di Kelurahan Gunung Kelua Samarinda. Fakultas Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Mulawarman. Vol 3 : 37-40