MAKALAH
Kelompok 6 / Tingkat 2A
Disusun Oleh :
Fadlunnisa P27901117006
Intan Kurnia Putriawan P27901117012
Mia Mawaddah P27901117018
Ni Putu Rika Melyana P27901117024
Rita Fitriyani P27901117030
Siti Nurul Islah P27901117036
Vira Melfiani P27901117042
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat, rahmat, dan
karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas untuk membuat makalah ini
sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas. Sholawat serta salam kami
panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW semoga kita semua kelak mendapatkan
syafaat dari beliau. Makalah ini membahas Tentang Konsep Keperawatan Pada
Gangguan Kehamilan “Pendarahan Dalam Kehamilan”. Kami mengucapkan
terimakasih kepada dosen mata kuliah Keperawatan Maternitas yang telah membimbing
kami dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat
membantu kami untuk dapat menyempurnakan kembali pembuatan makalah yang akan
datang. Demikian makalah ini kami susun semoga dapat bermanfaat bagi kita semua
serta menjadi tambahan referensi bagi penyusunan makalah dengan tema yang senada di
waktu yang akan datang.
Kelompok 6
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan ................................................................................................... 2
ii
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Pendarahan ?
2. Apa Saja Macam – Macam Pendarahan ?
3. Apa Saja Penyebab Pendarahan ?
4. Apa Tanda – Tanda Pendarahan ?
1.3 Tujuan
Dengan materi yang di bahas di harapkan pembaca dapat memahami :
1. Definisi Pendarahan
2. Macam – Macam Pendarahan
3. Penyebab Pendarahan
4. Tanda – Tanda Pendarahan
2
BAB II
LANDASAN TEORI
3
2.2 Macam – Macam Pendarahan
1. Pendarahan Hamil Muda
1) Abortus
A. Definisi
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
diluar kandungan yang dimana berat janin kurang dari 500 gram dengan
umur kehamilan kurang dari 20 minggu. (Marmi, 2012)
Patogenesis : pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua
basalis kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan disekitarnya. Hal tersebut
menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga
merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isisnya. Pada kehamilan yang kurang dari
8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi
koriales belum menembus desidua lebih dalam, sehingga hasil konsepsi
mudah dilepaskan. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu villi koriales
menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak
dilepaskan secara sempurna yang dapat menyebakan banyak perdarahan.
Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah
ketuban pecah adalah janin disusul dengan plasenta. Perdarahan jumlahnya
tidak akan banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. (Khumaira,
2012).
B. Etiologi
a. Faktor pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menimbulkan kematian
janin dan cacat bawaan yang menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan.
Gangguan hasil pertumbuhan konsepsi dapat terjadi karena:
Faktor kromosom : Gangguan terjadi sejak semula pertemuan
kromosom, termasuk pertemuan kromosom seks.
Faktor lingkungan endometrium
Endometrium yang belum siap menerima implantasi hasil
konsepsi
4
Gizi ibu kurang karena anemia atau terlalu pendek jarak
kehamilan
Pengaruh luar : Infeksi endometrium, endometrium tidak siap
menerima hasil konsepsi.
Hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi menyebabkan
pertumbuhan hasil konsepsi terganggu.
b. Kelainan pada plasenta
Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga plasenta
tidak dapat berfungsi
Gangguan pembuluh darah plasenta, diantaranya padadiabetes
melitus.
Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah plasenta
sehingga menimbulkan keguguran.
c. Penyakit ibu
Penyakit ibu dapat langsung mempengaruhi pertumbuhan janin
dalam kandungan melalui plasenta.
Penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria dan
sifilis.
Anemia ibu, melalui gangguan nutrisi dan peredaran O2 menuju
sirkulasi retroplasenta.
Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit
hati, penyakit DM.
d. Kelainan yang terdapat dalam Rahim
Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin, keadaan
abnormal seperti ioma uteri, uterus arkuatus, uterus septus, retrofleksia
uteri, serviks inkompeten, bekas operasi pada serviks (konisasi,
amputasi pada serviks), robekan serviks postpartum dapat
mengakibatkan abortus. (Manuaba, 1998).
5
C. Klasifikasi
a. Abortus spontan merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan.
1. Abortus imminens
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum usia 20
minggu, dimana hasil konsepsi masih didalam uterus dan tanpa
dilatasi serviks. Pada kondisi seperti ini, kehamilan masih mungkin
berlanjut atau dipertahankan.
2. Abortus Insipien
Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri
yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus (Sarwono,
2007). Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat,
perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi dapat
dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum, disusul
dengan kerokan. Penanganan Abortus Insipiens meliputi :
a. Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evaluasi
uterus dengan aspirasi vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat,
segera dilakukan: Berikan ergomefiin 0,2 mg intramuskuler
(dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400
mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila perlu). Segera
lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
b. Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-
sisa hasil konsepsi.
Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml
cairan intravena (garam fisiologik atau larutan ringer laktat
dengan kecepatan 40 tetes permenit untuk membantu
ekspulsi hasil konsepsi.
Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan
tanda dan gejala
1. Perdarahan lebih banyak
6
2. Perut mules atau sakit lebih hebat
3. Pada pemariksaan dijumpai perdarahan lebih banyak, kanalis
servikalis terbuka dan jaringan atau hasil konsepsi dapat diraba
3. Abortus komplet
Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah
dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium
uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis
dapat dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat
dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap.
Penderita dengan abortus kompletus tidak memerlukan
pengobatan khusus, hanya apabila penderita anemia perlu diberikan
tablet sulfas ferrosus 600 mg perhari atau jika anemia berat maka
perlu diberikan transfusi darah.
4. Abortus inkomplet
Abortus Inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil
konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa
tertinggal dalam uterus (Sarwono, 2007). Pada pemeriksaan vaginal,
kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum
uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri
eksternum. Perdarahan pada abortus inkompletus dapat banyak
sekali, sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan
berhenti sebelum seluruh hasil konsepsi dikeluarkan. Apabila
plasenta (seluruhnya atau sebagian) tertahan di uterus, cepat atau
lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama abortus
inkompletus. Pada abortus yang lebih lanjut, perdarahan kadang-
kadang sedemikian masif sehingga menyebabkan hipovolemia berat.
Abortus inkomplit ditandai dengan dikeluarkannya sebagian
hasil konsepsi dari uterus, sehingga sisanya memberikan gejala klinis
sebagai berikut (Soepardan, 2010):
1. Amenore
7
2. Perdarahan dapat dalam jumlah sedikit atau banyak, perdarahan
biasanya dalam darah beku
3. Sakit perut dan mulas-mulas dan sudah keluar jarinan atau
bagian janin
Gejala lain dari abortus incomplit yang dapat muncul adalah
sebagai berikut:
1. Perdarahan biasa sedikit/banyak dan biasa terdapat bekuan
darah.
2. Rasa mules (kontraksi) tambah hebat.
3. Ostium uteri eksternum atau serviks terbuka.
4. Pada pemeriksaan vaginal, jaringan dapat diraba dalam cavum
uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari eksternum atau
sebagian jaringan keluar.
5. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan
dapat menyebabkan syok (Maryunani, 2009).
Pemeriksaan dalam didapatkan servik terbuka, pada palpasi
teraba sisa-sisa jaringan dalam kantung servikalis atau kavum uteri.
Penanganan abortus inkomplit :
1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang
dari 16 minggu, evaluasi dapat dilakukan secara digital atau
dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
keluar melalui serviks.
2. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler
atau misoprostol4 00 mcg per oral.
3. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia
kehamilan kurang dari 16 minggu, evaluasi hasil konsepsi
dengan:
Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang
terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya
dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
8
Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera beri ergometrin
0,2 mg intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu)
atau misoprostol 400 mcg peroral (dapat diulang setelah 4
jam bila perlu).
Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan
intravena (garam fisiologik atau ringer laktat) dengan
kecepatan 40 tetes permenit sampai terjadi ekspulsi hasil
konsepsi
Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap
4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800
mcg)
Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah
penanganan.
5. Missed abortion
Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20
minggu, tetapi janin yang telah mati itu tidak dikeluarkan selama 8
minggu atau lebih. Etiologi missed abortion tidak diketahui, tetapi
diduga pengaruh hormone progesterone. Pemakaian Hormone
progesterone pada abortus imminens mungkin juga dapat
menyebabkan missed abortion.
Penanganan mengeluarkan jaringan konsepsi dengan stimulasi
kontraksi uterus. Jika dilakukan tindakan kuretase, maka harus
sangat hati-hati karena jaringan telah mengeras dan dapat terjadi
gangguan pembekuan darah dan akibat komplikasi kelainan
koagulasi (hipofibrinogenemia).
Tanda dan gejala :
1. Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorbsi air
ketuban dan maserasi janin
2. Buah dada mengecil kembali
9
6. Abortus habitalis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali
atau lebih berturut turut. Pada umumnya penderita tidak sukar
menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu.
Etiologi abortus habitualis pada dasarnya sama dengan penyebab
abortus spontan. Abortus habitualis yang terjadi dalam trimester II
kehamilan dapat disebabkan oleh serviks uteri yang tidak sanggup
terus menutup, melainkan perlahan-lahan membuka (inkompeten).
Kelainan ini sering kali terjadi akibat trauma pada serviks, misalnya
karena usaha pembukaan serviks yang luas.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan antara lain:
1) Histerosalpingografi untuk mengetahui ada tidaknya pada uterus
submukus mioma dan kongenital anomaly
2) BMR dan kadar jodium darah diukur untuk mengetahui apakah
ada atau tidak gangguan gld. Thyroid
3) Psikoanalis.
Diagnosis abortus habitualis tidak sukar ditentukan dengan
anamnesis khususnya diagnosis abortus habitualis karena
inkompetensia menunjukkan gambaran klinik yang khas, yaitu
dalam kehamilan triwulan kedua terjadi pembukaan serviks
tanpa disertai mules, ketuban menonjol dan pada suatu saat
pecah. Kemudian timbul mules yang selanjutnya diikuti oleh
pengeluaran janin yang biasanya masih hidup dan normal.
b. Abostus tidak spontan
1. Provokartus
Induced abortion adalah abortus yang disengaja dibuat atau
dilakukan yaitu dengan cara menghentikan kehamilan sebelum janin
dapat hidup diluar tubuh ibu. Pada umumnya bayi dianggap belum
dapat hidup diluar kandungan apabila kehamilan belum mencapai 28
minggu, atau berat bayi kurang dari 1000 gram, walaupun terdapat
beberapa kasus bayi dengan berat badan dibawah 1000 gram
10
2. Kriminalis
Abortus yang dilakukan sengaja tanpa adanya indikasi medik atau
ilegal. Biasnaya pengguguran dilakukan dengan menggunakan alat-
alat atau obat-obatan tertenu abortus kriminalis sering terjadi pada
kehamilan yang tidak di kehendaki.
c. Abortus Trapeutik
Abortus terapeutik adalah abortus buatan yang dilakukan atas
indikasi tindakan medis dilakukan . abortus terapeutik dilakukan pada
usia kehamilan kurang dari 12 minggu atas pertimbangan atau indikasi
kesehatan wanita dimana bila kehamilan itu dilanjutkan akan
membahayakan dirinya misalnya hipertensi, penyakit ginjal, dll dapat
juga dilakukan atas pertimbangan indikasi kelainan janin yang berat.
D. Manifestasi Klinis
Diduga abortus apabila seorang wanita dalam masa reproduksi
mengeluh tentang perdarahan per vaginam setelah mengalami haid yang
terlambat, sering terdapat rasa mulas dan keluhan rasa nyeri pada perut
bagian bawah.
E. Penatalaksanaan
Ibu hamil sebaiknya segera menemui dokter apabila perdarahan terjadi
selama kehamilan. Ibu harus istirahat total dan di anjurkan untuk relaksasi.
Tetapi intravena atau transfusi darah dapat dilakukan bila diperlukan. Pada
kasus aborsi inkomplet diusahakan untuk mengosongkan uterus melalui
pembedahan. Begitu juga dengan kasus missed abortion jika janin tidak
keluar spontan. Jika penyebabnya adalah infeksi, evakuasi isi uterus
sebaiknya di tunda sampai dapat penyebab yang pasti untuk memulai
terapiantibiotik (Mitayani, 2009).
11
2) Mola Hydatidaosa
A. Definisi
Mola hydatidaosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang
tumbuh berganda berupa gelembung – gelembung kecil yang mengandung
banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu
mola hydatidaosa disebut juga hamil anggur atau mata ikan (Mochtar,
Rustan, dkk, 1998 : 238 dalam Sujiyatini, 2009).
Mola hydatidaosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan
pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan
degenerasi kistik villi dan perubahan hidropik. Hamil anggur atau mola
hydatidaosa adalah kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang terjadi
sebagai akibat kegagalan pembentukan “ bakal janin ” sehingga terbentuk
jaringan permukaan membrane (villi) mirip gelombang buah anggur
(Sujiyatini, 2009).
B. Etiologi
Penyebab mola hydatidaosa belum diketahui secara pasti, namun
faktor penyebabnya adalah :
a. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan.
b. Imunoselektif dari tropobalast.
c. Keadaan sosio – ekonomi yang rendah, paritas tinggi.
d. Kekurangan protein.
e. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas (Mochtar, Rustam,
1998 : 238 dalam Sujiyatini, 2009).
C. Patofisiologi
Mola hydatidaosa dapat terbagi menjadi :
a. Mola hydatidaosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.
b. Mola hydatidaosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau
bagian janin.
Ada beberapa teori yang dianjurkan untuk menerangkan pathogenesis
dari penyakit trofoblast : teori missed abortion. Mudigah mati pada
12
kehamilan 3-5 minggu karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga
terjadi penimbunan cairan masenkrim dari villi dan akhirnya terbentuklah
gelembung – gelembung. Teori neoplasma dari park, sel-sel trofoblast
adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi
reabsobsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung.
Studi dari hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hydatidaosa semata-
mata akibat dari akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau
tidak adanya embrio komlpit pada minggu ke tiga dan kelima. Adanya
sirkulasi maternal yang terus – menerus dan tidak adanya fetus
menyebabkan trofoblast berpoliferasi dan melakukan fungsinya selama
pembentukan cairan (Silvia, Wilson, 2000 : 467 dalam Sujiyatini, 2009).
D. Manifestasi Klinik
a. Mual dan muntah yang menetap, sering kali menjadi parah
(hiperemesis).
b. Perdarahan uterus (pendarahan hamil muda) yang terlihat pada minggu
ke-12, bercak darah atau perdarahan hebat mungkin terjadi, tetapi
biasanya hanya berupa rabas bercampur darah cenderung berwarna
merah dari pada coklat yang terjadi secara intermiten atau terus-menerus.
c. Sesak nafas.
d. Hipertiroid.
e. Anemia.
f. Uterus lebih besar dari umur kelahiran (terjadi kurang lebih sepertiga
kasus).
g. Ovarium biasanya nyeri tekan dan membesar (theca lutein cyst).
h. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ
sekalipun uterus membesar setinggi pusat atau lebih.
i. Preekalmsia atau eklamsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu
(Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 266 dalam Sujiyatini, 2009).
13
E. Penatalaksanaan Medik
a. Perhatikan sindroma yang mengancam fungsi vital (depresi nafas,
hipertiroid / tirotoksikosis dan sebagainya) Resusitasi KU buruk.
b. Pemeriksaan USG, pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat
terbatas, dapat dilakukan evaluasi klinik dengan fokus pada :
Riwayat haid terakhir dan kehamilan.
Perdarahan tidak teratur atau spotting.
Perbesaran abnormal uterus.
Perlunakan servik dan korpus uteri, kaji uji kehamilan dengan
pengenceran urin, pastikan tidak ada janin (Ballotement) atau DJJ
sebelum upaya diagnosis.
c. Evakuasi jaringan mola : dengan AVM (Aspirasi Vakum Manual) dan
kuret tajam. Suction dapat mengeluarkan sebagian besar massa mola,
sisanya bersihkan dengan kuret. Dapat juga dilakukan induksi, pada
waktu evakuasi berikan oksigen untuk merangsang kontraksi uterus dan
mencegah refleks cairan mola ke arah tuba.
d. Pada wanita yang tidak mengharapkan anak lagi dapat dilanjutkan
histerektomi.
e. Lakukan pengmatan lanjut hingga minimal 1 tahun (Sujiyatini, 2009).
14
b. Faktor dinding lumen tuba : endometriosis tuba, diventrikel
tubacongenital.
c. Faktor di luar dinding lumen tuba : perlengketan pada tuba, tumor.
d. Faktor lain : migrasi ovarium, fertilisasi in vitro.
C. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada pasien dengan kehamilan ektopik adalah
sebagai berikut :
a. Gambaran klinis kehamilan tuba belum terganggu tidak khas. Pada
umumnya ibu menunjukkan gejala – gejala kehamilan muda dan
mungkin merasa nyeri sedikit di perut bagian bawah yang tidak
seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan vagina, uterus membesar dan
lembek, walaupun mungkin besarnya tidak sesuai dengan usia
kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya
sulit diraba pada pemeriksaan bimanual.
b. Gejala kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapat
gejala yang tidak jelas sehingga sulit membuat diagnosisnya.
c. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu.
Pada ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba – tiba dan
intensitas yang kuat disertai dengan perdarahan yang menyebabkan ibu
pingsan dan masuk dalam syok.
d. Perdarahan per vagina merupakan salah satu tanda penting
pada kehamilan ektopik terganggu (KET). Hal ini menunjukkan
kematian janin.
e. Amenore juga merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik.
Lamanya amenore bergantung pada kehidupan janin, sehingga
dapat bervariasi (Mitayani, 2009).
D. Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi.
Dalam tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan
dipertimbangkan, yaitu sebagai berikut :
15
a. Kondisi ibu pada saat itu
b. Keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya
c. Lokasi kehamilan ektopik
d. Kondisi anatomis organ pelvis
e. Kemampuan teknik bedah mikro dokter
f. Kemampuan teknologi fertilasi in vitro setempat
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan
salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan
konservatif. Apabila kondisi ibu buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih
baik dilakukan salpigektomi. Pada kehamilan ektopik di pars ampularis tuba
yang belum pecah biasanya ditangani dengan menggunakan kemoterapi
untuk menghindari tindakan pembedahan (Mitayani, 2009).
16
vias = jalan) (Djamhoer, 2005). Pada keadaan normal plasenta umumnya
terletak di korpus uteri bagian depan atau belakang agak ke arah fundus
uteri (Prawirohardjo, 2008).
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada
tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal).
Normalnya, plasenta berimplantasi di bagian uterus, yaitu pada bagian
dalam belakang (60%) depan (40%).
B. Etiologi
Penyebab plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya plasenta
previa, antara lain :
a. Umur
b. Banyaknya jumlah kehamilan dan persalinan (paritas)
c. Hipoplasia endometrium
d. Korpus luteum bereaksi lambat
e. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium
f. Endometrium cacat, sectio caesaria, kuretase, dan manual plasenta
g. Kehamilan kembar
h. Riwayat plasenta previa sebelumnya (Mochtar, 2002)
Faktor pencetusnya :
a. Pada primigravida hamil diatas usia 35 tahun (usia tua)
b. Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang – ulang
c. Adanya tumor seperti mioma uteri dan polip endometrium
d. Kadang-kadang pada ibu yang malnutrisi
C. Klasifikasi
Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu, karena klasifikasi tidak
didasarkan pada keadaan anatomi melainkan pada keadaan fisiologis yang
dapat berubah – ubah, maka klasifikasi ini dapat berubah setiap waktu
misalnya pada pembukaan yang masih kecil, seluruh pembukaan yang lebih
17
besar, keadaan ini akan menjadi plasenta previa lateralis. Ada juga penulis
yang menganjurkan bahwa menegakkan diagnosa sewaktu “ momentopname
“ yaitu saat penderita diperiksa (Mochtar, 2002).
Secara umum plasenta previa dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
a. Plasenta previa totalis, apabila jaringan plasenta menutupi seluruh
ostium uteri internum.
b. Plasenta previa parsialis, yaitu apabila jaringan plasenta menutupi
sebagian ostium uteri internum.
c. Plasenta previa marginalis, yaitu plasenta yang tepinya terletak
pada pinggir ostium uteri internum.
d. Plasenta previa letak rendah, apabila jaringan plasenta berada kira –
kira 3 – 4 cm di atas ostium uteri internum, pada pemeriksaan dalam
tidak teraba (Prawirohardjo, 2008).
D. Gejala Klinis
a. Dapat terjadi perdarahan namun tidak disertai nyeri
b. Perdarahan timbul dapat terjadi berulang – ulang
c. Perdarahan timbulnya perlahan – lahan
d. Darah yang dikeluarkan masih berwarna merah segar
e. Dapat terjadi anemia dan syok, sesuai dengan jumlah perdarahan
f. Pada saat perdarahan rahim biasanya tidak berkontraksi
g. Pada perabaan, rahim tidak tegang (biasa)
h. Perkiraan denyut jantung janin biasanya normal
i. Presentasi janin dalam rahim mungkin tidak normal
j. Penurunan kepala masih tinggi atau belum masuk pintu atas panggul
E. Komplikasi
a. Komplikasi pada ibu adalah : letak janin tidak normal, sehingga
menyebabkan partus akan menjadi patologik, perdarahan sampai syok,
infeksi karena perdarahan yang banyak, robekan – robek jalan lahir.
b. Komplikasi yang dapat terjadi pada janin adalah : Bayi prematur atau
mati.
18
2) Solution Plasenta
A. Definisi
Istilah lain dari solution plasenta adalah ablation plasentae,
abruption plasentae, accidental hemorrhage dan premature separation
of the normaliimplated placent (Mochtar, 1998).
Solution plasenta adalah pemisahan plasenta yang berimplantasi pada
tempat yang normal kebanyakan dan terjadi pada trimester ke III, juga bisa
terjadi pada setiap waktu setelah kehamilan 20 minggu (Danfourt. 2002).
Solution plasenta adalah pelepasan sebagian atau seluruhnya plasenta dari
tempatnya berimplantasi sebelum anak lahir (Chalik. 1998).
Solution plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya
normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya dihitung
sejak kehamilan 28 minggu.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa solution
plasenta merupakan lepasnya plasenta dari tempatnya yang normal dan
pelepasan terjadi pada saat janin belum lahir.
B. Etiologi
Faktor pencetus predisposisi terjadinya adalah :
a. Hamil pada pada usia tua diatas 35 tahun
b. Mempunyai tekanan darah tinggi
c. Bersamaan dengan terjadinya pre-eklamsia dan eklamsia
d. Trauma langsung
e. Tali pusat yang pendek (Hanifa, 1999).
C. Gejala klinis
a. Nyeri punggung
b. Kontraksi berlangsung cepat
c. Perdarahan pada vagina dengan rasa sakit
d. Rahim terasa sakit
e. Nyeri perut dan terasa tegang
19
f. Gerakan janin berkurang atau tidak terasa bergerak seperti biasanya,
pada palpasi gerakan janin sulit diraba, auskultasi jantung janin (-) atau
tidak terdengar
g. Pada pemeriksaan dalam, ketuban tegang dan menonjol, uterus terjadi
gangguan kontraksi dan atonia uteri (Manuaba, 1998)
D. Komplikasi
a. Komplikasi pada ibu
Perdarahan dapat menimbulkan variasi turunnya tekanan darah
sampai keadaan syok.
Perdarahan tidak sesuai dengan keadaan penderita yang anemis
bahkan sampai syok.
Keadaan bervariasi dari baik sampai koma.
Gangguan pembekuan darah dapat menimbulkan : Masuknya
tromboplastin kedalam sirkulasi darah yang menyebabkan
pembekuan darah intravaskuler dan disertai hemolisis.
Terjadi penurunan fibrinogen sehingga hipofibrinogen dapat
mengganggu pembekuan darah.
Oliguria terjadi sumbatan glomerulus ginjal dan dapat
menimbulkan produksi urin makin berkurang.
Perdarahan postpartum.
Pada solution plasenta sedang sampai berat terjadi infiltrasi darah
kedalam otot rahim, sehingga mengganggu kontraksi dan
menimbulkan perdarahan karena atonia uteri.
Kegagalan pembekuan darah dapat menambah beratnya
perdarahan.
b. Komplikasi pada janin yang dikandung
Perdarahan yang tertimbun dibelakang plasenta dapat mengganggu
sirkulasi darah janin.
Dapat menimbulkan asfiksia ringan sampai berat.
20
Dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan
(Manuaba,1998).
21
berkembang sebagaimana mestinya di lokasi yang tepat. Ini dapat terjadi akibat
adanya kelainan kromosom pada fetus yang sedang berkembang. Tubuh ibu
akan menghentikan kehamilan ketika menyadari adanya kelainan tersebut.
Kelainan kromosom dapat disebabkan oleh pembelahan sel yana tidak
sempurna serta kualitas sel telur dan sperma yang buruk.
Kematian janin intrauterine : Kematian janin intrauterine atau disebut juga
IUFD, gagal aborsi, atau kematian embrio. Jika perkembangan bayi meninggal
di dalam rahim. Diagnosa ini akan didasarkan pada hasil USG dan dapat terjadi
setiap saat selama kehamilan pada kehamilan berusia diatas 20 – 28 minggu.
Ini dapat terjadi karena beberapa alasan yang sama dengan terancam
keguguran, pemisahan plasenta dari dinding Rahim (placental abruption) atau
karena plasenta tidak menerima aliran darah yang cukup, kelainan kromosom,
kondisi kesehatan ibu, faktor usia, dan gaya hidup.
Perdarahan postcoital : Pendarahan vagina setelah hubungan seksual. Mungkin
normal selama kehamilan.
Perdarahan juga dapat disebabkan oleh alasan tertentu seperti tekanan pada
dinding Rahim, trauma fisik, robekan pada dinding vagina, infeksi, obat –
obatan tertentu, dehidrasi stress emosional.
22
Pecahnya rahim : Gejala sangat bervariasi. Pecahnya rahim ditandai dengan
pendarahan vagina berat dari bercak hingga perdarahan parah, sakit perut atau
nyeri mendadak meskipun tidak ada kontraksi hebat, kontraksi tidak teratur,
muntah, tekanan darah menurun, sesak napas, penurunan detak jantung.
Perdarahan janin: Kondisi ini dapat muncul sebagai perdarahan vagina. Denyut
jantung bayi pada monitor pertama akan sangat cepat, kemudian lambat, karena
bayi kehilangan darah.
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Gangguan kehamilan sering menyertai kehamilan seseorang, hampir semua ibu
hamil mengalaminya. Gangguan kehamilan banyak yang membahayakan bagi
kesehatan janin maupun bagi ibu hamil sendiri. Dalam masa kehamilan ibu hamil
akan mengalami banyak gangguan, mulai gangguan yang ringan sampai dengan
gangguan yang berat. Semua gangguan yang datang dan terjadi sebaiknya perlu
diwaspadai dan diketahui.
Perdarahan pada hamil muda terdiri dari KET (Kehamilan Ektopik Terganggu),
abortus dan mola hydatidaosa sedangkan perdarahan pada hamil tua terdiri dari
plasenta previa dan solution plasenta. Masing – masing pendarahan memiliki tanda
dan gejala yang harus dikenali oleh ibu dan tenaga kesehatan khususnya. Karena
jika tanda dan gejala tersebut dibiarkan maka dapat membahayakan kondisi ibu dan
janin.
3.2 Saran
Sebagai tenaga kesehatan yang profesional dituntut mampu untuk mengerjakan
segala sesuatunya dengan ilmu pengetahuan. OIeh karena itu, kita harus selalu
mengupdate ilmu dalam segala hal terutama dalam hal keperawatan.
24