SULAWESI
SEJARAH INDONESIA
Kerajaan Islam di Kalimantan
3. Kesultanan Kotawaringin.
Kerajaan Kotawaringin adalah sebuah kerajaan Islam (kepangeranan cabang Kesultanan
Banjar) di wilayah yang menjadi Kabupaten Kotawaringin Barat saat ini di Kalimantan Tengah
yang menurut catatan istana al-Nursari (terletak di Kotawaringin Lama) didirikan pada tahun
1615 atau 1530, dan Belanda pertama kali melakukan kontrak dengan Kotawaringin pada 1637,
tahun ini dianggap sebagai tahun berdirinya sesuai dengan Hikayat Banjar dan Kotawaringin
(Hikayat Banjar versi I) yang bagian terakhirnya saja ditulis tahun 1663 dan di antara isinya
tentang berdirinya Kerajaan Kotawaringin pada masa Sultan Mustain Billah. Pada mulanya
Kotawaringin merupakan keadipatian yang dipimpin oleh Dipati Ngganding.
Kesultanan Gunung Tabur (1820). Kesultanan Gunung Tabur adalah kerajaan yang
merupakan hasil pemecahan dari Kesultanan Berau, dimana Berau dipecah menjadi dua, yaitu
Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabur pada sekitar tahun 1810-an. Kesultanan ini sekarang
terletak dalam wilayah kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, provinsi Kalimantan Timur.
Search
Agama Islam menyebar ke seluruh Nusantar di mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi
dan Kemudian Maluku. Masuknya agama Islam di Sulawesi tidak lepas dari kerajaan-kerajaan
yang berada di Sulawesi. Bisa dikatakan bahwa kerajaan adalah kunci utamanya rakyat.
Apabila raja sudah menentukan maka, biasanya rakyatnya akan mengikuti. Kerajaan-kerajaan
Islam di Sulawesi antara lain Bone, Luwu, Soppeng, Gowa, Tallo, dan Wojo. Sebenarnya
kerajaan-kerajan tersebut pada awalnya bercorak Hindu.
Namun, setelah Kerajaan Gowa dan Tallo memeluk agama Islam. Kerajaan-kerajaan lain yang
ada di Sulawesi juga ikut memeluk agama Islam. Kerajaan Gowa-Tallo memiliki peran sejarah
yang sangat penting dalam penyebaran agama Islam di Sulawesi.
Selain itu, kerajaan Gowa-Tallo juga berperan dalam perdagangan regional dan Internasional.
Proses Islamisasi di Sulawesi terjadi karena adanya jalinan hubungan baik ekonomi dan politik.
Dan kepentingan kerajaan dengan pihak di luar Pulau Sulawesi.
Kali ini saya akan membahas tentang kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi, yang sebelumnya
juga saya memaparkan kerajaan islam di Sumatera dan Jawa. Berikut ini kerajaan-kerajaan Islam
di Sulawesi :
Contents [hide]
1 Kerajaan Gowa-Tallo
2 Kerajaan Wajo
3 Kerajan Ternate dan Tidore
o 3.1 Kerajaan Ternate
3.1.1 Kemunduran Kerajaan Ternate
o 3.2 Kerajaan Tidore
3.2.1 Kemunduran Kerajaan Tidore
4 Kerajaan Bone
5 Kerajaan Konawe
o 5.1 Share this:
Kerajaan Gowa-Tallo
Pada abad ke-15 di Sulawesi berdiri beberapa kerajaan, diantaranya adalah dari suku bangsa
Makassar (Gowa dan Tallo) dan Bugis (Luwu,Bone, Soppeng dan Wojo). Gowa dan Tallo
merupakan kerajaan yang memiliki hubungan baik.
Kerajaan ini juga dikenal dengan sebutan kerajaan Makassar. Kerajaan Gowa dan Tallo terletak
di daerah Sulawesi Selatan. Secara geografis daerah Sulawesi Selatan ini memilik posisi yang
sanagat bagus. Karena dekat dengan jalur pelayaran perdagangna Nusantara.
Selain itu, Makassar juga menjadi pusat persinggahan para pedagang, baik yang dari jalur Barat
maupun Timur. Hal ini mengakibatkan kerajaan Makassar berkembang menjadi besar dan
berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara. Kerajaan Gowa Tallo memiliki pengaruh
dalam kerajaan Islam di Indonesia.
Kerajaan Gowa-Tallo sebelum menjadi kerajaan Islam sering berperang dengan kerajaan lain
yang ada di Sulawesi Selatan. Seperti dengan kerajaan Luwu, Bone, Soppeng, dan Wajo.
Kerajaan Luwu yang bersekutu dengan Wajo dikalahkan oleh Kerajaan Gowa-Tallo.
Ketiga Kerajaan Bone, Wajo, dan Soppeng melaksanakan persatuan. Untuk mempertahankan
kemerdekaannya yang disebut perjanjian Tellum Pocco, sekitar tahun 1582. Sejak Kerajaan
Gowa resmi sebagai kerajaan bercorak Islam pada tahun 1605, Gowa meluaskan pengaruh
politiknya.
Kerajaan-kerajaan yang patuh kepada Kerajaan Gowa-Tallo, antara lain Wajo pada 10 Mei 1610,
dan Bone pada 23 Nopember 1611. Proses Islamisasi di Sulawesi Selatan dilakukan oleh
para mubaligh yang disebut dengan Dato’ Tallu.
Antara lain Dato’ Ri Bandang (Abdul Makmur atau Khatib Tunggal) Dato’ Ri Pattimang (Dato’
Sulaemana atau Khatib Sulung), dan Dato’ Ri Tiro (Abdul Jawad alias Khatib Bungsu). Itulah
para Dato’ yang mengislamkan raja-raja kerajaan Islam di Sulawesi pada waktu itu.
Yaitu raja Luwu Dato’ La Patiware’ Daeng Parabung dengan gelar Sultan Muhammad. Beliau
masuk islam pada tanggal 15-16 Ramadhan 1013 H (4-5 Februari 1605 M). Raja Gowa dan Tallo
yaitu Karaeng Matowaya dari Tallo yang bernama I Mallingkang Daeng Manyonri (Karaeng
Tallo).
Beliau masuk islam pada Jumat sore, tanggal 9 Jumadil Awal 1014 H atau 22 September 1605 M
dengan gelar Sultan Abdullah. Selanjutnya Karaeng Gowa I Manga’ Rangi Daeng Manrabbia.
Beliau masuk Islam pada Jumat, tanggal 19 Rajab 1016 H atau 9 November 1607 M.
Dalam sejarah kerajaan Gowa, Perjuangan sultan Hasanuddin dalam mempertahankan
kedaulatannya melawan penjajah VOC sangat gencar. Peristiwa peperangan melawan VOC terus
berjalan dan baru berhenti sekitar tahun 1637-1678 M. Perang ini berhenti setelah terjadi
perjanjian Bongaya pada tahun 1667. Dan perjanjian ini sangat merugikan bagi pihak Gowa dan
Tallo.
Kerajaan Wajo
Menurut sumber sejarah kerajaan Wajo yang terdapat di hikayat Lontara Sukkuna Wajo.
Menceritakan bahwa Kerajaan Wajo ini didirikan oleh tiga orang anak raja dari Kampung
tetangga Cinnotta’bi. Yang berasaal dari keturunan dewa yang mendirikan
Kampung Cinnotta’bi. Dan menjadi raja-raja dari ketiga bagian bangsa Wajo. Antra lain,
Batempola, Talonlereng dan tua.
Kepala keluarga mereka menjadi raja di seluruh Wajo dengan gelar Batara Wajo. Sejak saat itu,
raja-raja di Wajo tidak lagi turun temurun. Namun, melalui pemilihan dari seorang keluarga raja
menjadi arung matoa (raja utama ).
Selama keempat arung-matoa dewan pangreh-praja diperluas dengan
tiga pa’betelompo (pendukung panji). 30 arung-ma’bicara (raja hakim), dan tiga duta. Sehingga
jumlah anggota dewan berjumlah 40 orang, mereka itulah yang memutuskan segala perkara.
Kerajaan Wajo memperluas daerah kekuasaannya sehingga menjadi Kerajaan Bugis yang sangat
besar.
Kerajaan Wajo pernah ditaklukan oleh kerajaan Gowa dalam upaya memperluas agama Islam,
dan tunduk pada tahun 1610. Diceritakan juga pada hikayat tersebut bahwa bagaiman Dato’
Ribandang dan Dato’ Sulaeman mengajarkan agama Islam, terhadap raja-raja Wajo dan
rakyatnya. Dato’ Ribandang dan Dato’ Sulaeman memberikan pelajaran tentang masalah kalam
dan fikih.
Pada tahun 1643, 1660 dan 1667, kerajaan Wajo sering membantu kerajaan Gowa pada
peperangan baru dengan kerajaan Bone. Kerajaan Wajo juga pernah di taklukan oleh kerajaan
Bone. Tetapi karena didesak, maka kerajaan Bone takluk kepada kerajaan Gowa dan Tallo.
Pada zaman dahulu, kepulauan Maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar di dunia.
Sehingga di juluki sebagai “The Spice Island”. Rempah-rempah menjadi barang dagangan utama
dalam dunia pelayaran perdagangan pada waktu itu.
Kerajaan Ternate
Kerajaan Ternate berdiri pada abad ke 13 di Maluku. Ibu kota kerajaan Ternate terletak di
Sampalu (Pulau Ternate). Selain kerajaan Ternate, di Maluku juga ada kerajaan lain, seperti
Jaelolo, Tidore, Bacan, dan Obi.
Kerajaan Ternate merupakan kerajaan yang paling maju diantara yang lainnya. Sehingga
kerajaan Ternate banyak di kunjungi oleh para pedagang. Baik itu dari Nusantara maupun dari
pedagang asing.
Setelah Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis
dan Spanyol. Kemudian mereka bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol keluar
pulau Maluku.
Tapi kemenangan tersebut tidak beratahan lama, sebab VOC menguasai perdagangan rempah-
rempah di Maluku. VOC juga menaklukan kerajaan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang
teratur, rapi dan terkontrol.
Kerajaan Tidore
Kerajaan Tidore terletak disebelah Selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate dan
Tidore, raja pertama Ternate adalah Muhammad Naqal yang naik kedudukan pada tahun 1081
M. Agama Islam masuk di kerajaan Ternate pada tahun 1471 M, yang dibawa oleh Ciriliyah
(raja Tidore ke-9). Proses Islamisasi kerajaan Tidore dilakukan oleh Syekh Mansur dari Arab.
Kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku pada tahun
1780-1805 M. Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan
Belanda dengan bantuan Inggris.
Dalam peperangan melawan Belanda, akhirnya Ternate dan Tidore berhasil mengusir Belanda
dari Maluku. Semantar itu, Inggris tidak mendapat apa-apa, hanya saja hubungan dagang biasa.
Sultan Nuku ini memeng cerdik, berani, ulet dan selalu waspada.
Setelah berhasil mengusir belanda dan bangsa asing lainnya, kemakmuran rakyatnya terus
meningkat. Dan bisa merebut kembali daerah-daerah yang dulunya dikuasai oleh bangsa asing.
Meliputi pulau seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai dan Papua.
Kerajaan Bone
Proses Islamisasi Kerajaan Bone tidak terlepas dari Islamisasi Kerajaan Gowa. Sultan Alauddin
(raja ke-14 Gowa) melakukan penyebaran islam secara damai. Pertama-tama yang beliau
lakukan adalah dakwah islam terhadap kerajaan-kerajaan tetangga.
Islam Masuk di Bone pada masa raja La Tenri Ruwa pada tahun 1611 M, dan dia hanya berkuasa
selama tiga bulan. Karena, Beliau telah menerima islam sebagai agamanya. Padahal dewan adat
Ade Pitue bersama rakyatnya menolak ajaran agama Islam.
Baca juga: Biografi Singkat Ir. Soekarno Sang Proklamator dan Pahlawan Indonesia
Perlu diketahu, bahwa sebelum Sultan Adam Matindore Ri Bantaeng dan La Tenri Ruwa masuk
Islam. Ternyata sudah ada rakyat Bone yang telah berislam lebih duluan. Bahkan, Raja
sebelumnya yaitu We Tenri Tuppu karena mendengar sidendreng masuk agama islam.
Beliau pun tertarik belajar agama Islam dan akhirnya wafat disana. Sehingga, beliau diberi
gelar Mattinroe Ri Sidendren.
Kerajaan Konawe
Islam Masuk di Kerajaan Konawe pada akhir abad ke 16. Dan kurang lebih 16 tahun setelah
kesultanan Buton menerima Islam. Islam masuk di kerajaan Konawe secara tidak resmi pada
masa pemerintahan Tebowo.
Islam masuk didaerah-daerah pesisir Pantai, yang langsung berhubungan dengan pedagang-
pedagang dari luar. Tapi, agama Islam yang dibawa oleh para pedagang belum dapat diterima
secara luas oleh masyarakat kerajaan Konawe. Karena masyrakat pada umumnya masih
menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme.
Pada masa pemerintahan Mokole Lakidende (raja Lakidende II) sekitar abad ke -18 M. Agama
Islam mulai diterima secara luas oleh masyarakat kerajaan Konawe. Mokole Lakidende ini
mendapat gelar Sangia Ngginoburu, karena beliau sebagai raja Konawe yang memeluk Islam
pertama kali.
Pada saat pemerintahan ayahnya, Maago Lakidende sudah belajar agama Islam dipulau
Wawonii. bahkan ketika beliau diangkat menjadi raja di konawe beliau tidak berada di tempat
kerajaan, tetap sementara di pulau Wawonii.
Setelah selesai belajar di Wawonii, beliau melanjutkan memperdalam seni baca Al-Qur’an di
Tinanggea. Selama memperdalam pengetahuan agama Islam. Pelaksana sementara raja Konawe
dialihkan ke Pakandeate dan Alima Kapita Anamolepo.
Mereka menjadi pejabat sementara pada abad yang sama (Ke-18). Kemudian dilanjutkan oleh
Latalambe, Sulemandara merangkap pelaksana sementara raja Konawe. Dan We Onupe menjadi
pejabat sementara, masing-masing pada abad ke-19.