Anda di halaman 1dari 9

Nyeri merupakan suatu keadaan yang tidak nyaman dan menyiksa bagi penderitanya.

Namun terkadang nyeri dapat digunakan sebagai tanda adanya kerusakan jaringan. Nyeri
merupakan suatu tanda terhadap adanya berbagai gangguan tubuh, seperti infeksi kuman,
peradangan dan kejang otot (Guyfon, 1996).

Rasa nyeri sendiri dapat dibedakan dalam tiga kategori :

 Nyeri ringan : sakit gigi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri haid. Dapat iatasi dengan asetosal,
parasetamol bahkan placebo.

 Nyeri sedang : sakit punggung, migrain, rheumatik. Memerlukan analgetik perifer kuat.

 Nyeri hebat : kolik/kejang usus, kolik batu empedu, kolik batu ginjal, kanker. Harus diatasi
dengan analgetik sentral (Katzung, 1998).

Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala, yang fungsinya adalah
melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan di dalam tubuh,
seperti peradangan (rematik, encok), infeksi-infeksi kuman atau kejang-kejang otot. Penyebab
rasa nyeri adalah rangsangan-rangsangan mekanis, fisik, atau kimiawi yang dapat
menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut
mediator-mediator nyeri yang letaknya pada ujung-ujung saraf bebas di kulit, selaput
lendir,atau jaringan-jaringan (organ-organ) lain. Dari tempat ini rangsangan dialirkan melalui
saraf-saraf sensoris ke Sistem Saraf Pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke thalamus
dan kemudian ke pusat nyeri di dalam otak besar, dimana rangsangan dirasakan sebagai nyeri.
Mediator-mediator nyeri yang terpenting adalah histamine, serotonin, plasmakinin-
plasmakinin, dan prostaglandin-prostagladin, sertaion-ion kalium (Mutschler, 1991).

Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin, leukotriendan


prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di ujung-ujung saraf bebas di kulit,
mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksi radang dan kejang-
kejang. Nociceptor ini juga terdapat di seluruh jaringan dan organtubuh, terkecuali di SSP. Dari
tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan
sangat banyak sinaps via sumsum- belakang, sumsum-lanjutan dan otak-tengah. Dari thalamus
impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai
nyeri (Tjay dan Rahardja, 2007).

Terkadang, nyeri dapat berarti perasaan emosional yang tidak nyaman dan berkaitan
dengan ancaman seperti kerusakan pada jaringan karena pada dasarnya rasa nyeri merupakan
suatu gejala, serta isyarat bahaya tentang adanya gangguan pada tubuh umumnya dan jaringan
khususnya. Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini umumnya dapat menimbulkan
ketergantungan pada pemakai. Untuk mengurangi atau meredakan rasa sakit atau nyeri tersebut
maka banyak digunakan obat-obat analgetik (seperti parasetamol, asam mefenamat dan
antalgin) yang bekerja dengan memblokir pelepasan mediator nyeri sehingga reseptor nyeri
tidak menerima rangsang nyeri (Green, 2009).

Analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau
nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Kesadaran akan perasaan sakit terdiri dari dua proses,
yakni penerimaan rangsangan sakit di bagian otak besar dan reaksi-reaksi emosional dan
individu terhadap perangsang ini (Anief, 2000).

Analgetika pada umumnya diartikan sebagai suatu obat yang efektif untuk
menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri lain misalnya nyeri pasca bedah
dan pasca bersalin, dismenore (nyeri haid) dan lain-lain sampai pada nyeri hebat yang sulit
dikendalikan. Hampir semua analgetika memiliki efek antipiretik dan efek anti inflamasi
(Katzung, 1998).

Obat penghalang nyeri (analgetik) mempengaruhi proses pertama dengan mempertinggi


ambang kesadaran akan perasaan sakit, sedangkan narkotik menekan reaksi-reaksi psychis
yang diakibatkan oleh rangsangan sakit (Anief, 2000).

Terdapat perbedaan mencolok antara analgetika dengan anastetika umum yaitu meskipun
sama-sama berfungsi sebagai zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri namun,
analgetika bekerja tanpa menghilangkan kesadaraan. Nyeri sendiri terjadi akibat rangsangan
mekanis, kimiawi, atau fisis yang memicu pelepasan mediator nyeri. Intensitas rangsangan
terendah saat seseorang merasakan nyeri dinamakan ambang nyeri (Tjay dan Rahardja, 2007).

Berdasarkan potensi kerja, mekanisme kerja dan efek samping, analgetika di bedakan
menjadi 2 kelompok, yaitu :

1. Analgetika yang bersifat kuat, bekerja pada pusat (hipoanalgetika → kelompok opiat)

2. Analgetika yang berkhasiat lemah (sampai sedang), bekerja terutama pada perifer dengan
sifat antipiretika dan kebanyakan juga mempunyai sifat antiinflamasi dan antireumatik (Tjay
dan Rahardja, 2007).

Berdasarkan atas kerja farmakologisnya, analgetika dibagi menjadi 2 kelompok besar


yaitu :

1. Analgetik narkotik (analgetik sentral)

Analgetika narkotika bekerja di SSP, memiliki daya penghalang nyeri yang hebat sekali.
Dalam dosis besar dapat bersfat depresan umum (mengurangi kesadaran), mempunyai efek
samping menimbulkan rasa nyaman(euphoria). Hampir semua perasaan tidak nyaman dapat
dihilangkan oleh analgesik narkotik kecuali sensasi kulit.

Harus hati-hati menggunakan analgesik ini karena mempunyai resiko besar terhadap
ketergantungan obat (adiksi) dan kecenderungan penyalahgunaan obat. Obat ini hanya
dibenarkan untuk penggunaan insidentil pada nyeri hebat (trauma hebat, patah tulang, nyeri
infark jantung, kolik batu empedu/batu ginjal.

Obat golongan ini hanya dibenarkan untuk penggunaan insidentil pada nyeri hebat
(trauma hebat, patah tulang, nyeri infark jantung, kolik batu empedu/batu ginjal. Tanpa indikasi
kuat, tidak dibenarkan penggunaanya secara kronik, disamping untuk mengatasi nyeri hebat,
penggunaan narkotik diindikasikan pada kanker stadium lanjut karena dapat meringankan
penderitaan. Fentanil dan alfentanil umumnya digunakan sebagai premedikasi dalam
pembedahan karena dapat memperkuat anastesi umum sehingga mengurangi timbulnya
kesadaran selama anastesi.

Penggolongan analgesik - narkotik sebagai berikut :

 Alkaloid alam : morfin, codein

 Derivat semi sintesis : heroin

 Derivat sintetik : metadon, fentanil

 Antagonis morfin : nalorfin, nalokson dan pentazocin

2. Analgesik non opioid (non narkotik)

Disebut juga analgesik perifer karena tidak mempengaruhi susunan saraf pusat. Semua
analgesik perifer memiliki khasiat sebagai anti piretik yaitu menurunkan suhu badan pada saat
demam. `

Khasiatnya berdasarkan rangsangan terhadap pengatur kalor dihipotamalus,


mengakibatkan vosodilatasi perifer dikulit dengan bertambahnya pengeluaran kalor disertai
banyaknya keluar keringat.

Antiradang sama kuatnya dengan analgesik digunakan sebagai anti nyeri atau rematik.

Berdasarkan rumus kimianya analgesik perifer digolongkan menjadi :

a) Golongan salisilat

b) Golongan para aminofenol

c) Golongan pirazolon (dipiron)

d) Golongan antanilat (asam mefenamat). (Katzung, 1998)

Contoh obat analgesik dan antipiretik (Junaidi, 2009):

1. Aspirin/asam asetil salisilat

Indikasi :Meringankan sakit kepala, pusing, sakit gigi, nyeri otot,

menurunkan demam.

Dosis :Dewasa 500-600 mg/4jam. Sehari maksimum 4 gram.


Anak-anak 2-3 tahun 80-90 mg, 4-5 tahun160-240 mg,6-

8 tahun 240-320 mg, 9-10 tahun 320-400 mg, >11tahun

400-480 mg. Semua diberikan tiap 4 jam setelah makan.

Kontraindikasi :Ulkus peptikum, kelainan perdarahan, asma.

Efek samping :Gangguan gastrointestinal, pusing, reaksi hipersensitif .

2. Asam mefenamat

Sebagai analgetik, obat ini adalah satu-satunya yang mempunyai kerja yang baik pada
pusat sakit dan saraf perifer. Asam mefenamat cepat diserapdan konsentrasi puncak dalam
darah dicapai dalam 2 jam setelah pemberian, dan diekskresikan melalui urin. Indikasi: untuk
mengatasi rasa sakit dan nyeri yang ditimbulkan dari rematik akutdan kronis,luka pada jaringan
lunak, pegal pada otot dansendi,dismonore, sakit kepala, sakit gigi, setelah operasi dll.

Dosis :Sebaiknya diberikan sewaktu makan, dan pemakaian

tidak boleh lebih dari 7 hari.Anak-anak >6 bulan: 3-

6,5mg/kgBB tiap 6 jam atau 4 kali perhari. Dewasa

dan anak >14tahun:dosis awal 500 mg,kemudian

250mg setiap 6 jam.

Kontraindikasi :Kepekaan terhadap asam mefenamat, radang atau

tukak padasaluran pencernaan.

Efek samping :Dapat mengiritasi system pencernaan,dan

mengakibatkan konstipasiatau diare.

3. Parasetamol

Diserap dengan cepat dan tanpa menimbulkan iritasi disaluran


pencernaan, methemoglobin, atau konstipasi.

Indikasi :Menghilangkan demam dan rasa nyeri pada otot/sendi

yang menyertai influenza, vaksinasi dan akibat infelsi lain, sakit


kepala, sakitgigi, dismonere, artritis, dan rematik.

Dosis :Tablet = anak-anak :0,5-1tab 3-4kali perhari, dewasa:1-2tab 3-4kali perhari. Sirup=bayi 0,25-
0,5 sdt 3-4kali perhari, anak-anak : 2-5tahun, 1sdt 3-4kali perhari. 6-12 tahun, 2sdt 3-4kali
perhari.
Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah
menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak digunakan
terlalu lama karena dapat menimbulkan nefropati analgesik .Jika dosis terapi tidak memberi
manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Dalam sediaannya sering dikombinasi
dengan cofein yang berfungsi meningkatkan efektivitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya
(Medicastore,2006).

4. Tramadol

Tramadol adalah analog kodein sintetik yang meruapakan agonis reseptor μ yang
lemah.Sebagian dari efek analgetiknya ditimbulkan oleh inhibisi ambilan norepinefrin dan
serotonin.Tramadol sama efektif dengan morfin atau mepedrin untuk nyeri ringan sampai
sedang, tetapi untuk nyeri berat atau kronik lebih lemah. Untuk nyeri persalinan tramadol sama
efektif dengan mepedrin dan kurang menyebabkan depresi pernapasan pada neonates.

Bioavailabilitas tramadol setelah dosis tunggal secara oral 68% dan 100% bila
digunakan secara IM. Afinitas terhadap reseptor μ hanya 1/6000 morfin, akan tetapi metabolit
utama hasil demetilasi 2-4 kali lebih poten dari obat induk dan berperan untuk menimbulkan
efek analgetiknya. Preparat tramadol merupakan campuran rasemik, yang lebih efektif dari
masing-masing enansiomernya.Enansiomer (+) berikatan dengan reseptor μ dan menghambat
ambilan serotonin.Enansiomer (-) menghambat ambilan norepinefrin dan merangsang reseptor
α2- adrenergik. Tramadol mengalami metabolism di hati dan eksresi oleh ginjal,dengan masa
paruh eliminasi 6 jam untuk tramadol dan 7,5 jam untuk metabolit aktifnya. Analgesia timbul
dalam 1 jam stetelah penggunaaan secara oral, dan mencapai puncak selama 2-3 jam.Lama
analgesia selama sekitar 6 jam.Dosis maksimum per hari yang dianjurkan adalah 400 mg.

Efek samping yang umum terjadi adalah mual, muntah, pusing, sedasi, mulut kering,
dan sakit kepala.Depresi pernapasan nampaknya kurang dibandingkan dengan dosis
ekuianalgetik morfin, dan derajat konstipasinya kurang daripada dosis ekuivalen
kodein.Tramadol dapat meyebabkan konvulsi atau kambuhnya serangan konvulsi. Depresi
napas akibat tramadol dapat diatasi oleh nalokson akan tetapi penggunaan nalokson
meningkatkan risiko konvulsi. Analgesia yang ditimbulkan oleh tramadol tidak dipengaruhi
oleh nalokson.

Penggunaan Analgetik

Obat-obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa memengaruhi SSP
atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini juga
berdaya antipiretis dan/atau antiradang. Oleh karena itu tidak hanya digunakan sebagai obat
anti nyeri, melainkan juga pada demam (infeksi virus/kuman, selesma, pilek) dan peradangan
seperti rema dan encok. Obat-obat ini banyak diberikan untuk nyeri ringan sampai sedang,
yang penyebabnya beraneka ragam, misalnya nyeri kepala, gigi, otot atau sendi (rema, encok),
perut, nyeri haid, nyeri akibat benturan atau kecelakaan (trauma). Untuk kedua nyeri terakhir,
NSAID lebih layak.
 Daya antipiretisnya berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di
hipothamlamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya
pengeluaran kalor yang disertai keluarnya banyak keringat.

 Daya antirandang (antiflogistis). Kebanyakan daya analgetiknya memiliki daya anti radang,
khususnya kelompok besar dari zat-zat penghambat prostaglandin (NSAIDs), termasuk
asetosal, begitu pula benzidamin. Zat-zat ini banyak digunakan untuk rasa nyeri yang disertai
peradangan.

 Kombinasi dari dua atau lebih analgetika sering kali digunakan, karena terjadi efek potensiasi.
Lagi pula efek sampingnya yang masing-masing terletak di bidang yang berlainan, dapat
berkurang, karena dosis dari masing-masing komponennya dapat diturunkan. Kombinasi
analgetika dengan kofein dan kodein sering kali digunakan, khususnya dalam sediaan dengan
parasetamol dan asetosal (Tjay dan Rahardja, 2007)

Efek samping Analgetika

Yang paling umum adalah gangguan lambung-usus (b,c,e), kerusakan darah (a,b,d dan
e), kerusakan hati dan ginjal (a,c) dan juga reaksi alergi kulit. Efek-efek samping ini terutama
terjadi pada penggunaan lama atau dalam dosis tinggi. Oleh karena itu penggunaan analgetika
secara kontinu tidak dianjurkan (Tjay dan Rahardja, 2007).

Interaksi Analgetika

Kebanyakan analgetika memperkuat efek antikoagulansia, kecuali parasetamol dan


glafenin. Kedua obat ini pada dosis biasa dapat dikombinasi dengan aman untuk waktu
maksimal dua minggu (Tjay dan Rahardja, 2007)

Kehamilan dan Laktasi Analgetika

Hanya parasetamol yang dianggap aman bagi wanita hamil dan menyusui, meskipun
dapat mencapai air susu. Asetosal dan salisilat, NSAIDs dan metamizol dapat mengganggu
perkrmbangan janin, sehingga sebaiknya dihindari. Dari aminofenazon dan propifenazon
belum terdapat cukup data (Tjay dan Rahardja, 2007).

AINS atau NSAID’S sendiri merupakan suatu kelompok obat yang heterogen. AINS
sering di sebut juga sebagai obat-obat mirip aspirin (aspirin, like drug).

Menurut waktu paruhnya, AINS di bedakan menjadi :

1. AINS dengan waktu paruhnya pendek ( 3 – 5 jam ), yaitu aspirin, asam flufenamat, asam
meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat, asam tiaprofenamat, diklofenak, indometasin,
karprofen, ibuprofen, dan ketoprofen.
2. AINS dengan waktu paruh sedang ( 5 – 9 jam ) yaitu fenbufen dan piroprofen.

3. AINS dengan waktu paruh tengah ( kira – kira 12 jam ) yaitu diflunisal dan naproksen.

4. AINS dengan waktu paruh panjang ( 24 – 45 jam ), yaitu piroksikam dan tenoksikam.

5. AINS dengan waktu paruh sangat panjang ( > 60 jam ), yaitu fenilbutason dan oksifenbutazon
(Wilmana, F.P, 2007).

 Klasifikasi kimiawi obat AINS

a. Nonselective Cyclooxygenase Inhibitors

 Derivat Asam Salisilat : Aspirin, natrium salisilat, diflunisal, cholin magnesium trialisilat,
olsatlazine.

 Derivat para-aminofenol : Astaminofen

 Asam asetat indol dan inden : Indometasin, sulindak

 Asam heteroaryl asetat : Tolmetin, diklofenak

 Asam anylpropionat : Ibuprofen, naproksen, ketoprofen, fenoprofen.

 Asan antranilat ( fenomat ) : Asam mefenamat, asam meklofenamat

 Asam enolat : Oksikam

 Alkanon : Nabutameton (Goodman V Gilman’s, 2001).

 Mekanisme kerja

AINS memiliki beberapa efek yaotu analgesik, antipiretik dan anti inflamasi.

o Efek analgesik

Sebagai analgesik, AINS hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah
sampai sedang, misalnya sakit kepala, mialgia, atralgia, dismenora dan juga terhadap nyeri
yang berkaitan dengan inflamsi atau kerusakan jaringan. Untuk menimbulkan efek analgetik,
AINS bekerja pada hipotalamus, menghambat pembentukan prostaglandin di tempat terjadinya
radang dan mencegah sensitasi reseptor rasa sakit terhadap rangsangan mekanik atau kimia.

o Efek antipiretik
Sebagai antipiretik, AINS akan menurunkan suhu badan hanya dalam keadaan
demam. Penurunan suhu badan berhubungan dengan peningkatan pengeluaran panas karena
peleberan pembuluh darah superfisial. Demam yang menyertai infeksi di anggap timbul akibat
dua mekanisme kerja, yaitu pembentukan prostaglandin di dalam susunan syaraf pusat sebagai
respon terhadap bakteri pirogen dan adanya efek interleukin -1 pada hipotalamus.

o Efek anti inflamasi

AINS hanya mengurangi gejala nyeri dari inflamsi yang berkaitan dengan
penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah kerusakan
jaringan pada kelainan muskulos keletal.

 Efek samping

Selain menimbulkan efek terapi yang sama, AINS juga memiliki efek samping yang
serupa. Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak
peptik yang kadang-kadang di sertai amnesia sekunder akibat pendarahan saluran cerna. AINS
menimbulkan iritasi yang bersifat lokal yang mengakibatkan terjadinya difusi kembali asam
lambung ke dalam mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan. Selain itu, AINS juga
menghambat sintesa prostaglandin yang merupakan salah satu aspek pertahanan mukosa
lambung di samping mukus, bikarbonat, resistensi mukosa dan aliran darah mukosa. Dengan
terhambatnya pembentukan prostaglandin maka akan terjadi gangguan basier mukosa
lambung, berkurangnya sekresi mukus dan bikarbonat, berkurangnya aliran darah mukosa, dan
terhambatnya proses regenerasi epitel mukosa lambung sehingga tukak lambung mudah terjadi
(Wilmana, F.P, 2007).

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2000. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta

Goodman and Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, diterjemahkan

oleh Amalia. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Guyton dan Hall. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta.

Green. 2009. Analgetika. Available online at: http://greenhati.blogspot.com/2009/05/obat-


analgetik dan farmakodinamikanya.html

(diakses 20 Maret 2014).


Katzung, G. B. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi keenam. EGC: Jakarta.

Medicastore. 2006. Obat Analgesik


Antipiretik.http://medicastore.com/apotik_online/obat_saraf_otot/obat_nyeri.htm (diakses
pada tanggal 20Maret 2014).

Mutschler,E. 1991. Dinamika Obat, Buku Ajar Farmakologi & Toksikologi edisiV. Penerbit ITB:
Bandung.

Tjay, T.H dan K. Rahardja. 2007. Obat-obat Penting. PT Gramedia: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai