A. PENGERTIAN
Leukemia lymphoblastic akut ( ALL atau juga disebut leukemia limfositik akut ) adalah
kanker darah dan sumsum tulang . Kanker jenis ini biasanya semakin memburuk dengan
cepat jika tidak diobati .ALL adalah jenis kanker yang paling umum pada anak-anak . Pada
anak yang sehat , sumsum tulang membuat sel-sel induk darah ( sel yang belum matang )
yang menjadi sel-sel darah dewasa dari waktu ke waktu . Sebuah sel induk dapat menjadi sel
induk myeloid atau sel induk limfoid (National Cancer Institute, 2014).
Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang didominasi
oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan yang sering
ditemukan pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh keganasan pada anak), anak laki lebih
sering ditemukan dari pada anak perempuan, dan terbanyak pada anak usia 3-4 tahun. Faktor
risiko terjadi leukimia adalah faktor kelainan kromosom, bahan kimia, radiasi faktor
hormonal,infeksi virus (Ribera, 2009).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel prekursor
limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan limfosit B.
LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%, sedangkan sisanya terjadi pada orang
dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya
adalah keganasan pada sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak-
anak usia < 15 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun (Landier dkk, 2004)
B. ANATOMI FISIOLOGI
Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah yang
warnanya merah. Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah sebanyak kira-kira
1/13 dari berat badan atau kira-kira 4 sampai 5 liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap
organ0organ tidak sama tergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jatung atau pembuluh
darah.
Fungsi darah terdiri atas:
1) Sebagai alat pengangkut
2) Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang akan membunuh
tubuh dengan perantaraan leukosit, anti bodi / zat-zat anti racun
3) Menyebarkan panas ke seluruh tubuh
Bagian-bagian darah:
1. Air : 91%
2. Protein : 8% (albumin, globulin, protombi dan fibrinogen)
3. Mineral : 0,9% (Natrium Klorida, Natrium Bikarbonat, Garam, Posphatt,
Magnesium dan Asam Amino)
b. Leukosit
Ialah keadaan bentuk dan sifat-sifat leukosit berlainan dengan eritrosit dan
apabila kita periksa dan kita lihat bahwa di bawah mikroskop maka akan terlihat bentuknya
yang dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki palsu (pseudopodia),
mempunyai bermacam-macam inti sel sehingga ia dapat dibedakan menurut inti selnya.
Warnanya bening (tidak berwarna), banyaknya dalam 1 mm3 kira-kira 6.000 sampai 9.000
Fungsinya:
Sebagai serdadu tubuh yaitu, membunuh dan memakan bibit penyakit / bakteri yang
masuk ke dalam tubuh jaringan RES (System Retikulo Endotel), tempat pembiakannya di
dalam limpa dan kelenjar limfe.
Sebagai pengangkut yaitu, mengangkut / membawa zat lemak dari dinding usus melalui
limpa uterus ke pembuluh darah.
Hal ini disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar limfe, sekarang
beredar di dalam darah untuk mempertahankan tubuh terhadap serangan bibit penyakit
tersebut. Jika jumlah leukosit dalam darah melebihi 10.000/mm3 disebut leukotosis dan
kurang 5.000 / mm3 leukopenia.
Macam-macam leukosit meliputi:
1. Agranulosit
Sel leukosit yang tidak mempunyai granula di dalamnya, yang terdiri dari:
a. Limfosit
Macam leukosit yang dihasilkan dari jaringan RES dan kelenjar limfe,
bentuknya ada yang besar dan ada yang kecil, di dalam sitoplasmanya tidak terdapat granula
dan intinya besar, banyaknya 20 – 25% dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang
masuk ke dalam jaringan tubuh.
b. Monosit
Terbanyak dibuat di sum-sum tulang merah, besarnya lebih besar dari
limfosit, fungsinya sebagai fagosit dan banyaknya 38%.
Di bawah mikroskop terlihat bahwa protoplasmanya lebar, warnanya biru sedikit abu-abu,
mempunyai bintik-bintik sedikit kemerah-merahan. Inti selnya bulat dan panjang warnanya
lembayung muda.
2. Granulosit
Disebut juga leukosit granular terdiri dari:
a. Neutrofil atau pulmor nuclear leukosit, mempunyai inti sel yang berangkai kadang-
kadang seperti terpisahpisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus / granula, banyaknya
60 – 70%
b. Eosinofil, ukuran dan bentuknya hampir sama dengan netrofil tetapi granula dalam
sitoplasmanya lebih besar, banyaknya kira-kira 2 – 4%
c. Basofil, sel inti kecil dan pada eosinifil tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur, di
dalam protoplasmanya terdapat granula-granula besar. Banyaknya ½ %. Dibuat di sum-sum
merah, fungsinya tidak diketahui
d. Trombosit ialah merupakan benda-benda kecil yang mati yang bentuk dan ukurannya
bermacam-macam, ada yang bulat, ada yang lonjong, warnanya putih, banyaknya normal
pada orang dewasa 200.000 – 300.000 mm3.
Fungsinya memegang peranan penting di dalam pembekuan darah. Jika banyaknya kurang
dari normal, maka kalau ada luka darah tidak lekas membeku sehingga timbul pendarahan
yang terus-menerus. Trombosit lebih dari 300.000 disebut trombositosis. Trombosit yang
kurang dari 200.000 disebut trombositopenia.
Terjadinya pembekuan darah di dalam plasma darah terdapat suatu zat yang turut membantu
terjadinya peristiwa pembekuan darah yaitu Ca2+ dan fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh
medapat luka.
Hemoglobin ialah protein yang kaya akan zat besi. Jumlah hemoglobin dalam darah normal
ialah kira-kira 15 gram setiap ml darah, dan ini jumlahnya biasa disebut 100 persen.
Plasma darah ialah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya bening kekuning-
kuningan. Hampir 90% dari plasma darah terdiri dari air, disamping itu terdapat pula zat-zat
lain yang terlarut di dalamnya.
C. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Genetik
a. Keturunan
1) Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma
Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van
Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan
neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan
informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang
tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
2) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana kasus-kasus
leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga
dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi
b. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom dapatan,
misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang
meningkat pada leukemia akut, khususnya ALL ,
2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan leukemia
pada hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent
DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim
ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada
hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada
manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T-
Cell Leukemia.
3. Bahan Kimia dan Obat-obatan
a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan peningkatan insidensi
leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen. Selain benzen
beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk –
produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik
b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat
mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan
AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan
sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML
4. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada pasien-
pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti
peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom.
Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal :
pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .
5. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut Secondary
Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia. Termasuk diantaranya penyakit
Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan
yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan
kerusakan DNA
D. PATOFISIOLOGI
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit atau
sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal diperoleh dari
sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke
dalam lymphpoid dan sel batang darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal
bakal sel yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai
hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang., panggul,
tulang dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan
pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya dijumpai
tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang mulai dari yang sangat
mentah hingga hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya merupakan petunjuk
untuk menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel
muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah
leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil
pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan
limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel
B intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel
stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit,
timosit matur, dan menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular sehingga
anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Sakit tulang juga
sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-
muntah, “seizures” dan gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang
berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan
menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum
tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini
menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit,
sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan
pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta
persendian.
Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit
mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel
kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan
sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga
mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer &
Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002)
E. KLASIFIKASI
1. Leukemia secara umum
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe sel asal
yaitu :
a. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya
komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan
penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa
pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.
1) Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel
patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat
dalam) dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%). Insiden
LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak
akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum
tulang. (gambar 1. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).
b. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi neoplastik dari salah
satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi.
1) Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T). Perjalanan penyakit
ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil
yang berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu yang berusia 50
sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki. (gambar 3. a dan b. hapusan
sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).
a b
Gambar 3. Leukemia Limfositik Kronik
a b
Gambar 4. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh23, yaitu berfungsi
melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah putih berkisar dari
4.000 sampai 10.000/mm. Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel
darah putih digolongkan menjadi 2 yaitu : granulosit (leukosit polimorfonuklear) dan
agranulosit (leukosit mononuklear).
1. Granulosit
Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma. Berdasarkan warna granula
sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3 jenis granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan
basofil.
a. Neutrofil
Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh bakteri, sangat fagositik
dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan terinfeksi untuk menyerang dan
menghancurkan bakteri, virus atau agen penyebab infeksi lainnya.
Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-kadang seperti terpisah- pisah,
protoplasmanya banyak bintik-bintik halus (granula). Granula neutrofil mempunyai afinitas
sedikit terhadap zat warna basa dan memberi warna biru atau merah muda pucat yang
dikelilingi oleh sitoplasma yang berwarna merah muda.
Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak, mencapai 60% dari jumlah sel
darah putih. Neutrofil merupakan sel berumur pendek dengan waktu paruh dalam darah 6-7
jam dan jangka hidup antara 1-4 hari dalam jaringan ikat, setelah itu neutrofil mati.
b. Eosinofil
Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat saat terjadi alergi atau
penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar. Sel granulanya
berwarna merah sampai merah jingga.
Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10 jam sebelum
bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa 8-12 hari dari jangka
hidupnya. Dalam darah normal, eosinofil jauh lebih sedikit dari neutrofil, hanya 2-4% dari
jumlah sel darah putih.
c. Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang dari 1% dari jumlah
sel darah putih. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma yang bentuknya tidak
beraturan dan berwarna keunguan sampai hitam.
Basofil memiliki fungsi menyerupai sel mast, mengandung histamin untuk meningkatkan
aliran darah ke jaringan yang cedera dan heparin untuk membantu mencegah pembekuan
darah intravaskular.
2. Agranulosit
Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit terdiri dari limfosit
dan monosit.
a. Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil, berkisar 20-35% dari sel
darah putih, memiliki fungsi dalam reaksi imunitas. Limfosit memiliki inti yang bulat atau
oval yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma yang sempit berwarna biru. Terdapat dua jenis
limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T bergantung timus, berumur panjang,
dibentuk dalam timus. Limfosit B tidak bergantung timus, tersebar dalam folikel-folikel
kelenjar getah bening. Limfosit T bertanggung jawab atas respons kekebalan selular melalui
pembentukan sel yang reaktif antigen sedangkan limfosit B, jika dirangsang dengan
semestinya, berdiferesiansi menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel-sel
ini bertanggung jawab atas respons kekebalan hormonal.
b. Monosit
Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel darah putih, memiliki
waktu paruh 12-100 jam di dalam darah. Intinya terlipat atau berlekuk dan terlihat berlobus,
protoplasmanya melebar, warna biru keabuan yang mempunyai bintik-bintik sedikit
kemerahan.
Monosit memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel cedera dan mati,
fragmen-fragmen sel, dan mikroorganisme.
G. MANIFESTASI KLINIS
Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda dan
gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum tulang)
atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di
sumsumtulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer dengan
manifestasi utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia. Gejala lain yang dapat ditemukan
yaitu:
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia), biasanya
terjadi pada anak
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah
gramnegatif usus
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah :
1. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
2. Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml
5. SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur (mungkin
menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
6. PT/PTT : memanjang
9. Muramidase serum (lisozim) : penigkatan pada leukimia monositik akut dan mielomonositik.
12.Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari SDP pada
sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid, sel matur, dan
megakariositis menurun.
13.Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan
I. KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah ditandai
dengan:
a. Memar (ekimosis)
b. Petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum dipermukaan kulit)
Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah. Demam dan infeksi dapat
memperberat perdarahan
2. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat netropenia dan
disfungsi imun.
3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan kadar asam urat
sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.
4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal.
a. mual
b. muntah
c. anoreksia
d. diare
e. lesi mukosa mulut
J. PENATALAKSAAN MEDIS
1. Leukemia Limfoblastik Akut :
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel
leukemik sehingga sel noramal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang. Penderita yang
menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa
minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang.
Penatalaksanaan lain:
1. Pelaksanaan kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini
menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis
leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
Melalui mulut
Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena)
Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam pembuluh darah
balik besar, seringkali di dada bagian atas - perawat akan menyuntikkan obat ke dalam
kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak
nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah balik/kulit.
Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi menemukan sel-sel
leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa
memerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam
cairan cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV
atau diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang digunakan
untuk semua orang.
a. Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar sel-sel
leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya
memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel
darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan
kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.
b. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan untuk
mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang
resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.
c. Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan yang digunakan
dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan
obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk
mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat
d. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya
memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan
sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi
sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami
harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada
sumsum tulang dan SSP.
2. Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk meningkatkan
daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam
pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi
yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel
leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di
dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi
biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat
pertumbuhan sel-sel leukemia.
3. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi untuk
membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang besar akan
mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya
sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh.
(radiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.)
4. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi sel
induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya.
Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam
sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat
melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau
leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi
ini. Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit
selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel
induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah
yang memadai.
5. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan
bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
6. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai
remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
7. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin),
rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA,
adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama
dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa
alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih
berhziti-hati bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
8. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci
hama).
9. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah ter capai remisi dan
jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang
aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan
dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan
spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini
diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel
patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
10. Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya. Umumnya
pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih
lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan
sebagai berikut:
a. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berba gai obat tersebut di
atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam sumsum tulang kurang
dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang lama.
Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.
d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan
pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia
meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal
dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
f. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian
diharapkan penderita dapat sembuh sempurna. (Sutarni Nani, 2003).
1. Pengkajian keperawatan
a. Identitas
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di bawah 15 tahun
(85%) , puncaknya berada pada usia 2 – 4 tahun. Rasio lebih sering terjadi pada anak laki-laki
daripada anak perempuan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama : Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-tiba adalah demam, lesudan
malas makan atau nafsu makan berkurang, pucat (anemia) dan kecenderungan terjadi
perdarahan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu : Pada penderita ALL sering ditemukan riwayat keluarga yang
erpapar oleh chemical toxins (benzene dan arsen), infeksi virus (epstein barr, HTLV-1),
kelainan kromosom dan penggunaan obat-obatann seperti phenylbutazone dan
khloramphenicol, terapi radiasi maupun kemoterapi.
3) Pola Persepsi - mempertahankan kesehatan : Tidak spesifik dan berhubungan dengan
kebiasaan buruk dalam mempertahankan kondisi kesehatan dan kebersihan diri. Kadang
ditemukan laporan tentang riwayat terpapar bahan-bahan kimia dari orangtua.
4) Pola Nurisi : Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia, muntah, perubahan
sensasi rasa, penurunan berat badan dan gangguan menelan, serta pharingitis. Dari
pemerksaan fisik ditemukan adanya distensi abdomen, penurunan bowel sounds, pembesaran
limfa, pembesaran hepar akibat invasi sel-sel darah putih yang berproliferasi secara
abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi oal, dan adanya pmbesaran gusi (bisa menjadi indikasi
terhadap acute monolytic leukemia)
5) Pola Eliminasi : Anak kadang mengalami diare, penegangan pada perianal, nyeri abdomen,
dan ditemukan darah segar dan faeces berwarna ter, darah dalam urin, serta penurunan urin
output. Pada inspeksi didapatkan adanya abses perianal, serta adanya hematuria.
6) Pola Tidur dan Istrahat : Anak memperlihatkan penurunan aktifitas dan lebih banyak waktu
yang dihabiskan untuk tidur /istrahat karena mudah mengalami kelelahan.
7) Pola Kognitif dan Persepsi : Anak penderita ALL sering ditemukan mengalami penurunan
kesadaran (somnolence) , iritabilits otot dan “seizure activity”, adanya keluhan sakit kepala,
disorientasi, karena sel darah putih yang abnormal berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
8) Pola Mekanisme Koping dan Stress : Anak berada dalam kondisi yang lemah dengan
pertahan tubuh yang sangat jelek. Dalam pengkajian dapt ditemukan adanya depresi,
withdrawal, cemas, takut, marah, dan iritabilitas. Juga ditemukan peerubahan suasana hati,
dan bingun.
9) Pola Seksual : Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji.
10) Pola Hubungan Peran : Pasien anak-anak biasanya merasa kehilangan kesempatan bermain
dan berkumpul bersama teman-teman serta belajar.
11) Pola Keyakinan dan Nilai : Anak pra sekolah mengalami kelemahan umum dan
ketidakberdayaan melakukan ibadah.
12) Pengkajian tumbuh kembang anak.
c. Pemeriksaan Diagnostik
Count Blood Cells : indikasi normocytic, normochromic anemia
Hemoglobin : bisa kurang dari 10 gr%
Retikulosit : menurun/rendah
Platelet count : sangat rendah (<50.000/mm)
White Blood cells : > 50.000/cm dengan peningkatan immatur WBC (“kiri ke kanan”)
Serum/urin uric acid : meningkat
Serum zinc : menurun
Bone marrow biopsy : indikasi 60 – 90 % adalah blast sel dengan erythroid
prekursor, sel matur dan penurunan megakaryosit
Rongent dada dan biopsi kelenjar limfa : menunjukkan tingkat kesulitan tertentu
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
5. Resiko kekurangan volume cairan dengan faktor resiko kehilangan volume cairan
aktif
DIAGNOSA
NO TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
1 Resiko infeksi NOC : NIC :
Definisi : Peningkatan Immune Status Infection Control (Kontrol
resiko masuknya Knowledge : Infection infeksi)
organisme patogen control Bersihkan lingkungan setelah
Faktor-faktor resiko : Risk control dipakai pasien lain
Prosedur Infasif Kriteria Hasil : Pertahankan teknik isolasi
Ketidakcukupan Klien bebas dari tanda dan Batasi pengunjung bila perlu
pengetahuan untuk gejala infeksi Instruksikan pada pengunjung
menghindari paparan Mendeskripsikan proses untuk mencuci tangan saat
patogen penularan penyakit, factor berkunjung dan setelah
Trauma yang mempengaruhi berkunjung meninggalkan
Kerusakan jaringan dan penularan serta pasien
peningkatan paparan penatalaksanaannya, Gunakan sabun antimikrobia
lingkungan Menunjukkan kemampuan untuk cuci tangan
Ruptur membran amnion untuk mencegah Cuci tangan setiap sebelum dan
Agen farmasi timbulnya infeksi sesudah tindakan kperawtan
(imunosupresan) Jumlah leukosit dalam
Gunakan baju, sarung tangan
Malnutrisi batas normal
sebagai alat pelindung
Peningkatan paparan Menunjukkan perilaku
Pertahankan lingkungan
lingkungan patogen hidup sehat
aseptik selama pemasangan alat
Imonusupresi
Ketidakadekuatan imum Ganti letak IV perifer dan line
buatan central dan dressing sesuai
Tidak adekuat pertahanan dengan petunjuk umum
sekunder (penurunan Hb, Gunakan kateter intermiten
Leukopenia, penekanan untuk menurunkan infeksi
respon inflamasi) kandung kencing
Tidak adekuat pertahanan Tingktkan intake nutrisi
tubuh primer (kulit tidak Berikan terapi antibiotik bila
utuh, trauma jaringan, perlu
penurunan kerja silia, Infection Protection (proteksi
cairan tubuh statis, terhadap infeksi)
perubahan sekresi pH, Monitor tanda dan gejala
perubahan peristaltik) infeksi sistemik dan lokal
Penyakit kronikhiperplasia Monitor hitung granulosit,
dinding bronkus, alergi WBC
jalan nafas, asma. Monitor kerentanan terhadap
Obstruksi jalan nafas : infeksi
spasme jalan nafas, sekresi Batasi pengunjung
tertahan, banyaknya Saring pengunjung terhadap
mukus, adanya jalan nafas penyakit menular
buatan, sekresi bronkus, Partahankan teknik aspesis
adanya eksudat di pada pasien yang beresiko
alveolus, adanya benda Pertahankan teknik isolasi k/p
asing di jalan nafas. Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari
infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif
Internal :
Perubahan status
metabolik
Tulang menonjol
Defisit imunologi
Faktor yang berhubungan
dengan perkembangan
Perubahan sensasi
Perubahan status nutrisi
(obesitas, kekurusan)
Perubahan status cairan
Perubahan pigmentasi
Perubahan sirkulasi
Perubahan turgor
(elastisitas kulit)
Daftar Pustaka
Aster, Jon. 2007. Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006. At a Glance Hematologi.Edisi 2. Jakarta: Erlangga
Baldy, Catherine M. 2006. Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit
buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Landier W, Bhatia S, Eshelman DA, Forte KJ, Sweeney T, Hester AL, et al.Development of risk-based
guidelines for pediatric cancer survivors: the Children'sOncology Group Long-Term Follow-
Up Guidelines from the Children's OncologyGroup Late Effects Committee and Nursing
Discipline. J Clin Oncol. Dec 152004;22(24):4979-90.
Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC;.2. Tucke
OK-Kekap