1 Klasifikasi
1.1.1 Sepsis
Tabel 1. Kriteria untuk SIRS, Sepsis, Sepsis Berat, Syok septik berdasar kan Konsensus
Konfrensi ACCP/SCCM 1991.5
Istilah Kriteria
2 dari 4 kriteria:
Syok septik Sepsis dengan hipotensi walaupun sudah diberikan resusitasi yang
adekuat
1.1.2 Pnemonia
1. DIC akut (overt DIC), adalah kondisi dimana pembuluh darah dan darah serta
komponennya tidak dapat mengkompensasi atau mengembalikan homeostasis dalam
merespon injury. Ditandai dengan abnormalitas dari parameter koagulasi. Akibatnya
terjadi trombosis dan/atau perdarahan yang berujung kegagalan organ multipel.
2. DIC kronik (non-overt DIC), adalah kondisi klinik dari kerusakan pembuluh darah
yang memperberat sistem koagulasi. Namun respon tubuh masih dapat menjaga
agar tidak terjadi pengaktifan lebih lanjut dari sistem hemostasis dan inflamasi.6
2.1 Penatalaksanaan
2.1.1 Sepsis
Tata laksana dari sepsis menggunakan protokol yang dikeluarkan oleh SCCM dan ESICM yaitu
“Surviving Sepsis Guidelines”. Surviving Sepsis Guidelines pertama kali dipublikasi pada tahun 2004,
dengan revisi pada tahun 2008 dan 2012. Pada bulan Januari 2017, revisi keempat dari Surviving Sepsis
Guidelines dipresentasikan pada pertemuan tahunan SCCM dan dipublikasikan di Critical Care
Medicine dan Intensive Care Medicine dimana didapatkan banyak perkembangan baru pada revisi yang
terbaru.13 Komponen dasar dari penanganan sepsis dan syok septik adalah resusitasi awal, vasopressor/
inotropik, dukungan hemodinamik, pemberian antibiotik awal, kontrol sumber infeksi, diagnosis (kultur
dan pemeriksaan radiologi), tata laksana suportif (ventilasi, dialisis, transfusi) dan pencegahan infeksi.2
Early Goal-Directed Therapy (EGDT) yang dikembangkan oleh Rivers et al pada tahun 2001 merupakan
komponen penting dalam protokol sebelumnya.13 Rivers et al mengevaluasi efikasi dari EGDT pada 263
pasien dengan infeksi dan hipotensi atau kadar serum laktat ≥ 4 mmol/L yang dilakukan randomisasi dan
diberikan resusitasi standar atau EGDT (133 kontrol dengan
130 EGDT) di ruang IGD sebelum dipindahkan ke ruang ICU. Selama 6 jam di ruang IGD, pasien dengan
terapi EGDT mendapatkan terapi cairan, transfusi darah, dan inotropik lebih banyak dibandingkan grup
kontrol. Kemudian, selama 6 – 72 jam di ruang ICU setelah mendapatkan terapi EGDT, kelompok
pasien ini memiliki tingkat ScvO2 dan pH yang lebih tinggi dengan kadar laktat dan defisit basa yang
lebih rendah. Skor disfungsi organ lebih baik secara signifikan pada kelompok pasien EGDT. Hal ini juga
berhubungan dengan masa inap rumah sakit yang lebih singkat dan penurunan komplikasi kardiovaskular
seperti henti jantung, hipotensi, dan gagal nafas akut.9
Pada tahun 2014, protokol EGDT ini dibandingkan dengan 3 protokol lain seperti ARISE
(Australasian Resuscitation in Sepsis Evaluation), ProMISe (Protocolized Management in Sepsis),
dan ProCESS (Protocolized Care for Early Septic Shock) dan hal ini mengubah rangkaian 6 jam dalam
Surviving Sepsis Guideline dimana pengukuran tekanan vena sentral dan saturasi oksigen vena sentral
tidak dilakukan lagi.2 Dalam protokol yang dikeluarkan pada tahun 2016, target resusitasi EGDT telah
dihilangkan, dan merekomendasikan keadaan sepsis diberikan terapi cairan kristaloid minimal sebesar
30 ml/kgBB dalam 3 jam atau kurang. Dengan dihilangkannya target EGDT yang statik (tekanan vena
sentral), protokol ini menekankan pemeriksaan ulang klinis sesering mungkin dan pemeriksaan
kecukupan cairan secara dinamis (variasi tekanan nadi arterial).14
Hal ini merupakan perubahan yang signifikan, karena pada protokol sebelumnya merekomendasikan
bahwa klinisi harus menentukan angka tekanan vena sentral secara spesifik dan ternyata tekanan vena
sentral memiliki manfaat terbatas untuk menentukan respon tubuh terhadap pemberian cairan.
Protokol ini menekankan bahwa klinisi harus melakukan teknik “fluid challenge” untuk mengevaluasi
efektivitas dan keamanan dari pemberian cairan. Ketika status hemodinamik membaik dengan
pemberian cairan, pemberian cairan lebih lanjut dapat dipertimbangkan. Namun pemberian carian
harus dihentikan apabila respon terhadap pemberian cairan tidak memberikan efek lebih lanjut. Maka
dari itu, protokol ini telah berubah dari strategi resusitasi kuantitatif ke arah terapi resusitasi yang fokus
terhadap kondisi pasien tersebut dengan dipandu pemeriksaan dinamis untuk mengevaluasi respon dari
terapi tersebut.13 Pemeriksaan lain yang dapat digunakan seperti carotid doppler peak velocity, passive
leg raising, ekokardiografi.2
Karena infeksi menyebabkan sepsis, penanganan infeksi merupakan komponen penting dalam
penanganan sepsis. Tingkat kematian akan meningkat dengan adanya penundaan penggunaan
antimikroba. Untuk meningkatkan keefektifitas penggunaan antibiotik, penggunaan antibiotik
berspektrum luas sebaiknya disertai dengan kultur dan identifikasi sumber penularan kuman.14 Dan hal
ini dilakukan sesegera mungkin. Protokol terbaru merekomendasikan bahwa penggunaan antibiotik harus
diberikan maksimal dalam waktu 1 jam. Rekomendasi ini berdasarkan berbagai penelitian yang
meunjukkan bahwa penundaan dalam penggunaan antibiotik berhubungan dengan peningkatan resiko
kematian.13 Penggunaan vasopressor yang direkomendasikan adalah norepinefrin untuk mencapai target
MAP
≥ 65 mmHg. Penggunaan cairan yang direkomendasikan adalah cairan kristaloid dengan dosis 30
ml/kgBB dan diberikan dengan melakukan fluid challenge selama didapatkan peningkatan status
hemodinamik berdasarkan variabel dinamis (perubahan tekanan nadi, variasi volum sekuncup) atau statik
(tekanan nadi, laju nadi).7 Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Bernard et al , penggunaan
drotrecogin α (Human Activated Protein C) menurunkan tingkat kematian pada pasien dengan sepsis.
Protein C yang teraktivasi akan menghambat pembentukan thrombin dengan menginaktifasi factor Va,
VIIIa dan akan menurunkan respon inflamasi.8
2.1.2 Pneumoni
Terapi Farmakologis
Durasi perawatan pada pasien non ICU minimal 5 hari, dan sudah melewati kondisi
afebrile (tanpa demam) selama 48 – 72 jam, disertai tekanan darah yang stabil, asupan oral
yang adekuat, saturasi oksigen >90%. Sementara pada pasien ICU mimimal perawatan 10 –
14 hari, dengan dapat diberikan terapi tambahan apabila ada dugaan multiinfeksi.7,36 Salah
satu penelitian yang dilakukan di 10 negara Eropa menemukan bahwa rerata lama rawat inap,
kecuali yang mengalami rekuren adalah sebesar 12,1 hari atau dengan nilai median yaitu 9
hari. Sedangkan apabila pneumonia rekuren dilibatkan, maka rerata lama rawat inap menjadi
sebesar 12,6 hari dengan nilai median yaitu 10 hari.39
Penggantian jalur memasukkan obat dari intravena ke oral setelah 3 hari perawatan
pada pasien pneumonia komunitas berat menunjukkan hasil positif dan dapat mengurangi
lama rawat inap di rumah sakit.40 Mobilisasi pasien lebih awal dan penggunaan kriteria
khusus untuk menentukan kapan pasien keluar rumah sakit merupakan tahap selanjutnya
untuk dapat menurunkan lama rawat inap di rumah sakit. Mobilisasi pasien lebih awal
didefinisikan sebagai suatu pergantian posisi dari horizontal menjadi vertikal selama kurang
lebih 20 menit pada 24 jam pertama masuk rumah sakit, disertai perkembangan pergerakan
tiap harinya selama perawatan, sedangkan kriteria khusus untuk menentukan kapan pasien
keluar rumah sakit yaitu dengan menggunakan status kondisi mental dan oksigenasi pasien
pada suhu ruangan. Pada penelitian yang menggunakan ketiga tahap ini, lama rawat inap
dapat ditekan hingga mencapai rerata 3,9 hari dibandingkan 6 hari pada pasien perlakuan
biasa.41
2.1.3 DIC
Pengelolaan DIC bergantung pada penyakit yang mencetuskan terjadinya DIC dan
juga derajat dari DIC. Maka pengobatan kasus demi kasus berbeda satu dengan
lainnya. Kadang pemberian heparin pada kasus yang satu sangat diperlukan,
sebaliknya pada kasus yang lain sama sekali tidak. Jadi setiap individu harus dilihat
keuntungan dan kerugian dari pengobatan10.
Meskipun pengelolaan DIC berbeda tiap kasusnya, fokus utama dari pengobatan
ialah untuk menterapi penyebab utama terjadinya koagulasi yang berlebihan. Pada
beberapa kasus, penyebab DIC tidak dapat ditangani secara langsung (contoh: kasus
malignasi). Oleh karenanya diperlukan penanganann khusus untuk mencegah
terjadinya thrombosis dan juga perdarahan. Terapi DIC dibagi menjadi terapi
substitusi, antikoagulasi, pemulihan anticoagulation pathway, dan pemberian agen
lainnya (dapat dilihat pada tabel)2.
perdarahan. Obat ini juga tidak dianjurkan pada pasien dengan gagal
ginjal12.
penyebab DIC
Transfusi komponen darah Pada pasien dengan Pada pasien dengan
perdarahan perdarahan
Heparin Tidak direkomendasikan Direkomendasikan
Antifibrinolitik Direkomendasikan Tidak direkomendasikan
Protease inhibitor Tidak direkomendasikan Direkomendasikan
Anti-Xa Tidak direkomendasikan direkomendasikan
Daftar pustaka
2. Mehta Y, Kochar G. Sepsis and septic shock. Journal of Cardiac Critical Care TSS. 2017;
1(1): 3-5.
3. Dahlan Z. 2009. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas
Indonesia
4. Levi, M. and H. Ten Cate, Disseminated intravascular coagulation. New England Journal
of Medicine, 1999. 341(8): p. 586-592.
5. Franchini, M., G. Lippi, and F. Manzato, Recent acquisitions in the pathophysiology,
diagnosis and treatment of disseminated intravascular coagulation. Thromb J, 2006.
4(4): p. 1-9.
6. Suharti C. Penyakit Perdarahan. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro;
2010
8. Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, LaRosa S, Dhainaut JP, Rodriguez AL, et al.
Efficacy and safety of recombinant human activated protein c for severe sepsis. N Eng J
Med. 2001; 344 (10): 699-709.
9. Nguyen BH, Rivers EP, Abrahamian FM, Moran GJ, Abraham E, Trzeciak S, et al.
Severe sepsis and septic shock: review of the literature and emergeny department
management guidelines. Annals of Emergency Medicine. 2006; 48(1): 28-50.
10. Levi, M., E. de Jonge, and T. van der Poll, New treatment strategies for disseminated
intravascular coagulation based on current understanding of the pathophysiology. Annals
of medicine, 2004. 36(1): p. 41-49.
11. Labelle, C.A. and C.S. Kitchens, Disseminated intravascular coagulation: treat the
cause, not the lab values. Cleve Clin J Med, 2005. 72(5): p. 377-8.
12. Wada, H., T. Matsumoto, and Y. Yamashita, Diagnosis and treatment of disseminated
intravascular coagulation (DIC) according to four DIC guidelines. Journal of Intensive
Care, 2014. 2(1): p. 15
13. Backer D, Dorman T. Surviving sepsis guidelines: a continuous move toward better care
of patients with sepsis. JAMA. 2017; 317(8): 807-8.
14. Howell MD, Davis AM. Management of sepsis and septic shock. JAMA. 2017; 317(8): 847-
8.
15. Bernard, G., et al., Recombinant human activated protein C (rhAPC) produces a trend
toward improvement in morbidity and 28 day survival in patients with severe sepsis.
Critical Care Medicine, 1999. 27(1): p. 33A.
36. Schmitt, Steven. Cleveland : Community Acquired Pneumonia(Internet); c2014 (cited
2014 Januari 5).Available from
:www.clevelandclinicmed.com/medicalpubs/diseasemanagement/infectious-
disease/community-acquired-pneumonia/#bib10
37. Van der Eerden M, Vlaspolder F, De Graaff C, Groot T, Bronsveld W, Jansen H, et al.
Comparison between pathogen directed antibiotic treatment and empirical broad
spectrum antibiotic treatment in patients with community acquired pneumonia: a
prospective randomised study. Thorax. 2005;60(8):672-8.
38. Snijders D, Daniels JM, de Graaff CS, van der Werf TS, Boersma WG. Efficacy of
corticosteroids in community-acquired pneumonia: a randomized double-blinded clinical
trial. Am J Respir Crit Care Med. 2010;181(9):975– 982.
39. Blasi F, Garau J, Medina J, Ávila M, McBride K, Ostermann H. Current management of
patients hospitalized with community-acquired pneumonia across Europe: outcomes from
REACH. Respir Res. 2013;14:44
40. Oosterheert JJ, Bonten MJ, Schneider MM, et al. Effectiveness of early switch from
intravenous to oral antibiotics in severe community acquired pneumonia: multicentre
randomised trial. BMJ. 2006;333(7580):1193.
41. Carratalà J, Garcia-Vidal C, Ortega L, Fernández-Sabé N, Clemente M, Albero G, et al.
Effect of a 3-step critical pathway to reduce duration of intravenous antibiotic therapy
and length of stay in community-acquired pneumonia: a randomized controlled trial.
Archives of internal medicine. 2012;172(12):922-8.