Anda di halaman 1dari 32

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat kasih dan penyertaan-Nya semata kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita tentang Kegawat daruratan Neonatal. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini masih terdapat kekurangan-
kekurangan. Untuk itu kami berharap adanya kritik, saran dan usulan yang bersifat
membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat dan boleh dipahami bagi siapapun yang
membacanya.

Manado, Januari 2018

Kelompok

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I
PENDAHULUAN .........................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................................1
C. Tujuan .................................................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN ........................................................................................................2
A. Hipotermia ......................................................................................................2
B. Hipoglikemia ..................................................................................................9
C. Ikterus Neonatorum ......................................................................................17
BAB III
PENUTUP ...............................................................................................................29
A. Kesimpulan ...................................................................................................29
B. Saran .............................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegawat daruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan
evaluasi dan manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis (≤
28 hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan
psikologis dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa ssaja timbul
sewaktu-waktu.
Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses
kelahirannya. Ancaman jiwa berupa kematian tidak dapat diduga secara pasti
walaupun dengan bantuan alat medis modern sekaligus, seringkali
memberikan gambaran berbeda terhadap kondisi bayi baru lahir.
B. Rumusan Masalah
1. Hipotermia.
2. Hipoglikemia.
3. Hiperbilirubinemia.
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang hipotermia.
2. Mengetahui tentang hipoglikemia.
3. Mengetahui tentang hiperbilirubinemia.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hipotermia
1. Pengertian
Hipotermia adalah suatu keadaan ketika bayi diletakkan di
lingkungan yang lebih dingin dari suhu lingkungan netralnya, dan ketika
bayi menggigil dapat meningkatkan penggunaan oksigen dan penggunaan
glukosa untuk proses fisiologis (Ladewig, 2006, p.184).
Hipotermia adalah gangguan medis yang terjadi di dalam tubuh,
sehingga mengakibatkan penurunan suhu karena tubuh tidak mampu
memproduksi panas untuk menggantikan panas tubuh yang hilang dengan
cepat. Kehilangan panas karena pengaruh dari luar seperti air, angin, dan
pengaruh dari dalam seperti kondisi fisik (Lestari, 2010, p.2).
2. Klasifikasi Hipotermia
a. Hipotermia ringan, suhu <36,5oC.
b. Hipotermia sedang, suhu antara 32oC-36oC.
c. Hipotermia berat, suhu kurang dari 32oC.
3. Gejala dan tanda hipotermia
a. Gejala hipotermia bayi baru lahir:
Bayi tidak mau menetek, bayi lesu, tubuh bayi teraba dingin, denyut
jantung bayi menurun dan kulit tubuh bayi mengeras.
b. Tanda-tanda hipotermia:
1) Hipotermia sedang:
Aktivitas berkurang, tangisan melemah, kulit berwarna tidak rata
(cutis marmorata), kemampuan menghisap lemah dan kaki teraba
dingin.

2
2) Hipotermia berat:
Sama dengan hipotermia sedang, bibir dan kuku kebiruan,
pernafasan tidak teratur, bunyi jantung lambat, selanjutnya timbul
hipoglikemi dan asidosis metabolik.
4. Faktor penyebab
Penyebab utama terjadinya hipotermia, karena kurangnya
pengetahuan tentang mekanisme kehilangan panas dari tubuh bayi dan
pentingnya mengeringkan bayi secepat mungkin. Dan resiko untuk
terjadinya hipotermia dikarenakan perawatan yang kurang tepat setelah
bayi lahir, bayi dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir, berat badan
bayi yang kurang dan memandikan bayi segera setelah lahir.
Dan faktor pencetus terhadap timbulnya hipotermia adalah faktor
lingkungan, syok, infeksi, KEP (Kekurangan Energi Protein), gangguan
endokrin metabolik, cuaca, dan obat-obatan (Wiwik, 2010, p.4).
5. Mekanisme kehilangan panas
Bayi baru lahir tidak dapat mengatur suhu tubuhnya, dan dapat
dengan cepat kehilangan panas apabila tidak segera dicegah. Bayi yang
mengalami hipotermia beresiko mengalami kematian.
Mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir terjadi melalui:
Gambar 2.1. Mekanisme Kehilangan Panas

3
a. Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi pada saat bayi
ditempatkan dekat benda yang mempunyai temperatur tubuh
lebih rendah dari temperatur tubuh bayi, contohnya bayi
ditempatkan dekat jendela yang terbuka
b. Konduksi adalah kehilangan panas melalui kontak langsung
antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin, contohnya
bayi diletakkan di atas timbangan atau tempat tidur bayi tanpa
alas
c. Konveksi adalah kehilangan panas yang terjadi pada bayi saat
bayi terpapar dengan udara sekitar yang lebih dingin, contohnya
angin dari kipas angin, penyejuk ruangan tempat bersalin

d. Evaporasi adalah kehilangan panas karena menguapnya cairan


ketuban pada permukaan tubuh setelah bayi lahir karena tubuh
tidak segera dikeringkan.
6. Suhu tubuh
Besaran yang menyatakan ukuran derajat panas atau dingin suatu
benda. Untuk menentukan suhu tidak dapat menggunakan panca indera
(perabaan tangan), maka diperlukan suatu alat yang dapat digunakan untuk
mengukur suhu adalah termometer. Termometer dibuat berdasarkan prinsip
perubahan volume. Termometer yang berisi air raksa disebut termometer
raksa, dan termometer yang berisi alkohol disebut termometer alkohol.
(Lestari, 2010, p.2).
Suhu tubuh dikendalikan oleh hipotalamus. Hipotalmus berusaha
agar suhu tetap hangat (36,5-37,5oC) meskipun lingkungan luar tubuh
berubah-ubah. Hipotalamus mengatur suhu dengan menyeimbangkan
produksi panas pada otot dan hati, kemudian menyalurkan panas pada kulit
dan paru-paru. Sistem kekebalan tubuh akan merespon apabila terjadi
infeksi dengan melepaskan zat kimia dalam aliran darah, dan merangsang

4
hipotalamus untuk menaikan suhu tubuh dan menambah jumlah sel darah
putih yang berguna dalam melawan kuman (Lestari,2010, p.2).
7. Keseimbangan panas
Pengaturan temperatur/ regulasi adalah suatu pengukuran secara
komplek dari suatu proses dari kehilangan panas sehingga suhu tubuh
dapat dipertahankan secara konstan. Suhu tubuh bayi merupakan tolok
ukur kebutuhan akan tempat tidur yang hangat sampai suhu tubuhnya
sudah stabil, dan suhu tubuh bayi harus dicatat (Sarwono, 2002, p.755).
Manusia secara fisiologis digolongkan dalam makhluk berdarah panas/
homotermal suhu lingkungan berubah. Hal ini karena ada interaksi secara
berantai kedua proses ini aktivitasnya diatur oleh susunan saraf pusat yaitu
hipotalamus.
8. Pencegahan Hipotermia
Cara Pencegahan Ikterus Fisiologis :
a. Pencegahan infeksi pada bayi baru lahir
b. Pengawasan antenatal yang baik
c. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada
masa kehamilan dan kelahiran.
d. Pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah cairan dan kalori
yang mencukupi. Pemberian minum sedini mungkin akan
meningkatkan motilitas usus dan juga menyebabkan bakteri
diintroduksi ke usus (Asrining Surasmi, 2003).
9. Penatalaksanaan Hipotermia pada bayi baru lahir:
Untuk mengatasi bayi yang mengalami hipotermia adalah dengan
membersihkan cairan yang menempel pada tubuh bayi seperti daran dan air
ketuban, membungkus bayi dengan selimut yang telah dihangatkan dan
meletakkannya di dalam inkubator, kemudian pindahkan bayi menempel
pada dada ibu, atau sering disebut sebagai metode kanguru (Ladewig,
2006, p.185).

5
Apabila kondisi ibu tidak memungkinkan, karena ibu masih lemas
pasca bersalin, segera keringkan bayi dan membungkus bayi dengan kain
yang hangat, meletakkan bayi dekat dengan ibu, dan memastikan ruangan
bayi cukup hangat (Wiwik, 2010, p.5).
10. Cara mempertahankan kehangatan pada bayi
Berikut adalah cara mempertahankan kehangatan tubuh bayi
(Yaniedu, 2011, p.2):
a. Mengeringkan bayi dengan seksama, selimuti tubuh bayi, dan tutup
kepala bayi .
b. Menganjurkan ibu untuk memeluk bayi dan menyusui bayi.
c. Sebaiknya menimbang bayi, apabila sudah mengenakan baju, dan
menunda memandikan bayi 6 jam pasca lahir.
d. Menempatkan bayi di ruangan yang bersih dan hangat.
11. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kehilangan suhu tubuh bayi
menurut (Indrayani & Djami, 2013:318-320).
a. Keringkan bayi secara seksama.
Pastikan tubuh bayi dikeringkan segera setelah lahir untuk mencegah
kehilangan panas secara evaporasi.selain untuk menjaga kehangatan
tubuh bayi,mengeringkan dengan menyeka tubuh bayi juga merupakan
ransangan taktil yang dapat meransang pernafasan bayi.
b. Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih, kering dan hangat.
Bayi yang diselimuti kain yang sudah basah dapat terjadi kehilangan
panas secara konduksi. Untuk itu setelah mengeringkan tubuh
bayi,ganti kain tersebut dengan selimut atau kain yang bersih, kering
dan hangat.
c. Tutup bagian kepala.
Bagian kepala bayi merupakan permukaan yang relatif luas dan cepat
kehilangan panas. Untuk itu tutupi bagian kepala bayi agar bayi tidak
kehilangan panas.

6
d. Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya.
Selain untuk memperkuat jalinan kasih sayang ibu dan bayi, kontak
kulit antara ibu dan bayi akan menjaga kehangatan tubuh bayi. Untuk
itu anjurkan ibu untuk memeluk bayinya. Selain itu juga dapat
membuat bayi lebih tenang.
e. Perhatikan cara menimbang bayi atau jangan segera memandikan bayi
baru lahir.
Menimbang bayi tampa alas timbangan dapat menyebabkan bayi
mengalami kehilangan panas secara konduksi. Jangan biarkan bayi di
timbang telanjang. Gunakan selimut atau kain berat badan bayi dapat
dihitung dari selisih berat bayi dengan berat kain yang di gunakan. Bayi
baru lahir rentan mengalami hipotermi untuk itu tunda memandikan
bayi hingga 6 jam setelah lahir.
f. Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat.
Jangan tempatkan bayidi ruangan ber AC. Tempatkan bayi bersama ibu
(rooming in). Jika menggunakan AC, jaga suhu ruangan agar tetap
hangat.
g. Jangan segera memandikan bayi baru lahir.
Bayi baru lahir akan cepat dan mudah kehilangan panas karena sistem
pengaturan panas didalam tubuhnya belum sempurna. Bayi sebaiknya
dimandikan minimal 6 jam setelah lahir. Memandikan bayi dalam
beberapa jam pertama setelah lahir dapat menyebabkan hipotermia
yang sangat membahayakan kesehatan bayi baru lahir.

7
12. Praktek memandikan bayi yang dianjurkan :
a. Tunggu minimal 6 jam setelah lahir (lebih lama lagi apabila bayi
mengalami asfiksia atau hipotermi).
b. Sebelum memandikan bayi, pastikan suhu tubuh bayi dalam
keadaan stabil (suhu aksilla 36,5ºC-37,5ºC). Apabila suhu tubuh
bayi berada di bawah 36,5ºC, selimuti kembali tubuh bayi secara
longgar, tutupi bagian kepala dan tempatkan bersama ibunya di
tempat tidur atau penerapan metode kanguru. Tunda memandikan
bayi hingga suhu tubuhnya menjadi stabil dalam waktu minimal 1
jam.
c. Tunda untuk memandikan bayi yang sedang mengalami masalah
pernafasan.
d. Sebelum bayi dimandikan, pastikan ruangan kamar mandi dalam
keadaan hangat dan tidak ada tiupan angin. Siapkan handuk
bersih dan kering untuk mengeringkan tubuh bayi dan beberapa
lembar kain atau selimut bersih dan kering untuk menyelimuti
tubuh bayi setelah dimandikan.
e. Mandikan bayi secara cepat dengan air bersih dan hangat.
f. Segera keringkan bayi dengan mengguakan handuk bersih dan
kering.36
g. Gantikan handuk yang basah dengan selimut yang bersih dan
kering, kemudian selimuti tubuh bayi secara longgar, pastikan
bagian kepala bayi di selimuti dengan baik.
h. Bayi dapat di letakkan bersentuhan dengan kulit ibu atau dengan
penerapan metode kanguru.
i. Ibu dan bayi dalam satu ruangan/rawat gabung dan anjurkan ibu
untuk
j. menyusukan bayinya.Mandi harus ditunda setelah 24 jam
kelahiran. Hal ini tidak memungkinkan karena budaya alasannya,

8
mandi harus ditunda setidaknya 6 jam. Memakaikan pakaian
yang tepat untuk bayi, mengatur suhu lingkungan yang
dianjurkan, menggunakan topi pada bayi, bayinya tidak boleh
berpisah harus tetap tinggal bersama ibunya dalam ruangan yang
sama 24 jam (WHO, 2012:4).

13. Cara mengukur suhu tubuh


Cara mengukur suhu tubuh bayi pada aksila, adalah sebagai berikut
(Lestari, 2010, p.3):
a. Gunakan termometer yang dapat mengukur suhu sampai 32oC.
b. Menggunakan termometer yang bersih.
c. Mengupayakan bayi tetap hangat selama pengukuran dilaksanakan
dengan menyelimuti bayi dan meletakkannya diatas permukaan yang
hangat.
d. Meletakkan bayi dalam posisi terlentang.
e. Turunkan suhu termometer sebelum digunakan, sampai angka di bawah
35oC.
f. Meletakkam ujung termometer pada apeks aksila (ketiak) dan rapatkan
lengan ke badan bayi atau silangkan lengan didepan dada selama
minimal 3 menit, atau pada anus bayi dan ukur selama 1 menit.
g. Melepaskan termometer dan mambaca hasil suhu.
h. Setelah selesai basuh termometer menggunakan air klorin 0,5%, air
sabun, kemudian ke air bersih dan lap menggunakan kain bersih.
B. Hipoglikemia
1. Defenisi
Hipoglikemia adalah keadaan dimana terdapat kadar yang abnormal
rendah dari glukosa darah, yang merupakan heksosa sirkulasi dan penting
secara fisiologis.

9
Hipoglikemia terjadi kalau konsentrasi glukosa darah bayi cuukup
lebih rendah di bandingkan konsentrasi rata-rata yang di dapatkan pada
populasi bayi dengan umur dan berat badan yang sama. Pada bayi aterm
dengan berat badan lebih dari 2500 g, hipoglikemia didefinisikan sebagai
konsentrasi glukosa plasma yang kurangdari 35 mg/dl; pada bayi dengan
berat badan lahir rendah angka tersebut kurang dari 25 mg/dl. Glukagon
merupakan sumber energi utama selama kehidupan janin, walaupun asam
amino dan laktat merupakan sumber tambahan bahan makanan selama
akhir kehamilan. Kecepatan ambilan (uptake) glukosa oleh janin
tergantung pada kadar glukosa darah ibu dan kadar glukosa darah janin,
kira-kira dua pertiga dari kadar glukosa darah ibu. Setelah pemutusan infus
glukosa plasenta, bayi aterm biasanya menstabilkan kadar glukosa darah
mereka sekitar 50-6- mg/dl selam 72 jam pertama kehidupan dan bayi
dengan berat badan lahir yang lebih rendah, melakukannya pda kadar yang
lebih rendah.
2. Terdapat empat kelompok bayi neonatal yang secara patofisiologik
mempunyai risiko tinggi mengalami hipoglikemia:
a. Bayi yang di lahirkan oleh ibu yang menderita diabetes mellitus atau
menderita diabetes kehamilan dan bayi yang menderita penyakit
eritroblastosis fetalis berat tampaknya menderita hipoglikemia akibat
hiperinsulinisme.
b. Bayi dengan berat badan lahir rendah mungkin mengalami malnutrisi
intrauteri, yang mengakibatkan cadangan glikogen hati dan lemak tubuh
total berkurang, bayi yang mempunyai ukuran badan kecil, berdasarkan
usia kehamilan meraka, lebih kecil dari kembar heterozigot (terutama
kalau ketidaksamaan berat badan itu sampai sebesar 25% atau kurang
dari 2,0 kg), bayi yang menderita polisitemia, bayi yang dilahirkan oleh
ibu yang menderita toksemia dan bayi yang memperlihatkan kelainan
plasenta, terutama sangat peka dan mudah terkena gangguan ini.

10
(Faktor-faktor lain yang juga berperan akan timbulnya hipoglikemia
pada kelompok ini mencakup respon insulin yang tidak normal,
gangguan gluconeogenesis, asam bebas yang kurang, rasio berat
otak/hati yang meningkat, kecepatan produksi kortisol yang rendah dan
mungkin kadar insulin yang meningkat dan output epinefrin yang
menurun sebagai respons adanya hipoglikemia).
c. Bayi yang sangat imatur atau yang sedang sakit berat dapat menderita
hipoglikemia sebagai akaibat kebutuhan metabolik yang meningkat,
yang tidak sebanding dengan cadangan substrat dan pemasokan kalori;
bayi dengan berat badan lahir rendah yang menderita sindroma kesulitan
bernapas, asfiksia perinatal, polisitemia, hipotermia, dan bayi yang
mengalami payah jantung sebagai akibat penyakit jantung sianotik
kongenital, mempunyai risiko tinggi menderita hipoglikemia.
Penghentian infus glukosa, terutama bayi yang mendapat glukosa
konsentrasi tinggi dapat juga mengakibatkan awitan hipoglikemia
dipercepat.
d. Pada bayi yang menderita penyakit genetik atau kelainan metabolisme
primer seperti galaktosemia, penyakit penyimpanan glikogen, intoleransi
fruktosa, propionat asidemia, metilmalonat asidemia, tirosinemia,
“maple syrup urine disease”, sensitivitas leusin, insulinoma,
nesidioblastosis sel beta, hyperplasia fungsional sel beta,
panhipopituitarisme dan sindroma beckwith atau bayi raksasa juga peka
terhadap hipoglikemia
3. Manifestasi klinis
Berlawanan dengan bayaknya hipoglikemia kimia, inside
hipoglikemia simptpmatik tertinggi di temukan pada bayi yang kecil
dalam hubungan dengan usia kehamilan mereka. Bayi ini biasanya
termasuk dalam kelompok 2 atau 3 dari pengelompokan patofisiologi di
atas dan berberapa dianggap mempunyai hipoglikemia neonatal

11
simptomatik idiopatik yang bersifat sementara. Oleh karena banyak
gejala yang diperlihatkan timbul bersama dengan keadaan-keadaan yang
lain, seperti infeksi, terutama sepsis dan meningitis; anomali susunan
saraf pusat, perdarahan atau edema; hipokalsemia dan hipomagnesemia;
asfiksia; putus obat; apnea pada prmaturitas; penyakit jantung
kongenital; atau polisitemia dan oleh karena beberapa gejala dapat
ditemukan pada bayi normoglikemik yang sehat, insiden yang tepat
hipoglikemia simptomatik sukar di tentukan angka tersebut mungkin
berkisar antara 1-3/1000 kelahiran hidup, dan sekitar 5-15% dari bayi
dengan berat badan lahir rendah terkena gangguan serta dengan insiden
yang lebih tinggi ditemukan pada bayi yang berada dibwah persentil ke-
50 usia kelahiran.
Awitan gejala-gejala berkisar mulai dari beberapa jam sampai 1
minggu setelah kelahiran. Berdasarkan urutan frekuensi gejala, maka
berturut-berturut dapat ditemukan gerakan gelisa (jitteteriness) atau
tremor, episode sianosis, apatik, kejang, episode apnea, atau takipnea
intermiten, suara tangisan yang lemah atau bernada tinggi, kelemahan
atau letargi, kesulitan makan dan memutar-mutar bola mata. Episode
berkeringat banyak, kepucatan mendadak, hipotermia, dan henti jantung
(cardiac arrest) dan payah jangtung juga terjadi. Sering di temukan
kelompokan gejala episodik. Oleh karena manifestasi klinik ini dapat
berasal dari berbagai penyebab, maka perluh menentukan apakah gejala-
gejala tersebut menghilang dengan pemberian glukosa dalam jumlah
yang cukup untuk dapat menaikan kadar gula darah mencapai tingkat
normal, kalau hal ini tidak terjadi, maka harus dipertimbangkan
kemungkinan diagnosis yang lain.

12
4. Pencegahan

a. Ibu hamil menjaga kesehatan selama hamil termasuk menjaga


asupan nutrisi yang dibutuhkan selama hamil.(baca: nutrisi ibu
hamil – gizi ibu hamil berdasarkan trimester kehamilan)
b. Ibu hamil yang mengalami morning sickness parah harus
melakukan perawatan agar tubuh mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan. (baca: cara mengatasi morning sickness)
c. Menjaga berat badan selama hamil yang bisa dilakukan dengan
beberapa langkah seperti diet untuk ibu hamil, sering melakukan
latihan seperti olahraga untuk ibu hamil, renang, jalan pagi
dan senam hamil. (baca: cara menurunkan berat badan saat hamil –
bahaya berenang bagi ibu hamil – manfaat berenang bagi ibu
hamil)
d. Jika ibu mengalami diabetes atau memang sudah menderita
diabetes semenjak sebelum hamil dan selama hamil maka ibu
harus memeriksa kadar gula darah secara teratur. Pemeriksaan
teratur bisa membantu ibu mengontrol kesehatan diri dan
mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
(baca: Bahaya obesitas bagi ibu hamil)
e. Ibu hamil bisa mencoba untuk membatasi asupan gula selama
hamil termasuk tidak mengkonsumsi kafein, gula dan garam secara
berlebihan.
f. Jika ibu sudah menderita penyakit tekanan darah tinggi atau
mendapatkan gejala preklampsia selama hamil maka ibu harus
mendapatkan perawatan yang tepat. Penyakit tekanan darah tinggi
dan preklampsia selama hamil bisa meningkatkan resiko
hipoglikemia pada bayi.

13
g. Selama menghadapi proses persalinan normal atau caesar maka ibu
sebaiknya menghindari pemberikan cairan IV yang mengandung
gula tinggi, kecuali dianjurkan oleh dokter yang merawat. Cairan
IV dengan kandungan gula tinggi bisa memicu tingginya insulin
dalam tubuh bayi sehingga kadar gula dalam tubuh bayi turun
cepat.
h. Ibu hamil sebaiknya menghindari stres selama hamil dan proses
persalinan. Ibu yang stres kemungkinan bisa memiliki bayi yang
stres di rahim sehingga kadar gula darah akan turun dengan cepat.

5. Pengobatan
Kalau tidak terdapat serangan kejang, bolus, 200 mg/kg (2
ml/kg) glukosa 10% yang diberikan intravena efektif untuk
meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Kalau terdapat kejang-kejang,
ada indikasi memberi glukosa 10-25 % sebagai suntiakn bolus, yang
mengakibatkan beban dosis total 1-2 g/kg.
Setelah pengobatan awal, infus glukosa harus diberikan dengan
kecepatan 4-8 mg/kg/menit. Jika hipoglikemia timbul kembali,
kecepatan infus harus ditingkatkan sehingga digunakan 15-20 %
glukosa. Jika infus intravena 20% glukosa tidak cukup menghilangkan
gejala-gejala dan mempertahankan konsentrasi glukosa darah normal,
maka harus juga diberi hidrokortison (2,5 mg/kg/12 jam) atau prednison
(1 g/kg/24jam). Kadar glukosa darah harus diukur setiap 2 jam sejak
dimulainya pengobatan, sampai setelah beberapa pengukuran
memperhatikan kadar glukosa lebih dari 40 mg/dl. Selanjutnya
penentuan kadar ini dilakukan setiap 4-6 jam dan pengobatan di
turunkan berangsur-angsur dan akhirnya dihentikan sama sekali, kalau
glukosa darah telah berada dalam batas-batas normal dan bayi tidak
memperlihatkan gejal-gejala lagi selama 24-48 jam. Biasanya

14
pengobatan diperlukan selama beberapa hari sampai 1 minggu jarang
sampai beberapa minggu. Diazoksida, epinefrin, dan fruktosa tidak
dianggap bermanfaat. Kalau terdapat hiperinsulinisme neonatal, seperti
pada nesidioblastosis, dan tidak memberi respon atas pemberian steroid
dan glukosa yang diberikan dalam waktu yang cukup, maka dapat
diberikan diakzoksida dan sus-phrime.
Pengobatan yang definitif untuk mengatasi nesidioblastosis dan
adenoma pula Langerhans adalah pembedahan, pada beberapa kasus
pemberian glukosa dan somatostatin merupakan pengomatan tambahan
yang menolong.
Bayi dengan resiko tinggi menderita hipoglikemia, glukosa darah
mereka harus diukur dalam waktu 1 jam setelah mereka lahir dan
selanjutnya diulangi lagi setiap 1-2 jam untuk 6-8 jam pertama,
kemudian setiap 4-6 jam, samapai mereka mencapai umur 24 jam. Bayi
normoglikemik resiko tinggi menderita hipoglikemia, harus mendapat
makanan per oral atau melalui pipa lambung, dengan formula yang
dimulai setelah mereka mencapai umur 2-3 jam, dan dilanjutkan dengan
interval 2 jam selama 24-48 jam. Infus intravena glukosa dengan
kecepatan 4 mg/kg/menit. Harus disipkan, kalau toleransi mereka
terhadapat pemberian makanan oral buruk atau kalau terjadi
hipoglikemia neonatal asimptomatik lahir yang bersifat sementara
(asymptomatic transient neonatal hypoglycemia).

6. Prognosis
Kalau tidak terdapat anomali kongenital cukup berat yang
bersifat mematikan, maka prognosisnya baik, pada 10-15 % penderita
terjadi kekambuhan hipoglikemia, setelah mendapat pengobatan yang
cukup, beberapa kekambuhan dilaporkan terjadi setelah bayi mencapai
usia 8 bulan. Kekambuhan lebih sering ditemukan jika terjadi infiltrasi

15
cairan intravena atau kalau pemberian cairan intravena terlalu cepat
dihentikan, sebelum mereka dapat mentoleransi dengan baik pemberian
makanan secara oral. Anak-anak yang kemudian mengalami
hipoglikemia ketotik mempunyai insiden hipoglikemia neonatal yang
meningkat. Prognosis fungsi kecerdasan normal yang harus dilindungi,
oleh karena hipoglikemia yang berkepanjangan dan berat dapat
dihubungkan dengan akibat sisa neorologik dan kematian. Bayi
simptomatik dengan hipoglikemia, terutama bayi dengan berat badan
lahir rendah dan bayi yang berbadan besar, yang dilahirkan oleh ibu
yang menderita diabetes, mempunyai prognosis lebih buruk akan
perkembangan intelek normal dikemudian hari dibandingkan dengan
bayi asimptomatik.

Hipoglikemia dengan makroglosia (sindrom beckwith).

Beckwith mengemukakan suatu sindrom hipoglikemia neonatal yang tak


terkontrol, pada bayi dengan makroglosia, berbadan besar, viseromegali,
mikrosefalus ringan, kelainan umbilikus, nervus flamosa fasialis,
lekukan cuping telinga yang khas dan displasiamedula ginjal.
Viseromegali yang terjadi terutama mengenai hati dan ginjal, dimana
terdapat hiperplasia nonkistik. Beberapa bayi juga memperlihatkan
adanya polisitemia. Hiperinsulinisme telah dibuktikan ada. Pengobatan
ditunjukan pada hipoglikemia, pada sindrom ini hipoglikemia yang
terjadi berat dan menetap selama beberapa bulan. Prognosisnya buruk.

Hipoglikemia berat juga ditemukan pada bayi dengan berat badan


lahir yang luar biasa besarnya, tetapi yang tidak mempunyai anomali
seperti yang terdapat dapa sindrim beckwith. Bayi raksasa ini
mempunyai berat badan yang berkisar dari 3,8-5,3 kg dan, pada
beberapa bayi ditemukan adanya hiperplasia kelenjar pankreas.

16
C. Ikterus Neonatorum
1. Pengertian
Ikterus neonatorum adalah perubahan warna menjadi kuning yang terjadi
pada neonatus atau bayi-bayi yang baru lahir. Perubahan warna ini dapat
dilihat pada mata, rongga mulut, dan kulit. Ikterus neonatorum dapat
bersifat fisiologis atau normal terjadi pada bayi baru lahir,
atau patologis atau yang tidak normal pada bayi baru lahir dan dapat
mengancam nyawa. Sekitar 65% dari bayi baru lahir menderita ikterus
pada minggu pertama setelah lahir dan sekitar 1% dari bayi baru lahir
mengalami ikterus hingga dapat mengancam nyawa atau yang disebut juga
sebagai kernikterus.Pada orang-orang dengan ras Asia ditemukan lebih
sering mengalami ikterus neonatorus dengan kadar bilirubin > 12 mg/dL
dibandingkan ras kulit putih dan negro. Pada bayi-bayi premature terjadi
peningkatan angka kejadian ikterus neonatorum dibandingkan dengan
bayi-bayi yang cukup bulan.

2. Klasifikasi
Ikterus neonatorum dibagi menjadi ikterus fisiologis dan patologis (
Ngastiyah,1997).
a. Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus
fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai
berikut (Hanifa, 1987, Ngastiyah, ):
 Timbul pada hari ke2 dan ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5
dan ke-6.
 Kadar Bilirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15
mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada
kurang bulan.

17
 Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg %
per hari
 Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
 Ikterus hilang pada 10 hari pertama
 Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
tertentu
b. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan
Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau
mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis.
Karakteristik ikterus patologis (Ngastiyah,1997 ) sebagai berikut :
 Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan. Ikterus
menetap sesudah bayi berumur 10 hari ( pada bayi cukup
bulan) dan lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir BBLR.
 Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada bayi
kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.
 Bilirubin direk lebih dari 1mg%.
 Peningkatan bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.
 Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah,
defisiensi enzim G-6-PD, dan sepsis).
Ada juga pendapat ahli lain tentang hiperbilirubinemia yaitu
Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin
mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi
kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

18
3. Gejala
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan
menjadi :
1. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus
pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi
hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala
sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran,
paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning
(ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata
terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.

Gejala utama yang dapat dilihat pada bayi adalah perubahan warna menjadi
kuning yang dapat dilihat pada mata, rongga mulut, dan kulit. Perubahan
ini awalnya mudah tampak dari mata lalu apabila makin berat dapat
menjalar hingga ke dada, perut, tangan, paha, hingga ke telapak kaki.
Penting untuk mengetahui kapan awal mula terjadinya kuning pada bayi
tersebut karena dapat menentukan apakah ikterus ini bersifat fisiologis atau
bersifat patologis. Selain itu, pada bayi dengan ikterus neonatorus
fisiologis, bayi tampak sehat dan tidak rewel. Apabila ditemukan kuning
disertai dengan anak lesu, malas menetek, dan rewel, perlu dicurigai
sebagai ikterus neonatorus patologis dan memerlukan pemeriksaan lebih
lanjut.
Tanda-tanda terjadinya ikterus neonatorum yang bersifat fisiologis:
a. Gejala kuning muncul pertama kali lebih dari 24 jam setelah lahir;
b. Kenaikan kabar bilirubin < 5 mg/dL;
c. Puncak dari kenaikan kadar bilirubin muncul di hari ke 3-5 dengan
kadar bilirubin < 15 mg/dL;

19
d. Gejala kuning yang muncul menghilang dalam waktu 1 minggu untuk
bayi cukup bulan dan 2 minggu pada bayi yang premature atau kurang
bulan.

Apabila kuning yang muncul selain dari kriteria yang ada di atas, maka
dimasukkan ke dalam tipe ikterus neonatorum yang
bersifat patologis sehingga perlu eveluasi dan pemeriksaan yang lebih
lanjut. Pemeriksaan yang dilakukan berguna untuk mengatahui penyebab
dari ikterus patologis tersebut, contoh pemeriksaan yang dapat dilakukan :
Kadar bilirubin serial atau diperiksa berulang-ulang sehingga dapat
dipantau kenaikan kada bilirubinnya. Apabila kadar tinggi dapat segera
diambil tindakan;
a. Golongan darah dan rhesus dari ibu dan bayi. Sering terjadi ikterus
karena golongan darah atau rhesus ibu dan bayi tidak sesuai;
b. Tes Coomb;
c. Hapusan darah tepi untuk mengetahui bentuk dari sel darah merah;
d. Pemeriksaan darah lengkap untuk mengevaluasi kemungkinan infeksi.

4. Penyebab
a. Penyebab Ikterus fisiologis
 Kurang protein Y dan Z
 Enzim glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya.
 Pemberian ASI yang mengandung pregnanediol atau asam
lemak bebas yang akan menghambat kerja G-6-PD

20
b. Penyebab ikterus patologis
 Hemolisis, misalnya pada Inkompatibilitas yang terjadi bila
terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada
penggolongan Rhesus dan ABO.
 Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
 Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan
metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
 Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
 Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3
(alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
 Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar
Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
 Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin
Hiperbilirubinemia.
 Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas
pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena
pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine,
sulfonamide, salisilat, sodium benzoat, gentamisisn,dll.
 Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel
hati dan darah merah seperti Infeksi , Toksoplasmosis, Sifilis,
rubella, meningitis,dll.
 Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
 Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus
Obstruktif, hirschsprung.

21
5. Pencegahan

Cara Pencegahan Ikterus Fisiologis :


a. Pencegahan infeksi pada bayi baru lahir
b. Pengawasan antenatal yang baik
c. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada
masa kehamilan dan kelahiran.
d. Pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah cairan dan kalori
yang mencukupi. Pemberian minum sedini mungkin akan
meningkatkan motilitas usus dan juga menyebabkan bakteri
diintroduksi ke usus (Asrining Surasmi, 2003).

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
 Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut
besarnya kemungkinan dapat disusun sbb:
 Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
 Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-
kadang Bakteri)
 Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
 Kadar Bilirubin Serum berkala.
 Darah tepi lengkap (blood smear perifer ) untuk menunjukkan
sel darah merah abnormal atau imatur, eritoblastosisi pada
penyakit Rh atau sferosis pada inkompatibilitas ABO.
 Golongan darah ibu dan bayi untuk mengidentifikasi
inkompeten ABO.
 Test Coombs pada tali pusat bayi baru lahir

22
Hasil positif test Coomb indirek membuktikan antibody Rh +
anti A dan anti B dalam darah ibu. Hasil positif dari test
Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh+, anti A,
anti B dari neonatus )
 Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau
biopsi Hepar bila perlu.
b. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
 Biasanya Ikterus fisiologis.
 Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh,
atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar
Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
 Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih
mungkin.
 Polisetimia.
 Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis,
pendarahan Hepar, sub kapsula dll).
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka
pemeriksaan yang perlu dilakukan:
 Pemeriksaan darah tepi.
 Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
 Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
 Pemeriksaan lain bila perlu.
c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu
pertama.
Penyebab :
 Sepsis.
 Dehidrasi dan Asidosis.
 Defisiensi Enzim G6PD.

23
 Pengaruh obat-obat.
 Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
d. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
Kemungkinan penyebab :
 Karena ikterus obstruktif.
 Hipotiroidisme
 Breast milk Jaundice.
 Infeksi.
 Hepatitis Neonatal.
 Galaktosemia
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
Pemeriksaan Bilirubin berkala.
Pemeriksaan darah tepi.
Skrining Enzim G6PD.
Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.
7. Penatalaksanaan
a. Apabila terjadi risiko tinggi cedera karena dampak peningkatan kadar
bilirubin, maka intervensi yang dapat dilakukan adalah mengkaji dan
mengawasi dampak perubahan kadar bilirubin, seperti jaundice,
konsentrasi urine, letargi, kesulitan makan, refleks moro, adanya tremor,
iritabilitas, memantau hemoglobin dan hemoglobin dan hematokrit, serta
pencatatan penurunan; melakukan foto terapi dengan mengatur waktu
sesuai dengan prosedur; dan menyiapkan untuk melakukan transfusi
tukar. Dengan mempertimbangkan risisko cedera karena efek dari
transfusi tukar, maka intervensi yang dapat dilakukan adalah memantau
kadar bilirubin, hemoglobin, hematokrit sebelum dan sesudah transfusi
tukar tiap 4-6 jam selama 24 jam pascatransfusi tukar, memantau
tekanan darah, nadi, dan temperature; mempertahankan system

24
kardiovaskuler dan pernapasan; mengkaji kulit pada abdomen,
ketegangan, muntah, dan sianosis, mempertahankan kalori, kebutuhan
cairan sampai dengan pascatransfusi tukar, serta melakukan kolaborasi
dalam pemberian obat untuk meningkatkan transportasi dan konjugasi,
seperti pemberian albumin atau pemberian plasma dengan dosis 15-12
ml/kgBB. Albumin biasanya diberikan sebelum transfuse tukar karena
albumin dapat mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke
vaskuler, sehingga bilirubin yang diikat lebih mudah keluar dengan
transfuse tukar.
b. Foto terapi merupakan tindakan dengan memberikan terapi melalui sinar
yang menggunakan lampu. Lampu yang digunakan sebaiknya tidak
lebih dari 500 jam untuk menghindari turunnya energi yang dihasilkan
oleh lampu.
Cara melakukan foto terapi adalah sebagai berikut :
1) Pakaian bayi dibuka agar seluruh bagian tubuh bayi kena sinar.
2) Kedua mata dan gonad ditutup dengan penutup yang memantulkan
cahaya.
3) Jarak bayi dengan lampu kurang lebih 40 cm.
4) Posisi bayi sebaiknya diubah setiap 6 jam sekali.
5) Lakukan pengukuran suhu setiap 4-6 jam.
6) Periksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya sekali
dalam 24 jam.
7) Lakukan pemeriksaan hemoglobin secara berkala terutama pada
pasien yang mengalami hemolisis.
8) Lakukan observasi dan catat lamanya terapi sinar.
9) Berikan atau sediakan lampu masing-masing 20 watt sebaknya 8-10
buah yang disusun secara parallel.

25
10) Berikan air susu ibu yang cukup. Pada saat memberikan ASI, bayi
dikeluarkan dari tempat terapi dan dipangku (posisi menyusui),
penutup mata dibuka, serta diobservasi ada tidaknya iritasi.
c. Transfuse tukar merupakan cara yang dilakukan dengan tujuan
mencegah peningkatan kadar bilirubin dalam darah, pemberian transfusi
tukar dilakukan apabila kadar bilirubin indirek 20 mg%, kenaikan kadar
bilirubin yang cepat yaitu 0,3-1 mg/jam, anemia berat dengan gejala
gagal jantung dan kadar hemoglobin tali pusat 14 mg%, dan uji coombs
direk positif.
1) Cara pelaksanaan transfusi tukar adalah sebagi berikut :
a) Dianjurkan pasien bayi untuk puasa 3-4 jam sebelum transfuse
tukar.
b) Pasien disiapkan dikamar khusus.
c) Pasang lampu pemanas dan arahkan kepada bayi.
d) Baringkan pasien dalam keadaan terlentang dan buka pakaian pada
daerah perut.
e) Lakukan transfuse tukar sesuai dengan protap.
f) Lakukan observasi keadaan umum pasien, catat jumlah darah yang
keluar dan masuk.
g) Lakukan pengawasan adanya perdarahan pada tali pusat.
h) Periksa kadar hemoglobin dan bilirubin setiap 24 jam.

d. Perawatan setelah transfuse


Dapat meliputi perawatan daerah yang dilakukan pemasangan
kateter transfusi dengan melakukan kompres NaCl fisiologis kemudian
ditutup dengan kasa steril dan difiksasi, lakukan pemeriksaan kadar
hemoglobin dan bilirubin serum setiap 12 jam dan pantau tanda vital.
1) Mempertahankan itake cairan dengan menyediakan cairan per oral
atau cairan parenteral (melalui intravena), memantau output

26
diantaranya jumlah dan warna urine serta feses, mengkaji status
perubahan hidrasinya dengan memantau temperature tiap 2 jam, serta
mengkaji membrane mukosa dan fontanela.
2) Menutup mata dengan kain yang tidak tembus cahaya, mengatur
posisi setiap 6 jam, mengkaji kondisi kulit, menjaga integritas kulit
selama terapi dengan mengeringkan daerah yang basa untuk
mengurangi iritasi serta mempertahankan kebersihan kulit.
3) Mencegah peningkatan kadar bilirubin dengan cara: meningkatkan
kerja enzim dengan pemberian phenobarbital 1-2 mg/kgBB,
mengubah bilirubin yang tidak larut kedalam air menjadi larut dalam
air dengan melakukan foto terapi atau dengan cara pembuangan kadar
bilirubin darah dengan transfuse tukar.
e. Risiko Tinggi Kekurangan Volume Cairan
Risiko tinggi kekurangan cairan pada hiperbilirubinemia ini
dapat disebkan oleh karena selama tindakan foto terapi, untuk itu
tindakan yang dapat dilakukan oleh bidan dalam mencegah terjadinya
kekurangan volume cairan adalah sebagai berikut dengan
mempertahankan intake cairan dengan menyediakan cairan peroral.

8. Pengobatan

Pada bayi-bayi yang mengalami ikteris neonatorum fisiologis dapat


dijemur di bawah sinar matahari pagi antara 7-9 pagi selama 15 menit.
Sinar matahari mengandung sinar biru-hijau yang dapat mengubah
bilirubin indirek menjadi bilirubin yang lebih mudah dibuang. Selain itu,
matahari pagi berguna sebagai sumber vitamin D.

Pada bayi-bayi yang kadar bilirubin indireknya tinggi dan bersifat


patologis dapat dilakukan fototerapi dengan menggunakan sinar berwarna
biru - hijau. Sinar yang berwarna biru - hijau dapat mengubah dari

27
bilirubin indirek agar menjadi bentuk bilirubin yang lebih mudah buang
hingga keluar dari dalam tubuh dan tidak berbahaya. Pada bayi-bayi
dengan faktor resiko tinggi terjadinya ikterus neonatorum deteksi dini
perlu dilakukan dan fototerapi dilakukan lebih dini. Pada bayi-bayi
peningkatan kadar bilirubin indirek yang tetap tinggi walaupun telah
dilakukan foto terapi, dapat dilakukan tranfusi tukar agar kadar bilirubin
dapat menurun.
Apabila ikterus neonatorum patologis tidak diterapi dengan adekuat
dapat menyebabkan terjadinya kernikterus. Bilirubin indirek dapat
menembus sawar otak atau lapisan otak sehingga dapat merusak dari sel-
sel saraf terutama yang di otak karena jumlahnya banyak. Kerusakan yang
ditimbulkan bersifat permanen dan dapat menyebabkan kecacatan.

28
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kegawatdaruratan pada neonatal adalah suatu kondisi yang


mengancam jiwa, yang dapat menyebabkan kematian atau kerusakan bagaian
tubuh bayi pada saat kelahirannya dan membutuhkan pertolongan segera.
Kegawatdaruratan pada neonatal disebabkan karena hipotermia, hipoglikemia,
hiperbilirubinemia.

B. Saran
Kita sebagai seorang bidan harus dapat mengenali tanda
kegawatdaruran pada neonatal dan segera melakukan penatalaksanan atau
tindakan yang sesuai pada neonatal yang mengalami kegawatdaruratan.

29
DAFTAR PUSTAKA

A. Azil Alimul Hidayat. 2009. Pengantar Ilmu Kesehatan Untuk Pendidikan


Kebidanan. Jakarta. Salemba Medika.

A. Azil Alimul Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta. Salemba
Medika.

Nelson. 1988. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 1. Jakarta. EGC.

Nelson. 1992. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 3. Jakarta. EGC.

Hay, WW. Levin MJ. Sondheimer JM. Current Pediatric Diagnosis and Treatment.
Edisi kedelapan belas. McGraw-Hill.

http://www.sarjanaku.com/2013/05/pengertian-ikterus-fisiologis-penyebab.html
https://hamil.co.id/bayi/sakit/hipoglikemia-pada-bayi
http://srymustikaranie.blogspot.com/2014/08/hiperbilirubinemia-ikterus-
neonatorum.html

iii

Anda mungkin juga menyukai