Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi Eklamsia


Eklamsia adalah masalah kedaruratan paling serius selama pertengahan
kehamilan terakhir, ditandai oleh klonik dan tonik yang berhubungan dengan
hipertensi yang di induksi atau diperberat oleh kehamilan.(Supriyadi dan
Gunawan 1994)
Eklamsia menurut Prawiroharjo 2005, eklamsia berasal dari bahasa
yunani yang berarti “halilintar” karena gejala eklamsia datang dengan
mendadak dan menyebabkan suasana gawat dalam kebidanan. Eklamsia juga
disebut sebagai sebuah komplikasi akut yang mengancam nyawa dari
kehamilan ditandai dengan kejang klonik dan tonik, biasanya pada pasien
yang telah menderita pre eklamsia (pre eklamsia dan eklampia secara kolektif
dan toksemia kehamilan)
Menurut Asuhan Patologi Kebidanan 2009, eklamsia adalah kelaian akut
pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa nifas yang ditandai dengan
timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan neurologi) dan atau koma
dimana sebelumnya sudah menunjukan gejala-gejala pre eklamsia.
Kesimpulannya, eklamsia adalah masalah kedaruratan yang terjadi pada
masa kehamilan yang ditandai dengan kejang klonik dan tonik. Eklamsia
dapat terjadi pada pasien yang pernah mengalami pre eklamsia atau yang
memiliki riwayat penyakit hipertensi.

2.2.Klasifikasi Eklampsia

Eklampsia menjadi 3 bagian berdasar waktu terjadinya, yaitu :

a. Eklampsia gravidarum
- Kejadian 50% sampai 60%
- Serangan terjadi dalam keadaan hamil
b. Eklampsia parturientum
- Kejadian sekitar 30% sampai 50%
- Saat sedang inpartu
- Batas dengan eklampsia gravidarum sukar di tentukan terutama saat
mulai inpartu
c. Eklampsia puerperium
- Kejadian jarang 10%
- Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir

Pada saat eklampsia terjadi serangan kejang atau koma. Kejang pada
eklampsia terdiri dari 4 tingkatan :

a. Tingkat awal atau aura : berlangsung 30 sampai 35 detik, tangan dan


kelopak mata gemetar, mata terbuka dengan pandangan kosong, kepala
diputar ke kanan atau ke kiri.
b. Tingkat kejang tonik : berlangsung sekitar 30 detik, seluruh tubuh kaku
(wajah kaku, pernafasan berhenti, dapat diikuti sianosis, tangan
menggenggam, kaki diputar kedalam, lidah dapat tergigit)
c. Tingkat kejang klonik : berlangsung 1-2 menit, kejang tonik berubah
menjadi kejang klonik, konsentrasi otot berlangsung cepat, mulut terbuka
tertutup, dan lidah dapat tergigit sampa putus, mata melotot, mulut
berbuih, muka terjadi kongesti dan tampak sianosis, penderita dapat jatuh
menimbulkan trauma tambahan.
d. Tingkat koma : setalah kejang klonik berhenti, penderita menarik nafas
diikuti lama yang bervariasi.

2.3. Etiologi Eklampsia


Penyebab pre eklamsi dan eklamsi sampai sekarang belum diketahui. Tetapi
ada teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab pre eklamsi dan eklamsi
yaitu:
a. Bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda,
hidramnion dan mola hidatidosa.
b. Bertambahnya frekuensi umur kehamilan.
c. Dapat terjadinya prbaikan keadaan penderita dengan kematian janin
dalam uterus.
d. Jarangnya terjadi eklamsi pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
e. Timbulnya hipertensi, edema, protein uria, kejang dan koma.

2.4.Patofisiologi

Eklampsia terjadi karena perdarahan dinding rahim berkurang sehingga


plasenta mengeluarkan zat-zat yang menyebabkan iskemia uteroplasenta dan
peningkatan tekanan darah. Terjadinya iskemia uteroplasenta dan hipertensi
menimbulkan kejang atau sampai koma pada wanita hamil.

Pada eklampsia terjadi spasmus pembuluh darah disertai dengan retensi


garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasmus yang hebat dari arteriola
golemrulus. Pada beberapa kasus lumen arteriola sedemikian sempitnya
sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua
arteriola dalam tubuh mengalami spasmus, maka tekanan darah dengan
sendirinya akan naik sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan darah
perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.

Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh


penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui
sebabnya, mungkin disebabkan oleh retensi air dan garam, proteinuria
mungkin disebabkan oleh spasmus arteriola sehingga terjadi perubahan
glomerulus.

2.5.Manifestas Klinis Eklampsia


Menurut Wulan (2017), seluruh kejang eklamsia diahului dengan
preeklamisa. Eklamsia digolongkan menjadi kasus antepartum, intraprtum
dan postpartum, adapun tanda dan gejalanya sebagai berikut:
a. Eklamsia ringan
- Peningkatan tekanan darah >140/90 mmHg.
- Keluarnya protein melalui urine (proteinuria) dengan hasil lab
proteinuria kuantitatif (esbach) ≥300 mg/24jam
- Kenaikan berat badan lebih dari 1kg/seminggu
- Bengkak kedua kaki, lengan dan kelopak mata.
b. Eklamsia berat
- Tekanan darah >169/110mmHg.
- Proteinuria kuantitatif ≥ 2gr /24 jam.
- Terdapat protein dalam urine dalam jumlah yang signifikan.

Menurut Purwadianto dan Sampurna (2000), juga mengatakan bahwa tanda


dan gejala pada eklamsia adalah sebagai berikut:

a. Hipertensi ≥ 140/90 mmHg atau kenaikan ≥ 30/15 mmHg dari tekanan


normal.
b. Edema
c. Proteinunria
d. Kejang dan atau penurunan kesadaran
e. Lain-lain ; oliguri, pusing, mual, muntah, nyeri epigastrium dan
gangguan visus.

2.6. Komplikasi

Menurut Maryunani dan Yulianingsih 2009, komplikasi pada eklamsi sebagai


berikut:

a. Solusio placenta
b. Hipovibrinogenia
c. Hemolisis
d. Pendarahan otak
e. Kelainan mata
f. Edema paru
g. Nekrosis hati
h. Sindrom HELP
i. Kelainan ginjal
j. Komplikasi lain: lindah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh dan DIC
k. Prematuritas, dismaturitas da kematian janin intrauterine

2.7. Pencegahan

Purwadianto dan Sampurna 2000, eklamsia dapat dicegah melalui pengawasan


kehamilan yang baik, terutama pada primigravida muda, usia ibu kurang dari
35 tahun, diabetes melitus, obesitas, molahidosa, kehamilan ganda dan hidrops
fetalis serta dengan menemukan gejala dini pre eklamsi yang ditandai dengan
hipertensi, pertambahan berat badan abnormal/ edema, dan proteinuri.
Pencegahan pada pre eklamsi dapat dilakukan dengan: dengan istirahat dan
mengurangi kerja sehari-hari, diet rendah garam, dan obat-obatan bila perlu.

Menurut Purwoastuti dan Walyani (2015), pencegahan pada eklamsia dapat


dilakukan dengan mecegah terjadinya preeklamsia. Beberapa penelitian
menujukan pendekatan nutrsi (diet rendah garam, diet tinggi protein,
suplemen kalsium, magnesium, dll) atau dengan pedekatan medikamentosa
(teofilin, antihipertensi, diuretic, aspirin) sebagai pencegahan pada
preeklamsia.

2.8. Penatalaksanaan

a. Darurat

Disaat kejang:

- Pelihara jalan napas


- Miring dan ekstensikan kepala
- Masukkan benda keras diantara gigi
- Isap lendir
- Pemeberian MgSO4 4g (20 ml larutan 20%) atau diazepam 10-20mg IV

Perhatikan juga:
- Ruang perawatan yang tenang
- Jalan napas, isap lendir, oksigen
- Tensi dan nadi diukur setiap 15 mnt
- Prokain penicilin 600.000 – 900.000 U untuk mencegah infeksi paru.
- Keseimbangan cairan tubuh – ukur diuresis dengan pemasangan foley
kateter.
- Iak jumlah urine kurang dari 30 mml/jam, hentikan MgSo4 dan berikan
cairan IV NaCl 0,9% atau RL 1 L/8 jam dan pantau kemungkinan
edema pari
- Jangan tinggalkan pasien sendirian, kejang dengan aspirasi muntah
dapat mengakibatkan kematian pada ibu dan janin
- Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru

Anda mungkin juga menyukai