Anda di halaman 1dari 28

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Chronic Kidney Deseases (CKD) adalah penurunan faal/fungsi
ginjal yang menahun yang umumnya irreversible dan cukup lanjut
(Suparman, 1990). Gagal ginjal kronis atau penyakit renal
tahapakhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal
yangprogresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagaluntuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001). Gagal ginjal
kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun.

B. Klasifikasi
Klasifikasi CKD berdasarkan tingkat LFG, yaitu :
1. Stadium I
Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminuria
persisten dan LFG nya yang masih normal yaitu >
90ml/menit/1,72 m3b.
2. Stadium II
Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten dan LFG
antara 60-89 ml/menit/1,73 m3c.
3. Stadium III
Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 ml/menit/1,73m3d.
4. Stadium IV
Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29 ml/menit/1,73m3
5. Stadium V
Kelainan ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m3
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT
(Clearance Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus :

(140−umur)x berat badan(kg)


Clearance creatinin (ml/menit) = 72 x creatinin serum

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

C. Kriteria CKD
a. Kerusakan ginjal > 3 bulan, berupa kelainan strukturalatau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan LFG,dengan
manifestasi :
1) Kelainan patologis
2) Terdapat tanda kelainan ginjal (komposisi
darahatau urin atau kelainan dalam tes pencitraan)
b. LFG < 60 ml/mnt/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal
D. Etiologi
Salah satu penyebab dari penyakit cronic kidney desease adalah
tekanan darah tinggi / hipertensi. Hipertensi dapat didefinisikan
sebagai tekanan darahpersisten dimana tekanan sistoliknya diatas
140 mmHg dantekanan diastoliknya diatas 90 mmHg (Smith Tom,
1995)
E. Tanda Dan Gejala
a. Hematologik
Anemia, gangguan fungsi trombosit, trombositopenia,
gangguan leukosit.
b. Gastrointestinal
Anoreksia, nausea, vomiting, gastritis erosive
c. Syaraf dan otot
Miopati, ensefalopati metabolic, kelemahan otot.
d. Kulit
Berwarna pucat, gatal-gatal dengan ekssoriasi,echymosis, urea
frost, bekas garukan karena gatal.
e. Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan iramajantung,
edema.
f. Endokrin
Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolism lemak,
fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki,gangguan
metabolisme vitamin D

F. Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Cronic Kidney


Deseases (CKD)
Hipertensi dapat menyebabkan penyakit ginjal. Hipertensi
dalam jangka waktu yang lama dapat mengganggu ginjal.
Beratnya pengaruh hipertensi terhadap ginjal tergantung dari
tingginya tekanan darah dan lamanya menderita hipertensi.
Makin tinggi tekanan darah dalam waktu lama makin berat
komplikasi yang mungkin ditimbulkan. Hipertensi merupakan
penyebab gagal ginjal kronik kedua terbesar setelah diabetes militus.
Adanya peningkatan tekanan darah yangberkepanjangan nantinya
akan merusak pembuluh darah pada daerah di sebagian besar tubuh.
Ginjal memiliki jutaan pembuluh darah kecil dan nefron yang
memiliki fungsi untuk menyaring adanya produksi darah. Ketika
pembuluh darah pada ginjal rusak dapat menyebabkan aliran darah
akan menghentikan pembuangan limbah serta cairan ekstra dari
tubuh. Hubungan antara CKD dan hipertensi dapat dijelaskan
oleh beberapa faktor. CKD dapat menyebabkan retensi garam
dan volume overload berikutnya. Hal ini mungkin atau tidak
disertai dengan pembengkakan (edema) bersama dengan
peningkatan tekanan darah.
Selain itu, gagal ginjal muncul untuk memicu
peningkatan aktivitasdari sistem saraf simpatik, menyebabkan
sesuatu seperti gelombang adrenalin. Mekanisme hormonal juga
memainkan peran pentingdalam hubungan antara CKD dan
hipertensi, terutama melalui sistem renin-angiotensin. Hormon
ini bisa dilepaskan sebagai respons terhadap kerusakan kronis dan
jaringan parut pada ginjal, dan dapat memberikan kontribusi
untuk hipertensi pasien dengan merangsang baik retensi garam, serta
penyempitan pembuluh darah.
Hormon lain yang dapat meningkatkan tekanan darah dan telah
meningkatkan jumlah dengan CKD memajukan adalah hormon
paratiroid (PTH). PTH ini menimbulkan kalsium dalam darah,
yang juga dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah,
mengakibatkan hipertensi. Sebuah kondisi yang dapat
menyebabkan CKD dan hipertensi arteri stenosis ginjal
(penyempitan pembuluh darah yang mendukung ginjal). Ketika
penyempitan menjadi cukup parah, kurangnya aliran darah
dapat menyebabkan hilangnya fungsi ginjal. Jika suplai darah
ke kedua ginjal dipengaruhi, atau aliran darah ke ginjal berfungsi
tunggal, seperti setelah penghapusan ginjal akibat kanker,
terganggu, pasien akan mengembangkan CKD. Penurunan
aliran darah memicu sistem renin angiotensin,menyebabkan
hipertensi.
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan
perubahan struktur pada arteriol di seluruhtubuh, ditandai dengan
fibrosis dan hialinisasi dinding pembuluh darah. Organ sasaran
utama adalah jantung, otak,ginjal, dan mata. Pada ginjal,
arteriosklerosis akibat hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis.
Gangguan ini merupakan akibat langsung iskemia karena
penyempitan lumen pembuluh darah intrarenal. Penyumbatan
arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan
atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak.
Terjadilah gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik sendiri
sering menimbulkan hipertensi. Sekitar 90% hipertensi bergantung
pada volume dan berkaitan dengan retensi air dan natrium, sementara
<10% bergantung pada renin. Tekanan darah adalah hasil
perkalian dari curah jantung dengan tahanan perifer. Pada gagal
ginjal, volume cairan tubuh meningkat sehingga meningkatkan
curah jantung. Keadaan ini meningkatkan tekanan darah.
Selain itu, kerusakan nefron akan memacu sekresi renin yang akan
mempengaruhi tahanan perifer sehingga semakin meningkat.
Hipertensi pada penyakit ginjal dapat terjadi pada
penyakit ginjal akut maupun penyakit ginjal kronik, baik pada
kelainan glumerolus maupun pada kelainan vaskular. Hipertensi
pada penyakit ginjal dapat dikelompokkan dalam :
1. Penyakit Glomerulus Akut
Hipertensi terjadi karena adanya retensi natrium yang
menyebabkan hipervolemik. Retensi natrium terjadi karena
adanya peningkatan reabsorbsi natrium di duktus koligentes.
Peningkatan ini di mungkinkan akibat adanya retensi
relatif terhadap Hormon Natriuretik Peptida dan
peningkatan aktivitas pompa Na – K – ATPase di duktus
koligentes.
2. Penyakit Vaskuler
Pada keadaan ini terjadi iskemi yang kemudian merangsang
sistem renin angiotensin aldosteron.
3. Gagal ginjal kronik
Hipertensi yang terjadi karena adanya retensi natrium,
peningkatan system.
4. Renin Angiotensinogen Aldosteron
Akibat iskemi relatif karena kerusakan regional, aktifitas
saraf simpatik yang meningkat akibat kerusakan ginjal,
hiperparatiroid sekunder, dan pemberian eritropoetin.
5. Penyakit glomerulus kronik
Sistem Renin-Angiotensinogen-Aldoteron (RAA) merupakan
satu system hormonal enzimatik yang bersifat multi
kompleks dan berperan dalm naiknya tekanan darah,
pangaturan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit. Dengan
terjadinya kegagalan ginjal berpengaruh terhadap nefron-
nefron. Sebagian nefron (termasukglomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yanglain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yangutuh akan mengalami
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat
dan disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan
GFR / daya saring.
Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi
sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang
harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa
direabsorpsi sehingga berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak maka oliguri timbul disertai retensi
produk sisa.
Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian, nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit ataulebih rendah dari itu (Barbara C Long, 1996).
Dengan menurunnya fungsi renal, maka produkakhir
metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke
dalam urin) tertimbun dalam darah, sehingga Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan produk sampah maka gejala akan
semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001).
G. Komplikasi
a. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosismetabolik,
katabolisme dan masukan diit berlebih.
b. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantungakibat
produk sampah uremik dan dialisis yang tidakadekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium sertamalfungsi
sistem renin-angiotensin-aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunanrentang usia
sel darah merah.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensifosfat, kadar
kalsium serum rendah, metabolismevitamin D dan peningkatan
kadar aluminium.
f. Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis,Neuropati
perifer, Hiperuremia.
H. Manifestasi klinik
Manifestasi kliniknya antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan
mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung,
depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah,
nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau
tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak
ada tapi mungkin juga sangat parah.

Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 :1449) antara lain :


hipertensi, (akibat retensi cairandan natrium dari aktivitas sisyem
renin - angiotensin –aldosteron), gagal jantung kongestif dan
udem pulmoner(akibat cairan berlebihan) dan perikarditis
(akibatiriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis,anoreksia,
mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan
tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).

Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai


berikut:

a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat
perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gangguan Pulmoner
N afas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan
riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubun
gandengan metabolisme protein dalam usus,
perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau amonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga
selalu digerakan), burning feet syndrom (rasa
kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki),
tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot – otot
ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning –
kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal
akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi
menurun, gangguan menstruasi dan aminore.
Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic
lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan
basa biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi
kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis,
hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi
eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum
– sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya
masa hiduperitrosit dalam suasana uremia toksik,
dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositopeni.
I. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi (foto polos abdomen): besar ginjal; apakah ada
batu ginjal atau obstruksi.
b. Pielografi intravena (PIV) : menilai sistem pelviokalises
c. Ultrasonografi (USG): menilai besar, bentuk ginjal, kandung
kemih, serta prostat.
d. Renogram : menilai fungsi ginjal kiri dan kanan.
e. Pemeriksaan radiologi jantung : mencari apakah ada
kardiomegali, efusi pericardial.
f. Pemeriksaan radiologi tulang : mencari oesteodistrofi, metastasik
g. Pemeriksaan radiologi paru : mencari uremik lung
h. Pemeriksaan pielografi retergrad : bila dicurigai obstruksi
yang reversible
i. Elektrokardiograf : untuk melihat hipertrofi ventrikel kiri
j. Biopsy ginjal
k. Pemeriksaan lab, LED, anemia, ureum dan kreatinin
meningkat, hemoglobin, hiponatremia, hiperkalemia,
hipokalsemia, hiperfosfatemia, peningkatan gula darah, asidosis
metabolik, HCo2 menurun, BE menurun, dan PaCo2
menurun.

J. Penatalaksanaan
 Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal
dan homeostasis selama mungkin.
 Intervensi diit : Protein dibatasi karena urea, asam urat dan
asam organik merupakan hasil pemecahan protein yang akan
menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gangguan pada
klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis
(produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat
mensuplai asam amino untuk perbaikan dan pertumbuhan sel.
Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24 jam. Kalori
untuk mencegah kelemahan dari KH dan lemak. Pemberian
vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin
kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.
Hipertensi ditangani dengan medikasi anti hipertensi kontrol
volume intravaskule. Gagal jantung kongestif dan edema
pulmoner perlu pembatasan cairan, diit rendah natrium, diuretik,
digitalis atau dobitamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada
pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu penanganan,
namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis mungkin
diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
Anemia pada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin
manusia rekombinan). Anemia pada pasaien (Hmt < 30%)
muncul tanpa gejala spesifik seperti malaise, keletihan umum dan
penurunan toleransi aktivitas. Abnormalitas neurologi dapat
terjadi seperti kedutan sakit kepala, dellirium atau aktivitas
kejang. Pasien dilindungi dari kejang.
Pada prinsipnya penatalaksanaan Terdiri dari tiga tahap :
a. Penatalaksanaan konservatif : Pengaturan diet protein,kalium,
natrium, cairan
b. Terapi simptomatik : Suplemen alkali, transfusi, obat- obat local
& sistemik, anti hipertensi
c. Terapi pengganti : HD, CAPD, transplantasi

K. Pathway
HEMODIALISA

A. Pengertian
Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi
pengganti fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau
racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium,
hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran
semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal
buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Kusuma
& Nurarif, 2012).
Hemodialisa berasal dari kata hemo = darah, dan dialisis =
pemisahan atau filtrasi. Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialis
yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari
dalam tubuh ketika secara akut ataupun secara progresif ginjal tidak
mampu melaksanakan proses tersebut. Tetapi ini dilakukan dengan
menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi dengan membran
penyaring semipermeabel (ginjal buatan). Hemodialisis dapat dilakukan
pada saar toksin atau zat beracun harus segera dikeluarkan untuk
mencegah kerusakan permanen atau menyebabkan kematian (Mutaqin
& Sari, 2011).
Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan
biokimiawi darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal,
dilakukan dengan menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis
merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal (renal replacement
therapy/RRT) dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi
ginjal. Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK stadium V dan pada
pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi
pengganti ginjal. Menurut prosedur yang dilakukan HD dapat
dibedakan menjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency, HD
persiapan/preparative, dan HD kronik/reguler (Daurgirdas et al., 2007).
B. Tujuan Hemodialisa
Tujuan dari hemodilisis adalah untuk memindahkan produk-
produk limbah terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke
dalam mesin dialisis. Pada klien gagal ginjal kronik, tindakan
hemodialisis dapat menurunkan risiko kerusakan organ-organ vital
lainnya akibat akumulasi zat toksik dalam sirkulasi, tetapi tindakan
hemodialisis tidak menyembuhkan atau mengembalikan fungsi ginjal
secara permanen. Klien GGK biasanya harus menjalani terapi dialiss
sepanjang hidupnya (biasanya tiga kali seminggu selama paling sedikit
3 atau 4 jam perkali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui
transplantasi ginjal (Mutaqin & Sari, 2011).

C. Indikasi Hemodialisa
Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera
dan HD kronik. Hemodialis segera adalah HD yang harus segera
dilakukan, Indikasi hemodialisis segera antara lain (D87uaurgirdas et
al., 2007):
a. Kegawatan ginjal
 Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
 Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
 Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
 Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya
K >6,5 mmol/l )
 Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
 Uremia ( BUN >150 mg/dL)
 Ensefalopati uremikum
 Neuropati/miopati uremikum
 Perikarditis uremikum
 Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L
 Hipertermia
b. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati
membran dialisis.
c. Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan
berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin
hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15
ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak
selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika
dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et
al., 2007):
 GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
 Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan
muntah.
 Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
 Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
 Komplikasi metabolik yang refrakter.

D. Kontra Indikasi Hemodialisa


1. Tidak adanya akses vaskuler dan toleransi pada hemodialysis
prosedur yang buruk, selain juga terdapat ketidakstabilan
hemodinamik yang parah.
2. Malignansi stadium lanjut (kecuali multiple myeloma)
3. Penyakit Alzheimer’s
4. Multi-infarct dementia
5. Sindrom Hepatorenal
6. Sirkosis hati tingkat lanjut dengan enselopati
7. Hipotensi
8. Organic brain syndrome
E. Prinsip Hemodialisis
Seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis,
yaitu: difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.
1) Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya
perbedaan kadar di dalam darah, makin banyak yang berpindah ke
dialisat.
2) Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga
kimiawi yaitu perbedaan osmolalitas dan dialisat.
3) Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena
perbedaan hidrostatik didalam darah dan dialisat.
Luas permukaan membran dan daya saring membran
mempengaruhi jumlah zat dan air yang berpindah. Pada saat
dialisis, pasien, dialiser dan rendaman dialisat memerlukan
pemantauan yang konstan untuk mendeteksi berbagai komplikasi
yang dapat terjadi, misalnya: emboli udara, ultrafiltrasi yang tidak
adekuat atau berlebihan (hipotensi, kram, muntah) perembesan
darah, kontaminasi, dan komplikasi terbentuknya pirau atau fistula
(Mutaqin & Sari, 2011)
F. Alasan Dilakukan Hemodialisa
Hemodialisa dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan :
1) Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik)
2) Perikarditis (peradangan kantong jantung)
3) Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan
respon terhadap pengobatan gagal jantung
4) Hiperkalemia (kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah)
G. Frekuensi Hemodialisa
Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa,
tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3
kali/Minggu. Program dialisa dikatakan berhasil jika :
1) Penderita kembali menjalani hidup normal
2) Penderita kembali menjalani diet yang normal
3) Jumlah sel darah merah sulit di toleransi
4) Tekanan darah normal
5) Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif
6) Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk
gagal ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum
penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut,
dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa Minggu,
sampai fungsi ginjal kembali normal.
H. Komplikasi Hemodialisa :
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005)
selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang
terjadi, antara lain :
1) Kram otot : Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu
berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya
hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi
(penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
2) Hipotensi : Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian
dialisat asetat, rendahnya dialysate natrium, penyakit jantung
aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan cairan.
3) Aritmia : Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama
dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium dan bikarbonat
serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien
hemodialisa.
4) Sindrom ketidakseimbangan dialisa : Sindrom ketidakseimbangan
dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol
lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan
dari darah, yang mengakibatkan suatu gradient osmotic diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradient osmotic ini menyebabkan
perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan edema serebri.
Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang
menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
5) Hipoksemia : Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal
penting yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami
gangguan fungsi kardiopulmonar.
6) Perdarahan : Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit.
Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan.
Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor
resiko terjadinya perdarahan.
7) Gangguan pencernaan : Gangguan pencernaan yang sering terjadi
adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemi.
Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala. Infeksi
atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
8) Pembekuan darah : Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis
pemberian heparin yang tidak sesuai ataupun kecepatan putaran
darah yang lambat.
DAFTAR PUSTAKA

https://dokumen.tips/documents/lp-asuhan-keperawatan-pada-
pasien-dengan-ckd-causa-hipertensi.html
Mc Closky & Bulechek. (2000). Nursing Intervention Classification
(NIC). United States of America:Mosby.

Meidian, JM. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). United


States of America:Mosby.
Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Pre Hemodialisa
a. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
2) Riwayat Penyakit Sekarang
3) Riwayat Penyakit Dahulu
b. Pola Kebiasaan
1) Aktivitas / Istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise
Tanda : Kelemahan otot, penurunan rentang gerak.
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan, pucat, kulit
coklat kehitaman
3) Integritas Ego
Gejala : Faktor stress, perasaan tidak berdaya, tidak ada
kekuatan
Tanda : Ansietas, takut, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4) Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urin, oliguri atau anuria; distensi
abdomen atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah), oliguri,
atau anuria.
5) Makanan / Cairan
Gejala : Peningkatan berat badan (edema), penurunan berat
badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual,
muntah, rasa bau amoniak.
Tanda : Distensi abdomen (asites), pembesaran hati
(hematomegali), perubahan turgor kulit, edema,
perdarahan gusi atau lidah, penurunan otot, penurunan
lemak subkutan, penampilan tak berdaya.
6) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur
Kram otot (kejang), rasa terbakar pada telapak kaki.
Kesemutan dan kelemahan khususunya ekstremitas
bawah
Tanda : Gangguan status mental
Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
7) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
Tanda : Perilaku berhati-hati (distraksi), gelisah
8) Pernapasan
Gejala : Napas pendek, dispnea, batuk dengan atau tanpa
sputum
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan kusmaul (cepat dan
dalam)
Batuk produktif dengan sputum merah muda dan
encer(edema paru)
9) Integumen
Gejala : Kulit gatal, ada atau berulangnya infeksi
Tanda : Pruritus, demam (karena sepsis atau dehidrasi),
ekimosis, uremic frost
10) Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amenorhea, infertilitas
11) Interaksi sosial
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, (misalnya : tak
mampu bekerja atau mempertahankan fungsi peran
biasanya dalam keluarga).
2. Intra Hemodialisa
1) TTV
2) Kesadaran
3) Perdarahan
4) Sarana hubungan sirkulasi
5) Posisi dan aktivitas
6) Keluhan dan komplikasi HD
7) Berat badan.
3. Post Hemodialisa
a. Tekanan darah: menurun
b. Keluhan: pusing, palpitasi
c. Komplikasi HD: kejang, mual, muntah
B. Diagnosa
1. Pre Hemodialisa
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan
fungsi ginjal
2. Intra Hemodialisa
a. Intoleran aktifitas berhubungan dengan prosedur dialisis
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
Ultrafiltrasi, Pembatasan cairan; kehilangan darah aktual
(heparinisasi sistemik atau pemutusan aliran)
3. Post Hemodialisa
a. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasife
C. Perencanaan
Pre HD
PERENCANAAN
NO DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 Kelebihan volume cairan Setelah diberi asuhan a. Kaji status cairan ; timbang a. Pengkajian merupakan data
berhubungan dengan keperawatan, tidak terjadi berat badan,keseimbangan dasar berkelanjutan untuk
penurunan fungsi ginjal kelebihan volume cairan, masukan dan haluaran, turgor memantau perubahan dan
dengan kriteria: kulit dan adanya edema, mengevaluasi intervensi.
a. Konjungtiva tidak anemis distensi vena leher, tekanan
b. Ureum: 17-43 mg/dl darah, denyut dan irama nadi.
c. Kreatinin:0,9-1,3 mg/dl b. Anjurkan untuk b. Pembatasan cairan akan
d. Tekanan darah turun 10 mempertahankan pembatasan menentuka berat tubuh ideal,
mmHg masukan cairan. haluaran urin,dan respon
e. Klien mengetahui tentang terhadap terapi
pentingnya pembatasan c. Identifikasi sumber potensial c. Sumber kelebihan cairan
cairan cairan; medikasi dan cairan yang tidak diketahui dapat
f. Lemas berkurang yang digunakan untuk diidentifikasi.
pengobatan oral dan intravena,
makanan.
d. Jelaskan pada pasien dan d. pemahaman meningkatkan
keluarga rasional pembatasan kerjasama pasien dan
cairan keluarga dalam pembatasan
cairan
e. Beritahu pasien dalam e. Kenyamanan pasien
menghadapi ketidaknyamanan meningkatkan kepatuhan
akibat pembatasan cairan terhadap pembatasan diet.
f. Dorong hygiene oral dengan f. Hygiene oral mengurangi
sering kekeringan membrane
mukosa mulut.

g. Kolaborasi dokter: lakukan g. Hemodialisa mengurangi


hemodialisa retensi cairan, dan
membuang sisa metabolisme
yang seharusnya dibuang
oleh ginjal
Intra HD
PERENCANAAN
NO DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Intoleran aktifitas Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi faktor yang 1. Menyediakan informasi
berhubungan keperawatan & HD, selama menimbulkan keletihan: tentang indikasi tingkat
denganprosedur dialisis 1x24 jam diharapkan klien Anemia, Ketidakseimbangan keletihan
mampu berpartisipasi dalam cairan & elektrolit, Retensi
aktivitas yang dapat produk sampah depresi 2. Meningkatkan aktifitas
ditoleransi, dengan Kriteria 2. Tingkatkan kemandirian ringan/sedang &
Hasil: dalam aktifitas perawatan diri memperbaiki harga diri
1. Berpartisipasi dalam yang dapat ditoleransi, bantu
aktivitas perawatan jika keletihan terjadi 3. Mendorong latihan &
mandiri yang dipilih 3. Anjurkan aktivitas alternatif aktifitas yang dapat
sambil istirahat ditoleransi & istirahat
2. Berpartisipasi dalam ↑ 4. Anjurkan untuk istirahat yang adekuat
aktivitas dan latihan setelah dialisis
4. Istirahat yang adekuat
3. Istirahat & aktivitas dianjurkan setelah dialisis,
seimbang/bergantian karena adanya perubahan
keseimbangan cairan &
elektrolit yang cepat pada
proses dialisis sangat
melelahkan

2 Resiko tinggi Setelah diberi asuhan a. Ukur sama sumber pemasukan a. Membantu mengevaluasi
kekurangan volume keperawatan, tidak terjadi dan pengeluaran. status cairan, khususnya bila
cairan berhubungan kekurangan volume cairan, dibandingkan dengan berat
dengan Ultrafiltrasi, dengan kriteria: badan.
Pembatasan cairan; Mencapai berat badan b. Timbang berat badan sebelum b. Penurunan berat badan waktu
kehilangan darah aktual nyaman dan sesudah dialisa dilakukan. pengukuran dengan tepat
(heparinisasi sistemik Tanda vital stabil adalah pengukuran
atau pemutusan aliran) Turgor kulit baik ultrafiltrasi dan pembuangan
Membran mukosa lembab cairan.
Tidak ada perdarahan c. Awasi TD, nadi, dan tekanan c. Hipotensi, takikardia,
hemodinamik bila tersedia penurunan tekanan
selama dialisa. hemodinamik menunjukan
kekurangan cairan.
d. Pastikan kontinuitas kateter d. Terputusnya pirau / akses
pirau atau akses terbuka akan memungkinkan
. eksanguinasi.
e. Lakukan balutan eksternal e. Meminimalkan stres pada
pirau. Jangan izinkan suntikan pemasukan kanula untuk
pada pirau. menurunkan perubahan
posisi yang kurang hati-hati
f. Tempatkan pasien pada posisi dan perdarahan pada sisi
telentang / trandelenburg tersebut.
sesuai kebutuhan. f. Memaksimalkan aliran balik
g. Kaji adanya perdarahan terus vena bila terjadi hipotensi.
menerus atau perdarahan besar g. Heparinisasi sistemik selama
pada sisi akses, membran dialisa meningkatkan waktu
mukosa, insisi / luka. pembekuan dan
h. Berikan cairan IV (contoh menempatkan pasien pada
garam faal) / volume resiko perdaahan, khususnya
ekspander (contoh albumin) selama 4 jam pertama setelah
selama dialisa sesuai indikasi prosedur.
i. Penurunan kecepatan h. Volume ekspander mugkin
ultrafiltrasi selama dialisa dibutuhkan selama / setelah
sesuai indikasi. hemodialisa bila terjadi
hipotensi tiba-tiba/ nyata.
i. Menurunkan jumlah air
selama dibuang dan dapat
memperbaiki
hipotensi/hipovolemia.
POST HD

PERENCANAAN
NO DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Resiko infeksi 1. Mikroorganisme dapat
Setelah diberikan asuhan 1. Pertahankan area steril
berhubungan dengan dicegah masuk kedalam
keperawatan selama 3x24 jam selama penusukan kateter
prosedur invasif tubuh saat insersi kateter
2. Pertahankan teknik steril
diharapkan
selama kontak dg akses 2. Kuman tidak masuk
Pasien tidak mengalami
vaskuler: penusukan, kedalam area insersi
infeksi dengan Kriteria Hasil:
pelepasan kateter
a. Suhu tubuh normal (36- 3. Inflamasi/infeksi ditandai
3. Monitor area akses HD
dg kemerahan, nyeri,
37 C) terhadap kemerahan,
bengkak
b. Tak ada kemerahan bengkak, nyeri
sekitar shunt 4. Beri pernjelasan pada pasien 4. Gizi yang baik ↑daya tahan
pentingnya ↑status gizi tubuh
c. Area shunt tidak

nyeri/bengkak
5. Kolaborasi pemberian
antibiotik
5. Pasien HD mengalami
sakit kronis, ↓imunitas

Anda mungkin juga menyukai