Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

ANESTESIA UMUM

Kelompok 1

Prajesiaji Praba Kumara 142010101008


Aristanti Endahingtyas 142010101014
Muhammad Iqbal H. 142010101027
Nur Ulfiatus Sholichah 142010101039
Dita Puspita Damayanti 142010101040
Amalia Nur Zahra 142010101041
Sheillavi Fauziah Alex S. 142010101044
Fadiah Ulfa Khairina 142010101050
Fa’izah Ramadhani S. 142010101056
Mardhiyyah Nurul H. 142010101059
Saskia Mediawati 142010101067
Trinita Diyah Permatasari 142010101068
Nihayah Lukman 142010101072
Mega Citra Prameswari 142010101078
Rifqia Zahara 142010101083
Yuli Lusiana Sari 142010101084
Nastiti Bekti Utami 142010101087
Lusi Padma S. M. 142010101096
FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2017
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam ilmu kedokteran sering digunakan suatu istilah anestesi untuk
penanganan suatu pembedahan di meja operasi, dalam proses anestesi atau
pembiusan sering dilakukan dengan tahapan yang terdiri dari beberapa
stadium yaitu stadium 1 sampai 4. Anestesi adalah suatu tindakan menahan
rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Ada beberapa anestesi yang menyebabkan hilangnya kesadaran
sedangkan jenis yang lain hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh
tertentu dan pemakaianya tetap sadar. Pembiusan lokal adalah suatu jenis
anestesi yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa
menyebabkan manusia kehilangan kesadaran. Obat bius ini bila digunakan
dalam operasi tidak membuat lama waktu penyembuhkan operasi. Anestesi
hanya dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis. Dokter
spesialis anestesiologis selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda
vital pasien karena sewaktu-waktu dapat terjadi perubahan yang
memerlukan penanganan secepatnya.
Usaha menekan rasa nyeri pada tindakan operasi dengan
menggunakan obat telah dilakukan sejak zaman dahulu termasuk pemberian
alkohol dan opodium secara oral. Setiap obat anestesi mempunyai variasi
tersendiri bergantung pada jenis obat, dosis yang diberikan, dan keadaan
secara klinis. Anestetik yang ideal akan bekerja secara tepat dan baik serta
mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian
dihentikan. Selain itu, batas keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan
efek samping yang sangat minimal. Tidak satu pun obat anestetik dapat
memberikan efek yang diinginkan tampa disertai efek samping, bila
diberikan secara tunggal.
Untuk mengerti pemahaman lebih lanjut untuk anestesi, percobaan
kali ini dilakukan suatu anestesi eter dengan hewan coba kelinci.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara anestesi umum menggunakan eter pada binatang
pecobaan.
2. Untuk mengetahui secara langsung efek obat anestesi pada hewan coba
secara visual (langsung).
3. Untuk mengetahui stadium anestesi yang terjadi melalui parameter-
parameter antara lain: respon nyeri, lebar pupil, jenis pernafasan,
frekuensi nafas, dan tonus.
4. Untuk menjelaskan stadium-stadium anestesi.
C. Manfaat
1. Mampu melakukan anestesi umum dengan menggunakan eter pada
kelinci percobaan.
2. Mampu mengamati stadium anestesi yag terjadi melalui parameter-
parameter antara lain: respon nyeri, lebar pupil, jenis pernafasan,
frekuensi nafas, dan tonus otot.
3. Mampu menjelaskan stadium-stadium anestesi.
II. ALAT DAN BAHAN

2.1 Hewan Coba: kelinci

2.2 Alat

 Penggaris
 Senter
 Kapas alcohol
 Corong eter
 Stopwatch
 Stetoskop
 Dyspossible syringe
 Klem arteri

2.3 Bahan Obat

 Ether

III. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Perhatikan baik-baik keadaan kelinci:


 Keadaan pernapasan: frekuensi, kedalaman napas, keteraturan, jenis
pernapasan
 Keadaan mata: lebar pupil, refleks cahaya, refleks kornea, pergerakan mata
 Keadaan otot: gerakan, tonus
 Salivasi: banyak atau sedikit
 Rasa nyeri: dengan mencubit telinga
 Lain-lain: muntah, suara napas, warna daun telinga, dll.
2. Pasang corong pada mulut kelinci dengan baik, mulai dengan meneteskan eter
dengan kecepatan 60 tetes/menit
3. Catat waktu:
 Mulai meneteskan eter
 Adanya tanda tiap stage
 Hewan coba dalam keadaan anesthesia yang cukup untuk dilakukan
tindakan
Catatan: Bila keadaan ini tercapai, perhatikan keadaan ini untuk beberapa saat (±
5 menit), perhatikan keadaan hewan coba (seperti di atas tanpa penambahan eter
lagi), biarkan kelinci sadar kembali, catat waktunya.
4. Lakukan percobaan kembali 10-15 menit kemudian.
5. Selama percobaan berlangsung, catat hal-hal yang perlu, perhatikan tanda tiap
stage. Hitung jumlah eter yang diberikan sampai tercapai keadaan stage of
anesthesia.
6. Catatlah hasil percobaan.

IV. HASIL PENGAMATAN


Catatanwaktu
1. Mulaimeneteskaneter : Pukul 13.13
2. Tercapai stage I : Pukul: 13.16

3. Tercapai stage II : Pukul: 13.30

4. Tercapai stage III : Pukul: 13.34

Hasilpemeriksaan;

Pernafasan Sebelum Sesudah


a. frekuensi 83x/menit 70x/menit
b. teratur/tidak Teratur Teratur
c. jenis Normal Normal
d. kedalaman Normal Normal
e. lain-lain
Mata
a. lebar pupil 8 mm 8 mm
b. reflekscahaya + +
c. reflex kornea + +
d. pergerakanmata baik Baik
Gerakan/ tonus otot Sebelum Sesudah
a. tonus Normal Normal
b. gerakanotot aktif Aktif
Salivasi
Auskultasi
a. suaranapas + +
b. wheezing - -
c. ronkhi - +
d. lain-lain - -

1. TahapInduksi

Lebar pupil: 10mm

Ket: hipersalivasi

2. TahapEksitasi

Lebar pupil: 1 cm

Ket: suara nafas terdengar tanpa stetoskop, serak.

3. Tahap Operative

Diameter pupil: 6mm

Ket: tonus otot (bergetar/kejang) meningkat saat memasuki tahap ini lalu lemas.

4. TahapParalisis

No data

Kelinci sadar: pukul 13.40

RR setelah sadar: 70x/menit


V. PEMBAHASAN

Anastesi inhalasi diberikan sebagai uap melalui saluran pernafasan.


Keuntungannya adalah resorpsi yang cepat melalui paru – paru, seperti juga
ekskresinya melalui gelembung paru (alveoli) dan biasanya dalam keadaan
utuh. Pemberiannya mudah dipantau dan bila perlu setiap waktu dapat
dihentikan. Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan
membangkitkan aktivitas neuron berbagai area di dalam otak.
Menurut hasil dari pemberian eter pada hewan coba tersebut, efek
farmakologinya tidak stabil. Pemberian pada menit ke 0-10, hewan coba
perlahan memberikan reaksi kesadaran yang semakin menurun dan
mendekati fase berikutnya meskipun belum maksimal. Kemudian menit 20
hewan keadaannya coba mulai naik lagi memasuki stadium ke II dengan
gejala hilangnya kesadaran/rasa sakit, mengecilnya pupil mata, pergerakan
mata yang tidak terkendali, pernafasan perut yang semakin cepat serata
irama yang tidak teratur.

Namun setelah beberapa menit kemudian hewan coba mulai


mendapatkan kesadarannya. Hal tersebut dapat diketahui dengan adanya
tanda – tanda mulai kembalinya reflek saat telinganya dicubit (ada rasa
nyeri), pupil pada kedua mata yang semakin mengecil, dan pergerakan yang
mulai dapat dikendalikan.

a. Fisiologi Kelinci
• RR 30-60x/menit
• HR 180-250x/menit
• Diameter pupil: 0,8-1 cm

b. Dietil Eter
Merupakan salah satu jenis volatile anesthetic (anestesi inhalasi)yang
masuk melalui paru-paru dan dibawa oleh darah ke jaringan. Dietil eter
melepaskan katekolamin sehingga meningkatkan tekanan pembuluh arterial.
Efek dietil eter adalah berupa slow onset of central actiondi mana
solubilitynya di darah tinggi. Efek ini mengacu pada efek pada respirasi, reflex
activity, dan tahanan otot.Dibagi menjadi 4 tahapan berdasarkan peningkatan
kedalaman depresi SSP.
I. analgesia :
-Analgesia tanpa amnesia  kemudian analgesia dan amnesia terjadi

II. excitement:
-Delirium dan excited (tapi amnesic)
-Respirasi iregular (volume dan rate)
-Mual muntah
-Uncontrolled movement  segera diakhiri regular breathing
III. surgical anesthesia:
-Respirasi regular s/d berhentinya respirasi spontan
-Perubahan pada ocular movement, eye reflexes, dan diameter pupil  tanda
peningkatan kedalaman anastesia
IV. medullary depression overdose
-Depresi berat terhadap pusat respirasi dan vasomotor  hipotensi dan
kegagalan sirkulasi
-Withoutfull circulatory and respiratory support  coma and death
VI. KESIMPULAN

1. Obat anastesi seperti eter inhalasi dapat digunakan untuk menghasilkan


efek hipnotik, analgesik, relaksasi dan stabilisasi otonom.
2. Jumlah eter yang diperlukan tergantung dari berat dan kondisi dari hewan
coba, kebutuhan dalamnya, anesthesia dan teknik yang digunakan.
3. Waktu yang diperlukan hewan coba untuk bereaksi terhadap pemberian
anestesi menit pertama dan seterusnya tidaksama. Hal tersebut
kemungkinan dikarenakan kondisi pertahanan hewan coba dan beberapa
factor lainnya.
VII. DAFTAR PUSTAKA

Harvey, Richard A. dan Champe Pamela C. 2013. Farmakologi Ulasan


Bergambar. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.


Jakarta: FKUI.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi 3. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai