MUH. NAWAWI
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako
email: muhnawawi@yahoo.com
Abstract. This study aims to examine the influence of motivation and competency of
health personnel on the performance of puskesmas in Palu. The theory used is the
Herzberg motivation theory, the theory of Spencer and Spencer competency and per-
formance theories of Poister. This study was designed quantitatively, with explana-
tory survey method. The sampling technique used is Cluster Sampling. Data collection
through the documentation study, questionnaires, confirmation interviews, and ob-
servation. Analysis data is Structural Equation Modeling. The results showed a strong
influence of motivation and competency are strong enough influence on the perfor-
mance of puskesmas in Palu. The results of this study implies that to obtain high
performance in a public organization, motivation of employees should be to improved
first in order to encourage employee competencies as a basis employment success.
Keywords: motivation, competency, performance, puskesmas and health services
Abstrak. Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh motivasi dan kompetensi tenaga
kesehatan terhadap kinerja puskesmas dalam pelayanan kesehatan di Kota Palu
Sulawesi Tengah. Teori yang digunakan adalah teori motivasi Herzberg, teori
kompetensi Spencer and Spencer, dan teori kinerja dari Poister. Penelitian ini didesain
secara kuantitatif, dengan metode survei eksplanatori. Teknik penarikan sampel adalah
Cluster Sampling. Pengumpulan data melalui studi dokumentasi, angket, wawancara
konfirmasi, dan observasi. Analisis data digunakan Model Persamaan Struktural. Hasil
penelitian menunjukkan motivasi berpengaruh kuat, dan kompetensi berpengaruh
cukup kuat terhadap kinerja puskesmas di Kota Palu. Hasil penelitian ini mengandung
makna bahwa untuk mendapatkan kinerja yang tinggi dalam suatu organisasi publik,
motivasi pegawai harus ditingkatkan terlebih dahulu untuk mendorong kompetensi
pegawai sebagai dasar keberhasilan dalam bekerja.
Kata Kunci: motivasi, kompetensi, kinerja, puskesmas dan pelayanan kesehatan
Depkes, 2010). Dengan demikian, pada dasarnya 188) bahwa competencies are defined as demon-
rendahnya kinerja puskesmas dalam pelayanan strable abilities to display behaviors that contrib-
kesehatan di Kota Palu Sulaw es i Tengah ute to organizational performance. Lebih jauh
disebabk an o leh rendahny a mo tivasi dan Robbins (1996:233) mengemukakan bahwa Em-
kompetensi tenaga kesehatan yang ada. ployee performance is as a function of the interac-
Untuk mengkaji pengaruh motivasi dan tion of ability and motivation; that is, performance
kompetensi terhadap kinerja, maka penelitian ini = f (A x M) dan Siagian dalam Bastaman (2010),
dibangun di atas tiga kerangka teori utama sebagai bahwa kinerja seseorang ditentukan oleh tiga faktor
dasar pijakan, yaitu teori motivasi dari Herzberg utama, yaitu motivasi, kemampuan dan ketepatan
(2003), yang terdiri atas tiga belas dimensi, yaitu tugas.
Sebagai tindak lanjut dari penggambaran
growth, work itself, responsibility, achievement,
advancement, recognition, company policies & dan penjelasan secara empirik dan komprehensif
administration, supervision, interpersonal rela- mengenai hubungan antara m otiv as i dan
tions, status, working conditions, job security, kompetensi tenaga kesehatan terhadap kinerja
and salary puskesmas dalam pelayanan kesehatan di Kota
Teori kompetensi dari Spencer and Spencer Palu, penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh
(1993:9-11), yang terdiri atas lima dimensi, yaitu pengetahuan ilmiah atau konsep baru dalam bidang
motives, traits, self-concept, knowledge, and skill, Ilmu Administrasi Publik, khususnya Perilaku
serta teori kinerja dari Poister (2003:47), yang Organisasi.
terdiri atas tujuh dimensi yaitu output, productiv-
ity, efficiency, service quality, effectiveness, cost- Metode Penelitian
effectiveness, and customer satisfaction. Penelitian ini didesain secara kuantitatif,
Secara teoritik, keberadaan motivasi dan dengan metode survei eksplanatori. Penelitian ini
ko mpetensi sebagai fak tor yang potensial dioperasionalisasikan melalui 25 dimensi dan 55
mempengaruhi k inerja o rganis as i dalam indikator, serta dibangun diatas dua kerangka
memberik an pelay anan publik (termasuk hubungan v ariabel, dim ana mo tivasi dan
kesehatan) s angat subs tans ial sifatnya, kompetensi tenaga kesehatan sebagai variabel
sebagaimana yang tercermin dalam penjelasan independen atau exogenous latent variable,
Forster (2005:161) yang menyatakan, sedangkan kinerja pusat kesehatan masyarakat
Motivation, in an organizational context, is defined sebagai variabel dependen atau endegenous la-
as the processes that increase or decrease an tent variable.
individual’s desire and commitment to achieve per- Populasi penelitian adalah seluruh tenaga
sonal and organizational goals. kesehatan pada puskesmas di Kota Palu sebanyak
476 orang (Profil Kesehatan Kota Palu Tahun
Demikian pula keberadaan kompetensi
2008). Teknik penarikan sampel dalam penelitian
sebagaimana yang dijelaskan oleh Krausert (2009:
Gambar 1: Diagram jalur model pengukuran pengaruh motivasi dan kompetensi tenaga
kesehatan terhadap kinerja puskesmas dalam pelayanan kesehatan (standardized coefficient)
Gambar 2: Model struktural pengaruh motivasi dan Gambar 3. Model struktural pengaruh motivasi dan
kompetensi tenaga kesehatan terhadap kinerja kompetensi tenaga kesehatan terhadap kinerja
puskesmas dalam pelayanan kesehatan (standard- puskesmas dalam pelayanan kesehatan (t-value)
ized coefficient)
Tabel 1
Hasil Pengujian Pengaruh Motivasi dan Kompetensi Tenaga Kesehatan terhadap Kinerja
Puskesmas dalam Pelayanan Kesehatan di Kota Palu
standar deviasi”, dan “variabel kompetensi tenaga dengan pendapat Kinicky and Kreitner (2009:144)
kesehatan memberikan efek atau pengaruh sebesar yang menyatakan “Managers need to understand
0,45 satu standar deviasi” terhadap “kinerja these psychological pro ces ses if they are
puskesmas dalam pelayanan kesehatan di Kota succesfully guide employees toward accomplish-
Palu.” ing organizational objectives”. Dalam hubungan ini
pemahaman proses-proses psikologis yang
Analisis Motivasi Pegawai dimaksud tiada lain adalah motivasi, sebagaimana
yang dijelaskan oleh T.R. Mitchell (dalam Kinicky
Berdasarkan hasil analisis data melalui
and Kreitner, 2009:144) bahwa “motivation repre-
metode structural equation modeling diperoleh
sent those psychological processes that cause the
kesimpulan bahwa “motivasi tenaga kesehatan
arousal, direction, and persistence of voluntary
berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
action that are goal directed”. Dengan demikian,
puskesmas dalam pelayanan kesehatan di Kota
keberadaan motivasi sebagai suatu proses-proses
Palu”, dengan besaran pengaruh atau efek 0,60.
psikologis, penting untuk dipahami dan ditumbuh-
Besaran pengaruh motivasi tenaga kesehatan
kembangkan dalam suatu organisasi, agar seluruh
terhadap kinerja puskesmas dalam pelayanan
unsur yang ada dalam suatu organisasi (pimpinan
kesehatan di Kota Palu tersebut jika dikonversi
dan pegawai) bersinergi didalam pencapain tujuan
kedalam acuan patokan interpretasi nilai koefisien
organisasi.
(Riduwan, 2004:218), maka dikategorikan sebagai
Selanjutnya keberadaan motivasi (secara
pengaruh yang “kuat” (berada dalam interval
intrinsik) dalam peningkatan kinerja tercermin dari
koefisien 0,60 – 0,799). Hasil ini menggambarkan
penjelasan Wagner and Hollenbeck (2010:81)
bahwa semakin tinggi tingkat motivasi tenaga
yang menyatakan
kesehatan maka tingkat kinerja puskesmas dalam
pelayanan kesehatan juga akan semakin tinggi. A person who is highly motivated will go out of his
Besar pengaruh dari variabel motivasi tenaga or her way to learn new things to improve future
performance.
kesehatan terhadap variabel kinerja puskesmas
dalam pelayanan kesehatan di Kota Palu mencapai Hal senada juga terlihat dari penjelasan
0,60 satu standar deviasi. Nilai ini memiliki makna Holbeche (2005: 36) yang menyatakan Motivation
bahw a perubahan po sitif mo tivasi tenaga that is appropriate to the task at hand will result in
kesehatan sebesar satu standar deviasi akan high performance, whereas inappropriate motiva-
mampu meningkatkan variabel kinerja puskesmas tion may negatively affect performance. Penjelasan
dalam pelayanan kesehatan sebesar 0,60 standar Wagner and Hollenbeck, serta Holbeche itu pada
deviasi. dasarnya menunjukkan bahwa motivasi seseorang
Selain itu, besaran pengaruh motivasi berkaitan erat dengan kinerja. Selain itu, suatu
tenaga kesehatan terhadap kinerja puskesmas tugas yang dikerjakan oleh seseorang yang
dalam pelayanan kesehatan di Kota Palu sebesar memiliki motivasi yang sesuai akan menghasilkan
0,60 menunjukkan proporsi varians (R 2 ) dari kinerja yang tinggi.
variabel kinerja puskesmas yang dapat dijelaskan Secara ekstrinsik, keberadaan motivasi
oleh variabel motivasi tenaga kesehatan mencapai dalam meningkatk an k inerja terlihat dari
0,60 2 x 100% = 36 persen. Artinya, didalam penjelasan Armstrong (2006: 251):
penelitian ini terdapat penyimpangan hasil (varians
“All organizations are concerned with what should
error) sebesar 64 persen dari variabel kinerja be done to achieve sustained high levels of perfor-
puskesmas yang dijelaskan oleh variabel motivasi mance through people. This means giving close at-
tenaga kesehatan. tention to how individuals can best be motivated
Pengaruh yang kuat dari motivasi tenaga through such means as incentives, rewards, lead-
kesehatan terhadap kinerja puskesmas dalam ership and, importantly, the work they do and the
organization context within which they carry out
pelayanan kesehatan di Kota Palu tersebut, pada
that work. The aim is to develop motivation pro-
dasarnya tidak terlepas dari upaya seluruh unsur cesses and a work environment that will help to
yang ada dalam jajaran Dinas Kesehatan Kota Palu ensure that individuals deliver results in accordance
untuk menumbuh-kembangkan motivasi dalam with the expectations of management”.
rangka pelaksanaan pelayanan kesehatan kepada
Pandangan senada juga terlihat dari analisis
masyarakat. Upaya ini tentunya merupakan suatu
Vasu et al. (1998:56) yang menyatakan:
tindakan yang tepat karena keberadaan motivasi
dalam suatu organisasi, dipandang sebagai suatu “Every organization needs motivated people! Why?
unsur yang dapat menyebabkan kinerja menjadi Because all organizations seek to be effective, to
get the job done. They also seek to be efficient,
lebih baik atau sebaliknya, atau sebagai aspek
that is to maximize the outputs per unit of input.
yang diperlukan oleh semua organisasi karena Efficiency is typically calibrated in terms of an
merupakan konsep sentral untuk meningkatkan organization’s productivity. To be both efficient and
kinerja dalam suatu organisasi. Hal ini searah effective public managers must work with and
through people. In the most generic sense, an or- belum menunjukkan motivasi yang efektif di dalam
ganization is a group of people working toward a kaitannya dengan kinerja seseorang. Hal ini terlihat
common goal. Both experience and common
dari pandangan Herzberg (dalam Armstrong,
sense indicate that all people do not expend equal
effort toward the realization of organizational goals. 2006: 254):
When they do not motivation problems are re- “Extrinsic motivators can have an immediate and
flected in such factors as low productivity, absen- powerful effect, but it will not necessarily last long.
teeism, and rapid employee turnover”. The intrinsic motivators, which are concerned with
the ‘quality of working life’ (a phrase and move-
Penjelasan Armstrong dan Vasu et al. pada ment that emerged from this concept), are likely
intinya memandang motivasi sebagai suatu unsur to have a deeper and longer-term effect because
yang diperlukan oleh semua organisasi dan they are inherent in individuals and not imposed
from outside”.
keberadaannya dipandang sebagai konsep sentral
untuk meningkatk an k inerja dalam s uatu Demikian pula cerminan keberadaan Teori
organisasi. Dengan demikian, keberadaan motivasi Dua Faktor dari Herzberg, (dalam Amstrong, 2006:
dalam kaitannya dengan kinerja dalam suatu 256; Pynes, 2009: 221; Shield, 2007:70 dan
organisasi menunjukkan bahwa suatu pekerjaan Kondalkar, 2007:105-106) yang pada intinya
yang tidak dilandasi oleh motivasi yang baik, menjelaskan bahwa motivasi intrinsik atau faktor
dengan sendirinya tidak akan mencapai kinerja mo tivato r dalam mempengaruhi perilak u
yang yang diharapkan oleh organisasi. Oleh sebab seseorang bersifat intrinsik dan beroperasi untuk
itu, keberadaan motivasi senantiasa menjadi salah membangun motivasi yang kuat dan kepuasan
satu aspek penting y ang terus ditumbuh kerja pegawai untuk menuju suatu kemajuan yang
kembangkan, baik oleh individu pegawai maupun lebih baik, sehingga dipandang efektif dalam
oleh pimpinan dalam suatu organisasi secara memotivasi orang untuk meningkatkan kinerja yang
berkesinambungan, dengan berbagai cara agar lebih baik. Sedangkan motivasi ekstrinsik atau
tercipta suatu motivasi yang baik dalam rangka faktor hyginie pada dasarnya tidak memotivasi atau
mendukung kinerja organisasi secara keseluruhan. memuas kan, m elaink an hanya m encegah
Upaya pengembangan motivasi tersebut, tentunya ketidakpuasan seseorang. Ketidak hadiran faktor
sangatlah beralasan karena pada hakekatnya ini meny ebabkan ketidakpuasan, tetapi
motivasi secara umum mengandung suatu makna kehadirannya tidak menimbulkan kepuasan.
sebagai pendorong atau penggerak terhadap Pandangan senada juga tercermin dari pendapat
seseorang, sehingga orang tersebut mau berkerja. Kinicky and Kreitner (2009:155), yang menjelaskan
Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang mau Intrinsic motivation was defined earlier as being
berperilaku, berbuat ataupun bertindak terkait driven by positive feelings associated with doing
dengan motif, keinginan, kebutuhan, dorongan well on as task or job. Intrinsicically motivated
ataupun tujuan dari individu yang bersangkutan people are driven to act for the fun or challenge
atau organisasi dimana individu tersebut berada. associated with a task rather than because of ex-
Pada sisi lain berdasarkan pengelompokan ternal rew ards , pres sure, or request. Ini
motivasi menurut Herzberg sebagai acuan teori mengindikasikan bahw a mo tivasi intrins ik
motivasi dalam penelitian ini, maka dapat merupakan suatu motivasi yang didorong oleh
dikemukakan bahwa dimensi-dimensi yang berada perasaan positif berkaitan dengan pelaksanaan
dalam kelompok hygiene factors lebih dominan di tugas atau pekerjaan dengan baik, akibat adanya
dalam menggambarkan motivasi tenaga kesehatan dorongan dalam bertindak untuk menyenangkan
dari pada dimensi yang berada dalam kelompok atau tantangan yang terkait dengan tugas bukan
motivation factor atau dengan kata lain motivasi karena penghargaan eksternal, tekanan, ataupun
ekstrinsik (extrinsic motivation) lebih dominan dari permintaan dari luar.
pada motivasi intrinsik (intrinsic motivation). Ini Namun jika dicermati substansi dari
mengandung makna bahwa implementasi motivasi penelitian ini yang bersentuhan dengan pelayanan
tenaga kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan publik bidang kesehatan, dapat dikemukakan maka
kesehatan di Kota Palu lebih dominan dipengaruhi bahwa keberadaan dimensi motivasi yang bersifat
oleh faktor-faktor yang berasal dari luar individu intrinsik ataupun motivasi ekstrinsik memiliki
dari pada faktor-faktor yang berasal dari dalam substansi yang sama dalam menggambarkan
diri individu atau tenaga kesehatan itu sendiri. Lebih motivasi pegawai di bidang pelayanan publik. Hal
dominannya hygiene factors atau motivasi ini didasari atas pemikiran bahwa pada dasarnya
ekstrinsik (extrinsic motivation) dari pada motiva- pelayanan publik bersentuhan dengan kepentingan
tion factor atau motivasi intrinsik (intrinsic moti- masy arak at umum, sehingga pelak sanaan
vation) di dalam mencerminkan motivasi tenaga pelayanan publik oleh pegawai tidak bisa hanya
kesehatan dalam pelayanan kesehatan di Kota Palu, didasari oleh motivasi intrinsik, tetapi juga harus
jika merujuk kepada perspektif Herzberg, pada menerima motivasi yang bersifat ekstrinsik.
dasarnya bukan suatu penyimpangan, akan tetapi Dengan demikian, maka keberadaan organisasi
menjadi penting untuk menyeimbangkan dua Pandangan Weber itu jelas menunjukkan
kebutuhan tersebut. Selain itu, suatu organisasi keberadaan dari perilaku birokrat yang secara
juga memiliki tujuan tersendiri yang harus eksternal didorong dan bergantung pada struktur
didukung oleh seluruh komponen sumber daya dan budaya organisasi publik, namun akan
manusia yang ada di dalam organisasi yang diinternalisasikan sebagai hasil sosialisasi dan
bersangkutan. pembelajaran. oleh karena itu, budaya layanan
Subs tans i analis is m otiv as i yang masyarakat terdiri dari ide, nilai, dan praktik yang
berorientasi pelayanan, terlihat dari pandangan termotivasi dari kebiasaan individu dan perilaku
Koehler and Rainey (2008:39) yang menyatakan: kolektif.
Berdasar pada pandangan ahli dan hasil
“Psychologists studying social interaction have de-
veloped theories about extrinsic and intrinsic moti- kajian dalam penelitian ini, dapat dikemukakan
vations. Extrinsic motivations respond to incentives bahwa keberadaan dimensi motivasi yang bersifat
external to the individual’s response to the task internal m aupun mo tivasi eks ternal pada
itself, while intrinsic motivations derive from inter- substansinya memiliki kedudukan dan peran yang
est and engagement in the actual work involved in sama serta saling terkait di dalam membangun
the task. Most analysts of service-oriented motiva-
motivasi pegawai dalam pelaksanaan pelayanan
tion classify it as an intrinsic motivation, yet it may
also have extrinsic influences. Hence, the analysis terhadap masyarakat.
of extrinsic and intrinsic motivation has relevance
for the analysis of service oriented motivation.” Analisis Kompetensi Pegawai
Pandangan Ko ehler and Rainey Berdasarkan hasil analisis dengan metode
mencerminkan bahwa analisis motivasi ekstrinsik Structural Equation Modeling diperoleh kesimpulan
dan intrinsik memiliki relevansi dalam menganalisis bahw a “k om petens i tenaga k es ehatan
motivasi yang berorientasi pelayanan, walaupun berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
kebanyakan analis motivasi pelayanan berorientasi puskesmas dalam pelayanan kesehatan di Kota Palu
pada pandang motivasi intrinsik (motivasi yang Sulawesi Tengah”, dengan besaran pengaruh atau
berasal dari minat dan keterlibatan individu yang efek 0,45. Besaran pengaruh kompetensi tenaga
sebenarnya dalam suatu tugas atau pekerjaan), kesehatan tehadap kinerja puskesmas dalam
juga dimungkinkan adanya pengaruh ekstrinsik, pelayanan kesehatan di Kota Palu tersebut jika
yaitu motivasi yang merespon insentif eksternal dikonversi kedalam acuan patokan nilai koefisien
untuk mendorong individu dalam pelaksanaan (Riduwan, 2004:218), maka dikategorikan sebagai
tugas. pengaruh yang “sedang” (berada dalam interval
Keberadaan kontribusi motivasi ekternal koefisien 0,40 – 0,599. Hasil ini menggambarkan
dalam pelayanan kesehatan tercermin dari hasil bahw a semakin tinggi ko mpetens i tenaga
kajian Kusmiati (2006), yang menyatakan bahwa kesehatan maka tingkat kinerja puskesmas juga
rendahnya mutu pelayanan kesehatan antara lain akan semakin tinggi. Besar pengaruh dari variabel
disebabkan oleh kurangnya sarana kesehatan. kompetensi tenaga kesehatan terhadap variabel
Faktor ini sesungguhnya merupakan elemen dari kinerja puskesmas dalam pelayanan kesehatan di
motivasi ekstrinsik dari Herzberg, yaitu kondisi kerja Kota Palu mencapai 0,45 satu standar deviasi. Nilai
(working conditions), khususnya yang terkait ini memiliki makna bahwa perubahan positif
kelengkapan dan kelayakan fasilitas penunjang kompetensi tenaga kesehatan sebesar satu
pekerjaan bagi tenaga kesehatan di dalam standar deviasi akan mampu meningkatkan
melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. variabel kinerja puskesmas dalam pelayanan
Berdasarkan hasil studi, kontribusi kondisi kerja kesehatan sebesar 0,45 standar deviasi.
dalam menjelaskan motivasi tenaga kesehatan Pada sisi yang lain, besaran pengaruh
dalam pelayanan kesehatan di puskesmas Kota Palu kompetensi terhadap kinerja puskesmas dalam
sebesar 0,68 (kontribusi yang kuat). pelayanan kesehatan di Kota Palu sebesar 0,45
Pandangan Koehler and Rainey pada menunjukkan proporsi varians (R2) dari variabel
prinsipnya terimplementasikan dalam proses kinerja puskesmas dalam pelayanan kesehatan
pelayanan publik, jika dicermati pandangan dari yang dapat dijelaskan oleh variabel kompetensi
Weber (dalam Horton, 2008:22) yang menjelaskan tenaga kesehatan mencapai 0,452 x 100% = 20,25
bahwa: persen. Artinya, didalam penelitian ini terdapat
“the behavior of bureaucrats is externally driven penyimpangan hasil (varians error) sebesar 79,75
and contingent on the structure and culture of pub- persen dari variabel kinerja puskesmas dalam
lic organizations but will be internalized as a result pelayanan kesehatan yang dijelaskan oleh variabel
of socialization and osmosis. Public service cultures, kompetensi tenaga kesehatan.
therefore, consist of ideas, values, and practices Mencermati nilai pengaruh dan proporsi
that motivate and fashion individual and collective
varians dari pengaruh kom petensi tenaga
behaviors”.
kesehatan terhadap kinerja puskesmas dalam
yang merupakan karakteristik kompetensi yang teraction of ability and motivation; that is, perfor-
bersifat visible. Makna ini mengindikasikan bahwa mance = f (A x M). If either is inadequate, perfor-
mance will be negatively affected. ... an individual’s
dimensi-dimensi yang berkarakteristik hidden (sifat,
intelligence and skills (subsumed under the label
motif, dan konsep diri) dapat memberikan kontibusi “ability”) must be considered in addition to motiva-
yang baik bagi pegawai dalam meningkatkan tion if we are to be able to accurately explain and
kinerjanya pada khususnya dan kinerja organisasi predict employee performance”
pada umumnya.
Walaupun pandangan Borman dan Robbins
Penggunaan pengetahuan dan keterampilan
tidak secara langsung menyatakan keterkaitan
seorang pegawai dalam bekerja tidak akan
motivasi dengan kompetensi (tetapi motivasi dan
mencapai kinerja maksimal tanpa didasari oleh
kemampuan), akan tetapi substansi dari konteks
konsistensi penerapan nilai-nilai sifat, motif dan
kemampuan dapat diterjemahkan kedalam suatu
konsep diri dari pegawai yang bersangkutan.
konsep kompetensi, sebagaimana yang tercermin
Pandangan ini didasari atas hakekat keberadaan
dari pendapat Boyatzis (2008:6) yang menyatakan
sifat, motif dan konsep diri itu sendiri bagi pegawai
“a competency is defined as a capability or abil-
dalam bekerja. Sifat kepribadian menunjukkan
ity”, atau dalam pandangan Schultheiss and
konsistensi gambaran kestabilan atau ketidak-
Brunstein (2005:42): “competence is a multifac-
stabilan perilaku seseorang dalam berbagai situasi
eted concept. It can refer to the skills and abilities
kerja. Sementara itu motif atau sering disebut
a person has developed, to the degree to which
dengan is tilah (achievement m otiv ated)
the person is effective in her or his transactions
menunjukkan konsistensi pemikiran dari seseorang
with the environment, and to how successfully a
untuk berbuat sesuatu yang lebih baik dan lebih
person performs”. Dengan demikian, maka
produktif dalam melaksanakan pekerjaannya.
keberadaan dari penjelasan Borman dan Robbins
Sedangkan konsep diri mencerminkan konsistensi
dipandang sebagai suatu konsep yang mendasari
dari seseorang untuk mengenal dirinya sendiri,
hubungan antara motivasi, kompetensi dengan
baik dari sisi fisik, sosial, maupun spiritual atau
kinerja.
moral, sehingga pegawai yang bersangkutan
Mengacu pada data dan pandangan ahli
mengenali kekuatan dan kelemahan yang ada
tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa untuk
dalam dirinya, yang menjadi daya dorong dalam
meningkatkan kinerja puskesmas dalam pelayanan
mengembangkan potensi diri, pengetahuan
kesehatan di Kota Palu, perlu peningkatan motivasi
ataupun keterampilan serta perilaku lainnya yang
dan ko mpetensi tenaga kesehatan secara
po sitif untuk mencapai diri kinerja yang
seimbang, karena keberadaan motivasi dan
diharapkan. Dengan demikian keberadaan dari
kompetensi tenaga kesehatan tersebut merupakan
ketiga karakteristik kompetensi tersebut (motif, sifat
satu kesatuan yang saling mendukung dalam
dan konsep diri) menjadi landasan utama bagi
menentukan tingkat pencapaian kinerja puskesmas
keberhasilan penerapan konsistensi pengetahuan
dalam pelayanan kesehatan.
dan k eteram pilan seorang pegaw ai dalam
Berdasar pada makna dan keterkaitan dari
berkerja, baik sebagai individu maupun sebagai
variabel penelitian, dapat dikemukakan bahwa
tim kerja dalam suatu organisasi.
kompetensi pada hakekatnya merupakan dasar
bagi keberhasilan suatu kinerja. Pencapaian suatu
Analisis Interaksi Motivasi dengan
kinerja yang maksimal hanya akan terjadi apabila
Kompetensi dalam meningkatkan Kinerja dilakukan oleh s es eo rang y ang memiliki
Puskesmas dalam pelayanan kesehatan kemampuan atau bakat yang konsisten dengan
Berdasarkan hasil analisis model struktural kebutuhan tuntutan pekerjaan dalam suatu
(gambar 2), diperoleh nilai hubungan timbal balik organisasi. Sementara itu, motivasi pada dasarnya
yang kuat (0,79) antara variabel motivasi dengan merupakan pendorong bagi seseorang untuk
variabel kompetensi tenaga kesehatan. Hasil ini meningkatkan kinerja, baik motivasi yang bersifat
mengindikasikan bahwa antara variabel motivasi intrinsik, maupun yang bersifat ektrinsik. Oleh
dan variabel kompetensi tenaga kesehatan terjadi karena itu, interaksi dari keduanya merupakan satu
hubungan yang saling memperkuat di dalam kesatuan yang menentukan pencapaian kinerja
mempengaruhi kinerja puskesmas di Kota Palu. yang tinggi. Motivasi tidak akan berpengaruh kuat
Hal ini senada dengan pandangan ahli, terhadap pencapaian kinerja jika seseorang dalam
sebagaimana yang dikemukakan oleh Borman et bekerja tidak didasari oleh kompetensi, dan
al. (2003:255): “... some important aspects of sebaliknya kompetensi seseorang dalam bekerja
motivation. First, motivation varies across and tidak akan berjalan dengan baik jika orang tersebut
within individuals. Second, it seems to combine tidak didukung oleh motivasi yang tinggi.
with ability to produce behavior and performance”,
atau Robbins (1996:233) yang menjelaskan: Kesimpulan
“Employee performance is as a function of the in- Hasil penelitian menunjukkan motivasi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. United States of America: John Wiley & Sons.
(2010). Rencana Strategis Kementerian
Pynes, Joan E. (2009). Human resources Manage-
Kesehatan Tahun 2010-2014. Jakarta.
ment For public and Nonprofit Organizations:
Kinicky, Angelo and Robert Kreitner. (2009). Or- A strategic approach. Third Edition. San Fran-
ganizational Behavior: Key Concepts, Skills, and cisco: Jossey-Bass A Wiley Imprint.
Best Practices. Fourth Edition. New York:
Riduwan. (2004). Statistika untuk Lembaga dan
McGraw-Hill.
Ins tansi Pemerintah/Swasta. Bandung:
Koehler, Michael and Hal G. Rainey. (2008). “In- Alfabeta.
terdisciplinary Foundations of Public Service
Robbins, Stephen P. (1996). Organizational Behav-
Motivation.” In James L. Perry. Motivation in
ior: Concepts, Controversies, Applications.
Public Management: The Call of Public Ser-
Seventh Edition. New York: Prentice Hall In-
vice. Page 33-55. New York: Oxford Univer-
ternational, Inc.
sity Press.
Sanghi, Seema. (2007). The Handbook of Com-
Kondalkar, V.G. (2007). Organizational Behaviour.
petency Mapping. New Delhi: Response Books.
New Delhi: New Age International Ltd. Pub-
lishers. Shields, John. (2007). Managing Employee Per-
formance And Reward: Concepts, Practices,
Krausert, Achim. (2009). Performance Manage-
Strategies. New York : Cambridge University
ment for Different Employee Groups: A Con-
Press.
tribution to Employment Systems Theory. Ber-
lin Heidelberg: Springer-Verlag. Spencer, Lyle M. and Signe M. Spencer. (1993).
Competence at Work: Models for Superior Per-
Kusmiati, Mia. (2006). “Kontribusi Fakultas
formance. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Kedokteran Unisba Dan Pemerintah Propinsi
Dalam Membantu Pencapaian Indeks Sulaeman, Endang Sutisna. (2009). “Manajemen
Pembangunan Manusia (IPM) Di Jawa Barat”. Kesehatan: Teori dan Praktik di Puskesmas.
MIMBAR, Jurnal Sosial dan Pembangunan Surakarta”. Universitas Sebelas Maret. Atau
Universitas Islam Bandung, Volume XXII No. melalui <http://www.uns.ac.id/datainformasi/
4 Oktober – Desember 2006: 465-478. buku/Microsoft%20Word%20%20BUKU%
20MANAJEMEN%20KESEHATAN%20REVISI%
Mattulada, Andi., Ihcwan Tandju, Syamsuddin,
20_Dr.%20Endang%20Sutisna_.pdf> [20/03/
Moh. Yunus Kasim, dan Asngadi. (2006).
2009]
Analisis Kualitas Layanan Puskesmas Terhadap
Kepuasan Pengguna Jasa Keluarga Miskin dan Vasu, Michael Lee, Debra W. Stewart and G. David
Non Keluarga Miskin di Sulawesi Tengah. Palu. Garson (1998). Organizational Behavior and
Kerjasama Fakultas Ekonomi Universitas Public Management. Third Edition. New York:
Tadulako dengan Dinas Kesehatan Provinsi Marcel Dekker, Inc.
Sulawesi Tengah.
Wagner III, John A. and John R. Hollenbeck.
Poister, Theodore H. (2003). Measuring Perfor- (2010). Organizational Behavior: Securing
mance In Public And Nonprofit Organizations, Competitive Advantage. New York: Routledge.