Kanker serviks merupakan kanker pada serviks atau leher rahim, yaitu area bagian
bawah rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina yang disebabkan oleh adanya
Human Papiloma Virus (HPV) (Emilia, 2010). Virus tersebut memiliki tipe yang sangat
banyak hampir 100 tipe HPV sampai saat ini berhasil diidentifikasi.Untuk perkembangan dari
infeksi HPV hingga menjadi kanker serviks memakan waktu yang cukup lama yaitu 10
sampai 20 tahun.
World Health Organization (WHO) 2014, ditemukan 528.000 kasus baru kanker
serviks didiagnosis di seluruh dunia sekitar 85% terjadi di daerah yang kurang berkembang.
Pada tahun yang sama 266.000 wanita di dunia meninggal akibat kanker serviks, diantaranya
9 dari 10 kasus mengalami kematian atau 231.000 jumlah wanita yang meninggal berasal dari
negara dengan pendapatan yang rendah, disamping itu 35.000 atau 1 dari 10 wanita berasal
dari negara dengan berpendapatan yang tinggi. Alasan utama penyebab perbedaan tersebut
adalah kurangnya pengetahuan atas pencegahan dan mendeteksi dini serta perawatan dan
sulit mengakses program, tanpa hal tersebut kanker serviks biasanya hanya dapat dideteksi
kanker serviks berada di peringkat nomor 3 di dunia. Menurut data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013, penyakit kanker serviks dan payudara merupakan penyakit kanker
dengan prevalensi tertinggi di Indonesia pada tahun 2013, yaitu kanker serviks sebesar 0,8‰
dan kanker payudara sebesar 0,5‰. Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Maluku Utara, dan
Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki prevalensi kanker serviks tertinggi yaitu sebesar 1,5‰,
sedangkan prevalensi kanker payudara tertinggi terdapat pada Provinsi D.I. Yogyakarta, yaitu
sebesar 2,4‰. Berdasarkan estimasi jumlah penderita kanker serviks dan kanker payudara
terbanyak terdapat pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah.
Tabel 1. Prevalensi dan Estimasi Jumlah Penderita Penyakit Kanker Serviks di Indonesia
(Riskesdas, 2013)
Meskipun kanker merupakan penyakit yang tidak diketahui penyebabnya secara pasti,
namun dipengaruhi oleh banyak faktor seperti merokok/terkena paparan asap rokok,
mengkonsumsi alkohol, paparan sinar ultraviolet pada kulit, obesitas dan diet tidak sehat, 5
kurang aktifitas fisik, dan infeksi yang berhubungan dengan kanker. Para ahli memperkirakan
bahwa 40% kanker dapat dicegah dengan mengurangi faktor risiko terjadinya kanker
faktor risiko tersebut dan peningkatan program pencegahan dan penanggulangan yang tepat
(Depkes, 2015).
Melihat perkembangan jumlah penderita dan kematian kanker serviks, diperkirakan
bahwa sekitar 10% wanita di dunia sudah terinfeksi Human Papiloma Virus (HPV).
Mayoritas perempuan yang didiagnosis kanker serviks biasanya tidak melakukan screening
testatau tidak melakukan tindak lanjut setelah ditemukannya adanya hasil abnormal. Tidak
melakukan screening test secara regular merupakan faktor terbesar penyebab ternjangkitnya
WHO merekomendasikan berbagai metode dalam melakukan deteksi dini, salah satu
diantaranya adalah metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) (WHO, 2014). IVA adalah tes
skrining yang sederhana berdasarkan pada lesi prakanker di epitel serviks menjadi putih
sekitar satu menit setelah terkena 5% asam asetat atau asam cuka, IVA mengevaluasi
perubahan visual dengan mata telanjang (tanpa pembesaran). Dua dekade terakhir ini IVA
dinyatakan sama atau lebih sensitif dari papsmear untuk mendeteksi lesi prakanker.
pelayanan baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, yang dititik beratkan pada
deteksi dini dan pengobatan penyakit tidak menular. Program deteksi dini yang telah
dilakukan di Indonesia untuk mengantisipasi kanker serviks adalah IVA, yang mana sudah
kanker serviks.
Pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim dengan IVA adalah pemeriksaan leher
rahim secara visual menggunakan asam cuka berarti melihat leher rahim dengan mata
telanjang untuk mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam asetat atau cuka (3-5%).
Daerah yang tidak normal akan berubah warna dengan batas tegas menjadi putih
(acetowhite), yang mengindikasikan bahwa leher rahim mungkin memiliki lesi prakanker.
Pemeriksaan IVA dilakukan pada wanita yang berusia 30-50 tahun dan yang sudah
melakukan hubungan seksual dan juga perempuan tersebut dalam keadaaan tidak hamil.
Pemeriksaan IVA dapat dilakukan oleh Bidan, perawat, dokter umum dan dokter spesialis
yang sudah terlatih (Arum, 2015). Metode IVA merupakan metode yang dianjurkan untuk
fasilitas dengan sumber daya yang sederhana seperti puskesmas. Metode IVA mempunyai
keunggulan selain tidak memakan biaya yang mahal metode ini juga dapat memberikan hasil
Masih terdapatnya banyak wanita yang belum ingin melakukan deteksi dini
mengakibatkan banyak kasus ini ditemukan sudah pada stadium lanjut yang sering kali
menyediakan fasilitas deteksi dini seperti di rumah sakit, rumah bersalin, pusat atau klinik
deteksi dini, praktek dokter spesialis kandungan, puskesmas, praktek dokter umum dan bidan
yang telah terlatih dan mempunyai peralatan pap smear, tetapi angka morbiditas dan
Berdasarkan latar belakang diatas dan dengan melihat kejadian kanker serviks atau
kanker leher Rahim sangat tinggi, maka deteksi dini untuk mencegah terjadinya kanker
serviks sangat penting untuk dilakukan secara rutin. Melakukan deteksi dini akan mencegah
terjadinya penyakit atau dalam kasus ini adalah kanker serviks pada stadium lanjut. Sehingga
harapannya dengan melakukan deteksi dini akan menurunkan angka kejadian kanker seviks
Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara.
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar Tingkat Provinsi di Republik Indonesia Tahun 2013.