Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Penyakit pada telinga tengah dan mastoid lazim ditemukan di Amerika Serikat dan di
seluruh dunia. Beberapa penelitian menunjukan bahwa otitis media merupakan masalah
paling umum kedua pada praktek pediatrik, setelah pilek. Sejak penggunaan antibiotik secara
luas terhadap otitis media dan mastoiditis pada pertengahan 1930-an, angka mortalitas dan
penyulit serius dari otitis media telah sangat menurun. Namun, sekarang penyakit telinga
tengah seringkali terdapat dalam bentuk kronik atau lambat yang menyebabkan kehilangan
pendengaran dan pengeluaran sekret.
Mastoiditis adalah suatu infeksi bakteri pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol
dibelakang telinga). Mastoiditis marupakan peradangan kronik yang mengenai rongga
mastoid dan komplikasi dari otitis media kronis. Lapisan epitel dari telinga tengah adalah
sambungan dari lapisan epitel sel – sel mastoid udara yang melekat ditulang temporal.
Pada saat belum ditemukan-nya antibiotik, mastoiditis merupakan penyebab kematian
pada anak-anak serta ketulian/hilangnya pendengaran pada orang dewasa. Jika tidak di obati,
infeksi bisa menyebar ke sekitar struktur telinga tengah, termasuk di antaranya otak, yang
bisa menyebabkan infeksi yang serius. Saat ini, terapi antibiotik ditujukan untuk pengobatan
infeksi telinga tengah sebelum berkembang menjadi mastoiditis, yang akhirnya bisa
menyebabkan kematian.

1
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1. Anatomi Telinga

Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam.

2.1.1. Telinga Luar


Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun
telinga terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga
terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka
tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya
terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 – 3 cm.1
Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut.
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga.Pada duapertiga bagian dalam hanya
sedikit dijumpai kelenjar serumen.1

2.1.2 Telinga Tengah


Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari:
 Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara.
Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik

2
terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani dibagi ats 2 bagian yaitu bagian atas
disebut pars flasida (membrane sharpnell) dimana lapisan luar merupakan lanjutan
epitel kulit liang telinga sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan
pars tensa merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin.
 Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran
ini dalam telinga tengah saling berhubungan.
 Tuba eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring.1

2.1.3 Telinga Dalam

Gambar 2. Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibule sebelah
atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya.
Skala vestibule dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi
endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dimana
cairan perilimfe tinggi akan natrium dan rendah kalium, sedangkan endolimfe tinggi akan
kalium dan rendah natrium. Hal ini penting untuk pendengaran, dasar skala vestibuli disebut
sebagai membran vestibuli (Reissner’s Membrane) sedangkan skala media adalah membran
basalis. Pada membran ini terletak organ corti yang mengandung organel-organel penting

3
untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel rambut
dalam (3000) dan tiga baris sel rambut luar (12000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-
lubang lengan horizontal dari suatu jungkat jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong.
Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-
sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung
datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal sebagai membrane tektoria. Membran tektoria
disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus.2

Gambar 3. Potongan melintang koklea

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang diebut
membranetektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.
Vaskularisasi telinga dalam berasal dari A. Labirinti cabang A. Cerebelaris
anteroinferior atau cabang dari A. Basilaris atau A. Verteberalis. Arteri ini masuk ke meatus
akustikus internus dan terpisah menjadi A. Vestibularis anterior dan A. Kohlearis communis
yang bercabang pula menjadi A. Kohlearis dan A. Vestibulokohlearis. A. Vestibularis
anterior memperdarahi N. Vestibularis, urtikulus dan sebagian duktus semisirkularis.
A.Vestibulokohlearis sampai di mediolus daerah putaran basal kohlea terpisah menjadi
cabang terminal vestibularis dan cabang kohlea. Cabang vestibular memperdarahi sakulus,
sebagian besar kanalis semisirkularis dan ujung basal kohlea. Cabang kohlea memperdarahi
ganglion spiralis, lamina spiralis ossea, limbus dan ligamen spiralis. A. Kohlearis berjalan
mengitari N. Akustikus di kanalis akustikus internus dan di dalam kohlea mengitari modiolus

4
Vena dialirkan ke V.Labirinti yang diteruskan ke sinus petrosus inferior atau sinus
sigmoideus. Vena-vena kecil melewati akuaduktus vestibularis dan kohlearis ke sinus
petrosus superior dan inferior.2

2.1.4 Tulang Mastoid


Tulang mastoid adalah tulang keras yang terletak di belakang telinga, didalamnya
terdapat rongga seperti sarang lebah yang berisi udara.Rongga-rongga udara ini ( air cells )
terhubung dengan rongga besar yang disebut antrum mastoid.
Kegunaan air cells ini adalah sebagai udara cadangan yang membantu pergerakan
normal dari gendang telinga, namun demikian hubungannnya dengan rongga telinga tengah
juga bisa mengakibatkan perluasan infeksi dari telinga tengah ke tulang mastoid yang disebut
sebagai mastoiditis.2

Gambar 4. Anatomi telinga dan tulang mastoid(sumber dari: www.google.com)

Struktur didalam tulang Mastoid : antrum mastoid ( rongga di belakang epitimpani/


atik). Aditus ad antrum adalah saluran yang menghubungkan antrum dengan epitimpani.
Lempeng dura (dura plate ) adalah lempeng tips yang keras dibanding tulang sekitarnya yang
membatasi rongga mastoid dengan sinus lateralis. Sudut sinodura adalah sudut yang dibentuk
oleh pertemuan duramater fosa media dan fosa posterior otak dengan sinus lateral di
posterior. Sudut ini ditemukan dengan membuang sebersih-bersihnya sel-sel pneumatisasi
mastoid di bagia posterior inferior lempeng dura dan postero superior lepeng sinus. Sudut
keras/ solid angel / hard angel adalah penulangan yang keras sekali yang dibentuk oleh
pertemuan 3 kanalis semisirkularis. Segitiga trautmann adalah daerah yang terletak di balik
antrum yang dibatasi oleh sinus sigmoid, sinus lateral ( sinus petrosus superior), dan tulang
labirin. Batas medialnya adalah lempeng dura fosa posterior.2

5
BAB III
MASTOIDITIS

2.2. MASTOIDITIS

2.2.1 Definisi
Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus ad
antrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama bisanya
disertai infeksi kronis di rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis.
Beberapa alhi menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK.3

Gambar 5. Tulang mastoid

2.2.3 Epidemiologi
Mastoiditis biasanya terjadi pada anak. Sebelum adanya antibiotik, mastoiditis
merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak-anak. Insidensi Matoiditis
sangatlah bervariasi di seluruh dunia. Insiden Mastoiditis rata-rata 4 kasus per 100.000 anak
setiap tahunnya dengan usia diatas 5 tahun. Beberapa penelitian epidemiologi di Amerika
Utara dan di Inggris menunjukkan bahwa insiden dari Mastoiditis adalah kurang dari 2 kasus
per 100.000 anak setiap tahunnya, angka ini sedikit meningkat pada penelitian di
Scandinavia. Pada tahun 2007, Kvaerner et almelaporkan insidens dari Mastoiditis adalah
4,3-7,1 kasus per 100.000 anak berusia 2-16 tahun. Di negara-negara Eropa Selatan, terdapat
beberapa penelitian tentang Mastoiditis pada pasien yang berjumlah sedikit, tetapi tidak
terdapat hasil epidemiologis yang resmi.4

2.2.4 Etiologi
Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis yang berkembang menjadi mastoiditis
adalah infeksi campuran bakteri dari meatus auditoris eksternal, kadang berasal dari
nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksi saluran nafas atas. Organisme-organisme dari

6
meatus auditoris eksternal termasuk staphylococcus, pseudomonasaeruginosa, B.proteus,
B.coli dan aspergillus.Organisme dari nasofaring diantaranya Streptococcus viridans
(Streptococcus A hemolitikus, streptococcus B hemolitikus dan pneumococcus).3
Suatu teori patogenesis mengatakan terjadinya otititis media nekrotikans akut menjadi
awal penyebab mastoiditis yang merupakan hasil invasi mukoperiusteum organisme yang
virulen, terutama berasal dari nasofaring terbesar pada masa kanak-kanak, atau karena
rendahnya daya tahan tubuh penderita sehingga terjadinya nekrosis jaringan akibat toxine
nekrotik yang dikeluarkan oleh bakteri kemudian terjadi perforasi pada membrane timpani
setelah penyakit akut berlalu membrane timpani tetap berlubang atau sembuh dengan
membran atrofi.Pada saat ini kemungkinan besar proses primer untuk terjadinya mastoiditis
adalah tuba eustachius, telinga tengah dan sel-sel mastoid.3
Faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis yang
menjadi mastoiditis sangat majemuk, antara lain:
 Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis akibat:
Infeksi hidung dan tenggorokkan yang kronis atau berulang dan obstruksi anatomic
tuba eustachius parsial atau total.
 Perforasi membran timpani yang menetap
 Terjadinya metaplasia skuamosa/perubahan patologik yang menetap lainnya pada
telinga tengah
 Terdapat daerah dengan otitis persisten di mastoid
 Faktor konstitusi dasar seperti alergi atau perubahan mekanisme pertahan tubuh
Mastoiditis timbul sebagai akibat terapi otitis media supurative akut yang tidak adekuat.
Penyebab otitis media supurative adalah akibat infeksi bakteri Streptococcus B. Hemoliticus,
Pneumococcus, dan Hemophilus Influenzae.Selain itu kurang dalammenjaga kebersihan pada
telinga seperti masuknya air ke dalam telinga serta bakteri yang masuk dan bersarang yang
kemudian dapat menyebabkan infeksi traktus respiratorius. Pada pemeriksaan telinga akan
menunjukkan bahwa terdapat pus yang berbau busuk akibat infeksi traktus respiratorius.
Beberapa hal yang mempengaruhi berat dan ringannya penyakit adalah faktor tubuh penderita
(imunitas) dan faktor dari bakteri itu sendiri. 3
Faktor-faktor dari bakteri sendiri adalah, lapisan pelindung pada dinding bakteri,
pertahanan terhadap antibiotic dan kekuatan penetrasi bakteri terhadap jaringan keras dan
lunak dapat berperan pada berat dan ringannya penyakit.

7
OMSK
Kuman aerob

Gram negative :
proteus,
Gram positif : pseudomonas spp
S pyogenes dan E colli,
Bakterioides spp
S.aureus kuman anaerob

Timbul Infeksi pada telinga

Eksogen infeksi dari Rinogen dari


penyakit ronggga Endogen alergi,DM,
luar melalui
hidung dan TBC paru
perforosi membrane
tympani sekitarnya

Peradangan pada Mastoid

Mastoiditis

Timbul suara Kemerahan pada Keluarnya push


Nyeri
denging mastoid

Gangguan rasa
nyaman Nyeri Cemas Hiperemi push

Gangguan Kerusakan Otolitis


pendengaran jaringan/dikontinuitas
jaringan

Gangguan Penurunan
Komunikasi kepercayaan diri

8
2.2.5 Patofisiologi
Peradangan mukosa cavum timpani pada otitis media supuratif akut maupun kronik
yang sifatnya maligna (atikoantral) atau disebut juga tipe tulang (kolesteatom) maka dapat
menyebabkan komplikasi intra temporal berupa mastoiditis, karena kolesteatom mampu
mendestruksi tulang disekitarnya. Oleh karena letak dari antrum mastoid pada dinding
anteriornya berbatasan dengan telinga tengah dan aditus ad antrum.
Mastoiditis merupakan komplikasi intratemporal dari otitis media yang paling sering
dijumpai. Otitis media, khususnya yang kronik (otitis media supuratif kronik) adalah infeksi
telinga tengah yang ditandai dengan sekret telinga tengah aktif atau berulang pada telinga
tengah yang keluar melalui perforasi membran timpani yang kronik. OMSK sukar
disembuhkan dan menyebabkan komplikasi yang luas. Umumnya penyebaran bakteri
merusak struktur sekitar telinga dan telinga tengah itu sendiri. Komplikasi intratemporal yaitu
mastoiditis, labirintis, petrositis, paralisis n. facialis; dan ekstratemporal meliputi komplikasi
intrakranial (abses subperiosteal, abses bezold’s) dan intrakranial (meningitis, abses otak,
sinus trombosis).

Infeksi akut yang menetap dalam rongga mastoid dapat menyebabkan osteoitis, yang
menghancurkan trabekula tulang yang membentuk sel-sel mastoid. Oleh karena itu istilah
mastoiditis coalescent digunakan. Mastoiditis coalescent pada dasarnya merupakan empiema
tulang temporal yang akan menyebabkan komplikasi lebih lanjut, kecuali bila
progresifitasnya dihambat, baik dengan mengalir melalui antrum secara alami yang akan
menyebabkan resolusi spontan atau mengalir ke permukaan mastoid secara tidak wajar, apeks
petrosus, atau ruang intrakranial. Tulang temporal lain atau struktur didekatnya seperti nervus
fasiais, labirin, sinus venosus dapat terlibat. Mastoidtis dapat berlangsung dalam 5 tahapan :
Tahap 1 : hiperemia dari lapisan mukosa sel udara mastoid
Tahap 2 : trasudasi dan eksudasi cairan dan atau nanah dalam sel-sel
Tahap 3 : nekrosis tulang yang disebabkan hilangnya vaskularitas septa
Tahap 4 : hilangnya dinding sel dengan proses peleburan (coalescence) menjadi rongga abses
Tahap 5 : proses inflamasi berlanjut ke struktur yang berdekatan..3

A. Mastoiditis akut
9
Mastoiditis akut terjadi kurang dari 3 minggu. Penyebab tersering mastoiditis akut
adalah karena otitis media akut yang tidak diobati atau pengobatan yang tidak tuntas. Pada
mastoiditis akut terjadi infeksi bakteri langsung di mastoid. Seringkali kulit diatas mastoid
yang tepat berada dibelakang telinga menjadi meradang sehingga terliat merah dan
membengkak. Jika infeksi berlanjut lebih dari 10 sampai 14 hari, maka dinding tulang yang
membentuk “sarang lebah” yang berisi sel udara mastoid mulai hancur, kerusakan tulang ini
disebut mastoiditis coalescent. Jika infeksi berlanjut maka dapat terjadi penumpukkan nanah
di bawah kulit belakang telinga, sehingga dapat terjadi abses.5

2.2.6 Diagnosis
 Pemeriksaan Fisik
Anamnesis :
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang

Temuan pada mastoiditis akut dan kronis termasuk penebalan periosteal, abses
subperiosteal, otitis media, dan tonjolan nipple like (seperti puting) dari membran timpani
pusat. Menentukan adanya penebalan periosteal memerlukan perbandingan dengan
bagian telinga yang lain. Perubahan posisi dari daun telinga ke arah bawah dan ke luar
(terutama pada anak-anak <2 tahun) atau ke atas dan ke luar (pada anak-anak <2 tahun)
dapat ditemukan.6 Abses subperiosteal merubah posisi aurikel ke lateral dan melenyapkan
lipatan kulit postauricular. Jika lipatan tetap ada proses ini terjadi dilateralperiosteum.
Otitis media terlihat pada pemeriksaan dengan otoskop. Tonjolan nipplelike
darimembran timpanisentral mungkin ada, ini biasanya disertai rembesannanah.Infeksi
ringan persisten (mastoiditis tersembunyi) dapat terjadi pada pasien dengan otitis media
rekuren atau efusi telinga persisten.5,6 Kondisi ini dapat menyebabkan demam, sakit
telinga, dan komplikasi lain.

Tanda-tanda mastoiditis akut adalah sebagai berikut:


 Bulging membran timpani yang erythematous
 Eritema, tenderness, dan edema di atas area mastoid
 Fluktuasi postauricular
 Tonjolan dari aurikula
 Pengenduran dinding kanalis posterosuperior

10
 Demam (terutama pada anak-anak <2 tahun)
 Otalgia dan nyeri retroauricular (terutama pada anak-anak<2 tahun) 4,5

Temuan pada mastoiditis kronis mungkin konsisten dengan komplikasi ekstensi ke luar
prosesus mastoideus dan periosteum yang mengelilinginya atau dengan komplikasi lain
intratemporal seperti lumpuh wajah. Tanda-tanda meliputi:
 Membran timpani terinfeksi atau normal
 Demam berulang atau persisten
 Tidak adanya tanda-tanda eksternal dari peradangan mastoideus 5

Pemeriksaan neurologis umumnya menghasilkan temuan nonfocal. Namun keterlibatan


saraf kranialis dapat terjadi pada penyakit lanjut. Tanda-tanda meliputi:
 Palsy dari saraf abducens (saraf kranial VI)
 Palsy dari saraf wajah (saraf kranial VII)
 Rasa nyeri dari keterlibatan cabang oftalmik dari saraf trigeminal.5

Pemeriksaan Laboratorium
 Spesimen dari sel-sel mastoid yang diperoleh selama operasi dan cairan Mringotomy,
ketika diperoleh, harus dikirim untuk kultur bakteri aerobik dan anaerobik, jamur,
mikobakteri dan basil tahan asam.
o Jika membran timpani sudah perforasi, saluran eksternal dapat dibersihkan,
dan sampel cairan drainase segar diambil.
o Ketelitian adalah penting untuk mendapatkan cairan dari telinga tengah dan bukan
saluran eksternal.
o Kultur dan pengujian kepekaan terhadap isolat dapat membantu dalam
memodifikasi terapi inisial antibiotik.
o Hasil kultur yang dikumpulkan dengan benar untuk bakteri aerobik dan anaerobik
sangat membantu untuk pilihan terapi definitif.
o Pewarnaan Gram dari spesimen awalnya dapat membimbing terapi antimikroba
empiris. 6
 Kultur darah harus diperoleh.
 Pemeriksaan darah rutin dan laju sedimentasi dihitung untuk mengevaluasi efektivitas
terapi seterusnya.
 Pemeriksaan LCS untuk evaluasi jika dicurigai perluasan proses ke
intrakranial

11
Penegakan diagnosis otitis media ini didasarkan atas pemeriksaan klinis(anamnesis
dan pemeriksaan otologik) serta untuk mengetahui ada tidaknya komplikasi melalui
pemeriksaan radiologik (foto polos, CT scan, dan MRI mastoid).Imaging yang terbaik untuk
menilai penyakit kronik telinga tengah dan tulang temporal (mastoid) termasuk kolesteatom
adalah CT scan karena memperlihatkan destruksi tulang.7
Radiologi konvensional os temporal masih banyak digunakan di daerah atau tempat
dimana tidak terdapat CT scan dan MRI. Radiografi konvensional digunakan dalam
skrinning tulang temporal dan menentukan status pneumatisasi dari mastoid dan
petrous piramid. Metode ini memungkinkan digunakan untuk lesi besar yang meluas ke
tulang temporal. Proyeksi standar os temporal meliputi proyeksi Schuller.7
Dengan CT scan bisa dilihat bahwa sel-sel udara dalam prosesus mastoideus terisi
oleh cairan (dalam keadaan normal terisi oleh udara) dan melebar. Contoh cairan dari telinga
dibiakkan di laboratorium untuk mengetahui organisme penyebabnya.7

Gambar 6 & 7. Mastoiditis & CT scan mastoiditis

Pemeriksaan radiologis pada mastoiditis koalesens mengungkapkan adanya


opasifikasi sel-sel udara mastoid oleh cairan dan hilangnya trabekulasi normal dari sel-sel
tersebut. Hilangnya kontur masing-masing sel, membedakan temuan ini dengan temuan pada
otitis media serosa di mana kontur sel tetap utuh.8,9
Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang
menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini agaknya berkaitan dengan
virulensi dari organisme penyebab. Organisme penyebab yang lazim adalah sama dengan
penyebab otitis media akut.9

Mastoiditis akut

12
Gambaran dini mastoiditis akut pada radiologis adalah adanya perselubungan diruang
telinga tengah dan sel-sel mastoid, pada masa permulaan infeksi biasanya struktur trabekula
dan sel udara mastoid masih utuh.Bersamaan progresifitas infeksi maka akan terjadi
demineralisasi diikuti destruksi trabekula, Biasanya pada mastoiditis akut tidak terjadi pada
mastoid yang acellulair.8,9

Gambar 8.Mastoiditis akut posisi schuller nampak perselubungan difus serta sedikit destruksi trabekula posterior.

B. Mastoiditis Kronik
Pemeriksaan fisik
Anamnesis :
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Mastoiditis kronik
Gambaran radiologik pada mastoiditis kronik terdiri atas perselubungan yang tidak
homogen didaerah antrum mastoid dan sel-sel mastoid dan berkurangnya jumlah sel udara,
struktur trabekula yangtersisa tampak menebal. Pada keadaan lanjut tampak obliterasi sel
udara mastoid dan mastoid tampak sklerotik, lumen antrum mastoid dan sisa sel udara
mastoid terisi jaringan granulasi sehingga pada foto akan terlihat berbagai perselubungan.
Kronik:
 Sklerosis dari mastoid air cells
 Merupakan komplikasi dari abses dan sekuester dengan sclerosis dari mastoid. Abses
dinding berbatas tegas
 Dapat menyebabkan ekstradural dan intracerebral sepsis8

13
Gambar 9. Mastoiditis kronik dengan posisi foto schuller Nampak perselubungan tidak homogeny dan penebalan trabekulasi

Infeksi Kronik pada Telinga Tengah dan Mastoid


Karena telinga tengah berhubungan dengan mastoid, maka otitis media kronik sering
kali disertai mastoiditis kronik. Kedua peradangan ini dapat dianggap aktif atau inaktif. Aktif
merujuk pada adanya infeksi dengan pengeluaran sekret telinga (otorrhea) akibat perubahan
patologi dasar seperti kolesteatoma atau jaringan granulasi. Inaktif merujuk pada sekuele dari
infeksi aktif terdahulu yang telah “terbakar habis”, dengan demikian tidak ada otorrhoe.8,9
Pasien dengan otitis media kronik inaktif seringkali mengeluh gangguan pendengaran.
Mungkin terdapat gejala lain seperti vertigo, tinitus, atau suatu rasa penuh dalam telinga.
Biasanya tampak perforasi membrana timpani yang kering. Perubahan lain dapat menunjukan
timpanosklerosis (bercak-bercak putih pada membrana timpani), hilangnya osikula yang
terkadang dapat terlihat lewat perforasi membrana timpani, serta fiksasi atau terputusnya
rangkaian osikula akibat infeksi terdahulu. Bila gangguan pendengaran dan cacat cukup
berat, dapat dipertimbangkan koreksi bedah atau timpanoplasti.6,7

Tanda dan Gejala


Otitis media kronik aktif berarti adanya pengeluaran sekret dari telinga. Otorrhoe dan
supurasi kronik telinga tengah dapat menunjukan pada pemeriksaan pertama sifat-sifat dari
proses patologi yang mendasarinya. Umumnya otorrhoe pada otitis media kronik bersifat
purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium
peradangannya. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga
tengah dan mastoid. Sekret yang sangat bau, bewarna kuning abu-abu kotor memberi kesan
kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat telihat keping-keping kecil, berwarna putih
dan mengkilap.6,7
Pemeriksaan bakteriologi dari sekret supurasi kronik telinga tengah hanya
memberikan sedikit informasi praktis mengenai penatalaksanaan. Bakteri penginvasi
sekunder, seperti stafilokok, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aeruginosa, serta sejumlah

14
bakteri anaerob yang merupakan bagian dari suatu flora campuran, selalu ditemukan dalam
sekret telinga kronik. Anaerob yang paling sering ditemukan adalah dari spesies Bacteroides.
Suatu sekret yang encer berair dengan awitan tanpa nyeri harus mengarah pada kemungkinan
tuberkulosis. Jika sekret encer berbau bususk dan tercampur darah, maka perlu
dipertimbangkan kemungkinan keganasan.6,7
Salah satu kelainan patologi yang dapat ditemukan pada otitis media dan mastoiditis
kronik adalah kolesteatoma, yaitu epitel skuamosa yang mengalami keratinisasi (“kulit”)
yang terperangkap dalam rongga telinga tengah dan mastoid. Kolesteatoma biasanya
terbentuk sekunder dari invasi sel-sel epitel liang telinga melalui attis ke dalam mastoid.
Suatu kolesteatoma dapat mencapai ukuran yang cukup besar sebelum terinfeksi atau
menimbulkan gangguan pendengaran, dengan akibat hilangnya tulang mastoid, osikula, dan
pembungkus tulang saraf fasialis.6,7

Gambar10. Kolesteatoma

Perubahan patologi lain yang tampak pada otitis media kronik adalah jaringan
granulasi, yang dapat pula menyebabkan destruksi tulang dan perubahan-perubahan hebat
dalam telinga tengah dan mastoid. Jaringan granulasi dapat matur atau imatur (fibrosa).
Sejenis jaringan granulasi khusus adalah granuloma kolesterol, dimana dijumpai celah-celah
kolesterin dalam suatu palung jaringan granulasi dengan sel-sel raksasa yang tersebar.
Kelainan ini selalu diatasi dengan pembedahan dan memerlukan mastoidektomi.7
Gejala otitis media kronik yang penting lainnya adalah gangguan pendengaran, yang
biasanya konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin
ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit, ataupun
kolesteatoma, dapat menghantarkan bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. nyeri dapat
berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
duramater atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak.6
Vertigo pada pasien dengan supurasi telinga tengah kronik merupakan gejala serius
lainnya. Gejala ini memberi kesan adanya suatu fistula, berarti ada erosi pada labirin tulang.

15
Fistula merupakan temuan yang serius , karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga
tengah dan mastoid ke telinga dalam, sehingga timbul labirintis (ketulian komplit), dan dari
sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada setiap kasus
supurasi telinga tengah kronik dengan riwayat vertigo.7
Perforasi membrana timpani dapat bersifat sentral atau marginal. Jika perforasi
marginal atau pada attic, maka kolesteatoma perlu dicurigai. Jaringan granulasi dapat tampak
mengisi perforasi atau pada beberapa kasus, membentuk polip yang cukup besar dan
menonjol ke dalam liang telinga.7

Gambar 11. Perforasi attic

Gambar 12. Kolesteatoma dan Polip

Pemeriksaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik,


lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid satunya atau yang
normal. Erosi tulang, terutama pada daerah attic (kehilangan skutum) memberi kesan
kolesteatoma.8,9

2.2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan awal berupa miringotomi yang cukup lebar, biakan dan antibioltik yang
sesuai diberikan intravena. Jika dalam 48 jam tidak didapatkan perbaikan atau keadaan umum
pasien bertambah buruk, maka disarankan untuk dilakukan mastoidektomi sederhana. Bila

16
gambaran radiologis memperlihatkan hilangnya pola trabekular atau adanya progresi
penyakit, maka harus dilakukan mastoidektomi lengkap dengan segera untuk mencegah
komplikasi serius seperti petrosis, labirintis, meningitis dan abses otak.

Gambar 13. Miringotomi

Terapi konservatif untuk otitis media kronik pada dasarnya berupa nasihat untuk
menjaga telinga agar tetap kering, serta pembersihan telinga dengan penghisap secara berhati-
hati. Untuk membersihkan dapat digunakan hidrogen peroksida atau alkohol dengan
menggunakan aplikator kawat berujung kapas untuk mengangkat jaringan yang sakit dan
supurasi yang tidak berhasil keluar. Kemudian dapat diberikan bubuk atau obat tetes yang
biasanya mengandung antibiotik dan steroid.
Antibiotik dapat membantu dalam mengatasi eksaserbasi akut otitis media kronik.
Namun antibiotik tidak sepenuhnya berguna untuk mengobati penyakit ini, sebab dari
definisinya, otitis media kronik bersrti telah ada perubahan patologi yang membandel, dan
antibiotika tidak terbukti bermanfaat dalam penyembuhan kelainan ini. Jika direncanakan
tindakan bedah, maka pemberian antibiotik sistemik bebrapa minggu sebelum operasi dapat
mengurangi atau menghentikan supurasi aktif dan memperbaiki hasil pembedahan.

Gambar 14. Mastoidektomi

Pembedahan bertujuan membasmi infeksi dan mendapatkan telinga yang kering, dan
aman melalui berbagai prosedur timpanoplasti dan mastoidektomi. Tujuan utama dari
pembedahan adalah menghilangkan penyakit, dan hal ini tercapai bila terjadi kesembuhan.6

17
Tujuan mastoidektomi adalah menghilangkan jaringan infeksi, menciptakan telinga
yang kering dan aman. Sedangkan tujuan timpanoplasti adalah menyelamatkan dan
memulihkan pendengaran, dengan cangkok membrana timpani dan rekonstruksi telinga
tengah. Tujuan sekunder adalah mempertahankan atau memperbaiki pendengaran
(timpanoplasti) bilamana mungkin.5

Gambar 15. Timpanoplasti

Jika otitis media dan mastoiditis kronik bersifat serius, dan terutama bila telah ada
komplikasi atau ancaman komplikasi, maka dapat dipertimbangkan pembedahan mastoid
pada usia berapapun. Secara umum, timpanoplasti lebih jarang dilakukan pada anak di bawah
usia lima tahun. Hal ini karena tingginya insidens infeksi telinga pada kelompok umur kurang
dari lima tahun.

Gambar 16. Pembersihan kolesteatoma

2.2.8 Komplikasi

18
Komplikasi penyakit otitis media dan mastoiditis (akut dan kronik) dapat melibatkan
perubahan-perubahan langsung dalam telinga tengah dan mastoid, atau infeksi sekunder pada
struktur di sekitarnya. Tendensi otitis media mendapatkan komplikasi tergantung pada
kelainan patologik yang menyebabkan otore. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien
OMSK tipe maligna. Akan tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh
kuman virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan suatu komplikasi.
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah yang
normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya.
Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani yang menyerupai mukosa saluran nafas
yang mampu melokalisasi dan mengatasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada sawar
kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka
struktur lunak di sekitarnya akan terkena. 10

Gambar 17. Infeksi di telinga tengah memungkinkan penjaralan ke struktur di sekitarnya

Runtuhnya periosteum akan menyebabkan terjadinya abses sub-periosteal. Tetapi bila


infeksi mengarah ke tulang temporal, maka akan menyebabkan paresis fasialis atau labirintis.
Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis,
meningitis atau abses otak.Pada kebanyakan kasus, bila sawar tulang terlampaui, suatu
dinding pertahanan ketiga, yaitu jaringan granulasi akan terbentuk.
Pada kasus akut atau eksaserbasi akut, penyebaran biasanya melalui
osteotromboflebitis (hematogen). Pada kasus lain, terutama yang kronis, penyebaran
biasanya melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya ialah melalui jalan yang sudah ada,
misalnya fenestra rotundum, meatus akustikus interna, dusktus perilimfatik atau duktus
endolimfatik.10

19
Komplikasi pada mastoiditis akut.
Kelanjutan dari proses infeksi mastoid
bisa mengakiatkan komplikasi,
termasuk komplikasi supuratif
intrakranial dan ekstrakranial;
- Abses Subperiosteal(A),
- Abses epidural(B),
- Empyema Subdural(C),
- Abses otak(D),
- meningitis (E),
- lateral sinus trombosis (F),
- carotid artery involvement (G),
- apical petrositis (H).

Gambar 18. Komplikasi dari mastoiditis

Beberapa pola penyebaran penyakit :


 Penyebaran hematogen, yaitu penyebaran melalui osteotromboflebitis dapat diketahui
dengan adanya :
1. Komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, dapat terjadi
pada hari pertama atau kedua sampai hari kesepuluh
2. Gejala prodromal tidak jelas seperti didapatkan pada gejala meningitis lokal
3. Pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga utuh dan tulang serta lapisan
mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah, sehingga disebut juga
mastoidits hemoragika.
 Penyebaran melalui erosi tulang, dapat diketahui, bila :
1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit
2. Gejala prodromal infeksi lokal biasanya mendahului gejala infeksi yang lebih
luas, misalnya paresis n. Fasialis ringan yang total, atau gejala meningitis lokal
mendahului meningitis purulen
3. Pada operasi dapat ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara fokus
supurasi dengan struktur di sekitarnya. Struktus jaringan lunak yang terbuka
biasanya dilapisi ileh jaringan granulasi
 Penyebaran melalui jalan yang sudah ada, penyebaran ini dapat diketahui bila :
1. Komplikasi terjadi pada awal penyakit
2. Ada serangan labirintis atau meningitis berulang, mungkin dapat ditemukan
fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang atau riwayat otitis media yang sudah
sembuh. Komplikasi intrakranial mengikuti komplikasi labirintis supuratif.

20
3. Pada operasi dapat ditemukan jalan penjalaran melalui sawar tulang yang
bukan oleh karena erosi.

Beberapa penulis mengemukakan klasifikasi komplikasi otitis media yang berlainan,


tetapi dasarnya tetap sama.Komplikasi telinga tengah : perforasi membran tumpani persisten,
erosi tulang pendengaran, paralisis nervus fasialis.Komplikasi telinga dalam : fistula labirin,
labirintis supuratif, tuli saraf (sensorineural). Komplikasi ekstradural : abses ekstradural,
trombosis sinus lateralis, petrosis. Komplikasi ke susunan saraf pusat : meningitis, abses otak,
hidrosefalus otitis, abses subdura / ekstradura.

21
RINGKASAN

Mastoiditis merupakan infeksi yang terjadi di rongga Mastoid. Penyakit ini biasanya
disebabkan oleh karena asalnya infeksi pada telinga tengah. Rongga telinga tengah dan
rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus ad antrum. Mastoiditis dapat terjadi
pada pasien-pasien imunosupresi atau pada mereka yang mengabaikan Otitis Media Akut
yang dideritanya. Organisme penyebab yang lazim adalah sama dengan penyebab Otitis
Media Akut.
Manifestasi klinis dari Mastoiditis adalah nyeri telinga yang menetap dan berdenyut,
Otore (keluar cairan dari dalam telinga), sakit kepala, dan terjadi penurunan pendengaran.
Untuk mendiagnosis Mastoiditis, dapat diperhatikan adanya trias klasik dari Mastoiditis yang
terdiri dari aurikel yang menojol dengan pembengkakan retroaurikuler, tenderness di daerah
mastoid dan otore. Selain itu, juga dapat dilakukan pemeriksaan Otoskopi. Pemeriksaan CT
Scan menggambarkan dimanapun di intracranialadanya suspek komplikasi atau
perluasan.Bukti dari mastoiditis adalahmenggambarkan destruksi mastoid dan kehilangan
ketajaman sel udara mastoid.
Infeksi ini diterapi dengan antibiotik intravena kemudian diberi antibiotik oral.Jika terapi
antibiotik tidak berhasil, maka dapat dilakukan Mastoidektomi.Mastoidektomi juga dapat
dilakukan untuk mencegah komplikasi serius seperti Petrositis, Labirintitis, Meningitis, dan
Abses otak.Miringotomi juga dapat dilakukan untuk mengobati infeksi telinga
tengah.Komplikasi penyakit otitis media dan mastoiditis (akut dan kronik) dapat melibatkan
perubahan-perubahan langsung dalam telinga tengah dan mastoid, atau infeksi sekunder pada
struktur di sekitarnya.

22
Daftar Pustaka

1. Nugroho PS, Wiyadi HMS: Anatomi dan fisiologi pendengaran: Jurnal THT-
KL.Vol.2,No.2, Mei – Agustus 2009, hlm 76 - 85
2. Boies, LR. Penyakit telinga luar: BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Balai
Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta: 1997.h.76-90.
3. Soepardi A, Iskandar N, Basshirudin J. dkk. Telinga, hidung, tenggorok, kepala dan
leher. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI; 2007.h. 13-98.
4. Djeric DR, Folic MM. 2014. Acute Mastoiditis in Children as Persisting Problem.
http://www.advancedotology.org/sayilar/81/buyuk/60-3.pdf. diakses pada 27 januari
2018.
5. Snow JB, Wackym PA, Ballenger JJ. Ballenger’s otorhinolaryngology:head and neck
surgery. Conneticut: People’s Medical Publishing House; 2009.
6. Probst, R, Grevers, G., and Iro, H. 2006. Basic Otorhinolaryngology AStep-by-Step
Learning Guide. Thieme : New York.
7. Preciado D. otitis media.; 2015 : switzerland
8. Wolfson AB, Hendley GW, Ling LJ, Rosen CL, Schaider JJ, et al. Hardwood-Nuss’
clinical practice of emergency medicine.Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2012.
9. Malueka, Rusdi. Radiologi Diagnostik. Pustaka Cendana Press, Jakarta. 2005.
10. Ferri FF. Ferri’s clinical advisor 2016 elsevier on vitasource. Philadelphia: Elsevier
Health Sciences; 2015.
11. J.LEWIN. 2000. acutemastoiditis.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2520625/pdf/brmedj07383-0007.pdf.
diakses pada 27 januari 2018

23

Anda mungkin juga menyukai