Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sebelum Otonomi Daerah

Perkembangan kurikulum sebelum era otonomi daerah terdiri atas: Kurikulum 1947, Kurikulum 1964,
Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, dan Kurikulum SMK 1999 (Kurikulum
1994 yang disempurnakan).

1. Kurikulum 1947

Kurikulum 1947 merupakan kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan, memekai istilah leer
plan (Bahasa Belanda), yang artinya rencana pelajaran. Disebut dengan nama Rentjana Pelajaran Terurai
Sekolah Dasar. Rasionalnya, pada waktu itu, pendidikan di Indonesia maasih dipengaruhi oleh sistem
pendidikan kolonial Belanda dan Jepang sehingga dapat dikatakan hanya meneruskan yang pernah
digunakan sebelumnya. Asas pendidikan adalah pancasila. Rencana Pelajaran Terurai sebagai pengganti
sistem pendidikan kolonial Belanda. Oleh karena itu, suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam
semangat juang merebut kemerdekaan. Menurut Sutarto dkk, (2013) pendidikan sebagai development,
bertujuan untuk membentuk karakter manusia Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan
bangsa lain di muka bumi. Bentuknya memuat dua hal pokok:

a) Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya

b) Garis-garis besar pengajaran (GBP)

Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikira dalam arti kognitif, namun yang diutamakan
pendidikan watak atau perilaku, meliputi :

1) Kesadaran bernegara dan bermasyarakat,

2) Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari,

3) Perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

2. Kurikulum 1964

Tahun 1964, pemerintah menyermpurnakan kurikulum 1947 dengan nama Rentjana Pendidikan Sekolah
Dasar 1964. Rasionalnya, pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan
akademik serendah-rendahnya jenjang Sekolah Dasar sehingga pengajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Hamalik, dalam
Sutarto, dkk, 2013). Mata pelajaran diklasifikasi dalam lima kelompok bidang studi, tyaitu moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keterampilan, dan jasmani. Pendidikan dasar (Sekolah Dasar) lebih
menekankan pada pengetahuan dan kegiatan praktis (fungsional). Kurikulum 1964 yang bertujuan
menciptakan masyarakat sosialis Indonesia.
3. Kurikulum 1968

Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur
kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

Tahun 1968, pemerintah menyempurnakan kurikulum 1964 dengan kurikulkum baru yang diberi nama
Kurikulum 1968. Rasionalnya, kurikulum 19 dicitrakan sebagai produk Orde Lsamas (Tualeka,2013), perlu
perubahan struktur kurikulum pendidikan, dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan
orientasi pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kurikulum 1968 bertujuan membentuk
menjadi manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan
jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan
memperingati kecerdasan dari keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk
membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada
kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai
produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968
menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan
dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya Sembilan.

4. Kurikulum 1973 ( Proyek Perintis Sekolah Pmbangunan)

Tahun 1973 pemerintah mengadakan Proyek Perintis Sekolah Pmbangunan (PPSP) diseluruh IKIP negeri
di Indonesia, sebagai sekolah laboratorium. Dengan adanya PPSP, sebelum kebijakan di bidang
pendidikan didesiminasikan secara nasional, terlebih dahulu diterapkan/dirintis secara terbatas (pilot
projek) di sekolah-sekolah laboratorium. Oleh karena itu, kemudian dikembangkan Kurikulum PPSP 1973.
Rasionalnya, untuk meningkatkan mutu pendidikan, proses belajar-mengajar perlu menerapkan sistem
belajar tuntas dan maju berkelanjutan melalui sistem modul (Soedijarto, 1975). Hasil dari rintisan ini
sangat menggembirakan, namun oleh pengembilan kebijakan pada waktu itu, dianggap terlalu mahal
biayanya sehingga tidak layak untuk didesiminasikan secara nasional.

5. Kurikulum 1975

Tahun 1975, pemerintah mengembangkan kurikulum 1975. Rasionalnya, menekankan pada tujuan, agar
pendidikan lebih efesien dan efektif, yang dipengaruhi oleh pengaruh konsep di bidanbg manajemen,
yaitu management by objective (MBO) yang terkensa pada waktu itu. Setiap guru harus menyusun
Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional (PPSI), yang di dalamnya antara lain berisi tujuan
intruksional umum dan tujuan intruksional khusus (Hasibuan, 2010). Guru ketika akan mengajar harus
menjabarkan PPSI ke dalam satuan pelajaran (satpel) secara lebih rinci. Kurikulum 1975 memuat
ketentuan dan pedoman yang meliputi unsur-unsur Tujuan institusional, Struktur Program Kurikulum,
Garis-Garis Besar Program Pengajaran, Sistem Penyajian dengan Pendekatan PPSI (Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional), Sistem Penilaian, Sistem Bimbingan dan Penyuluhan, Supervisi dan
Administrasi

Mata Pelajaran dalam Kurikulum tahun 1975 adalah Pendidikan agama, Pendidikan Moral Pancasila,
Bahasa Indonesia, IPS, Matematika, IPA, Olah raga dan kesehatan, Kesenian, dan Keterampilan khusus.

6. Kurikulum 1984

Tahun 1984, pemerintah menyempurnakan Kurikulum 1975 menjadi Kurikulum 1984. Rasionalnya, yang
belajar adalah peserta didik sehingga yang harus aktif adalah peserta didiknya, bukan gurunya.
Sebelumnya kecenderungan peserta didik belajar dengan cara didikte oleh gurunya. Maka, dalam
Kurikulum 1984 peserta didik harus belajar melakukan sendiri, mencari tahu sendiri, dari berbagai
sumber belajar yang relavan yang ada di sekitarnya. Dengan mencari tahu sendiri, peserta didik akan
merasakan sendiri dan mengalami sendiiri. Pengalaman yang diperolehnya diharapkan akan tersimpan
dalam memori otaknya sehingga dalam waktu puluhan tahun pengalaman yang dioperolehnya tetap
akan diingatnya. Oleh karena itu, pada kurikulum 1984 dikembangkan pendekatan Cara Belajar Siswa
Aktif (Depdikbud, 1984) atau Student Active Learning, yang mengusung proses skill approach
(pendekatan keterampilan proses). Artinya, apabila prosesnya dialami sendiri oleh peserta didik maka
secara otomatis pengalam yang diperolenya tetap akan diingatnya dalam waktu puluhantahun sekalipun.
Dengan kata lain, produknya akan dikuasainya dengan baik.

7. Kurikulum 1994

Tahun 1994, kurikulum 1984 disempurnakan menjadi Kurikulum 1994. Rasionalnya, menyusuaikan
ketentuan Undung-undang Nomer 2 tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional (UU tentang SPN
No. 2 Tahun1989 ). salah satu amanah dalam UU tentang SPN No. 2Tashun 1989, yaitu perubahan
pembagian wakytu pelajaran, dari sistem saemester ke sistem caturwulan Dengansistem caturwulan,
yang pembagian waktunya dalam satu tahun menjadi tiga periode, hasil belajar (rapor) peserta didik
dapat lebih cepat diketahui oleh orang tuanya dapat memberikan perhatian lebih dini dan lebih intensif
kepada putra-puterinya. Perubahan lainnya, Kurikulum 1994, lebih menekankan pada pemahaman
konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah (Depdikbud, 1994).

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurna kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan undang –
undang no 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian
waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem catur wulan, dengan sistem
caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi
kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Terdapat ciri-ciri yang
dominan dari pemberlakuan kurikulum 1994 di antaranya:

a) Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan


b) Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi pada
materi (isi)

c) Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua
siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat
mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat itu
sendiri.

d) Dalam melaksanakan kegiatan , guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang
melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru
dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen. Divergen (terbuka,
dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.

e) Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok
bahasan dan perkembangan berfikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara
pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan
keterampilan menyelesaikan sola dan pemecahan masalah.

f) Pengajaran dari hal yang kongkrit ke hal yang abestrak, dari hal yang mudah ke yang sulit, dan dari
hal yang sederhana ke hal yang komplek.

g) Pengulangan – pengulangan materi yang di anggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan
pemahaman siswa.

8. Kurikulum 1999 (Kurikulum 1994 yang Disempurnakan)

Tahun 1999, Kurikulum 1994 untuk Sekolah Menengah Kejurusan (SMK) diubah menjadi kurikulum 1999
(Kurikulum 1994 yang disempurnakan), yang berbasis kompetensi. Pembelajaran bukan hanya
mengembangkan pengetahuan (kognitif) semata-mata, melaikan juga harus mengembangkan
keterampilan (psikomotor)dan sikap (afektif). Oleh karena itu, disebut dengan istilah Berbasis
Kompertensi (Depdikbud). Lulusan SMK diharapkan bukan hanya memiliki pengetahuan semata-mata,
melaikan juga harus terampil menerapkan pengetahuannya dan memiliki sikap sesuai jenis
pekerjaannya.

B. Sesudah Otonomi Daerah

Pengembangan kurikulum setelah era otonomi daerah terdiri atas: Kurikulum 2014 (Kurikulum Berbasis
Kompetensi), Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang berbasis Kompetensi),
Kurikulum 2013 (Kurikulum yang menekankan pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
secara holistik, juga berbasis kompetensi).

1. Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi)

Kurkulum berbasis kompetensi merupakan seperangkat rencana dan pengatuan tentang kompetensi
yang dibakukan dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah
(Depdiknas, 2003). Pada kurikulum ini, pemerintah menyusun ketentuan umum, standar kompetensi
bahan kajian, standar kompetensi mata pelajaran, dan pedoman pelaksanaan kurikulum. Pemerintah
daerah dan satuan pendidikan menyusun petunujuk teknis, silabus, dan persiapan mengajara
(Depdiknas, 2003b).

Rasional dikembangkannya kurikulum 2004 antara lain diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999
tentang Otonomi Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Acuan pengembangan kurikulum 2004
adalah sistem pendidikan Nasional, era globalisasi, wajib belajar 9 tahun, standar pelayanan minimal,
dan teori kurikulum. (Depdiknas, 2003).

Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi berlandasakan pada fungsi dan tujuan pendidikan
nasional sebagaimana yang tercantum dalm UU No. 20 Tahun 2003 tentang SNP. Pendidikan berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, serta peradaban, bangsa yang bermatabat dalam
rabgka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berlmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.

Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi mempertimbangkan prinsip-prinsip berikut (Depdiknas,


2003b):

a) Keimanan, budi pekerti luhur, dan nilai-nilai budaya

b) Penguatan integritas nasional

c) Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika.

d) Kesamaan memperoleh kesenpatan

e) Perkembangan pengetahuan dan teknologi informasi.

f) Pngembangan kecakapan hidup

g) Belajar sepanjang hayat

h) Berpusat pada anak

i) Pendekatan menyeluruh dan kemitraan.

Implikasinya bahwa sekolah diberi kesempatan untuk mengembangkan komponen-komponen kurikulum


yang sesuai dengan kondisi sekolah dan kebutuhan peserta didiknya. Selain itu, perubahan lain yang
sangat signifikan adalah pengembangan kurikulum yang semula lebih berbasis materi menjadi kurikulum
berbasis kompetensi (Depdiknas, 2003)

Kurikulum ini berlaku tidak lama karena harus disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang
baru, yaitu UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang kemudian dijabarkan dalam
ketentuan lebih lanjut dalam Perturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa, Kurikulum 2004 yang juga disebut sebagai Kurikulum Berbasis
Kompetensi merupakan kurikulum pertama di era otonomi daerah, era desentralisasi pendidikan. Pada
era sebelumnya, pendidikan bersifat sentralistik sesuai dengan pengelolaan pemerintah pada saat itu
yang artinya adalah semua urusan pendidikan merupakan kewenangan Pemerintah, dikembangkan dan
ditetapkan oleh Pemerintah. Pada era otonomi daerah, sebagian kewenangan Pemerintah dilimpahkan
kepada pemerintah daerah dan satuan pendidikan. Manajemen pengembangan kurikulumnya bersifat
sentralistik-desenrtalistik.

2. Kurikulum 2006 (kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)

Kurikulum KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan. KTSP Sendiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur, muatan KTSP,
kalender pendidikan, dan silabus. Pada kurikulum ini, pemerintah menetapkan Standar Nasional
Pendidikan , Badan Standar Nasional Pendidikan menyusun Panduan Penyusunan KTSP, sedangkan setiap
satuan pendidikan menyusun KTSP mengacu pada Standar Nasional Pendidikan dan Panduan
Penyusunan KTSP.

Pengembangan KTSP yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin
pencapaian tujuan pendidikan nasional. SNP terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Dua dari
delapan SNP tersebut yaitu standar isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang merupakan acuan
utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan.

Rasional dikembangkannya Kurikulum 2006, yang juga disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Antara lain diberlakukannya UU No 20 Tahun 2003 yang kemudian dijabarkan lebih
lanjut dalam PP No 19 Tahun 2003. Dalam PP No 19 Tahun 2005 tidak disebut-sebut lagi tentang
Kurikulum Nasional, yang ada KTSP yaitu kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan. (Depdiknas, 2005).

KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah
berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi, serta panduan penyususnan kurikulum
yang dibuat oleh Badan Standar Nasional Pendidikan, kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-
prinsip berikut (Depdiknas, 2006):

a) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya.

b) Beragam dan terpadu

c) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan seni

d) Relevan dengan kebutuhan kehidupan


e) Menyeluruh dan berkesinambungan

f) Belajar sepanjang hayat

g) Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Kurikulum 2006 yang juga disebut dengan istilah Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) dan juga berbasis kompetensi, merupakan kurikulum kedua era otonomi
daerah yang embrionya adalh Kurikulum 2004. Manajemen Kurikulumnya bersifat sentralistik-
desentralistik.

3. Kurikulum 2013 (Kurikulum yang Menekankan Pengembangan Pengetahuan, Keterampilan, dan


Sikap secara Holistik).

Rasional dikembangkannya kurikulum 2013 antara lain diberlakukannya PP No 5 Tahun 2010 tentag
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 (Perpres No 5 Tahun 2010ntentang
RPJMN 2010-2014) yang ada pada sektor pendidikan yang harus disempurnakan, dua diantarannya
adalah Metodologi dan Kurikulum.

Kurikulum 2013, pemerintah menetapkan Standar Nasional Pendidikan, Kerangka Dasar, dan Struktur
Kurikulum, Silabus, dan Pedoman Implementasi Kurikulum, sedangkan setiap satuan pendidikan seperti
halnya pada Kurikulum 2006, juga menyususn KTSP, kecuali Dokumen 2 yang berupa silabus setiap mata
pelajaran sudah disusun oleh pemerintah, guru tinggal mengopi dan menyusunnya menjadi satu
kesatuan KTSP yang utuh. Silabus dipakai acuan guru untuk menyusun RPP.

Kurikulum 2013 menekankan pengembangan kompetensi pengetahuan, keteranpilan, dan sikap peserta
didik secara holistik. Kompetensi itu ditagih dalam rapot dan merupakan penentu kenaikan kelas dan
kelulusan peserta didik. Kompetensi pengetahuan peserta didik dikembangkan meliputi mengetahui,
memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasiagar menjadi pribadi yang menguasai ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan berwawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan
peradaban. Kompetensi keterampilan peserta didik yang dikembangkan meliputi menamati, menanya,
mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan mencipta agar memjadi pribadi yang berkemampuan pikir
dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranak konkret dan abstrak. Kompetensi sikap peserta didik yang
dikembangkan meliputi menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, berakhlak mulia, percaya diri,
dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial, alam sekitar, serta
dunia dan peradabannya (Kemdikbud, 2013f).

Kurikulum 2013 dikembangkan dengan karakteristik diantaranya sebagaiberikut (Kemdikbud, 2013):

a) Mengembangkan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreatifitas, kerja sama denngan
kemampuan intelektual dan psikomotorik secara seimbang,

b) Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai


situasi di sekolah dan masyarakat,
c) Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi kompetensi dasar, dimana semua kompetensi
dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam
kompetensi inti

Anda mungkin juga menyukai