Anda di halaman 1dari 3

Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendukung pemeriksaan klinis dapat dilakukan mammografi, USG dan


pemeriksaan patologis (triple diagnostic) untuk mendeteksi adanya kanker payudara.
Pemeriksaan radiodiagnostik yang dilakukan untuk menentukan stadium yaitu USG
abdomen (hepar), rontgen thorax dan bone scanning. Sedangkan pemeriksaan
radiodiagnostik yang bersifat opsional, dilakukan atas indikasi, adalah MRI, CT scan,
Positron Emission Tomography (PET) scan, dan bone survey (Sjamsuhidajat et al,
2017).
a) Mammografi
Mamografi digunakan sebagai bagian dari skrinning maupun diagnosis kanker
payudara dan merupakan metode pilihan deteksi kanker payudara yang masih kecil.
Indikasi mamografi antara lain kecurigaan klinis adanya kanker payudara sebagai
tindak lanjut pasca masektomi dan pasca breast conserving theraphy (BCT), adanya
adenocarsinoma metastatic yang tidak diketahiu asalnya, dan sebagai program
skrinning. Mamografi pasca masektomi bertujuan untuk deteksi tumor primer kedua
dan rekurensi di payudara kontralateral, sedangkan mamografi pasca BCT bertujuan
untuk mendeteksi kekambuhan dari tumor primer kedua.
Mamografi di usia 35 tahun sulit diinterpretasi karena padatnya jaringan
kelenjar payudara. Sebaliknya, mamografi pada wanita pasca menopause lebih mudah
terinterpretasi karena kelenjar payudaranya sudah mengalami regresi.
Gambaran mamografi yang menunjukkan keganasan adalah tumor hiperdense yang
berbentuk spikula, distorsi atau irregular, tampak mikrokalsifikasi (karsinoma
intraduktal), kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening aksila. Hasil
mammografi selanjutnya dapat ditegaskan dengan pemeriksaan patologi seperti
menggunakan fine needle aspiration biopsy (FNAB), core biopsy, maupun dengan
biopsi terbuka (Sjamsuhidajat et al, 2017).
Mammografi lebih akurat daripada pemeriksaan klinis untuk mendeteksi
karsinoma mammae stadium awal, dengan tingkat akurasi sebesar 90%.Protokol saat
ini berdasarkan National Cancer Center Network (NCCN) menyarankan bahwa setiap
wanita diatas 20 tahun harus dilakukan pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada
usia diatas 40 tahun, pemeriksaan payudara dilakukan setiap tahun disertai dengan
pemeriksaan mammografi. Pada suatu penelitian atas screening mammography,
menunjukkan reduksi sebesar 40% terhadap karsinoma mammae stadium II,III, dan
IV pada populasi yang dilakukan skrining dengan mammografi (Oeffinger, 2016).
b) Ultrasonografi (USG)
Pengguanaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk
membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan untuk
menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. Pada pemeriksaan dengan
USG, kista mammae mempunyai gambaran dengan batas yang tegas dan batas yang
halus dan daerah bebas echo di bagian tengahnya. Massa payudara jinak biasanya
menunjukan kontur yang halus, berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah di bagian
sentral dengan batas yang tegas. Karsinoma mammae disertai dengan dinding yang
tidak beraturan, tetapi dapat juga berbatas tegas dengan peningkatan akustik. USG
juga digunakan untuk mengarahkan fine-needle aspiration biopsy (FNAB), core-
needle biopsy dan lokalisasi jarum pada lesi payudara. USG merupakan pemeriksaan
praktis dan sangat dapat diterima oleh pasien tetapi tidak dapat mendeteksi lesi
dengan diameter ≤ 1 cm (Sjamsuhidajat, 2010).

c) Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI dilakukan pada pasien usia muda karena gambaran mamografi yang
krang jelas pada wanita usia muda, untuk mendeteksi adanya rekurensi pasca BCT
dan mendeteksi adanya rekurensi dini keganasan payudara yang pada pemeriksaan
fisik dan penunjang lainnya kurang jelas atau pada wanita yang menggunakan implant
payudara.

d) Imunohistokimia
Imunohistokimia dilakukan untuk membantu merencanakan pengobatan
sesuai dengan sifat kanker (terapi target) sehingga terapi yang diberikan bersifat
personal sesuai dengan karakteristik pasien. Seperti sel payudara normal, beberapa sel
kanker payudara juga memiliki reseptor hormone estrogen dan atau progesterone atau
tidak memiliki reseptor hormone sama sekali. Kanker payudara yang memilik
reseptor hormone estrogen, disebut ER(+) dan yang memiliki reseptor progesterone
disebut PR (+) cenderung memiliki prognosis yang lenih baik karena masih peka
terhadap terapi hormonal (Sjamsuhidajat et al, 2017).

e) Biopsi

Setiap ada kecurigaan pada pemeriksaan fisik dan mammogram, harus


dilakukan biopsy. Jenis biopsy yang dapat dilakukan adalah FNAB, core biopsy, dan
biopsy terbuka.
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dengan jarum halus no. 27
sejumlah kecil jaringant tumor diaspirasi keluar lalu diperiksa di bawah
mikroskop.FNAB dilanjutkan dengan pemeriksaan sitologi merupakan cara praktis
dan lebih murah daripada biopsy eksisional dengan resiko yang rendah.Teknik ini
memerlukan patologis yang ahli dalam diagnosis sitologi dari karsinoma mammae
dan juga dalam masalah pengambilan sampel, karena lesi yang dalam mungkin
terlewatkan.Insidensi false-positive dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-
2% dan tingkat false-negative sebesar 10%.Walaupun paling mudah dilakukan,
FNAB tidak dapat menentukan grading tumor dan kadang tidak memberikan
diagnosis yang jelas sehingga dibutuhkan biopsy lainnya.
Large-needle (core-needle) biopsy mengambil jaringan dengan jarum yang
besar sehingga hasil lebih bermakna dibanding FNA.Core biopsy dapat dilakukan
sambil memfiksasi massa dengan palpasi ataupun dipandu dengan USG mamografi
atau MRI. Core biopsy dapat membedakan tumor yang non invasive dengan tumor
yang infasif, menentukan grading tumor, dan digunakan untuk pemeriksaan
imunohistokimia.
Open biopsy dilakukan bila pada mamografi terlihat ada kelainan yang
mengarah ke tumor maligna, dan bial hasil FNAB atau core biopsy meragukan. Jika
ketidaksesuaian dari triple diagnosis yaitu pemeriksaan klinis, imaging (mamografi,
USG payudara), dan FNAB, biopsy terbuka wajib dilakukan. Misalnya hasil
pemeriksaan klinis atau pencitraan menunjukkan keganasan, tetapi FNAB tidak, atau
sebaliknya. Bila fasilitas tersedia, biopsy terbuka bias dilakukan bersamaand dengan
pemeriksaan potong beku (frozen section) sehingga penderita tidak perlu mengalami
dua kali pembedahan jika terbukti terjadi keganasan. Open biopsy dapat berupa
biopsy insisional atau biopsy eksisional. Biopsi insisional hanya mengambil sebagian
kecil tumor untuk diperiksa secara patologi anatomi, sedangkan biopsi eksisional
dilakukan dengan mengangat seluruh massa tumor dan menyertakan sedikit jaringan
sehat sekitar tumor (Sjamsuhidajat et al, 2017).

Anda mungkin juga menyukai