Anda di halaman 1dari 13

PAPER MANAJEMEN KESEHATAN IBU DAN ANAK

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH


(TUBERKULOSIS AKTIF, DIABETES MELLITUS, TOKSOPLASMOSIS)

PENULIS

MOHAMMAD AVISENA

(70600116006)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2018
Manajemen Neonatus dari Ibu Tuberkulosis Aktif

Pendahuluan

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh inhalasi


Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini sebagian besar menyerang paru tetapi juga bisa
menginfeksi organ lain. Penularan tuberkulosis dari ibu kepada bayi terjadi karena
adanya transmisi transplasenta melalui vena umbilikalis ke hati dan ke paru-paru janin
yang terjadi pada akhir kehamilan, atau aspirasi dan menelan cairan ketuban yang
terinfeksi atau intrapartum menyebabkan infeksi primer paru-paru dan usus janin. Efek
tuberkulosis pada janin mungkin mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin, berat
lahir rendah, dan peningkatan risiko kematian.1,2,3

Epidemiologi

Prevalensi tuberkulosis bervariasi di berbagai negara. Prevalensi tuberkulosis


pada kehamilan di indonesia menurut survei nasional tahun 2004 adalah 119/100.000
penduduk dan dalama kehamilan prevalensi tuberkulosis bervariasi antara 0,37-1,6 %. 2

Manifestasi Klinis

Gejala pada tuberkulosis neonatal sering tidak spesifik, membuat diagnosis


menjadi sulit. Tidak seperti anak-anak yang lebih besar, neonatus cenderung bergejala
dan paling sering memiliki keterlibatan paru-paru dan hati. Demam, gangguan
pernapasan, dan pembesaran hati dan atau limpa ditemukan pada sebagian besar kasus.
Manifestasi yang kurang umum termasuk kegagalan untuk berkembang, wajah palsy,
otitis media bernanah, dan lesi kulit. Gambaran yang lebih parah, seperti syok septik,
koagulasi intravaskular diseminata, dan, dalam kasus yang jarang, sindrom
hemofagositik, kadang-kadang ditemukan.4
Diagnosis

Komponen diagnosis yang penting adalah dengan didapatkannya tanda dan gejala di
atas yang tidak membaik dengan antibiotik. Secara umum penegakan diagnosis
tuberkulosis pada neonatus berdasarkan 4 hal, yaitu:3,4

1. Konfirmasi bakteriologis tuberkulosis


2. Gejala klinis
3. Hasil uji tuberkulin positif
4. Gambaran foto toraks sugestif tuberkulosis.

Penatalaksanaan

Bila ibu menderita tuberkulosis paru aktif dan mendapat pengobatan kurang dari 2 bulan
sebelum melahirkan atau didiagnosis menderita tuberkulosis setelah melahirkan maka
dilakukan hal-hal berikut:4,5

1. Jangan diberi vaksin BCG segera setelah lahir


2. Beri profilaksis isoniazi (INH) 5 mg/kgBB sekali sehari peroral.
3. Pada usia 8 minggu lakukan evaluasi kembali, catat berat badan dan lakukan tes
mantoux dan pemeriksaan radiologi bila memungkinkan:
- Bila ditemukan kecurigaan tuberkulosis aktif, mulai berikan pengobatan obat
anti tuberkulosis (OAT) sesuai dengan program pengobtan TB pada bayi dan
anak.
- Bila keadaan bayi baik dan hasil tes negatif, lanjutkan terapi pencegahan
dengan isoniazid selama 6 bulan.
(Gambar 1. Alogaritma penatalaksanaan bayi lahir dari ibu TB aktif)4
Manajemen Bayi Lahir dari Ibu Diabetes Melitus

Pendahuluan

Diabetes melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan kadar glukosa dalam darah
atau hiperglikemia. Kemampuan tubuh pada orang dengan diabetes untuk bereaksi
terhadap insulin dapat menurunatau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi
insulin. Diabetes melitus dengan kehamilan (diabetes melitus gestational/DMG) adalah
kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu hamil gagal
mempertahankan euglycemia). Pada golongan ini, kondisi diabetes dialami sementara
selama masa kehamilan, artinya kondisi diabetes atau intoleransi glukosa pertama kali
didapati selama masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua atau ketiga. Bayi yang
lahir dari ibu yang penderita diabetes melitus beresiko mengalami masalah pada saat
lahir seperti makrosomia, maturitas paru, hipoksia neonatus, hipoglikemia neonatus,
sindrom gawat nafas neonatal, dam lain-lain.5,6

Kriteria diabetes gestasional bila gangguan toleransi glukosa yang terjadi


sewaktu hamil kembali normal dalam 6 minggu setelah persalinan. Dianggap diabetes
melitus (bukan gestasi) bila gangguan toleransi glukosa menetap setelah persalinan.6

Epidemiologi

Dari beberapa penelitian epidemiologi di Indonesia di dapatkan prevalensi DM


sebesar 1,5 – 2,3% pada penduduk dengan usia lebih dari 15 tahun. Diperkirakan
kejadian DM dalam kehamilan sebesar 0,3 – 0,7%.6

Diagnosis

Pengamatan pada infants of diabetic mother di ruang resusitasi:5

1. Asfiksia
2. Trauma lahir
3. Malformasi kongenital
4. Bukti adanya makrosomia
5. Hipoglikemia dengan tanda letargi
6. Distres respirasi akibat imaturasi paru
Pemeriksaan laboratorium5

1. Kadar glukosa serum dengan dextrotix segera setelah lahir dan selanjutnya
sesuai prosedur pemeriksaan kadar glukosa darah. Bila kadarnya <40 mg/dl
harus dilakukapemeriksaan ulang kadar glukosa serum.
2. Kadar kalsium serum diperiksa pada usia 6, 24 dan 48 jam. Bila kadar
rendah, periksa juga kadar magnesium karena kemungkinan menurun.
3. Hemoglobin/hematokrit diperiksa pada usia 4 dan 24 jam.
4. Kadar bilirubin serum diperiksa bila ada indikasi secara klinis terdapat tanda
ikterus.
5. Pemeriksaan laboratorium lain seperti analisa gas darah, jenis leukosit dan
kultur diperiksaa sesuai indikasi.
6. Radiologi, EKG, ekokardiografi, sesuai indikasi klinis.

Penatalaksanaan

Bayi lahir dari ibu penderita diabetes mellitus beresiko untuk mengalami hipoglikemia
pada 3 hari pertama setelah lahir, walaupun bayi sudah dapat minum dengan baik.5

1. Anjurkan ibu untuk menyusu secara dini dan lebih sering paling tidak 3 kali
sehari siang dan malam.
2. Bila bayi berusia kurang dari 3 hari, amati sampai usia 3 hari, periksa
glukosa darah pada:
- Saat bayi datang atau pada usia 3 jam
- Tiga jam setelah pemeriksaan pertama , ulangi pemeriksaan tiap 6 jam
selama 24 jam atau sampai kadar glukosa dalam batas normal setelah 2 kali
pemeriksaan berturut-turut.
3. Bila kadar glukosa ≤45 mg/dL atau bayi menunjukkan tanda hipoglikemia
maka tangani hipoglikemia.
4. Bila dalam pengamatan tidak ada tanda hipoglikemia atau masalah lain dan
bayi dapat minum dengan baik, pulangkan bayi pada hari ke 3.
(Gambar 3. Penatalaksanaan Hipoglikemia7)
Manajemen Bayi Lahir dari Ibu dengan Infeksi Toxoplasmosis

Pendahuluan

Toksoplasmosis adalah infeksi yang sangat umum terjadi yang disebabkan oleh
parasit protozoa intraseluler obligat Toxoplasma gondii. sebagian besar infeksnya
bersifat asimptommatik, tetapi implikasinya pada ibu hamil beragam. perempuan
tersebut dapat beroleh aborsi spontan, bayi lahir mati atau persalinan prematur ditambah
dengan berbagai abnormalitas pada fetus. memakan kista jaringan dalam daging mentah
atau kurang matang, begitu juga dengan memakan makanan dan air yang terkontaminasi
dengan ookista dari feses kucing dapat memindahkan parasit ke dalam tubuh manusia.8

Epidemiologi

Toksoplasmosis kongenital merupakan hal yang tidak umum di amerika


serikat, dengan kira‐kira 400‐4000 kasus setiap tahun. Seroprevalensi keseluruhan
dengan penyesuaian usia yakni 22.5%, 2 sampai 15% diantara wanita usia siap
mengandung. Ada kira‐kira 225.00 kasus infeksi toxoplasma gondii setiap tahun,
yang kemudian menghasilkan 5000 kasus rawat inap dan 750 kasus kematian,
menjadikan toksoplasmosis sebagai penyebab umum ketIgA dari penyakit fatal
yang ditularkan melalui makanan di negara tersebut.8

Prevalensi T. gondii pada manusia di indonesia berkisar antara 2‐63%. Pada


tahun 1964, de roever‐bonnet et al. Mendapati 24% dari populasi pribumi berumur
10‐50 tahun di irian jaya, seropositif dimana titar "dye test"> 1:4 dianggap sebagai
batas positif. Dalam penelitian ini, clarke et al. (1973) and durfee (1976)
menggunakan titer ira > 1:16 dan 1:32 sebagai batas positif yang tersedia dan
prevalensi 51% di jawa timur, 20% jawa tengah dan 31 % di kalimantan selatan.
Dalam tes lain dengan ifa, van der veen et al. (1974) melaporkan prevalensi sebesar
63% di surabaya, dimana titer >1:32 dianggap sebagai batas positif. Dengan
menggunakan titer > 1:32 atau lebih rendah sebagai batas nilai positif, maka
prevalensi meningkat hingga 63 %.8
Dalam suatu studi lanjutan, titer > 1:256 ditetapkan sebagai batas positif,
karena pemaparan titer menunjukan bahwa hal itu (infeksi) baru saja terjadi.
Kemudian dilaporkan prevalensi dari berbagai daerah yang lebih rendah, yakni:
surabaya, jawa timur 8.9% (yamamoto et al. 1970); lembah lindu, sulawesi tengah
7.9% (clarke et al 1975a); lembah palu, sulawesi tengah 16% (cross et al. 1975b);
sumatra utara 9 (cross et al. 1975c); kalimantan timur 3% (cross et al. 1975d);
jakarta 10% pada mahasiswa di sejumlah universitas swasta (faiz &cross, 1975);
12.5% dari 184 mahasiswa dan 96 pegawai universitas indonesi (gandahusada dan
endarjo, 1980) dan manado, sulawasi utara 60% (kapojos, 1988) dengan titer iha >
1:128 sebagai batas positif.8

Manifestasi klinis

Umumnya gejala toxoplasmosis kongenital mulai timbul pada usia 3 bulan ke atas5

1. Neurologis: mikrosefali, bertambahnya lingkar kepala tidak sebandingan dengan


parameter pertumbuhan yang lain, kejang opistotonus, paralisis, sulit menelan,
gangguan pernapasan, tuli, retardasi pertumbuhan intrauterina, ketidakstabilan
pengaturan suhu, ensefali dan hidrosefalus obstruktif.
2. Oftalmologis: yang paling sering korioretinitis yang menyebabkan gangguan
pengelihatan dan biasanya baru timbul pada usia beberapa tahun kehidupan.
Selain itu juga ditemukan strabismus, nistagmus, katarak, mikrokornea, renitis
fokal nekrositing, skar korioretinal, ptisis (destruksi bola mata), atrofi optik,
retinal detachment, iritis, skleritis, uveitis, dan vitreitis. Penderita juga dapat
menderita retinopathy of prematurity dan korioretinitis sekaligus.
3. Gejala lain yang ditemuakan antara lain hepatosplenomegali, hiperbilirubinemia
persisten, trombositopenia, limfadenopati, anemia, hipogammaglobulinemia,
sindrom nefrotik.

Diagnosis

Diagnosis toxoplasmosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium5

1. Serologi
- Tes sabin feldman (IgG)
- Indirect fluorescentantibody (IFA IgG, IgM) sensitifitas 5-50%
- Double sandwich enzyme immunosorbant Assay (ELISA) (IgM, IgA, IgE).
- Immunosorbant agglutination Assay (ISAGA) (IgM, IgA, IgE). Sensitifitas
sekitar 75-80%.
2. PCR dapat mendeteksi T. gondii pada buffy coat darah tepi, cairan serebrospinal
atau cairan amnion untuk menentukan banyaknya DNA parasit yang muncul di
awal kehamilan. Sensitifitas PCR pada kehamilan 17-21 minggu (>90%)
3. Laboratorium
- Leukositosis/leukopenia. Awalnya limfositopenia atau monositosis.
Eosinofilia (>30%), trombositopenia.
- Fungsi hati
- Serum glucose-6-phosphatase-dehydrogenase (G6PD) sebelum pemberian
sulfaniazid uranilis dan kreatinin cairan serebrospinal.
4. CT Scan
Digunakan untuk mendeteksi adanya kalsifikasi di periventrikel dan basal
ganglia, hidrosefalus yang mungkin terjadi pada minggu pertama kehidupan dan
atau adanya atrofi korteks.
5. Pemeriksaan patologi
Ditemukan takizoit atau kista di jaringan atau cairan tubuh.
(Gambar 2. Diagram Alur Diagnosis Toksoplasmosis Kongenital)9

Penatalaksanaan
Terapi toxoplasmosis kongenital dapat dilakukan pada periode pre-natal dan
post-natal.5,9
1. Terapi pre-natal untuk mencegah transmisi infeksi dari maternal ke fetus
- Spiramisin diberikan pada kehamilan kurang dari 18 minggu sampai aterm.
- Pirimetamin, sulfaniazid, asam folat diberikan pada kehamilan diatas 18
minggu. Bila umur kehamilan kurang dari 17 minggu diberikan cukup
diberikan sulfaniazid sampai setelah trimester pertama karena pirimetamin
mempengaruhi organogenesis.
2. Terapi post-natal untuk mengobati infeksi pada bayi yang positif
terdiagnosis toxoplasmosis kongenital.
- Pirimetamin 1 mg/kgBB/12 jam selama 2 hari dilanjutkan tiap hari sampai
usia 2-6 bulan dan 3x perminggu sampai usia 1 tahun
- Sulfadiazin 50 mg/kgBB/12 jam sampai usia 1 tahun.
- Asam folat 10 mg 10 mg 3x/minggu sampai 1 minggu setelah pemberian
pirimetamin berhenti. Berguna untuk mencegah supresi sumsum tulang.
- Prednison 0,5 mg/kgBB/12 jam diberikan pada infeksi SSP yang aktif,
korioretinitis aktif, penglihatan yang mengancam.
- Shunt ventrikel hidrosefalus.
REFERENSI

1. Mittal H, Saurabhi Das, M.M.A. Faridi. Management of newborn infant born to


mother suffering from tuberculosis: Current recommendations & gaps in knowledge.
The indian journal of medical research. July 2014; 140(1): 32-39.
2. Prawihardjo, Sarwono. Ilmu Kandungan. Edisi ketiga. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo; 2016.
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis, Manajemen Dan
Tatalaksana TB Anak. Jakarta: departemen kesehatan. 2016.
4. Obringer E, Taylor HS, Joseph RH. Neonatal Tuberculosis: Research Gate. May
2015; 44(5): 126-130.
5. Pudjiadi AH et al. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Edisi
II. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011.
6. Rahayu A dan Rodiani. Efek diabetes melitus gestasional terhadap kelahiran bayi
makrosomia. Majority; Oktober 2016: 5(6). 17-22.
7. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Bagan Tatalaksana Gizi Buruk 1. Edisi
Ketujuh. Jakarta: Departemen Kesehatan; 2013.
8. Basri, saiful. Toksoplasmosis okular kongenital. Jurnal kedokteran syiah kuala.
Agustus 2017; 17(2): 133-139.
9. Aryani, I Gusti Ayu Dwi. Toksoplasmosis Kongenital. Continuing Medical
Education. 2017; 44(8): 537-539.

Anda mungkin juga menyukai