PENDAHULUAN
didasari oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan, maka ditargetkan seluruh masyarakat Indonesia pada tahun 2019 menjadi anggota
dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Hal ini akan berdampak terhadap
peningkatan kebutuhan obat di Indonesia, terutama obat generik. Pemerintah juga membuat
E-katalog dimana katalog ini berisi daftar obat dan perusahaan farmasi yang nantinya akan
pengobatannya melalui BPJS. Maka dari itu, banyak perusahaan farmasi akan berlomba –
lomba untuk menyediakan obat dengan harga terjangkau dan memiliki kualitas yang baik.
Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat
(Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2018). Tingginya kebutuhan akan obat dalam dunia
kesehatan dan vitalnya aktivitas obat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh manusia
melahirkan sebuah tuntutan terhadap industri farmasi supaya mampu memproduksi obat yang
bermutu dan aman. Oleh karena itu, semua industri farmasi harus benar-benar berupaya agar
dapat menghasilkan produk obat yang memenuhi standar kualitas yang dipersyaratkan
Salah satu upaya yang dilakukan industri farmasi dalam rangka meningkatkan kualitas obat
Indonesia, istilah GMP lebih dikenal dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang
dinamis (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006). Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) bertujuan untuk memastikan agar mutuobat dan/atau bahan obat yang dihasilkan
sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. Melalui pedoman CPOB, semua aspek
yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu obat diperhatikan dan ditentukan
sedemikian rupa dengan tujuan untuk menjamin bahwa produk obat yang dibuat senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Produksi obat yang baik adalah produksi yang telah memenuhi ketentuan-ketentuan CPOB.
Mutu obat dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu bahan awal, personalia, bangunan dan
fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, inspeksi diri, pengawasan mutu, penanganan keluhan
terhadap obat, penarikan kembali obat dan dokumentasi. Dengan kata lain, melalui CPOB
kualitas dari obat tidak hanya ditentukan dari hasil akhir tetapi juga dipengaruhi aspek-aspek
lain yang mempengaruhi produksi obat (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2018).
Kedudukan apoteker diatur dalam CPOB yaitu sebagai penanggung jawab produksi,
pengawasan mutu dan pemastian mutu sehingga seorang apoteker dituntut untuk memiliki
permasalahan yang muncul di industri farmasi. Calon apoteker perlu mendapat bekal
pengetahuan dan pengalaman yang memadai agar memenuhi standar kompetensi yang
diperlukan. Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut yaitu melalui kegiatan Praktik Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di industri farmasi. Oleh karena itu, Universitas Sumatera Utara
(USU) bekerjasama dengan PT. ETHICA Industri Farmasi dalam menyelenggarakan PKPA
dimana calon apoteker mendapat tugas untuk mengamati dan mempelajari langsung kegiatan
yang dilaksanakan di PT. ETHICA Industri Farmasi. Pelaksanaan PKPA berlangsung dari
tanggal 6 Februari – 28 Februari 2019. Dengan adanya praktik kerja ini diharapkan kepada
seluruh mahasiswa calon apoteker agar dapat mengambil manfaat dan ilmu yang berguna
a. Mengetahui penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) di PT. ETHICA
Industri Farmasi.
b. Mengetahui peran dan tanggung jawab Apoteker di industri farmasi terutama sebagai
Farmasi.
1.3 Manfaat
Manfaat pelaksanaan PKPA di industri farmasi bagi calon apoteker adalah diharapkan
calon apoteker dapat mengetahui dan melihat secara langsung peran dan tugas Apoteker
sebagai penanggungjawab produksi, pemastian mutu dan pengawasan mutu serta mengetahui
Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. ETHICA Industri Farmasi dilaksanakan mulai
tanggan 6 Februai- 28 Februari 2019. Dimana kegiatan praktek dilaksanakan mulai pukul